Iris on Rainy Days Indo: Terbongkar - 4 Hari Sebelumnya

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Empat Hari Sebelumnya[edit]

Hari Minggu.

Aku mengenakan gaun putih dengan renda, dan sedang memerikas penampilanku sendiri di depan cermin.

Aku akan berkencan dengan Profesor hari ini. Ya, hanya kencan setengah hari untuk makan siang dan menonton film.

“Iris, kita akan segera berangkat~”

Terdengar suara Profesor dari lantai bawah.

“Iya, saya segera ke sana!”

Aku merespon dengan suara keras, sambil mengenakan topi jerami. Topi tersebut untuk menyembunyikan antena yang terdapat di atas telingaku, sehingga tidak akan ada anak kecil yang penasaran akan berteriak: “Robot! Itu robot!”

---Penampilan oke, topi siap, daya batere penuh!

Aku segera bergegas turun setelah mengecek semua yang kubutuhkan.

Professor berdiri di pintu depan dengan mengenakan pakaiannya yang biasa.

---Sungguh menawan!

Kemeja biru dan celana jins hijau itu sebenarnya pakaian yang lumayan kasual,tapi karena dia sangat tinggi, dandanan itu malah semakin menunjukkan sosoknya yang menonjol. Jika saat ini terdapat kuda putih di sebelahnya, maka dia akan terlihat seperti seorang pangeran – tapi analogi ini sepertinya terlalu aneh. Sebuah wadah rokok berwarna perak terlihat berkilau di depan dadanya. Karena Profesor menggantungkan wadah rokok itu di lehernya, jadi itu kelihatan seperti kalung. Wadah rokok itu berisi rokok elektrik miliknya yang berbentuk angka 8.

“Profesor, bagaimana penampilanku?”

Aku memutar badanku seperti seorang pedansa. Gaun dan topiku melambai pelan terkena angin. Professor menyipitkan matanya, seperti silau karena matahari, lalu dia pun berkata “Mnn, itu cocok denganmu.”

Itu cocok denganmu… Itu cocok denganmu… Itu cocok denganmu… Itu cocok denganmu… Kata-kata Profesor terngiang-ngiang di sirkuit jiwaku.

Ahh, hanya mendengarnya saja, sudah membuatku bahagia sepanjang hari.

“Ayo berangkat.”

Profesor berjalan sambil menyibakkan rambut panjangnya. Aku memegang tangannya saat berdiri di sebelahnya.

Ketika pintunya terbuka, langit biru yang begitu cerah – sampai membuat orang ingin bernyanyi – menyambut kami.

Aku menunjukkan sertifikasi robotku di loket, kemudian petugasnya mengukurku. Karena antennaku tersembunyi, jadi mereka curiga kepadaku karena mereka tidak bisa mengidentifikasi apakah aku manusia atau robot.

Sepertinya elevatornya sedang dimatikan hari ini; karena kami berpapasan dengan beberapa teknisi di pintu masuk bioskop. Lebih separuh dari mereka merupakan robot pekerja, sepertinya model HRL004 jika dilihat dari penampilannya. Yang manapun itu, mereka adalah model lama. Robot pekerja telah eksis lebih lama dibanding robot keluarga. Karena banyak dari mereka yang dijual di pasaran, maka mereka sering terlihat di jalan-jalan, menjadi pelayan di restoran, satpam di malam hari, pembantu di lobi perusahaan, dan tukang kayu – penggunaan mereka benar-benar bermacam-macam.

Robot keluarga yang sudah tua juga sering dijual di pasar barang bekas dan digunakan kembali sebagai robot pekerja. Robot yang berbentuk gadis muda biasanya memasuki pasar robot pekerja dengan cara seperti ini. Akhir-akhir ini, orang yang menggabungkan bagian-bagian bekas dari sebuah robot untuk membuat robot baru yang makin bagus, dan sering muncul masalah di tengah-tengah masyarakat karena hal tersebut. Ngomong-ngomong, itu bertentangan dengan hukum mengenai orang tidak berkualifikasi yang menciptakan robot, kasus ini sama seperti fakta bahwa seseorang yang tidak bisa merakit mobil, lalu mengemudikannya begitu saja.

Setelah masuk ke dalam bioskop, Profesor dan aku memilih tempat duduk di bagian belakang ruangan. Kami menaruh jus dan popcorn di meja kecil yang terdapat di sela-sela kursi. Lima menit kemudian, filmnya dimulai.

“Hei, Profesor.”

“Ada apa?”

