Ochitekita Ryuuou to Horobiyuku Majo no Kuni (Indonesia): Jilid 1

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Ilustrasi[edit]

Prolog 1[edit]

Di langkan besar yang membentang dari batuan dasar, ada seorang pria muda berdiri di tepian.

Dia tampak tidak lebih dari 16 atau 17 tahun, dia memiliki rambut hitam longgar dan kusut dan mengenakan pakaian yang aneh. Sebuah hakama dengan manset diikat dengan sabuk tebal dan mantel berwarna mencolok. Tak satu pun tampak dari dunia ini.

Dia berdiri di atas tebing batu halus dan vertikal tanpa pijakan, 300 atau 400 meter di atas tanah, pandangan yang membentang di atas cakrawala sangat menakjubkan. Orang normal akan merasa pusing dengan hanya berdiri di sana tanpa melihat ke bawah.

Walaupun begitu, pria muda itu berdiri dengan tenang di tepi langkan saat menatap tempat tersebut.

Dalam bidang pandangannya yang luas, tanah bergelombang menyebar saat pola bintik-bintik hijau muda dan coklat kemerahan berjalin bersamaan. Bagian hijau gelap yang tampaknya hutan dapat dilihat dari berbagai tempat. Bila dia mengangkat kepalanya dan menatap ke atas, di atas tebing vertikal ke dataran tinggi di dalam tanah, dia bisa melihat puncak-puncak tinggi pada pegunungan dan kaki gunung.

Sebuah hutan lebat yang menutupi dataran tinggi. Berkat kepadatan tinggi pepohonan dan daun hijau gelap, bila ada yang menunduk ke hutan dari langit, mungkin itu tampak seperti tanah hitam menyebar di atas tanah.

Pria muda yang menatap itu mengangkat kepalanya secara perlahan.

Walaupun itu samar dan kabur, dia mampu memiliki pandangan yang baik dari puncak tertutup salju di kejauhan. Punggung bukit itu memotong kaki langit, memisahkan bumi putih dan langit biru.

Pria muda itu menoleh karena beberapa bayangan muncul di sudut matanya, melihat apa yang tampaknya sejenis naga bersayap yang kecil terbang di langit yang cerah.

“Memang terlambat untuk mengatakan ini, tapi ini sungguh dunia yang aneh.”

Dia masih menatap langit, mengikuti bayangan hitam itu pergi.

“Walaupun aku mengatakan itu...Aku masih tak bisa mengingat apapun dari duniaku sendiri, tapi aku tahu bahwa setidaknya tak ada makhluk begitu terbang di langit.”

Pada saat itu.

Seorang wanita mendekati punggung si pemuda.

Wanita itu tampaknya berusia awal dua puluhan. Dia memiliki rambut panjang hitam-kebiruan tersebar di punggungnya sampai pinggang. Dia mengenakan gaun hitam panjang yang menutupi tubuhnya sampai mata kaki. Gaun panjang memiliki celah yang ditunjukkan dari kedua sisi rok, satunya dapat melihat paha wanita seksi itu.

Wanita itu berhenti di depan punggung pria itu dan memanggilnya usai melirik punggungnya.

“Apa yang kaulihat, [NagaDragon King]-sama?”

“Aku hanya...tunggu, aku bilang berhentilah memanggilku Naga-sama. Memangnya kaupikir siapa aku?”

“Selain itu Naga-sama, bagaimana lagi aku harus memanggilmu dengan gelar [Dragon King]??”

Meskipun senyum muncul di wajah wanita itu, tampaknya tak ada cemoohan di dalamnya.

Tapi di sisi lain, wajah pemuda itu tersenyum sinis.

“Ini terlalu muluk. Toh, aku tak tahu bahwa namaku memiliki makna berlebihan seperti [Dragon King].”

“Kau bilang begitu tapi, kau tak mau menyatukan dunia ini? Bersatu dan membawa tatanan baru? Lalu aku percaya bahwa yang disebut [NagaDragon King] sangat sesuai untukmu.”

“Itu niatku, tapi, aku belum merebut satu kastil pun. Kalau aku mulai mengklaim diri sebagai Dragon King, maka bagaimana aku harus menyebut diriku ketika aku mengambil alih dunia?”

“Kau bisa menyebut diri apapun yang kaumau, seperti Penakluk NagaDragon Conqueror atau Kaisar Naga SuciHoly Dragon Emperor?”

“Uhahaha! Mengagumkan.”

Walaupun pria muda itu tertawa gembira, wajah wanita itu sedikit heran.

“Kau yang mengagumkan. Untuk menyatukan negara-negara yang dibagi seperti ini, untuk menyatukan terkamnya dunia ini, bukanlah sesuatu yang orang normal akan pikirkan. Setiap negara hanya melindungi wilayah mereka sendiri, dan demi melindungi negara mereka, mereka menyerang wilayah tetangga. Hal yang sama bagi manusia dan witchpenyihir, untuk melindungi diri, manusia mencoba untuk menghancurkan penyihir, dan untuk melindungi diri kita, penyihir menyerang balik mereka. Kita telah menjaga siklus perang tak berujung selama ratusan tahun. Sudah terlambat untuk hidup berdampingan satu sama lain...Itulah yang semua orang pikirkan.”

“Makanya itu tidak berguna. Kalau satu-satunya hal yang mereka lakukan adalah melindungi negara, baik negara maupun rakyatnya akan maju ke depan. Kalau seseorang tidak menerima tantangan, dunia takkan berubah. Kalau tidak ada yang menyampaikan tantangan...”

Pria itu berbalik menghadap wanita itu dan tersenyum dengan berani.

“Lalu aku akan merebutnya.”

“Aku sangat terkejut oleh cara berpikirmu. Bagaimana seorang pria muda sepertimu mendapatkan ide begini?”

“Aku tidak tahu tapi, aku merasa bahwa itu sesuatu yang harus kulakukan. Walau aku tidak akan mengatakan itu adalah...obsesi, itu seperti suara yang menyetuh di suatu tempat di hatiku, mengatakan bahwa dunia yang robek harus bersatu.”

“Aku ingin tahu apakah itu rahasia tersembunyi dalam ingatanmu yang hilang.”

“Mungkin saja.”

Sekali lagi, pria itu menatap pada pemandangan misterius di hadapannya.

Dunia luas.

Alam terjal.

Banyak negara.

Manusia yang beragam.

Penyihir.

Konflik panjang antara manusia dan penyihir.

Serta konflik berkelanjutan antara manusia.

Bisakah pria ini menyatukan dunia ini?

Bisakah dia menghentikan konflik panjang antara manusia dan penyihir yang telah terjadi selama berabad-abad?

Untuk mengakhiri perebutan kekuasaan rakyat yang berlangsung selama ratusan tahun?

“Akan kulakukan.”

Pria muda itu tertawa berani.

“Tidak peduli seberapa baiknya dunia di luar sana, aku lahir untuk menyatukan dunia.”

Pria muda itu berhenti tersenyum dan menatap wajah wanita itu dengan ekspresi serius.

“Jadi Harrigan Halliway Haindora, penyihir hitam pekat dari Hutan Hitam, akankah kau dan penyihir lainnya berjuang bersamaku?”

“Itu niat kami. Walau kelompok kami tidak punya kekuatan, kami siap untuk memberikan semua kekuatan kami untuk membantu ambisimu. Apapun itu, itu adalah cahaya harapan yang bersinar pada masa depan kami saat di jatuhkan di lereng menghadapi kepunahan. Kalau kami mewujudkan ambisimu, kami bisa mengamankan masa depan kami.”

“Aku harap begitu.”

“Pertama-tama, kau menyelamatkan hidup kami, sehingga kami harus melunasi utang itu. Bukankah kaubilang sebelumnya [Untuk pastikan membayar utang menginap malam dan makan]? Sekarang giliran kami untuk melunasinya.”

“Untuk seorang penyihir kau terlalu terhormat.”

“Aku terhormat karena aku penyihir. Bagaimanapun juga, kaulah yang mempertaruhkan nyawamu di pertempuran demi kami karena [Utang makanan dan tidur]. Akan terlalu terhormat.”

Pemuda itu, ingat apa yang dia lakukan, hanya tertawa bahagia.

Pria muda itu terus tertawa sejenak, dan segera memutar tubuhnya.

“Nah, mari kita pergi Harrigan. Sudah semakin dingin di sini, kita akan kedinginan kalau kita tinggal terlalu lama.”

Pria muda dan penyihir itu berangkat dan segera menghilang ke pintu masuk gua.

Embusan angin bertiup di atas langkan batu yang ditinggalkan, membuat suara melankolis yang menyerupai angin musim dingin yang bersiul melalui pagar.

Ini adalah negara-negara berperang.

Sebuah dunia di mana perang tak pernah berakhir.

Sebuah dunia yang tercakup dalam huru-hara perang.

Sebuah dunia ditutupi oleh awan perang.

Di mana kerusakan akibat perang tak pernah berhenti.

Di mana genderang perang tak pernah berhenti.

Di mana medan perang tersebar di dunia.

Di mana apa yang menanti di jalan seorang pria bisa menjadi kemenangan atau kekalahan, dan juga hidup atau mati.

Bisakah pria ini sungguh menyelamatkan penyihir yang berada di ambang kepunahan?

Prolog 2[edit]

Ada sebuah danau kecil di hutan.

Walau kau melihat skalanya di tepi laut, akan lebih tepat untuk menyebutnya sebuah kolam atau rawa. Tapi penduduk sekitar menyebut tempat ini...

Ryuujinko, danau di mana Dewa NagaDragon God hidup.

Air danau oval dingin dan jernih, tidak akan berlumpur walaupun tengah hujan. Oleh karena itu, konon air muncul dari suatu tempat di bagian bawah danau.

Walau itu adalah tempat yang jarang orang-orang dekati, orang-orang masih berdatangan. Beberapa dari mereka, mengatakan bahwa mereka telah melihat hal-hal aneh di tempat itu.

Seseorang mengatakan bahwa ia melihat sebuah kota asing di dasar danau.

Yang lain mengatakan bahwa air danau tengah berguncang walau tidak ada angin.

Yang lain mengatakan bahwa ia melihat naga berenang di sana.

Dan yang lain mengatakan bahwa ia melihat seorang gadis asing di danau.

Rumor tersebut menyebar, orang yang mendekati danau mendadak berhenti datang.

Hari ini seperti biasa, hutan dibungkus dalam keheningan yang mendalam, Ryuujinko tetap tenang dengan permukaan danau bersinar dari sinar matahari seperti cermin.

Di pantai danau, ada seorang pria muda berdiri.

Pria muda itu mungkin sekitar 16 atau 17 tahun, dan mengenakan pakaian aneh.

Dia memiliki rambut longgar dan acak-acakan, mengenakan hakama yang tak bisa kautemukan di sini dengan katana di pinggangnya, serta mantel berwarna dengan desain mencolok.

Pria muda itu melangkah ke dalam danau, tak peduli sama sekali tentang membasahi kakinya saat ia melihat ke danau.

“Dragon tinggal di sini? Bagaimana caranya hidup di air jernih begini? Omong-omong, dasar danaunya terlihat jelas. Di mana dragonnya? Aku datang jauh-jauh demi ini, tapi ternyata palsu.”

Sambil pria muda itu meludahkan rasa tidak senangnya, ia membungkuk untuk mengambil kerikil yang jatuh ke kakinya dan mencoba membuangnya ke danau.

Pada saat itu, air danau mulai membengkak walau tak ada angin, dan riak-riak mendekati danau.

Riak bersuara lebih kuat.

“Apa!? Gelombang mendadak!? Ini mustahil, benarkah ada sesuatu di sini!?”

Pria muda itu membuang kerikil dan melihat ke danau sekali lagi. Pandangan yang belum pernah ia lihat sebelumnya disandarkan pada permukaan danau.

“A...apa, yang...”

Bangunan batu padat.

Sebuah alun-alun ditutupi dengan batu trotoar.

Istana mewah dengan puncak.

“Apa itu!? Kota!? Tidak, tapi bangunan itu...”

Di depan pemuda, pemandangan di dalam danau berubah.

Sebuah hutan hitam tebal dan lebat.

Sebuah pohon raksasa tebal dan tinggi.

Makhluk yang tak pernah dia lihat bergerak di hutan.

“Apa yang kulihat!? Tidak...Apa ini menunjukkan sesuatu padaku?”

Pandangan berubah lagi.

Dan lagi, dan lagi, dan lagi.

Hal berikutnya yang diproyeksikan di dalam air adalah sebuah bangunan pohon biasa, dengan asap masakan naik dari situ.

Dan bayangan wajah gadis cantik ini di suatu tempat.

Pria muda itu tak pernah melihat sosok atau pakaian seperti ini sebelumnya.

“Fatamorgana!? Tidak, aku tak pernah mendengar fatamorgana memproyeksikan diri dibawah air. Apa itu!?”

Saat langkah pria muda itu di dalam danau terheran dengan tontonan tersebut, ombak yang pecah di tepi danau tiba-tiba tumbuh.

“Uwaaah!?”

Ini bukanlah danau, ini hanyalah sebuah kolam kecil.

Energi arus itu teramat besar, pemuda itu ditarik ke bawah air seperti lengan yang terlihat besar telah menangkap kakinya.

“Ap...apa yang terjadi...gaah.”

Pria muda itu menghilang dalam gelombang.

Tiba-tiba, danau tenang, gelombang berhenti dan permukaan menjadi seperti cermin sekali lagi.

Tak ada yang mendengar, bukan suara angin atau celetuk dari burung. Ini tenang yang aneh, seolah-olah danau itu telah menyerap semua suara. Danau kecil dibungkus dengan keheningan yang sama seperti sebelumnya.

Dan untuk pria muda yang menghilang itu...

Kedalaman danau hanyalah beberapa meter, dan air itu begitu transparan hingga bagian bawahnya terlihat. Namun, tak ada tanda-tanda pemuda di dalam air atau di dasar danau.

“Tuan muda... Di mana Anda? Tuan mudaaa.”

Suara salah satu punggawa pemuda itu memanggilnya?

“Tuan mudaaa... Apa Anda mendengar saya? Tuan mudaaa.”

Pemilik suara itu mendekat ke danau sedikit demi sedikit.

“Tuan muda, ke mana dia pergi meninggalkan pengikutnya. Mana mungkin dia pergi ke danau sendirian.”

Seorang pria tua mendekati danau, dan membungkuk menuju danau, dan mengintip dengan takut.

“Ini tak mungkin. Tidak peduli seberapa anehnya tuan muda, ia takkan menyelam ke dalam danau di mana Dragon God tinggal sendirian. Jadi...Ke mana tuan muda pergi?”

Punggawa tua sekitar 50 tahun itu mendecak lidahnya dengan ekspresi frustrasi.

“Tuan muda sialan itu. Berjalan-jalan tanpa pengikut dengan pakaian kumuh, itu sebabnya Anda disebut bodoh oleh semua orang.”

Mendesah, punggawa tua itu berbalik dan berjalan pergi dari danau.

“Tuan mudaaa! Jika Anda berada di sana meresponlah! Tuan mudaaa!”

Bab 1: Pria yang Jatuh di Bak Mandi[edit]

Ada sebuah kelompok yang hanya terdiri dari perempuan, yang tinggal di dalam ‘Hutan Hitam’ yang luas hingga perbatasan yang terpencil.

Orang-orang memanggil mereka ‘Penyihir’. Dengan kata lain, mereka adalah makhluk dengan kemampuan yang berbeda.

Dari sudut pandang manusia yang percaya pada satu Tuhan yang mutlak, yang memerintah mayoritas orang, memang jelas bahwa penyihir yang menyembah ratusan makhluk-makhluk lain untuk sebuah perlindungan begitu ditakuti. Sambil merasa takut terhadap penyihir, mereka juga memiliki perasaan iri dan cemburu terhadap orang-orang tersebut yang memiliki kemampuan spesial, tidak seperti mereka yang menyembah Tuhan.

Tentu saja, mereka tidaklah selaras, sehingga mereka terus berperang lama sekali.

Penyihir, yang sangat bangga dengan banyaknya populasi mereka, serta memegang kuasa yang mampu mempengaruhi dunia, kini telah menurun jumlahnya. Seolah-olah mereka berjalan sepanjang jalan pemusnahan secara perlahan. Sementara menyadari posisi rendah mereka, mereka takkan mencoba mencari pertempuran apapun. Namun dengan hal itu, wilayah mereka terus diserbu, mereka pun takkan ragu-ragu untuk melawan, walaupun itu berarti jumlah mereka akan terus menurun.

Karena sejumlah pertempuran terhadap penyihir diturunkan untuk sementara, banyak dari mereka bisa hidup damai di tempat yang jauh dari kota. Namun, itu hanya sementara karena konflik antara sesama manusia, negara-negara yang berbeda telah meningkat.

Usai perang besar, yang melibatkan banyak negara dan banyak kehidupan yang terenggut, mata mereka akan kembali kepada penyihir. Itu hanyalah tindakan alami yang tentu saja untuk bangsawan di berbagai negara yang dikelilingi tanah penyihir, untuk mempertimbangkan penghapusan mereka.

Negara-negara sekitarnya kini tengah mempersiapkan untuk penghapusan penyihir.

Sementara pidato dengan dalih menyapu penyihir dari dunia ini, didukung serangan berbagai negara, mereka bersekongkol merencanakan pembunuhan pemimpin penyihir dengan mengirim Assassin.

Walau tindakan pengambilan itu memang tepat, konflik antara bawahan dan atasan takkan pernah berhenti.

Sering kali ketika konflik akan tumbuh pada skala nasional, mengakibatkan perang baru.

Sementara konflik antara sesama manusia masih terus terjadi, mereka masih dapat terus mengurangi populasi para penyihir.

Walaupun penyihir memiliki kemampuan tempur yang tinggi, mustahil bagi mereka untuk melawan ratusan dan ribuan unit pasukan yang dikerahkan. Sebagai akibatnya, sambil membunuh sejumlah pasukan musuh, mereka akan berakhir melaksanakan taktik mundur tanpa memperoleh kemenangan.

Pada akhirnya, lingkaran setan kebencian dari manusia terus bermunculan dengan pikiran kehilangan wilayah dan kawan-kawan...

Saat ini pun penyihir diikuti oleh rantai kekalahan.

Tampaknya, tak ada tempat yang damai untuk mereka di dunia ini.


Ada beberapa kelompok diantara penyihir.

Jika saat ini dijelaskan, kelompok-kelompok ini dekat dengan konsep ‘klan’. Beberapa klan ini berkumpul dan membentuk aliansi, yang menonjol dan disebut oleh manusia sebagai ‘Negeri Penyihir’.

Tak ada pria di kalangan kaum-kaum mereka, hanya terdiri dari perempuan, yang dilahirkan sebagai penyihir dengan kemampuan spesial. Penyihir tidak merekrut siapapun selain orang-orang yang mereka anggap sebagai penyihir. Oleh karena itu, itu juga dikenal sebagai negeri perempuan.

Salah satu penyihir, yang merupakan pemimpin dari salah satu klan, yakni Harrigan Halliway Haindora.

Tempat tinggal keluarganya jauh di dalam Hutan Hitam.

Selain Harrigan, ada beberapa klan penyihir lain, yang menetap di dalam Hutan Hitam, tapi keluarga miliknya itu dulunya adalah keluarga yang berpengaruh.

Benar, ‘dulunya’ itu berpengaruh.

Karena lokasi mereka yang strategis, mereka akan menjadi orang pertama yang berada di garis depan, mengakibatkan penurunan klannya. Dan setelah ia menolak, tak terelakkan bagi mereka untuk kehilangan kekuasaan sebagai akibatnya. Karena itu, Harrigan sebagai pemimpin merasa sangat menderita dikarenakan kehilangan orang-orang di klannya.

Sementara khawatir tentang masa depan keluarganya, dia berendam sendiri di pemandian air panas terbuka, yang berlokasi di daerah perbukitan, di dalam hutan.

Pemandian air panas tersebut terbuat dari kayu sederhana yang bergaya arbor yang dibangun di daerah yang tidak ditempati, pemandian tersebut dibangun dengan memotong tanah longgar miring yang terbuat dari bukit-bukit kecil.

Di tengah pemandian panas yang transparan dari 3 sisi, bak mandi diletakkan di lantai kayu. Air panas, yang dipompa dari sumber yang mengalir di dekatnya, memenuhi bak mandi seperti biasanya.

Di dalam bak mandi dengan air panas, yang tercium sedikit bau belerang, Harrigan bersandar dengan anggunnya.

Apa yang dapat menarik perhatian seseorang dari tubuh Harrigan, yang tenggelam secara terang-terangan di dalam bak mandi, adalah rambutnya yang panjang hitam-kebiruan, dadanya menggembung, pinggang ketat dan pantat besarnya. Tentu, bisa dikatakan itu adalah sosok seorang wanita dewasa. Tanda kewanitaannya juga terlihat diantara selangkangannya, yang ditutupi dengan semak hitam tebal.

Harrigan, yang tetap tenggelam di dalam bak mandi, membentangkan tangannya, dan mengeluarkan napas kecil, dia tidak peduli apakah itu terdengar atau tidak.

Bagaimana kita harus mencapai kesepakatan dengan manusia? Atau kita harus meninggalkan gagasan itu? Harrigan memikirkan hal itu, namun banyak hal yang ia renungkan, apakah tidak ada tanda-tanda untuk prospek masa depan, maupun harapan untuk masa depan yang lebih baik...

Apakah dia hanya harus menunggu pemusnahan mereka dengan tenang?

Atau haruskah mereka mati secara terhormat dalam perang?

Tampaknya hanya ada dua pilihan.

