Fuyuu Gakuen no Alice and Shirley (Indonesia):Volume 2 Prologue

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Prologue[edit]

Sekarang sudah bulan Juli, dan kuatnya cahaya matahari bisa terasa bahkan di pagi hari.

Bagaimanapun juga, apartemennya sudah dilengkapi dengan sistem pendingin udara, jadi itu terasa seperti musim gugur atau musim semi. Itu membuat temperatur dan keadaan di sekitar dapur cukup sejuk.

Kusunoki Masaki membuka pintu Pulse Kiln dan mengeluarkan sebuah nampan.

Baunya menyebar, dan rasa dari keju coklat dan saus tomat memasuki kedalam hidungnya.

Itu adalah spageti bolognese, dilengkapi dengan banyak keju, dimasak di pemanggang. Dia ingin tekstur dan rasa dari makanannya bisa dinikmati, dan aromanya harus terasa enak yang bisa membuat orang bangun tidur hanya dengan baunya bahkan di saat pagi musim panas.

“Yep, ini sangat enak.”

Masaki mengangguk melihat hasil akhirnya.

Terdengar suara metal yang bergesakan dan tiba-tiba pintu ruang makan terbuka.

Seorang wanita kecil berjalan masuk, mengelus rambutnya ke bawah seperti emas yang meleleh.

Tingginya hanya sampai dada Masaki, tubuh dan badannya langsing dan kecil, membuatnya terlihat seperti boneka dari penampilannya. Tapi gadis ini sudah berada di tahun kedua sekolah tinggi seperti Masaki dan mereka berada di kelas yang sama.

Dia menggunakan sebuah pakaian yang hampir mirip dengan gaun birunya. Terdapat bagian seperti bunga yang terbuka di bagian atas gaunnya dan roknya.

Itu bukanlah seragam sekolah yang asli, tapi itu cukup mirip.

Dari dapur, Masaki menyambutnya.

“Hey, selamat pagi Alice.”

“......Hm.”

Dia menjawab sambutannya dengan mengangguk. Daripada, memikirkan kalu ini adalah pagi, dia sedang dalam keadaan yang baik.

Namanya adalah Alice Clockheart—pemilik dari ruangan ini.

Dia menatap Masaki dengan mata biru, dinginnya.

“.... Kau seperti Brownie.”

“Eh?”

... Karena kau menyelesaikan pekerjaan rumah saat aku sedang tidur.”

“Hahaha... Aku hanya memasak saja. Aku hanya menggunakan dapurnya saja hari ini. Ini sangat jauh berbeda dari kompor gas yang ada di kamarku. Pulse Kiln sungguh luar biasa, itu bisa menjadi kompor gas, oven dan bahkan batu kiln.”

Ketika membicarakn tentang memasak, dia bisa menjadi cerewet.

“... Masaki-kun, kau disini sepagi ini.”

“Sungguh penting bagiku untuk bangun pagi dan datang kesini jika kau ingin memakan masakanku.”

Masaki memberikan senyum pahit sambil menaruh hidangan yang baru saja dia buat di meja.

Alice duduk di kursi makan.

“... Jam berapa kau bangun?”

“Mari kita lihat, karena aku melakukan sedikit latihan, mungkin sekitar jam 4 Pagi. Aku sampai kesini sekitar jam 5 pagi.”

Jam analog yang dipakai di tangan dari mainan boneka kelinci menunjukan sudah jam 6 Pagi.

Hari ini hari kerja, jadi mereka harus datang ke sekolah jam 7 pagi.

Alice mengangkat bahu.

“... dan belum banyak orang yang bangun saat jam 6 pagi.”

“Itu benar. Tapi karena aku suka memasak, bangun di pagi hari tak bisa dihindari. Itu juga tidaklah sulit karena aku menikmatinya.”

Dia menuangkan teh dari teko ke dalam cangkir.

Itu adalah cairan warna merah mudahlah yang mewarnai mejanya.

Alice mengangkat cangkirnya dengan tangan kirinya. Lalu bibirnya basah dengan lembut.

“...Hm... Ini tidak buruk.”

“Itu melegakan.”

“Ini sudah sementera sejak kau mengatakn itu.”

“Ya?”

“... Masih ada banyak ruangan kosong yang tersisa.”

“Ah, Aku sudah tidak mendengarnya lagi untuk sementara waktu.”

Alice memiliki seluruh apartemen di blok lantai 30. Dia selalu menggunakan ruangan di lantai atas.

Terkadang dia berkelahi dengan teman sekamarnya—atau mungkin lebih tepatnya untuk mengatakan kalau mereka berdua mungkin menghancurkan seluruh ruangan... tapi masih, mereka berdua tidak mungkin bisa mengisi semua lantainya, jadi lantai dibawahnya tidak digunakan.

Dia sudah menawarkan untuk menyewa salah satu ruangan kosongnya pada Masaki tapi...

Menyewakan sebuah ruangan dari seorang teman perempuan di kelasnya mungkin akan membuatnya merasa malu, jadi Masaki masih menahan untuk menerima tawarannya.

Sifat asli Alice adalah pendiam. Sekali disana tidak ada topik untuk dibicarakn, mereka diam melanjutkan sarapan mereka yang tenang.

