A Simple Survey (Indonesia):Jilid 1 Akhir3

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Kasus Kozue[edit]

Part 1[edit]

“Hasilmu sama denganku,” kata Kozue dengan suara yang jelas.

“Tapi ini kan cuma memberi peringkat berdasarkan tingkat kebagusannya. Bukankah semuanya akan mendapatkan cukup banyak kesamaan?”

“Tidak, kau benar-benar berbeda dariku,” kata Harumi.

“Dan dariku,” kata Hotaru.

(Apakah begitu cara kerjanya?)

Anzai meninggalkan auditorium dengan para gadis dan pergi menuju kedai kopi. Entah bagaimana, akhirnya dia pergi dengan mereka, tapi dia sendiri tak tahu kenapa.

Jarak gedung yang ada kedai kopinya dari auditorium lumayan jauh (tapi tak jauh-jauh amat). Jalan di sana hampir gelap gulita, tapi Kozue mulai mengoprek-oprek isi tas tangannya.

“Kozue, apa yang sedang kau lakukan?”

“Kupikir pulpen ballpointku ketinggalan di auditorium.”

“Harganya cuma 100 yen. Kau bisa beli yang baru di toserba.”

“Aku tak peduli kalau aku meningalkannya, tapi aku cuman mau memastikan kalau pulpenku memang ketinggalan. Aku akan merasa telah membuang-buang uang kalau aku membeli sesuatu yang tak kuperlukan.”

“Kelihatannya jumlah pensil mekanik di tempat pulpenmu makin lama makin banyak .”

Hotaru menggunakan lampu layar ponselnya untuk menerangi tas Kozue, tetapi lampunya tidak cukup terang. Mengoprek-oprek isi tas di saat gelap hanya akan membuat isi tas pada berjatuhan.

“Gimana kalau kau mengeceknya saat kita sampai di kedai kopi?” saran Harumi, tapi Anzai menunjuk ke arah yang berbeda.

“Ada papan pengumuman di sana.”

Papan tua itu digunakan sebagai tempat memasang pemberitahuan tentang berbagai klub. Lampu neon dipasang di sana supaya dapat dibaca pada malam hari. Cahaya putih murni tidak melenyapkan kegelapan secara sempurna di area itu, tapi itu lebih baik daripada lampu layar ponsel.

Ketika mereka mendatangi papan pengumuman itu, banyak serangga kecil mati yang dapat terlihat di dalam lampu. Pasti lampu itu tidak sering dibersihkan. Pengumumannya bukan tentang waktu bagi anggota baru untuk mengikuti klub maupun waktu untuk festival budaya, jadi pengumuman yang dipasang kekurangan cahayanya.

“Oh, pulpennya ada.”

“Sekarang kau tak perlu beli yang baru.”

“Jadi kau membuat kami mengkhawatirkan hal yang tak perlu,” seru Aisu dengan ringan. “Kau tahu, aku tak percaya kalau papan pengumuman seperti ini masih ada. Sekarang sudah abad ke-21. Lebih gampang kalau ngirim pengumuman ke semua orang lewat email.”

“Para profesor yang keras kepala mungkin tidak menyukai metode elektronik seperti itu.”

“Atau mungkin beberapa orang lebih memiliki kesadaran daripada memberitahu email mereka hanya untuk menerima segudang pengumuman yang tak berarti.”

“Begitu ya. Jadi sikap keras kepala itu melampaui para profesor.”

Anzai tidak begitu peduli, jadi dia berharap mereka bisa langsung ke kedai kopi. Malam itu semakin dingin, tapi di sekeliling masih ada cukup banyak serangga. Mereka semua berterbangan di dekat lampu dan dia merasa kalau hal itu cukup menyebalkan.

“Hotaru-san. Ayo pergi,” kata Harumi sambil berbalik ke arah papan pengumuman setelah mereka baru mulai pergi.

Anzai juga berbalik dan melihat Hotaru masih berdiri di depan papan pengumuman.

“Apa kau menemukan sesuatu yang menarik?”

“Hotaru adalah orang yang romantis.”

“?”

Pada beberapa hal, keempat gadis itu kelihatannya memiliki pemahaman bersama tentang mereka sendiri, jadi kadang-kadang Anzai tidak dapat mengerti apa yang mereka bicarakan.

Hotaru lekas bergabung dengan mereka dan pergi menuju kedai kopi. Sama dengan restoran keluarga dan toserba, kedai itu ada di gedung yang tidak dipakai untuk ruang kelas. Namun…

“Kedainya tutup.”

“Iya.”

