Konjiki no Master(Indo):Arc 3 Chapter 155

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Chapter 155 : Pengunjung Tak Terduga  

……Gemetar!?

Liliyn menanyai Hiiro ‘Apa terjadi sesuatu?’ karena dia tiba-tiba menjatuhkan buku yang sedang dibacanya.

“Tidak, bukan apa-apa.” (Hiiro)

“Benarkah?” (Liliyn)

Hiiro yang merasa menggigil curiga ada seseorang sedang menatapnya. Selain itu, akan lebih baik jika itu bukan seorang yang merepotkan.

‘……Mari kita anggap itu hanya imajinasiku saja.’ (Hiiro)

Menyingkirkan perasaan buruk itu, dia sekali lagi menatap buku itu.

Hiiro dan yang lainnya tinggal di satu kamar di dalam Istana Maou. Dia tinggal di sebuah ruangan besar yang dia pinjam untuk sementara waktu. Ketika dia diminta menempati ruangan itu untuk beristirahat, dia dengan riang menerima permintaan itu.

Alasan terbesar mengapa dia setuju adalah karena dia dengan mudah mengetahui situasi terakhir perang, tetapi juga karena dia bisa memakan semua makanan yang dia inginkan.

Sambil membaca buku, dia melihat ke arah Nikki yang duduk dalam posisi bersujud di lantai. Tubuhnya ditutupi oleh cahaya biru. Dan yang mengambang di depannya adalah sebuah bola seukuran bola tenis. Cahaya yang menyelimutinya terhubung ke bola mengambang itu.

“Kau kacau, Baka-Deshi.” (Hiiro)  

“Ma-mau bagaimana lagi –desuzo.” (Nikki)

Dari dahinya sedikit keringat yang merembes keluar. Dia menggigit giginya dengan mata tertutup dan entah bagaimana ia tampak kesakitan.

“Ho~, Nikki sekarang sudah bisa mengendalikan sihir.” (Liliyn)

Mendengar kata-kata Liliyn, Nikki tersenyum lebar dan memandang ke arahnya. Tapi,

Creak!

Tiba-tiba bola itu tersentak, dan dia dengan sendirinya memalingkan wajahnya.

“…… Ini masih jauh dari keberhasilanmu.” (Liliyn)

Liliyn mengangkat bahunya keheranan.

“Au~......” (Nikki)

“Ini terjadi karena kau kehilangan konsentrasimu. Lakukan lagi dari awal.” (Hiiro)

“Ba-baik– desuzo......” (Nikki)

Dia dengan sedih mengangguk atas perkataan Hiiro.

Mumumu.” (Nikki)

Hiiro menatap Nikki yang sekali lagi mulai berkonsentrasi dengan matanya yang tertutup.

‘Kalau dipikir-pikir lagi, itu sudah lama sejak aku membawanya.’ (Hiiro)

Dia mengingat pertemuan pertamanya dengan Nikki yang putus asa mencoba mengendalikan kekuatan sihirnya. Pada awalnya, ekspresinya seperti mayat, tidak menunjukkan emosi. Seseorang tidak bisa mengetahui apakah dia hidup atau tidak.

Meskipun Nikki adalah manusia, dia dibesarkan oleh monster di [Demon Continent]. Suatu hari monster yang membesarkannya dibunuh oleh monster lain.

Bagi Nikki, itu sama seperti kehilangan orang tuanya. Setelah hidup sendiri untuk sementara waktu, dia mengalami kejadian yang tidak terduga.

Saat itulah, Hiiro yang menyelamatkannya. Karena beberapa kenyataan aneh dia disukai oleh Nikki, dan dia ingin menjadi murid Hiiro.

Tentu saja, awalnya Hiiro menolaknya, namun entah mengapa pada akhirnya dia menerimanya.

‘Simpatikah? …… Apa karena itu? Itu seperti bukan aku.’ (Hiiro)

Ya, pada saat itu apa yang dia rasakan terhadap Nikki tak diragukan lagi adalah rasa simpati. Dia pikir itu akan menarik untuk membuatnya menjadi muridnya sembari melihat Nikki yang menempel di pinggangnya.

Setelah Hiiro memutuskan sesuatu, dia tak akan menyesalinya nanti. Dia tidak suka menyalahkan orang lain sebagai alasan untuk pilihan yang dia buat sendiri.