“Kenapa hari ini kita nonton film horor?”

Dua gadis muda yang menonton film horor bersama-sama merupakan sesuatu yang aneh. Orang lain yang menonton di sini adalah para pasangan anak laki-laki dan perempuan.

“Menganalisa perilaku zombie bisa digunakan sebagai referensi untuk teori kontrol gerakan pada robot.”

“Huh...... Teori kontrol gerakan........”

Profesor selalu bersemangat terhadap risetnya. Aku selalu kagum pada dedikasinya itu, dan di dalam hati aku berkata: “Profesor memang hebat,”, lalu kulihat bibir Profesor sedikit tersenyum, mungkin dia geli pada sesuatu, entah apa itu.

“Eh, kenapa anda tersenyum?”

“Ah tidak…. Iris benar-benar gadis yang polos dan baik.”

“Eh?”

Aku tidak tahu kenapa Profesor memujiku, tapi itu juga membuatku senang.

“Ah… benar juga, Profesor, berdasarkan investigasi saya, film yang berjudul ‘This is a Fateful Encounter’ adalah yang paling populer, sebuah mahakarya yang begitu menyentuh.... Jarang-jarang kita datang kemari, jadi apa anda ingin menontonnya?”

“Bukankah itu film romantis?”

“Saya pikir tidak apa-apa menonton film romantis.”

“Cerita yang seperti itu sangat payah, lho.”

“B-Bagaimana dengan film bertema monster? Seperti ‘Monster Showdown: Vanilla vs Chocola’?”

“Mungkin akan ada banyak anak kecil yang menonton. Tidak bisa. Mereka akan membuat keramaian saat menonton.”

“Lalu bagaimana dengan ‘Third-rate Demon God Visa Darke’?”

“Bukankah itu serial? Aku belum melihat seri pertamanya, jadi bagaimana aku bisa mengerti jalan ceritanya?”

“Uuuu….. Anda tahu kan kalau saya sangat takut melihat film horror?”

“Benarkah?”

“Iya benar.”

Aku menggembungkan pipiku dan mulai merasa kesal. Professor hanya tertawa terbahak-bahak saat melihatku.

Kemudian, tiba-tiba terdengar suara bel, dan filmnya pun dimulai.

Zombie yang sudah lama ditunggu-tunggu kemudian muncul dengan berjalan menyeret kaki terpincang-pincang, sampai memenuhi layar. Begitulah.

“Lumayan.”

Professor memberikan kesannya terhadap film tersebut dengan puas. Sepertinya dia merasa bahwa efek khusus di film horror itu cukup memadai.

Sedangkan aku… aku menjadi sebuah robot dengan muka pucat yang sedikit-sedikit mengejang saat ada adegan kekerasan.

“Iris, kau baik-baik saja?”

“B-b-b-bagaimana mungkin saya baik-baik saja?! A-ap-apa-apaan itu, dipotong-potong dengan bunyi bzzztt~ lalu mendadak muncul ‘dong~!’”

Meskipun ini adalah film horror, aku berpikir bahwa ini lebih seperti film kekerasan yang berdarah-darah.

Di tengah-tengah film, aku mencoba untuk memeluk Profesor beberapa kali karena ketakutan, tapi dia mendorongku dengan tangan kanananya tanpa ekspresi.

Aku mencoba membuang ingatanku tentang darah yang mengucur, otak yang terburai, dan usus yang menggeliat… semua itu terpatri di sirkuit jiwaku… dan aku hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalaku untuk mengenyahkan memori buruk itu, meskipun aku tahu kalau hal itu tidak akan berefek apa-apa terhadap data yang sudah terlanjur masuk.

“Karena kupikir kita jarang kesini, bagaimana kalau kita berfoto untuk kenang-kenangan?”

“Eh~ Disini?”

Setelah memanggil seorang pekerja di dekat situ, Profesor memberikan kameranya kepada pekerja tersebut. Sepertinya Profesor akan mengambil foto kenang-kenangan kami di depan poster film horror ‘Nightmare~ Rotten Nightmare’.

“Tidak, ayo kita cari tempat lain.”

“Tidak bisa. Hari ini kita menonton film horror, jadi kita harus mengambil fotonya di sini.”

“Kita akan dikutuk kalau mengambil foto di sini.”

“Itu bukan alasan yang ilmiah.”

Setelah memegang sikuku erat-erat, Profesor merangkulku di depan poster tersebut.

