Seirei Tsukai no Blade Dance (Indonesia):Jilid 4 Bab 9

From Baka-Tsuki
Revision as of 21:03, 5 September 2013 by Lulu-Me (talk | contribs) (→‎Bagian 3)
Jump to navigation Jump to search

Bab 9: Tanda Kegelapan

Bagian 1

Itu Ren Ashbell lainnya.

Gadis yang dibalut aura kegelapan yang memberikan tekanan luar biasa.

Jika sembarangan mendekat akan menjadi depresi— ilusi itu terasa.

Begitu keributan itu selesai, keheningan yang menyakitkan turun.

"......."

Semua orang menelan ludah ketika mengawasi gadis itu.

Claire juga, tidak ada yang mendekatinya.

Hawa dingin menjalar di tulang belakang Kamito.

..... Aku, apa aku bisa menang melawannya?

Sebelum dia menyadarinya, aliran musik sudah berhenti.

Blade Dancer terkuat berhenti di tengah-tengah ruangan—

Dan berbalik lalu berjalan ke arah Kamito.

"......!?"

"Kamito-kun." "Kamito."

Secara tidak sadar Fianna meraih tengan Kamito. Bahkan Ellis yang ingin menangkap Ren Ashbell sebagai targetnya, malah gemetan ketakutan.

"....."

Kamito dipindahkan sebelum mereka di dalam sebuah mode pelindung.

Ren Ashbell berhenti tepat di depan Kamito.

"— Jadi, kau Kazehaya Kamito, ya."

Suaranya seperti Baja padat.

"Ya."

Kamito mengangguk.

"Senang bertemu dengan mu— Aku ingin tahu, apakah ini cocok? Ren Ashbell."

Menjilati bibirnya dengan sinis, Kamito menatap tajam topeng merah.

Namun, dia tidak bisa membaca emosi apapun dari mata merah di dalamnya.

"....?"

Untuk Kamito yang kebingungan —

"Kazehaya Kamito, maukah kau menari denganku untuk satu lagu?"

— Gadis itu menyarankan hal yang tak terduga.

...... Tidak, ini bukan saran. Ini perintah

Nada suaranya damai, tapi itu sebuah penolakan — Nadanya mempunyai kekuatan yang tidak akan membiarkan hal itu.

Kamito berbalik ke arah Ellis dan Fianna—

"Maaf, bisakah kau membiarkanku pergi sebentar?"

"Ta-Tapi, Kamito— "

".....Okay. Ellis, ayo kita pergi."

Kemudian, Fianna meraih tangan Ellis. Dia tahu identitas Kamito sebagai Ren Ashbell asli. Putri bijaksana sudah memahami situasi ini.

"Apakah kau punya pengalaman dalam menari?"

"Jika itu klasik, ya."

Kamito menjawab tajam dan memegang tangan Ren Ashbell itu.

Pertunjukan musik yang terhenti pun dimulai kembali.



Bagian 2

Di dalam hutam gelap yang mengelilingi benteng, Claire berlari.

Berbagai ranting pohon tersangkut di gaun merah, yang tercabik-cabik.

Lumpur menempel di sepatu hak tinggi merahnya. Luka yang tak terhitung jumlahnya, muncul di kulit halus Claire.

Kenapa........

Tidak peduli sudah berapa lama berlalu, tapi adegan itu tidak bisa pergi dari pikirannya.

Ketika gadis roh kegelapan itu mencium Kamito, saat itu juga.

...... I-Ini bukan berarti aku memikirkan semua tentangnya!

Claire menggeleng, seolah menyingkirkan perasaan jengkelnya.

Itu hanyalah mengabaikan tuannya dan melakukan hal semacam itu dengan gadis lain, tidak bisa dimaafkan.

...... Itu benar, cuma karena itu.

Tapi—

Lalu kenapa, apakah hatinya terluka separah ini?

Tepat sebelum, memegang tangan pria itu, Claire membenci hal itu.

Kalau itu Kamito, dia tidak akan melakukan apapun dengan kekerasan.

Dia sering menggoda Claire, selalu memperlakukannya seperti anak kecil, kadang mengatakan hal yang berarti, tapi tetap saja.

