Hakomari (Indonesia):Jilid 5 Bab 1

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Hakomari5 p14.jpg


Hakomari5 p14.jpg




◆◆◆ Oomine Daiya - Minggu, 6 September 12:05 ◆◆◆

"Saya sangat kaget, ya. ...Ya. Ya. Tentu saya pernah dengar 'Manusia Anjing', tapi, saya kira itu cuma akal-akalan TV saja. Saya tidak mengira 'Manusia Anjing' akan ada di halaman rumah saya sendiri!"

Televisi LCD menunjukkan seorang wanita yang wajahnya disensor. Wanita rumah tangga yang sudah paruh baya itu didistorsikan suaranya dengan bantuan elektronik, tapi nada kemuakan dirinya yang dikeluarkan dengan keras dan jelas.

"X (nama disensor dengan suara komputer) ini orang seperti apa sebelumnya?"

"Hm... sangat biasa. Tapi ia sangat pendiam. Saat kau sapa, ia akan bersuara sangat pelan sampai orang tidak tau dia ini menjawab atau tidak!"

"Pernahkan ia melakukan hal yang menarik perhatianmu?"

"...Yah, ya. Belakangan ini, setelah orang tuanya menghilang... apa yang orang-orang sebut? Pengangguran? Saya fikir dia mengucilkan dirinya sendiri di rumah. Apa yang ia lakukan untuk hidup? ...Siapa tau? Saya tidak tau."

"Bisakah Anda menghubungkannya dengan hilangnya orang tuanya?"

"Ya. ...Ah, tapi saya harus bilang bahwa orang tuanya mungkin pergi tanpanya. Aku hanya mendengar sebuah rumor bahwa mereka menghilang. Saya tidak tau lagi detailnya. X tidak pernah baik jika dengan tetangganya."

"Begitu... Apakah Anda tau apa ciri yang dimiliki semua 'Manusia Anjing'?"

Si wanita paruh-baya itu dengan biasa menjawab. "...Ya. Mereka semua kriminal, 'kan? Dan kejahatan mereka cukup serius."

"Riwayat kejahatan 'X' masih belum diketahui sekarang, tapi apa Anda tau?"

"Saya cuma lihat X menggonggong dan gaya berdiri dengan 4 kaki macam anjing, cuma itu. Saya takut tidak ada hal lagi untuk—"

Si wanita paruh-baya mungkin sudah tidak punya informasi penting: layarnya terpotong kembali ke studio dan melakukan zoom in pada moderatornya dan beberapa komentator.

Tak ada yang tau apakah perbincangan tentang fenomena ini serius atau hanya candaan belaka. Komentar partisipan yang kikuk pada insiden misterius ini hanya hal dengan banyak maksud yang tidak memberi pengaruh apapun.

Aku mengubah posisiku dari kasur dan menyeringai. Seperti yang kurencanakan, acara-acara mulai menampilkan "Manusia Anjing" setiap hari.

Saat seseorang tiba-tiba kehilangan kemampuannya untuk bicara dan mulai merangkak dengan tangan dan kakinya tanpa alasan apapun - itulah fenomena "Manusia Anjing". Tidak ada acara yang ingin melewati topik yang sangat sensasional

Tapi tak peduli berapa banyak perhatian yang topik itu dapatkan, alasan utamanya tidak akan mendapat titik terangnya. Banyak doktor dan ilmuwan mencoba mengetahui dasar fenomena "Manusia Anjing", tapi tak peduli sejauh mana pendekatannya, mereka tak akan pernah tau bahwa sebuah 'box' adalah penyebabnya.

Meski begitu, komentatornya telah mengecewakan penonton dengan kesimpulan biasa seperti "mereka hanya akting" atau "mereka berbicara pada diri mereka bahwa mereka adalah anjing" atau "itu sakit jiwa." Bahkan pencari tau ilmu alam, yang mungkin bisa ikut ke panel itu hanya untuk tawaan, melakukan hal yang lebih pada penonton dengan berkata bahwa "Tuhan telah memberikan ini pada kita sebagai cobaan untuk menghindari kesombongan manusia, untuk mengajarkan kita kalau kita hanyalah binatang." Heh

Omong kosong.

Jika kau mendiskusikan "kesombongan", maka Tuhan yang merepotkan kita sebagai cobaan itu jauh lebih sombong. Maksudku, apa manusia peduli jika hewan itu sombong?

Hanya manusia yang bisa melakukan sesuatu seabsurd membuat "Manusia Anjing."

Saat aku menyalakan TV lagi, moderatornya menyimpulkan laporan khusus hari ini tentang"Manusia Anjing" dengan kata-kata kosong.

"Kami harap dengan segenap hatinya ia akan pulih secepatnya." "Pulih secepatnya," hah?

Moderatornya tak mampu berkata lebih lama lagi.

"X" alias "Katsuya Tamura" adalah kriminal nyata yang telah membunuh orang tuanya - tapi aksi kriminalnya sekarang disembunyikan dari masyarakat. Setelah aksinya telah terbuktikan, moderator itu tak mungkin mampu dengan biasa mengharapkan pulih lagi.

Sekarang, hanya Katsuya Tamura dan aku yang tau kejahatannya, tapi tak lama lagi, semuanya akan tau.

Pendapat manyarakat tak bisa melepas kenyataan bahwa setiap "Manusia Anjing" telah berubah menjadi ancaman, dan polisi tidak bisa melepas pendapat publik. Jadi, para polisi akan berdalih untuk menginvestigasi, dan tak lama akan menemukan tulang orang tua Katsuya Tamura di tamannya.

Dan Katsuya Tamura akan pergi ke tempat di mana ia seharusnya berada : penjara. Tidak... mungkin ia akan dikirim ke tempat lain karena masalah mentalnya, tapi kesampingkan itu. Tujuanku bukanlah menghukum kriminal yang masih berada dalam kebebasan.