Dia telah memutuskan untuk bertanggung jawab atas pilihan yang dia buat sendiri. Dan selama dia berpikir untuk membiarkan Nikki tumbuh, dia akan menjaganya sampai Nikki bisa hidup mandiri.

Dan sebagai manusia yang berada di [Demon Continent], dia mengubah wujud Nikki menjadi ras Imp dengan menggunakan [Word Magic]nya. Ketika Nikki tiba-tiba meminta bukti atas hubungannya sebagai Shishou, Hiiro menggunakan [Word Magic] dan menulis [文献] | [Literature] pada kain yang mirip dengan seragam bela diri.

Setelah itu, Mikazuki juga meminta bukti, jadi dia melakukan hal yang sama seperti yang dia lakukan pada Nikki.

‘Entah kenapa anak-anak kecil selalu muncul di sekitarku. Terlebih semuanya adalah seorang gadis?’ (Hiiro)

Hiiro mengalihkan tatapannya ke arah Nikki dan saat dia mengalihkan pandangannya ke arah Liliyn, dia telah diserang oleh tatapan luar biasa seolah-olah dia sedang diejek oleh Liliyn.

‘……Dia punya intuisi yang bagus.’ (Hiiro)

Menjaga poker facenya yang biasa, Hiiro menghembuskan napas dan sekali lagi berkonsentrasi pada bukunya.

Pintu terbuka dan seorang yang berisik masuk.

“Maaaaaaster! Mikazuki telah kembali!” (Mikazuki)

Hiiro dengan sigap menghindari Mikazuki.

“Apa!?” (Mikazuki)

Dan seperti itulah Mikazuki berakhir dengan mencium lantai.

“Fuaa! I-Itu sakit~! Shishou jahat! Peluk aku!” (Mikazuki)

“Diam. Di sini panas sekali, jadi jangan menempel padaku.” (Hiiro)

“Itu benar Mikazuki! Hanya aku yang bisa memeluk Shishou!” (Nikki)

“Itu salah! Hanya Mikazuki yang bisa memeluk Shishou! Nikki bisa melanjutkan latihannya!” (Mikazuki)

“Apa, Apa yang kau bilan~g?” (Nikki)

Hiiro mendesah sembari melihat pertengkaran yang tidak ada manfaatnya di antara keduanya.

“Nufofofofo! Saya telah kembali, My Lady!” (Silva)

"Aa." (Liliyn)

“Oho! Saya terkesan mendengar dengan perkataan dinginmu, My Lady! Nufofofofo!” (Silva)

"Hiiro, dia sangat menjengkelkan, hentikan dia menggunakan [Word Magic] milikmu." (Liliyn)

“Itu kasar! Itu memang kasar! Nufofofofo!” (Silva)

Liliyn mengarahkan pandangannya ke arah Shamoe yang berdiri di samping Butler Hentai itu.

“Terima kasih sudah mengumpulkan informasi. Jadi bagaimana situasinya sekarang?” (Liliyn)

“I-Itu......” (Shamoe)

Shamoe menatap pintu dengan wajah yang mengatakan 'Sulit untuk mengatakannya.'

“Nh? Ada seseorang di sana?” (Liliyn)

Seseorang tiba-tiba masuk melalui pintu. Hiiro mengernyitkan alisnya sementara Liliyn membuat ekspresi suram.

“Ho, kami punya tamu langka di sini. Tidak, sebenarnya, kamilah tamu di sini.” (Hiiro)

Mengatakan itu Hiiro menutup bukunya.

“Aku ingin berbicara denganmu sebentar.” (Aquinas)

Mendengar ucapan itu, Hiiro menatap Aquinas dengan tatapan yang menyelidiki. Liliyn sendiri menunjukkan suasana hati yang tidak menyenangkan. Silva yang tadinya tertawa juga lebih berhati-hati.

“Denganku? Hanya kita berdua?” (Hiiro)

"Ya." (Aquinas)

Suara keras seseorang yang mengentakkan lantai terdengar. Hiiro menyadari itu berasal Liliyn.

“Jangan bercanda... Aku sudah memberitahumu... Jangan campur tangan dengan urusan kami.” (Liliyn)

Hiiro melebarkan matanya melihat Liliyn memancarkan permusuhan terhadap Aquinas.

