Zero no Tsukaima ~ Indonesian Version:Volume8 Bab1

From Baka-Tsuki
Revision as of 13:09, 11 October 2015 by Altux (talk | contribs) (Created page with "Bab 1 : Akhir Perang tiap Pihak “Bagaimana? Ini adalah penghargaan dari jiwa-jiwa bulu yang gugur.” Guiche, yang sebangga merak, menunjukkan Medali Jiwa Rambut Putihnya...")
(diff) ← Older revision | Latest revision (diff) | Newer revision → (diff)
Jump to navigation Jump to search

Bab 1 : Akhir Perang tiap Pihak

“Bagaimana? Ini adalah penghargaan dari jiwa-jiwa bulu yang gugur.”

Guiche, yang sebangga merak, menunjukkan Medali Jiwa Rambut Putihnya pada teman-teman sekelasnya.

“Waah,” teman –teman sekelasnya mendesah

“Apa itu bukan rambut putih melainkan bulu-bulu?”

Komen seseorang, wajah Guiche memerah.

“Aah! Jangan bilang begitu! Itu Penghargaan Rambut putih!”

Guiche melnyapu sekilas sudut kelas. Ada Montmorency disana. Meski seluruh teman sekelasknya berkumpul disekitar Guiche, Montmorency malah menyenderkan sikutnya ke meja dan memandang keluar jendela, terlihat tak tertarik. Hey, lihat kesini, aku inigin kau mendengar ceritanya...Guiche merasa sakit sesaat.

“Baguslah...Guiche, kau menepalai pasukan yang menyerbu pertama kali ke kota Saxe-Gotha?”

“Jangan sebut itu,”

Guiche mengangguk bangga. Semua orang memuji teman sekelas mereka yang memiliki sukses militer yang hebat.

“Tak mungkin itu, Guiche. Jujur saja, sebelum ini kami menyangka kau hanya bajingan bermulut besar, tapi kini kami mengakui kesalahn kami sedalam-dalamnya!”

“Hebat!Guiche! Kau luar biasa!”

Guiche menyender ke belakang saat mendengarkannya. Lalu dia menyilangkan kakinya dan mengangkat satu jari, masih sebangga merak.

“Sekarang saya akan menceritakan tentang pertarungan tentara yang gagah berani melawan para orc.”

Aaah, terjadilah geger.

Guiche melirik Montmorency lagi. Dan mendesah sakit. Alasannya karena Montmorency masih membuang muka...mengapa dia melakukan itu...Guiche makin sedih. Dia lalu mengeraskan suaranya lebih keras dari yang diperlukan. ”Saat tembok runtuh, orc-orc datang dari dalam, susul-menyusul! Saat itu, aku dengan tenang mengomandoi bawahanku dari korps senpi. Platuon pertama! Isi! Arah! Tembak!”

Saat mengatakan “Tembak” Guiche mengankat dan menurunkan tongkatnya.

“Namun Musuh tak bergeming! Sihir diperlukan! Saya bangkit dan mulai memantra – Tangan Bumi!”