Badan kami menempel dengan erat, dan ini akan jadi momen yang hebat suatu saat nanti. Tapi sekarang, aku hanya merasa bahwa lengan zombie yang ada di poster sewaktu-waktu akan melompat keluar. Terutama zombie yang bagian bawahnya terpotong, ususnya terburai; memikirkannya saja sudah membuatku gemetaran.

“Oke, cheese!”

Setelah berkata begitu, si pekerja menekan shutter-nya.

Seperti itulah, aku berada di dalam foto dengan wajah pucat pasi dan senyum yang dipaksakan, sementara Profesor tersenyum dengan jahilnya.

Iord 050.jpg

Setelah makan siang di restoran dekat situ, kami berbelanja bahan-bahan selama 30 menit untuk makan malam; kemudian kami pulang.

Di perjalanan pulang, aku dan Profesor bergandengan tangan.

Dan sekarang, Profesor sedang membaca koran yang dia beli di kios. Salah satu isinya adalah tentang ‘Unit yang Dibentuk dari Robot Model Baru Untuk Meratakan Basis Musuh.’

“Membaca sambil berjalan itu berbahaya, Profesor.”

“Tidak apa-apa. Toh aku memegang tanganmu, Iris.”

“Dasar……”

“Itu karena berita spesial di ‘Oval Times’ benar-benar menarik, jadi aku tidak bisa melewatkannya. Crane Cloudy adalah salah satu peneliti robot paling unggul di dunia ini.”

Meskipun Profesor sedang berkencan denganku, dia sangat sibuk dengan korannya. Aku cemburu dengan koran itu.

Sambil menarik tangan Profesor, yang sedang memegang koran di tangan satunya, kami pun tiba di Venus Plaza.

--- Itu dia!

Sekitar lima puluh meter dari plaza, aku melihat toko itu. Temboknya hancur, tanahnya tersuruk, dan juga terdapat pita kuning di luar yang melarang orang-orang masuk. Ini adalah tempat terjadinya tindak kriminal robot yang kulihat di berita televisi.

“Profesor.”

“Hmm?”

Profesor akhirnya mengalihkan perhatiannya dari korannya, kemudian dia mendongak.

“Tentang itu……” Aku menunjuk kepada toko yang dindingnya runtuh itu.

Profesor mengangguk lalu menjawabnya “Tempat terjadinya robot yang mengamuk itu?” Sepertinya Profesor juga mengetahui hal tersebut.

“Kenapa robot itu mengamuk?”

Aku mengungkapkan keraguanku pada kasus ini.

Profesor langsung merendahkan suaranya dan menjawab: “Aku diperintahkan untuk menjaga rahasia tentang ini, jadi aku tidak bisa memberitahumu.”

“Eh?” Aku bertanya dengan bingung. “Diperintahkan?”

Profesor tersenyum tipis dan mengedikkan bahu, sembari berkata: Aku hanya bercanda.”

“Robot tersebut dikirim ke pusat penelitian kami untuk menjalani pembedahan. Dan kelompok kami yang bertanggungawab atas robot itu.”

Aku mengedip terkejut. Aku tidak pernah menduga bahwa robot yang kulihat di berita akan berurusan dengan Profesor. Saat memikirkan hal tersebut, badan yang dikhususkan dalam urusan robot adalah ‘Laboratorium Robotik Pertama Universitas Oval’ yang juga merupakan tempat Profesor bekerja, jadi wajar saja jika hal tersebut terjadi.

“Tahu maksudku, kan?”

“Mnn, ya……”

Profesor meletakkan telunjuknya di dagunya.

“Sederhananya, kami berpikir bahwa ‘arus pendek yang terjadi di system penggerak yang menyebabkan gangguan di sistem keamanannya.’ Meskipun begitu, kami masih belum sepenuhnya yakin mengenai beberapa hal karena robot tersebut sudah rusak parah.”

Robot memiliki sekumpulan sirkuit yang disebut tiga sistem utama. Mereka adalah sirkuit mental, sirkuit pengendali gerakan, dan sirkuit keamanan.

Jika diibaratkan sebagai manusia, sirkuit mental adalah otak, sirkuit pengendali gerakan adalah saraf tulang belakang dan sistem saraf. Perintah yang diberikan oleh sirkuit mental akan ditransmisikan ke seluruh tubuh melalui sirkuit pengendali gerakan, dan menyebabkan anggota badan bergerak.

Sirkuit keamanan lebih seperti sistem rem darurat yang akan mencegah dua sistem pertama tadi mengalami gangguan. Semua robot harus memasang sirkuit kemanan; para perakit telah diperintahkan oleh pemerintah untuk melakukan hal itu, jadi aku pun punya sirkuit seperti itu di dalam tubuhku.