—Tetap saja, dia tidak akan pernah melakukan hal seperti itu.

Sebelum dia menyadarinya, dia sudah sampai di dana dari pemurnian sore hari.

Didalam hutan yang sunyi. Banyak sekali roh yang melayang di atas danau.

Claire memeluk lututnya dan duduk di tepi danau.

Gaun yang sudah dia siapkan sudah kotor dan lagi dia tidak bisa kembali ke pesta dansa.

Rambutnya yang kusut dengan gaunnya yang hancur dan tidak bisa diperbaiki lagi. "Ada apa dengannya, idiot itu...."

Claire mendesah, dengan suasana hati yang sangat menderita.

Dengan sebuah gelembung cahaya, air mata mulai jatuh ke tanah.

"...... Itu salah. Yang bodoh adalah aku."

Sekali lagi dia tidak bisa jujur.

Jika dia punya, dia bisa menari dengan Kamito sekarang juga—

Pada saat itu. Dari dalam hutan, terdengar langkah kaki.

".... Kamito?"

Dia buru-buru menyeka air matanya.

Tapi yang muncul dari dalam hutan bukanlah Kamito.

"Astaga, seberapa jauh lagi kau akan berlari!"

"Rinslet..."

Claire membuka matanya.

Sambil mengatur nafas, Rinslet beristirahat di samping Claire.

"Wah, pemandangan yang lumayan enak dipandang."

"Kau juga."

"I-Itu karena kau berlari sangat jauh."

Gaun Rinslet terkoyak dan daun dan ranting-ranting tersangkut di rambutnya.

"Meskipun aku baru saja memakai baju baru....."

Dia melemaskan bahunya.

Claire mengalihkan pandangannya.

".... Kenapa kau datang kesini?"

"Aku datang untuk mentertawai dada malangmu. Gaunmu terlalu mencolok."

"...... A-Apa kau bilang!"

Twintails nya berdiri tegak seperti api.

Rinslet menyibak rambutnya dan—

"Akhirnya kau kembali normal."

Tersenyum cerah.

"......"

"Apakah kau bertengkar lagi dengan Kamito?"

"Gu...."

Claire menggigit bibirnya.

".... Itu, itu salahnya. Dia tidak akan mengatakan apa-apa padaku."

"Apa maksudmu?'

"Maksudku, itu..... Bukankah kau tertarik dengan masa lalu Kamito?"

"Masa lalu Kamito?"

Rinslet sedikit memiringkan kepalanya—

"Yah, bohong kalau aku bilang tidak."

"Aku ingin tahu, apa dia tidak mempercayaiku?"

Twintails Claire melemas.

"Kenapa mengatakan hal itu?"

"Karena, dia tidak akan mengatakan apa-apa...."

"Dia tidak bisa mengatakannya kepadamu karena kau berharga baginya— Hal itu mungkin saja."

"Itu....."

Claire cemberut dan merenung.

"......... Aku, Aku tidak yakin kalau itu benar."

Sebenarnya, hanya itu yang bisa menjelaskan semuanya.

Tapi—

"Kau hanya seorang anak kecil, kan."

"Di-Diam..."

Erang Claire.

"Bahkan aku mengerti banyak hal...."

Tapi dia merasa tidak nyaman, jadi hal itu tidak bisa menolong.

Jika itu tentang seseorang yang dia tidak perdulikan, dia tidak akan memiliki perasaan seperti ini.

Karena itu Kamito— tidak membicarakan tentang masa lalunya.

Menyadari hal itu, jantung Claire berdebar.

Ha-Hal bodoh apa yang sedang ku pikirkan!

Pipinya memerah.

"Claire, ada apa?"

"Ti-Tidak."

Claire menggeleng-gelengkan kepalanya.

Dan kemudian.

"—Hmmm, jadi kalian berdua ada di sini."

Dari dalam hutan, suara seorang gadis muda.

"Suara itu......!"

Claire dan Rinslet langsung berjaga.

Suara pohon jatuh satu per satu, dan kemudian—

"Sempurna, aku akan bermain dengan kalian sampai akhir."