Mengedutkan kepalanya, Harrigan mengubah arah pandangannya ke sisi lain.

Di satu sisi bak mandi, ada sebuah ruang kecil yang digunakan untuk berganti pakaian, namun tiga diantaranya adalah ruang transparan tanpa dinding, meskipun ada balok, Harrigan mampu melihat pemandangan sekitarnya.

Melihat ke bawah dari bukit, ada hutan tebal berwarna hijau, yang menerima sinar mentari menyilaukan awal musim panas, yang dapat menyilaukan salah satu mata. Di sisi lain, dimana hutan hijau ini juga disebut oleh orang-orang sebagai “Hutan Hitam”, ada wilayah membentang yang dihuni oleh manusia. Wilayah yang diperintah oleh manusia itu luas dan dibandingkan dengan populasi para penyihir, mereka memiliki populasi yang lebih besar. Selain itu, wilayah yang di tempati oleh penyihir secara bertahap direbut terus-menerus oleh manusia.

(Apakah kita harus bertempur atau tidak, hanyalah kepunahan yang menantikan kita? Atau mungkin nasib? Jika begitu, maka pertempuran besar dan menghilang dengan cara yang cepat hanyalah sebuah hiburan yang singkat... tidak.)

Harrigan memandang penyihir muda di sampingnya.

(Bertempur secara sembrono hanya akan mengakibatkan kematian anak-anakku. Masih akan lebih baik untuk diriku sendiri, tapi kalau anak-anakku yang melakukannya, aku akan memikirkan cara yang lain.)

“Yuuki.”

Gadis, yang mendengar suara Harrigan, mengangkat kepalanya.

“Ada apa, Harrigan-nee?”

Walau gadis itu memanggilnya dengan ‘nee’, mereka bukanlah saudara sungguhan. Mengikuti adat mereka, penyihir muda akan memanggil Harrigan, yang mana pemimpin mereka, seperti Ane-sama, Aneue, Nee. Di sisi lain, Harrigan akan sering menyebut seorang penyihir muda, dan pada saat yang sama anggota keluarganya atau sebagai anaknya sendiri.

Harrigan memberi isyarat kepada penyihir muda itu.

“Kemarilah, dan ayo mandi sama-sama denganku.”

Bak mandi kayu buatan itu cukuplah besar, jadi walaupun keduanya masuk, itu tidak akan berdempetan.

“Apa tak masalah? Sepertinya kau tenggelam dalam pikiranmu, sehingga jangan repot-repot mengajakku.”

“Itu tak masalah, bahkan baik-baik saja. Kemarilah.”

“Kalau begitu, Maaf atas ketidaksopananku.”

Gadis itu bangkit berdiri, melepas pakaiannya dan menjadi telanjang.

Sepasang bukit dada yang tidak kecil maupun besar, mereka indah dengan ukuran dan bentuknya, cocok untuk seusianya. Ujung bukit payudaranya yang berwarna pink yang lucu, lebar bahunya sempit, pinggangnya yang terlihat agak moderat, dan area selangkangannya terlihat lembut. Berbeda dengan Harrigan, ia memiliki tubuh yang lebih kekanak-kanakan.

Apa yang menarik perhatian adalah rambutnya panjang bersinar yang diikat ekor kuda. Ini juga adalah warna yang kontras dengan rambut hitam-kebiruan Harrigan.

Gadis bernama Yuuki melangkah dengan kakinya tanpa menahan diri dan duduk di sudut.

“Jangan cuma duduk di sudut sana. Datanglah padaku.”

Dengan tubuh atasnya yang terlihat, Harrigan mengulurkan tangan kanannya dan mencapai Yuuki hanya untuk menarik dia terhadap dirinya. Ia mengikuti langsung tanpa menunjukkan perlawanan.

Membuat dia duduk di daerah kaki Harrigan yang membentang, Harrigan membungkus Yuuki dengan dua bukit dadanya dan kedua telapak tangannya yang mendekap.

“Ha... Harri-nee...”

Untuk memeriksa kelembutan mereka, Harrigan memindahkan kedua tangannya di kedua bukit dan meremasnya.

“Tidak… hentikan… ahn.”

(Aku ingin memberikan masa depan pada anak-anak ini. Aku ingin mereka memiliki harapan. Ini juga bagian dari tugasku, aku yang adalah kepala keluarga ini. Tapi, apa yang bisa kulakukan...?)

Ketika merenungkan hal itu, dia memindahkan kedua telapak tangannya dengan lembut.

Namun, dia tetap merenungkan hal itu, dia tidak tahu jalan lain, yang dia tahu hanyalah jalan menuju kebuntuan, yang membayangi pikirannya.

“Ha... Harri-nee... Aku tidak tahan lagi... aah.”

Hm? Kembali kepada dirinya sendiri, Harrigan berhenti memerasnya.

(Ups, aku tenggelam dalam pikiranku, aku mulai meremasnya terlalu serius.)

Memiliki wajah yang memerah, Yuuki, merasa tubuhnya telah kehilangan kekuatannya, menyandarkan dirinya di dada Harrigan.

(Fumu. Tapi, apa yang harus kulakukan? Aku tidak mau mengorbankan anak-anak perempuanku yang lucu ini, tapi...meskipun begitu, tanpa berjuang, akhirnya kita akan diusir dari tempat ini. Setelah ini terjadi, kita akan pergi lebih jauh menuju kedalaman hutan, berakhir di dunia ini hanyalah manusia. Bukankah itu akan sama dengan jatuh dalam kehancuran?)

Yuuki yang bersandar di dadanya, dia melihat ruangan dengan wajahnya yang bijaksana.

Tiba-tiba, pemandian panas itu berguncang.

Ruangan mulai berguncang.

“Ap, apa yang terjadi!?”

Harrigan, yang kembali dari terkejut mulai memandang langit melalui sisi transparan bangunan...

Sebelumnya mungkin seseorang dapat melihat langit biru jernih, tapi sekarang langit tersebut ditutupi dengan awan gelap.

“Apa yang terjadi!? Beberapa saat yang lalu, langit biru itu jernih yang luas?!”

Harrigan bisa merasakan bahwa sesuatu yang tidak biasa terjadi. Walau begitu, dia tak tahu apa itu.

Tiba-tiba air hujan mulai menetes diatas pemandian air panas.

Air hujan mulai bergerimis, sekaligus berganti dengan deras, suara gemuruh disertai petir mulai terlihat di langit yang redup seperti pada waktu senja.

“Kenapa di sini tiba-tiba terjadi hujan deras!? Tidak ada tanda-tanda akan terjadinya hujan?! Hanya saja apakah bumi... Jangan-jangan ini bisa menjadi tanda kemunculan Water Dragon?!”

Melihat pemandangan menakutkan ini, tubuh Harrigan mulai gemetar. Dia bisa memahami kenapa Yuuki ikut gemetar.

Segera setelah itu, ia mendengar suara dari suatu tempat.

“≠◇▼£=★!?”

Walaupun hanya ada Yuuki dan Harrigan, terdengar suara orang lain. Alih-alih mendengar suara, Harrigan bertanya-tanya apakah itu sesuatu yang bergema di dalam benaknya. Lalu, itu adalah suara seorang pria. Konon itu tidak lain hanyalah pria manusia di sekitarnya.

(Mustahil, seharusnya ini tidak mungkin.)

Mencari sumber suara, Harrigan melihat ke segala arah, namun, dia tak bisa menemukan sosok seseorang maupun hawa kehadirannya.

Mungkin ini hanyalah imajinasiku – Harrigan mengangguk seolah-olah meyakinkan dirinya sendiri.

Harrigan takkan membiarkan orang-orang luar maupun mata-mata memasuki desa dan benteng, atau lebih tepatnya, wilayah tinggal seorang penyihir, terdapat penghalang yang diletakkan di sekitar desa. Di sini juga, seharusnya tidak mungkin bagi setiap orang biasa untuk menerobos penghalang dan masuk ke dalam wilayah ini. Selain itu, dengan menghapus kehadiran mereka bukankah terlihat aneh membiarkan diri mereka mendekat terlalu dekat, bahkan tidak ada kesempatan satu dibanding sepuluh ribu, bahkan dibanding satu juta.

Namun, ada suara. Tentu saja itu terdengar. Itu bukanlah kesalahan pendengaran atau imajinasi seseorang.

Mereka tidak bisa mengerti akan hal ini, Namun demikian, itu adalah suara yang kuat dan tinggi, yang mencapai telinga mereka.

“*Gemetar* Ada seseorang, seorang P-Pr-ia.”

Sebagai bukti, Yuuki, membenci pria, kehilangan ketenangannya. Kepekaannya terhadap pria bahkan lebih besar daripada siapapun.

“*Gemetar* Mana, mana pria itu?”

Berdiri ketika tengah telanjang bulat, dia melihat ke arah kiri dan kanan, dan sekali lagi kanan, bergerak dengan tubuh dan leher yang gelisah.

“Tenang Yuuki.”

Walaupun Harrigan berseru padanya, Yuuki melihat ke belakang dan berputar dengan tubuhnya.

(Astaga, sudah kuduga, Yuuki sangat benci dengan pria.)

Menatap Yuuki dengan bingung, yang di depan matanya, ia tersenyum masam.

(Tetap saja, suara sebelumnya, apa yang sebenarnya terjadi…)

Menghentikan senyum di wajahnya, Harrigan menoleh sekali lagi seolah-olah mencari sesuatu.

Tiba-tiba seorang turun dari langit.

Sepertinya itu sebuah pengucapan yang salah. Lebih tepatnya, pria itu jatuh dari langit ke bak mandi.

Jatuhnya pria itu ke dalam bak mandi yang membuat air memercik.

“Apa!?”

Harrigan melebarkan matanya.

Pria yang telah jatuh itu melakukan hal yang sama.

“Pria, pria, pria, pria.”

Yuuki juga, membuka matanya lebar-lebar dan membeku.

Harrigan memperhatikan pria itu.

Pria itu melihat ditempat ia jatuh, segera ia kembali ke dirinya sendiri. Ia segera pergi dengan kepala menunduk dan malu-malu.

Pandangan Harrigan dan pria itu bertemu.

“Si…Siapa kau? Dari mana dan bagaimana caramu datang ke sini?”

“★◇?”

Pria itu menanggapi Harrigan menggunakan semacam bahasa, bagaimanapun, dia tidak bisa mengerti apa-apa.

(Hm? Mungkinkah perkataanku tidak dimengerti olehnya? Itu sebuah pakaian yang aneh, mungkinkah dia orang asing? Kalau begitu, hal itu tampaknya tidak masuk akal, tapi...)

Mengenai pakaian asing dan bahasanya, jika ada orang yang berpikir ia adalah orang asing, mungkin orang lain akan setuju akan hal itu. Walau begitu, kau tidak bisa setuju dengan fakta bahwa seseorang muncul seketika di pemandian ini. Tidak ada penjelasan untuk itu.

Ketika Harrigan mengamati dia, pria itu mengangkat tangan kanannya dan menunjuk padanya.

“☆■▽×≠♀£§★→∋”

Harrigan mengerutkan alisnya.

(Aku tidak mengerti sama sekali apa yang dia katakan. Sepertinya, dia bukan Assassin yang dikirim untuk membunuhku oleh para penyembah Tuhan.)

Menafsirkan kata-katanya, pria itu mengatakan ini...

“Payudara! Dan itu besar!”

Yang benar-benar basah, pria itu melompat pada Harrigan.

“A, A, A, Apa yang kaulakukan!?”

Kewalahan oleh sikap yang kuat dan sosok pria itu, Harrigan mencoba untuk melangkah mundur, walau begitu, dia telah berada di tepi bak mandi.

Naga01 041.jpg

Pria itu mengulurkan tangan kanannya dan, menyerobot! – Dia menyambar payudara dengan erat.

“Aah?”

“Aku belum pernah melihat sepasang payudara indah semacam ini!”

“Jangan menyentuhnya dengan kuat!”

“Apa-apaan dengan ukuran ini, apa-apaan dengan kelembutan ini, apa-apaan dengan keelastisan ini?!”

“H...Hei, jangan aah... buat aah... payudaraku sebagai kesenangan buatmu ahh.”

Suara jeritan, seperti marah, dan suara panggilan Harrigan, Yuuki, yang kaku sebelumnya, kembali pada dirinya sendiri.

“Ada apa Harrigan-nee?”

Apa yang terlihat di matanya adalah seorang pria dengan gaya rambut yang misterius dan dibungkus dalam pakaian yang belum pernah ia lihat sebelumnya, menggunakan kedua tangannya untuk meraba payudara Harrigan-nee. Itu adalah pemandangan yang mengerikan.

“Pria itu meraba-raba payudara H-Ha-Harri-nee?!”

Rambut Yuuki menggeliat warnanya menjadi lebih gelap.

“Hei Yuuki! Tenang!”

“Payudara besar! Payudara besar! Payudara besar!”

“Kau juga tenanglah! Dan apa yang ingin coba kaukatakan!? Omong-omong, berhenti meraba-raba payudaraku!”

“Bunuh, bunuh, bunuh, bunuh pria ini.”

“Argh! Kubilang tenanglah kalian!”

Rambut hitam-kebiruan dan panjang Harrigan diangkat ke udara.

Rambut Harrigan yang dibundel tebal diayunkan dengan keras.

WHACK.

Rambut Harrigan mengeluarkan suara kusam sambil mengetuk Yuuki di belakang kepala. Lehernya dilipat secara diagonal.

Dengan matanya berubah putih, gadis itu hilang kesadarannya dan jatuh ditempat.

“Aku akan menyentuh, menggosok, menjilat, dan mengubur diriku di dalamnya!”

“Aku tidak tahu apa yang kaukatakan, tapi tenanglah!”

WHAACK!

Sekali lagi rambutnya yang dibundel mengayunkan, memukul pria itu di belakang kepalanya, mata pria itu berubah menjadi putih. Kekerasan yang luar biasa untuk sebuah rambut...

Kehilangan kekuatan dari tubuhnya sendiri, pria itu melepas tangannya dari payudara Harrigan dan hilang kesadaran sementara jatuh di atas tubuhnya.

“Ada apa dengan pria ini?”

Harrigan bergumam sambil menatap pria muda yang pingsan dengan pakaian yang belum pernah ia lihat sebelumnya.

“Aku belum pernah mendengar bahasa yang dia berbicarakan sebelumnya, aku ingin tahu kalau dia adalah orang asing... Apakah ini terjadi atau tidak, tak seorang mampu menerobos penghalangku tanpa aku menyadarinya. Bahkan tak ada satupun yang bisa sedekat ini tanpa aku menyadarinya. Ini akan menjadi kasus yang berbeda untuk penyihir sepertiku, tapi setidaknya, bukan untuk manusia di dunia ini. Kalau begitu, apakah itu berarti bahwa pria ini datang untuk menciptakan dunia lain? Jadi dia bukan orang asing, melainkan seseorang dari dunia yang berbeda?”

Harrigan menggeser sedikit pandangannya.

Di sebelah pria, mata Yuuki berubah putih seperti dia kehilangan kesadarannya.

(Sungguh membingungkan, aku akan meninggalkan penyelidikan identitas asli pria ini untuk nanti. Pertama, aku harus mengurus Yuuki agar dia tidak mengamuk, saat setelah dia bangun, dia akan mencoba untuk membunuh pria ini. Aku tidak tahu siapa pria ini, sehingga lebih banyak alasan untuk tidak membiarkan Yuuki membunuhnya. Dengan asumsi dia benar-benar jatuh dari dunia lain...)

Sekali lagi Harrigan menatap pria itu lagi.

Seorang pria dengan gaya rambut yang aneh.

Seorang pria yang mengenakan pakaian yang aneh.

Seorang pria yang perkataannya tidak dimengerti.

Seorang pria yang tiba-tiba jatuh dari langit.

(Aku ingin tahu apakah dia tahu cara apapun untuk menyelamatkan kita dari krisis ini?)

Harrigan berdiri dari bak mandi. Air panas, yang menutupi kulitnya yang halus, berubah menjadi tetesan air yang tergelincir.

Matanya, yang menatap pria itu, berhenti pada pinggangnya.

“Pedang pria ini memiliki tampilan yang aneh, ya? Yah, daripada tampilan, kalau dia bangun hanya untuk mengayunkan pedangnya pada kami, itu akan merepotkan. Harus aku bawa?”

Membungkukan pinggangnya, Harigan mencapai tangannya ke arah kiri bawah punggung.

“Apa? Cuma dimasukkan di dalam ikat pinggang? Ini adalah beberapa cara ceroboh memakai pedang. Tapi...”

Usai Harrigan berdiri, dia menatap senjata khusus, yang ia ambil di pinggang pria itu.

“Itu sedikit melengkung. Tentu, ini bukan bentuk yang dapat ditemukan di sekitar sini. Ini bahkan berbeda dari pedang yang digunakan di bagian Timur dari dunia ini. Menarik. Tapi, bagaimana kautarik ini? Mungkin, seperti ini?”

Sementara menarik keluar pedang pria itu, Harrigan mengalami beberapa masalah.

“Keluar.”

Dia mengangkat pedang, yang memancarkan dalam warna perak, di depan matanya.

“Ini cukup berat. Pedang ini tidak terlalu tebal. Dan tampak indah lebih dari apapun. Rasanya pandanganku tertarik olehnya, ini bukan saat yang tepat untuk mengaguminya. Aku harus berurusan dengan cepat dengan pria asing ini dan Yuuki.”

Usai Harrigan kembali meletakkan pedang ke dalam sarungnya, dia meletakkannya di lantai kayu. Setelah itu, dia berbalik dan berjalan ke arah pintu keluar untuk membuka pintu.

Membawa keranjang pakaian, yang di dalam ruangan kecil, Harrigan kembali ke pemandian. Lalu ia berlutut dan meletakkan keranjang di lantai, dia meringkuk ke dalam keranjang untuk mengambil pakaian.

Berdiam diri dalam posisi itu, dia menggunakan kuku jari telunjuk untuk memotong sehelai rambutnya yang panjang.

Setelah itu, ia menyalurkan kekuatan sihir ke dalam helaian itu, segera menjadi kaku dan membentang secara lugas yang berbentuk jarum.

Harrigan yang memegang pakaian di tangan kirinya, dengan helai rambut yang berubah menjadi jarum panjang. Setelah menusuk, pakaiannya mulai bergerak seperti objek hidup.

Pakaian bergerak itu melompat dari tangannya dan turun ke lantai kamar mandi, bergerak sambil mengubah bentuknya secara bertahap. Akhirnya, itu mengambil bentuk manusia.

“Master Harrigan Halliway Haindora, apa perintah Anda?”

“Pergi dan panggilah anak-anakku – Ais dan Lela.”

Pakaian yang mengambil bentuk manusia, membungkuk ke arahnya, seperti manusia. Lalu, keluar dari bak mandi.


“Ane-sama, ini aku Aishu.”

“Dan aku, Le-la.”

Dipandu oleh sihir Harrigan yang mengambil bentuk, dua penyihir muda, Ais Aishuria Haindora dan Lela Laylah Haindora, yang dipanggil ke bukit, melakukan sikap hormat pada Harrigan ketika ia berdiri telanjang di lantai bak mandi.

Anak-anak Harrigan, untuk menunjukkan bahwa mereka adalah bagian dari klannya, mereka memiliki nama ketiga yang sama.

“Ada masalah apa?”

Memperlihatkan senyum di wajahnya, penyihir tersebut bertanya pada Harrigan.

“Maaf sudah memanggil kalian secara mendadak. Aku membutuhkan bantuan kalian.”

“Ya, jangan cemas.”

Mereka memberikan kesan sebagai remaja pertengahan akhir.

Yang memiliki tubuh besar dan senyum yang menyenangkan adalah Ais. Dibandingkan dengan Lela, dia lebih tinggi, tubuhnya yang terekspos dan memiliki volume dada yang besar. Dia memberikan aura seorang wanita dewasa.

Di sisi lain, fisik Lela tidak jauh berbeda dari Yuuki...dibandingkan dengan Yuuki, Lela memiliki dada yang kurang dari Yuuki. Toh, jika kebenaran harus diberitahu, dia memiliki payudara yang kecil.

Namun, Ais maupun Lela mengenakan pakaian yang memperlihatkan banyak kulitnya. Untuk Lela, ia memakai semacam rok pendek yang terbuat dari banyak jimat yang melingkari pinggang yang terlihat mencuat.

Naga01 047.jpg

“Aku ingin kalian membawa Yuuki.”

Harrigan menujuk dengan jari telunjuknya ke arah kakinya.

“Sebenarnya, apa yang Yuuki lakukan kali ini…”

Sambil tersenyum masam, Ais mengalihkan matanya di luar bak mandi. Usai dia menyadari bahwa itu bukan hanya Yuuki, napasnya pun terhenti.

“Tunggu, bukankah dia seorang pria?!”

Lela, yang berekspresi sama sampai sekarang, dia pun membuat alisnya berkedut.

“Bisa saja dia adalah seorang Assassin yang diutus oleh Gereja.”

Kedua gadis tersebut mulai bergidik merinding.

“Tidak, jangan panik. Ini bukan hal seperti itu. Mungkin.”

“….Mungkin?”

Ais dan Lela memiringkan kepala mereka, tanda bahwa mereka kebingungan.

Harrigan menjelaskan semua hal yang terjadi sampai sekarang.

“Jadi hal seperti itu terjadi?”

Ais membuka mata lebar-lebar sambil menatap pria asing itu maupun Harrigan.

Di sisi lain, penyihir muda yang bernama Lela tampaknya tidak menunjukkan reaksi apapun.

Berbicara dengan nada monoton.