Jika insiden Katsuya Tamura berjalan sesuai dengan rencana... maka aku tak perlu membuat persiapan lagi. Kekuatan 'box' bisa membuat setiap orang menjadi "Manusia Anjing" - aku dengan berhati-hati menggunakan kekuatanku untuk mencari orang-orang yang melakukan kejahatan dan hanya mengubah kriminal itu.

Aku melakukan itu untuk memaksa persepsi masyarakat agar menyetarakan "Manusia Anjing" dengan "Kriminal."

"Anjing yang berdiri dengan 4 kaki adalah kriminal."

Setelah pemikiran itu menyebar, "Manusia Anjing" akan secara otomatis dianggap sebagai pelanggar hukum.

Apa yang menjadi konsekuensi eksperimenku dalam sosial?

Menjadi "Manusia Anjing" itu menyedihkan. Semuanya merasa menjijikan pada "Manusia Anjing" yang kehilangan inderanya, merangkak dengan telanjang di tanah, dan menggonggong. Tidak ada yang mengasihani mereka karena mereka tidak dianggap manusia-terutama karena semua percaya semua "Manusia Anjing" adalah sampah masyarakat.

Semua akan takut menjadi "Manusia Anjing"

Masyarakat akan sadar bahwa melakukan kriminal bisa mengubah mereka menjadi "Manusia Anjing." Tapi tanpa mengetahui penyebab perubahannya, orang-orang tak memiliki cara lain kecuali menghindari kriminalitas., dan hidup dengan normal untuk menghindari target hinaan publik.

Ini akan menghentikan kejahatan.

Tentu jumlah "Manusia Anjing" itu tidak cukup. Penting untuk membuat orang-orang percaya kalau kriminal akan jadi "Manusia Anjing" dari kemungkinan menjadi keyakinan. Untuk itu, aku harus membuat banyak "Manusia Anjing- pasukan dari mereka.

Setelah tugasku selesai, tak ada yang bisa mengabaikan fenomena ini lagi.

Aku fokus pada TV sekali lagi.

Topik telah berubah dan video baru muncul di layar. Beberapa pejalan kaki mungkin menggunakan ponsel pintarnya untuk merekamnya: gambarnya buram dan suara dari pengambil video yang terkejut bisa terdengar.

Aku bisa melihat jalanan utama dari distrik Kabukichou di Shinjuku, di mana banyak laki-laki dewasa dan wanita menjatuhkan diri mereka ke tanah.

Sangat tidak mungkin menebak grup apa mereka ini saat pertama memandang karena laki-laki dan wanita itu terlihat begitu biasa: ada yakuza, pekerja kantoran, transeksual, wanita biasa, dan lainnya.

Mereka berkumpul di hadapan satu orang, dan menjatuhkan mereka ke tanah dihadapannya dengan air mata di matanya.

Kameranya menangkap seseorang berdiri di tengah mereka - seorang lelaki dengan rambut perak dan tindikkan di telinga yang melihat ke bawah pada orang disekitarnya dengan tatapan dingin.

Tentu itu aku, Oomine Daiya. "—Hmph."

Lagi-lagi, acaranya berlangsung seperti rencanaku. Aku yakin seseorang akan merekamnya jika aku melakukannya di jalanan besar, karena sekarang ponsel berkamera ada di mana-mana.

Aku bahkan merencanakan kalau itu akan berakhir di TV.

Komentator di studio mengerutkan dahi mereka dan membuat asumsi yang jauh dari sasaran, seperti "apa ini agama baru?"

Kenyataannya adalah sesuatu yang sangat berbeda, tentu. Aku membuat fenomena "Manusia Anjing" dan orang-orang berlutut karena kekuatanku.

Tak ada satupun di studio yang menghubungkan kedua kejadian itu, tapi mungkin akan ada orang-orang yang menghubungkan kedua insiden yang sensasional karena kejadian yang serempak. Orang-orang di intuernet mulai memberikan hubungan keduanya tanpa berfikir panjang, tapi mereka berada di jalur yang benar.

Video itu adalah penunjuk pada tujuan terbesarku.

Setelah manyarakat tak bisa mengabaikan fenomena "Manusia Anjing", aku akan memberitau pada media masa siapa yang berada yang ditengah mereka.

Pada saat itu, rencanaku akan mulai dengan kesungguhan.


Aku meninggalkan hotel bisnis itu dan berjalan di sepanjang jalan Shinjuku.

Ini minggu siang. Penuh. Tak bisa berdiri di manusia dengan jumlah besar, aku terjebak dengan sihir pemberi rasa pusing.

Aku tau sekarang kalau hampir semua manusia adalah pendosa. 'Box'-ku memaksaku untuk berada di kesimpulan bahwa pasukan manusia menyembunyikan kotoran dalam tubuh mereka.

Sekarang, sekumpulan orang seperti ini terasa tak berbeda dengan memberikan sekantung sampah padaku.

...Yah, aku sudah biasa pada hal itu, sih.

Sekarang sudah September, tapi suhunya tak menunjukkan penurunan, membuatnya sepanas seperti di pertengahan musim panas. Aku melihat jamku. Pukul 2 siang.

Karena matahari bergerak melewati langit, bayanganku perlahan memanjang.

Setelah itu, orang-orang melangkahi bayangan yang telah kubuat.


Yang secara otomatis mengaktifkan 'box'-ku.


Setiap kali orang-orang berjalan kedalam bayanganku, tubuhku terasuki oleh dosa. Dosa, dosa, dosa.

"......."

Saat pertama kaliku menggunakan 'box', aku tak tahan untuk berdiri. Tapi sekarang, ini hanyalah rutinitas. Aku tak lagi orang yang hancur dibawah perasaan menjijikan itu. Aku sudah melawan kelemahanku.

Hanya saja tugas ini tak menyenangkan.

"Ugh!"

Perasaan buruk yang kurasakan itu terlalu banyak - aku ingin menangis

Apa-apaan ini? Apa-apaan perasaan menjijikan ini, seperti seseorang yang muntah, dengan minyak sayur dan larva serangga kedalam blender dan membuatku meminum hasilnya?

