Ochitekita Ryuuou to Horobiyuku Majo no Kuni (Indonesia):Jilid 1 Epilog

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Epilog[edit]

“Astaga, siapa yang kami temukan di sini, kalau bukan Kepala Daerah. Selamat datang dan terima kasih atas kehadiranmu.”

Di dalam istana kerajaan tertentu, di ibukota Kerajaan Cassandra, seorang raja, yang tampak berusia tiga puluhan, melambaikan pakaiannya yang panjang dan mewah, dan menyambut tamunya dengan hormat.

Selain ibukota, Kerajaan Cassandra menguasai lebih dari tiga kota berbenteng lain dengan beberapa permukiman kecil. Itu adalah negara yang relatif kuat dengan populasi yang besar di daerah terpencil.

Orang ini, yang mana raja Cassandra saat ini, Cassandra III, dipuji dan dicela sebelumnya, adalah kardinal yang dikirim oleh Gereja Lama, seorang pria bernama Aiba.

Aiba, yang kurus, tinggi, dan terbungkus jubah putih, muda, dan tampak berusia akhir dua puluhan. Fakta bahwa dia ditugaskan sebagai kepala daerah di usia muda ini adalah bukti bahwa dia adalah orang yang tajam dan cakap.

“Tidak, jangan pedulikan, Baginda.”

Sambil tersenyum lemah, sang Kardinal, Aiba, membalas sapaannya. Di belakangnya, 10 orang, yang ditugaskan sebagai penjaga, berbaris. Mereka semua adalah anggota ksatria suci. Ksatria-ksatria itu tidak mencoba melepas helm mereka di depan Casandra III, karena mereka hanya akan menunjukkan wajah telanjang mereka kepada pendeta dari Gereja Lama, dengan kata lain, kepada Anak-Anak Tuhan.

“Silakan duduk.”

Cassandra III sampai di tempat kehormatan di meja panjang yang diletakkan di ruang makan dan meminta Aiba untuk duduk. Melihat Aiba menggantikannya di kursi hitam terbuat dari kulit, orang-orang Cassandra duduk di kedua sisinya, saling berhadapan.

Wine anggur, kue teh, dan buah-buahan terus dibawa keluar satu demi satu oleh maid.

Para maid pergi setelah mengantarkan cangkir buah dan wine, lalu Raja Cassandra dengan santai meraih tangannya ke gelasnya yang berisi cairan merah dan mengangkatnya di depannya.

“Untuk menghormati Kepala Daerah, yang menghiasi kami dengan kehadirannya setelah menempuh perjalanan jauh.”

“Saya mengucapkan terima kasih kepada Tuhan, yang berkah dan kebaikan-Nya tidak terbatas, serta Baginda.”

“Tos!” (x2)

“Tos!” (x4)

Usai menikmati aroma dan rasa anggur yang kaya untuk sementara waktu, Aiba meletakkan cangkirnya kembali ke atas meja dan melihat ke arah Raja Cassandra sambil menyeringai. Namun, mereka yang mengawasinya pasti akan memperhatikan bahwa matanya sama sekali serius.

“Kalau begitu, Baginda, saya penasaran, bagaimana rencana invasi hutan telah maju?”

Suara Aiba tenang, dan ekspresi ringannya tidak goyah, tapi bagaimanapun, matanya memancarkan cahaya dingin dan kejam.

“Tanpa penundaan, kami dapat mengukur potensi penyihir, gaya bertarung, kekuatan pertahanan mereka, bahkan mengerahkan pasukan kami ke tempat yang nyaman berkat saranmu. Namun, beberapa hari yang lalu, kami mengalami beberapa pengalaman pahit.”

“Tentu, satu atau dua kekalahan bertempur takkan banyak berubah selama kita menang dalam perang.”

“Dengan memulai serangan dan membiarkan mereka merespons, kami bisa menganalisis potensi perang musuh kami. Karena kami belum pernah melancarkan serangan yang tidak beralasan sejak awal, kami tidak mengalami kerugian besar. Begitu kami selesai menganalisis potensi perang mereka melalui cara ortodoks, kami akan membentuk strategi yang ideal. Astaga, kami kagum sekali dengan akalmu.”

Raja Cassandra tersenyum seolah sedang dalam humor yang baik.

“Kami sudah terbiasa dengan gaya bertarung penyihir. Kami juga mengetahui bahwa jumlah mereka jauh lebih sedikit daripada yang kami duga. Seperti ini, kami akan bisa segera menghancurkan para penyihir.”