–Sulit untuk percaya, tetapi ada cara untuk Ane-sama ber-bohong. Dan faktanya bahwa ada seorang pria berbaring di-sini. Kalau begitu, aku tidak punya pilihan selain menyetujui hal tersebut.

Seolah-olah berusaha meyakinkan diri, dia mengatakan hal itu.

Mencoba untuk menenangkan diri dengan napas dalam-dalam, Ais melihat ke arah Harrigan.

“Lalu, apa yang harus kita lakukan, Ane-sama?”

“Untuk berjaga-jaga, mungkin kita bisa mengali informasi dari pria ini. Itu sebabnya aku memanggilmu kemari, menduga bahwa kau akan membantuku membawa keduanya. Dan Lela akan melakukan komunikasi dengan pria ini.”

Ada alasan untuk apa yang dikatakan Harrigan. Lela memiliki sihir yang dapat melakukan komunikasi dengan orang asing yang hanya bisa berbicara dengan bahasanya sendiri.

“Mengerti, tapi...”

Sambil mengangguk-angguk, Lela memiringkan kepalanya, tanda dia bingung...

“Itu akan menjadi cerita yang berbeda jika ia adalah orang a-sing, tapi ini adalah pertama kalinya aku menjalin komunikasi dengan seseorang yang berasal dari dunia yang ber-beda.”

“Lakukanlah dan jika itu gagal, kita akan memikirkan beberapa cara lain lagi.”

“Dipaha-mi.”

“Ais, aku akan mempercayakan mereka berdua padamu.”

“Ya, Ane-sama.”

Ais meraih dengan kedua tangannya tubuh Yuuki yang tidak sadarkan diri, tubuhnya telanjang bulat, dan mengangkatnya dengan ringan. Dia meletakan tubuh Yuuki pada bahu kanannya. Lalu, sambil memegang Yuuki di bahu kanannya, ia membungkuk dan melakukan hal yang sama dengan pria yang basah kuyup di dalam air.

Memang benar bahwa dibandingkan dengan Lela atau Yuuki, tinggi Ais melebihi mereka. Walaupun begitu, dia bukanlah raksasa. Pada kenyataannya, Harrigan lebih tinggi daripada dirinya. Menilai dari penampilannya, ototnya tidak terlihat dilatih khusus, itu hanyalah kekuatan fisik biasa.

Ais tampaknya menjadi pemilik dari kekuatan yang mengerikan, kau tidak akan bisa memahami hal itu hanya dari melihat penampilannya.

“Dimana aku harus membawa mereka Ane-sama?”

Ais bertanya santai saat dia tidak merasakan berat kedua orang yang diangkatnya.

“Untuk saat ini, bawa mereka ke kamarku. Aku tidak ingin hal ini menyebabkan kekacauan apapun. Bawa mereka diam-diam sehingga tidak menarik perhatian anak-anak lain.”

“Mengerti.”

“Dan untuk Lela, bawalah pedang itu.”

Lela memandang dimana jari Harrigan menunjuk.

“I-tu? Pedang itu punya bentuk yang aneh, buk-an?”

“Kau tidak mengetahui tentang pedang itu?”

“Ini adalah kali pertama aku melihat pedang i-tu.”

“Itu adalah pedang yang terletak di pinggang pria itu.”

Mengerutkan keningnya, Lela mengalihkan perhatiannya pada pria yang dibawa oleh Ais.

“Pria itu membawa pedang yang terletak di ping-gang. Jadi bukankah dia Assas-sin?”

“Tidak, dia bukanlah Assassin, mungkin.”

(Itu karena, orang itu memegang payudaraku tanpa tanda-tanda menarik pedangnya padaku.)

Tentu saja, Lela tidak tahu tentang pria yang melakukan tindakan tersebut, dia tidak bisa mengerti pada dasar apa Harrigan menempatkan asumsinya, tapi jika dia mengatakan tidak, maka mungkin begitu. Untuk saat ini, Lela tetap diam.

“Pergi dulu saja, aku akan segera menyusul.”

“Ya, Ane-sa-ma.”

Usai Harrigan melihat dua orang itu meninggalkan bak mandi, sihir yang mengambil bentuk manusia itu kembali menjadi pakaian normal dan kemudian dia mengenakan pakaian itu dengan sikap tenang.


Harrigan membuat Ais meletakkan pria itu di atas tempat tidur di dalam kamarnya, dan Yuuki yang telanjang digulung di atas kain tebal yang terbentang di lantai yang di tutupi sprei.

“Lela, tolong bawa pedang itu ke ruang kerjaku dan taruh di tempat yang tak bisa dilihat siapapun.”

Begitu Lela pergi, Harrigan mengalihkan perhatiannya pada Yuuki, yang sedang berguling-guling di dalam sprei.

(Ada risiko bahwa Yuuki mungkin mengamuk begitu dia terbangun, mau bagaimana lagi.)

Harrigan memerintahkan Ais untuk membungkus tubuh Yuuki menjadi gulungan dengan menggunakan kain tipis dan sebagai tambahan, ada tali yang disiapkan. Terlebih lagi, untuk memastikan penyihir lain tidak mendengar teriakan Yuuki, mereka membungkam mulutnya dengan kain. Harrigan masih belum mau mengekspos kehadiran pria tersebut.

Karena kerusuhan di bak mandi, tubuh Harrigan menjadi dingin. Karena pakaian pria itu juga lembab, ada risiko dia terkena flu. Harrigan menyalakan perapian untuk mencoba dan menghangatkan ruangan.

Harrigan menggosok batu menyala dan memicunya menyala. Begitu dia melemparkannya ke perapian, nyala api membakar merah di dalamnya.

Dia mengarahkan pandangannya ke arah pria itu dengan sekilas.

(Walaupun pakaiannya basah, mana mungkin kita menelanjangi dia atas kesenangan kita.)

Harrigan tak kekurangan rasa ingin tahu untuk melihat pemuda itu telanjang, namun dia menahan diri di depan Ais.

(Pertama, walaupun kita bisa membuka pakaian pria itu, kita tidak punya pakaian cadangan untuknya, dan kita tidak bisa membiarkannya telanjang sampai pakaiannya menjadi kering. Walau begitu, kita tidak tahu apakah orang dari dunia lain bisa sakit pilek.)

Ruangan di dalam bangunan kayu memberi kesan sederhana. Bisa melihat dokumen, meja tulis dan kursi diletakkan di sudut ruangan. Selain itu, ada rak buku yang diletakkan di dekat dinding. Rasanya semua ini adalah barang kayu buatan tangan, yang menggunakan pohon dari hutan.

Di rak buku, ada buku-buku kertas berbaris, yang langka pada periode ini.

Buku-buku itu adalah produk kelas atas, yang langka berasal dari daerah Timur jauh. Terlebih lagi, pada waktu sekarang, tidak ada mesin cetak, oleh karena itu, buku-buku itu disalin dengan tangan. Karena itu, tidak mungkin menghasilkannya secara massal. Itu alasan lain mengapa buku kertas sangat berharga.

Selain meja dan rak buku, sudah diduga, hanya ada tempat tidur kayu dan meja kecil yang ditempatkan di sampingnya di dalam ruangan ini.

Di atas ranjang terbaring pemuda tak sadarkan diri dengan pakaian anehnya, yang terlentang di atasnya. Yuuki, yang diikat erat-erat dan terbungkus kain tebal, terbaring di lantai saat telanjang.

Melihat pemandangan yang tidak lazim, yang terjadi di dalam kamarnya, Harrigan merasa sakit kepala. Pada saat yang sama, ia sendiri merasakan dorongan untuk tertawa.

Usai kembali ke kamar setelah beberapa saat, Lela duduk di depan meja sambil menulis sesuatu di selembar kertas kecil.

Ais dan Harrigan duduk di bangku dan melihat pekerjaan Lela diam-diam.

Suara kayu bakar menyala di dalam ruangan saat udara memanas.

Begitu Lela menyelesaikan persiapannya, Harrigan membuat Ais menggunakan bau garam yang disiapkan agar pria itu menghirupnya. Tanpa harus menunggu, pria itu terbangun.

“~X=≦∴℃#§★◇▲↑←⊆#†∩!”

Begitu pria itu mengangkat tubuhnya, dia menghadap ke arah Harrigan saat berbicara kepadanya seolah meminta jawaban.

“Sudah kuduga, aku tidak mengerti apa-apa, bukankah itu jelas? Meski begitu, ini adalah bahasa misterius yang pernah kudengar.”

“十˧△¶#>≡⇔∩↓◆☆*♂♀〆?”

“Baiklah, tenang dulu... walaupun aku mengatakan itu, kau mungkin takkan mengerti.”

Sambil mengangkat tangan kanannya, Harrigan melebarkan telapak tangannya di depan mata pria itu.

Untuk saat ini, berhenti bicara – begitulah arti tindakannya, tapi, apakah pria itu merasakan niatnya? Begitu dia menutup mulutnya. Dia menggaruk kepalanya seolah mengatakan ‘aku mengerti’.

(Hmm, sepertinya dia mengerti.)

Harrigan menjadi tercengang dan pada saat yang sama, dipenuhi kekaguman pada sikap pria yang tampaknya tenang itu.

(Bagaimana dia bisa tetap tenang dalam situasi seperti ini? Apa pria ini orang penting atau hanya orang bodoh?)

Karena tidak membiarkan pikirannya bocor, Harrigan mengalihkan pandangannya pada Lela.

“Apa persiapannya sudah selesai?”

“Ya, Ane-sa-ma.”

Harrigan, yang menerima dua jimat yang diberikan oleh Lela, menempatkan salah satunya di tengah kedua matanya dan menempelkannya di dahinya sendiri. Walau dia melepaskan tangannya, jimat itu akan menempel dengan sendirinya.

Memegang jimat lain di tangan kirinya, dia menunjukan cara tersebut pada pria itu sambil menunjukkan dahinya dengan tangan kanannya yang kosong. Dia menekan jimatnya sendiri dengan telunjuknya.

Kau juga harus melakukan apa yang kuperbuat dan meletakkan ini di dahimu. – adalah yang ingin dia katakan, entah bagaimana, pria itu sepertinya mengerti saat dia menerima jimat itu dan menempelkannya dengan kuat di dahinya. Sama seperti Harrigan, jimat itu tidak akan jatuh meski dia melepaskan tangannya.

Dia berbicara dengannya secara perlahan.

“Apa kau mengerti perkataanku? Siapa kau? Dari mana kau berasal?”

Menekan jimat di dahinya, pria itu mengerutkan alisnya. Meski begitu, akhirnya dia mengangkat kepalanya dan berbicara.

“★※∪......kata......▲↓......menjadi...bisa dimengerti?”

“Oh, apa dia memahaminya?”

Harrigan menatap Lela, yang menunggu di sebelahnya.

“Sudah kuduga dari Lela.”

“Hmph.”

Lela tersenyum kecil sambil membusungkan dadanya yang mungil.

“Yah, itu biasa sa-ja.”

“Ara, meski kau tidak yakin apakah akan berhasil atau tidak.”

Ais menggodanya dari samping.

“Itu adalah sesuatu yang seder-hana.”

“Baiklah, aku mengerti.”

Hmm.

Lela menatap Ais

“Hei, tidak bisakah kalian berdua diam?”

Dimarahi oleh Harrigan, mereka berdua saling memalingkan muka.

“Kalau begitu, bagaimana dengan sekarang? Apa kau mengerti apa yang kukatakan?”

“Ya, aku mengerti...tapi, sensasi aneh ini, rasanya perkataanmu bergema langsung di kepalaku, apakah karena ini?”

Dengan menggunakan telapak tangan kanannya, pria itu mengetuk jimat di keningnya.

“Itu benar, kalau kau menganggapnya sebagai perangkat penerjemah bahasa asing, maka itu seperti yang kaupikirkan.”

“Wow, aku ingin tahu apakah itu menakjubkan atau aneh. Yah, omong-omong tentang aneh…”

Usai mencari jawaban di kepalanya, pria itu mengalihkan pandangannya mulai dari Harrigan, Ais dan Lela.

“Kalian juga aneh. Warna rambut, kulit, mata, lalu pakaian kalian. Aku belum pernah melihat sesuatu seperti itu.”

“Bagi kami juga, itu pertama kalinya kami melihat seseorang sepertimu dengan pakaian yang aneh. Jadi, siapa kau dan dari mana asalmu? Bagaimana caramu datang ke sini?”

“Aku? Aku....Aku....Hmm? Aku….Siapa aku?”

“Tidak, itulah apa yang ingin kuketahui.”

Pria itu melipat tangannya dan, Hmm, mulai membuat erangan rendah.

“Aku tidak tahu. Maksudku, aku tidak ingat dari mana aku berasal dan siapa diriku.”

Melepaskan tangannya yang dilipat, pria itu menggunakan kedua tangannya untuk menggaruk kepalanya.

“Nama...ku... nama...ku...Sialan, apa perasaan tidak menyenangkan ini!”

Harrigan, Lela dan Ais, wajah mereka semua tampak kebingungan.

“Ane-sama, mungkinkah pria ini, telah kehilangan ingatannya?”

Harrigan mendesah.

“Kalau itu yang terjadi, maka dia tidak tahu apa-apa. Sekarang, apa yang harus kita lakukan?”

“No...Naga....”

Pria itu bergumam seakan mengerang.

“Naga? Apa itu?”

Diminta oleh Harrigan, pria itu melepaskan kedua tangannya dari wajahnya dan berbalik ke arahnya dengan ekspresi bermasalah.

“Aku memiliki perasaan... Bahwa itu bagian dari namaku. Selain itu, aku tak ingat apa-apa lagi. Siapa jati diriku?”

Harrigan merenungkan tentang kata-kata pria itu sambil menyembunyikan keterkejutannya.

(Naga… seperti pada [NagaDragon King]? Apa dia serius tentang itu menjadi bagian dari namanya? Atau pria ini hanyalah orang gila?)

“Nah, kesampingkan hal itu dulu.”

Pria itu mengangkat kepalanya.

“Siapa kalian?”

“Kau mengganti topik terlalu cepat!”

Harrigan sedikit terkejut.

“Tidak, walau aku berusaha keras untuk mengingat, aku takkan ingat apa-apa, sehingga mau bagaimana lagi, kan?”

“Hmm, kau punya cara berpikir yang positif. Tidak, bukan, apa kaupikir ingin mengetahui diriku?”

“Setelah aku berhasil mengingat sesuatu, aku akan memberitahumu. Pertama, katakan sesuatu tentang diri kalian.”

“Baiklah.”

Begitu dia membetulkan postur duduk di bangku, Harrigan menunjuk dirinya sendiri.

“Aku Harrigan Halliway Haindora, Pemimpin penyihir yang berada di sini.”

Pria itu mengerutkan alisnya.

“Penyi…Penyihir? Apa itu penyihir?”

“Jadi kau belum mengetahui tentang hal itu juga?”

Harrigan menatap udara sementara ia merenungkan.

“Fue...mu, menjelaskan kepada orang yang tidak punya petunjuk sama sekali agak merepotkan, bukan?”

Akhirnya, kembali ke posisinya, Harrigan.

“Kalau aku harus menggambarkan witchpenyihir dengan satu kalimat, maka itu akan menjadi ‘wanita yang bisa menggunakan sihir’.”

“Begitukah? Aku tidak cukup mengerti, tapi aku juga memahaminya.”

“Yang mana?!”

“Aku tidak mengerti tentang hal yang disebut sihir. Namun, walau aku diberitahu perkataan tidak bisa dimengerti satu per satu, tapi dengan banyak waktu berlalu, mungkin aku akan memahaminya, seperti itu. Meninggalkan sesuatu yang tak kumengerti dikemudian hari dan memahaminya sedikit demi sedikit maka itu akan baik-baik saja. Untuk saat ini, aku ingin mengatakan aku memahami hal-hal itu.”

“Hou?”

Apa yang mengejutkan Harrigan yakni pria itu tiba-tiba bisa mempertahankan sikap tenangnya walau dilemparkan ke dunia yang berbeda sambil kehilangan ingatan. Selain itu, caranya menangani situasinya juga tenang.

(Biasanya, jika satu orang belajar tentang ingatannya yang hilang sendiri, mereka akan merasa terguncang dan bingung, Yah, mungkinkah 2 atau 3 sarafnya masih normal? Ataukah pola berpikirnya sudah rusak?)

“Nah, apa yang ingin kutahu, atau lebih tepatnya hal yang harus kutahu, adalah di mana tempat ini, dan tahun berapa sekarang?”

“Kalau aku harus memberitahunya, aku akan bilang ini di bagian dalam ‘Hutan Hitam’. Adapun tentang tahun, kalau kita menggunakan kalender dari negara sebelah, itu akan menjadi tahun ke-12 dari Cassandra III. Lalu, menggunakan kalender kami akan menjadi 415 tahun setelah kematian Great Witch, Echidna.”

“Sudah kuduga, aku tidak mengerti sama sekali.”

Sementara berpikir keras tentang hal itu, pria itu berbicara pelan pada dirinya sendiri.

“Aku punya perasaan seperti aku telah mendengar tentang negara di Barat. Aku ingin tahu apakah mungkin aku tak dipindahkan ke negara tersebut.”

Mendengar perkatan pria itu, Harrigan

“Negara di Barat...., Apa itu?”

Setelah dia bertanya, pria itu mengalihkan pandangannya ke arah Ais dan Lela serta menjawab.

“Sama seperti kalian berdua, aku membicarakan orang-orang yang memiliki rambut merah dan mata biru.”

“Rambutku tidak berwarna merah.”

“Ah, benar juga. Warna kalian mirip dengan kami.”

“Kami? Jadi penduduk duniamu, tidak semua orang di duniamu memiliki rambut hitam yang sama? Kau ingat itu?”

“Tidak, hanyalah sebuah naluri, daripada sebuah ingatan atau pengetahuan, yang kupikir akan lebih dekat dengan naluri tersebut, di duniaku...Tidak, bukan apa-apa.”

Pria itu mengubah pandangannya pada Yuuki yang digulung seperti cacing besar, dia berada di dalam tikar, di lantai.

“Sepertinya tidak ada orang yang punya rambut dan warna mata seperti ini.”

“Kalau begitu, silakan berbicara apapun yang kau tahu berdasarkan instingmu. Tidak masalah jika seperti itu.”

“Walaupun kau bilang itu.”

Pria itu melipat tangannya sambil memiringkan kepalanya berkali-kali.

“Setelah aku mencoba untuk memikirkan sesuatu, tidak ada satu hal pun yang kutahu. Kalimat yang kukatakan sebelumnya benar-benar tak ada di dalam ingatanku.”

“Ini entah bagaimana mengganggu, bukan?”

Mengatakan hal itu, Harrigan berwajah masam.

“Rasanya aku tidak terlalu terganggu dengan hal itu. Memang, aku melupakan jati diriku, dan kemudian, aku dilempar ke tempat yang tidak diketahui, tapi, setelah itu, aku diselamatkan olehmu. Juga, tampaknya kita bisa saling memahami, sehingga tidak perlu panik atau terburu-buru.”

“Kau.... sungguh punya nyali, ya?”

“Ya, begitulah, Aku hanya berusaha untuk menerima apa yang ada di depanku.”

“Itu bukan sesuatu yang harus dilakukan dengan santai, sulit untuk menerima kenyataan di depan mata seseorang.”

Meskipun pria itu berpikir bahwa tampaknya ada sesuatu yang lebih dalam dari apa yang dia katakan, dia memutuskan untuk tidak menunjukkan hal itu.

(Aku mungkin tidak harus menggali terlalu dalam pada situasi orang lain. Daripada itu.)

“Jadi apa aku boleh mengatakan masalah besarku sekarang?”

Mengatakan hal itu, Harrigan mencondongkan tubuhnya ke depan.

“Hou? Apa itu? Coba katakanlah.”

“Aku merasa lapar.”

Tidak hanya Harrigan, tapi Ais dan Lela juga, terkejut dengan perkataan pria itu. Akhirnya, walau Harrigan sempat terkejut, dia tersenyum mengejek.

“Tidak masalah, itu memang masalah besar. Siapa sangka kau akan bilang bahwa ‘aku lapar’ dalam keadaan seperti ini, apa kau sungguh orang penting? Atau hanya orang bodoh?”

“Ketika kau lapar, kau tidak bisa bertarung atau jadi akan.... Hmm.”

“Apa ada masalah?”

“Tidak…perang...perang? Perang, rasanya aku tak melakukannya tapi apa itu.”

“Hou? Perang? Jika perang, maka kita juga melakukan hal tersebut, walau belakangan ini, kami belum memenangi apapun. Kami, penyihir, melakukan pertempuran atas dasar persamaan dengan para manusia.”

Mengatakan hal itu, Harrigan mengejek dirinya sendiri.

Hm? Pria itu mengangkat wajahnya.

“Manusia? Jadi musuhmu dalam pertempuran adalah manusia?”

“Betul. Kami para penyihir dan manusia tidak sepaham. Bisa dikatakan bahwa kami adalah.... musuh bebuyutan”

“Aku tidak cukup mengerti. Bagiku kau terlihat seperti manusia, kau benar-benar manusia, bukan?”

“Memang. Hanya saja kita manusia yang bisa menggunakan sihir. Kita tidak mengatakan bahwa kita orang-orang biasa, tapi, manusia masih akan mendiskriminasi kita. Mereka akan membeda-bedakan dan mendiskriminasi kita, karena, manusia biasa tidak bisa menggunakan sihir. Makanya, mereka akan merujuk kepada mereka yang bisa menggunakan sihir sebagai ‘penyihir jahat’. Penyihir adalah musuh alami manusia, itu sebabnya mereka harus membasmi kita.”

“Kau makhluk jahat?”