Manusia busuk macam apa yang memikul sampah dosa itu?

Aku mengelus pelipisku dan melihat pada orang yang berdiri di atas bayanganku agar aku bisa melihat wajahnya.

"......"

Mengejutkan.

Seorang gadis SMA dengan rambut bob yang bisa dikatakan sebagai gadis yang kelihatanya naif. Meski ini akhir pekan, dia mengenakan seragam sekolahnya. Parasnya yang polos menunjukkan kebalikan dari pendosa. Faktanya, dia kelihatan terlalu polos untuk menjadi kumpulan gila kota ini.

Mendengar rintihanku dan melihat perubahan wajahku, dia memberikan pandangan yang mencurgakan. ...Cih, kau fikir siapa yang bersalah akan hal ini?

Mata kita bertemu, tapi dia mencoba melewatiku.

"Menyerahlah pada balas dendammu. Aku kasihan padamu, tapi kau memanen apa yang kau tanam."

Gadis itu berhenti dan melihat padaku. Alasan dia tak memiliki ekspresi mungkin karena dia belum menyadari situasinya.

"Kau mungkin ingin menghukum orang-orang yang bersalah, tapi orang yang membayar untuk tubuhmu tak sama dengan orang yang memberimu AIDS. Maupun jika mereka bekerja sama. Dosa mereka tidak seburuk seperti hal yang kau rencanakan pada mereka. Sepertinya kau tidak setuju denganku, sih."

Matanya mulai menunjukkan kebingungan, tapi dia sebaliknya bertahan tak berekspresi. Mungkin dia tidak bagus dalam mengekspresikan dirinya...

"Jadi berhentilah menjual tubuhmu dan menyebarkan HIV." Dengan wajah yang tak berubah, dia membuka mulutnya.

"...Tolong jangan katakan omong kosong itu di publik."

Dia akhirnya bicara. Aku harus membuatnya tegang agar bisa mendengar suara lemahnya. Seperti dia tak begitu energetik.

"Jangan khawatir! Lihat, tak ada yang memperhatikan kita. Kau bodoh jika harus memperhatikan setiap orang yang kau lewati di jalan. Sekumpulan orang ini tak akan peduli meski jika seorang buronan melewat."

Yah, beda halnya jika seseorang mulai berakting seperti anjing...

"Bagaimana kamu tau apa yang kulakukan...?"

"Aku tak tau. Aku hanya merasakan bau busuk dosamu."

Ekspresi tak bernyawanya mulai berubah. Seperti dia ingin mengertukan dahinya, tapi karena dia buruk dalam mengekspresikan dirinya, dia hanya sedikit menerlingkan sebelah matanya.

Dia berbalik dariku dan mulai pergi. Sepertinya dia akhirnya mulai lari.

"Kau tak bisa lari. Kau sudah dalam kendaliku." Aku menurutp mataku.

Aku menutup pandanganku. Aku menutup diriku.

Kembali saat dia melangkahi bayanganku, aku menyerap dosanya. Sekarang aku sampai di kedalaman hatiku dan menggapainya.

Sebuah rasa sakit menusuk isi tubuhku.

Saat menahan sakit ini, aku mencari di fikiranku tentang fikirannya. Campuran menjijikan dari pemikiran menjijikan orang lain yang tak terhitung ada di dalam kepalaku, membuatku ingin menahan hidungku bahkan saat tak ada bau busuk. Aku membayangkan isi dari ceret penyihir yang diisi tanaman beracun dan kadal.

Rasa sakitnya terasa seperti hanya ilusi: itu hanya kengerian hatiku. Hatiku berjuang dengan segala kemampuannya melawan sentuhan kotor, dan hasilnya memberikan rasa sakit. Setan, itu seperti pusat cacing pita menggeliat di dalamku.

Saat menahan sekumpulan benda menjijikan, aku akhirnya menemukan pemikirannya dari semua yang kusimpan dalam kepalaku. Mereka membentuk sebuah "bayangan."

Setiap bayangan itu adalah dosa seseorang. Sampai sangat dalam memasuki ceret menjijikan itu——aku menangkap bayangannya.

“Uh, ah...!”

Beberapa meter dariku, gadis SMA itu meringkuk ke bawah.

Aku berhasil mengendalikannya.

Aku membuka mataku.

Aku mencoba dengan kuat menahan rasa sakitku dengan menekan tanganku dengan keras ke dadaku, dan perlahan mendekatinya.

"Ah, aaaaahaaaaaah!" dia menangis dan menggelepar-gelepar dalam rasa sakit. Responnya menarik perhatian orang-orang di sekitar kami, tapi tak ada satupun ingin menolonhnya. Semua hanya mengabaikannya atau menonton dengan tak berdaya.

"Keadaan menyedihkan ini hanyalah kau yang menghadapi dosamu secara langsung. Kau menyadarinya, 'kan?"

Tanpa mengatakan apapun, dia terus menangis.

"Jangan khawatir. Aku tak akan mengubahmu menjadi 'Manusia Anjing'. Hanya mereka yang lepas dari kewajibannya dengan mematikan otaknya dan tak merasakan dosa - adalah sampah yang lebih buruk dari anjing. Itu tidak berlaku padamu. Kau menderita. Kau hanya jadi menderita. Ini artinya kau masih memiliki kesempatan untuk tumbuh. Tapi aku yakin kau harus di monitori. Lalu—"

Aku melempar bayangan dari dosanya ke dalam mulutku. "—jadilah budak dari dosamu."

Sebuah rasa pahit luar biasa menyebar dalam mulutku. Dengan melakukannya, aku telah menaklukannya.

'Box' yang kudapatkan: 'Hukuman dan Bayangan Dosa'.

Singkatnya, kekuatan 'box'-ku adalah menggunakan perasaan berdosa yang ada jauh di dalam targetnya untuk membawanya dalam kendaliku.

