Ero Manga Sensei (Bahasa Indonesia):Volume 2 Bab 4

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Bab 4[edit]

EroMangav2 4.jpg

Beberapa jam waktu berlalu. Matahari sudah tenggelam, diluar sudah gelap. Aku dan Elf berbaring kelelahan di ruang tamu kediaman Izumi. Aku duduk di sofa sedangkan Elf menjatuhkan kepalanya ke atas meja.

“..............................”

“..............................”

Kami sudah seperti ini sejak kembali. Tidak ada satupun diantara kami yang bersuara, kami sudah bagaikan mayat. Menilik kembali kejadian barusan―

Waktu si gadis kimono mengumumkan identitas sebenarnya.

Saat itu, Muramasa mendorong Elf dengan agak keras, dia membalas dengan keras juga karena refleks:

“Ha? Apa-apaan? Omong kosong begitu? Kau sebut dirimu senpai yang lebih muda? Menyingkirlah!”

Meskipun aku tidak tau kenapa ada bagian ‘senpai yang lebih muda’, tapi seperti yang telah dikirakan, Elf masih menyiapkan serangan balik walau dalam situasi seperti tadi.

Sedangkan aku.....mungkin karena mentalku terluka― aku sangat takut pada Muramasa-senpai.....

Lagipula, aku tidak bisa melakukan apapun sedang Elf bisa. Maka ―

“Yamada Elf-sensei― ya, 'kan? Harusnya aku yang bilang begitu, menyingkirlah.”

Muramasa-senpai mengabaikanku dan mulai berdebat dengan Elf.

“Ini masalah pribadi antara Masamune-kun dan aku.”

“Ha? Apa kau bilang?”

“Kamu penulis terkenal dengan penjualan sampai dua juta kopi, bukumu akan dibuat anime, bukan?”

Itu apa yang Elf katakan sebelumnya. Keduanya tidaklah salah.

“Ya! Berlutut dan jilat sepatuku!”

Elf membusungkan dadanya dan berkata begitu.

“..................Mwu.”

Muramasa-senpai jadi terdiam. Tapi lalu dia berpaling melihat Kagurazaka-san:

“Anda editor saya, kan? Namamu―”

“Kagurazaka, Muramasa-sensei... sudah kuduga, kamu melupakan namaku...”

Kagurazaka-san membalas. Muramasa-senpai nampak malu:

“....Ya.”

“Kita jarang bertemu, dan pertemuan terakhir kita sudah lama, jadi mau bagimana lagi. Kamu tidak perlu khawatir tentangku, fokuslah pada situasimu. Aku editor untuk kalian berdua, lebih baik kalian yang selesaikan sendiri. Karena sampai capek pun kalian belum tentu berhenti.”

“Begitulah.”

Kagurazaka-san bilang dia ‘perlu bertemu dengan penulis terkenal’. Jadi yang dia maksud adalah Muramasa.

Tunggu...gadis ini...

...Dia bahkan tidak ingat nama editornya sendiri?

Jadi bagimana bisa dia bekerja dulu? Tidak bisa di percaya.

“Sebelum itu......Kagurazaka-san, tolong beritahu saya berapa banyak penjualan buku saya?”

“.....Kamu sendiri tidak tahu?”

“..................”

Tepat sasaran. Wajah Muramasa-senpai memerah.

Tapi... dia bahkan tidak tahu berapa banyak bukunya telah terjual? Bagaimana dengan pendapatannya? Apa dia masih peduli?

Senpaiku ini pastilah belum mencapai masa remaja, pendapatanya pasti di kelola oleh walinya.

Tetap saja... dia benar-benar tidak tahu?

“Seorang penulis yang tidak tahu penjualannya sendiri..... kau mengingatkanku pada seseorang yang tidak berani melihat komentar tentang dirinya. Sungguh, dalam aspek ini kalian berdua sangat merepotkan.”

Elf bergumam sendiri.

Kenapa aku dibawa-bawa kesini juga?

Kita bicarakan sesuatu yang lain, kenapa dia harus menghinaku?

“Penjualan Muramasa-sensei adalah―”

Kagurazaka-san dengan perlahan menjawab:

“Empat belas juta lima ratus ribu.”

“.......Oh......seratus ribu, lima ratus?”

“Ditambah empat angka nol dibelakangnya."

Muramasa-senpai terdiam, lalu dia mulai menghitung dengan jarinya.

“Itu.......tidak mungkin.....uang bulananku hanya 4.500 yen....”

Tidak seperti keluarga Yamada, orang tuanya pasti sangat ketat.

Keluargaku juga sama, pendapatanku di kelola oleh orang tuaku.

“Apa yang kau lakukan? Pertunjukan jari[1]?”

Elf berkata dengan nada lesu, bosan, yang mengejutkan Muramasa kembali ke kenyataan.

“Ya. Maksudnya― Yamada-sensei, aku akan mengatakannya lagi, menyingkirlah.”

Dia berdehem dua kali:

“Karena penjualanku lebih dari sepuluh juta, kamu harus mendengarkan apapun yang kukatakan! Kita punya lebih dari sejuta perbedaan dalam penjualan, ini fakta― kamu sendiri yang mengatakannya.”

Sepertinya itu adalah alasan dia menanyakan penjualannya.

Dan alasan dia kaget itu karena meski dia tahu ‘penjualanku seharusnya lebih tinggi daripada Elf, aku tidak sepenuhnya yakin’. Yang menjelaskan reaksinya tadi.

Dan yang sebenarnya terjadi sekarang adalah dia sedang menginjak-nginjak lawannya.

“...Kuhhhhhhhhhhh!! kuhhhhhhhhhhhhhhhhh!!!!!!”

Elf menggemertakan giginya dengan marah.

Tapi dia tidak mengatakan apapun, dia hanya berdiri disana.

“Bagus, si pembuat masalah sudah aman. Kembali ke topik utama, Masamune-kun.”

“――――――”

Dia berbalik melihatku, semua keragu-raguan dan kebingungan hilang dari matanya.

Tak apa kalau denganku. Lagipula aku tidak ingin menghabiskan waktu dengannya.

Senpaiku berkata:

“Kau nampak marah, kouhai.”

“Soalnya senpai menghina mimpi kami, dan kau bilang ingin menghancurkannya.”

“Ah. Terus?”

Bagaimana bisa aku menahannya lagi?

“Tarik kembali. Jika tidak, meskipun kau senpaiku, aku tidak akan memaafkanmu.”

Aku melihat langsung padanya. Tiba-tiba, ekspresinya berubah, dia tersenyum:

“Jangan mengulangi salah satu kalimat dari karakter utamamu. Hm, tapi apa yang kamu katakan tadi terdengar bagus, lalu aku akan terus main sebagai penjahatnya, untuk mencemoohmu― belakangan, outline novelmu terdorong setahun karena aku sengaja mencuri tempat itu.”

“―Apa?”

Jadi kau bermaksud menyerahkan manuskripmu lebih cepat dariku demi mengambil tempat itu? Demi memaksaku menunggu setahun sampai giliranku?

Jadi kau orang yang menyebabkan semua masalah ini.

“Aku juga tahu soal apa yang kamu tulis dengan bertanya pada editormu. Sangat mudah untuk mengambil tempatmu.”

Muramasa-senpai dengan perlahan mengumumkan:

“Aku melakukannya dengan maksud jahat, untuk menghancurkanmu.”

“Hei, Muramasa-sensei!!!”

Kagurazaka-san mencoba mengatakan sesuatu, tapi Muramasa-senpai menghentikannya dengan sebuah tatapan.

Dia menaruh jari telunjuk di bibir dan membuat tanda ‘jangan berisik’.

“Kau bermasud menghancurkan outline novelku? Apa mungkin tahun lalu juga...?"

“Tahun lalu? Apa?”

“Tahun lalu, kita memberikan manuskrip hampir bersamaan. Genre yang sama, sama-sama penulis muda....jadi bukuku ditolak secara non-stop, dan itu membuatku tidak bisa menerbitkan satupun. Apa kau melakukan itu dengan sengaja juga?”

“―――――――――-”

Mata Muramasa-senpai terbuka lebar

Dia nampak seperti dia tidak menduga aku menanyakan itu.

Atmosfer diantara kami tidak bisa ditahan.

Setelah keheningan sesaat, dia....mengambil napas dalam dan menjawab:

“Bagaimana kalau aku bilang iya?”

“Maka, aku akan membencimu.”

“..................”

Muramasa-senpai memalingkan muka, yang membuatku tidak mungkin untuk melihat ekspresinya.

“......Ngomong-ngomong, aku tau kamu datang hari ini juga. Itu kenapa aku memilih datang terlambat, demi bertemu denganmu.”

Untuk menghancurkan mimpiku, hanya memberitahuku saja sudah cukup membuatnya datang kesini.

Aku masih tidak mengerti dia.

“Kenapa kau terus-terus ingin bertarung denganku?”

Dia tidak pernah peduli soal siapapun. Dia tidak pernah marah. Dia tidak pernah menunjukan ketertarikan dengan apapun, sama seperti Saint[2]―ya, 'kan?

Mendengar pertanyaanku, Muramasa-senpai menatapku:

“Karena aku membencimu. Izumi Masamune― aku membenci orang yang memegang teguh mimpi kenanak-kanakan itu. Kali ini, mimpimu menghalangi mimpiku, aku membencimu karena menulis novel yang tidak berguna seperti itu.”

Jadi dia ingin menghancurkanku.

Muramasa-senpai sekali lagi mengumukan tujuannya.

...Ah...begitu yah...aku mengerti.

Meskipun alasan dari saat-saat sulitku dulu terkuaknya agak terlambat...tetap saja terkuak...

Karena dia nemesis-ku, bukan sekedar rival tapi nemesis, yang tidak ingin apa-apa selain menghancurkan lawannya.

“...Apa kamu ingin menambahkan syarat kalau yang kalah harus mematuhi yang menang?”

Aku meliriknya dengan tajam:

“Siapapun yang menang dalam Turnamen Dunia Light Novel berhak memerintah yang kalah untuk melakukan apapun.”

“Oi oi, tunggu Masamune.......”

Elf menjambret tanganku dengan khawatir, tapi aku tidak peduli.

“Kalau tidak, kita tidak akan bisa mengakhiri ini. Akan kukatakan dulu, aku tidak akan menyerah pada mimpiku hanya karena kalah. Tidak peduli seberapa sering kau mengalahkanku, aku akan menggapai mimpiku.”

Di sisi lain, Muramasa juga begitu. Dia tidak akan melepas aku hanya karena aku menang.

“Jadi ayo bertaruh. Kalau aku menang, kau tidak boleh mengahalangi mimpi kami lagi. Kalau aku kalah....kau bisa melakukan apapun yang kau inginkan padaku.”

“Ini lebih baik dari yang kuharapkan.....jangan menyesalinya.”

Muramasa kaget, tapi dia setuju.

Oh? Serius? Aku pasti menang, masa cowok ini seriusan ingin melakukan pertandingan begini?

Itu pasti apa yang dia pikirkan.

Kalau aku menggunakan analogi Yamada Elf-sensei...

14.500.000 Battle Point versus 220.000 Battle Point.

Aku sangat-sangat tidak punya kesempatan untuk menang― seharusnya begitu.

Itu wajar. Kalian tidak tahu seberapa takutnya aku.

“Ya! Mimpi kami tidaklah kekanak-kanakan! Kami tidak akan kalah darimu!”

Aku berteriak:

“Ayo bertarung hingga mati Muramasa! Aku akan membuatmu berlutut di depan mimpi kami!”

―Seperti itulah.

Lalu kamu pulang naik kereta dengan hening. Tidak ada diantara kami ingin melapor pada Eromanga-sensei, kami terlalu lelah dan ambruk di ruang tamu.

Menjatuhkan kepalanya ke atas meja, Elf berkata dengan lelah:

“....Maaf, Masamune. Kau membuat pertaruhan yang tidak masuk akal karenaku.”

“Kenapa jadi kau yang salah?”

“Soalnya...kau tidak bisa diam saja melihat Muramasa merendahkanku...jadi kau marah dan membuat pertaruhan itu, kan? Coba pikir lagi...mungkin seharusnya masih ada cara lain....”

“Ha? Ngomong apa kau ini? Itu tidak seperti itu.”

Elf melihat ke atas terkejut:

“Eh? Bukan seperti itu?”

“Tidaklah. Apaan kau ini?”

“Terus, terus kenapa..."

“Kenapa aku begini? Yah, jujur, aku sendiri tidak yakin.”

Aku jatuh kembali ke sofa.

“Aku tidak menyesal membuat pertaruhan itu dengannya. Seperti yang kau bilang, mungkin masih ada cara lain. Tapi meskipun aku punya mesin waktu dan kembali ke saat itu, pilihanku masih akan tetap sama.”

Karena dia berani menyebut mimpi kami kekanak-kanakan.