Mendengar pertanyaan sederhana yang diucapkan oleh pria itu, senyum mengejek muncul kembali di wajah Harrigan.

“Dilihat dari sudut pandang mereka yang tidak bisa menggunakan sihir, mungkin tampak begitu.”

“Menjadi pihak yang ditargetkan dengan iri dan cemburu oleh orang-orang yang tidak punya kemampuan spesial, bukankah kau pasti berharap mereka sebaiknya menghilang? Tentu, mereka orang-orang yang berpikiran sempit.”

Harrigan mengarahkan pandangannya yang penuh dengan sarkasme pada pria tersebut.

“Kau juga, apa kau tak merasa takut dan jijik setelah melihat kekuatan kami?”

“Hah? Memangnya kenapa?”

“Tidak, walaupun kau bilang begitu…. Apa kau tidak takut orang-orang dengan kemampuan spesial? Bukankah itu menakutkan?”

“Entah kau punya kemampuan atau tidak, itu tergantung pada masing-masing orang. Kalau aku harus takut dengan seorang yang memiliki kemampuan spesial yang tidak aku miliki, maka mungkin aku tidak akan bisa hidup di dunia ini. Aku masih tidak tahu apa-apa tentang ‘sihir’ yang kaumaksud, tapi yang aku tahu adalah kaulah orang yang telah menyelamatkanku. Kalau kau memiliki permusuhan terhadap manusia, kau mungkin telah membuangku.”

“Benar juga, aku mungkin telah membuangmu dari tadi.”

Harrigan mengalihkan pandangannya ke arah Yuuki, yang bergulir di lantai.

“Kalau Yuuki, dia mungkin akan berteriak hal-hal seperti ‘membunuh’.”

Mengatakan hal itu, wajah pria itu menjadi suram saat ia menatap Harrigan.

“Kenapa hanya gadis ini yang memusuhiku dan siap untuk membunuhku?”

“Walau harus kukatakan.”

Sementara menjawab, Harrigan membuat wajah tertekan.

“Rasa benci Yuuki pada pria sudah di batas akhir.”

“Walau jika ada pria lain, apa dia tak masalah dengan mereka?”

“Tidak, tidak ada pria di tempat kami.”

“Apa? Apa artinya itu?”

“Ini seperti yang kukatakan sebelumnya. Kami adalah kelompok yang terdiri dari hanya wanita saja. Pertama, hanya perempuan yang bisa menjadi penyihir. Itu sebabnya penghinaan besar Yuuki terhadap pria tidak pernah meledak hingga sekarang. Anggap saja sebagai sebuah keterkejutan saat kau tiba-tiba muncul.”

“Begitukah...? Aku tidak begitu mengerti, tapi aku sedikit memahaminya.”

(Apa-apaan sikap tidak serius itu, atau lebih tepatnya sebuah kalimat yang dia rencanakan. Entah bagaimana aku tidak mengetahui apa yang dia pikirkan.)

“Ais, Maaf mengganggumu, tapi bisakah kau membawakan makanan? Aku tidak keberatan kalau itu makanan sisa.”

“Ya, Ane-sama.”

“Apa perlu aku ban-tu?”

“Itu memang bagus. Tapi kau harus tinggal di sini, Lela. Kalau sihir jimat ini habis, kau mungkin harus menggantinya dengan yang lain.”

“Benar ju-ga.”

“Kalau begitu, aku akan pergi.”

Melihat Ais pergi, Harrigan menatap pria itu lagi.

“Dengan itu, silakan tunggu makanannya.”

Hahahaha – karena pria itu mulai tertawa keras, ekspresi Harrigan menjadi sedikit curiga.

“Apa? Ada apa?”

“Ini seharusnya menjadi kelanjutan dari apa yang kukatakan sebelumnya, tapi bagimu untuk membiarkan orang asing sepertiku yang asal-muasalnya tidak diketahui dan membiarkanku untuk makan, tidak mungkin bagimu untuk menjadi jahat.”

“Aku senang dengan perkataanmu, tapi tidak semua orang memiliki pemahaman seperti dirimu. Mana mungkin bagi mereka untuk memahami apa yang benar atau salah. Sebaliknya, itu karena langkanya orang-orang seperti dirimu, dan kita telah berjuang lama sekali dengan orang-orang semacam itu.”

“Yah, aku tidak mengerti, tapi aku merasa tidak ada akhir yang bahagia pada perang di negara ini, di mana aku tinggal sekarang.”

Pria itu mendongak dengan mata yang jauh seakan mengingat ingatan yang telah hilang.


“Maaf sudah membuatmu menunggu.”

Segera setelah itu, Ais kembali sambil memegang sebuah nampan di kedua tangan.

Usai dia meletakkan nampan kayu di atas meja, dia meraih apel, yang matang di awal musim semi. Ini semacam buah-buahan dan tanaman liar yang berlimpah di Hutan Hitam ini.

“Sekarang aku akan memeras jus buah.”

Begitu dia meraih apel di lengan kanannya, ia mengangkatnya di atas cangkir anggur kayu buatan yang ditutupi dengan kain saring. “Ei” mengatakan hal itu, dia memeras dengan tangan kanannya.

Apel langsung hancur dan menetes sebagai jus. Melihat itu, pria itu sedikit terkejut.

“Kau punya kekuatan yang luar biasa.”

“Kalau itu kepala seseorang, aku bisa dengan mudah menghancurkan itu sendirian. Jadi jangan melakukan sesuatu hal yang mencurigakan, oke?”

(Perempuan ini, sungguh menakutkan.)

Karena pria itu bergidik ketakutan, Harrigan tersenyum saat berbicara.

“Bagi Ais, kekuatan lengan dan kekuatan mencengkeramnya hanyalah sebagian kecil dari kemampuannya. Setelah dia menggunakan sihir, dia bisa lebih meningkatkan kekuatannya. Menghancurkan batu, mengangkat batu-batu besar, mematahkan tulang beruang, bahkan menangkap dan melemparkan badak.”

“Tulang beruang!? Itu luar biasa. Dan apa itu badak?”

“Mereka binatang besar dengan tanduk yang hidup di dataran. Mereka lebih tinggi dariku dan 10-15 kali lebih berat daripada orang dewasa.”

“Dan kau bisa melemparkannya sendiri?”

“Ooh, benar. Setelah dia mencengkram tanduknya, dia melemparkan seperti ini- Eiyaah!”

Berdiri dari bangkunya, Harrigan menunjukkan bagaimana Ais melakukannya.

“Ane-sama, kau terlalu melebih-lebihkan hal itu.”

Wajah Ais menjadi cemberut.

Kukuku. – Sebuah senyum terlihat, dan Harrigan duduk lagi.

“Nah, apa kau tidak takut?”

“Memang itu menakutkan, tapi, hal seperti itu mungkin sama dengan seorang pria memegang senjata. Tidak ada alasan khusus bagiku untuk meremehkanmu, kurasa.”

(Hmm, itu adalah cara berpikir yang menarik dari pria ini. Apa dia berpikir logis atau rasional? Setidaknya, itu tidak datang dari sentimennya.)

Melihat terlalu banyak orang yang benci terhadap penyihir, Harrigan menjadi tertarik akan respon dan cara berpikir pria ini.

Ais dan Lela yang masih muda, dan tidak pernah menghadapi siapapun langsung seperti Harrigan, tidak bisa dibandingkan dengan cara berpikir dan penilaian sebanyak Harrigan, bagaimanapun, meskipun mereka percaya pembicaraan pria itu tentang dia kehilangan ingatan dan tidak tahu siapapun, mereka terkejut dan kagum pada sikap pria ini yang masih tenang, walau ia harus menghadapi situasi yang tidak biasa.

“Karena kami baru saja selesai sarapan, sayangnya, tidak terlalu banyak makanan yang tersisa.”

Setelah Harrigan mengatakan hal itu, Aisu menyajikan nampan, yang memiliki roti, sup dan sayuran.

Segera setelah ia menerima itu, pria itu meletakkannya pada pahanya. Ais menambahkan cangkir anggur mengandung jus yang diperas olehnya di atas nampan.

“Oh, maaf telah merepotkan. Nah kemudian, selamat makan.”

Saat ia meraih tangannya ke makanan, dia berhenti bergerak dan menunjuk jimat di dahinya.

“Hal ini cukup mengganguku.”

Jimat yang bergelantungan turun sampai ujung hidungnya, memang itu mengganggu saat kau makan.

“Apa baik-baik saja bagiku untuk melepaskannya?”

“Benar juga. Mungkin sebaiknya dilepaskan... tidak, mungkin lebih baik untuk dipasang di leher?”

Setelah mengatakan hal itu, Harrigan melihat Lela.

“Menurutku itu tidak akan menyebabkan masalah dalam penggunan-nya.”

“Lakukanlah hal itu.”

Mengangguk kecil, Lela melepaskan jimat di dahi pria itu. Lalu berdiri di belakang punggung pria itu, ia membungkukan tubuhnya dan menyambungkan jimat di belakang lehernya.

“Bagaimana? Apa kau masih bisa memahami perkataanku?”

Atas pertanyaan Harrigan, pria itu mengangkat lengan kanannya sambil mengatakan bahwa tidak ada masalah.

“Nah, kemudian, bolehkah sekarang aku makan? Perutku sudah kelaparan.”

Pria itu meraih makanan di mangkuk yang berada di atas nampan dan menempatkan sayuran dan roti di mulutnya satu per satu.

“Aku rasa... Heh? Aku tahu... Ini memiliki rasa yang berbeda, tapi sangat lezat.”

“Kau makan atau bicara? Lakukanlah salah satu dulu.”

Tidak hanya Harrigan, tapi juga Ais dan Lela sedang menatap heran karena pria itu makan makanan yang disajikan dengan penuh semangat.

(Pria ini, dia hanya memakannya dengan lahap tanpa menahan diri atau was-was. Apa dia tidak tahu bagaimana cara untuk berhati-hati pada orang asing? Atau mungkinkah dia mempercayai kami? Apakah dia idiot atau pintar? Apakah dia orang penting atau mungkin orang gila? Aku tidak bisa memahaminya sama sekali. Meskipun begitu, sangat mungkin dia bukan orang dari dunia ini. Sepertinya tidak ada gunanya mencari petunjuk, sehingga kita harus mengawasinya untuk sementara waktu. Hal paling buruk, dia bisa saja menjadi keberadaan yang akan mengancam kita nantinya, atau jika ia mencoba untuk menyakiti kita, kita hanya harus membunuhnya, tapi, sebelum saat itu tiba....)

Harrigan melihat sekilas pada Yuuki, yang diikat bulat-bulat dengan tali dan berguling-guling di lantai. Dia menarik napas, mendesah.

(Pertanyaan besarnya sekarang, Bagaimana kita mengendalikan Yuuki?)


Segera setelah Harrigan merenungkan ide itu, Yuuki terbangun.

Sementara setengah terbangun, samar-samar dia melihat ke dalam kamar kepada seorang pria, yang memakan makanannya dengan penuh semangat, yang membuatnya terbangun sekaligus. Yuuki berusaha melompat, bagaimanapun, diikat dengan tali, dia tidak bisa berdiri. Selain itu, karena dia di bungkam dengan kain, dia tak bisa berbicara. Daripada mencoba untuk memahami bagaimana dia berakhir seperti ini, Yuuki terus bergerak sambil mencoba mengangkat tubuhnya dan terus berteriak pada pria itu.

“Mnn! Mnnnn! Mmmnnnnnn!”

Dengan wajah bingung, pria itu berhenti makan dan menatap Harrigan, Lela dan Ais.

“Aku tidak mengerti sama sekali, apa yang dia katakan?”

Pada pertanyaan pria itu, Lela menanggapi dengan tenang.

“Bunuh, aku akan benar-benar membunuhmu – adalah apa yang dia kata-kan.”

“Kau bisa memahaminya?!”

“Itu karena kita telah berteman sejak kita ke-cil.”

“Oh, begitu.”

Pria itu merasa canggung untuk mengabaikan Yuuki dengan niat membunuh sambil terus makan.

Memikirkan apa yang harus ia lakukan, dia memandang Harrigan.

Harrigan mengalihkan pandangannya pada Yuuki, yang terus berusaha berteriak sambil menekuk tubuhnya seperti udang, dan mendesah saat ia menghadap Ais, dengan mengatakan ‘lakukanlah’ dengan tanda matanya.

Ais, yang bergerak maju, berlutut di depan Yuuki.

Menempatkan senyum di wajahnya, dia meraih kedua bahu Yuuki dan menegakkannya. Karena Ais lebih tinggi dari Yuuki, ia mengangkat Yuuki setara dengan matanya dan jari kaki Yuuki yang mengambang di udara.

Tubuhnya gemetar dan penampilannya yang diikat dalam gulungan, memberi kesan cacing besar yang bergoyang di udara.

Ais mempererat pegangannya pada Yuuki dengan tegas.

“Hmm hmm hmm!”

Wajah Yuuki yang membungkuk kesakitan.

Dengan wajah santai, Lela mentafsirkannya.

“Ow ow ow...adalah apa yang dia kata-kan.”

Mengangkat lengannya lebih tinggi, Ais mendongak ke wajah Yuuki dan sambil tetap tersenyum padanya lalu mengatakan.

“Bisakah kau berhenti membuat keributan, kau menganggu Ane-sama, Yuuki?”

“Hmm, mnnn, hmm, MNN, hmmmm!”

“Aku mengerti, aku mengerti, bisakah kau menghentikannya, bahuku terasa sakit...itu yang dia kata-kan.”

(Ada apa dengan cara menyakinkannya?)

Terkejut, pria itu menatap Yuuki dan Ais.

“Aku senang, kau mengerti.”

Ketika Ais mengendurkan kekuatan tangannya, Yuuki kehilangan kekuatan dan jatuh ke depan.

Ais tidak akan berhenti tersenyum.

(Si Ais ini, walau terlihat lembut, dirinya yang sebenarnya sangat menakutkan.)

Pria itu tak bisa menyembunyikan keterkejutannya atas perbedaan atas penampilan Ais diluar dan didalam.

“Kalau begitu, kau akan tetap patuh sampai orang itu selesai makan, oke? Tapi, aku tidak mengatakan tak masalah untukmu membuat keributan setelah itu. Kau mengerti?”

KAKU KAKU KAKU – Yuuki menggeleng tanpa kekuatan.

“Ah, aaah, aku tercekik!”

Yuuki mengambil napas dalam-dalam.

Ais, mulai mundur.

“Dengan itu, silakan lanjutkan makanmu.”

Dia mendesak pria itu.

“Tidak, walaupun aku bilang silakan, itu sungguh baik-baik saja?”

Dengan kecurigaan tersebut, pria itu memandang Harrigan.

“Aku tidak keberatan. Silakan makan dengan cepat. Setelah itu, aku ingin bicara sebentar.”

“Benar juga. Aku juga ingin mengajukan beberapa pertanyaan, jadi aku harus menyelesaikan makanku sekaligus.”

Pria itu meraih piring lagi.

“Meskipun begitu, kenapa kau menyimpan dendam kepada pria? Apa sesuatu terjadi padamu sebelumnya?”

Ketika pria itu berbicara dengan tenang, pada saat yang sama, padangan Yuuki menjadi suram.

Sambil menunduk, sebuah gumaman kecil datang dari mulut Yuuki.

“Jangan....membahas....hal...itu.”

“Haa? Aku tidak bisa mendengarmu.”

Berada di posisi digulung, Yuuki melengkungkan tubuh bagian atas sambil mengangkat wajahnya.

Dengan ekspresi sangat marah, dia memelototi pria itu dan membentaknya.

“Jangan membahas hal itu di depanku!”

Meskipun berada di dalam ruangan, angin muncul, terkena wajah dan tubuh Naga.

Bahkan sampai saat tadi, ia hanya berbicara tentang ‘bunuh’, ‘usir’ pria, bagaimanapun juga hal itu berbeda daripada sebelumnya.

Pria itu melompat mundur secara refleks dan menyentuh pinggang kirinya, bersiap pada posisi menyerang.

Tidak merasakan sensasi di tangan kanannya, pria itu melihat di pinggang kirinya dan mendecakkan bibir.

(Tidak ada, sejak kapan....)

“Gawat!”

Harrigan berteriak tajam pada Ais.

“Hentikan dia!”

Tali yang diikat ditubuh Yuuki mulai berpisah. Pada saat yang sama, Ais melompat ke arah Yuuki.

“Hal seperti pria, hal-hal seperti pria, bunuh, bunuh, bunuh, aku akan membunuh mereka semua.”

SNAP

Mendengar suara aneh, setelah pria itu mengalihkan pandangannya ke arah mereka, Ais memutar leher gadis itu dari belakang saat ia terpaut padanya.

Mata Yuuki berubah putih dengan kekuatannya meninggalkan tubuhnya.

“Itu berbahaya, bukan?”

Ais masih terus dalam posisi memutar leher Yuuki sambil tersenyum ke arah pria itu.

“Tidak.... Bukankah lehernya akan patah? Apa dia baik-baik saja? Matanya tampak telah berubah menjadi putih.”

Menunduk, Yuuki yang tubuhnya kehilangan kekuatannya, Ais berbicara dengan tenang.

“Tentu saja, akan baik-baik saja. Yuuki sangat kuat.”

“Be...begitukah? mungkin dia baik-baik saja, tapi tadi itu....”

Pria itu mengalihkan wajahnya ke arah Harrigan dengan maksud ingin bertanya, tapi, ekpresinya tampak rumit.

“Jangan menanyakan alasan di balik kebencian Yuuki pada pria. Aku juga, rasanya tidak ingin menjelaskannya padamu.”

“Aku mengerti. Aku akan berhati-hati mulai sekarang.”

“Terima kasih. Daripada itu, cepat habiskan makananmu.”

“Tidak, itu tidak bagus, perutku sudah kenyang, dan aku tidak enak makan setelah membuat seseorang marah dengan kata-kata kasarku tadi.”

“Begitukah?”

“Ya, sudah cukup. Terima kasih untuk makanannya, ini lezat.”

Usai pria itu kembali ke sikap santainya lagi, ia menundukkan kepalanya ke arah Harrigan.

“Kau telah menyelamatkanku, jadi aku ingin mengucapkan terima kasih. Jika itu bukan karenamu dan telah memberiku makanan ini, aku mungkin sudah mati seperti anjing kelaparan.”

“Ini bukan masalah besar, jadi aku tidak keberatan dengan hal itu.”

“Tidak, jangan begitu, aku menganggap hal ini adalah masalah besar. Hanya beberapa saat yang lalu, beberapa kata muncul di dalam kepalaku, seperti [utang untuk menginap semalam dan makanan] tapi, rasanya itu berlaku dalam situasiku sekarang. Itu sebabnya aku takkan ragu untuk berterimakasih.”

“Kau tidak perlu mengangapnya serius.”

Mengatakan hal itu, sepertinya Harrigan tidak dalam suasana hati yang buruk.

Pria itu membungkuk pada Ais dan Lela juga.

“Terima kasih sudah menyelamatkanku, terima kasih.”

“Tidak, tidak perlu melakukan hal itu.”

“Jangan cemaskan hal i-tu.”

Menjadi orang yang diucapkan terima kasih oleh pria, Lela dan Ais tampaknya merasa sedikit puas, tapi Ais masih terus menekuk leher Yuuki sambil memiliki banyak ekspresi aneh.

“Kalau begitu, bisakah kita berbicara sebentar?”

Mengatakan hal itu pada pria tersebut, Harrigan memberikan instruksi kepada Lela dan Ais.

“Aku akan bicara sesuatu hal dengan pria ini. Lela, tetaplah di sini. Ais, bawalah Yuuki ke kamarmu dan bangunkan dia. Tapi, tetaplah awasi dia agar tidak melakukan tindak kekerasan.”

“Ya, Ane-sama.”

“Dan kalian berdua, jangan katakan pada gadis-gadis lain tentang pria ini, kalian paham?”

“Ya, Ane-sama.”

“Mengerti.”

“Nah kemudian, ikutlah denganku.”

Diajak oleh Harrigan, pria itu meninggalkan kamarnya.


Ruangan yang Harrigan tuju adalah ruangan untuk belajar.

Ada sebuah rak buku yang berbaris dengan buku-buku yang berjajar hingga ke dalam kamar tidur.

Namun disetiap sisi terdapat empat dinding yang ditempatkan dengan rak buku yang menjulang tinggi dan buku yang berjajar.

Kamar tersebut memberi kesan seperti sebuah ruangan yang terkubur dengan buku.

“Kau seorang kutu buku? Aku bahkan tidak tahu jenis buku yang ada disini.”

“Ini sangat diperlukan untuk penelitian dan pengembangan sihir. Daripada itu, duduklah.”

Pria yang berdiri di samping rak buku sambil menatap sekeliling, mulai berbalik.

Duduk di bangku kayu, Harrigan menunggu pria itu untuk duduk.

“Karena kau telah kehilangan ingatanmu, aku akan menahan diri dalam mengajukan pertanyaan pribadi. Sebagai gantinya, aku berpikir untuk memberitahumu lebih banyak tentang kami.”

“Itu akan sangat membantu. Aku juga ingin belajar dengan cepat tentang dunia ini dan dirimu.”

“Aku akan menjelaskan secara umum dan singkat. Mungkin ada hal-hal yang tidak kau mengerti, tapi tinggalkan pertanyaan itu untuk nanti.”

Intinya kau hanya harus mendengarkan saja.

“Ya, aku mengerti. Kalau begitu akan kuserahkan padamu.”