“Hotaru, sekarang jam berapa?”

“8:30. … Sepertinya kita memakan waktu terlalu lama untuk berurusan dengan pulpen Kozue.”

Kedai itu adalah kedai dengan jaringan global, jadi kedai itu punya jam standar, tapi manajernya punya kebiasaan menutup kedainya kalau dia menemukan kesempatan. Tak ada lampu yang menyala di dalam kedai toko itu.

Anzai dan yang lainnya tak punya pilihan selain menuju restoran keluarga Masakan Spanyol di dalam gedung yang sama.

“Pendapat orang-orang tentang tempat ini sangat bervariasi tergantung mereka suka seafood atau tidak.”

Dari tampang wajah Kozue, kelihatannya pendapatnya mengenai tempat ini berada di ujung hal negatif.

Namun, sesuatu yang lain lebih menarik perhatian Anzai.

“Tunggu, kenapa kau maksain duduk di tempat sesempit ini…?”

“Mereka cuma punya meja untuk empat orang, jadi kita tidak punya pilihan lain.”

“Oh, tapi menurutku kau yang menempel jendela dengan Kozue tepat di sebelahmu itu bukanlah kebetulan . Kelihatannya Kozue sedang mencoba untuk memonopolimu.”

“Hal itu tidak benar.”

Mereka tidak terlalu lapar, jadi mereka membagi salad ukuran besar untuk mereka berlima. Tentu saja, salad itu ditutupi udang, cumi-cumi, dan kerang. Tampang tidak menyenangkan dari wajah Kozue semakin parah.

Gadis klub kabaret bernama Aisu menyeruput kopi panas dan berkata, “Kukira kalian tak akan mendapat kopi yang jauh lebih baik dari ini kalau minumannya ambil sendiri.”

“Bagiku kopi hitam apapun rasanya pahit,” kata Harumi.

“Kukira mereka tidak punya minuman nasional apapun seperti matcha. Meskipun begitu makanannya lebih nasional,” kata Hotaru.

“Ya begitulah restoran keluarga itu,” komentar Kozue.

Anzai bertanya-tanya kenapa orang-orang selalu kasar dalam penilaian mereka terhadap restoran berjaringan nasional. Tentu saja, kedai kopi yang ingin mereka kunjungi punya kedai di 30 negara.

Barangkali merek-merek memiliki cara untuk memengaruhi selera orang-orang.

“Bagaimanapun juga, survei itu sungguh aneh.”

“Lagi pula, tentang apa survei itu? Apa itu cuma sesuatu yang profesor lakukan untuk senang-senang?”

Anzai ragu-ragu kalau dia dapat menyebarkan reputasi kalau hal itu hanya untuk senang-senang.

Selain itu, dia tidak juga dapat melihat manfaat praktis dari survei itu.

“Mungkin dia sedang mencoba mendapatkan data yang dia perlukan untuk penelitiannya.”

“Tapi bukankah dia harus mendapatkan izin dari kita untuk menggunakan kita pada makalahnya?”

“Mungkin dia bisa menyiasatinya kalau dia menggunakan informasinya dengan cara yang membuat identitas orangnya tidak mungkin diketahui.”

“Yah, aku tak benar-benar mengerti bagaimana membiarkan dia tahu film pendek yang kita sukai itu bisa melukai hati,” kata Aisu dengan kurang sopan ketika dia menyeruput kopi murahnya.

Meskipun komplainnya tentang restoran keluarga itu kasar, kelihatannya dia tidak berada dalam suasana hati yang sangat buruk.

Kemudian Anzai menanyakan sesuatu yang membuatnya penasaran.

“Ngomong-ngomong, profesor itu berasal dari bidang apa? Psikologi?”

“…”

“…”

“…”

“…Hah?”

Keheningan ganjil tiba-tiba saja menyerang mereka. Mereka semua saling bertukar pandang. Anzai dapat mengira apa artinya hanya dengan melihat ekspresi mereka. Namun, dia masih tak dapat memercayainya.

“Tunggu dulu. …Kalian semua tidak pernah dikuliahi oleh dia?

“Jadi kau juga tak tahu siapa dia?”

Juga.

Kata dari ucapan Kozue itu memberi kepastian ke pemikiran yang ada di pikiran Anzai. Anzai terkejut karena tak ada yang mengenal profesor itu, tapi dia juga menyadari kalau dia juga tidak mengenal para gadis itu. Dia ragu-ragu kalau mereka berada dalam jurusan yang sama dengannya. Seorang profesor dari bidangnya sendiri mungkin bisa memberi kredit, tapi akankah seorang profesor tunggal bisa memberi kredit kepada para mahasiswa dari seluruh bidang berbeda di universitas?