Kau tidak bisa memutuskan sendiri tanpa lebih dulu membaca apa yang kutulis.

Ini tidak bisa dimaafkan.

Tetap saja―

“Meskipun aku tidak menyesalinya, aku merasa malu.”

“Apa maksudmu?”

“Aku mempertaruhkan mimpi kami― namun kulakukan sendirian. Dan sekarang, aku masih tidak menyesalinya, masih tidak mengira aku melakukan sesuatu yang salah...aku merasa berhutang pada Eromanga-sensei, partner-ku, yang membantuku membuat outline novel, adikku yang mengambar ilustrasiku, sebuah ucapan minta maaf...”

Itulah alasan kenapa aku terlihat seperti ini.

“Serius― aku tidak tahu apa yang harus kubilang pada adikku.”

Jadi ketika aku pulang, aku ambruk disini dan tidak pergi ke lantai dua.

Tapi...

“Apa yang kau lakukan, bodoh? Kau salah.”

Elf tiba-tiba berdiri dan mengatakannya.

Keadaan dia sebelumnya yang seperti mayat benar-benar lenyap.

“Kau selalu bilang kau suka adikmu dan seterusnya dan seterusnya, tapi kaunya sendiri tidak memahami dia―”

“Eh?”

Sebelum aku bisa menanyakan maksudnya, Elf menarikku berdiri.

Dan di waktu yang sama―

*Buk buk buk*

Aku dengar langit-langit bergetar yang seakan-akan memanggilku.

Elf melihat ke atas lalu menepuk punggungku.

“Ayo, dia memanggilmu. Ayo sana."

Aku didorongnya, lalu kakiku secara otomatis membawaku ke kamar terlarang.

“...Ini aku, Sagiri.”

Aku mengetuk dengan pelan....tidak ada jawaban.

"...Eh?”

Tapi tadi dia memanggilku...

Aku menunggu sebentar, tapi tidak ada apapun yang terjadi. Sepertinya dia kembali ke keadaan Eromanga-sensei sebelumnya.

“Sa, Sagiri?”

Aku mengangkat tanganku ke gagang pintu tanpa banyak berharap―tapi pintu tidak di kunci.

Melalui celah kecil, ruangan nampak gelap, dan tidak bisa terlihat dengan jelas.

“Aku masuk...”

Aku sedikit. ragu, aku masuk ke dalam kamar.

Dan lalu―

“....Ah.”

Ada sesuatu yang besar di tempat tidur.

“Sa, Sagiri? Apa kamu tidur?”

[....Hmh.]

“Hoo.”

Suara kurang menyenangkannya datang dari speaker komputer, bukan dari selimut...nampaknya dia membawanya dengannya.

“Kamu tidak tidur. Jadi, kenapa?"

[Hmph! Aku tidak peduli denganmu lagi! Dasar tukang ngerayu!]

“Eh? Ehhhh?”

Tunggu, apa? Kenapa kamu terdengar sangat marah?

Sudah jelas karena aku memang belum bicara padanya sama sekali sejak aku pergi pagi ini.

[Apa kencannya seru?]

“Ha?”

[....Aku tanya apa kencannya seru.]

“Apa?”

[...Cih...Dibandingkan dengan gadis yang tidak mau pergi keluar, pergi kencan dengan seseorang yang mau keluar pasti lebih menyenangkan. Kalian bahkan bisa makan kue bersama.]

“Um...Apa maksudmu tulisan Elf?”

Aku sedang berkencan dengan Izumi Masamune-sensei!

[................]

Tuh kan!

“Tunggu dulu! Itu cuma Elf yang bercanda. Aku kan sudah bilang padamu kalau aku pergi bertemu editorku hari ini! Meskipun kami makan kue bersama, bukan berarti itu kencan!"

[.......Hmph!]

“Aku cuma bilang kenyataannya! Tolong percayalah padaku!”

Kenapa aku perlu menjelaskannya pada adikku? Dan kenapa malah kedengaran seperti alasan yang dibuat-buat?

[Terus kenapa kamu membawa Elf-chan ke ruang tamu? Kalian mau apa?]

“Oi, kenapa kamu bisa tau tanpa keluar kamar dulu?"

[Hmph, aku bisa menciumnya dari kejauhan.]

Benarkah? Apa ini skill spesial seorang hikikomori?

[Terus? Kenapa kamu ciuman sama Elf-chan di ruang tamu?]

“Aku tidak melakukan itu!”

Waktu sesudah aku jelaskan padanya kalau aku ‘Pergi kencan dengan Elf’, atau aku ‘Bercumbu’ dengannya, Sagiri tiba-tiba berbisik:

[...Nii-san, kamu tidak boleh kencan dengan seorang gadis manapun seumur hidupmu, paham?]

...Dia tiba-tiba memberiku perintah tidak masuk akan itu.

“Kenapa.....seumur hidup?”

[Ya. Seumur hidup. Soalnya...]

“Soalnya?”

[Bukan apa-apa! Kenapa tadi kamu tidak langsung datang ke atas! Apa kamu tau seberapa khawatirnya aku?]

“Soalnya―”

Aku mengaku.

“Aku rasa aku...harus minta maaf padamu.”

[Apa?]

Mendengar itu, Sagiri mengeluarkan kepala dari selimut.

[Apa maksudmu?]

Aku berdiri dan melihat ke dalam matanya.....lalu mengambil napas dalam dan mengungkapkan padanya apa yang terjadi hari ini.

“Sebenarnya―”

* * * * *

Beberapa menit kemudian ―

“―Seperti itulah.”

[.........]

Sagiri keluar dari bawah selimut. Memakai piyama merah muda, dia mendengarkan tanpa mengatakan apapun.

Ekspresinya masih tetap belum berubah, tapi dia mungkin lagi tenggelam dalam pemikirannya...tapi itu hanya dugaanku.

“....Maaf. Aku dengan serampangan mempertaruhkan mimpi kita.”

[Kenapa minta maaf?]

Sagiri memiringkan kepalanya.

“Eh? Tapi itu bukan sesuatu yang boleh kuputuskan sendiri. Lagipula, pasti ada cara yang lebih aman....”

[Cara lain itu apa? Hanya membiarkan dia berkata begitu? Membiarkannya merendahkan mimpi kita?]

“Tentu saja bukan.”

Aku langsung menjawab. Ini telah menerangkan semua.

[Kalau begitu ya tak apa.]

Sagiri― bukan, Eromanga-sensei tersenyum.

[Tenang saja. Kamu tidak bisa menang kalau hanya memikirkan perihal kekalahan. Siapapun yang merendahkan mimpi kita adalah musuh kita. Ayo kalahkan dia.]

“Eromanga-sensei...”

...Aku sangat bodoh.

Elf benar.

“Ceramah yang bagus, Eromanga-sensei. Bersama, kita bisa melakukan apapun. Ayo lakukan!”

Sagiri adalah adikku, tapi Eromanga-sensei seperti kakak bagiku.

Sebenarnya dia adalah gadis yang sangat manis, tapi juga sebagai sahabat, dia sangat bisa diandalkan.

“Ayo kalahkan dia bersama.”

[Uhm...Hehe.]

Sagiri mengangguk dan tertawa dengan senang.

Lalu dia berhenti:

[Aku, aku tidak kenal seseorang dengan nama itu.]

Dia menaruh tangannya ke lantai dan melihat ke bawah.

Melihatnya seperti itu....aku merasa jantungku seperti akan melompat keluar dari dalam dada.

Aku harus menang. Aku akan melindungi mimpi kami apapun yang terjadi.

Selama aku punya Sagiri, selama aku punya Eromanga-sensei, aku bisa melanjutkan pertarungan.

Jadi―

“Hei, Sagiri.....”

[Ya?]

“....Bolehkan aku mengelus kepalamu?”

―Aku memintanya.

Sagiri mulai panik.

[Eh? Kenapa?]

“Karena aku merasa akan lebih termotivasi.”

Sagiri langsung memerah.

[.....Nii.....dasar licik.....tapi....]

“Boleh?”

[........................]

Sagiri tetap diam selama beberapa saat, lalu....

Dia melihat langsung ke dalam mataku dan bilang:

[......Hanya sebentar, boleh.]

“Baik, hanya sebentar.”

Aku dengan perlahan mengelus rambut peraknya.....

[...Um...um]

Segera setelah aku mulai, Sagiri memerah seperti marah, seperti dia terkena demam― yang juga membuat wajahku memanas.

“Jangan, jangan jadi malu.”

[Tapi.....]

Sagiri nampak tidak senang, tapi dia tidak mengatakan apapun, dia hanya melihat kebawah.

“........................................”

[................................]

............................................

Tidak ada diantara kami mengatakan apapun, tapi aku merasa begitu kepanasan.

[Um...um...]

Seluruh tubuh Sagiri membeku, dia membiarkanku mengelusnya ―

Kulit putih jernihnya berubah jadi merah.

“*Glek*”

Apa, ekspresi apa itu? Jangan membuat ekspresi seakan aku menyentuh dadamu.

Aku hanya mengelus rambutnya! Tidak lebih!

Sekarang, aku tidak bisa menghentikan diriku.

Sialan.....! Entah bagaimana, jauh di lubuk hati, aku merasa seperti iblis lahir.

Tidak tidak tidak, aku harus menarik tanganku kembali, tapi....

Tanganku terasa seperti menempel pada kepala adikku. Aku terus mengelusnya.

[....Um.]

Aku tidak pernah tahu kalau ‘mengelus kepala’ bisa seerotis ini.

Sewaktu aku semakin kacau.....

[...Nii...―-]

Sebelum Sagiri bisa mengatakan apapun ....

“Lama amat!!!!!!!――――――――――――――!!!!”

Seseorang mendobrak ke dalam dan menghancurkan suasana.

[~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~!!!!!!]

Tanpa melihat dulu siapa itu, Sagiri langsung sembunyi di bawah selimutnya.

Aku melihat tanganku, yang masih memiliki perasaan dari adikku dan berpaling kearash si penyusup– Elf.

“....Kau selalu datang di waktu yang sempurna untuk menghancurkan suasana bagus kami.”

Tapi jika situasi tadi berlanjut, aku merasa kalau sesuatu yang tidak bisa kembali akan terjadi, jadi mungkin akan lebih baik jika Elf mendobrak ke dalam.

Elf tertawa dengan malu.

“Baiklah, Masamune! Sampai kapan kau akan membuatku menunggu? Apa kau sudah selesai melapor pada Eromanga-sensei?”

“....Ah, yah, sudah. Kami berdua memutuskan untuk mengalahkan siapapun yang merendahkan mimpi kami.”

“Bertiga.”

“Apa?”

Elf menunjukan ibu jarinya di dada:

“Izinkan aku― Yamada Elf membantumu mengalahkan monster itu!”

Senyum penuh percaya diri muncul di wajahnya.

Dengan begini, Elf memasuki kamar terlarang dengan benar sambil berteriak ‘rapat strategi dimulai’.

Sewaktu Sagiri masih bersembunyi di bawah selimutnya, kadang-kadang dia mengeluarkan kepalanya.

Dia tidak suka seperti orang asing, juga tidak suka ada orang yang masuk ke kamarnya.

Tapi tidak ada apapun yang bisa dilakukan untuk mengomeli Elf. Itu tidak akan pengaruh.

“....Sagiri, haruskah aku menendanganya keluar?”

[...Lupakan. lebih mudah bicara seperti ini....ini pengkhususan.]

Suaranya datang dari speaker komputer.

....Dan itulah bagaimana rapat strategi yang dipimpin oleh Elf dimulai.

Kami duduk melingkar.

“Pertama kita bahas situasi kita saat ini.”

Elf mengambil tablet dari tasnya.

“Kalian berdua, lihat ini.”

“Apa itu?”

“Status kita.”

Yang Elf tunjukan pada kami itu...um...bagaimana aku jelaskannya...

Itu seperti status karakter dalam Log Horizon atau Dungeon ni Deai wo Motomeru no wa Machigatte Iru Darou ka.

EroMangav2 4 1.jpg
EroMangav2 4 2.jpg
EroMangav2 4 3.jpg

Seperti Elf yang menulisnya sendiri. Di dalam layar. Baik gambar dan catatan ditulis tangan olehnya. Rasanya agak mirip dengan ‘sebuah diary memalukan’ dari anak SD.

Izumi Masamune, Yamada Elf, Senju Muramasa tiga gambar dengan daftar skill dan status.

“Aku yakin nama skill ini dijiplak dari suatu tempat..."

“Apa kau bilang?”

“Bukan apa-apa. Maksudku, gambarmu sangat bagus.”

“Dibandingan dengan ilustrator profesional, itu bukan apa-apa. Kadang-kadang Eromanga-sensei dan aku saling bertukar E-mail juga. Yah, seperti yang kau lihat, ini adalah daftar semua status kita sekarang berdasarkan apa yang kupelajari dari God Eye-ku[3]. Kau bisa mengerti kekuatan bertarung kita dari gambar ini.”