Bagaimanapun juga, rasa diam ini tidaklah membuat canggung, mungkin bisa dibilang ini adalah ketenangan yang bisa dinikmati.

Suara dari teko yang diletakkan di piring piring kecil.

Dan juga suara dari garpu yang menusuk sebuah salad Caesar.

Tingkat kesadaran mereka masing-masing hanya sedikit.

Bam! Pintunya dibuka banting.

Sebuah suara seperti kucing yang sedang kehujanan terdengar saat perempuan lain masuk ke dalam ruangan.

“Wa..., Ini benar-benar panas...”

Itu adalah Shirley.

Dia tinggal bersama dengan Alice.

Namun, dalam penampilan berbeda dengan Alice yang muncul dengan pakaian rapi, Shirley menggunakan pakaian yang tidak sopan.

Kata “Hewan” tertulis dalam huruf besar dibagian depan kaos yang sedang ia gunakan. Tidak, dia harus melupakan tentang tulisan di kaosnya untuk sekarang.

Bahan tipis yang menutupi tubuhnya kurang memiliki konsep dari rasa malu atau kesopanan, itu kurang menutupi. Saat Dadanya bergoyang, bentuknya menjadi terlihat, ternasuk bagian putingnya yang mengeras.

Masaki mengalihkan matanya ke dapur.

“Baiklah... Aku akan langsung membuat bagian Shirley.”

“Makasih Masaki, aku juga ingin air.”

“Ok.”

Dia menuangkan air dingin ke dalam cangkir dan menaruhnya di atas meja sambil mencoba untuk tidak melihatnya.

Dalam suara yang penuh dengan gangguan.

FGnAS02 P016.png

“... Kenapa kau mematikan pendingin udaranya, Shirley? Sekarang adalah musim panas.”

“Nihaha, ini normal untuk merasa panas karena sekarang musim panas.”

“... Karena ini panas itulah kenapa kita punya pendingin udara.”

“Aku tidak menyukai pendingin udaranya. Setelah semuanya, bagaimana bisa kalian tidak berkeringat di musim panas! Itu baik-baik saja jika aku bangun dan sudah berkeringat.”

“... Itu sulit untuk dimengerti tapi, aku akan membiarkannya karena itu pendapat individu... bagaimanapun juga, kenapa kau datang ke ruang makan dan berpakaian seperti itu?”

“Hm? Bukankah ini kaos dan celana pendek yang biasa aku gunakan?”

“... Setidaknya kau harus menggunakan celana dalammu. Dan pada batasnya, kau harusnya menggunakan pakaian yang tidak menunjukan celana dalammu... tidak, kau bisa bilang setidaknya kau harus melakukan itu sebagai manusia sopan.”

“Nihaha, bra ku ketat. Aku membeli yang baru tapi itu mengecil dengan cepat.”

Mereka tidak membiacarakan tentang bagaimana celana dalamnya mengecil, jadi kenapa Shirley membawa-bawanya? Pikir Masaki, tapi lebih baik untuk tetap diam.

Aura negatif Alice jadi lebih kuat.

“... tidak peduli itu ketat, longgar, besar ataupun kecil... kau tidak seharusnya mengatakan sesuatu seperti itu.”

Masaki menaruh spageti untuk Shirley di atas meja.

“Walaupun kau berada di ruanganmu, kau harus memikiran tentang teman sekamarmu juga.”

“Wa, itu terlihat lezat!”

“Shirley, apa kau mendengarkan apa yang Alice katakan?”

Saat dia ditanya, dia megangguk berkali-kali sambil memegang piringnya.

Dia betul-betul tidak peduli.

Ini adalah pertama kalinya Masaki mengatakan itu pada Shirley semenjak mereka masih anak-anak.

Alice mengatakannya dengan nada yang mengecewakan.

“... Setidaknya kau harus menggunakan celana dalammu.”

“Aku mengerti. Ah, tapi bukankah aku sudah mengenakan celana, ya kan?”

Dia memegang resletingnya, membuar suara seperti dia sedang membuka pakainnya.

-Kenapa dia membukanya?

“Ah, ini benar-benar panas, jadi aku melepasnya.”

“...!?”

Alice berdiri dari kursinya dan menendangnya.

Dan mengeluarkan kartu-kartu dari kantung tersembunyi dari garunnya.

“Guh... Aku akan mengajarkanmu tentang karakter dan kecerdesan, kau monyet!”

“Mo-monyet!? Itu hanya sedikit kesalahan. Aku selalu melakukannya saat aku bangun!”

“Jadi, aku akan mengajarimu dengan keras jadi kau tidak akan membuat kesalahan seperti itu lagi... tidak... aku akan melatihmu.”

Masaki menepuk tangannya.

“Bukankah kita ada pertemuan dengan orang penting di markas Breaker sebelum HR? Makanlah dengan cepat atau kita akan telat.”

“Ba-iklah!”

Shirley yang sudah duduk mulai makan dengan cepat.

Alice duduk di bagian berseberangan dari mejanya.

“............Baiklah.”

“Ini, Aku membuat teh dingin.”

Masaki duduk di atas kursinya setelah dia menuangkan tehnya ke cangkir. Ini menjadi sedikit lebih hidup, seperti sarapan pagi biasa.