“Bagaimana dengan yang lain?” tanya Harumi.

“Kupikir ada 30 orang.”

“Aku tidak punya apa-apa untuk mendukung hal ini,” balas Kozue dengan jelas. “Tapi aku mendapatkan perasaan kalau kita tidak akan mendapat informasi yang nyata bahkan kalau kita melacak peserta lain dan menanyai mereka.”

“Seperti universitas apa saja, universitas kita punya banyak profesor yang aneh. Mungkin saja ini hanyalah pria tua yang mengkuti aturan di antara menjadi idiot dan jenius yang bergegas menuju suatu arah yang asing.”

“Kalau begitu, apalah arti hal itu untuk kreditku?”

Kalau peristiwa itu telah dijalankan oleh suatu pria tua (tapi mungkin cekatan karena dia masih punya pekerjaan), maka kredit itu tak akan berjalan dengan baik. Mungkin saja profesor itu tidak pernah mendiskusikannya dengan orang-orang yang bertanggung jawab atas mata kuliah pokok Anzai.

“Yah, mungkin kita tak tahu apa yang pria tua itu kejar, tapi kenapa kita yang dipilih?”

“Dia semacam menjelaskannya di awal. Mungkin dia menargetkan mahasiswa yang membutuhkan kredit, yang punya masalah kehadiran, atau yang punya masalah tingkah laku.”

“Apa kau pikir dia mungkin punya alasan lain?”

“Bagaimana bisa aku tahu? Kita tidak tahu apa maksud dari survei itu, jadi jika yang dia pilih itu berhubungan dengan hal yang disebutkan tadi, kita tidak punya cara untuk memahaminya.”

“Benar.”

Namun, bahkan jika hal itu cuman untuk senang-senangnya pria tua yang cekatan namun gila, hal itu tidak merubah apapun. Survei itu telah berakhir. Kalau tidak ada hal lain yang akan terjadi dan mereka tidak kehilangan apapun dari hal itu, tidak ada alasan untuk memeriksanya lebih jauh.

Satu-satunya masalah yang Anzai pedulikan adalah apa yang terjadi pada kreditnya Kurang lebih dia berpikir begitu…

Part 2[edit]

Hal-hal aneh terjadi.

Tapi masalahnya adalah ketika hal-hal aneh itu akan sering muncul, hal-hal aneh jarang datang ke orang yang menginginkannya.

Satu-satunya pemikiran yang ada di pikiran Anzai adalah “Kenapa aku?”

Tapi karena hal-hal seperti itu telah mendatanginya, tak ada yang bisa dilakukan tentang hal itu.

Dia hanya harus berurusan dengan hal-hal aneh itu.

Part 3[edit]

“Aku melihat sesuatu yang mengkhawatirkan.”

Anzai sedang makan di kantin universitas. Tak seperti restoran keluarga ataupun kedai kopi, kantin langsung terikat ke salah satu bangunan universitas. Seperti yang siapapun akan duga mengingat kalau kebanyakan mahasiswa menggunakan kedai kopi dan semacamnya yang lebih jauh, makanan di kantin tidak terlalu enak.

Anzai sedang menahan rasa yang buruk dengan sabar untuk menyimpan uang ketika Kozue tiba-tiba meletakkan semangkuk tanuki udon di atas meja dan berbicara ke dia. Sepertinya tiga orang yang lainnya tidak bersama dengannya.

“?”

Dia mengambil pasta misterius dengan sumpit, membawa pasta itu ke mulutnya, dan mengerutkan dahinya. Kemudian dia mengangkat kepalanya sekali lagi. Kelihatannya Kozue memang sedang berbicara kepadanya.

“Aku melihat sesuatu yang mengkhawatirkan.”

“Apakah kau melihat seorang profesor tidur dengan salah satu wanita di kantor universitas?” balasnya.

“Bahkan melampauinya. Hal itu adalah…anu…hm…Gimana ya ngomongnya? Pokoknya, hal itu melampaui yang kau katakan tadi. Aku yakin hal itu sungguh melampaui batas imajinasimu. Namun, itu bukan salahmu. Masalahnya bukan pada imajinasimu. Masalahnya adalah seberapa ekstrimnya fenomena ini. Terus terang aja, kupikir aku tidak bisa menjelaskannya dengan akurat dalam kata-kata.”

(Kalau kau tak bisa menjelaskannya dalam kata-kata, kenapa kau malah mencoba melakukannya?)