Tapi aku sudah mengadakan kondisi tambahan padaku. Untuk mengendalikan seseorang, aku harus secara langsung menghadapi dosanya. Ini artinya aku harus melihat bagian terburuk dari jiwa seseorang. Contohnya, gadis SMA di hadapanku ini mendapatkan HIV karena prostistusi dan jadi putus asa. Sebagai balas dendam, dia menjual tubuhnya untuk menginfeksikan para pria yang melakukan sex dengannya. Meskipun sangat tersakiti karena merasa bersalah akan kelakuannya, meskipun rasa sakitnya karena penyesalan, dia tak bisa menghentikannya. Dosanya sudah mengambil dirinya, menjadi tak terkendali dan merusak orang lain juga.

Aku membebankan diriku dengan dosa-dosa ini.

Aku bahkan membebaniku dengan rasa sakit yang bersatu dengan dosa-dosa itu.

Sebagai konsekuensinya, aku juga terserang.

Tapi hanya dengan begitu, aku bisa mengendalikan targetku.

—Sebuah ‘box’ bisa mengabulkan ‘keinginan’. Tapi tidak ada yang dengan keinginan yang tidak dikacaukan sepenuhnya. Sebuah ‘box’ mengabulkan semacam ‘keinginan’ yang dikacaukan dengan bentuk terdistorsi yang tepat.

Aku tak menjadi pengecualian terhadap aturan ini. Karena kerealisan yang membebani, aku tak bisa membuat diriku mempercayai sepenuhnya kekuatan ‘box’. Aku hanya pasrah dan merasakan itu, yang menurutku, hanya mimpi saja.

Jika kau menggunakan ‘box’ tanpa berfikir, ‘keinginan’-mu akan kacau dan takkan menjadi kenyataan.

Tapi beruntung, aku sadar akan aturan ini. Meski begitu, aku memutuskan tidak menggunakan ‘box’ langsung setelah mendapatnya dari ‘O”, dan malah mencari jalan untuk mengendalikannya.

Tak lama, aku mendapatkan kesempatan untuk dapat menjadi ahli mengendalikan ‘box’-ku dalam “Permainan Kebosanan” Kamiuchi Koudai. Aku mendapatkan pencerahan.

Kau tidak boleh meminta ‘keinginan’-mu secara langsung pada ‘box’. Kau harus meminta ‘keinginan’ yang digunakan untuk mengabulkan ‘keinginan’-mu.

Bayangkan kau ingin menghancurkan dunia. Saat kau meminta secara langsung tujuanmu, ‘keinginan’ itu secara otomatis menjadi tidak jelas dan meragukan di waktu yang sama, menghambatmu menjadi ahli ‘box’-nya. Malah, kau harus mengambil jalan yang tak langsung dan ‘menginginkan’ tombol pemicu sebuah bencana nuklir. ‘Keinginan’ seperti itu cukup kuat untuk menghancurkan dunia dan sangat mendasar untuk mudah di bayangkan.

Tentu itu mungkin tetap menjadi ‘harapan’ absurd. Jika kau percaya ‘box’ memiliki kekuatan untuk mengabulkannya. Itu karena, aku sudah melihat kekuatan yang tak bisa dipercaya dari ‘box’. Bukan masalah untukku membayangkan sesuatu yang mudah seperti mengendalikan semua senjata nuklir yang ada.

Bahkan seorang realis sepertiku bisa mengendalikan ‘box’ dengan sikap ini.

‘Keinginan’-ku sebenarnya adalah “menghabisi semua orang bodoh yang tak punya fikiran .” Aku menahan diri untuk mencoba mengabulkan ‘keinginan’ ini secara langsung dan jadi meminta senjata untuk melakukannya.

Mengendalikan orang lain.

Itu senjata yang kugunakan.

Itu mungkin sifat alamiku yang membuatku mengabulkan ‘keinginan’-ku. Orang lain mungkin telah gagal, karena tak percaya bahwa mereka bisa mengendalikan orang lain. Tapi aku selalu berfikir bahwa mungkin untuk mengendalikan orang lain dengan kata-kataku dan aksiku. Terlepas dari mungkin atau tidak mungkin jadi kenyataan, itu bukan masalah, karena kepercayaanku pada kemungkinan untuk mengendalikan telah mengabulkan ‘keinginan’-ku tanpa ada kekacauan. Dengan membuat beberapa kondisi yang keras pada diriku, aku bahkan menjadikan ‘keinginan’-ku lebih. Setelah melakukan itu, aku akhirnya mampu mendapat kekuatanku.

Tapi kekuatan ini terlalu lemah dibandingkan dengan tujuan terbesarku. Itu adalah kekuatan yang membutuhkan pendekatan yang gila. Aku tidak pernah membenci pemikiranku yang realis sampai sekarang.

Tapi, aku tak peduli.

Lagi pula, kekuatan ini terasa cocok dan pantas.

Dan artinya itu sangat cocok denganku, 'kan?

“Maukah kau berhenti untuk balas dendammu yang tak masuk akal?” Aku bertanya pada gadis yang masih meringkuk dan menangis itu.

“Ahaahh,” dia mendesah dengan tidak jelas saat mengangguk dengan keras.

Tak dapat diragukan gads itu akan menghentikan dirinya— mengalahkan dendamnya. Sepertinya aku tak perlu lagi mengendalikannya.

Karena aku sudah selesai, aku pergi. Tiba-tiba dua laki-laki yang sepertinya murid kuliahan berdiri menghalangiku.

“…Hei, apa yang sudah kau lakukan pada gadis itu?”

Suaranya terdengar tenang, tapi kedua murid itu terbakar dengan rasa marah dan kelihatannya takkan membiarkanku lewat. Kelihatannya, mereka fikir aku menggoda gadis itu.

“Aku tak melakukan apapun. ‘Kan?” Kataku dan berbalik pada gadis itu.

Dia dengan cepat menghapus air matanya dan berdiri.

“Ya. Tidak ada apa-apa,” gadis itu berkata dan mengangkat kepalanya.