“Meskipun demikian, masih ada hal yang kukhawatirkan.”

Professor lanjut berbicara. Dia mengeluarkan rokoknya dari dalam wadah dan menghisapnya. Rokok elektrik itu kemudian mengepulkan asap ungu.

“Setelah memulihkan data dari sirkuit mentalnya, aku menemukan sesuatu yang aneh. Sepertinya robot bisa memiliki ‘ilusi’.”

“Ilusi…hah?”

Professor mengangguk. Aroma asam manis menguar dari rokoknya.

“Robot itu sepertinya sedang mengejar ‘seseorang’ yang hanya bisa dilihatnya. Jika kau mengatakannya seperti ini, kau mungkin akan mudah menjelaskan perilaku robot tersebut secara logis. Robot itu menghancurkan pintu karena ‘orang itu’ berada di balik pintu tersebut, dan dia berjalan ke arah air mancur juga karena ‘orang itu’ pergi kesana.”

Robot memiliki halusinasi. Mungkinkah begitu?

“Aku pernah menerima laporan tentang pengaturan visual dan warna milik robot mengalami kerusakan sebelumnya, tapi kasus ini berbeda dari biasanya…. Selain itu, anggota lain di kelompok kami tidak menyadari hal ini sebelum aku yang mengatakannya. Ampun deh….”

Mata Profesor berkilat seperti matahari musim panas, dan suaranya juga agak bersemangat. Kapanpun dia berbicara tentang hal yang berkaitan dengan robot, Profesor menjadi begitu bersemangat. Aku suka melihat Profesor yang seperti ini.

Meskipun begitu, karena topik kita saat ini adalah tindak kejahatan robot, perasaaanku agak rumit.

“Oh….?”

Tiba-tiba Profesor berhenti.

“Ada apa?”

“Iris, tunggu di sini sebentar.”

Setelah itu, Profesor berjalan ke seberang.

Dia berjalan menghampiri sebuah robot yang tergeletak di tanah. Kaki kanannya patah, badannya hancur, dan dia bergelung seperti kucing di teras toko yang tutup.

Professor tidak peduli bajunya kotor, kemudian dia membawa bagian atas robot itu lalu menyandarkannya di pintu toko. Lantas, dia mulai memeriksa robot tersebut dengan ekspresi yang amat serius.

“Hmm, model 007 ya…” Profesor bergumam.

Professor kemudian mengeluarkan sebuah batere cadangan dari saku dan memasukkannya ke dalam dada robot tersebut. Setelah beberapa detik, terdengar bunyi ‘bip’, dan dada si robot mengejang sesaat seperti diestrum ketika detak jantung manusia berhenti.

“Bagus sekali, sirkuit mentalnya masih berfungsi.”

Setelah mengeluarkan baterenya, Profesor mengambil ponsel dan menelepon seseorang.

“…..Ah, Ralph? Ini aku. Aku di dekat Fountain Plaza sekarang.”

Professor dengan cepat menceritakan tentang model dan kondisi robot itu kepada orang di seberang saluran telepon. Percakapan tersebut berakhir dalam 30 menit, kemudian Profesor mengamati penutup jalan yang tergeletak di dekatnya.

“Anak ini…. Sepertinya telah melewati jalan yang gelap dan sempit ….”

Seperti yang dikatakan Profesor, robot itu nampaknya muncul dari gorong-gorong karena tubuhnya sangat kotor. Saat membayangkan tentang robot yang merangkak melalui gorong-gorong yang sempit dan gelap, aku merasa mual.

Profesor kemudian merekatkan stiker degan tulisan ‘Laboratorium Robotik Pertama Universitas Oval: Informasi Reklamasi Final’ di dada robot tersebut, kemudian berkata padaku, “Maaf membuatmu lama menunggu.”

“Profesor, apa anda barusan menelpon pusat riset?”

“Ya. Aku mengusahakan beberapa hal untuk bisa membawa anak ini.”

Aku menoleh untuk melihat robot tersebut.

“Anda bisa memperbaikinya?”

“Yah, aku takkan tahu sebelum mencobanya.”