“.............................Ya, kau benar.”

Dari yang kulihat, diantara kami bertiga, Muramasa adalah dewa.

Dengan segunung skill kelas A, itu seperti segelintir karakter utama dalam web novel.

Ngomong-ngomong, kalau kami menggunakan Muramasa sebagai dasar patokan, maka kekuatan tempur Elf sedang, dan milikku terlampau rendah.

Yah, rumus jumlah penjualan = poin tempur itu buruk. Melihatnya hanya buat orang frustasi.

Ah tapi... sepertinya Elf serius dengan yang satu ini.

Kalau hanya bercanda, aku yakin karakternya akan punya status setinggi langit dan banyaknya skill sama seperti cabang pohon.

Saat ini, dia dengan serius memetakkan status lawannya.

Setidaknya ini punya arti.

“Terus? Apa kau berencana menunjukan kami seberapa banyak kelemahan yang kita punya?”

“Ya. Turnamen Dunia Light Novel ini diputuskan oleh voting pembaca. Maka, penulis yang lebih terkenal, lebih unggul. Jumlah penggemar Senju Muramasa lima atau enam kali lebih banyak dariku. Selama Muramasa tidak dengan sengaja menulis sesuatu yang buruk, orang-orang ini akan memvotenya sebagai favorit mereka.”

“Kau benar.”

Ini mau bagaimana lagi. Tidak ada yang namanya kompetisi yang benar-benar adil.

Seorang penulis terkenal akan punya keunggulan. Aku sedikit cemburu.

“Maka, jika kau ingin menang darinya― kau harus menulis sesuatu yang bagus cukup untuk mencuri penggemar ini. Kau harus membuat orang-orang yang membeli majalah hanya demi membaca cerita Senju Muramasa menyadari kalau Izumi Masamune lebih baik.”

“Kau.....benar.”

Meskipun ada pesaing lain. Muramasa punya penggemar terbanyak.

“Di sinilah sulitnya."

Aku bisa dengan mudah mengancurkan Izumi Masamune –adalah apa yang dia pikirkan ketika dia menerima tantanganku. Aku ini sebagai tim pendatang di sini, aku akan kalah kecuali jika aku bisa mengalahkannya.

“Baiklah, dimengerti.”

“Bagus.”

Elf mengangguk, dia nampak sedang dalam mood bagus.

Masih bersembunyi di bawah selimut, Sagiri bertanya:

[....Hei, kenapa Muramasa mencoba memilih bertarung denganmu?]

Dia dengan jelas memfokuskan perhatiannya padaku.

“Tidak tau....aku sangat-sangat tidak punya ingatan tentangnya. Hari ini adalah pertemuan kami yang pertama.”

“Sungguh? Mungkin kau lupa? Aku tidak yakin ini pertemuan kalian yang pertama.”

Elf bertanya juga. Aku menggelengkan kepalaku.

“Tidak, aku yakin itu pertemuan pertama kami.”

Bukunya sama punya genre yang sama dengan milikku, bagaimana bisa aku melupakan penulis seperti itu?

“Hm ~ Lupakan.”

Elf tersenyum bahagia:

“Kukuku....jadi semakin menarik. Kupikir wanita itu tidak pernah peduli menang atau kalah. Sekarang...wanita itu, yang selalu memandang rendah pada orang lain akhirnya jadi serius! Dia marah! Jika dia kalah, aku yakin dia akan sangat frustasi, sangat marah! Hanya memikirkan tentang ini saja membuatku senang! Hehehe, aku jadi bergairah!”

Karakteristik Elf dan Muramasa terlalu jauh,mungkin akan lebih baik jika mereka tidak pernah bertarung.

Elf menepuk punggungku:

“Aku serahkan padamu, pangeranku! Kalahkan musuh putrimu!”

“Jadi itu alasanmu membantu kami!”

......Yah, lagipula aku akan menang.

*Buk buk buk* Sagiri nampak bingung, dia memukul-mukul tempat tidurnya.

“―Lalu aku akan menulis seuatu untuk ikut serta Turnamen Dunia Light Novel ini.”

Dalam kamar terlarang, setelah memastikan semuanya, aku melihat muka Elf.

“Kau bilang kau akan membantu kami, tapi persisnya apa maksudmu?”

Aku harus menanyainya, aku belum pernah punya penulis pembantu sebelumnya. Meskipun pernah ada lebih dari satu penulis saling berbagi satu nama pena, tapi aku tidak pernah ada dalam situasi seperti itu.

“Sebelum aku menjawab pertanyaanmu, aku harus tanya dulu: bagaimana kau akan menang melawan Muramasa? Apa rencananya?”

“Tidak ada. Aku akan menulis secara normal dan menang secara normal.”

*Puk puk puk puk* dibawah selimut, Sagiri menunjukkan kesetujuannya.

“Kalau aku masih tidak bisa menang, itu artinya mimpi kami tidak akan pernah jadi kenyataan.”

“――――”

Entah kenapa mata Elf terbuka lebar, lalu dia menggeleng-gelengkan kepala:

“Begitu yah. Menulis secara normal, menang secara normal – bagus. Aku suka itu.”

“Lebih spesifiknya, aku berencana merubah light novel soal adik perempuan itu jadi sesuatu yang pas untuk Turnamen Dunia Light Novel.”

Untuk mempersingkatnya jadi 60 halaman, rasanya aneh.

“Ah, maksudmu light novel yang seperti surat cinta yang juga mengalahkan aku itu?"

“Tolong jangan menyebutnya begitu!”

Itu memalukan!

“Hm, itu sesuatu yang pasti punya kesempatan untuk menang. Tapi aku ragu kalau tidak membaca outline-mu dulu.”

*Buk buk buk buk*

“―Eromanga-sensei bilang ‘Aku akan mengirim outline-nya padamu sekarang;.”

“...Kalian sudah bisa saling membaca pikiran satu sama lain....Baiklah, mari kita lihat. Ngomong-ngomong―Kau tanya bagaimana aku akan membantumu?”

Elf menunjuk dirinya sendiri:

“Aku akan menggunakan God Eye-ku untuk membatumu berlatih.”

“Berlatih?”

“Ya, berlatih bagaimana menulis cerita pendek yang bagus. Setelah bertemu danganmu, aku membaca beberapa novelmu. Skill menulis cerita pendekmu lebih lemah dari skill menulis light novelmu.”

“.....*Glek*.”

“Aku akan terus terang saja, sekarang ini, kau tidak akan bisa menang melawan pemula-pemula itu, apalagi Muramasa.”

“*Glek glek*....”

Aku tidak bisa mengatakan apapun untuk menjawabnya. Elf menunjukku dan mengeluarkan serangan jitunya.

“Singkatnya, skillmu dalam menulis cerita pendek super lemah.”

“Maafkan aku, tapi itu persis seperti apa yang kau katakan!”

Sejak debutku, aku sudah buruk dalam menulis cerita pendek.

“Meskipun aku tidak tahu seberapa panjang cerita yang akan aku tulis. Aku benar-benar tidak bisa menulis cerita pendek.”

“......Jadi bagaimana kau menulis cerita pendek, dulu?”

Elf memberiku tatapan mata setengah-terbuka. Aku mengaku:

“Itu cuma kebetulan.”

“Terima kasih atas jawaban terus terang dan bodohmu. Karena kau terlalu bergantung pada skill menulis cepatmu waktu kerja, skillmu dalam aspek ini tidak berkembang – itulah yang jadi masalahnya, mulailah berlatih.”

Elf melipat jarinya di depan dada:

“Dalam manga, anime, dan light novel― sebelum kau bertarung dengan kekuatan penuh, kau harus berlatih dulu, kan?”

“Berlatih menulis cerita pendek yang lebih baik? Apa itu caramu membantuku?”

“Ya. Mulai sekarang, panggil aku Elf-sensei.”

“Aku ragu bakal berguna, Elf-sensei. Ini kenyataan, bukan manga. Aku tidak harus bertarung secara fisik, hanya kompetisi novel. Lagi pula, aku tidak punya Seishin to Toki no Heya[4] atau aku harus masuk Tartarus[5] untuk latihan.”

“Kau harus.”

“Um?”

Elf-sensei tersenyum dan membuat segel tangan Tajuu Kage Bunshin no Jutsu[6].

“Naruto contohnya, kau bia menggunakan teknik bayangan untuk meningkatkan efisiensi dari latihanmu.”

“Mana bisa aku melakukan itu! Aku bukan ninja!”

“Menulis sangat cepat sama saja dengan kau terbelah jadi dua!”

“.............Apa?”

Apa kau serius?

Tapi, alasanya terdengar sangat aneh.....

“Apa mungkin...kau....”

“Ya. Kau pernah bilang kau bisa menulis 200 halaman per hari, bukan? Sekarang cerita pendek adalah 60 halaman, bagaimana kalau menulis dua cerita per hari – tidak, sepuluh cerpen per hari. Aku akan membaca apapun yang kau selesaikan dan menilaimu.”

*Shh shh* Elf membuat segel macan dengan tangannya.

“Ini motode latihan menulis cerita pendek rahasia Elf! Kau seharusnya menang melawan Muramasa dengan ini!”

“Jadi sebenarnya, ini metode latihan yang super sedehana?”

Jadi, metode rahasia menulis cerita pendek ala Elf hanyalah―

1.Menulis seperti orang gila.

2.Tunjukkan cerita pendek yang sudah kau selesaikan pada orang lain.

3.Berdasarkan pada pendapat orang itu, buat perubahan.

―Itu sangat sederhana. Tulis-periksa-kembangkan.

“Ini metode latihan menulis cerita pendek tercepat. Terlalu sederhana? Apa ada yang salah?”

“Metode sederhana yang mengalahkan lawan kuat lebih keren, bukan?”

“Bukankah kau punya mimpi besar? Pangeranku, tunjukkanlah padaku!”

Setiap kata Elf memukulku dengan sangat dalam.

“......................”

Dia benar. Sangat-sangar benar. Tidak ada yang perlu dibetulkan darinya.

Tidak tunggu,ada.

“Aku tidak bisa menulis sepuluh cerita pendek setiap hari. Dan bagaimana bisa 200 dibagi 60 sama dengan 10?”

“A, A, Aku juga tau! Itu hanya kiasan! Tentu saja aku tahu bagaimana caranya membagi.”

Terima kasih, Elf-sensei.

Setelah kami memutuskan untuk mengambil pilihan ini, aku jadi semangat.

Aku tidak mengatakan apapun, dan hanya dengan diam berterima kasih pada teman manisku.

* * * * *

Dan kemudian―

Aku mulai menjalani motode latihan menulis cerita pendek rahasia Elf setiap hari.

“Hei, apa ini? Ini lebih dari seratus halaman! Bodoh! Lebih pendek!”

“Dengar, Masamune! Kali ini adalah kompetisi cerita pandek! Bahasa jepang punya banyak kata, berhati-hatilah dalam memilihnya!”

“Tidak ada orang yang akan membeli majalah untuk membaca novelmu. Jika kau menulis terlalu sederhana, pembaca akan mengabaikannya!”

“Susunanmu kacau! Sudah kubilang, kau harus mulai dengan adegan yang akan memikat pembaca! Kau hanya punya 60 halaman! Setiap dari mereka sangatlah penting!”

“Kau pikir kau bisa menghidupkan si karakter utama perempuan hanya dengan beberapa kata sederhana? Bodoh! Jangan merendahkan cerita romantis!”

“Seperti yang kubilang! Perempuan utamamu muncul terlalu cepat! Waktu pengungkapan perasaan adalah kartu andalanmu, kau hanya bisa menggunakannya sekali! Pukulan spesial digunakan di timing yang sempurna!”

“Hei hei hei hei hei hei hei hei hei hei hei hei !!!!!!! kenapa gadis ini sangat terlihat sepertiku? Dasar......”

Dan begitulah ―

Di bawah amukan Elf-sensei, aku mencoba yang terbaik untuk menulis cerita pendek.

Dua atau tiga cerita pendek perhari....60 halaman.

Lalu aku menyerahkannya pada partner terpercayaku untuk dibaca, direview, didebatkan, dan didiskusikan...

Lalu perbaiki dan ulangi.....

“Bagus, kau sudah membuat beberapa perkembangan. Lulus.”

“Tapi kau akan terus mencoba, kan? Mencoba setiap hari! Meskipun hanya menambah kesempatanmu satu persen― tidak sepertiku, kau hanya manusia.”

* * * * *

Manuskrip untuk kompetisi itu harus di serahkan hari terakhir bulan ini. Makannya, aku terus berlatih.

Masih ada waktu yang tersisa.

Di antara mereka, hari ini seperti hari-hari lainnya.