“Pertama, aku akan memberitahumu lebih lanjut tentang perang antara penyihir dan manusia. Sama seperti yang kukatakan sebelumnya, kita direndahkan dan diasingkan oleh manusia karena kita memiliki kekuatan yang tidak biasa. Sambil terus melawan manusia, populasi kita terus menurun, dan itu bukan hanya klan kami saja. Saat ini, seluruh ras penyihir populasinya terus menurun, ras kita telah diambang batas kepunahan.”

“Tapi, alasan terbesar di balik itu adalah jumlah kita. Jika harus aku bilang, itu karena kami akan kehilangan kekuatan setelah kami melahirkan anak. Bukan berarti kami akan langsung kehilangan kekuatan kami, tapi jelas itu sebuah kerugian besar untuk kami.”

“Itu sebabnya, kami tidak bisa melahirkan anak sesuka hati. Setelah penyihir berkurang kekuatan sihirnya, satu-satunya pekerjaan yang tersisa baginya adalah membesarkan anak.”

“Pasangannya adalah seorang pria, kau tahu, kan? Mereka akan dipilih oleh kemauan kami sendiri. Bagi kami, ayah tidak memainkan peran besar. Masalah lain yakni anak yang lahir tidak selalu memiliki kualitas sebagai penyihir. Karena itulah, kami tidak tahu anak tersebut memiliki kekuatan sihir atau tidak. Itu sebabnya jumlah kami sulit meningkat.”

“Jika itu dulu, itu masih sedikit lebih baik. Beberapa waktu yang lalu...ketika manusia tidak begitu banyak dan negara-negara yang didirikan oleh manusia tidak begitu kuat. Waktu itu, kami lebih kuat dari sekarang dan banyak orang yang mengakui kami, bagaimanapun, waktu telah berubah.”

“Manusia melewati pegunungan, menciptakan kota baru dan bermunculan lebih banyak lagi. Bahkan sekarang mereka melakukannya. Mereka mengembangkan sistem pertanian dan jumlah panen yang mengakibatkan pertumbuhan alami penduduk. Lalu, manusia mulai menyebar kesana-kemari, meningkatkan konflik antara kedua belah pihak.”

“Kita juga tidak bisa melupakan pengaruh perluasan gereja. Bagaimanapun, mereka musuh kita yang sebenarnya. Alasan mengapa tidak ada kesesuaian antara manusia dan penyihir adalah karena pengaruh mereka. Sementara mengkambing-hitamkan kami sebagai orang sesat, mereka juga menyebarkan berita bahwa orang-orang seperti kami harus dimusnahkan. Semakin dalam mereka menacapkan akar di dunia ini, semakin banyak pula pengaruh yang mereka miliki, membuat kita menjadi musuh manusia.”

“Ketika manusia mulai mengakui kami sebagai musuh mereka dan setiap kali mereka memiliki kesempatan atau celah, mereka akan merebut tanah kami.”

“Mencoba untuk memusnahkan kita, mereka memulai serangan. Kami lebih unggul dalam hal keterampilan tempur individu, namun, mereka memiliki jumlah kekuatan yang melebihi kami. Walaupun kami bisa menggunakan sihir, menghadapi beberapa ratusan tentara manusia...adalah tugas yang mustahil.”

“Karena itu, tanah kami di ambil alih secara bertahap. Saat ini pun, kami telah mundur cukup jauh hingga ke Hutan Hitam.”

“Ah, selain kami, ada beberapa ras lain yang hidup di hutan ini. Tapi, kami tidak memiliki hubungan yang baik dengan mereka.”

“Tampaknya manusia menggambarkan kami semua dengan istilah ‘Negara Penyihir’ tapi, aktivitas kami tidak termasuk integrasi mendalam dengan klan lainnya. Dulu, ketika Great Witch masih hidup, klan memiliki koneksi kuat dengan satu sama lain. Meskipun begitu, kami semua masih diperlakukan sama oleh manusia.”

“Kami akan menjadi yang pertama untuk menahan pasukan Kerajaan Cassandra, karena mereka negara manusia terdekat dengan kami. Entah bagaimana kami menolak untuk bertempur pada saat ini, tapi kami tidak tahu berapa lama kami bisa tetap menolak. Jika kami kalah, seluruh Hutan Hitam mungkin akan berada di tangan manusia. Akan berbeda ceritanya jika klan lain ikut bergabung, tapi...”

Harrigan berbicara samar-samar tanpa kemarahan, tidak ada ekpresi kegembiraan di wajahnya.

“Lalu di sinilah benteng kami. Dihitung dengan yang satu ini, mayoritas dari mereka yang berjuang bertahan di benteng yang terletak di hutan ini. Anak-anak dan orang lansia di sebuah desa tersembunyi. Aku akan mengatakannya, tapi aku tidak bisa membawamu ke sana, dan aku belum punya banyak kepercayaan padamu.”

“Aku memahaminya.”

Pria itu mengangkat tangannya untuk mengekspresikan mengerti.

Usai menyelesaikan penjelasan secara umum, Harrigan mendesah dan berkata, – “kalau begitu”.

“Aku menjelaskan secara luas tentang kami dan situasi kami saat ini, tapi apa kau sudah memahaminya?”

“Benar. Aku tidak cukup mengerti, tapi aku paham.”

“Itu sebabnya! Mana maksudmu!?”

“Tentang itu. Aku bisa memahami kira-kira dengan yang kau katakan, tapi, bagaimanapun juga, untuk mengetahui hal-hal secara detail, satu-satunya hal yang dapat kulakukan adalah untuk mengalaminya sendiri... atau semacam itu.”

Fufu – Harrigan tersenyum senang.

(Huh, pria yang menarik. Nah, mengesampingkan apakah dia orang yang pintar atau bodoh, itu tak masalah jika dia tidak takut pada kami.)

Harrigan mulai memiliki minat pada orang di depannya. Tidak, mungkin dia tertarik dengan pria itu sendiri.

Pria yang turun tiba-tiba dari langit.

Bahkan untuk seorang penyihir terkenal seperti Harrigan, sihir yang bisa mengirim orang ke tempat yang jauh, dia belum pernah melihat atau mendengarnya. Belum lagi, daripada dikirim ke tempat yang jauh, tampaknya lebih seperti ia menyeberangi ruang-waktu dari tempat lain.

Harrigan berpikir tentang keinginan untuk menyelidiki fenomena itu.

Dan bukan hanya itu.

Dia juga ingin belajar lebih banyak tentang manusia itu sendiri.

Seorang pria, yang bisa menerima situasi dengan tenang seperti itu, meskipun dilemparkan ke dalam dunia yang berbeda.

Seorang pria yang tidak terpengaruh oleh emosi, dan memiliki tekad kuat untuk berkewajiban membayar utang atas ‘makan dan tinggal semalam’ dan seseorang itu tidak membeda-bedakan antara kami penyihir dan manusia.

Pria, yang memegang nama Naga.

Yang Harrigan tahu, kata itu mungkin berasal dari ‘Dragon’ atau ‘Dragon King’.

Dia tidak tahu apakah namanya berasal dari kata itu. Namun, pria yang jatuh dari langit, yang namanya memiliki arti ‘Dragon’ bisa berarti sesuatu. Karena itu, Harrigan tidak berencana untuk melepaskan pria ini. Meski begitu, sebagai kepala klan, tidak ada cara baginya untuk memprioritaskan kepentingan pribadinya. Berbicara jujur ​​tentang diri mereka sendiri, dia menempuh jalur tanggapan pria itu.

Sudah diduga, pria itu menunjukkan respon sesuai dengan pikirannya. Dia tidak takut pada kami atau menolak kami. Di sisi lain, ia biasanya akan melakukan kontak dengan mereka tanpa bersimpati apapun. Itu bukan sikap yang ada di dunia ini.

Dengan asumsi bahwa orang itu memang berasal dari dunia yang berbeda, mungkin, berbicara dengan dia bisa membuka jalan bagi masa depan klannya.

Tidak ada alasan khusus, atau prinsip-prinsip yang ditetapkan untuk itu. Sebaliknya, itu adalah intuisinya sebagai pemimpin klan.

Harrigan telah memutuskan.

Dia memutuskan untuk mengurus orang ini sebagai bagian dari klannya. Jika dia menjadi beban, tak masalah untuk membuangnya, dan jika ia berniat untuk melakukan kejahatan apapun, seharusnya tidak ada masalah dalam membunuh dia.

Begitulah kesimpulan Harrigan ini.


Setelah ia mengungkapkan kehadiran pria itu pada orang lain dan mengatakan bahwa dia bermaksud untuk bekerjasama dengannya, keberatan dan keraguan terus-menerus diungkapkan oleh para penyihir. Tanpa ada siapapun, yang akan menyetujui, jika itu bukanlah sesuatu yang diputuskan oleh Ane-sama, Lela dan Ais hanya akan menunjukkan persetujuan pasif tanpa melawan. Walau begitu, pada akhirnya, semua orang akhirnya mengakui pria itu, pada kondisi mengacuhkan dia saat dia menyebabkan masalah.

Yuuki adalah satu-satunya, yang akan terus menentang sampai akhir, dia sangat tegas, dan juga keras kepala. Pada akhirnya, setelah menyakinkan dan menjelaskannya, Harrigan berhasil meyakinkan Yuuki.

“Ini adalah apa yang sudah diputuskan dan aku tidak bermaksud menentangnya.”

“Kalau Harri-nee bilang begitu, itu bagus. Apapun yang terjadi, aku tidak peduli.”

Mengatakan hal itu, Yuuki menjadi benar-benar marah, tapi tampaknya dia tidak melakukan sesuatu di luar jalur, seperti membunuh pria itu atau mengusir dia keluar dari desa. Karena itu, Harrigan beranggapan akan baik-baik saja untuk membiarkannya saja untuk saat ini.

Akan menjadi masalah untuk mengurus seorang pria, tapi, bagaimana seharusnya mereka mengurusnya? Untuk saat ini, itu bukanlah masalah yang bisa dikesampingkan begitu saja.

(Karena pria ini bilang bahwa ia berpikir namanya adalah Naga atau sesuatu, tidak mungkin bagi kita untuk mengabaikan hal itu. [NagaDragon King]... Apa kita harus memanggilnya begitu? Aku menduga nama itu terlalu berlebihan untuknya. Jika itu untuk menjadi Dragon King asli, mungkin dia akan marah dan kalau kita menganggap itu sebagai nama panggilan saja, mungkin hal itu akan baik-baik saja.)

Berpikir begitu, Harrigan memutuskan untuk memanggil pemuda itu sebagai Naga.

Heh? Begitulah hasilnya – Setelah mengumumkannya, itu akan menjadi alami bagi seseorang untuk terkejut. Meski begitu, mayoritas penyihir tertawa sebagai gantinya.

Tertawa mereka memiliki unsur mengejek.

“Itu tidak cocok untuknya.”

“Nama itu sungguh aneh.”

“Apa dia telah membunuh Dragon King sungguhan?”

Seperti itulah ejekan dari para penyihir

“Kenapa kalian mengatakan hal seperti itu?”

Walau Harrigan membelanya, pria itu tetap tenang.

“Bagaimanapun juga, aku tidak tahu apa itu Dragon King.”

Apakah ia seorang individu yang penting atau bodoh? – Harrigan, yang tidak bisa mengira apa yang dipikirkannya mulai terkejut.

(Tak masalah, kalau dia hanya bodoh, dia mungkin tidak akan berguna, tapi kalau dia seorang pintar yang terlihat bodoh maka mungkin dia bisa menghasilkan sesuatu. Haruskah aku mengawasinya untuk saat ini?)

Dengan begitu, Naga, yang telah memutuskan mendukung Harrigan dan lainnya, untuk saat ini memutuskan tidak mengambil tindakan apapun. Daripada itu, karena ia tidak mengerti banyak tentang klan Harrigan, atau tentang dunia ini, meski ia ingin melakukan suatu hal, dia tidak akan mampu.

Mula-mula, aku akan membiarkan diriku untuk mengamati dan belajar? – Naga mulai berbicara.

“Itu bagus. Lalu, akankah kita berkeliling di sekitar benteng ini setelah kita selesai makan siang?”

Setelah itu, mereka makan siang dan pergi berkeliling di sekitar bagian dalam benteng. Saat itu Naga bertanya...

“Hei Harrigan. Saat aku jatuh ke dalam bak mandi, apakah tidak ada sesuatu yang aku bawa?”

“Maksudmu pedang berbentuk aneh di pinggangmu?”

Naga bertanya penuh semangat.

“Itu dia! Apa yang terjadi dengan itu!?”

“Kami menyimpannya.”

“Bisa tidak kaukembalikan kepadaku? Entah kenapa, sisi kiriku terasa kesepian, aku merasa cemas dan tidak aman.”

“Kami akan menyimpannya sementara.”

“............”

“Aku bilang, bahwa kami akan tetap menyimpannya, sementara!”

Wajah Naga berubah menyedihkan.

“Apa kau menduga bahwa aku menjagamu itu suatu hal yang berbahaya?”

“Bukankah itu wajar?”

“Eh... begitu? Baik, itu mungkin.”

“Yakinlah. Setelah kita mempelajari lebih lanjut tentang dirimu ketika kita tinggal bersama-sama, kami akan mengembalikannya padamu.”

Naga menghela napas kecil dan mengangguk.

“Maka, itu bagus.”

“Yah, kita harus pergi berkeliling dan menyegarkan diri kita sendiri.”

Dipimpin oleh Ais dan Harrigan, mereka berjalan di sekitar bagian dalam benteng.

Terdapat 3 benteng, yang bisa dikatakan menjadi basis utama mereka, itu tidak sebesar dibandingkan benteng lain. Itu dikelilingi oleh pagar kayu dan tidak ada parit. Di dalam lapangan, ada konstruksi yang kompleks, seperti bangunan perumahan, rumah penyimpanan, persenjataan, dan sebuah menara jam yang tinggi.

Semuanya adalah konstruksi sederhana yang dibuat menggunakan kayu.

Itu mungkin pemandangan langka dan belum pernah terjadi baginya.

Naga akan sering berhenti dan melihat ke dalam bangunan dan bertanya tentang nama dan fungsi mereka. Setelah melakukan hal itu hingga sore hari dan melakukan makan malam, Naga beristirahat di kamar yang ditawarkan oleh Harrigan.

“Oh, kuakui, hari ini salah satu hari yang melelahkan. Aku akan membiarkan diriku untuk pergi tidur lebih awal. Apakah itu baik bagiku untuk melepaskan ini?”

Naga menunjuk jimat di lehernya.

“Lela akan mempersiapkan yang baru untukmu besok, jadi jangan cemaskan hal itu.”

“Kalau aku tidak bisa bangun besok, tolong bangunkan aku. Aku berterimakasih untuk makanan dan selimut. Nah kemudian, permisi.”

Mengangkat tangannya ia memberi tanda untuk Harigan, yang mengawalnya ke kamarnya.

Tiba-tiba ia mulai menanggalkan pakaiannya, Harrigan menjadi bingung.

“Hei, apa yang kaulakukan tiba-tiba!?”

“Pakaianku masih belum kering, jadi aku membukanya saat aku tidur agar benar-benar kering.”

“Kalau begitu, lakukanlah setelah aku meninggalkan kamar!”

“Ah? Aku tidak terlalu keberatan. Apa kau merasa begitu Harrigan?”

Meskipun sedikit memerah wajahnya, Harrigan menjawab tanpa mengalihkan matanya.

“T, tidak, aku penasaran apakah aku juga, tidak keberatan sama sekali.”

“Kalau begitu, bukankah itu bagus?”

Naga01 090.jpg

Hanya dengan cawatnya saja, dengan tenang Naga mulai meregangkan pakaiannya yang setengah kering.

(Tubuhnya cukup terlatih... Wh, tidak, tidak. Ini bukan waktunya untuk mengagumi otot.)

Setelah dia meninggalkan kamar dan menutup pintu, dengkuran Naga terdengar dari dalam.

(Dia pasti tertidur cepat. Apa dia punya banyak keberanian atau apakah ia tidak memiliki kekhawatiran? Dia orang yang sulit untuk dipahami.)

Menggelengkan kepala, Harrigan kembali ke kamarnya.


Keesokan hari, setelah melakukan sarapan bersama dengan Ais dan Harrigan, Naga mengungkapkan keinginannya untuk berjalan di sekitar benteng sekali lagi.

Hari ini juga, ia mengenakan pakaiannya, yang Harrigan anggap aneh, ia memakai jimat yang di buat khusus oleh Lela dan di tempatkan di tempat yang sama.

(Karena tidak ada pakaian lain untuknya, itu mau bagaimana lagi. Aku harus berurusan dengan masalah itu bagaimanapun caranya. Nah, haruskah hal itu kuurus nanti? Tapi...)

Tidak mungkin untuk membiarkan Naga berkeliling sendirian, sehingga membimbing dia adalah hal yang harus dilakukan. Bagian yang hanya bisa dilakukan oleh seseorang seperti Harrigan, namun, dia juga memiliki banyak tugas menumpuk sebagai kepala klan.

“Aku juga, hanya dapat membantumu di waktu senggangku, dan... ini bukan apa yang kuinginkan.”

Setelah dia mengatakan itu dengan cara yang agak kecewa.

“Bukan masalah. Dalam hal ini, kau tidak perlu memanduku. Karena aku hanya akan berkeliling di sekitar benteng.”

“Sekitar benteng? Kau berencana untuk berkeliling di sekitar hutan juga?”

“Ya, aku ingin belajar, meskipun itu hanya sedikit, tentang bagaimana dunia ini terlihat. Tapi mula-mula, aku ingin melihat dengan mataku sendiri wilayah ini di mana kalian tinggal.”

“Hutan ya hutan. Kalau kau melihatnya hanya ada pepohonan.”

“Ah, benar juga. Aku ingin melihatnya sambil menghirup udara segar.”

(Dasar orang aneh. Pertama saat di muncul juga dengan cara yang aneh, tapi...)

“Meskipun kau mengatakan hal itu.”

“Apa? Apakah ada sesuatu yang tidak boleh kulihat di hutan?”

“Tidak, bukan itu. Tapi, orang-orang yang berjalan di hutan ini tanpa pengalaman tentang hutan akan tersesat. Ini karena selain hutan yang sangat gelap, kami memasang penghalang. Ini akan berbeda jika seseorang fokus dan menetapkan patokan, tapi...”

“Sebuah penghalang...”

Naga merenungkan.

“Ya, anggap saja sebagai salah satu jenis sihir. Ini adalah sihir yang digunakan untuk menipu mata orang, yang tidak tahu tentang tempat ini.”

“Begitukah? Lalu, aku tidak bisa berkeliling sendirian?”

Membuat wajah kecewa, setelah ia melihat hutan di luar benteng, Lela, yang sedang menunggu agak jauh dari mereka, melangkah.

“Ane-sama, apakah aku bisa memandu-nya?”

“Boleh? Apa kau baik-baik saja sendiri?”

“Meskipun efek jimat habis, aku akan berada di sana, sehingga tidak ada masa-lah. Sekarang, ada hal-hal yang perlu kaulakukan, jadi.”

“Bukan itu maksudku, Apa kau baik-baik saja sendirian dengan pria mesum? – apa yang ingin kukatakan, pria ini adalah orang mesum!”

“Jangan tanya hal-hal kasar! Dan jangan mengatakan itu!”

“Ah….”

“Dan kau, jangan mulai memikirkan itu!”

Menunduk sementara memiliki wajah yang tegas, Lela mengangkat wajahnya dan menatap Naga dengan pandangan dari atas ke bawah.

“Yah, itu akan baik-baik saja, kura-sa. Jika perlu, aku akan membakar dia menggunakan mantra a-pi.”

“Begitu? Lalu aku akan menyerahkannya padamu.”

Harrigan mengatakan hal itu, dia berbisik di telinga Lela seolah-olah terlihat memeluknya.

“Hati-hati pria itu.”

“Itu sebabnya, aku bisa mendengarmu! Seperti perkataan burukmu!”

Kukuku – Harrigan terkekeh saat ia sekali lagi menekankan pada apa yang dia katakan.

“Lebih baik kau mengikuti bimbingan Lela dengan patuh?”

“Aku tahu, itu sebuah tekanan yang buruk. Jika kau terlalu khawatir akan berdampak buruk bagi kesehatanmu.”

“Tidak khawatir tentang seorang pria yang datang entah dari mana dan meraba-raba dada seseorang, apa lagi yang harus aku khawatirkan?”

“Ah...benar juga, aku masih bingung waktu itu. Tidak perlu merasa khawatir sekarang.”

“Aku ingin berharap begitu...”

Pergeseran pandangan menjauh dari dia, Harrigan melirik sosok Lela.

Meski begitu, gadis itu tetap tanpa emosi dan menatap Naga.

(Meskipun dia memiliki sikap acuh tak acuh terhadap suatu hal, itu jarang bagi Lela untuk tertarik dengan ini. Mungkinkah dia tertarik dengan pria itu....?)

Entah baik atau buruk? Sampai saat ini, Harrigan tak bisa mengerti. Namun, dia merasa itu bisa menjadi semacam angin segar baru yang mulai bertiup melalui penyihir monoton dalam suasana hatinya saat ini.

“Baiklah, aku akan mempercayakan dia padamu, Lela.”

“Serahkan pada-ku.”

Sepertinya Naga dipandu oleh Lela dan mereka berdua pindah dari benteng menuju hutan.


Di hutan suci ini, semua pohon tinggi dengan banyak cabang yang tebal ditumbuhi dedaunan.

Walau sekarang masih siang, hutan itu terasa redup. Namun demikian, rumput di bawah kaki seseorang itu tidak tinggi sehingga tidak menimbulkan masalah saat bergerak.

Karena Naga berjalan dengan kecepatan yang cepat dan lebar, wajar baginya untuk berada di depan Lela.