Meskipun dia tak melakukan apapun yang aneh, murid-murid itu mundur.

—Kenapa?

Setelah melihatnya, aku mengerti respon mereka— tak aneh mereka mundur saat mereka melihat raut wajahnya.

Senyumnya jelas-jelas tidak natural— itu seperti ujung mulutnya ditarik oleh benang. Cahaya yang pudar berkilapan di matanya. —Oh tidak, jangan pola itu

“Orang ini adalah tuhan.” Tolong jangan.

Hal yang kulakukan hanya mencampur-adukkan perasaannya dengan rasa bersalah. Aku siap mengendalikannya, dan pada akhirnya tak kulakukan. Tapi itu kelihatan seperti dia sudah bisa menentramkan perasaannya karena aku menariknya kedalam rasa sesal dan membuatnya menghadapinya. Aku secara tidak sengaja memberikan sesuatu yang sama dengan sesi konseling sempurna dengan sukses yang instan.

Karena aku berhasil di momen ini dengan kekuatan misterius, dia fikir aku tuhan. Itu adalah pola yang terjadi dari waktu ke waktu ketika aku menggunakan ‘box’-ku.

Dengan perkembangan ini, anak kuliahan itu sepertinya tidak mampu melakukan apapun dan berjalan pergi dengan ekspresi yang berubah.

Aku juga, mengubah air mukaku dan melihat si gadis SMA. Dia bernafas dengan cepat dan tersenyum seperti sedang memandangi benda angkasa.

Ya ampun, jangan panggil aku tuhan. Hentikan itu. Serius. Itu menjijikan. Itu membuatku merasa seperti seseorang memasukkan jari ke dalam tenggorokanku. Aku tidak seperti tuhan, maupun ingin menjadi tuhan.

Tapi.

"——Benar. Aku tuhan."

Aku harus membuatnya memanggilku seperti tiu. Aku masihlah seorang yang lemah. Aku belum membuang "diri"-ku yang masih percaya sifat manusia yang penuh kebaikan, sebelum aku mengenakan anting. Itu kenapa aku sangat menderita karena membebani diriku dengan dosa-dosa orang lain.

Jika itu biasa untuk seorang manusia menderita karena itu, maka aku harus berhenti menjadi manusia. Aku harus tak berhati. Jika aku mencekik Kamiuchi Koudai sampai mati saja belum cukup untuk melampaui kelemahanku, maka aku harus membunuh lagi. Itulah bagaimana pentingnya menghapus kelemahanku. Aku akan melampaui diriku.

Jika aku harus menjadi sama dengan tuhan untuk memenuhi tujuanku, aku harus menjadi tuhan.

"......"

Aku melihat gadis yang memujaku.

Tidak ada alasan untukku mengendalikannya ... tapi tidak ada alasan untuk tidak mengendalikannya juga. Bagaimana bisa aku menjadi tuhan jika aku tidak siap untuk mengambil martabatnya dan menghancurkannya?

Menghancurkan hidupnya hanya seperti mainan anak-anak.

Lagipula hidupnya sudah berakhir. Lalu— "Tinggalkan semuanya untukku."

Aku menyentuh "Bayangan Dosa"-nya yang ada di dalam dadaku dan mulai mengendalikannya.

"...Ah..."

Dia mendesah dengan nafsu dan bersandar padaku. Seperti meminta untuk dikuasai, ia melihat padaku dengan mata yang berkaca-kaca.

"Gembiralah. Aku bahkan bisa memberi seorang pelacur sampah sepertimu alasan untuk hidup. Yah, baiklah. Pertama, jilat sepatuku sekarang."

"Aaah, terimakasih banyak! Terimakasih banyak!!!"

Tanpa berfikir, gadis itu mulai menjilati tapak sepatuku.

"Aku senang. Sangat senang. Sungguh sebuah kebahagian untuk menyentuh apa yang kau kenakan, bahkan jika itu hanya dengan lidahku!"

Saat bermandikan rasa penasaran dan hinaan dari orang-orang sekitar, aku fikir:

Bodohnya. Membuatnya melakukan itu hanya membuatku sangat malu. Itu membuatku sakit. Tapi aku harus membuat orang-orang seperti itu.

Aku harus meninggalkan perasaanku yang tidak berarti. "——Ngh!"

Tapi aku masih sedih. Aku—menyentuh antingku. Sekarang, aku punya enam anting di telingaku. Aku merasakan keinginan kuat untuk membuat lubang dalam tubuhku, yang mana adalah alasan kenapa aku mendapat anting-anting itu. "———"

Untuk suatu alasan, wajah Kirino Kokone muncul di fikiranku.

Meski aku seharusnya membuang perasaanku padanya, wajahnya muncul di fikiranku.

Tetapi, Kirino Kokone dalam fikiranku, tidak begitu nyata, manusia boneka Barbie yang mengenakan kontak mata, secara konstan mengubah-ubah gaya rambutnya, dan butuh lebih dari sejam setiap pagi untuk makeupnya.

Kirino Kokone yang kulihat adalah seorang gadis polos dan sensitif yang selalu mengikutiku kemanapun aku pergi. Sebelumnya, mata yang sadar diri berada dibalik kacamatanya hanya melihat padaku.

Aku menjauhkan gambaran mentalku dari wajah Kiri.

Ya, aku tau! Cintaku pada Kiri adalah halangan terbesar untuk mencapai tujuanku.

Aku mengamati gadis yang masih menjilati sepatuku.

Aku akan mengubah dunia.

Aku akan merevolusikan dunia! "...Ya."

Untuk membuat hal itu mungkin, aku harus meninggalkan Kirino Kokone.


Aku juga harus mengalahkan musuh terbesarku.

"Aku juga akan bertemu dengan Zero no Maria."

Orang bodoh yang terubah keyakinannya oleh permainan pembunuhan dan telah memilih untuk mengejar tujuannya dengan tekad yang absolut.