Profesor sering memperbaiki robot yang tergeletak di jalan. Jika dia mengetahui identitas robot tersebut, dia akan mengontak pemilik resminya. Meskipun sebagian robot yang beruntung akan diambil kembali oleh pemiliknya, sedangkan sebagian besar berakhir di ruang penyimpanan di pusat riset. Jika robot tersebut diklaim terlebih dulu oleh Departemen Manajemen Robot, maka dia akan dihancurkan setelah melalui beberapa proses. Dari perspektif ini, robot yang ditemukan oleh Profesor sangatlah beruntung.

Sambil berjalan dengan bergandengan tangan, aku bertanya.

“Professor.”

“Ada apa?”

“Kenapa anda sering membantu memperbaiki robot?”

“Hmm, ya....”

Profesor berpikir sebentar lalu menatapku.

“Mungkin... karena alasan itulah aku hidup?”

Aku merasa bahwa senyum yang Profesor berikan benar-benar tulus tapi tersirat kesedihan yang mendalam.

Ekspresi seperti ini terkadang muncul di wajah Profesor.

Setelah makan malam pada hari itu, Profesor memulai ‘percakapan spesial’ yang sudah lama kunantikan. Itu karena Profesor menyelesaikan pekerjaannya lebih cepat dari yang kuperkirakan. Hari ini aku mendapat percakapan khusus dan kencan juga; benar-benar hari yang spesial.

Aku memindahkan meja dan kursi ke lab riset sambil menyiapkan papan kecil dan penghapus, kemudian aku juga menyiapkan makanan ringan dan teh. Selesai.

Sebuah percakapan spesial.

Itu merupakan pembicaraan pribadi yang diperuntukkan bagiku dari waktu ke waktu.

Profesor memberi kuliah di Universitas Oval setiap minggu. Karena beliau adalah sorang jenius muda terdepan dalam teknik robotik, kelasnya akan selalu dipenuhi orang-orang yang ingin mendengar kuliahnya. Bahkan banyak juga yang berasal dari universitas lain.

Perkuliahan Profesor sangat spesial dan akan selalu dimulai dengan topik-topik filosofis seberti ‘Robot dan Etika,’ ‘Robot dan Cinta’ dan sebagainya. Saat dulu aku mempelajari tentang materi tersebut, aku berteriak: “Aku juga ingin ikut!,” tapi akhirnya aku tetap tidak bisa ikut. Aku ingin melihat secara langsung, Profesor berdiri di depan dengan mengenakan jas putih dan memegang penunjuk, sedang mengajar dengan postur heroik dan nada yang tegas. Karena robot tidak memiliki hak untuk bersekolah, maka jika aku hadir diam-diam di kuliahnya, hal itu akan merepotkan Profesor. Saat aku sudah akan menyerah, Profesor memberiku saran:

“Kenapa kita tidak mengadakan kuliah sendiri di rumah?”

Mulai saat itu, Wendy von Umbrella mengadakan kelas spesial untuk Iris Rain Umbrella seorang.

Aku kemudian mengeluarkan buku catatan tebal dari folder kesayanganku. Buku tersebut dipenuhi oleh tulisan-tulisan pertanyaan yang kuajukan saat kuliah.

Seperti misalnya,

“Apakah robot mengalami perkembangan psikologis?”

“Apakah robot mengalami pubertas dan masa transisi?”

“Apa bedanya emosi pada manusia dan robot?”

“Bisakah robot masuk surga?”

“Apakah suatu hari manusia bisa menikahi robot?”

“Seberapa besar rasa cinta Profesor padaku?”

Meskipun terdapat juga beberapa pertanyaan pribadi, hal itu masih bisa ditoleransi karena ini masih terhitung sebagai percakapan pribadi.

“Baiklah, kembalilah ke tempat dudukmu.”

Profesor kemudian masuk ke lab. Hari ini, dia mengenakan jas putih di luar pakaiannya, rambut indahnya diikat di belakang. Sedangkan aku, aku memakai pakaian maidku yang biasanya, jadi kombinasi penampilan kami berdua terlihat aneh.

Profesor menaruh tangannya di podium kayu yang dia bawa dari universitas, lalu berkata: “Mari mulai mengabsen.”

“Iris Rain Umbrella.”

“Hadir! Hadir, hadir, hadir!”

Aku berdiri dari balik meja, mengacungkan tanganku dengan bersemangat seperti anak kecilyang baru masuk sekolah.

“Iris.”

“Ya!”

“Kamu hanya perlu mengatakan ‘hadir’ satu kali saja.”

“Baik!”

Aku sangat bahagia saat ini. Akan lebih bagus kalau robot bisa pergi ke sekolah suatu hari.

Profesor berdeham sebentar lalu memulai kuliah dengan ‘Baiklah, buka halaman lima puluh dua.’