Sudah gelap. Elf dan aku duduk di ruang tamu kediaman Izumi, tengah mendiskusikan pekerjaan rumah terakhirku. Sekarang manuskripiku untuk diikut sertakan dalam Turnamen Dunia Light Novel sebenarnya sudah selesai, aku menunggu adanya inspirasi untuk menyelesaikannya. Dengan kata lain―

“Sebaiknya judulnya bagaimana?"

Ya. Itu bagian terpenting dari setiap cerita.

Aku masih belum memutuskan judulnya.

“Kau masih belum memutuskan nama... aku tidak percaya kau sudah punya outline.”

Ngomong-ngomong, outline yang aku serahkan dulu judulnya 'perihal adik perempuan (tanpa nama)’.

“Itu cara aku kerja, hanya memberi judul setelah selesai."

Mereka seperti anakku, bagaimana bisa aku dengan asal-asalan menamai mereka.

“Aku selalu memutuskan judul dulu sebelum yang lain. Ceritaku berdasarkan judul itu. Mereka seperti anakku― bagaimana bisa kau dengan asal-asalan melahirkan anak.”

Aku yakin dia akan tumbuh jadi ibu yang sangat ketat pada anaknya.

“Lagian, hari ini kau harus memutuskan judulnya.”

“Aku setuju. Aku akan terima usulan.”

“Sudah kuduga kau tidak punya ide.”

Elf tertawa.

“Jadi kita tunggu datang inspirasi darimu dulu?”

“Kau tidak punya ide juga, 'kan? Yah, aku juga mengerti.”

Di saat seperti ini, partnermu adalah orang sangat mengerti dirimu.

Aku tidak bisa melakukan apapun tanpa inspirasi.

“Terus, apa kau punya judul yang bisa memacing inspirasimu?” tanyaku.

“Gampang, tenang saja – bagaimana denganmu, Eromanga-sensei?”

Elf bertanya pada tablet di meja.

Suara Eromanga-sensei datang melalui pengubah suara:

[Tidak masalah juga. Dan aku tidak kenal seseorang dengan nama itu.]

Meskipun biasanya aku berlatih di ruang tamu, Sagiri lebih suka tetap berkomunikasi dengan kami, jadi kami menggunakan cara ini untuk menghubungkan dua ruangan.

Dia bilang itu untuk ‘Memantaumu jika kau melakukan sesuatu yang mesum pada Elf-chan’. Seorang kakak tanpa kepercayaan dari adiknya sangatlah menyedihkan.

Aku tidak punya hubungan seperti begitu dengan guru tetanggaku― berapa kali aku harus bilang padanya supaya dia mempercaiku?

―Ketika kami berdiskusi.

*Ding dong* bel berbunyi.

“Aku akan melihatnya.”

Aku meninggalkan ruang tamu, menuju ke pintu masuk.

.....Apa Megumi datang untuk mengembalikan bukuku? Tidak, kalau dia pasti terus-terus memencet bel. Tapi siapa yang mau datang ke sini jam segini?

Karena aku tidak tau siapa, aku menenangkan pikiran.

“Ya ~ Siapa―”

Aku tersenyum dan membuka pintu. Di luar adalah―

“―Ah?”

Aku mengeluarkan suara aneh.

Siapapun akan melakukan hal yang sama, karena itu adalah―

“Masamune-kun, aku datang untuk menyarankanmu menyerah.”

Nemesis-ku, Muramasa-senpai muncul dengan seragam pelaut.

Aku berdiri di sana terbengong. Ada banyak yang ingin kutanyakan, aku memikirkan apa yang harus kukatakan.

Pada akhirnya, aku bilang:

“Kau, kau.....bagaimana....?”

“Ah? Seragam ini?”

Muramasa-senpai menunjukanku bagian depannya:

“Rumahmu sangat jauh dari rumahku, jadi aku datang kesini sepulang sekolah. Aku masih pelajar, jadi aku harus pergi ke sekolah.”

Tidak seperti Elf atau Sagiri, dia bekerja sambil pergi kesekolah ―

“Itu bukan yang kumaksud! Kenapa―”

“Sejujurnya, aku datang kesini hari ini berharap untuk memperbaiki kesan pertamamu padaku. Meskipun aku tidak berencana mengatakan itu selama pertemuan pertama kita, nampaknya aku benar-benar menyinggungmu.”

Dia datang kesini untuk memperbaiki kesanku terhadapnya?

Tidak tidak tidak! Ada yang salah di sini.

Sama seperti pertemuan pertama kami, aku tidak bisa mengetahui apa yang dia pikirkan.

Mungkin departemen editor-ku membongkar informasiku. Mataku di penuhi kemarahan sekarang.

“Editorku bilang laki-laki biasanya menyukai perempuan dengan seragam pelaut. Kamu tahu, sering cover dari light novel punya gambar perempuan berseragam, bukan? Yah, meskipun tidak bisa kita bandingkan dengan cover buku.”

Sewaktu dia bicara, matanya memancarkan kilatan berbahaya, tapi dengan cepat kembali seperti biasa:

“―Begitulah. Aku tidak yakin mengenakan seragam akan membantu atau tidak, tapi kesempatannya terdengar bagus.”

Apa yang dia pikirkan? Aku tidak bisa memahami dia.

Mungkinkah dia datang untuk mempermainkanku? Aku berganti ke nada marah:

“Tidak ada yang tanya soal pakaianmu. Aku tanya kenapa kau disini?”

“Maksudmu alamat? Editor yang bilang padaku.”

Sialan, beraninya membeberkan informasi orang lain seperti itu!

“Terus aku tiba-tiba punya ide ― dan beginilah."

Menyerah.

Dia ingin meyakinkanku untuk menyerah tanpa bertarung?

“Kamu tidak perlu jadi berhati-hati. Bagiku, ini hal bagus untukmu.”

“..................?”

Aku menyipitkan mata. Muramasa tersenyum dan mengulurkan tangan:

“Masamune-kun, jadilah milikku.”

Itulah yang dia katakan.

“.....Ha? Hahhhhhhhh????”

Aku melihat ke langit dan meledak dalam tawa. Wajahku kemungkin besar memerah sekarang.

“Jadi milikmu? Kau ini bicara apa?”

“?”

Mata Muramasa terbuka lebar― lalu dia memerah juga.

“Kamu, kamu....jangan salah paham dulu!"

“Hei, apa kesalahpahaman yang bisa muncul dari kata-kata tadi?"

“Bukan begitu! Maksudku barusan adalah ‘Jadi novelisku’!”

“Kupikir maksudmu ‘Jadi pacarku’!”

“Jangan mengatakannya keras-keras!”

Aku menyadari kelemahan Muramasa. Dia benar-benar tidak bagus dengan hal mesum― segera setelah topik itu di ungkit, dia kehilangan ketenangannya.

Tapi yah, informasi itu tidak berguna dalam kompetisi mendatang.

“Masih tidak jelas. Novelismu? Apa maksudnya?”

“Persis seperti apa yang kukatakan. Kau akan menulis novel hanya untukku! Sebagai balasannya, aku akan membayarmu!”

“............”

“Bagaimana menurutmu?”

Melihat dia memiringkan kepalanya dengan cara yang imut membuatku jadi lebih marah.

Dari rupanya hingga logatnya, keduanya manis. Kalau dia bukan musuh bebuyutanku, aku akan jatuh padanya.

Tapi kami bermusuhan.

Tidak seperti saat berduel dengan Elf bulan lalu – Muramasa adalah musuh bebuyutanku.

Bagaimana bisa aku jatuh padanya?

Tidak peduli kalaupun dia novelis yang lebih baik dari pada aku.

Menjadi novelisku...aku yakin dia mempermainkanku.

“Tidak peduli apapun yang kau katakan, aku masih tidak bisa mengerti bagaimana bisa kau datang dengan saran ini. Ini pasti jebakan. Apa kau ingat apa yang telah kau katakan?”

Karena aku membencimu. Izumi Masamune― aku membenci orang yang memegang teguh mimpi kenanak-kanakan itu. Kali ini, mimpimu menghalangi mimpiku, aku membencimu karena menulis novel yang tidak berguna seperti itu.

“―Setelah berkata begitu, kenapa kau sekarang menyarankan ini?"

Mendengar pertanyaanku, Muramasa nampak terkejut, seperti dia terperleset. Lalu matanya terbuka lebar:

“Itu karena ―“

“BERHENTIIIIIIIIIIIIIIII!”

Sebelum dia bisa mengatakannya, seseorang menyela.

Diikuti suara langkah kaki, Elf muncul , masih memegang tabletnya.

Melihat Muramasa, Elf dengan pelan berjalan ke sampingku dan bicara dengan nada merendahkan:

“Masamune, aku akan mengatakan ini untuk kebaikan dirimu― akan lebih baik kau tidak menanyakan tentang itu ”

“Elf....Apa maksudmu?”

“Lebih spesifiknya, kau seharusnya tidak mencoba untuk memahami apa yang dipikirkan seorang gadis. Jika tidak, kau pasti dikutuk.”

Sampai sekarang, dia masih berkata dengan berbelit-belit.

“Terlalu merepotkan, tolong bicaranya dengan cara yang bisa kumengerti.”

Karena aku sudah dikutuk oleh Muramasa dari tiga tahun yang lalu.

“Karena kau terlalu baik, jika kau mendengarkannya, kesempatanmu untuk menang akan menurun.”

.....Kau terlalu khawatir. Bahkan aku tidak akan menunjukan perasaan apapun terhadap musuh bebuyutan.

Tapi....aku masih mengangguk.

“Elf-sensei benar. Tidak ada yang perlu di dengarkan dari musuhku.”

“Itu bagus.”

Elf mengangguk dengan puas, lalu menaikan dagunya di depan Muramasa.

“―Sudah selesai. Tidak ada yang bisa di rubah lagi perihal ini. Enyahlah.”

Meskipun dia dengan jelas di usir, bibir Muramasa sedikit dinaikan...meskipun ini reaksi yang normal, tapi jarang untuk melihat ekspresi normalnya begini.

“Yamashita-sensei.”

“Yamada! Yamada! Jangan salah menyebut namaku!”

“Kalau begitu...Yamada-sensei...aku ingat sudah memberitahumu untuk menyingkir.”

“Tidak akan~”

Elf dengan senang hati menolaknya.

“Meskipun penjualanku lebih kecil dari punyamu, dan aku tidak punya apa-apa untuk disombongkan― mungkin setelah animeku airing, aku bisa dapat beberapa juta lagi, jadi aku tidak perlu mundur! Tunggu dan lihat saja!”

Aku tidak yakin anime bisa mendorong penjualanmu sampai sebanyak itu.

Tetap saja, dia nampak senang, jadi aku akan membiarkan ini bergulir.

Kalau bahkan, novelis yang penjualannya enam kali lebih tinggi dari Elf tidak bisa mengatakan apapun untuk membalasnya, aku ragu ada orang lain di dunia ini yang bisa.

Seperti yang kuduga, Muramasa menyerah mencoba membuat Elf diam. Dia bertanya:

“Yamada-sensei― kenapa kau ada di rumah Masamune?”

“Karena kami tinggal bersama.”

“Apa?”

“Pffffffff!!!”

Apa dia bilang?

Bahkan musuh bebuyutanku terdiam.