“Berada di dalam hutan ini, tampaknya memberiku rasa suram.”

Di dalam hutan redup, Naga mengalihkan pandangannya ke kiri dan kanan sambil bergumam saat jalan. Mendengar itu, Lela keberatan dengan sekejap.

“Ini bukan karena kita ingin tinggal di sini. Apa boleh buat untuk hidup sambil menghindari konflik dengan manu-sia.”

Naga tiba-tiba berhenti dan berbalik.

“Apakah kalian puas dengan itu?”

Lela tertangkap lengah.

“Kupikir, aku telah melihat bagaimana hal tersebut terjadi di benteng ini kemarin dan hari ini, tapi entah bagaimana suasananya terasa hening. Bisa dibilang tidak ada semangat atau ambisi? Dan juga kau tampak telah menyerah?”

Naga menatap sekilas wajah Lela.

“Hidup di dalam hutan seakan diusir oleh manusia, dan menyembunyikan kehadiranmu di sini untuk menghindari konflik dengan mereka. Apakah kau puas dengan itu?”

“Mana mungkin, kami merasa pu-as!”

Tanpa sadar telah berteriak, Lela menutup mulutnya buru-buru.

Mungkin, Harrigan juga merasa ketidakpuasan sementara menjadi pemimpin kelompok.

Naga melihat itu dan menyela.

“Lupakan tentang apa yang baru saja terjadi ta-di...”

“Kalau kau bilang begitu, aku tidak akan bertanya.”

Sekali lagi menghadap ke depan, Naga terus berjalan.

Di sisi lain, Lela merasa seolah-olah tubuhnya menjadi berat, karena tidak mampu mengambil langkah lagi.

Sementara itu, Naga terus berjalan.

Setelah ia kembali ke dirinya sendiri, tidak ada sosok Naga.

(Sia-lan. Karena aku le-ngah.)

Sementara panik, Lela mencoba untuk mengejar Naga.

Tidak peduli seberapa cepat dia, dia tidak mampu berjalan jauh di hutan ini. Terlebih lagi, selama tidak ada banyak jarak antara mereka, Lela dapat mengikutinya berkat sihirnya sendiri yang berada di dalan jimat itu, jadi dia tidak terlalu khawatir.

Sama seperti hal yang diantisipasinya, ia melihat kembali Naga setelah berjalan beberapa saat.

Seolah-olah ia bersembunyi di dalam bayangan, berlutut dan menahan napas saat mengintip sesuatu di depannya.

Karena ketegangannya diteruskan pada Lela, dia mendekati tanpa sengaja dengan langkah diam-diam.

Saat ia mulai mendekat, Naga berbalik belakang saat ia melihatnya dan memberi tanda padanya untuk membungkuk menggunakan tangannya.

Begitu dia berada di sampingnya sambil menjaga kepalanya tetap rendah, ia bertanya seakan berbisik.

“Apakah ada monster atau suatu ha-l?”

“Keberadaan yang ganas dan brutal.”

Karena Naga berbisik kembali, Lela menjadi tegang.

Setelah dia mengintip dengan wajahnya dari bayangan batang pohon tebal.

Di depan, ada sungai dengan lembah berbentuk kecil yang mengalir, di dalamnya terdapat Yuuki yang sedang mandi. Dia telanjang, yang pastinya terlihat semuanya.

“A...ah..memang monster li-ar. Sebuah keberadaan yang sama seperti manu-sia, tapi...”

Tidak ada keraguan bahwa dia membiarkan pekerjaan yang ditunjuk dan pergi untuk mandi karena dia sebelumnya berhadapan dengan Naga di benteng.

(Dalam hal ini, kaumenuai apa yang kautabur, tapi..)

Lela berpikir tentang apa yang harus mereka lakukan.

Yuuki, yang tidak menduga siapapun mengintip dirinya, memanjat daerah berbatu saat ia tampil dengan berani, dan melompat ke air yang dalam dari batu sambil bersenang-senang.

Tubuh Yuuki basah dan telanjang yang tersinari matahari. Wajar saja, karena dia tidak mencurigai siapapun untuk mengintip, dia tidak akan berpikir tentang menyembunyikan tubuhnya.

Tubuhnya memiliki kulit putih, yang hampir transparan.

Bahu dan pinggangnya menarik kurva halus.

Bukit dadanya, yang tidak kecil maupun besar, menonjol dengan kondisi yang cukup.

Di atas mereka, puting lucu dan merah muda menonjol.

Semak ringan emas antara pangkal paha basah dengan air dan agak menempel perutnya.

Lalu, wajah tersenyum, yang belum Naga lihat sampai sekarang, muncul di wajahnya.

“Apa itu? Jadi dia bisa tersenyum seperti ini?”

Naga01 099.jpg

Naga benar-benar terpaku pada wajah Yuuki dan tubuh telanjangnya.

Lela mengintip dengan lirikannya pada penampilan Naga.

(Dia pandai mengintip, ya? Yah, aku bisa mema-hami itu, tapi... tubuhnya tidak sama dengan Ais, Yuuki memang memiliki tubuh yang cukup menarik.)

Atau setidaknya itu lebih feminin daripada aku – adalah apa yang Lela akui.

(Walau begitu, dia mungkin terlalu percaya diri. Kalau begini, rasa takut Yuuki akan memperi-ngatinya. Gadis itu sangat sensitif terhadap pria yang mengin-tipnya.)

“Naga-sa-n.”

Begitu Lela meletakkan tangannya di pundaknya, Naga melihatnya dengan wajah terkejut.

“A... ah, maaf, tentang hal ini..”

Naga membuat alasan, bagaimanapun, dia tampaknya tidak berpikir seperti itu.

“Kita baru saja sampai, jadi aku belum melihatnya terlalu banyak.”

(Dia tampaknya tidak begitu tapi, daripada i-tu.)

“Jangan berge-rak! Apa boleh buat jika kau telah melihatnya. Kau tidak boleh melihatnya setelah kau telah melihat bagian terpen-ti-ngnya.”

“Apa maksudmu?”

“Kalau kau mencoba mengintip, kau akan ma-ti. Lebih jelasnya , kau akan dibunuh oleh Yuu-ki. Itu adalah 9/10, atau 99%.”

“Bukankah yang terakhir memberiku kurang dari 10% kesempatan untuk menghindarinya?”

“Ya, itu sebuah penge-cualian. Meskipun Ane-sama mencoba untuk menghentikannya, Yuuki mungkin tidak akan mendengarkan dia.”

Tubuh Naga menggigil.

“Kau... yakin, kau berencana untuk melaporkanku pada Yuuki?”

Tanpa menjawab pertanyaan Naga, sekali Lela mengambil jimat dari pinggang, ia mulai menulis dengan menggunakan kuas kecilnya.

“Ya, pasang i-ni.”

“A-apa? Apa yang ingin kau lakukan?”

Pada saat itu, Yuuki, yang hendak melompat dari area batu, berhenti. Mengerutkan kening matanya curiga, di sebuah sisi dengan penuh perhatian.

“Kita akan terlihat, cepat pasang. Atau aku yang akan memasangkan-nya!”

Lela memasangkan jimat baru dengan tamparan di dahi Naga.

“Ini jimat yang dapat menghilangkan kehadiran seseorang. Tetap te-nang”

Seperti yang Lela katakan, Naga menghentikan gerakan dan napasnya sambil terus mengintip Yuuki.

Yuuki, yang mencari-cari sejenak dengan kecurigaan yang mendalam, tiba-tiba berteriak – Ah! Tubuh Naga membeku berpikir bahwa ia terlihat, bagaimanapun, bahwa itu tidak terjadi.

“Sebuah sinyal asap dari benteng!”

Yuuki melompat ke arah pakaiannya dilemparkan dan memakai mereka sebelum salah satu bahkan bisa melihat. Setelah dia melakukan itu, dia berlari ke lereng dalam sekejap dan menghilang ke dalam hutan.

Menunggu sampai dia menghilang, Lela berdiri.

“Kau lolos dari kematian, Na-ga-san.”

“A... ah, sepertinya begitu.”

Usai Naga menarik napas lega dan melonggarkan tubuhnya, Lela melemaskan pinggangnya sambil mengulurkan tangan kanannya untuk melepas jimat di dahinya.

“Omong-omong, Yuuki bilang ada sinyal asap mengepul. Bukankah kita harus kembali juga?”

Lela menatap langit menuju benteng.

Memang ada sinyal asap merah dilihat dari antara pepohonan.

“Tidak ada keraguan bahwa sesuatu terja-di di benteng. Ayo kemba-li.”

Naga berdiri perlahan.

“Walau begitu, mengapa kau tidak melaporkanku padanya?”

“Kalau aku melaporkanmu, kau akan ma-ti. Meski aku melaporkanmu pada Yuuki di benteng, bukan tempat ini, kau akan terbu-nuh.”

“Apa kau benar-benar mempertimbangkannya dengan cermat?”

Lela mengangkat tepi mulutnya sambil menyeringai.

“Mari kita membuat kesepakatan, Naga-san.”

“Ah, jadi seperti ini.”

Kemudian Naga menyeringai ketika ia memahami situasi.

“Yah? Apa kesepakatannya?”

“Setiap kali kau berhasil mengingat kembali ingatanmu yang hilang, bicaralah kepadaku dahulu, tidak peduli apa i-tu.”

“Apakah kau baik-baik saja dengan itu?”

“Kau mungkin berpikir bahwa itu sepele, tapi bagiku itu sangat pen-ting. Aku pasti ingin belajar lebih banyak tentang dunia lain, yang tidak ada disi-ni.”

Naga dan Lela saling memandang, pandangan mereka saling terkait satu sama lain.

Naga tidak bisa menebak apa jenis permintaan dia, bagaimanapun, ia mengangguk sambil berkata – “Ya, baiklah”.

“Jika itu cukup bagimu untuk tidak membocorkannya, maka itu adalah harga yang murah. Aku akan mengatakan apa saja yang kau inginkan.”

Lela menurunkan pandangannya dan berterima kasih.

“Terima ka-sih.”

“Tidak, itu baik-baik saja. Omong-omong, aku bisa menanyakan satu hal?”

Naga berbicara kembali saat Lela hendak berjalan.

“A-pa?”

“Kenapa Yuuki sangat benci pria?”

“Bukannya Ane-sama telah memberitahumu untuk tidak bertanya terlalu banyak?”

“Tidak, aku hanya terganggu oleh itu. Dia tidak menunjukkan reaksi kekerasan sampai sekarang?”

“Itu baik-baik sa-ja. Yuuki adalah spesi-al.”

“Kenapa?”

“Ini bukan sesuatu yang aku harus ja-wab. Jika Ane-sama mengatakan semua telah membaik, dia mungkin akan berbicara denganmu tentang hal itu.”

“Seperti cara berbicara saat dulu.”

“Tampaknya dia membuat beberapa kenangan yang tidak menyenangkan saat dia kecil. Mungkin, dia tidak bisa melupakan pengalaman menyakit-kan.”

Naga merasa berdenyut di dadanya.

Dia tidak bisa menjelaskan alasan di balik itu, bagaimanapun, tidak ada keraguan, beberapa fragmen dari kenangan bereaksi pada kata-kata Lela ini.

(Aku tahu. Jadi dia memiliki beberapa pengalaman yang menyakitkan di masa kecilnya? Sepertinya aku telah melalui hal yang sama. Ketika datang ke sini, kehilangan ingatan seseorang tampaknya tidak menjadi setengah buruk, bukan?)

Senyum masokis melayang di wajah Naga ini.

Naga01 106.jpg

Melihat senyum menyakitkan di wajahnya, Lela menarik kembali ucapannya namun, senyum Naga segera lenyap dan wajahnya berubah menjadi sangat berani.

“Ah, maaf sudah menghentikanmu. Kita harus buru-buru.”

“Lalu... mari kita la-ri. Ikuti aku, jangan sampai terja-tuh.”

Karena Lela menerobos masuk ke dalam hutan, Naga berlari mengejarnya.

(Sinyal asap? Apa terjadi sesuatu? Mungkinkah benteng diserang?)

Kecurigaan Naga ini setengah benar dan setengah salah.

Bab 2: Pertempuran Penyihir dan Manusia[edit]

Berlari ke desa, Naga dan Lela melihat beberapa penyihir berkumpul di tempat terbuka, di dalam benteng dan memberi isyarat asap. Harrigan berdiri di tengah dengan Ais, yang tengah membuat asap. Walaupun Yuuki berlari di depan mereka, dia tidak terlihat di manapun.

“Ane-sama, ada apa?”

“Lela? Kalian sudah terlambat.”

“Itu karena kami jauh di dalam hu-tan.”

Lela berbohong dengan tenang.

Keinginannya untuk ingin belajar lebih banyak tentang dunia lain, mungkinkah itu masalah prioritas tertinggi, yang tidak bisa diberitahu pada Harrigan? Naga sangat mengagumi rasa haus akan pengetahuan, pada saat bersamaan, dia tercengang saat Lela menaruh keinginannya di depan teman-temannya, meski hanya sedikit.

Tetap saja, saat ini, Lela adalah satu-satunya yang tahu tentang dia mengintip. Apakah dia akan mengeksposnya atau tidak, itu bergantung padanya. Naga hanya bisa pura-pura tidak tahu.

“Seekor merpati utusan dikirim dari benteng pertama. Tampaknya ada tentara manusia yang masuk.”

Lela memiliki sedikit wajah terkejut, tapi ekspresinya tidak berubah dan bertanya.

“Apa kau bertanya.....dari mana tentara da-tang?”

“Hmm, mereka adalah pasukan Kerajaan Cassandra. Menurut pesan, jumlahnya tidak lebih dari 200.”

“Itu jumlah yang besar untuk unit pengintai-an.”

“Benar, masalahnya terletak di sana.”

Membuat wajah serius, Harrigan terus berbicara.

“Sampai sekarang, mereka telah memeriksa medan yang berada tepat di bawah benteng, menghadapinya dengan mendaki lereng, dan menerima serangan kami hanya untuk melarikan diri. –Ini adalah rutinitas yang terus mereka ulangi. Kalau mereka benar-benar telah memutuskan untuk mengerahkan sebanyak 200 tentara, mungkin ini berarti Kerajaan Cassandra akhirnya serius merebut benteng ini. Kita juga harus mempersiapkan ini.”

Alih-alih meminta penyihir terdekat untuk sebuah penjelasan, Naga mungkin harus berbicara dengan mereka akan hal itu, yang akan membiarkan dia memahami situasinya sendiri.

“Saat ini, yang di benteng adalah Selena dan De-e?”

Saat Lela melihat ke sekeliling wajah teman-temannya, Harrigan menggeleng seolah mengatakan ‘Astaga’.

“Beberapa saat yang lalu Yuuki kembali, tapi begitu aku mengatakan kepadanya bahwa Naga pergi ke hutan, dia mengatakan bahwa dia tidak ingin bertemu dengannya saat dia kembali dan pergi.”

Dengan menggunakan sikunya, sesekali Lela menusuk sisi Naga.

“Itu cukup beruntung, bu-kan?”

“Sepertinya... begitu.”

Melihat Naga dan Lela bertukar percakapan, Harrigan menjadi prihatin, tetap saja, dia memutuskan bahwa bukan saat yang tepat untuk itu.

“Anak-anakku yang lain mungkin telah melihat sinyal asap dan kembali, tapi tidak mungkin aku memanggil kembali yang ditempatkan di dalam benteng lainnya. Aku tidak bisa mengecualikan kemungkinan tentara manusia bisa sampai ke tempat lain.”

Selain itu, Harrigan menambahkan hanya untuk dirinya sendiri.

(Aku juga harus memperhatikan gerakan klan penyihir lainnya.)

“Untuk saat ini, kita hanya bisa berangkat dengan orang yang kita miliki sekarang. Tolong percepat persiapan kalian.”

Begitu Harrigan memerintahkan, keempat orang yang berada di depannya pergi dari tempat terbuka seperti kelinci.

Bahkan Ais, yang meluncurkan sinyal asap itu mengatakan.

“Aku juga harus bersiap-siap menghadapi pertempuran.”

Mengatakan itu, dia meninggalkan tempat itu.

“Aku juga akan siap-si-ap.”

Setelah Lela pergi, hanya Naga dan Harrigan yang tersisa.

Melihat ke tempat di mana semua orang pergi, dia menghela napas.

(Belakangan ini, kekuatan manusia telah menjadi sangat aktif. Bisakah kita mendorong mundur mereka sampai saat ini...? Tidak, ini bukan saat yang tepat untuk merenungkan hal itu. Aku harus membuat persiapan juga.)

Melihat bahwa Harrigan hendak berangkat ke bangunan tempat tinggal, Naga memanggilnya untuk berhenti.

“Hei, Harrigan.”

(Ah, benar juga. Aku benar-benar lupa tentang dia.)

Begitu dia berbalik, pandangannya bertemu dengan Naga.

(Kalau begitu, apa yang harus kulakukan? Aku tidak bisa membawanya ke medan perang, jadi..)

Menuju Harrigan, yang memiliki wajah bijaksana, Naga mengatakan sesuatu yang tak terduga.

“Tampaknya akan ada pertempuran. Bagaimanapun, maukah kau membawaku bersamamu?”

“Tidak tapi…”

“Sudah kukatakan, tapi aku ingin membalas bantuan dari penginapan malam dan makan. Kalau kau, yang menyelamatkanku, akan bertarung, tentu saja aku akan membantumu.”

Meski mengatakan hal itu, tidak ada ketegangan di wajahnya. Pada saat itu, Harrigan memutuskan untuk memberinya peringatan.

“Ini akan berbahaya.”

“Aku sudah terbiasa bertarung. Aku tidak ingat banyak detailnya, tapi tidak salah lagi bahwa aku memiliki pengalaman dalam peperangan berkat pertempuran yang tak terhitung jumlahnya. Itu sebabnya, kau tidak perlu cemas.”

“……Begitu. Tentu, membiarkanmu sendiri di sini akan lebih berisiko.”

“Aku bersyukur karena kau mencemaskanku tapi...”

Harrigan menggeleng seakan dia mengatakan ‘bukan itu’.

“Daripada mencemaskanmu, aku lebih cemas apakah kau akan menyerang anak-anak yang ditinggalkan atau tidak.”

“Tentang itu?! Itukah yang membuatmu cemas?!”

Harrigan membalas dengan ekspresi tegas pada Naga, yang berteriak.

“Tiba-tiba jatuh dari langit, lalu meraba-raba dan menggosok payudara seseorang. Tidakkah menurutmu wajar kalau aku mencemaskan anak-anak perempuanku dengan membiarkanmu sendirian?”

“Ugh”

Naga mengerang dan menjadi kaku.

“T, Tidak, begitulah, bagaimana aku bilangnya ya, setelah dilemparkan ke dunia yang tidak dikenal, bukankah kau akan linglung, bingung, atau gelisah? Bukankah begitu? Siapapun akan bertindak tak terduga usai berakhir dalam situasi seperti ini.”

“Jadi, saat bingung kau langsung melompat ke payudara dan meraba-raba?”

“......”

Harrigan menatap Naga, yang keringat dingin saat menjadi kaku, dengan mata dinginnya.

“Maaf!”

Dia tiba-tiba membungkuk.

“Bagaimana aku harus mengatakannya...itu karena payudaramu menawan sehingga mendadak aku ingin meraba-rabanya.”

“Pfft”

Harrigan tawa ringan tanpa disengaja.

“Itu karena memiliki bentuk yang bagus, bunyi bagus, dan besar. Itu adalah jenis payudara yang menawan yang tidak akan kauduga ada di dunia ini. Memiliki hal-hal indah di depan mata seseorang, jika seseorang, siapapun ingin menyentuh, meraba-raba, menggosoknya. Maksudku, tak ada orang yang tak mau melakukannya. Itu sebabnya....”

“Ah...aku mengerti. Tidak apa-apa jadi diam saja. Mendengarmu membuatku merasa malu dan tidak bisa diam.”

Walau dia menyela Naga, Harrigan, yang berwajah merah, sepertinya tidak senang.

“Kesampingkan itu.”

Setelah batuk sekali, Harrigan kembali lagi ke topik aslinya.

“Kalau kaubilang ingin ikut, itu mungkin baik-baik saja.”

(Yah, kurasa kau tidak akan banyak membantu, tapi...daripada mengatakan hal itu)

Harrigan menyipitkan matanya dan menatap Naga.

“Jangan menjadi beban.”

Naga membuang dadanya dan menjawab.

“Kau tidak perlu mengatakannya kepadaku.”

“Kalau begitu, ikut aku.”


Di depan kediaman Harrigan, Naga menunggu persiapan peperangannya dilakukan.

Tentu saja, dia mengenakan pakaian yang dimilikinya sejak dia kemari, walau memakai bajunya sendiri, Naga tidak bisa menghapus perasaan aneh kehilangan sesuatu...

(Sudah kuduga, dengan sisi kiriku kosong, rasanya tidak enak. Aku ingin tahu apakah aku bisa mendapatkan kembali senjataku.)

Sambil bergerak di depan bangunan tanpa ketenangan, pintunya terbuka dan Harrigan keluar.

“Maaf membuatmu menunggu.”

“Tidak, aku tidak menunggu selama...itu!?”

Melihat sosok Harrigan, Naga tak bisa menyembunyikan keterkejutannya.

Dia tidak mengenakan armor atau helm. Apa yang dia kenakan adalah pakaian kuno yang panjang, mirip dengan yang sebelumnya. Selain itu, dia membawa kembali beberapa jenis tas perkakas kain dan selain itu, Naga tak bisa menemukan perubahan lainnya.