Sambil berpikir, Anzai mengisi mulutnya dengan pasta berwarna oranye tapi punya rasa yang takkan pernah kau dapatkan dari saus tomat.

“Apa yang kau lihat?”

“Kan baru saja kubilang kalau aku tak bisa menjelaskannya. Atau lebih tepatnya, aku dapat menguraikannya dalam kata-kata, tapi hal itu akan terdengar terlalu klise untuk menjelaskan pokok dari hal itu makanya jadi sulit dipahami.”

“Apakah hal itu adalah tindak kejahatan? Benda? Fenomena? Orang?”

Anzai pun tidak yakin berdasarkan apa kategori tersebut muncul. Namun, kelihatannya hal itu membantu Kozue. Daripada mengatakan apa hal itu, dia dapat menggunakan proses eliminasi dengan mengatakan yang mana yang bukan.

“Hal itu bukanlah tindak kejahatan. Setidaknya, kupikir tak ada sesuatu yang ilegal tentang hal itu.”

“Lalu apakah hal itu adalah skandal yang melibatkan orang terkenal atau fenomena yang mengejutkan seperti anjing berdiri dengan 2 kaki?”

“Oh!! Hal itu persis seperti yang kau katakan tadi. Kalau aku harus memilih salah satunya, aku memilih fenomena mengejutkan!!”

“… Kenapa kau bilang kalau hal itu ‘persis seperti yang kukatakan tadi’ kalau kau juga harus memenuhi syarat bahwa kau hanya memilih layaknya ‘jika kau harus memilih satu’? Hal itu hanya memberiku rasa kekacauan.”

“Anjing yang berdiri dengan 2 kaki takkan menjadi masalah. Sesuatu yang normal melakukan sesuatu yang abnormal hanyalah sekedar mengejutkan. Tetapi ketika sesuatu yang abnormal melakukan sesuatu yang abnormal, kau mau menyebutnya apa?”

“Kau jadi agak terlalu puitis. Pemahamanku tak bisa mengikutinya.”

“Ya. Hal itu benar. Tapi itu bukan salahmu. Kuulangi lagi, sederhananya apa yang kulihat itu terlalu aneh. Tak ada yang salah dengan imajinasimu.”

Dia menyangkalnya, tapi Anzai masih punya perasaan kalau dia menyalahkannya. Dan juga, istirahat makan siangnya tidak berlangsung selamanya, jadi dia harus mengabaikan rasanya dan menyelesaikan makananya untuk nutrisi dan rasa kenyang.

Karena dia ingin fokus ke makanannya, dia mencoba untuk mendapatkan jawaban cepat dari Kozue.

“Jadi sebenarnya apa hal itu?”

“Aku tak tahu.”

“Setidaknya tak bisakah kau memberiku petunjuk? Aku tak bisa ke mana-mana tanpa poin awal.”

“Tapi aku tak yakin kalau aku dapat mengutarakannya dalam betuk kata-kata.”

“Bagaimana kalau kau menjelaskannya dalam 1000 kata?”

“Berapa halaman kertas manuskrip tuh?”

“Dua setengah.”

“Dua setengah, hm?”

“Tapi kupikir siapapun sudah tidak menulis manuskrip menggunakan kertas itu lagi.”

“Ini bukan laporan buku, jadi aku tak bisa menjelaskannya dalam kata sebanyak itu.”

“Oke, bagaimana kalau 100 kata?”

“Itu kebanyakan.”

“Jelaskanlah sebisamu dalam 50 kata.”

“Segitu bahkan masih kebanyakan.”

“25 kata?”

“Aku melihat peri di sana. Berapa banyak kata tuh?”

(Hahh?)

Sebelum Anzai dapat mengungkapan kekagetannya itu dengan keras, kelihatannya Kozue sudah menyadari kekagetannya dari wajahnya.

Tidak seperti seorang penggila UFO, kelihatannya dia benar-benar sadar kalau dia mengatakan sesuatu yang bertentangan dengan pengetahuan umum. Wajah Kozue merah seperti bit, tapi nada suaranya ketika dia berbicara lagi membuat ucapannya terdengar seperti tanda bahwa dia menginginkan bantahan apa saja yang ditujukan ke peri yang dia lihat.

“A-Aku melihatnya, jadi tak ada lagi yang bisa dilakukan! Aku tak sedang mencoba untuk melihat hal itu!! Belum lagi peri itu lewat dengan kasar di hadapanku, jadi benar-benar tak ada lagi yang bisa dilakukan!! Faktanya, kenapa aku harus melihat sesuatu seperti itu!?”