*Buk buk bam bam bam*<nowiki> Sagiri menunjukan kemarahannya. “....Bisakah kau tidak menyamakan ‘Tetangga’ dan ‘Tinggal bersama’?” Aku mendapatkan kembali kontrol napasku. Mendengar itu, Muramasa juga menghela napas. “Jangan menakutiku seperti itu. Aku hampir saja memanggil polisi.” Bisa tolong tenang? Rumahku dan rumah di sebelah dipanggil ‘Tanah terkutuk’ oleh orang-orang, jadi jangan membuatnya makin buruk. “Jangan kuatir soal itu! Aku sudah memberitau semua yang terlibat.” “Apa ada orang yang paham menggunakan internet disini selain diriku?” Pertama Eromanga-sensei, lalu Megumi, sekarang Elf juga...tolong berhati-hatilah ketika kalian mem-''post'' sesuatu di internet! Bisa saja menyebabkan skandal! Aku bisa melihat badai datang! “Jangan membicarakan omong kosong― aku mengerti situasimu, tapi aku tidak akan pergi begitu saja.” Muramasa tiba-tiba terdengar serius. Aku mendengar suara seperti pedang dicabut dari sarungnya. “Masamune-kun, terimalah saranku. Lalu kamu bisa mengerti mimipiku sebelum mimpiku menghancurkan mimpimu.” “Jika kamu―ingin terus hidup seperti ini.” :::::::::::::::::: * * * * * Elf, Eromanga-sensei (via Skype), dan aku berdebat melawan Muramasa di ruang tamu kediaman Izumi. Aku masih tidak paham, tapi apa yang dia katakan tadi terdengar seperti sesuatu yang bos terakhir dalam sebuah RPG akan katakan. Itu satu susunan kata yang teratur dan mengandung maksud yang jelas― aku tidak bisa berpura-pura seperti aku tidak mendengarnya. (Jika kamu ingin terus hidup seperti ini, maka dengarkan aku.) Kalimat itu menamparku sangat dalam. Tidak mungkin untuk tidak mendengarkannya. Tapi....jika aku medengarkan, itu berarti aku mengabaikan nasehat Elf. Apa mimpi Muramasa? Bagaimana bisa dia menyebut mimpi kami kekanak-kanakan? ''Jadilah milikku!'' Apa maksudnya? ''Apa dengan mengganti si fokus utama percakapan ini demi mendapat jawaban itu bagus untuk dilakukan?'' Sewaktu aku memikirkan itu ― “Masamune, menyingkirlah, sekarang giliranku.” Elf duduk seperti seorang seorang master dan mendorongku ke samping. Apa itu? Jangan mencuri rumahku dariku! “Yamada-sensei. Ini agak terlambat, tapi aku berharap kamu tidak menyebabkan masalah apapun.” Muramasa masih dengan tenang meminum kopi. Gerakannya elegan dan sopan. “Aku tidak ingin menyebabkan masalah. Tapi aku harus memberitahumu ini, Masamune: kamu seperti protagonis light novel. Aku hanya akan mengatakanya sekali, jadi dengarkan baik-baik. Jika kamu ingin membunuh bos, tanyalah dulu padaku sebelum mengambil keputusan.” Masih duduk seperti seorang master. Dia mengangkat tangannya seperti pistol dan mengarahkannya pada Muramasa. “Hari ini, kau tidak hanya menghina Masamune tapi kau menghina kami.” “....''Kami''....siapa itu kami?” “Aku....” Elf menunjuk tablet―Eromanga-sensei, lalu menatap ke langit-langit: “Dan putri yang tinggal dilantai atas.” Hari ini Muramasa tidak hanya menghinaku, tapi Elf dan Sagiri juga? Apa artinya ini? Aku masih tidak mengerti apa yang Elf katakan. Dengan lambaian tangan yang di lebih-lebihkan, Elf berteriak: “Lantai pertama adalah daerahku, lantai dua adalah miliknya. Aku akan menghadang setiap tamu yang tidak diundang sepertimu karena tidak ada orang lain lagi yang bisa.” ''Eh? Siapa yang jadi fokus utama percakapan ini? Sejak kapan tetanggaku mengambil tempatku dariku?'' Di waktu yang sama, setelah mendengar kalimat Elf, Muramasa.... “.........” Dia..... Aku secara jujur mengulangi apa yang aku lihat disini - dia mengambil buku catatan dari tasnya dan mulai menulis. Buku catatan biru tua di tangan kirinya, tangan kanannya mulai bergerak dengan kecepatan tinggi. Itu tidak sama seperti irama Eromanga-sensei - itu terasa seperti setegak gunung. Melihat Sagiri ketika dia bekerja membuat orang bahagia. Melihat Muramasa membuat orang tegang hingga sulit bernafas. Seperti aku berdiri di depan suaka atau semacamnya. Atsmosfer jadi tegang gila. ....Aku tidak tau bagaimana dia menulis sebelumnya. Sekarang aku tahu. “Hei....apa kau dengar deklarasi kerenku barusan?” Elf masih bisa bicara secara normal dalam situasi seperti ini, tapi sarafnya mungkin berhenti bekerja. “................” “Jangan mengabaikanku!” Elf nyaris berteriak. Lalu, Muramasa menjawab: “Sekali lagi bunyi ribut, aku akan membunuhmu.” Langsung secara blak-blakan. “Sekarang saat yang penting. Tunggulah.” Bahkan ketika dia bicara, dia tidak melihat keatas― penanya pun tidak melambat. “Hei, Apa kau menulis novel? Sekarang? disini?” “..............................................................” Dia tidak seperti mendengarkanku. “<Nowiki>~~~~~~~~~~~~~~~~~~</nowik>” Elf mengepalkan tinjunya, pelipisnya berkedut. Dari tablet di atas meja, suara Eromanga-sensei datang: [Sama seperti Nii.] “Eh? Eh? Tidak, itu tidak mungkin! Hei, katakan sesuatu!” Aku memberi pandangan memohon pada Elf. “Itu sama persis! Bahkan cara kalian membalas juga sama!” Teriak Elf. “.........Sungguh?” “Sekarang kau tahu bagaimana bodohnya kau kelihatannyat? Cepat renungkan dirimu sendiri! Ini kesempatan untuk melihat poin burukmu yang biasa terlupakan!” Elf melipat tangannya di atas dada, lalu melirik Muramasa dan bertanya padaku: “Jadi? Jelaskan kenapa seseorang sepertimu bertingkah seperti ini?” “Bagaimana bisa aku tahu?” “.................<Nowiki>*Jiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii*”

Ada apa dengan tatapan itu? Kau seperti mengira aku ini bohong!

Aku melihat tiruanku, yang sedang menulis dan berkata:

“....Lagi ada inspirasi? Cuma itu yang terpikirkan."

Elf masih menatap padaku:

“....Singkatnya, mengabaikan seluruh dunia? Hanya untuk menulis novel?”

“Mungkin?”

“Tidakkah kau pikir itu kasar?”

“Mau bagaimana lagi! itu momen berinspirasi! Kita harus menulis! Aku dulu seperti itu juga! Pernah bahkan aku mulai menulis waktu lagi jalan!”

Tunggu, kenapa aku malah menjelaskan Muramasa?

Elf mendesah dan kembali ketempat duduknya.

“Gadis yang egois. Mau bagaimana lagi....kita tunggu. Masamune, buatkan aku kopi.”

[Aku juga.]

“Iya iya."

Dan lalu aku membuat kopi untuk Elf, Eromanga-sensei―juga musuhku yang fokus menulis non-stop.

Dua puluh menit kemudian―

Muramasa masih menulis.

Sampai kapan dia mau menulis novel di dalam markas besar musuhnya?

“?”

Dia sedikit tersenyum, yang membuat matanya nampak lemah lembut.

“................”

Perasaanku jadi runyam. Apa itu caranya dia selalu menulis sebuah mahakarya?

Dia terlihat sepokus adikku ketika dia sedang menggambar.

“....Ughhh..”

Aku memijat keningku.

Kekhawatiran Elf benar, aku terlalu baik dalam menganggap seseorang.

Kecuali jika aku sedikit mengeraskan hatikku― aku mungkin tidak akan bisa membenci musuh terbesarku.

Tentu saja aku masih akan menang, tapi....

“Tetap saja....”

Jangan bilang dia akan duduk di sini sampai dia selesai? Ini sudah gelap!

Meskipun aku bilang begitu, aku tidak benar-benar peduli tentangnya.

“Itu....nampak bagus....”

Karena aku bergerak kebelakangnya, aku diam-diam melihat novel yang penulis terkenal Senju Muramasa tulis.

“Uwa....serius....benar-benar bagus!”

Di sebelahku, Elf juga menatap pada Muramasa.

“Itu― tidak seperti Fantasy Blade yang terbengkalai.”

“Novel baru. Apa dia berencana mengirim ini untuk ambil bagian dalam Turnamen Dunia Light Novel?”

“Tapi apa ini hanya satu bab? Kita harus menyerahkan manuskrip besok.”

Sudah hampir saatnya.

Kelihatannya yang Muramasa tulis bukanlah kelanjutan Fantasy Blade atau membuat novel untuk melawanku. Itu masihlah baru, ditulis di rumahku yang idenya dia dapat sewaktu berkunjung.

Ngomong-ngomong, sekarang kami semua berdiri. Muramasa duduk di tempat duduknya sedang Elf dan aku berdiri di belakang. Tablet yang menghubungkan kejadian dengan kamar terlarang ada di atas meja. Eromanga-sensei mungkin juga memperhatikan Muramasa.

[....Nii-san.]

Suara Sagiri datang dari tablet.

“Ada apa Sagiri? Apa kamu lelah?”

[Karena dia sangat fokus, mungkin dia tidak akan sadar kalaupun kamu berteriak atau melakukan sesuatu padanya.]

“Ya, jadi― apa yang kamu pikirkan?”

[Angkat sedikit roknya supaya aku bisa melihatnya.]

“Kamu! Tolong berkelakuan secara normal demi aku!”

Kamu bisa berkata seperti itu di situasi seserius ini?

Lihat keadaannya! Keadaannya! Kamu menakutiku!

[Tapi....ini kesempatan langka.]

“Dia benar.”

Elf juga berpikiran sama?

“Ini kesempatan Masamune? Cepatlah ambil gambar buat mengancamnya nanti!”

“Siapa yang jahatnya disini?”

"Kuh! Bagaimana....dia ini musuhmu! Kenapa kamu melindunginya?"

Mendengar dia mengatakan itu, aku sebenarnya jadi sedikit memikirkannya―

Tunggu tunggu, kenapa jadi seperti ada yang merasuki aku! Apa sisi buruk Elf menghantui aku?

“Tidak tidak tidak.”

Aku merasa aku mulai gila.

“Tidak tidak, mana mungkin aku peduli padanya―“

Aku melompat ke depan Muramasa dan membentangkan tanganku:

“Hanya aku yang boleh mengambil celana dalam Muramasa-senpai.”

“.....................................kamu bilang apa?"

“Eh? Ehhhh?”

Aku berbalik dan melihat musuh abadiku melihat aku, wajahnya memerah.

Kapan dia selesainya?

Dia menutup buku catatannya dan dengan gagap berkata:

“Ap, apa....kamu ingin pakaian dalamku?”

“Tidak, tunggu!”

Aku memaksa mataku menjauh dari paha musuhku, dan mencoba merubah topik pembicaraan:

“Kenapa kau tidak melanjutkan seri Fantasy Blade lagi?”

Meskipun ini hanya asal-asalan, sejujurnya aku memang ingin tahu jawabannya.

“Penggemarmu menunggu! Animemu juga menunggu! Kenapa kau tidak menulisnya lagi?”

Penerbit juga khawatir. Termasuk departemen editorial.

“Mungkinkah―”

Sebelum aku menyelesaikan kata-kataku, Muramasa menjawab dengan sesuatu yang tidak terduga. Dengar, dia bilang:

Fantasy Blade itu apa?”

“――!?”

[――!?]

Semuanya terdiam, aku merasa udara dingin menusuk sampai ke tulangku.

“Apa, apa, apa kau bercanda denganku?”

Bahkan Elf saja berkeringat.

“Dengarkan aku! Seharusnya ada batasan untuk kebodohan gilamu! Fantasy Demon Blade Legend, paham?”

“Hm....itu kedengaran familiar....”

“Bagaimana bisa kau tidak tahu tentang itu? Itu bukumu!”

Elf menggenggam leher Muramasa dan menggoyang-goyangkannya, kalau dia sedikit lebih lambat tadi, aku mungkin jadi orang yang melakukanya. Melakukan itu bukanlah sesuatu yang akan aku tunggu.

“Ah...aku menulisnya? Judul itu....bukankah itu hal yang sama dengan yang editorku terus minta padaku? Aku sering dengar sesuatu soal blade atau katana....”

Apa...itu?

“Bagaimana bisa kau tidak tau judul dari novel yang kau tulis― dan kenapa kau tidak memberi mereka judul?”

Setelah sangat banyak digoyang, Muramasa jadi sedikit bingung:

“Light novel adalah sesuatu yang kutulis untuk diriku sendiri! Yang penting isinya bagus, sisanya hanya tambahan.”

Yah, kalau kuingat benar-benar, bukunya belum pernah ada bagian tutur kata[7].

Selain isinya, tidak ada hal lain dalam bukunya.

Sisanya....hanya tambahan?

“Bagaimana bisa kau menerbitkan bukumu tanpa nama? Dulu waktu kau menerbitkannya bagaimana?"

“Aku hanya menulisnya. Sisanya, aku tidak tahu dan tidak peduli.”

Muramasa dengan sederhana menjawabnya, aku tidak perlu punya intuisi setajam Elf untuk tau - dia tidak berbohong.

Aku yakin Fantasy Demon Blade adalah nama yang orang lain pilih untuknya. Bahkan dianya sendiri tidak tau soal itu.

Acara penandatangan. Pesta. Pertemuan anime. Dia tidak pernah ikut serta di dalamnya.

Dia bahkan tidak tau jumlah penjualannya sendiri.

Itu karena dia menganggap itu semua hanya sebagai tambahan.

Dia tidak pernah sedikitpun tertarik pada dunia manusia, tidak pernah peduli kalaupun bukunya ditolak atau tidak, tidak pernah peduli siapapun membacanya atau tidak. Dia selalu tenang seperti Saint.

....Ya. Sama seperti yang Elf dan Kagurazaka-san bilang.

Aku menghentikan diriku agar tidak mengatakan hal lain. Aku masih ingin tahu kenapa dia terus bertarung denganku, tapi setidaknya aku ingin menghilangkan beban di dadaku.