Sebaliknya, jika dilihat dengan hati-hati, tampaknya rok panjang yang dikenakannya menjadi lebih tipis dibandingkan sebelumnya. Selanjutnya, takik di rami roknya jauh lebih tinggi dan mencapai area pinggangnya. Kaki telanjangnya yang menggoda, yang mengintip dari celah di antara takik, tidak berbeda, tapi areanya meningkat. Area di sekitar lehernya tertutup, tapi karena bahan yang warnanya tipis, dadanya yang menonjol menjadi lebih ditekankan, yang memberi kesan bagus. Bukan pakaian seseorang yang kini akan bertempur sama sekali, atau setidaknya tidak mungkin bagi akal sehat Naga. Dengan ini, bukankah dia akan mengalami luka yang mematikan kalau dia tertembak panah liar?

Bukan terkejut, namun tercengang, dia menatap tubuh Harrigan. Begitu dia melakukannya, dia melihat penglihatannya dan mengarahkan ekspresi tegas padanya.

“Hm? Kau ini, walaupun kita akan berangkat untuk berperang, kau masih gigih menyukai dadaku? Apa kau belum cukup tenang?”

“Itu salah!”

Naga menggeleng seolah berkata, ‘bukan itu!’

“Kau juga, meski kita terlibat dalam pertempuran, bagaimana kau bisa mengenakan pakaian itu?”

Karena diberitahu, Harrigan menunduk menatap tubuhnya.

“Hm? Apa ada yang aneh?”

“Ya! Kenapa kau tidak memakai armor atau sejenisnya? Kalau begitu, kau takkan bisa bertarung dengan pedang. Selain itu, bukankah kau akan mati kalau ditembak dengan busur?”

“...Ah, jadi itu?”

Akhirnya Harrigan mengerti apa yang ingin dikatakan Naga.

“Aku masih belum membicarakan sihir secara lebih rinci.”

“Sihir? Apa itu berhubungan dengan pakaian tipis itu?”

“Begitulah. Sihir adalah cara kita bertarung.”

Dengan wajah meragukan, Naga memiringkan kepalanya dengan bingung.

“Dengan kata lain, kami tidak bertarung dengan pedang atau busur melawan manusia di garis depan. Itu karena logam mengurangi kekuatan sihir kami. Ini menjadi hambatan saat menggunakan sihir. Itu sebabnya kami tidak memakai armor logam dan membawa senjata yang dikaitkan dengan logam. Sedangkan untuk busana, kami hanya akan memakai yang tertipis agar tidak menghalangi kekuatan sihir kami sebanyak mungkin.”

Naga masih memiringkan kepalanya dengan wajah penasaran.

“Kalau kami perlu memanfaatkan sihir kami sebaik-baiknya, menjadi telanjang adalah metode terbaik, bagaimanapun, mana mungkin kami melakukannya? Sebab, sudah memakai baju tipis ini..... hei, kau.”

Dengan wajah mesum, Naga buru-buru kembali ke dirinya sendiri.

“A-apa?”

“Tadi, bukankah kau memikirkan hal-hal yang tidak senonoh?”

-*gemetar gemetar*

Naga menggeleng dengan segenap kekuatannya, tapi tetap saja Harrigan masih menatap penuh kecurigaan padanya.

Berusaha kembali ke topik utama, Naga mengajukan sebuah pertanyaan.

“Lalu, bagaimana kau bertempur?”

“Baiklah, kau akan mengerti kalau kau melihatnya.”

“Begitukah? Kalau begitu, aku akan membiarkan diriku mengamati dan belajar perlahan. Nah, selain itu, kau takkan bilang bahwa kau berencana menyerang hanya dengan orang-orang yang berada di tempat terbuka, bukan?”

“Aku tidak mengatakannya.”

“Kurasa kau benar.”

Naga menarik napas lega.

“Beberapa anak perempuanku harus berlari dari hutan.”

—Beberapa!? Lalu, walau kita bergabung, bukankah kita kurang dari 10 orang!?

“Aku juga, menduga untuk memiliki lebih sedikit orang.”

Naga memiliki ekspresi campuran antara kagum dan sengsara.

“Hei, perang adalah tentang angka daripada kualitas. Ada sekitar 200 musuh, kan? Dan kau berniat melawan mereka dengan hanya 10 orang?”

“Mau bagaimana lagi. Itu karena kami memiliki kekuatan tempur segini saja.”

“Apa selalu seperti ini?”

“Betul.”

“Kau cukup bisa menolak serangan musuh.”

“Itu karena kau tidak tahu tentang kekuatan atau metode pertempuran kita.”

“Tampaknya kau sangat percaya diri.”

Harrigan tersenyum kecil. Entah itu senyuman sombong, ataukah ejekan diri? Naga tak bisa menilai itu.

“Meski begitu, saat ini kami menahan invasi manusia dengan segenap kekuatan kami. Karena jumlah mereka tampaknya sedikit meningkat, menurut pengintaian kami, ada kemungkinan hal itu bisa menjadi pertarungan sungguhan. Aku merasa sedikit cemas akan hal itu. Tapi yah, kalau itu hanya mendorong mundur mereka, kita mungkin bisa mengaturnya.”

Naga memperlihatkan ungkapan yang mengatakan bahwa dia masih belum mengerti.

“Begitu kau melihatnya dengan mata kepala sendiri, kau akan tahu.”

“Ah, mengerti. Aku akan melihat sosok gagah beranimu dengan teliti.”

“Kalau begitu, tidak apa-apa bagimu untuk ikut serta.”

Naga memanggil Harrigan, yang mengatakan itu dengan penampilan penuh kepercayaan saat membelakanginya.

“Omong-omong, Harrigan. Senjata yang kauambil dariku, maukah kau mengembalikannya padaku?”

“Hm, begitukah? Benar juga. Akan gawat kalau kau ikut serta ke medan perang tanpa senjata. Baiklah, tunggu sebentar. Aku akan segera mengembalikannya padamu.”

Harrigan masuk ke rumah dan membawa kembali senjata Naga ke tangannya, yang tersembunyi.

Menerima pedang dari tangannya, Naga meletakkannya dengan senang hati di sabuk pinggangnya.

“Oh, ini dia, ini. Sudah kuduga, tanpa ini aku takkan merasa damai,”

“Fufun, kau mengatakannya seolah-olah itu adalah bagian dari tubuhmu.”

“Mengatakan bagian tubuhku itu berlebihan, tapi entah kenapa rasanya tidak aman tidak bersenjata. Pedang ini...tidak...pedang?”

Naga memiringkan kepalanya.

“Salah. ini bukan pedang.”

“Ha? Kalau bukan, lalu apa itu?”

“Ini...ini...ini, begitu ya, aku ingat! Ini katana!”

“KATANA? Apa itu nama senjatamu?”

“Nama—? Apa senjata ini punya nama—? ....Benar juga, seharusnya baik-baik saja kalau kau menganggapnya sebagai jenis pedang dengan nama itu.”

Harrigan tersenyum.

“Aku tidak mengerti, tapi katakan saja aku mengerti. Daripada itu, kau bisa mengingat namanya, bukan?”

“Ya, aku ingat.”

“Apa kau ingat sesuatu selain itu?”

Wajah bercahaya Naga dengan cepat berubah menjadi depresi.

“Tidak... itu masih belum bagus.”

“Nah, kau tidak perlu berkecil hati. Sekalipun hanya satu ingatan saja, tidakkah kau bisa mengingat hal lain nanti?”

“...Kau benar, tapi bisakah aku menunggu dengan sabar?”

Sejak saat itu, tidak termasuk Harrigan, 10 penyihir muda dengan sosok remaja mereka berkumpul di alun-alun desa. Penampilan mereka tidak konsisten dan tidak satupun memakai armor. Semuanya memakai pakaian tipis yang mirip dengan pakaian Harrigan dengan banyak kulit terbuka. Bahkan ada yang mengenakannya lebih sedikit dari dia. Akankah mereka baik-baik saja seperti itu–Naga terkejut, yang tidak dibenarkan baginya karena pakaian mereka pada dasarnya berbeda dari apa yang akan dia ketahui secara intuitif. Dia tak hanya kaget tapi juga merasakan bahaya. Begitu dia melihat dengan cemas atas para penyihir yang berkumpul, penglihatannya bertemu dengan Yuuki.

Sudah diduga, ketika berhubungan dengan orang lain, dia juga harus berangkat tanpa bisa menolak melihat Naga.

Yuuki juga memakai pakaian serupa dengan yang dimiliki penyihir lainnya, yang tipis dan kulit terekspos. Garis tubuhnya terlihat. Begitu Naga melirik penampilannya, tidak terbantu baginya untuk menyegarkan ingatannya melihat dia telanjang saat mandi.

(Itu...memang cantik.)

Meski begitu, gadis itu memandang ke arahnya, yang tidak menyembunyikan perasaan jijik dan benci, dan sedikit menggerakkan bibirnya. Dia tak bisa mendengar apa yang dia katakan, berkat pesona Lela yang menempel di belakang lehernya, dia bisa menangkapnya entah di belakang otaknya.

“Mati!”

Yuuki, yang mengatakannya seolah hendak meludahkannya, menatap Naga seolah-olah berada di tempat yang kotor dengan mata mencemooh dan berbalik.

(Aku sangat dibenci, ya?)

Naga tersenyum masam di dalam hatinya.

(Yah, aku adalah orang yang diremehkan, aku... omong-omong, bukan...begitukah? Aku sudah merasakan hal itu sih...)

Entah bagaimana, merasakan ingatan tak menyenangkannya akan segera muncul, Naga mengalihkan pandangannya dari Yuuki dan memikirkan hal lain.

Bukan hanya para penyihir muda yang hadir di alun-alun, tapi juga anak-anak dari desa tersembunyi muncul di benteng.

“Hei Harrigan, kau tidak berencana membawa anak-anak kecil itu, kan?”

Melihat Naga memperhatikan 3 anak perempuan berusia sekitar 10 tahun, Harrigan menggeleng sambil mengatakan ‘Tentu saja tidak’.

“Anak-anak itu masih terlalu muda untuk pergi berperang. Aku akan membiarkan mereka tinggal di sini.”

“Mendengar itu, aku merasa lega.”

Harrigan menghadapi ketiga anak tersebut.

“Tinggallah di sini dan awasi tempat ini dengan patuh. Kami akan kembali setelah 2 sampai 3 hari. Kalian tahu bagaimana menyiapkan makanan, bukan? Begitu anak-anak lain kembali, mintalah mereka untuk meninggalkan setidaknya dua orang di benteng ini. Jika terjadi sesuatu, kirimkan seekor merpati, tapi perhatikan saat berhadapan dengan mereka di tempat perlindungan merpati. Kalau kalian menganggap tempat ini berbahaya, kabur secepat mungkin ke desa, mengerti?”

Harrigan memberitahu mereka. Entah karena mereka terbiasa dengan situasi seperti ini? Anak-anak mengangguk pada perkataan Harrigan tanpa menunjukkan rasa takut, ragu, atau berisik.

Bukankah mereka berani, atau begitu – pikir Naga sambil sangat mengagumi mereka. Naga merasakan ingatan negaranya dalam perang sedikit muncul kembali dalam benaknya.

Dia ingat bahwa di sana pertempuran adalah kejadian sehari-hari, kematian berada di sampingnya setiap hari, dan wanita dan anak-anak, mereka yang dipandang lemah, hidup setiap hari dalam ketakutan.

(Tentu saja, para wanita di sini tampaknya adalah kombatan, tapi, aku merasakan aspek perang di sini berbeda dengan yang kuketahui dari duniaku. Biarpun itu benar, bagaimana mereka berniat untuk bertarung dengan pakaian itu?)

Dengan kenangan kecil akan pengalaman perangnya sendiri, Naga tak bisa mengingat secara terperinci metode pertempuran, tapi sulit baginya untuk menerima pemandangan di depan matanya tidak peduli apa yang akan dilakukannya. Begitulah intuisinya, atau tepatnya, tidak terbantu baginya untuk merasa bahwa itu tidak benar. Naga memiliki perasaan bahwa itu tidak berbeda dengan dunia sebelumnya, di mana dia akan merasa bersemangat sebelum pertempuran, meskipun dia ditemani oleh rasa tidak nyaman dan ragu, yang lebih diutamakan dari perasaannya yang lain.

Kegembiraan dan kepasrahan, kewajiban dan harapan, rasa takut dan sukacita.

Perasaan yang berlawanan seperti itu menggetarkan jiwanya.

Di sisi lain, ia akan merasa dirinya tenang. Dia tidak berjuang demi perang, tapi dia berjuang untuk menang. Walau Naga terguncang oleh jiwanya yang bersemangat sekali, dia menatap para penyihir, yang sedang mempersiapkan pertempuran di alun-alun, dengan tatapan tenangnya.


“Semua, sudah siap? Ayo pergi!”

“““Ya, Ane-sama.”””

Bersama Harrigan, Naga, Ais, Lela dan Yuuki, mereka pergi berperang. Selain mereka, ada empat penyihir lainnya–Selena, Dee, Kay dan Northa. Total ada 8 orang.

(Dia bilang sekitar 5, 6 orang berada di hutan, tapi, kalau begini, bukankah akan menjadi 12,13 orang? Biarpun ada beberapa orang di benteng, pada akhirnya hanya ada beberapa orang. Bagaimana mereka berniat melawan 200 musuh? Terlebih lagi, pakaian itu. Mungkin ini cara biasa melakukan sesuatu karena sepertinya Harrigan sangat percaya diri, tapi...tidak, tunggu dulu.)

Karena terjebak dalam sebuah pertanyaan besar, secara tidak sengaja Naga menghentikan kakinya dan berseru ke punggung Harrigan, yang mencoba lari dari benteng.

“Hei, Harrigan. Kalian tak punya kuda?”

Harrigan berhenti dan berbalik saat dia menjawab singkat.

“Tidak.”

Tidak mengharapkan jawaban seperti ini dari Harrigan, Naga merasa sedih di dalam hatinya dan menumpuk pertanyaannya.

“Kenapa tidak punya kuda?”

“Sulit menjinakkan kuda liar, dan kita tidak punya waktu luang untuk itu.”

“Kalau begitu, bukankah lebih baik membelinya?”

“Apa menurutmu manusia, yang melawan kita, akan menjual kuda kepada kita?”

Ditanyai kembali, Naga terdiam.

“Dulu, ada pengembara yang membantu kita dengan menjual kuda, tapi sekarang mereka jarang mengunjungi tempat ini. Pertama-tama, mengendarai kuda sangat sulit, terutama di hutan seperti ini. Mengingat bahaya terjatuh dari kuda, akan lebih baik berlari menggunakan kakimu sendiri.”

“Begitukah? Itu karena hutan seperti inilah yang kupercaya bahwa bepergian dengan kuda akan jauh lebih cepat.”

“Apa karena kau tidak mau lari?”

“Uh, yah, aku tidak akan menyangkal aspek itu, tapi...”

“Kau sangat lemah.”

“Tidak, di duniaku biasanya naik kuda...mungkin.”

“Disini biasa berlari dengan menggunakan kaki sendiri, jadi menyerahlah.”

“Ah, benarkah begitu? Mengerti.”

Tidak peduli seberapa dalam hutannya, Naga menduga mungkin perlu beberapa saat untuk keluar dari hutan sambil berlari bersama para penyihir, tapi dia salah besar.


“Kalau begitu, bukankah kita butuh waktu setengah hari sampai kita keluar dari hutan!?”

Karena mereka keluar dari benteng pada tengah hari, sepertinya mereka hanya membutuhkan sedikit untuk mencapai ujung hutan, tapi hari sudah beralih ke malam gelap. Harrigan sempat beristirahat beberapa kali, meski begitu, Naga masih terengah-engah.

Dibanding dia, Harrigan tenang tanpa menunjukkan kelelahan atau berkeringat. Penyihir lainnya juga sama.

(Bagi pria itu yang membuat banyak kebisingan seperti hal remeh. Haruskah aku membuat Ais membawanya kembali sedari awal?)

Sambil berpikir demikian, Harrigan menatapnya dengan dingin.

“Berkat hutan lebat ini sehingga manusia tak bisa dengan mudah menyerang wilayah kami.”

“Sepertinya begitu...tapi kau sunguh pelari yang bagus. Bahkan tubuhku pun harus dilatih, tapi...”

Membungkuk ke depan dan meletakkan tangan di pangkuannya, Naga menahan napas dalam-dalam.

“Haahn! Kau lemah saja. Walau mengatakan itu dengan mulut energikmu itu saja, kenyataannya kau seorang idiot kecil yang lemah, penakut, rapuh, dan malas.”

Seakan mengambil kesempatan, Yuuki mencacimaki Naga dengan ejekan sebanyak yang ingin dia katakan. Walaupun dia terbawa suasana dan ingin membalasnya, Naga tak punya energi untuk membalasnya. Sudah diduga, butuh seekor kuda. Terlebih lagi, jika dibutuhkan setengah hari untuk mencapai benteng, mungkin mereka takkan tepat waktu untuk perang. Karena Naga berpikir begitu, dia bertanya pada Harrigan.

“Hei, kalau butuh waktu lama, bukankah benteng akan jatuh sebelum kau bisa ke sana?”

“Tidak, itu tidak akan terjadi. Kami sangat berhati-hati setiap kali tentara manusia mencapai benteng. Karena itulah sampai sekarang kami belum punya banyak masalah. Saat ini pun, tentara manusia takkan berusaha terlalu keras untuk merebut benteng ini. Mereka akan mendekat kapanpun mereka melihat sebuah peluang, bagaimanapun, begitu kami menyerang, mereka akan mundur agar tidak mengalami kerugian besar.”

“Hmm, jadi begitu?”

“Mungkin, mereka mengukur potensi perang kami. Terlebih lagi, ada banyak keahlian yang diimplementasikan di benteng, yang berbasis sihir, tapi sepertinya tidak banyak digunakan. Itu akan menjadi bukti bahwa sejauh ini musuh telah memusatkan perhatian pada pengintaian sekeliling benteng. Wajar saja, kali ini tidak seperti sebelumnya, aku sedikit khawatir dengan kenaikan jumlah mereka, tapi..”

Walaupun diberitahu tentang keahlian sihir, Naga mungkin tidak mengerti.

Meskipun tidak memiliki kenangan nyata, Naga tahu tentang kejadian di mana sisi kewalahan yang mencoba melindungi sebuah benteng akan mengusir serangan tentara yang lebih besar, selama mereka memiliki waktu yang cukup untuk persiapan. Itu adalah sesuatu berdasarkan pengalamannya. Misalnya dengan melempar kayu dan batu ke tentara musuh, atau menuangkan air matang dan minyak. Mungkin itu sama dengan keahlian sihir

“Yah, aku agak tidak mengerti, tapi aku paham.”

“Lagi? Seperti biasa, itu cocok untukmu.”

“Tolong jangan katakan itu dengan kasar.”

Naga membantah sambil meluruskan punggung bawahnya dan bertepuk tangan.

“Tidak masalah. Jadi berapa lama lagi?”

“Ya, meski dengan kecepatanmu, perlu waktu kurang dari beberapa saat untuk meninggalkan hutan. Benteng di depan sana.”

“...berapa panjang maksudmu dengan bilang ‘di depan sana’?”

“Jangan cemas. Itu ada di depan matamu.”

Karena tidak takut pada apa yang dipikirkan orang lain, Naga menarik napas lega.

Melihat itu, Harrigan tersenyum kecil.

(Memang, dia pria yang jujur, bagian dari dirinya sangat disenangi, masih kehabisan napas setelah sampai sejauh ini, dia tidak akan bisa tinggal di sini. Kurasa, aku harus melatihnya sedikit lagi.)

Penyihir lainnya, selain Lela, punya wajah yang sepertinya tidak mengaguminya. Alih-alih itu, mungkin mereka sengaja mengabaikan fakta itu. Meski begitu, ada satu, yang akan memperlakukannya seperti orang bodoh, tidak seperti Harrigan–itu adalah Yuuki yang senyumnya muncul di wajahnya.

“Kalau begitu, ayo kita pergi.”

Memegang obor, Harrigan memimpin dan mulai berlari lagi. Penyihir lainnya mengikutinya dengan Naga, yang berusaha mengejar ketinggalan dengan putus asa, menjadi yang terakhir. Di sebelahnya, Ais tengah memegang obor sambil berlari, agar sesuai dengan kecepatan Naga. Sambil berpikir bahwa jatuh di sini akan mempermalukan dirinya untuk selamanya, Naga menghibur dirinya sendiri dengan paksa dan selesai berlari sejauh yang tersisa. Seperti yang Harrigan katakan, tidak lama lagi pepohonan yang lebat menurun, akhirnya membuat hutan berakhir dengan tiba-tiba.


Ada tebing terjal di depan hutan yang berakhir, sudutnya hampir mendekati tegak lurus. Sebuah benteng kecil dibangun di daerah yang sedikit terbuka, antara tebing dan hutan. Selain dari satu tempat itu, ada tebing yang membentang tepat di depan hutan.

Daerah itu memberi kesan sebidang tanah yang terputus dengan nata besar, tapi bagian depan benteng tidak hanya terdiri dari tebing tapi juga lereng. Ini memberi kesan raksasa menekan sebuah gunung kecil di tebing, membuat setengah dari gunung tenggelam dan mengubur tebing. Itu adalah lereng curam, tapi tidak seperti tebing curam yang terbentang kiri dan kanan. Jika orang menduga untuk mendaki, mereka mungkin bisa melakukannya.

Benteng penyihir dibangun di tempat yang memungkinkan mereka mengendalikan dasar lereng.

Naga menduga bahwa kesan hutan lebat akan berubah menjadi dataran rendah, tapi bertentangan dengan itu, itu adalah dataran tinggi, yang membuatnya terkejut.