“Hahh?”

“Akhirnya kau mengatakannya, monster!! Kau langsung menyerangku ketika aku sedang mencoba untuk membuat sebaris kalimat defensif!!”

“Tapi…seorang peri? Hahh?”

“Aku mengambil gambarnya dengan handphoneku.”

“Itulah yang mau kulihat.”

Namun, gambar yang terlihat di ponsel Kozue sangat tidak fokus sehingga memahami latar belakang gambarnya untuk mengetahui di mana foto itu diambil saja tidak mungkin bisa. kalau Anzai diberitahu bahwa foto itu dimaksudkan untuk tes Rorschach, dia akan memercayainya.

“…Hahh?”

“Sekarang aku tahu seberapa menyakitkanya waswas dalam keterkejutan dan kemudian ada seseorang yang menyangkal kalau hal itu terjadi! Tapi tak ada lagi yang bisa dilakukan. Hal itu hanya terjadi sejenak. Kurasa aku bereaksi dengan cukup cepat untuk segera mengambil ponselku, mengubahnya ke mode kamera, dan menekan tombol potret pada waktu itu.”

Tapi peri apa yang sedang dia bicarakan ini?

Peri itu tepatnya terlihat seperti apa?

“Tingginya – ayo kita mulai – segini. Setinggi sumpit ini.”

“Begitu ya, oke aku mengerti.”

“Perinya perempuan…menurutku. Karena perbedaan ukuran, aku tak yakin kalau standar kita berlaku, tapi wajahnya terlihat seperti anak berumur 10 tahun.”

“Hmm…”

“Dia memakai pakaian hijau.”

“…”

“Sayapnya tak seperti sayap capung, tapi pasti dia itu peri. Dia benar-benar memberi kesan seperi itu. Kalau kau menunjukkannya ke 100 orang, semuanya akan memanggilnya peri.”

“…Zzz.”

“Hedeh.”

Kozue mematahkan sumpitnya menjadi 2, mengambil daun bawang dari tanuki udon panasnya, dan melemparnya ke dahi Anzai yang sedang tidur.

“Geshbloomerverfehhhh!! Panas…Panas!?”

“Kau menyisipkan bloomer di tengah teriakanmu kan?”

Tapi tak peduli apa yang orang katakan, masyarakat pada abad ke-21 sama sekali tak percaya kalau seseorang telah melihat peri. Waktu untuk hal itu telah berlalu. Sama halnya seperti bagaimana foto roh berangsur-angsur menghilang saat foto digital yang mudah diedit naik daun. Sama halnya seperti bagaimana seseorang dapat membahas Kuchisake-Onna secara terbuka dengan orang lain tanpa ada masalah. Kelihatannya salah kalau terlalu terjebak dalam hal seperti itu. Semuanya terlihat begitu tua dan melewati tanggal kedaluwarsanya.

Untuk alasan tersebut, kepercayaan Anzai Kyousuke terhadap ucapan Kozue berada di 0%.

Dengan 100% sebagai nilai maksimalnya, kepercayaannya berada di 0%.

Hal itu cukup penting, jadi ingatlah.

Ya.

Untuk sekarang, kepercayaannya berada di 0%.

Part 4[edit]

(Aneh sekali.)

Dia punya pemikiran itu tepat setelah kuliah sorenya ketika dia sedang berpikir untuk pergi menuju supermarket untuk mendapatkan bento untuk makan malam.

Dia punya ponsel, tapi dia tidak punya smartphone. Dia pernah memenangkan sebuah komputer mobile kecil (yang besarnya se-tas makeup) pada undian di distrik perbelanjaan, jadi dia tidak perlu perangkat kecil lainnya yang dapat digunakan untuk mengakses internet.

Wallpaper ponselnya diatur menjadi gambar yang diambil pada liburan musim panas ketika dia dan beberapa orang dari kompleks apartemennya membantu anak-anak dalam menyelesaikan proyek mereka. Kalau dia mengingatnya dengan benar, proyeknya adalah roket air untuk SMP mereka. Seperti yang diduga, semua yang terlibat dalam proyek itu akhirnya basah kuyup. Salah satu dari orang yang membantu, seorang gadis berambut putih yang umurnya 12 tahum baru saja pindah. Dia masih memiliki kontak dengannya melalui telepon. Tapi untuk beberapa alasan, dia tak pernah bisa menghubunginya.

Tiba-tiba, popup merah kecil muncul di sebelah kiri bawah layar kecil ponselnya.