“....Senpai, kenapa kau menjadi seorang novelis?”

Aku bertanya, suaraku dipenuhi dengan kehormatan dan kekecewaan.

“Jika kau ingin membaca cerita bagus, kau bisa pergi ke toko buku. Jika kau....tidak peduli soal uang, tidak peduli soal pembaca, tidak peduli soal pamor, tidak peduli soal apapun dan hanya menulis untuk dirimu sendiri― maka kamu tidak perlu jadi novelis."

Terus kenapa kau jadi novelis― aku mengulangi pertanyaanku.

“Masalah ini sama seperti yang kamu bilang, Kouhai.”

Muramasa menggaruk pipinya:

“Aku membuat debutku karena aku tidak bisa membeli. Ya, aku tidak peduli soal pembaca ceritaku. Tentu saja, akan bagus kalau banyak orang menyukainya, tapi hanya itu. Akan tetapi, seseorang meyakinkanku untuk membuat debutku dengan alasan ‘'Beberapa novelis tidak bisa menulis sebanyak kamu bahkan jika mereka memfokuskan semua waktu mereka untuk menulis’'.”

Bayangan gadis dalam kimono menulis di hari demi hari muncul di kepalaku.

Orang mungkin bilang kalau dia melakukan ‘usaha yang patut dipuji’.

Tapi meskipun kami sama, dalam opiniku, tingkah seperti itu tidak berbeda dengan NEET-Gamer. Itu bukan pujian. Kami hanya melakukan apa yang kami suka setiap hari.

Tapi itu saja sudah cukup untuk mendapat uang, dan cukup juga untuk membawa kebahagiaan untuk para pembaca.

Tidak banyak pekerjaan yang lebih baik daripada ini.

Aku memang merasa kalau pekerjaan ini sulit, ini pekerjaan yang pantas untuk kumiliki selalu.

Tetapi, tidak semua orang punya opini sama.

Kenapa...dia punya begitu banyak penggemar, tapi dia tidak peduli?

"Soal masalah utamanya:"

Muramasa membersut:

"Karena tidak banyak buku bagus di toko buku― Kouhai, tidak banyak buku di toko yang bisa buat aku tertawa karena senang. Jadi aku hanya bisa menulisnya sendiri."

Ini...alasan Senju Muramasa menjadi seorang novelis?

"Jangan salah sangka dulu, pergi ke sekolah memanglah hal yang paling menarik di dunia. Asalkan punya buku yang disuka, kamu bisa melepas anime, film, game atau bahkan pacarmu sendiri. Aku sangat suka sekolah, meskipun aku tidak bisa temukan buku yang hanya jadi milikku di sana."

“Di sana pasti ada satu atau dua, kan?”

Tidak tau kenapa, aku tidak bisa menghentikan diriku untuk bertanya:

“Kecuali jika kau membaca satu atau dua cerita bagus, kau tidak bisa mulai menikmati membaca, apalagi mulai menulis.”

“Tentu saja. Tapi cerita bagus itu.....berhenti.”

Apa maksudmu? Apa penulis meninggal? Atau....?

Muramasa tidak membiarkanku punya waktu untuk berpikir, dia menaikkan jarinya:

“Masamune-kun, apa definisimu dari light novel terbaik di dunia?”

“Eh?”

Bagaimana bisa aku menjawab pertanyaan yang tiba-tiba begitu? Terbaik di dunia― apa persisnya itu?

Aku punya beberapa jawaban di kepalaku, tapi aku tidak bisa memutuskan yang mana.

“Kalau begitu aku ubah pertanyaanku. Dari skala seratus poin, berapa nilai yang akan kamu beri untuk novelmu?"

Ini pertanyaan yang sulit dan mudah.

“Seratus poin.”

Aku langsung menjawab. Bahkan untuk setiap proyekku yang ditolak― meskipun ada bagian jeleknya ― aku masih bisa terus menerimanya dan memberi mereka seratus poin.

Karena masih ada orang yang menyukainya.

“Dan kamu?”

Murasama bertanya pada Elf.

“Tentu saja seratus poin.”

“Aku juga. Semua yang kutulis dapat seratus poin - karena aku penulis. Tapi dalam surat pertama dari penggemar yang dikirim padaku, mereka bilang ―”

"Sangat bagus sampai-sampai kalau skalanya seratus, aku akan memberinya satu juta!"

“Keluargaku bilang ‘Karena mereka mengirimmu surat, coba bacalah’, jadi aku melakukannya....dan aku sangat kaget. Buku yang hanya aku beri seratus poin dinilai satu juta. Dan mereka bahkan bilang ‘Diantara light novel yang kubaca, hanya satu yang terbaik dapat satu juta’.”

“――――-”

Napasku jadi lebih cepat. Aku mengerti apa maksudnya.

“Ya, ini adalah novel terbaik di dunia ― tapi tidak akan hanya itu yang akan kau anggap terbaik selama hidupmu.”

Cepat atau lambat, orang akan menemukan buku yang mereka benar-benar suka.

Dalam skala seratus poin, mereka akan memberinya satu juta dan membual tentangnya.

Tidak peduli seberapa terkenalnya, tidak peduli seberapa tinggi atau rendah penjualannya, tidak peduli apa yang orang lain bilang, tidak peduli siapa penulisnya.

Buku yang bisa membuatmu bilang "Aku sangat menyukai ini” dengan bangganya.

Kau sangat menyukainya hingga kau memperlakukannya seperti anakmu sendiri.

Megumi punya Hyper Hybrid Organization.

Aku punya Circlet Girl, Shakugan no Ahana, Ichiban Ushiro no Dai Maou atau Akuma no Mikata.

Asalkan menikmatinya, kau akan jadi punya harta karun.

Itulah light novel terbaik di dunia yang Muramasa bicarakan.

“Setelah menjadi novelis, aku bahkan jadi makin mengerti ini. Buku lahir untuk pembaca, bukan untuk penulis. Tidak peduli seberapa kerasnya penulis mencoba, kita hanya akan bisa mendapat seratus poin. Pembaca bisa memberinya satu juta poin. Dan sebenarnya mereka tidak hanya punya satu light novel terbaik di dunia. Dunia ini sangat tidak adil. Buku yang kusuka sangat sulit untuk ditemukan, tidak cukup....itu kenapa aku selalu ingin lagi ― itulah kenapa!”

Muramasa berdiri:

“Mimpiku adalah untuk menulis light novel terbaik di dunia. Sesuatu yang bahkan aku sendiri beri satu juta poin! Sesuatu yang akan memuaskanku, dan membolehkan aku membacanya sebagai makanan!”

Suaranya padat dan keras, dan berisi harapan juga kemarahan.

Jadi ―

Dia menulis untuk dirinya sendiri?

Dia.....bagaimana harus kubilang...sulit untuk dijadikan kata-kata...lagi pula, aku yakin dia tidak bersenang-senang sewaktu bekerja seperti kami.

Sangat-sangat fokus dalam mengasah level, tidak memperhatikan dunia luar.

Tidak menunggu untuk dibandingkan atau menyombongkan diri pada orang lain.

Hanya mengasah non-stop sebelum megahadapi bos terakhir.

Sisanya hanya tambahan, dan dia tidak peduli soal tambahan. Siapapun yang menghalangi akan dengan cepat di kalahkan.

Sederhana.

Meskipun dia masih punya jalan yang panjang, dia masih terus mencoba.

Sekarang, tidak peduli ketertarikan seperti apa yang pembaca punya, genre apa yang pembaca suka, novel tipe pertarungan Muramasa selalu punya sesuatu yang membuat orang merasa ‘bagus’.

Dari sudut pandang lain, itu adalah mimpi dari semua penulis di dunia.

Dengan mengasah level yang cukup, kau bisa mengalahkan Metal Slime atau Metal King Slime dengan satu serangan.

Sebenarnya, kau tidak bisa menilai buku dari sampulnya.

Dia semata-mata hanya memfokuskan semuanya pada status STR-nya.

Pemain solo terkuat.

Ini adalah dirinya yang sebenarnya.

Aku melihat Muramasa dan berbisik.

“―Pernahkah kau tersenyum?”

“....Apa kamu bilang?”

“Kupikir ekspresimu tidak akan berubah tidak peduli apa, tapi ketika kau membicarakan tentang mimpimu, ada yang berubah.”

“Hmmmmm.....”

Muramasa sedikit memerah lalu mengembungkan dadanya, dan berkata:

“Semuanya sama ketika membicarakan tentang mimpi mereka.”

Apa itu kutipan dari novelku?

“Begitukah?”

Aku mengerti mimpi Muramasa dan alasan kenapa dia sangat kuat.

Mimpi yang sangat bagus. Lakukanlah yang terbaik― karena novelmu (setidaknya bagiku) adalah satu dari light novel terbaik di dunia. Aku sebenarnya berharap dia bisa melanjutkan tulisannya. Tapi―

Tapi biarpun begitu, aku tidak akan membiarkannya menghancurkan mimpi kami.

“Lalu kenapa kau anggap aku adalah duri bagimu? Kenapa kau ingin menghancurkan mimpi kami? Aku tidak mengahalangi jalanmu atau semacamnya.”

“Ya, kau melakukannya.”

Dia menegur:

“Karena mimpimu adalah untuk menerbitkan cerita romansa bertema adik perempuan itu, lalu menjadikannya anime, bukan?”

“Ya kami akan menontonnya bersama. Itulah mimpi kami.”

Aku menambahkan bagaian terakhir.

Dia tahu semua rencana masa depanku - Muramasa pernah bilang dia tanya editorku.

Dengan kata lain, dia tahu tentang outline novelku.

“Tidak peduli apa yang kamu katakan, kenyataannya kamu menghalangiku. Kamu tanya kenapa aku tidak menulis Fantasy Blade lagi? Aku masih belum menjawabnya, bukan?”

Murmasa mengangkat tangan kanannya padaku― sekarang aku sadar tangannya diperban.

“Karena aku tidak bisa menulis lagi.”

“!”

“Karena outline kekanak-kanakanmu, aku tidak bisa menulis light novel genre pertarungan lagi.”

“Ap, apa―?”

Apa itu? Bagaimana mungkin? Kenapa jadi itu?

Bagaimana bisa cerita romantis berdasarkan adikku menghalangi kemampuannya dalam menulis light novel genre pertarungan?

“――――-“

Tapi jika itu benar, maka itu benar-benar menakutkan.

Karena outlineku, sebuah mahakarya tidak bisa ditulis lagi?

Aku bingung, tubuhku gemetar.

“Aku...aku...aku ―-” *plak* “Aw!”

Seseorang memukul belakang kepalaku, aku melihat ke belakang dan melihat Elf dengan tablet di tangannya.

“Oke, sudah cukup. Aku sudah bilang padamu sebelumnya― kau akan hancur jika kau mendengarkannya.”

Elf menaruh tablet di bawah ketiaknya dan menjambret tangan Muramasa.

“!”

“Sudah cukup! Pulanglah!”

Muramasa ditarik ke pintu masuk.

“Eh? Hei...”

Masih terguncang, aku terus mengikutinya.

“Yamada-sensei, aku masih ―“

“Aku tau, kau belum paham. Setelah percakapan yang sangat panjang tadi, Masamune masih tidak paham ― bagaimana kalau Muramasa mengulanginya sekali lagi?”

“......”

Mata Muramasa terbuka lebar. Elf mendekatkan wajahnya:

“Tentu saja aku paham ― Aku yakin putri di atas juga paham.”

Dia menatap Muramasa selama beberapa detik.

Lalu―

“Haaaaaa...”

Dia mendesah, seakan dia menyerah.

“Aku tidak bisa berdiam diri lagi. meskipun mengatakan ini artinya aku berhutang permintaan maaf pada sang putri... aku masih harus mengatakanya.”

“Apa maksudmu―“

Elf memotong perkataan Muramasa.

“Aku akan mengenyampingkan dulu mimpimu dan memberitahu musuh kita satu nasehat terakhir ―“

Dia menunjukan jarinya ke wajahku dan melihat Muramasa:

“Jika kau ingin membuat dia mengerti, kau harus mengatakannya ratusan kali. Mengapa penulis terkenal sepertimu menganggap penulis kelas rendah seperti Masamune sebagai duri di jalanmu? Mengapa kau mencoba bertarung dengannya? Mengapa kau datang jauh-jauh ke Adachi dari Chiba dan memberitaunya ‘jadilah milikku’? ― Cepat beritahu dia alasan sebenarnya!”

“――――”

Keragu-raguan dalam mata Muramasa lenyap, tergantikan oleh ketetapan hati.

Dia menjabat tangan Elf lalu menatap balik.

“Huff~ ha~”

Dia mengambil napas dalam, melihat padaku dan berkata dengan jelas:

“Bagiku, light novel terbaik di dunia adalah novelmu.”

“Apa?”