Si spesialis dalam menghancurkan 'keinginan' akan berhadapan denganku. Kali ini, dia takkan masuk kedalam 'box'; malahan dia akan mengambil bertindak sendiri dan memilih untuk menghancurkan 'box'-ku.

—Hoshino Kazuki.

Aku akan bertarung denganmu.

◇◇◇ ◇◇◇ Hoshino Kazuki - Minggu, 6 September 14:05 ◇◇◇ ◇◇◇

Kokone tidak berubah meskipun Daiya telah menghilang. Tak peduli jika dia fikir Daiya akan menghilang; reaksinya yang kurang masih sangat tidak masuk akal. Ini membuatku berkesimpulan:

Sifat periang Kokone hanya kebohongan.

Bukan hanya sekarang, tapi selama aku mengenalnya.

Sejujurnya, aku sudah sadar kalau sifat periangnya terasa terpaksa dan palsu. Aku juga menyadari bahkan Haruaki dan Daiya tahu tentang dia yang asli, mereka bermain dengan keriangannya yang terpaksa.

Dan aku sadar kalau Daiya selalu terlihat tidak senang dengannya.

Di waktu yang sama, aku tidak pernah berfikir pililhan Kokone begitu signifikan.

Lalu, semuanya mengenakan topeng pada derajat tertentu saat berbicara dengan orang lain. Mogi-san, contohnya, memberitauku kalau dia memiliki sedikit masalah di masa lalu untuk menjaga kontak sosialnya. "Jika Kokone mencoba mejadi orang seperti itu, maka tak ada yang salah dengan pilihannya."

Itu yang kufikirkan.

Tapi aku pasti salah.

Atau insinden-insiden itu tidak pernah terjadi.


"Tidak, serius Kazu-kun, kamu ini jahat! Maksudku, mungkin salah untuk memberi Kasumi harapan dengan terlalu baik sama dia, tapi ayolah, kamu ngerti posisinya, 'kan?

Insinden itu terjadi setelah sekolah.

"Kau harusnya tau kenapa Kasumi ingin kembali ke sekolah! Kazu-kun, apa kamu sadar betapa buruknya pengaruh sikapmu padanya, terutama setelah kesulitan yang dia lewati untuk pulih?!"

Kokone memarahiku karena aku meninggalkan Mogi-san kemarin dan malah ke apartemen Maria.

"Asal tau saja: kamu sangat salah jika kamu fikir dia akan baik saja hanya karena dia terlihat riang setelah kecelakaannya! Tidak ada yang akan baik-baik saja dengan tubuh yang seperti itu! Kasumi hanya telihat kuat karena dia tidak ingin kita khawatir!"

Itu adalah Juli, sebelum libur musim panas. Meski sudah lebih pukul 5 sore, matahari masih bersinar terang melalui jendela, membuat kelas sangat terang. Mungkin itu cukup panas juga, aku tidak ingat.

Kokone dengan menyedihkannya menahan tangisannya. Aku tidak bisa melakukan apa-apa selain memandangnya dengan empati untuk temannya, salah sepertinya untukku karena memikirkan itu saat dimarahi.

Tapi aku tidak bisa hanya mengangguk dan tersenyum.

Aku mengerti maksud Kokone.

Tentu aku ingin berbaik hati pada Mogi-san.

Tapi aku sudah memilih Maria.

Lagi pula, aku sudah meyakinkan diriku kalau aku mengabdikan diriku pada Maria.

"Kokone, aku telah memilih Maria———..."

Kokone menjawab dengan hal lain, meskipun mungkin terkejut dengan keteguhanku.

"T-Tapi kemarin itu tidak seharusnya seperti itu! Tidak bisakah kau menunggu sampai Kasumi lebih baikkan lagi?! Perlakukanlah dia dengan lembut meski hanya sebentar!"

Aku hanya diam.

Bukan karena aku setuju dengan Kokone, tapi karena semua yang akan kukatakan hanya akan melukai perasaannya.

Sejujurnya, tidak peduli apa yang dia katakan padaku, meski dia membenciku dan tak pernah berbicara padaku lagi, pilihanku tidak akan berganti. Aku menganggap Kokone sebagai teman dekat dan aku tak ingin kehilangannya, tapi itu tidak ada urusannya denganku memilih Maria.

Aku mengerti apa yang Kokone maksud. Tapi kapan waktunya? Apakah itu ada? Apakah aku harus bilang pada Mogi-san hanya setelah dia kembali sekolah? Bagaimana jika tepat setelah Mogi-san selesai rehabilitasi dan akhirnya memenuhi keinginan sendiri untuk hidup menjadi seorang siswi yang normal di sisiku? Apakah itu adalah waktu yang tepat untuk mengatakan pada Mogi-san kalau aku memilih Maria? Tentu tidak.

Mogi-san akan tetap menderita meski jika aku menahan diri untuk mengatakan pilihanku.

"Katakan sesuatu, Kazu-kun! Tolong, jangan sakiti Kasumi lebih dari ini!"

Aku juga tak ingin menyakitinya.

Aku ingin berkata pada Kokone dengan segenap hatiku, tapi sebagai orang yang menyakiti Mogi-san, aku tidak berhak melakukan itu.

Aku mengambil ponselku. Kokone mengeluh, "apa yang kau lihat sekarang?!" Aku hanya mengabaikannya dan menemukan foto yang baru kucari.

Itu adalah gambar Mogi-san membuat tanda peace dengan piyamanya.

Aku sangat menyukai foto itu. Senyum Mogi-san yang seperti bunga matahari selalu menyemangatiku.

Melihatnya, aku mengerti kenapa aku pernah mencintainya di dunia dan waktu yang berbeda. Adalah wajar kalau aku mencintai dengan gadis yang memberikanku senyuman yang hangat dan penuh kasih. Itu adalah foto yang sangat berharga yang kumiliki.

Meski begitu—aku menghapusnya.

Karena aku tidak bisa memilih Mogi-san lagi.


Aku tetap diam dan terus memandangi Kokone. dia kelihatanya kalah oleh tatapan tabahku, dan tidak mengatakan apapun.