Popup itu mengatakan:

Kode berbahaya “Int.worm/Pencuri_Emas” terdeteksi.

Sedang menyelesaikan situasi.

Klik laporan untuk rinciannya.

“…”

Hal itu sendiri tidak terlalu aneh. Sebenarnya terkena infeksi virus komputer adalah sesuatu, tapi siapapun yang memiliki akses yang hampir konstan ke internet familiar dengan pemblokiran suatu konten (yang membahayakan karena virus atau semacamnya).

Masalahnya terletak pada namanya.

Pada saat Anzai merasa sedikit gelisah, Kozue (yang meghampirinya pada suatu waktu) membisikkan sesuatu ke telinganya.

“…Nama yang familiar ya.”

“Wah!?”

“Nama yang familiar ya. Pencuri Emas. …Bukankah hal itu adalah bagian dari survei profesor itu? Aku yakin hal itu ada dalam cerita tentang virus komputer yang terlihat seperti kunoichi.”

“…Tunggu, apakah kau ada kuliah di gedung ini?”

“Itu mah masalah sepele,” katanya dengan halus sebelum dia menunjuk ke arah kiri bawah layar ponsel Anzai dengan jarinya yang ramping. “Masalah yang ini lebih besar. Apa itu? Aku melihat peri dan kau mendapat virus komputer…”

“Tidak, tunggu. Di sana tak ada koneksi…tunggu, atau ada?”

Anzai mengingat kalau di film pendek dari survei profesor itu juga ada peri kecil yang memakai baju hijau. Ceritanya tentang membuat peti mati yang digunakan sebagai tempat tidur.

“Tapi peri itu seperti hantu ataupun UFO. Ini hanyalah virus. Faktanya, mungkin professor mendasarkan film itu pada virus yang benar-benar ada.”

“Aku baru saja melakukan pencarian di ponselku, tapi aku tak dapat menemukan contoh apapun dari virus yang dipanggil Pencuri Emas. Mesin pencarinya selalu berasumsi kalau aku salah mengeja dan memberiku nama lain untuk dicari. Hal itu membuatku kesal.”

“Jangan konyol.” Anzai mengerutkan dahinya. “Toh tak ada nama resmi untuk virus kan? Mungkin nama itu hanyalah nama panggilan dari perusahaan keamanannya. Karena softwarenya mendeteksi virus itu dan memanggilnya Pencuri Emas, perusahaan keamanannya pasti memanggil virus itu Pencuri Emas.”

“Tapi aku tak menemukan apapun tak peduli sebanyak apa aku mencari.”

“Apa…?”

Anzai membuka situs resmi software keamanannya di ponselnya dan memasukkan nama virusnya di kotak pencarian.

Tapi yang muncul adalah 0 hasil.

“…Lalu popup apa itu?”

“Ya, aku heran. Hee hee. Hal itu tidak memiliki cukup dampak dari peri yang kulihat, tapi kau masih bisa menyebut hal ini fenomena aneh yang tak bisa dijelaskan. Hee hee.”

“Kenapa kau terlihat begitu gembira ?”

“A-aku tidak terlihat gembira!!”

“Mencurigakan. Apa kau mengirim ini kepadaku untuk membuatku terlibat dalam semua ini ?”

“Tuduhan yang bodoh! Apa kau menggunakanku sebagai kambing hitam untuk membuat pikiranmu tetap di alam realistis!?”

“Jika kau menambahkannya ke daftar malware di software keamananku, pasti software itu akan menampilkan popup yang berkata software itu mendeteksi Pencuri Emas. Hal itu jauh lebih realistis daripada berpikir kalau virus yang seperti AI dari manga benar-benar ada. Dan hanya kaulah yang akan untung dari hal ini.”

“Tak masuk akal! Omong kosong!! Dan juga, Aku merasa kalau kemampuan seperti hacker super yang kau usulkan jauh lebih aneh daripada peri!!”

Kozue terus memprotes, tapi Anzai tidak peduli. Dia memasukkan ponselnya kembali ke dalam tasnya dan menuju supermarket untuk membeli makanan yang murah.

Namun, keanehan berikutnya terjadi segera setelah dia meninggalkan ruang kuliah sore dan memasuki koridor.

Dia melihat panah.

Panah-panah yang berwarna-warni terbentang melintasi rute yang berbeda-beda di sepanjang koridor.

“…Ini juga ada di film pendek itu.”

“Apa lagi sekarang?”

“Kupikir anak panahnya memperlihatkan genre dari nasibmu. Seperti komedi romantis atau horror.”

