A Simple Survey (Indonesia):Jilid 2 Arena07

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Arena 07: Permainan Ingatan[edit]

Menurutku, tak ada seorangpun yang benar-benar tidak memiliki apapun.

Namun, apa yang mereka miliki mungkin tidak begitu berguna untuk masyarakat, atau tidak dapat membantu mereka mendapatkan uang. Naif sekali kalau kau pikir seseorang akan selalu dipuji karena menguasai sesuatu, apapun itu.

Kalau kau dapat menyebutkan nama dari setiap stasiun kereta api, apakah itu akan membantumu mendapatkan pekerjaan?

Kalau kau bisa menghafalkan nomor telepon belasan rekanmu, apakah itu akan membantumu memulai percakapan dengan perempuan?

“Permainan ini akan menguji ingatan anda.”

Itulah mengapa aku begitu kaget mendengar kata-kata si gadis kelinci itu.

Akhirnya kemampuan ini akan berguna.

Aku duduk di atas kursi di dalam suatu ruangan yang sempit. Sebuah layar monitor menyala di hadapanku. Si gadis kelinci, dengan tangan kanannya, memainkan anting-anting berbentuk bintang di telinga kanannya, dan tangan satunya lagi dipakai untuk mengoperasikan sebuah remote control.

“Baiklah, silahkan menonton video ini. Tapi anda hanya punya waktu 5 detik!”

Video yang ditayangkan adalah sebuah layar putih dengan berbagai siluet hewan yang tersebar di layar.

Warna siluet berbeda-beda tergantung jenis hewannya.

Mataku mengikuti pergerakan gambar-gambar hewan yang bergerak kesana kemari seperti screensaver murahan, dan 5 detik segera berakhir.

Tapi tak apa.

Aku sudah mengingat semuanya.

“Dua jerapah merah, tiga kelinci biru, dua gagak kuning, tujuh lumba-lumba hijau, dan satu unta ungu.”

“Wow,” kata si gadis kelinci yang pura-pura terkejut. “Baiklah, waktunya pertanyaan.”

“Cepatlah.”

“Berikan jawabanmu di dalam sana!!”

Aku tak punya waktu untuk terbingung-bingung berpikir.

Kursi yang kududuki tiba-tiba berputar 180 derajat. Entah sejak kapan, satu sisi dinding dari ruangan ini telah terbuka, dan menunjukkan lorong yang lurus dan panjang. Panjangnya sekitar 50 meter. Tombol-tombol besar seperti di acara-acara kuis juga terlihat.

Namun…

Meskpun lorong itu lurus, ada beberapa pagar yang terbuat dari palang-palang baja mengisi lorong tersebut. Di tengahnya ada pintu, namun aku tak yakin pintu itu bisa terbuka kalau aku mendorong atau menariknya.

Pintu-pintu itu terhalang pelat baja hingga ke ujungnya.

“Kalau anda bisa menjawab beberapa pertanyaan sederhana, pintunya akan terbuka. Berusahalah untuk menjawab semua pertanyaan dan tekan tombol yang ada di ujung sana. Setelahnya, kita bisa memulai permainan ingatan!”

“Bangsat…”

Bangsat!!

Aku buru-buru berdiri dan berlari menuju lorong. Aku bisa melihat ada 5 palang pintu yang harus kubuka. Aku sudah ada di depan palang pertama.

Pelat yang ada di sisinya bertuliskan:

“Pertanyaan 1. Berapakah hasil dari (32 + 45) x 19 / 3 x 0 x (99 - 11) ?”

Ini tidak ada hubungannya dengan jerapah merah atau kelinci biru!!

Keringat mulai mengucur ketika aku melihat pertanyaan yang tak berhubungan sama sekali dengan gambar yang tadi ditunjukkan. Sembari mengamati rumus itu dengan mataku, aku merasa gambar siluet hewan tadi mulai lenyap dari ingatanku. Ketika aku menyebutkan angka-angka di depanku di dalam pikiran, otakku justru mencampuradukkan antara angka dengan jenis hewan.

Aku tahu ini adalah jebakan, tapi aku tak bisa memulai permainan ingatan yang sebenarnya tanpa menjawab pertanyaan ini.

Aku membaca deretan rumus itu dengan cepat dan berpikir di setiap angka, satu demi satu, lalu aku menyadari sesuatu.

x 0.

“Sial!! Jawabannya nol!!”

Kutekan satu angka di kotak yang mirip kalkulator itu.

Pintu itu membuka dengan suara keras dan mekanisme yang terlalu kompleks. Semuanya terkesan membuang-buang waktu, dan kupikir ini memang didesain untuk melemahkan ingatanku.

Masih ada empat palang pintu lagi.

Aku berlari menuju pertanyaan berikutnya.

“Pertanyaan 2. Seekor anjing berlari dengan kecepatan 30 kpj (kilometer per jam), seekor kucing berlari dengan kecepatan 40 kpj, seekor kuda berlari dengan kecepatan 100 kpj, dan seekor hyena berlari dengan kecepatan 80 kpj. Setelah 45 menit, berapa jauh jarak antara hewan di posisi kedua dan ketiga?”

Sekarang hewan dan angka!!

Gigiku menggeretak setelah kulihat pertanyaan yang sengaja dibuat untuk menyiksaku.

Kalau aku tidak menjawab dengan cepat, ingatanku tentang gambar di layar tadi akan lenyap, tapi kalau aku terlalu berpikir keras tentang pertanyaan-pertanyaan ini, ingatanku juga akan kacau.