“Karena itu, aku tidak bisa membiarkanmu berganti genre. Aku tidak suka genre romansa, aku hanya menyukai genre bertarungmu, tidak ada yang lain. Dan aku tidak ingin belajar genre baru....aku tidak mau! Aku sangat-sangat tidak mau!”

“Apa....”

Ketika kesadaranku pulih, wajah memerah Muramasa hampir menyentuh wajahku.

“Aku sudah jadi penggemarmu sejak lama.”

Dia mengenggam tanganku dengan kedua tangannya. Tangannya diperban seperti baru selesai sesi memasak yang buruk, tapi sangatlah lembut.

“Jadilah milikku. Tulislah novel hanya untukku. Kumohon.”

Suaranya tulus. Dan aku―

“Eh....ah....um....”

Aku sangat-sangat malau, sangat-sangat kacau. Tapi semua orang pun pasti seperti itu, kan?

Alasan yang menyebabkan seseorang yang tidak pernah punya ketertarikkan dengan dunia manusia jadi tertarik pada suatu hal lain.

Alasan mahakarya, Fantasy Demon Blade Legend, mogok, dikarenakan si penulis tidak bisa menulis genre pertarungan lagi.

Dia ingin menghancurkanku dengan maksud jahat.

EroMangav2 4 4.jpg

Dia melakukan itu karena ―

Dia penggemarku? Karena dia suka genre pertarungan yang kutulis?

Dan jadi....ketika aku menyerah dan berganti ke genre romansa, dia....marah?

Sangat marah hingga dia tidak bisa terus menulis lagi?

“Apa kau....bercanda?”

“Tidak!”

Dia menggenggam tanganku dengan lebih kuat.

Tidak ada satu orang pun penggemarku yang bersemangat saat acara penandatanganan.

“Aku sudah membaca semua ceritamu! Bahkan sebelum kamu membuat debut, aku sudah menjadi penggemarmu sejak kau menerbitkan web novelmu!”

“Tapi.....”

“Aku punya bukti! Aku tahu seperti apa cerita pertamamu! Izumi Masamune mulai dengan sebuah cerita fanfic dari Tales of Phantasia! Itu fanfic tentang seorang OC[8] bernama Izumi Masamune dan petualangannya―”

“Tunggu tunggu, stop!”

“Lalu...sang pahlawan yang namanya sama seperti penulisnya― dengan Masamune mengalahkan naga raksasa, lalu dia berteriak ‘Matilahhhhhhhhhhhhhhh ― Auman Sang Singaaaaaaaaaaaaaaaaa!!!!!”

“Wahhhhhhhhhhh! Stop! Stop! Aku percaya! Aku percaya!”

Oh sakit! Itu sangat sakit! Aku ingin mati!

Sialan.....web novel adalah kelemahan setiap penulis.

Tentu saja aku mencintai ceritaku, aku bisa memberi mereka semua seratus poin, tapi hanya sampai aku membuat debutku! Aku tidak pernah mengira orang tau tentang cerita gelapku!

Aku jelas-jelas sudah menghapus mereka semua setelah membuat debutku! Wajahku sangat panas sekarang!

“Aku mengunduh semua web novelmu.....”

“Hapus semua! Langsung hapus semua!”

“Aku menolak! Bagiku mereka sepenting darah dan daging. Novelku dipengaruhi oleh milikmu ―karena hanya novelmu yang bisa menyentuh hatiku, dan yang mengizinkan aku untuk menulis!”

“....*Glek*”

Jadi itu alasan kami punya gaya menulis yang sama?

Sekarang kalau kupikir-pikir lagi, aku mulai menulis web novel sebelum Muramasa-senpai membuat debutnya.

Dengan kata lain.... Izumi Masamune tidak mengkopi Senju Muramasa ― malahan, Senju Muramasa mengkopi Izumi Masamune...?

Aku secara perlahan mulai paham.

“Ketika novelmu berhenti di terbitkan....aku tersesat. Aku tidak tahu apa yang harus dilakukan. Apa yang terjadi pada karakter yang kusuka? Bagaimana? Akankah mereka mendapat happy ending...? Aku memikirkannya setiap hari. Tapi aku bukan si penulis!”

.....Sama....sepertiku.

Muramasa-Senpai secara mendalam terpengaruh oleh novelku, dan dia sepertiku sekarang - dia merasa tersesat. Tentu saja tidak mungkin dia bisa menulis apapun dalam keadaan ini.

“Untuk mengalihkan perhatian, aku mulai menulis. Lalu aku terus menulis, sambil bertanya-tanya kenapa Izumi-sensei berhenti.”

“.....Karena.”

Karena novelmu yang menyebabkan semua milikku di tolak.

“Tidak pernah terpikir kalau akulah sebabnya...aku baru menyadarinya sekarang.”

....Dia tidak benar-benar mencoba menghalangi jalanku.

Kalau dipikir kembali, saat di departemen editorial, tindakan Muramasa-senpai benar-benar buruk.

Meskipun dia mencoba untuk jadi orang jahatnya.... apa yang dia katakan bukanlah kebohongan. Yang meragukanku adalah kata-katanya ketika dia bilang ingin mengancurkan novel genre romansaku.

“Akan tetapi, Masamune-kun, aku tidak akan memaafkan tentang apa yang terjadi tahun lalu.”

“Aku mengerti. Senpai lebih baik daripada aku, itu saja.”

Meskipun dia bermaksud melakukan itu, aku tidak bisa membencinya karena itu.

Masih memegang tanganku, Muramasa-senpai bilang:

“Kupikir jika aku menghancurkan novel kekanak-kanakan itu, kamu bisa kembali. Aku mencoba memprovokasimu ― tapi lalu aku di tegur.”

Dia menceritakan padaku bagaimana Kagurazaka-san menjelaskan kenapa aku bertindak sangat nekat.

“Aku tidak pernah mengira ada alasan mendalam dibalik itu. Aku tidak pernah mengira situasi keluargamu serumit itu. Untuk melanjutkan pekerjaan ini, kau butuh dana, bukan?”

“―――-”

“Untuk membiayai kehidupanmu dan adikmu, kamu butuh uang.”

“Ya.”

Akhirnya ― “Masamune-kun, aku kesini untuk meyakinkanmu. Kamu tidak perlu menang. Kamu tidak perlu mempedulikan penjualan atau pendapat pembaca selain dariku.”

Akhirnya ― topik ini kembali.

“Jadilah milikku. Menyerahlah pada mimpi kekanak-kanakan itu, tulislah novel hanya untukku. Sebagai imbalannya, aku akan memberimu semua pendapatanku sampai sekarang.”

“Semua.....!?”

“Apa itu tidak cukup?”

Muramasa sangat dekat hingga hidung kami hampir bersentuhan.

Setelah kami menyelesaikan kesalahpahaman kami...aku masih sedikit takut padanya. Sekarang aku bahkan lebih takut padanya.

Kenapa? Karena dia sangat-sangat serius.

Dia sudah gila.

“Itu bukan masalahnya....! Apa kau tahu seberapa banyak pendapatanmu? Seharusnya sudah milyaran! Bagaimana bisa kau memberikan itu begitu saja?”

Kalau kamu membutuhkannya, kamu bisa datang dan mengambil pendapatanmu dan menggunakannya. Sampai saat itu, lebih baik kami yang menjaganya ― Itulah apa yang keluargaku bilang padaku. Sekarang ― aku ingin menggunakannya. Tidak ada masalah dengan pajak atau semacamnya, aku bisa meminta seorang yang profesional perihal ini.”

Dia....menceritakan kebenarannya.

Dia benar-benar rela memberikan semua uangnya untuk memintaku menulis novel untuknya.

Dia ingin membeli aku, Izumi Masamune.

“Apa itu tak masalah, Masamune-kun?”

Muramasa terus mendekat, masih memegang tanganku.

“Selama kamu jadi milikku ― aku akan menjaga saudaramu sepanjang hidupku.”

Kalimat itu benar-benar menusukku.

―Aku merasa keputusanku selanjutnya sangat penting.

Karena, jika aku setuju....maka aku bisa melanjutkan hidup bersama adikku.

Kami tidak akan dipisahkan wali kami.

Lagipula ― aku benar-benar senang. karena seseorang menghargai novelku setinggi itu. Aku sangat senang hingga gemetar.

Kepalaku terasa seperti dibius anastesi.

Dia ingin aku menulis novel?

Sebagai seorang penulis, tidak ada ajakan yang lebih baik dari ini.

Seseorang menunggu-nunggu novelku.

Bukankah itu tujuanku yang sebenarnya?

Inilah sihir yang orang itu gunakan padaku, sihir yang mengubah kehidupan kami sebagai saudara.

Dan sekarang, Senpai menggunakan sihir yang lemah lembut, yang lebih baik untuk membujukku.

“Masamune-kun, bisakah aku....mendengar jawabanmu?”

“....Senpai, aku....”

Aku menjawab dengan kesadaran yang agak lepas.

“.....Aku.....”

TIDAKKKKKKKKKKK!!!!!!

Itu suara adikku.

Tidak, sangat tidak boleh!

Suaranya sangat keras hingga menggetarkan rumah.

Suaranya seharusnya tidak disini. Tapi sebenarnya itu sudah disini.

“―Sagiri.”

Aku sadar kembali dan melihat ke arah suara itu.

Bahkan meski dalam mimpi, aku tetap tidak bisa percaya apa yang kulihat.

“......Oh.....”

Itu adalah Sagiri yang melihatku dengan sedih dari tangga.

....Dia....meninggalkan kamar ―

Tangannya bergetar sambil memegangi pinggiran tangga. Dia nampak seperti bisa jatuh kapan saja.

“Tidak....boleh.....”

Yang membedakannya adalah matanya yang dengan tegas menatap Muramasa.

*Bam!* Sagiri menginjak tangga dengan keras:

“Aku di sini sebelum kamu! Aku lebih suka novelnya daripada kamu! Aku yang pertama! Kam ― pergi sana!!!!!!”

Karena dia biasanya tidak bicara sebanyak itu, suaranya serak, sepertinya dia menggigit lidahnya.

Dan itu sebabnya suaranya membuat semuanya diam.

“Mimpi kami tidak kekanak-kanakan! Bersama! Kami membangunnya bersama! Pertama kalinya bersama!!!!!”

Aku mengingat apa yang Elf katakan: hari ini, aku bukan orang yang bertarung dengan Muramasa.

“Kami tidak akan kalah darimu! Tidak akan!”

Sagiri dan ―

“Masamune! Beritahu dia! Beritahu dia ――!!!”

― Partnerku bertarung juga.

“Ah....”

Ajakkan Muramasa mungkin harapan terbaik seorang novelis.

“Ha....hah.....haah .....”

Tapi tidak bagiku.

Meskipun aku kalah, aku akan berdiri.

“Maaf, Senpai. Aku senang mendengar kau mengatakan itu, tapi harga saja belum cukup.”

Jadi, aku melangkah mundur, membiarkan tangannya pergi dan tersenyum.

“Sekarang, aku tidak akan kalah ~ mari kita bertarung.”

“..............”

Muramasa-senpai hanya melihatku dalam diam.

“Senpai, kau penggemarku kan? Jadi jangan menghakimi bukuku tanpa melihatnya. Karena kali ini ― itu adalah mahakarya Izumi Masamune”

“...............”

Muramasa-senpai berbalik ke arah pintu. Punggungnya dengan perlahan bergerak menjauh.

Lalu dia membalikan kepalanya lagi ―

“Aku akan membunuhmu kalau jelek.”

Setelah meninggalkan kalimat itu, dia pergi.

* * * * *

Malam hari, di hari yang sama di saat Muramasa-senpai datang kerumahku.

Aku menyelesaikan manuskripku untuk Turnamen Dunia Light Novel dan mengirimnya ke editorku.

Hari selanjutnya, Kagurazaka-san menghubungiku lagi:

[Izumi-sensei, terima kasih. Aku sudah membaca e-mailmu - tapi karena ini turnamen, aku tidak akan membantumu mengeditnya. Tidak akan ada artinya kalau pembaca membaca sesuatu yang bukan benar-benar milikmu]

[Omong-omong ― apa Muramasa-sensei datang kerumahmu kemarin?]

[Oh? Aku membeberkan informasi pribadimu? Ahaha, tak apa ― kami mengakhiri masalahnya dengan baik berkat hal itu. Itu demi kebaikan Izumi-sensei, Muramasa-sensei, Departemen Editorial dan terutama untukku!]

[Ah, Muramasa-sensei sudah melihat manuskripmu. Serius, apa yang gadis ini pikirkan tentang editornya? Oh yah, aku membiarkannya membacanya ― dan wah, dia punya niat membunuh yang seram waktu dia baca ceritamu - Eh? Izumi-sensei, apa ada yang salah? Suaramu gemetaran.]