‘Sejak lama aku berpikir mereka merupakan kenalan, tetapi entah mengapa rasanya tak seperti itu ataupun bahkan lebih dari itu.’ (Hiiro)

Dia tiba-tiba teringat. Itu ada di nama mereka. Ketika ia mengintip status Aquinas, ia merasakan beberapa perasaan tidak enak. Dia akhirnya mengingatnya.

Liliyn Li Reysis Red Rose dan Aquinas Li Reysis Phoenix. Itu adalah 'Li Reysis' yang sama persis di kedua nama mereka.

‘Dan jika aku melihatnya dengan teliti.... mereka berdua.... terlihat mirip.’ (Hiiro)

Rambut merah mereka tampak mirip satu sama lain, terutama bagian mata mereka terlihat sama. Dan mereka berdua memiliki atmosfer serupa juga. Hiiro mencoba menebak hubungan mereka, sementara keduanya saling menatap dan berbicara.

“Jangan khawatir. Ini tidak seperti aku ingin ikut campur dalam urusan kalian. Aku datang hanya untuk berbicara dengannya.” (Aquinas)

“…… Benarkah?” (Liliyn)

Aquinas menghembuskan nafas sembari menatapnya.

“Yah, aku juga punya sebuah permintaan.” (Aquinas)

“Baiklah! Mungkin saja itu akan menjadi permintaan yang merepotkan, ‘kan? Jadi selesaikan saja sendiri!” (Liliyn)

“Aku bisa melakukan itu, tapi jika aku melakukannya, mungkin aku tidak bisa memenuhi janji yang aku buat padanya.” (Aquinas)

Hiiro yang tetap diam, bereaksi terhadap kata-kata itu.

“Apa maksudmu?” (Hiiro)

“Kelanjutan dari cerita hanya akan ada di antara kita? Jadi apa itu? Maukah kau menerimanya atau tidak?” (Aquinas)

“Kuu! Kau seorang pengecut Aquinas! Jika kau mengatakannya seperti itu maka Hiiro akan...!” (Liliyn)

“Aaah, aku akan menerima tawaran itu.” (Hiiro)

Hiiro dengan mudah menerima tawaran itu.

“Ah mou! Lihat, selalu saja seperti ini!” (Liliyn)

“My Lady, tolong tenanglah.” (Silva)

“Eei! Bagaimana aku bisa tetap tenang dengan keadaan seperti ini!?” (Liliyn)

Perkataan Silva tidak membantu dan Liliyn menjadi cemberut. Tapi yang mengejutkan adalah dia mengalihkan perhatiannya pada Hiiro.

“Aka-Loli, aku tidak tahu apa yang terjadi antara kau dan dia, tapi akulah yang harus memilih keputusanku di sini bukan kau.” (Hiiro)

“T-Tapi Hiiro, pria ini......” (Liliyn)

Hiiro mengangkat tangannya dan memberi isyarat untuk tak berbicara lagi.

“Sebenarnya, aku sudah bisa menebak apa permintaannya itu.” (Hiiro)

“B-Benarkah?” (Liliyn)

Liliyn membuat ekspresi kosong dalam sekejap. Aquinas membuat wajah paham, seperti mengatakan ‘Seperti yang diharapkan’.

“Aa, jadi kalian tunggu di sini. Ayo kita pergi rambut merah.”

“Ya.” (Aquinas)

Tepat sebelum Hiiro akan pergi,

“H-Hei Hiiro.” (Liliyn)

Hiiro menghentikan langkahnya dan bertanya “Apa?”

“Seharusnya akan baik-baik saja jika mengenal dirimu....... tapi beritahu kami jika terjadi sesuatu.” (Liliyn)

Secara tak langsung berarti dalam kasus Mikazuki atau Nikki tak mampu bergerak lebih, dan sebuah kata dapat memicu mereka bergerak.

Hiiro melirik sekilas ke teman-temannya. Ketika dia melihat mereka, dia melihat Nikki dan Mikazuki menatapnya dengan wajah khawatir.

Tap.... Tap.... Hiiro menyodok kepala mereka dengan jari telunjuknya.

“Tunggulah dengan sabar.” (Hiiro)

Setelah mendengar kata-kata Hiiro, keduanya merasa diyakinkan. Dan kemudian, Hiiro dibawa keluar ruangan oleh Aquinas.  

<< Sebelumnya | List Chapter | Selanjutnya >>