Suzumiya Haruhi ~ Indonesian Version:Volume9 Prologue

From Baka-Tsuki
Revision as of 14:41, 18 July 2009 by H3lm1-kun (talk | contribs)
Jump to navigation Jump to search

Prolog


Cara-cara mengetahui perubahan musim berbeda-beda untuk tiap orang. Untukku, cara tergampang mungkin dengan mengamati kelakuan kucing calicoku, Shamisen.

Saat Shamisen tidak lagi menyelinap ke ranjangku tengah malam, aku akan tahu bahwa beberapa bulan musim semi, musim yang paling disenangi di daerah empat musim, telah tiba. Tetapi dibandingkan kucing, tumbuhan punya kemampuan yang sama, bahkan lebih hebat dan mengagumkan. Sakura yang berbunga di mana-mana seolah siap layu perlahan menurut jadwal yang telah mereka laksanakan. Langit di awal April cerah dan biru seolah diwarnai dengan krayon. Mentari, seolah bersiap untuk musim panas, menumpahkan cahya keemasannya ke daratan dengan segala kehebatannya. Tetapi, angin yang bertiup dari pegunungan terus membawa sedikit rasa dingin, mengingatkanku dengan ketinggian kota yang kutinggali ini.

Aku, tanpa ada yang ingin kulakukan, mengangkat kepala dan melihat ke langit biru, berkata lirih.

"Sudah musim semi, yah…"

Mungkin kukatakan sesuatu macam itu karena kebosananku. Karena itu aku tidak megharap jawaban dari siapapun. Tapi orang di sampingku, alih-alih mengetahui hal ini, bagaimanapun juga merasa harus menjawab.

"Nggak ragu lagi, ini sudah musim semi. Buat murid-murid, ini juga awal tahun pelajaran dan tahun kalender. Aku ngerasa ini awal lembaran baru juga."

Nada bicaranya - yang secara mengejutkan - menyenangkan itu cocok untuk musim semi, jadi sejauh ini tak apa. Kalau saja itu diucapkan saat musim panas hanya akan membuat orang merasa hangat. Soal musim dingin… satu-satunya orang yang aku harap sudi berbicara padaku adalah Asahina-san, dan hanya dirinya seorang.

Aku tidak terlalu yakin ia sadar bahwa hatiku tak lagi ada untuk pembicaraan itu, dan segala yang tersisa hanyalah tubuh fisikku. Tetapi ia melanjutkan bicaranya tanpa memperhatikan selaan apapun.

"Ini kali keduaku menyambut musim semi sejak aku masuk SMA. Aku nggak tau apa 'musim semi akhirnya datang' atau 'musim semi datang lagi begitu cepat' yang lebih tepat nunjukin maksudku di sini."

Aku penasaran bagian mana yang perlu dibingungkan soal itu. Andai ini Bahasa Indonesia, dia selalu bisa menggunakan 'dan' untuk menghubungkan kedua frase itu. Orang tidak mungkin mengingat semua yang mereka lakukan tiap saat. Karena itu, ketika seseorang mencoba mengingatnya lagi, banyak kejadian yang lalu ini kelihatannya berlalu begitu cepat atau lambat. Seperti yang terjadi sekarang ini, aku cuma harus menggunakan banyaknya rasa gembira yang aku alami untuk menilai seberapa cepat atau lambat kejadian itu terjadi. Mari kita pikirkan ini dari sudut pandang jarum jam; bukankah jarum-jarum itu bergantung pada hitungan detik untuk mengukur aliran waktu, sembari mengeluarkan suara detikan untuk mengingatkan orang-orang akan hal ini? Walau kadang seseorang tidak ingat mematikan alarm jam, kadang akhirnya alarm itu tidak menyala, membuatku marah sampai-sampai melempar jam alarm itu ke dinding. Musibah macam itu paling sering terjadi Senin pagi.

"Seperti kamu bilang, jarum jam itu satu dari sedikit benda yang bisa mengingatkan kita secara objektif tentang kejadian-kejadian. Tapi untuk manusia, bukan hanya jarum jam, yang paling penting itu apa yang sudah kita kerjakan atau lewati selama waktu itu."

"He eh."

Aku berhenti mengamati perubahan bentuk awan dan menoleh menghadap orang di sampingku.

Yang ada di depan mataku adalah sesosok wajah ganteng dengan senyum yang tak memudar, mengingatkan kita akan keberadaan pemiliknya - Koizumi Itsuki. Senyum yang dapat digambarkan sebagai pemandangan senormal jejak asap sebuah pesawat yang baru melintasi langit: tidak terlalu menyilaukan mata sehingga membuat kita tidak ingin melihatnya. Sadar bahwa tidak ada gunanya lagi menatap wajahnya lebih lama, aku tolehkan kepalaku kembali ke depan.

Tapi,

"Ngomong-ngomong soal perasaanku..."

Sementara pemandangan lapangan sekolah terpantul di retinaku, aku bilang ke Koizumi dengan tatapan lekatnya yang tertuju padaku.

"...'musim semi AKHIRNYA datang' itu lebih cocok!"