Tapi aku harus melakukannya.

Badanku gemetar ketika aku memikirkan apa yang akan mereka lakukan padaku kalau aku gagal melalui permainan ini.


Aku terlahir sebagai anak yang tidak memiliki kelebihan apapun.

Seharusnya, itu saja sudah cukup.

Namun, tiba-tiba aku menarik perhatian orang karena memiliki ingatan yang lebih baik daripada kebanyakan orang. Aku suka dipuji oleh orang lain, jadi aku berusaha keras untuk mengasah ingatanku. Ketika aku dapat menyebutkan nama-nama stasiun yang dilalui rel kereta di dekat rumah, orang tuaku melihat sesuatu yang baru dariku.

Sepertinya seseorang mengusulkan bahwa aku sebaiknya muncul di TV.

Mereka mengharapkan sesuatu dariku.

Tapi aku tahu kemampuanku tak lebih dari mengingat-ingat nama stasiun Ketika publik mengharapkan sesuatu yang lebih dariku, harapan mereka makin lama akan makin meninggi, melebihi apa yang mampu kulakukan. Aku akan gagal. Aku tahu aku akan gagal. Aku sedang melangkah di jalur menuju kehancuran. Namun semua orang di sekitarku berharap begitu banyak padaku. Itu saja sudah membuatku tak bisa mundur lagi.

Dan pada akhirnya, aku gagal.

Ketika aku disejajarkan dengan para jenius seperti pemain biola yang nadanya sempurna, sudah jelas apa yang akan terjadi.

Aku menjadi sasaran tembak di bawah lampu sorot.

Sejak kamera mulai merekam, aku tahu apa peranku yang sebenarnya.

Aku tak lebih dari seorang pelengkap.

Tak lebih dari itu.

Aku adalah karakter yang tak penting yang membuat si pemeran utama terlihat begitu keren.


“Pertanyaan 5!! Palang terakhir!!”

Kupakai jariku untuk menulis di panel sentuh, dan pintunya terbuka. Kupaksa badanku melewati pintu yang baru setengah terbuka untuk segera mencapai ujung lorong itu secepat mungkin.

Aku sudah muak dan lelah diangkat oleh orang lain, dimana aku tak punya pilihan lain selain jatuh.

Setelah aku gagal memenuhi harapan orang tuaku, mereka tak berniat melakukan apapun terhadapku. Tak lama kemudian aku menyadari apa arti dari kata “abai”. Saat itu, kupikir itu hanyalah respon alami atas apa yang telah kulakukan. Namun, justru karena itu, aku tak melanjutkan sekolahku, dan bahkan aku tak lulus SD. Aku hanya tahu sebatas penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian.

Tapi aku akan tetap hidup.

Aku akan berusaha untuk terus hidup.

Aku tak akan membiarkan diriku membusuk di ruang yang gelap, dilupakan oleh semua orang. Aku akan menggunakan segala yang kumiliki untuk menemukan jalanku sendiri. Ini adalah langkah pertamanya.

Tapi aku butuh “jaminan”.

Tanpa dukungan keluargaku, aku bahkan tak bisa menyewa apartemen. Namun sepertinya si gadis kelinci dapat membantuku. Aku tak tahu apakah mereka akan memberiku identitas palsu atau identitas orang lain, namun jika aku berhasil menyelesaikan permainan ini, mereka akan memberikan jaminan yang layak untukku.

Lalu…

Setelah berhasil melalui semua palang pintu, kupukulkan telapak tanganku ke satu tombol besar di tembok.

Serangkaian nada elektronik yang terdengar konyol dibunyikan.

“Baiklah, ini saatnya permainan ingatan!!” kata si gadis kelinci dari pengeras suara di dinding.

Kuingat-ingat lagi video yang ditampilkan di layar.

Apakah aku masih mengingatnya?

Apakah aku akan baik-baik saja?

“…Aku bisa melakukannya.”

Aku masih mengingatnya.

Aku mengingat jenis-jenis hewannya.

Aku mengingat warna-warnanya.

Aku mengingat jumlahnya.

Aku dapat menjawab semua pertanyaan dengan benar, aku akan baik-baik saja. Aku akan bisa menjawab semua pertanyaan yang ia tanyakan. Aku bisa melakukannya, aku bisa menghadapinya. Aku akan memenangkan permainan ini, mendapatkan “jaminan” yang kubutuhkan, dan aku bisa menghadapi dunia ini.

“Waktunya pertanyaan,” kata si gadis kelinci.

Pertanyaan ini akan menentukan masa depanku.

“Apa bentuk anting-anting yang kupakai di telinga? Dan apakah kupakai di telinga kiri atau telinga kanan?”

Nafasku terhenti.

“…Apa?”

Tidak ada hewan, tidak ada jenis hewan, tidak ada warna, tidak ada angka…

Pertanyaannya sama sekali tak ada hubungannya dengan itu semua?

Layar monitor itu sendiri ternyata adalah tipuan. Si gadis kelinci mungkin menunjukkan video itu padaku setelah mengatakan bahwa permainan ini adalah permainan ingatan, tapi ia tak pernah mengatakan apakah pertanyaannya berhubungan dengan video itu atau tidak.

“Kau punya 10 detik.”

Kenapa si gadis kelinci bertanya melalui pengeras suara dan tidak secara langsung?

Sekarang aku mengerti kenapa.

Wajahku…tidak, seluruh tubuhku sudah basah kuyup dengan keringat, dan lalu, pengumuman itu terdengar di telingaku.

“Sekarang, berikan jawabanmu!!”