Aku membuka buku bacaan yang digunakan Profesor di universitas. Karena aku membacanya berkali-kali, buku itu sudah agak kumal.

“Tema kuliah pada hari ini adalah ‘Arti Eksistensi Robot.’ Saat ini, jenis riset ini dikategorikan sebagai psikologi robot. Sebuah tesis yang kubicarakan sekitar delapan tahun lalu menyebabkan diskusi panas......”

Profesor mengajarkan materi tersebut dengan cepat. Papan tulisnya kemudian segera dipenuhi dengan tulisan indah Profesor.

Aku merekam semua perkataan Profesor di buku catatan. Tentu saja, sirkuit mentalku sudah menyimpan perkuliahan tersebut secara otomatis, tapi itu tidak akan terasa seperti kuliah. Hal yang terpenting adalah suasana dan perilaku kita.

Tiga puluh menit kemudian.

“......Hmm, itu tadi adalah sejarah dari ‘arti hidup’ dan ‘kebersihan mental’ mulai dari robot model lama sampai yang model terbaru. Meskipun penyusunannya agak jelek jika dilihat dari sudut pandang akademis, tapi itu bisa menjadi referensi bagi para mahasiswa...... Ada pertanyaan?”

“Ada!”

Aku mengacungkan tangan kananku dan melambaikannya berkali-kali. Tapi disini hanya ada satu murid saja.

“Iris.”

“Kuliah anda sangat menarik, terima kasih!”

Hal pertama yang harus dilakukan adalah bersikap sopan.

“Kemudian, tentng ‘arti ksistensi’ yang profesor jelaskan barusan, apakah itu termasuk ‘robot harus melayani majikannya’?”

“Tentu saja. Mempelajari robot memang lazim dalam keluarga robot tersebut; arti mereka sebenarnya adalah melayani pemiliknya.”

“Jadi kalau begitu arti eksistensiku adalah untuk melayani Profesor.”

“Bagaimana kau bisa menyimpulkannya begitu?”

“Karena aku mencintai Profesor.”

“Baiklah, baiklah.”

“Mengatakan ‘baiklah’ satu kali saja cukup; Profesor yang mengatakan itu.”

“Kau benar-benar cerewet.”

Profesor mendesah.

Saat dia menuliskan tabel dan penjelasan di papan, aku memikirkan tema hari ini – arti eksistensi kita. Akhirnya, setelah aku mengumpulkan sebuah laporan sederhana mengenai pendapatku, kuliah tersebut akan segera selesai.

“Aku sudah selesai!”

“Wow, cepat sekali.”

Bagaikan detektif yang telah memecahkan kasus yang sulit, aku menghempaskan laporanku ke podium.

“Laporan Impresi (Ke-18)” Tema..... Robot dan Arti Eksistensinya. Arti eksistensiku adalah Profesor. Profesrku yang tercinta. Aku mencintaimu, Profesor. Menikahlah denganku, Profesor. Selesai!

Setelah membaca laporanku, ekspresi Profesor menjadi sekaku wajah polisi yang keduluan detektif.

“Erm, Iris.”

“Ya!”

“Laporanmu hanya satu arah.”

“Tapi itu sudah menjelaskan segalanya.”

“Motivasimu benar-benar rendah.”

“Aku sangat termotivasi!”

“Apa kau mengejekku?”

“Mungkin saja begitu.”

Setelah mendesah, Profesor mengeluarkan rokok elektrik dari wadahnya. Dia melepas salah satu bagiannya dan menghisapnya.

“Profesor, rokok.....”

“Tidak apa-apa. Ini bukan di universitas.”

“Bukan begitu... Tapi dilarang merokok di lab.”

“Ah.”

Dengan ekspresi seperti orang yang akan mengamuk, Profesor berkata sambil merengut: “Kuliah hari ini cukup sampai di sini!” Dia melepas jas putihnya, melemparkannya kemeja, dan meninggalkan kelas dengan cepat sambil meninggalkan asap ungu di belakangnya. “Ampun deh….” Perkataan Profesor itu nyaris tak terdengar.

Aku mengambil laporan yang kutulis. Diatasnya terdapat tulisan merah besar berbunyi “ULANGI” Lelucon hari ini sepertinya memang agak berlebihan. Itu karena kelas spesial ini adalah kesempatanku menjahili Profesor, jadi aku gatel ingin melakukannya.

Mungkin aku harus membuatkan teh dan kue untuk Profesor agar memperbaiki moodnya.