Karena hanya kami yang ada di kelas, itu benar-benar tenang.

—Ya, sangat hening.

Itu mungkin kenapa dua gadis dari kelas kami fikir kalau kelasnya sepi. Karena itu mereka mulai berbicara buruk tentang Kokone dari saat mereka kembali ke kelas dari aktivitas klub mereka. "Hei, Kokone emang kayak pelacur belakangan ini." ...tanpa berfikir sedikitpun kalau target dari gosip buruk itu ada di sini.

"Bukannya dia cuma pelacur yang suka cari perhatian? Rengekannya soal kaca matanya kemarin ganggu banget. Maksudku, ayolah, kita nggak peduli soal wajahmu! Jika kamu gak ingin ngobrol dengan kita, ya ngobrol aja sama dirimu di cermin!"

"Yah, seriusan! Itu ganggu banget kalau dia ngomongin tentang dirinya sendiri! Dan, dia tidak seimut seperti yang dia buat-buat. Itu seperti siang dan malam kalau kamu bandingkan wajahnya sama wajah Maria-sama. Aku yakin wajahnya Maria-sama setidaknya tiga kali lebih cantik!"

"Haha, Kou, kau kejam banget!"

Aku ingat suara senang itu. Mereka berasal dari dua gadis dari kelas kami yang berteman dengan Kokone. Mereka bertiga sering makan siang bersama.

"Tapi kamu tidak bisa menolaknya. Bukankah Kokone cuma mengandalkan make-up-nya? Ya ampun, dia payah amat buat populer sama cowok."

"Hm... Tapi dia populer... Apa cowok itu gak bisa melihat apa yang ada dibalik make-up itu?"

"Oh, mereka akan jatuh cinta padamu jika kau imut dan bertingkah sok kenal. Juga lelaki itu gak malu jika gadisnya cantik, 'kan?"

"Dan itu yang membuatnya sempurna!"

"Hey, apa dia fikir semuanya menyukainya? Maksudku, kita cuma sama dia karena dia memikat cowok."

"Ya, dia sangat berguna untuk itu."

"Tapi ya ampun itu bikin kesel. Dan dia lebih gak berguna sejak pangeran lidah tajam kita telah berhenti datang ke sekolah."

"Oh, Mii-chan, Oomine-kun favoritmu, 'kan?"

"Dia sangat dingin, tapi aslinya dia sangat baik! dia penuh dengan martabat dan tidak vulgar! Cuma aku yang mengertimu, Daiya-kyun ku!"

"Oh hentikan, Mii-chan! Kamu cuma bilang itu karena parasnya, 'kan!"

"Kau benar. Orang jelek pantas untuk mati!"

"Tapi Oomine-kun pacaran sama Kokone?"

"Nghh, kalau ditambah 'pernah', mungkin?" "Aah, bisa jadi. Mungkin dia berhasil menggodanya, tapi mereka pisah saat Daiya menyadari seperti apa dia?"

Aku ingin menutup telingaku untuk menghindar dari fitnahan mereka, tapi apa yang bisa kulakukan kalau korbannya berada di sisiku?

Suaranya jadi lebih dekat, pasti, gadis itu akan bertatap muka dengan Kokone. Tidak bisa membuat pilihan, aku ingin mengalihkan diriku dari Kokone.

Dia pasti seputih kapur dan ketakutan. Mungkin dia mulai menangis... Apa yang harus kulakukan? Haruskah aku membantunya sembunyi dan menunggu mereka pergi? Setelah itu aku bisa pergi bersamanya ke Mickey D, mendengar kesedihannya dengan saksama dan mencoba menenangkannya dengan kemampuan terbaikku...

Tapi tidak perlu menenangkannya. dia tidak begitu marah.

Kokone—tersenyum terhibur.

".........Eh?"

Sekarang, aku heran. Aku tidak mengerti bagaimana dia bisa tetap tenang dari komentar buruk itu.

Setelah melihat kelakuannya setelah itu, aku mengerti kenapa dia sangat terhibur.

Apa yang kokone rasakan saat ini pasti— "Fufu..."

—kesombongan.

Kedua gadis itu membuka pintu kelas. Saat mereka melihat Kokone, mereka jadi kaku dalam sekejap.

"O-Oh, kau di sini?"

Dalam kekauan di wajah mereka, ketenangan Kokone masih bertahan dengan sempurna. "Ya, aku di sini"

Mereka bingung akan betapa tenangnya dia. "Um... Kokone...?

"Jadi itu apa yang kamu pendapat kalian. Aku agak bodoh, jadi aku tidak sadar. Jujur, aku minta maaf! Aku akan coba untuk berubah jadi lebih baik, aku janji."

"U-Um, ya, Kokone..."

"Ya, ya. Ketika ngomongin hal buruk seseorang, terkadang sampai kelewatan, 'kan? Tapi itu cuma karena kamu terbawa suasana, bukan berarti kamu berfikir seperti itu. Ya, aku tau."

Kelihatannya ia memaafkan komentar buruk mereka. Meski mereka sedang berhati-hati, wajah mereka mulai sedikit santai.

"B-Benar!" "Kami cuma terbawa suasana," kata mereka mereka memberi alasan. Senyum Kokone masih belum berubah.

"Tapi kamu tau, karena aku dengar apa yang kalian omongin, sedikit kecanggungan akan tetap ada... kalian ngerti itu, 'kan?"

"Y-Ya."

"Tapi gini aja: kenapa gak biarkan aku bilang beberapa hal sebagai gantinya? Dengan begitu kita akan jadi teman lagi!"

"Y-Ya, kamu benar. Katakan aja apapun yang kamu mau." Setelah "temannya" menyetujuinya, Kokone membuka mulutnya dan bicara.

Dia melihat mereka tepat pada matanya dan berbicara dengan tepat dan jelas.

"Mati aja, lacur jelek."

Matanya melebar atas ketidak percayaan.