[Kamu tanya seberapa banyak aku tahu tentang ini sebelumnya? Yah, aku tau sudah sejak lama kalau Muramasa-sensei adalah penggemarmu. Kamu tanya kenapa aku tidak memberitahumu―? Yah, kamu sendiri tidak pernah tanya padaku, sih. Lihat, kamu juga tumbuh terlalu cepat.]

[Aku juga tau kenapa Muramasa-sensei tidak bisa lagi menulis novel genre pertarungan. Sebagai editornya, aku berbicara dengannya beberapa kali.]

[Tentang novelmu yang terus menerus gagal karena Muramasa-sensei―apa kita pernah itu terjadi? Sebenarnya, terakhir kali dia datang ke editorial department bukan karena novel baru―aku hanya dengar bahwa dia bermasalah. Sebagai editornya, sebagai wanita dewasa, aku berencana memberinya konseling untuk remaja berumur empat belas tahun yang tak berdosa.]

[Meskipun aku bilang begitu, aku baru mengerti semuanya setelah konsultasi itu berakhir. Sayang sekali, kalau saja aku tau itu lebih dahulu...jika pertemuanmu dengan Muramasa-sensei adalah sedari hari itu - aku bisa dengan mudah menyelesaikan kesalahpahaman ini - ah, sayang sekali ― andai aku tau itu sebelumnya ―]

[Jadi, Izumi-sensei? Setelah dengar itu ― apa kamu ingin berterima kasih padaku? Apa maksudmu dengan itu― Ah, aku sangat membecimu. Baiklah, aku akan sedikit lebih memikirkannya. Sebagai editormu, aku dibawa hingga ke masalah ini, aku juga perlu memberi evaluasi untuk novel barumu. Apakah aku memberitahumu untuk berhenti menulis genre romansa dan bertahan pada novel pertarungan? Jika aku memperdayamu untuk menulis novel, maka Fantasy Blade dari Muramasa-sensei pasti bisa meliris volume baru - namun aku dengan kuat ada di sisimu kali ini. Semua demi masa depan pembaca! Demi masa depan mahakarya! Aku benar, 'kan?]

[Izumi Masamune, Senju Muramasa - aku menyukai kalian.]

[Iya iya, sama-sama― itu tugasku sebagai editormu.]

[Ngomong-ngomong, bibimu masih muda dan cantik ―]

* * * * *

Bulan juli tanggal 20 - hari mereka mengumumkan pemenang dari Turnamen Dunia Light Novel.

Di kediaman Izumi, aku duduk di depan Elf.

Pemenangnya akan di tunjukan tepat jam 7 malam di website resmi.

Sekarang 18:57.

Elf melihat tablet di meja dan berkata.

“Tiga menit lagi.”

Aku juga melihat pada notebook di depanku.

“Aku sangat gugup.”

“Bukankah kau bilang kau tidak akan kalah?”

Elf tertawa, sepertinya dia mengejekku.

Orang memang membuat rencana, tapi takdirlah yang menentukan hasil.

Beberapa menit lagi dan aku akan tahu takdir dari Sagiri, Eromanga-sensei dan diriku sendiri.

“Aku percaya kau akan menang.”

“Eh?”

“Karena tulisanmu lebih bagus dari sebelumnya.”

“.................Mwu, terima kasih.”

Masih memalukan mendengarnya mengatakan itu.

“Yah, ceritanya menakjubkan juga ―”

“.....Ya....menakjubkan.”

Karena aku tidak bisa terus tenang ketika membaca cerita itu, aku tidak tahu isinya bagus atau tidak - tapi kami tidak membicarakan tentang isinya sampai sekarang.

Kami lebih banyak ingin melakukan daripada ingin katakan satu sama lain.

Seperti, kenapa Muramasa-senpai memutuskan untuk menerbitkan sesuatu seperti itu?

“Tapi...punya dia lebih dari seratus halaman.”

“Ini kompetisi cerita pendek, tapi dia menyerahkan cerita panjang. Seperti yang diharapkan dari gadis itu. Dia memang terlihat keren, tapi dia hanya seorang idiot.”

Ya. Seidiot Elf.

Kompetisi cerita pendek, maksimum 60 halaman, Muramasa menyerahkan cerita panjang 100 halaman.

Dia tidak mencoba merubahnya, dia meninggalkannya begitu saja jadi dia bisa menerbitkannya (dia mengatakan sesuatu tentang kalau dia ubah, para pembaca akan marah) - tentu saja itu menjadi masalah, anak-anak pasti akan ketakutan kalau melihat tulisan yang sangat panjang.

Terus terang saja, dia curang. Bagaimana bisa kami berkompetisi jika semua orang bertingkah seperti itu?

“Yah, dia pasti dihukum, kan? Seperti mengurangi beberapa persen votingnya atau semacamnya. Bukankah itu salah satu alasanmu bisa menang?”

“Ada alasan lain?”

“Tentu saja. Alasan kedua adalah dia tidak bisa menulis apa yang dia pikir yang terbaik, yakni novel pertarungan”

“Ah....benar.”

Ya. Faktanya kali ini, Muramasa-senpai tidak menyerahkan novel genre pertarungan.

Bukan novel genre pertarungan - tapi sesuatu yang benar-benar berbeda.

“Tanpa novel genre pertarungan, Muramasa selevel seperti Son Goku dengan tanpa Kaiouken, Genki Dama dan Kamehameha!”

“Dia masih kuat!”

Contoh yang salah.

“Ya, tapi dia sudah jadi semakin lemah - dan ada alasan lain juga.”

“....apa itu?”

“Oh? Kau tanya aku ~~ Bukankah kau sendiri sudah tau?”

Elf menyembunyikan wajahnya dan tertawa.

....Hei, jangan tertawa seperti itu!

“Iya, aku paham.”

Aku tidak berencana sembunyi. Inilah alasan kenapa aku percaya aku bisa menang.

Karena Senju Muramasa mengikuti jejak Izumi Masamune.

Karena novelnya lebih bagus daripada milikku.

Karena isi novelnya lebih memiliki perasaan daripada milikku.

Aku menggunakan 300 halaman untuk menguraikan apa yang ingin kukatakan, tapi dia hanya menggunkan seratus halaman.

“Ah, kau memerah! Imutnya! Apa kau memikirkan soal suratnya?”

“Di, Diam!”

Kali ini, dia pergi ke dalam pertarungan kami dengan sebuah novel―

Dua hari sebelum majalah di terbitkan, dia menyiapkan sebuah contoh dan membiarkan aku membaca novelnya yang sepanjang seratus halaman―

“Bagaimana itu? Bagaimana perasaanmu ketika kau membaca novel surat cinta tepat di depan penulisnya?”

“Kuh.....”

―Itu sebenarnya surat cinta..

Aku terkejut dari sejak halaman pertama. Karena novelnya ditulis dari sudut pandang orang pertama. Dengan karakter utama prontagonis wanita utama yang seorang penulis terkenal, dia bertemu Kouhainya di depan departemen editorial dan jatuh cinta pada pandangan pertama.

Itulah bagaimana ceritanya di mulai.

Orang itulah satu-satunya yang si protagonis cintai, seseorang yang tidak bisa dibandingkan dengan yang lain baginya.

Sang prontagonis secara perlahan mulai terpikat padanya. Perkembangannya di uraikan dengan tulisan yang sempurna. Cinta mereka panas, dipenuhi dengan penderitaan, manis dan asam.

Sebuah novel romantis, tidak seperti yang Senju Muramasa tulis sebelumnya.

Itu sesuatu yang bukan di tulis untuk semua orang - itu surat cinta hanya untukku.

Surat yang sangat jelas, sangat terus terang.

Seperti seseorang yang berdiri di depanku dan berteriak “Aku menyukaimu ~~!!!”

“Kupikir aku akan mati. Aku merasa bahagia dan malu. Wajahku terbakar.”

“Oh ~ sepertinya kau sedikit tersentuh? Kau pasti senang karena seorang gadis menembakmu.”

“Aku benar-benar senang! Tapi, yah, aku tidak ingin kebahagaian yaang seperti itu.”

Ya, aku sangat tersentuh hingga seluruh tubuhku bergetar.

Bukan karena dia adalah penggemarku sejak lama. Surat cinta itu benar-benar berkesan.

“Dan lalu? Apa jawabanmu? Apa kau menerimanya?”

Aku ingat saat setelah aku membaca surat cinta itu.

Itu sehari sebelum Majalah Light Novel JUMP diterbitkan.

Di dalam ruang tamuku, di depan Muramasa-senpai, aku membaca novelnya dalam keheningan.

Karena dia sudah membaca ceritaku - aku jadi yang membaca sendiri. Dia duduk, dan perhatiannya terfokus padaku.

Aku membaca novelnya dan diam-diam melihat padanya.

Setiap kali aku melihat. Aku menyadari kalau ekspresinya berubah.

Pertama, dia memerah.

Di waktu yang lain, dia dengan lemah lembut menaruh tangannya di dada.

Di waktu yang lain, dia nampak seperti dia hampir menangis.

――― Wowwwwwwwwwaahhhhhhhhh~~~~~~~~~~~

Sederhananya, dia sulit menahannya.

Dari awalnya tampangnya sudahlah elok, sekarang dia bahkan lebih manis dari sebelumnya.

Itu pemandangan yang nampak sama dengan pengakuanku di bulan juli (meskipun aku di tolak) ...ungkapan perasaan seperti ini benar-benar sesuatu. Apalagi aku melakukan ini pada adikku.

Jantungku berdenyut dengan gila, itu membuat napasku semakin kencang.

“Umm....Senpai....”

“Ya!? Masamune-kun!”

Aku menelan ludah dan mencoba untuk bertanya:

“Apa ini....tentang kita?”

“Eh? Eh? Ehhhhhhhhhhhh?”

Muramasa-senpai terkejut, dan dia menggagap seperti anak kecil:

“....Bagimana bisa kamu....menebaknya....”

“Itu....aku tahu hanya dari membacanya....”

“~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~”

Seluruh tubuhnya memerah dalam sekejap.

Sama sepertiku sebelumnya. Pembaca tau hanya dengan membacanya, tapi si penulis tidak sadar.

Muramasa-senpai gemetar. Setelah cukup lama, dia nampaknya pulih kembali.

“Itu, itu, itu adalah―! Masamune-kun!”

“Ya?”

Dia menaruh tangan di dadanya dan mengambil napas dalam.

Lalu, dengan ekspresi memerah, dia melihat padaku:

“Aku menyukaimu. Aku menyukaimu dan ceritamu.”

Aku merasa seperti sesuatu menusuk hatiku. Tidak ada orang di dunia ini bisa bertahan dengan ungkapan perasaan seperti itu.

Kepalaku bergetar, seperti ada gempa bumi di dalam.

“―Bisakah kamu memberiku jawaban?”

Kala itu, aku merasa senang dan terluka.

Tapi tidak peduli apapun, semuanya diputuskan dalam momen itu.

Aku―

“Senpai.”

Dengan suara pelan, aku menjawab

“―Aku sudah punya seseorang yang kusuka.”

Jadi aku tidak bisa menjawab perasaanmu.

Aku ditolak, tapi aku masih sangat menyukai orang itu di dunia ini.

Meskipun kami tidak bisa mencapai satu sama lain seumur hidup kami.

Aku tidak akan mencintai orang lain karena itu.

“Aku mengerti.”


Beberapa hari kemudian, sebuah paket di kirim ke rumahku.

Aku penasaran apa di dalamnya, tapi di sana ada beberapa buku catatan, seperti untuk anak SD. Mereka semua dipenuhi dengan kata-kata indah didalam.

Aku melihat sampulnya. Tertulis:

Fantasy Demon Blade Legend. Volume 12.

Karena aku ingin menerbitkan novel baru, aku tidak punya pilihan lagi selain hiatus.

Light novel paling terkenal sudah selesai.

Dan disana ada tutur kata juga.

Tutur kata pertama yang Senju Muramasa-sensei tulis.

....Apa yang dia tulis?

Dia hanya menuliskan satu baris:

Dalam skala seratus poin, masihlah mungkin untuk menulis novel yang bernilai satu juta poin.


* * * * *

Catatan Penerjemah dan Referensi[edit]

  1. Kira-kira seperti ini
  2. Orang Suci/Saint hanya peduli dengan urusannya
  3. Ini referensi dari Tyrant's Eye Takanashi Rikka, Chuunibyou dan All Seeing Eyes of God-nya Leonardo Watch Kekkai Sensen
  4. Hyperbolic Time Chamber, alat/ruangan di seri Dragon Ball untuk berlatih dengan memanfaatkan relativitas waktu. (Sehari berlatih seakan-akan sudah setahun berlatih)
  5. Dungeon dalam Persona 3. Waktu akan berhenti dalam Tartarus
  6. Jurus seribu bayangan
  7. Bagian di mana si pengarang buku memberi komentar terhadap bukunya (Kata Penutup).
  8. Original Character



Bab 3 Halaman Utama Epilog