Namun, dia menolak untuk menerimanya.

(Tunggu, bukankah cerita itu bilang kalau kau perlu memasang suatu jenis implan di dalam otakmu untuk melihat hal ini!? Itu menakutkan! Aku takkan pernah terima kalau hal ini benar!!)

Otak Anzai menyangkal hal itu dengan seluruh kekuatannya. Hal itu mirip dengan pola pikir yang menyebabkan kanker yang terlambat. Rasa takutnya menghalanginya.

“Aku tanya bagaimana kau akan menjelaskan fenomena aneh ini.”

“S-seorang mengecat panah-panah itu sebagai gurauan. Lihat, hal itu sangat jelas pada panah merah itu.”

“Bagiku panah itu berwarna hitam.”

“Berarti kau pasti sudah gila.”

“Itulah yang tak bisa kuterima! Jangan menurunkan penilaianmu kepadaku untuk menjelaskan hal ini dengan realistis!!”

“Aku tidak percaya pada hal itu, jadi hal ini tidak penting. Tak penting panah mana yang kuikuti. Hal itu cuma kebetulan kalau kebetulan aku mengikuti panah pink yang menandakan komedi romantis!!” teriak Anzai sambil berlari dengan kecepatan penuh menyusuri koridor.

Tapi keanehan selanjutnya sedang menunggunya kurang dari 15 detik kemudian.

Tanduk melingkar, seperti tanduk kambing.

Sayap tipis, seperti sayap kelelawar.

Ekor runcing, seperti panah.

Seorang gadis kecil dengan semua itu dan memakai pakaian kulit melintasi koridor.

“A-apa apaan innnnnnnnniiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii!!!???”

Dia pernah melihatnya sebelumnya.

Dia ada di film pendek tentang pahlawan dan raja iblis.

Tapi karena apa yang hal itu akan maksudkan, bagian logis dari pikiran Anzai benar-benar menolak hal itu.

Ini bukanlah virus komputer ataupun implan otak. Ini hanyalah fantasi murni. Jenis perasaan penolakan yang berbeda menyerang dia.

“Apa lagi sekarang?” tanya Kozue. Pada saat tertentu, dia telah menjadi tukang nanya. “Bagaimana kau akan mejelaskan fenomena aneh yang kau lihat di depan matamu ini?”

“Klub teater?”

“Nampaknya kau mempertahakan hal-hal itu agar tetap terdengar baik dan aman. Tapi bagaimana cara mereka membuat sayapnya benar-benar bergerak seperti makhluk hidup yang nyata?”

“Hahh? A-apakah semua itu benar-benar serealistis itu? Kupikir hal itu mirip dengan styrofoam…heh…eh heh heh…”

“Sekarang kau mengubah ingatanmu karena tak ada yang rekaman untuk membuktikan kalau kau salah!?”

Setelah itu, mereka berjumpa dengan tumbuhan karnivora yang sangat besar sampai-sampai mungkin tumbuhan itu bisa menelan manusia secara utuh, seorang kunoichi dengan teknologi SF, dewi Jepang yang cemburu, koki sushi yang keras kepala dan keanehan lainnya. Namun, Anzai takkan menerima keanehan-keanehan itu. Dia menolak untuk menerimanya. Dengan pola pikir putus asanya itu, Anzai menemukan jalan untuk menjelaskan setiap keanehan itu dengan realistis. Bahkan dia takut untuk menerima salah satu dari keanehan tersebut karena dia merasa dia akan diseret ke suatu dunia alternatif ajaib kalau dia menerimanya.

Dengan jengkel, Kozue berkata, “Kupikir menjelaskan keanehan apapun dengan ‘makeup khusus’ itu curang. Kau telah menggunakan penjelasan itu pada untuk sebagian besar keanehan itu.”

“Kalau saja itu adalah cuplikan video, aku bisa menyatakan kalau hal itu adalah Grafika Komputer. Melihatnya secara langsung itu menjengkelkan.”

“Mungkin kau bisa melewati setiap satu per satu hal itu seperti ini, tapi dapatkah kau menjelaskan bagaimana semuanya bisa cocok satu sama lain? Kenapa klub teater mau berdandan dengan makeup khusus dan akting secara massal untuk menipumu?”

“Uuh…!? A-anu…”

“Kalau kau tak bisa menjelaskannya, berarti teorimu kehilangan kredibilitasnya. Hee hee. Dan kemudian kau harus mempercayaiku mengenai peri yang kulihat. Hee hee.”