(Begitu. Raja ini tidak bodoh, tapi dia tidak berterus terang. Tidak dungu, tapi jujur tanpa akal sehat. Lagi pula, bukankah dia akan menjadi pemilik kecil dari sebuah daerah perbatasan? Tetap saja, untuk membimbing orang-orang ini adalah tugas kami sebagai Anak-Anak Tuhan) Dengan wajah Aiba yang tidak memberi kesan akan pikiran terdalamnya, dia bertanya

“Kalau begitu, rajaku, bagaimana kekuatan Anda saat ini?”

“Kami berencana untuk mengumpulkan 2000 tentara.”

“Tentu, dia pekerja keras, bukan?” – Aiba mengaguminya.

Jumlah 2000 paling dekat dengan kekuatan maksimum yang bisa dimobilisasi Cassandra. Bila seseorang jujur tanpa akal sehat, mereka mungkin tidak akan menahan diri sedikit pun. Aiba terkekeh di dalam hatinya saat ia mencoba menghasut Cassandra; Tetap saja, dia tidak cukup bodoh untuk membiarkannya belajar tentang itu.

Dengan menunjukkan sikap serius, dia membungkuk ke arah sang raja.

“Memisahkan kekuatan militer seseorang menjadi kelompok kecil adalah ide yang bodoh. Hanya dengan akumulasi kekuatan yang intensif, kami bisa menghasilkan hasil yang paling tinggi. Tapi tentu saja, ini adalah sesuatu Baginda dan Jenderal harus tahu.”

“Umu. B-Benar. Seperti katamu, Aiba-dono.”

“Dengan membasmi para penyihir yang tinggal di sana, Anda bisa menghubungkan negara dan wilayah Anda melalui hutan yang luas itu. Serta, Anda akan bisa mendapatkan keuntungan dari negara lain.... Anda paham?”

Aiba terus mendesak Cassandra secara tidak langsung dan tenang seperti yang telah dilakukannya sampai saat ubu.

Keinginan untuk bertindak sebagai negarawan menyala di mata sang raja.

“Aku mendengar bahwa ada sejumlah kayu, tumbuhan liar, buah-buahan, dan hewan liar di dalam hutan. Aku juga mendengar bahwa sumber daya mineral tidak terpakai di sana. Bagi para penyihir, itu adalah hal-hal yang tidak berguna, dan pada saat bersamaan, memberikan sesuatu yang berharga kepada seseorang yang tidak tahu nilainya. Kami akan memanfaatkannya secara efektif.”

Dengan ucapan Raja Cassandra yang penuh semangat, Aiba tersenyum lebar.

“Untuk memusnahkan para penyihir dan untuk membuat umat manusia makmur, itu adalah keinginan Bapa kita.”

Dengan mengatakan “Bapa”, Cassandra III maksud yakni Tuhan Yang Satu dan Yang Mutlak, yang mereka percayai. Lalu, para pendeta bersama Aiba yang melayani Tuhan juga adalah anak-anak-Nya.

Makanya, para pendeta disebut sebagai Anak-Anak Tuhan.

“Omong-omong, kapan kita bisa mulai menyerang hutan?”

Raja Cassandra menatap pria itu, mengenakan seragam militer, di sampingnya.

“Jenderal, tanggal berapa tepatnya kau akan mulai beroperasi?”

Jenderal, yang berdiri dari bangku dan menurunkan kepalanya sampai ke keningnya menyentuh meja, akhirnya mengangkatnya dan mengumumkan dengan tegas kepada raja dan Aiba.

“Rencana kami akan dimulai dalam sepuluh hari. Saat fajar menyingsing pada hari kesepuluh, kami akan berangkat. Kami akan menyerang benteng yang terletak di puncak tebing besar dan mengusir para penyihir menjauh dari hutan. Lalu kami bermaksud untuk memperkuat benteng yang direbut, sehingga bisa menciptakan pijakan untuk memasuki hutan.”

Raja Cassandra dan Kardinal Aiba mengangguk puas.

Dengan tentara Cassandra berangkat setelah 10 hari, Naga, Harrigan, dan selebihnya akan membutuhkan waktu setidaknya 10 hari untuk melakukan persiapan. Namun, melawan kekuatan yang mendekati 2000 tentara, mereka hanya akan memiliki kekuatan 20 orang. Perbedaan antara kekuatan biasanya menyebabkan seseorang putus asa. Taktik macam apa yang akan diambil Harrigan dan Naga? Pertempuran 2000 tentara melawan 20 orang hampir dimulai.