Didepan mereka, muncul seekor monster hitam raksasa.

yang menungganginya adalah gadis dengan rambut abu-abu — Muir Alenstarl tertawa ringan.

"Dengan roh pemusnah ini— Tiamat."



Bagian 3

Dengan elegan memainkan waltz.

Keduanya menari di tengah aula dan menarik perhatian sekitarnya.

Dengan Ren Ashbell yang memimpin, tarian itu serius seperti api yang membara.

Sama seperti ketika seorang putri yang sedang melakukan sebuah ritual persembahan, tarian upacara yang sesungguhnya.

Dengan gerakan yang gemulai itu, Kamito hampir tidak bisa menjaga kecepatannya.

"Gerakan yang cukup bagus. Seperti yang diharapkan dari master Blade Dance."

"Apa itu sebuah ejekan? Ren Ashbell, Blade Dancer terkuat."

Jawab Kamito untuk bisikan dari topeng merah itu.

Dengan cepat Ren Ashbell menggeser kakinya. Kamito mengikutinya dan menarik Ren Ashbell kearahnya. Mereka berubah seperti kerlipan cahaya. Keduanya membiarkan tubuh mereka mengalir seiring alunan musik.

Tarian mereka sudah menyatu tanpa keindahan.

Itu adalah Blade Dance yang keras.

"Aku punya berbagai pertanyaan yang ingin kutanyakan."

"Kau tidak sabar, kan? Meskipun begitu, aku ingin menikmati tarian ini bersamamu lebih lama lagi."

"Maaf. Aku akan membuatmu membiarkan ku memimpin dari sini."

Kamito menarik tangan Ren Ashbell dan membawanya ke teras berdua saja.

Udara malam yang dingin mendinginkan kulit mereka yang terbakar.

Karena ukurannya yang besar, teras itu serasa sebuah pulau terapung dengan pandangan yang jelas dari seluruh hutan.

"Lupakan soal semua strategi yang merepotkan. Aku akan langsung ke poinnya."

Kamito berhenti dan menjauhi Ren Ashbell.

Dia menatap tajam si topeng merah — dan bertanya.

"Apa yang kau lakukan untuk Restia?"

"Apa yang kau lakukan, maksudnya?"

"Jangan main-main. Aku tahu kalau kau memerintah Restia."

"Aku tidak memerintahnya. Dia adalah temanku."

"Maksudmu, Restia membantumu karena keinginannya?"

"Itu benar. Aku menggunakan dia, dan dia menggunakanku."

"...."

Kamito menggigit bibirnya yang tertutup.

Aku tidak bisa menerimanya, tapi—

Tentu di dalamnya pasti ada kepercayaan.

Tampaknya benar kalau Restia bergerak tanpa diperintah. Memperingati Kamito tentang Muir mungkin dilakukan karena keinginanya juga.

"Apa tujuanmu untuk mengumpulkan roh militer dan anak yatim dari Sekolah Instruksional?"

"Untuk perang."

Dan dia langsung menjawab.

"............ Perang?"

Kamito terdiam.

Tapi memikirkan hal itu, itu bukan jawaban yang mengejutkan.

Roh militer dan anak-anak yatim Sekolah Instruksional— Tidak ada yang lebih berguna daripada perang.

"Itu benar. Kekuatan sangat diperlukan untuk melawan mereka."

"Mereka?"

"Raja-raja dunia ini."

"Ap—"

Bertempur dengan raja-raja dunia............ dia mengatakannya?

Kamito tidak biasa mengerti tujuan itu. Apakah maksudnya untuk memulai kembali Perang Ranbal yang telah melibatkan seluruh negara—

"Apa alasannya? Untuk menghancurkan dunia?"

"Bukan. Ini adalah perang untuk menyelamatkan dunia ini."

"Apa yang kau katakan—"

"Tapi untuk memulai perang, peion awal sangat diperlukan."

Ren Ashbell meraih kerah Kamito dan menariknya mendekat.

"............!?"

"Aku akan memaksamu mengijinkanku untuk mencobanya, Ren Ashbell Si Penerus Maou itu. Apa kau punya kemampuan untuk membunuh mereka?"

Seketika, tangan kanan Ren Ashbell menusuk dada Kamito.



Bagian 4