“M-mungkin semua ini adalah bagian dari rencana profesor itu dan ini merupakan bagian dari lanjutan eksperimen psikologis yang berpusat pada survei itu .”

“Oh?”

“Atau mungkin hal seperti ini sering terjadi di sekitar profesor itu, jadi dia membuat film-film pendek berdasarkan hal-hal itu untuk mencari perubahan mental pada penontonnya atau melihat seberapa baik mereka dapat menahan-…Ah!?”

“Begitu ya. Hee hee.”

“Tidak! Hal itu tidak menentang dasar pemikiranku!! Keanehan-keanehan ini tidak ada! Benar-benar tidak ada!! Mendasarkan film pendek ke sesuatu yang tidak ada tak menjelaskan hal ini! Penjelasan termudahnya adalah kaulah pelaku di balik semua ini, Kozue!!”

“Bisakah kau berhenti meletakkanku pada peran penjahat setiap kau kehabisan ide!?”

Anzai memaksakan dirinya untuk fokus ke tujuan realistis yaitu bento supermarket, jadi dia tidak punya pilihan lain selain menyangkal penyimpangan psikedelik tersebut. Dia punya perasaan kalau faktanya dia “tak ada pilihan lain” selain menyangkal hal itu menandakan kalau dia terpojok, tapi dia tak ingin menghadapinya secara langsung.

Kalau dia melakukannya, dia punya perasaan kalau otaknya akan dikuasai oleh pola pikir eksentrik seperti “Belakangan ini kucing tetangga sedikit tidak bersahabat → Apakah itu terkait dengan tenggelamnya benua Mu yang hilang!? → Jepang sedang dalam bahaya tenggelam!!”

Itulah kenapa dia harus menyangkal itu semua.

Dia dapat merasakan sesuatu yang ambruk pada akhir penjelasannya, tapi dia masih harus menyangkal itu semua.

Dia sangat yakin kalau sayap raja iblis itu tak terbuat dari styrofoam, tapi dia masih harus menyangkal itu semua .

Anzai (dan Kozue yang mengikutinya karena suatu hal) akhirnya berhasil sampai di luar bangunan universitas. Namun…

“Apa lagi sekarang?”

“…”

Anzai merasakan hembusan udara yang dahsyat.

Namun, itu bukanlah tiupan angin. Itu adalah aliran udara yang terbuat dari gerakan benda raksasa. Anzai merasakan rasa yang sama pada pipinya saat kereta bawah tanah menghampiri stasiun.

Hal itu disebabkan oleh…

Apa yang Anzai lihat sedang berjalan di antara bangunan di luar kampus adalah…

“Bagaimana kau menjelaskannya?”

“…Itu muncul dalam sekejap.”

“Bagaimana cara kau menyangkalnya?”

“Itu muncul dalam sekejap dalam cerita yang melibatkan seorang gadis sakti dan pahlawan berpakaian ketat! Susah untuk mengetahui apa ini!! Hal itu akan menjadi lebih mudah kalau itu adalah gadis sakti!!”

“Bagiku itu pasti terlihat seperti robot kombinasi raksasa. Aku tak dapat memikirkan kalau ada cara lain untuk menggambarkannya.”

“…”

Robot itu melihat ke arah mereka dengan suara mesin mendesing.

Kelihatannya robot itu akan segera menuju kampus universitas.

Dia harus menjelaskannya.

Penjelasan apapun akan menjelaskannya. Makeup spesial, tumpukan kardus, atau mungkin senjata baru dari JSDF. Dia hanya harus mendatangkan alasan apapun kalau dia salah dalam berpikir kalau apa yang dia lihat (sejenis) robot raksasa setinggi 20 meter berjalan ke arahnya.

“Aku tak mengerti bagaimana kau akan menjelaskan hal ini.”

“Tidak, Aku bisa menjelaskannya!! Caranya, Aku lebih ingin menyangkal robot daripada peri!! Kalau hal itu nyata, pasti akan ada pertanyaan tak berujung tentang desainnya seperti kenapa sesuatu sebesar itu berjalan dengan 2 kaki, jadi menyangkalnya pasti lebih mudah!!”

“Aku masih tak mengerti bagaimana kau dapat melakukannya. Aku akan melarikan diri, tapi aku akan memberitahumu langkah tercepat untuk menyangkal hal itu.”

“Apa itu?”

“Biarkan robot itu menginjakmu. Kalau robot itu tidak menghancurkanmu, kau punya bukti kalau robot itu terbuat dari kardus ataupun styrofoam. Lalu aku yakin kau dapat menyangkal robot raksasa itu dengan mudah.”