"Kalian busuk seperti pelacur kepanasan. Wajah kalian sangat jelek, gak ada satu orangpun di dunia yang bisa berdiri di samping kalian yang bisa buat kalian lebih cantik. Kalian bilang aku pandai menarik perhatian lelaki? Katakan itu lagi kalau muka kalian gak terlalu jelek untuk bisa melakukan itu! Bahkan kalau kau ingin membuatku sebagai magnet lelaki, apa untungnya - bahkan seorang yang butapun tidak akan tertarik pada sekumpulan pelacur yang sejelek kalian!"

Setelah Kokone mulai menyatakannya, salah satu dari kedua gadis itu berubah merah karena amarah, sementara satunya berubah pucat karena takut.

"Hahaha, aku cuma bisa tertawa! Maksudku, kalian sadar kalau kalian tau keunggulanku gara-gara kecemburuan bodohmu, 'kan? Bukannya menyakitkan karena jadi kelas rendah? Tolong jangan lakukan itu lagi, ya? Aku gak sesempurna itu. Lalu, ku kasih tau: kalian pelacur murahan yang hidup cuma buat aku keliatan lebih baik lagi."

Kemarahan di matanya telah hilang tiba-tiba, dan senyum riangnya kembali ke wajahnya.

"Baiklah, sekarang lupakan semua dan kita jadi teman lagi!"

Gadis-gadis itu tidak pernah bicara sepatah katapun pada Kokone sejak itu.


Saat mengingat insiden itu, aku menggunakan Laptop kakakku, Luu-chan untuk menonton video Youtube tentang sekumpulan orang aneh di Shinjuku. Sekarang aku tau:

Kenapa Kokone bisa berkata hal buruk pada kedua gadis itu, tapi menitikkan air mata pada Mogi-san.

Tadinya aku fikir kalau tujuan Kokone sebenarnya itu "mendalamkan kedangkalan", kesan riang yang susah payah ia coba untuk nyatakan. Tapi itu salah. Malahan, sekarang aku yakin kalau Kokone dipaksa untuk bertingkah seperti itu. Itu mungkin satu-satunya pilihannya, meski jika itu artinya sepenuhnya membuatnya tersakiti.

Tanpa membuatnya stres seperti itu, Kokone tidak bisa bertahan sebagai dirinya.

Dan aku curiga kalau kedua gadis itu secara tidak sengaja melanggar sampai ke bagian terlarang sifat Kokone.

Meski begitu dia melawannya.

Sejauh ini, aku belum menemukan apa penyebabnya melawan konflik dalam dirinya.

Tapi aku yakin Daiya tau kebenarannya.

"Ah, aku juga sudah lihat video itu! Ia bocah yang luar biasa, bukan? Sangat karismatik untuk seseorang seumurnya."

Saat mengintip ke layar, "teman sekamarku" berkomentar yang benar-benar salah. Aku berbalik. "...Hey, itu Umaibō-ku, 'kan?"

Saat aku mengatakannya, Luu-chan membuka bungkus dari Umaibō rasa saos Tonkatsu.

"Tapi kamu pakai komputerku, 'kan?"

"Ya, tapi itu ga ada hubungannya."

Dia dengan malas mengeluarukan dompetnya dan menekan koin 10-yen ke tanganku.

...Bukan itu yang aku maksud... Terserah.

Saat mengunyah Umaibō, ia menambah hal yang tak beda jauh:

"Apa ini orang-orang yang akan merevolusikan dunia?"

Aku mengembalikan pandanganku ke layar laptop.

Ya... mungkin.

Daiya mungkin mencba menghancurkan dunia dengan 'box'-nya.


Dan jika ia menggunakan 'box', ia pasti melibatkan Maria.

Jika itu terjadi, kehidupan biasa Maria pasti akan hilang dan sekali lagi dia akan dikendalikan oleh "Otonashi Aya."

"......Aku—"

—tidak akan membuat itu terjadi. Tidak peduli apapun yang terjadi.

Saat dalam "Permainan Kebosanan," aku sadar kalau musuhku adalah "Otonashi Aya" yang menjadi "Otonashi Maria" dan membuat Maria mati. Demi Maria, aku harus membebaskan dunia dari 'O' dan 'box'. Aku harus menghentikan Daiya, tapi bagaimana?

Aku bukan 'pemilik'. Tergantung dari 'box' yang Daiya gunakan, aku mungkin tidak punya apapun untuk melawannya. Jadi bagaimana aku harus melindungi Maria?

"———"

Hanya ada satu jawaban pendek.

Itu adalah cara yang inginku hindari dengan segenap hati, sebuah cara yang butuh pengkhianatan pada diriku yang asli. Ah, kenapa aku harus peduli? Aku sudah siap untuk membuat tanganku kotor. Malahan, aku sudah menodainya dengan mengabaikan Kamiuchi Koudai. Lagipula—


Meski aku harus mendapatkan dan menggunakan 'box', aku tidak peduli.


Pertarungan 'box' lawan 'box' dimulai.

Sebuah pertarungan dari 'keinginan'-ku untuk menghancurkan 'box' melawan 'keinginan' Daiya.

Aku tidak tau 'keinginan' Daiya. Tapi itu bukanlah sesuatu yang akan ia perjuangkan tanpa pandang bulu.

Tapi apapun itu—

"Aku tidak tahan."

Semua 'keinginan' yang bergantung pada sebuah 'box' hanyalah sampah. Tak peduli seberapa pentingnya 'keinginan' itu bagi Daiya, itu sampah. Aku akan menghancurkannya sampai jadi kecil dan kuhapus, sampai tidak meninggalkan apapun.

Bahkan jika aku harus membunuh Daiya.

"...Kazu-chan, belakangan ini kamu mulai serem. Matamu memberikan kesan pembunuh, tau."

Aku mengabaikan ocehan Luu-chan, dan mematikan komputernya.

Aku sudah yakin. Aku akan bertarung melawan Daiya.



Sebelumnya Prolog Kembali ke Halaman Utama Selanjutnya Adegan 1

-->