Mataku mengikuti anak-anak kelas satu yang terkumpul dalam kelompok-kelompok kecil di lapangan dan seragam SMA Utara yang mereka pakai. Pikiranku memutar kembali adegan-adegan tahun lalu yang dapat kuingat, membuatku penasaran apakah anak-anak kelas dua setahun lalu melihat anak kelas satu dengan perasaan yang sama seperti yang kurasakan sekarang. Kupikir begitu. Betul-betul perasaan yang menakjubkan.

Karena penempatan distrik untuk sekolah aku berakhir di SMA Utara dan bertemu Suzumiya Haruhi, si enigma berjalan. Sebelum benar-benar terbiasa dengan situasi, aku dipaksa mendengarkan perkenalan dirinya yang gila. Sementara aku masih penasaran "Apa sih yang salah dari orang ini?", aku ditarik ke dunianya dan dipaksa bergabung dengan organisasi misterius yang dikenal dengan nama Brigade SOS. Berkat ini, aku bertemu alien sungguhan, esper, pengelana waktu, semua yang seharusnya tidak pernah ada. Tidak apalah kalau cukup berhenti di situ, tetapi aku ditarik ke kejadian-kejadian paranormal satu demi satu, dan harus ikut bersenang-senang bersama Haruhi pula. Ya ampun. Pengalaman hidupku pastilah telah meningkat secara eksponensial hanya dalam setahun belakangan. Kenyataanya, kupikir aku tidak akan kerepotan mengalahkan boss di video game dengan semua pengalaman-pengalaman ini.


"Kebiasaan itu betul-betul kuat."

Perengan yang harus aku taklukkan tiap hari dalam misiku ke sekolah telah menjadi semacam kebiasaan sampai-sampai akhir-akhir ini, aku merasakan diriku masih dalam kontak fisik dengan kasurku hingga saat-saat terakhir yang memungkinkan. Bagaimanapun juga, aku bukan satu-satunya orang yang telah berubah drastis; Haruhi juga telah mengalami proses ini, seperti seekor karper yang sebelumnya hanya melompati ring berubah menjadi naga.

Aku benar-benar ingin memakai kamera untuk memotret Haruhi saat ini, dan menunjukkannya pada Haruhi yang setahun lalu untuk ia lihat. Aku juga ingin membuat sebuah cerita bergaya kisah peribahasa menceritakan bagaimana dirinya akan menjadi dalam setahun.

"Aku juga setuju."

Koizumi menjulingkan matanya dan mengangkat mulutnya agak keatas, tangan menyilang di depan dadanya, kaki tersandar pada meja.

"Aku lagi ngomongin soal kebiasaan. Saat melihat orang-orang tersebar di seluruh penjuru bumi, kita bisa tahu bahwa mereka bisa beradaptasi dengan lingkungannya dengan mudah. Pada dasarnya seseorang butuh waktu untuk terbiasa dengan lingkungan barunya. Tapi akhir-akhir ini aku mulai penasaran apakah ini buruk? Sekali orang terbiasa dengan suat lingkungan, kemampuan beradaptasi dengan perubahan mendadak akan berkurang pula."

Apa sih yang sebenarnya sedang kamu omongin? Kalau yang kamu maksudkan Haruhi, aku percaya jumlah kejadian tak terduga jauh melebihi kebalikannya.

"Hmm, kamu benar..."

Koizumi memperlihatkan ekspresi yang jarang terlihat, yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Orang ini sering ngomong besar lagi dan lagi, bahkan walaupun pihak lain tidak memintanya. Kalau aku meminta apapun aku mungkin harus duduk menyimak setumpuk jargon darinya dulu.

Kuanggukkan kepalaku tanpa bicara, mencoba mengalihkan perhatian Koizumi, sebelum mengalihkan pandangan ke arah lain.

"......"

Masih dalam keheningan, punggung orang yang pendek setenang patung Buddha di biara masuk ke medan pandanganku. Ia mengenakan seragam perempuan SMA Utara, rambut pendeknya melambai pelan tertiup angin.

Tak ragu lagi, itu Nagato Yuki, senjata rahasia Brigade SOS - walaupun Presiden Klub Literatur merupakan gelar kehormatan yang sebenarnya untuk dia. Seperti Koizumi dan diriku, Nagato telah membawa meja dan kursinya ke lapangan, agak jauh dari kami, tanpa berkata-kata membaca bukunya. Judulnya terbaca "Filsuf, Seniman, Pemusik, dan Hubungan Antara Mereka", dan buku itu setebal bata.

Aku menoleh dan memandangi blok ruangan klub sekolah. Asahina-san, setelah ditarik keluar dari ruangan klub oleh Haruhi yang berjalan secepat cahaya, masih belum kembali. Sebetulnya, aku nggak terlalu mempermasalahkan, karena barangkali itu akan menjadi berkah tersembunyi.

"Kalau seperti ini permasalahannya..."

Aku belum menceritakan situasi saat ini, jadi mari kita bahas secara cepat. Tahun ajaran baru telah berjalan beberapa hari, dan masa kurikulum telah berakhir. Hari ini, kami membawa meja dan kursi kami ke sebuah sudut di lapanngan. Hampir semua - walau tidak semuanya - anak kelas dua dan tiga berkumpul di lapangan sekolah juga.

--Bersambung