Begitu melihat sekeliling benteng, sosok dua penyihir muncul di sisi lain. Karena ada celah kecil di pagar kayu, yang mengelilingi benteng, orang bisa mengintip ke dalam. Kedua penyihir muda itu muncul dari balok besar dari pintu gerbang dan membukanya. Dibandingkan dengan ukuran benteng ini, itu adalah gerbang besar yang tidak tepat.

Dengan Harrigan memimpin, para penyihir lainnya masuk ke dalam benteng. Naga juga, mengikuti mereka saat dia menginjakkan kaki dalam benteng.

Begitu masuk, benteng itu jauh lebih kecil dari perkiraannya. Ukurannya 1, 2 lebih kecil dari benteng nomor 3. Di dalam, hanya ada bangunan kayu sederhana yang mirip dengan tempat tinggal dan gudang. Jika ada yang mengatakan apa yang terlihat di benteng itu, itu akan menjadi bagian dalam pagar kayu dan menara pengawas yang sangat kuat, yang menunduk di tebing.

Lalu, hanya ada 3 orang yang berada benteng ini.

Itu sedikit, yang hampir tidak bisa disebut bala bantuan, tapi begitu mereka masuk, Ais meletakkan balok itu kembali ke pintu gerbang.

Harrigan memperkenalkan penyihir benteng pertama kepada Naga.

Mereka berdua bersaudari – Linne dan Linna, yang memiliki penampilan yang sama. Sudah diduga, mereka berpakaian ringan seperti penyihir lainnya, yang tidak membuat mereka tampak seperti orang-orang yang harus dipadati di dalam benteng, di garis depan. Mereka tidak terkejut dengan kedatangan Naga, Harrigan dan yang lainnya, karena mereka seharusnya menerima merpati pos yang berisi laporan sebelumnya, namun demikian, mereka sangat penasaran melihat seorang pria untuk pertama kalinya, bukan untuk menyebutkan datang dari dunia lain

“Bagaimana keadaan tentara manusia?”

Setelah ditanya oleh Harrigan, salah satu saudari menjawab. Meski baru dikenalkan, Naga tidak tahu mana Linne dan mana Linna.

“Tampaknya sebuah unit, yang dikirim ke depan, dikumpulkan di dasar lereng. Begitu fajar tiba, mereka mungkin akan memanjat. Saat ini, Cu sedang melihat dari atas.”

“Masih ada waktu sampai fajar. Haruskah kita naik menara pengawas juga? Lela dan Linna, ikut aku.”

Karena Harrigan bilang begitu, Naga bertanya padanya.

“Boleh aku naik juga?”

“Aku tidak keberatan. Ikuti aku”

Harrigan menatapnya dan mengangguk.

“Ais dan yang lainnya, pergilah. Setelah kalian selesai, istirahatlah di kamar kalian. Dan begitu fajar, kita akan bergerak.”

Meninggalkan pesan itu, Harrigan bergerak ke arah tangga untuk menaiki menara pengawas.

Begitu dia perhatikan, tidak ada tanda-tanda Yuuki. Mungkin setelah memasuki benteng, dia langsung menuju ke tempat dimana Naga tidak akan menemuinya, seperti bangunan tempat tinggal atau di dalam gudang. Harrigan, yang sepertinya juga memperhatikan, sama sekali tidak mengatakan apa-apa dan meletakkan tangannya di tangga. Mengikuti dia, Linne dan Lela melanjutkan, dengan Naga menjadi yang terakhir naik, tapi..

Begitu dia melihat ke atas, sebuah adegan yang hampir tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata, terbentang di depan matanya. Jadilah panjang atau pendek, semua orang memakai rok. Dan jika kau menambahkan tangga tegak lurus, itu benar-benar terlihat. Area dari pantat mereka ke kain pinggang.

Melihat pemandangan yang luar biasa itu, mata Naga bersinar.

(Gadis-gadis di sini, selain memakai pakaian yang sangat terbuka, mereka energik sampai-sampai menakutkan. Nah, jika mereka baik-baik saja dengan itu, aku mungkin tak bisa mengatakan apapun, tapi....)

Tanpa hambatan atau belas kasihan, Naga mengalihkan pandangannya saat memanjat tangga yang tegak lurus.

Meski Naga langsung melihat ke atas, tidak ada yang mengatakan apapun. Apakah karena mereka tidak sadar akan penglihatannya? atau karena perhatian mereka terfokus pada pasukan penyerangan manusia? Apapun alasannya, bagi Naga itu amat beruntung.

Begitu dia berdiri di menara pengawas, Harrigan berada di depannya sambil berdiri di depan pegangan tangan yang dibangun dan melihat ke bawah di bawah matanya.

“Walau begitu gelap sehingga tidak ada yang bisa dilihat, mungkinkah para penyihir bisa melihat dalam kegelapan?”, Atau begitulah yang dicurigai Naga.

Nama penyihir yang berdiri di samping Harrigan dan menunjuk ke bawah mungkin Cu. Gadis itu, yang seluruh tubuhnya dilipat dengan sabuk kulit halus, memiliki penampilan yang cukup menstimulasi. Sabuk itu menutupi bagian vitalnya, atau mungkin, bisa dikatakan tidak ada lagi yang bisa ditutupi selain bagian vitalnya. Meski begitu, penampilannya memang terlalu merangsang bagi Naga, yang datang dari dunia lain. Begitu membuka matanya lebar-lebar dan mengarahkannya ke arah Cu, dia berbalik, seolah meliriknya, membuat kedua mata mereka bertemu.

Begitu dia menatapnya sambil panik dan mencoba mengalihkan pandangannya, Cu membungkuk ke arahnya dengan ekspresi serius di wajahnya.

“O-Oh?”

Sambil mengangkat tangannya, Naga juga membungkuk kembali padanya.

Naga01 133.jpg

Setelah itu, Cu maju ke arah Naga dan memberinya selembar kain tebal.

“Hm? Ini?”

“Fajar, dingin, tolong ambil.”

“Ah, benarkah begitu? Maaf membuatmu bermasalah.”

Usai dia membungkuk ringan dan menerima kain itu, Naga menaruhnya di bahunya.

“Omong-omong, bukankah pakaian itu malah buat kau dingin?”

“Hm?” – Cu memiringkan lehernya.

“Tidak apa-apa. Ini akan mempertahankan kehangatan.”

Dia menunjukkan sabuk kulit yang dia kenakan.

“Maksudmu beneran?”

“Ya. Kalau kau menyentuhnya, kau akan mengerti.”

“Hee? Biar kucoba.”

“Aku mengerti” – Begitu dia mengulurkan tangannya dan menyentuh sabuk yang melingkari tubuhnya, dia bergumam sambil merasakan sedikit kehangatan.

“Wah, mereka memang hangat. Haruskah aku bilang ini aneh, atau menarik?”

Naga mulai menyentuh seluruh sabuk Cu.

“Wah, ini juga, dan ini juga. Bahkan di sini hangat!”

“Ah, tempat itu agak merepotkan.”

“Apa yang kau lakukan!?”

WHACK

Dipukul oleh seikat rambut Harrigan yang tebal, tubuh Naga terhempas.

“Aww...sakit. Omong-omong, ada apa dengan rambutmu!?”

“Ini adalah bagian dari sihirku. Alih-alih itu, aku bertanya apa yang sedang kau lakukan!”

Naga, yang berguling-guling di lantai, bangkit dan memijat kepalanya sambil menjawab.

“Tidak, gadis itu menyuruhku memeriksa seberapa hangat ikat pinggangnya, jadi aku hanya memastikannya?”

“Kau ini, bukankah kau telah memeriksa tubuh Cu selain ikat pinggangnya?”

“Kau hanya membayangkan sesuatu.”

(P-Pria ini...)

Menghadapi Cu, Harrigan menegurnya dengan lembut.

“Kau juga, jangan melemahkan penjagaanmu di sekitar pria ini. Itu karena dia meraih payudara orang entah dari mana, kau tahu.”

Cu memiringkan kepalanya.

“Dengan kata lain, Ane-sama, dadanya, disambar, oleh orang itu?”

Ketiga penyihir lainnya mengalihkan pandangan mereka ke arah Harrigan sambil mendengarkan dengan penuh perhatian.

“Ah... Ahem!”

Harrigan terbatuk tak wajar dan memberitahu Cu.

“Lupakan saja omongan kita saat ini.”

Mengatakan hal itu, dia melotot pada penyihir lainnya.

“Kalian juga, jangan lengah dan tetap waspada.”

Begitu para penyihir kembali ke pos mereka dengan tergesa-gesa, Harrigan mengarahkan pandangan kerasnya ke arah Naga.

“Kau juga, seharusnya merasakan ketegangan dalam situasi seperti ini.”

“Ah, maaf, maaf. Penampilanmu agak menstimulasi, aku jadi gembira sedikit.”

Menatap Naga, yang tertawa terbahak-bahak, Harrigan menatapnya dengan ekspresi heran.

(Memang, dia adalah pria yang tidak mengeluarkan perasaan tegang dalam situasi saat ini kita berada. Pertempuran masih belum dimulai, tetap saja, kalau kami mengizinkannya melakukan hal sesuka dia, ini akan mempengaruhi semangat kerja.)

Pada saat itu, Harrigan memberi peringatan kepada Naga untuk bertindak lebih hati-hati.

“Kalau kau terlalu banyak mengelak, aku akan mendorongmu keluar dari tebing itu.”

“Tidak, aku mengerti, aku mengerti. Aku akan bertindak lebih hati-hati, dan dengan itu, aku takkan melakukannya lagi.”

“Aku akan sangat menghargainya karena kau bisa mengerti itu.”

Melirik Naga, Harrigan kembali ke posnya.

“Kita tidak bisa menantang mereka dari sini. kita tak punya pilihan selain menunggu sampai fajar dan membiarkan mereka melakukan langkah pertama mereka.”

Usai diberitahu oleh Harrigan, Lela dan Linna juga, terbungkus pakaian dan berdiri berjaga sambil duduk di lantai balkon.

Naga, juga, memutuskan untuk duduk diam dan menunggu fajar.

Di langit, yang masih ditutupi dengan selubung kegelapan, ada dua bulan—bulan besar dan kecil—muncul bersamaan dengan bintang-bintang. Walau begitu, ia mengerti bahwa sisi timur langit sedikit berubah putih.

Setelah beberapa saat berlalu, langit malam yang gelap menarik kembali 1/3 ke barat, dengan langit perlahan berubah menjadi warna biru laut. Lalu, sisi timur langit berubah menjadi merah yang lebih gelap.


Akhirnya, matahari terbit.

Naga berdiri sambil keluar dari kain yang dibungkusnya. Begitu dingin pagi membasahi tubuhnya, kantuknya lenyap. Yang dia rasakan adalah perasaan tubuhnya yang mengencang.

Begitu ia berjalan lebih dekat ke tepi balkon dan menatap sekeliling, pandangan yang bisa digambarkan sebagai ‘luar biasa’ terbuka di depannya.

Tepat di depan pagar kayu, ada daratan yang luas terbentang. Di sisi kiri dan kanan, ada tebing yang terus masuk ke dalam dengan tegak lurus, menciptakan ketinggian 300-400 meter. Di sisi lain, sebuah daratan yang terdiri dari luas dan tonjolan membentang jauh, di bawah matanya. Di dalam tanah yang luas, ada beberapa sungai besar yang mengalir seperti ular besar dengan sisiknya yang memantulkan sinar mentari. Garis gelap tipis mungkin adalah cabang yang terpisah dari sungai besar. Apa yang membagi awan mengambang di langit biru dan daratan besar adalah pegunungan tinggi yang ditutupi salju. Ada juga lereng curam 40 derajat yang cenderung miring di depan matanya. Kemiringan curam, yang diterangi oleh sinar mentari pagi, tidak menumbuhkan pohon, dan di bagian paling bawah, sosok orang yang bergerak terlihat jelas.

Segalanya tampak begitu indah sehingga tak ada bandingannya dengan negara yang diketahui Naga.

Walau dia tidak mengingat negara asalnya, gambaran yang jelas tentang pedesaan, hutan, sungai, dan kolam yang nikmat tiba-tiba muncul dalam benaknya.

Tanah macam apa itu? Gunung dan sungai macam apa yang ada di sana? Naga tidak ingat sama sekali, tapi bagaimanapun, dia merasakan perasaan rindu pada bayangan rumah ini.

Sepertinya hatinya diperkuat oleh kenangan manis itu, bagaimanapun, dengan cepat mengalihkan fokusnya pada kenyataan. Baginya, dunia yang berbeda, yang belum pernah didengar atau dilihatnya, sudah menjadi kenyataan.

Naga berusaha untuk memahami situasi saat ini.

Unit pengintai musuh, yang maju di depan yang lain, berkumpul di lereng terjal dan hanya memuncak pada situasi di atas. Sejauh yang kita saksikan, tampaknya musuh mungkin tidak berencana melakukan serangan ke benteng, seperti yang tersirat Harrigan. Walaupun begitu, betapapun tingginya benteng yang akan dibangun, orang mungkin bisa mengantisipasi musuh mendaki dataran tinggi, membuat pihak yang bertahan tidak mampu mempertahankan dan menanggung serangan tersebut.

Jika demikian, lalu apa yang akan mereka lakukan jika musuh memutuskan untuk memanjat? – Naga mengalihkan pandangannya ke arah Harrigan usai menarik kesimpulan tersebut. Walau begitu, dia berbicara sangat antusias dengan Lela dan Cu. Tampaknya mereka belum berencana untuk segera melakukan tindakan apapun.

Begitu Harrigan menyadari pandangan Naga, dia menoleh ke arahnya. Lela, Linna, dan Cu juga mengarahkan mata mereka ke arah Naga pada saat bersamaan.

“Ada apa? Apa ada yang ingin kau katakan?”

“Tidak, aku menduga bahwa sekarang adalah saat yang tepat untuk menyerang musuh, tapi... bukankah kalian berencana untuk bergerak?”

“Kami akan melakukan serangan balasan begitu mereka memulai serangan mereka. Untuk itu, kami menyiapkan sesuatu untuk mereka.”

“Ha? Begitu? Apa itu?”

“Itu, yang kumaksud adalah senjata yang digunakan untuk melawan mereka kembali.”

“Begitukah? Kurasa sepertinya begitu. Jadi, bagaimana kau berencana untuk menyerang mereka? Apa kau berniat melempar batu? Tidak, mungkin lebih mudah menjatuhkan batang kayu dari posisi ini?”

“Batu? Batang kayu?”

Karena Harrigan mengerutkan alisnya, Naga merasa terserang kegelisahan lagi.

“Kau tidak menyerang musuh yang memanjat dengan batu atau batang kayu?”

“Begitu, jadi ada metode seperti itu juga?”

Melihat bagaimana Harrigan mengagumi dirinya dengan wajah serius, Naga kehilangan semangatnya.

“J-Jadi itu sesuatu yang berbeda?”

“Ini berbeda. Aku merasa metodemu menarik, tetap saja sulit bagi kita untuk mengeksekusi.”

“Kenapa memangnya?”

“Tapi banyak pohon yang kita inginkan untuk dipotong, menyiapkan kayu untuk mendorong pasukan musuh membutuhkan banyak waktu. Dengan jumlah orang yang kita miliki, membuat sejumlah batang kayu tidak mungkin dilakukan.”

Diberitahu seperti itu, memang, tampaknya begitu – Naga tersenyum masam sambil mengucapkan ini di dalam hatinya.

“Kalau begitu, bagaimana kau berencana menyerang mereka? Tidak mungkin kau menembak mereka dengan panah, bukan?”

“Itu yang akan kami pakai.”

Karena Harrigan berjalan dari tepi menara pengawas ke sisi lain dan menunjuk ke bawah, dia buru-buru pergi dan melihat ke mana yang jarinya ditunjukkan.

Di tanah, ada gerobak besar yang ditempatkan di tengah benteng. Gerobak, yang ditutupi dengan kain, membawa sesuatu yang sepertinya menampilkan tonjolan tebal saat dikelilingi oleh para penyihir yang berdiri di bawah Ais. Dilihat dari bagian menonjol yang ditutupi kain, seluruh entitas tampak lebih dari 3 meter (sekitar 2,7 meter) dari keseluruhan panjangnya, dan lebarnya sekitar 1 yard (0,9 meter).

Usai Harrigan berkata ‘kami akan menyerang dengan itu’, akan berharap menjadi semacam senjata, bagaimanapun, Naga sama sekali tidak tahu bagaimana keadaannya.

“Mungkin bukan katapel.”

Begitu dia bergumam, senyum muncul di wajah Harrigan.

“Apa kau tertarik?”

“Yah, tentu saja aku tertarik.”

“Mulai sekarang, saatnya kita bergerak. Aku akan membiarkanmu melihat lebih dekat. “

Harrigan meraih pegangan tangan itu dan berteriak pada arah di bawahnya.

–Ais, lepaskan kainnya. Aku turun.

Melihat ke atas, Ais menjawab dengan ya sambil melambai dengan tangannya.

Begitu Ais memberi isyarat, para penyihir dengan cepat mengumpulkan benda yang tergeletak di atas gerobak. Begitu tali dilepas, kain itu dikumpulkan dan dilipat.


“A.....Apa itu?”

Naga, yang membuka matanya lebar-lebar, mencondongkan tubuh ke depan dengan penuh semangat, seolah hampir terjatuh dari pegangan tangan.

“Itu boneka kayu.”

Sambil menarik tubuh bagian atasnya, Naga berbalik perlahan ke arah Harrigan.

“Boneka...kayu?”

Sementara banyak pertanyaan mengambang di kepalanya, Naga bertanya.

“Untuk apa?”

“Tentu saja, untuk menyerang tentara manusia.”

Sekali lagi dia melihat boneka berbentuk manusia, yang tergeletak di gerobak.

Tidak peduli bagaimana dia akan melihatnya, itu hanya boneka kayu berukuran besar.

Bagaimana mereka berencana menyerang musuh dengan itu? – Naga sama sekali tidak punya gagasan.

“Aku tidak mengerti maksudnya.”

Sementara dia mencengkeram rambutnya, bahunya ditepuk oleh Harrigan, yang mendekat.

“Aku akan menunjukkan cara kerjanya. Hei, jangan diam dan turun.”

“Begitukah? Mengerti. Kalau begitu, aku akan turun dulu.”

Sambil berpegangan pada tangga, Naga turun duluan.

(Ada apa sih? Bukankah dia tampak terlalu antusias?)

Meski berpikir dengan curiga, Harrigan meletakkan kakinya di tangga.

“Lela dan Linna juga, turunlah. Cu akan terus berjaga-jaga.”

Harrigan, yang memberi perintah, mulai turun, bagaimanapun, di tengah melakukan itu, begitu dia melihat ke bawah, dia melihat Naga berhenti di tengah jalan sambil menatap dengan tekun.

“Ada apa? Bukankah kau tertarik pada boneka kayu? Kenapa kau berhenti di tengah jalan? Kalau kau berhenti di sana, kita tidak akan bisa turun.”

“Yah, hanya saja pandangannya sangat bagus.”

“Aah? Apa yang kaubicarakan... tunggu, Haaa!?”

Akhirnya Harrigan menyadari korelasi antara postur tubuhnya sendiri dan posisi Naga. Terlepas dari reaksi terlambatnya, dia menyadari bahwa bagian dalam rok panjangnya terbuka saat ditatap dari bawah tangga.

“Melakukannya pada saat-saat seperti ini, apa kau beneran bego!?”

Setelah itu, Harrigan menendangnya. Begitu dia menelungkup di wajahnya, Naga terjatuh dari tangga sambil berteriak – Ugyaa. Punggungnya menabrak tanah, keras.

Merasa jengkel, Harrigan langsung turun dari tangga dan berdiri di samping Naga, yang sedang mengerang dan merangkak sambil memegang punggungnya.

“Walaupun aku menyuruhmu menahan diri semalam, APA YANG SUDAH KAU LAKUKAN!?”

“Ah, tidak, tolong jangan berteriak padaku.”

Sambil merangkak dengan tangan dan kakinya, Naga mengarahkan wajahnya ke arah Harrigan.

“Mampu melihat pemandangan yang begitu indah, saat kita naik, membuatku ingin melihatnya sekali lagi, kau tahu.”

‘Eh?!’ –secara tak sengaja Harrigan menahan ujung roknya; Walaupun begitu, dia menyadari bahwa hal itu tidak ada artinya saat ini.

“Kauuu...” Rambut Harrigan bergoyang-goyang dan mengikat dirinya menjadi satu bundel, mengubah bentuknya menjadi sesuatu seperti palu besar. Pada saat berikutnya, itu bangkit.

“Cobalah sekarat dulu!!”

Rambut mirip palu besar itu terayun dengan kencang, membuat Naga melupakan rasa sakit di punggungnya dan berteriak keras saat jatuh di lantai.

BAM!

Permukaan, di mana Naga terbaring beberapa saat yang lalu, memiliki lekukan. Bukannya hampa, tetap saja, itu adalah kekuatan yang luar biasa, yang tak terpikirkan oleh rambut belaka. Naga, yang menghindari pukulan setipis rambut, bangkit dengan ekspresi putus asa di wajahnya dan mengarahkan jarinya ke arah Harrigan.

“Apa yang sudah kaulakukan?! Kalau aku tidak menghindarinya, aku akan mati.”

“Aku berencana membunuhmu!”

Di depannya, Harrigan memelototinya. Wajahnya yang suram memang menakutkan, tapi seikat rambutnya yang besar seperti palu, yang melayang dan berputar di atas kepalanya, jauh lebih menakutkan.

“T-tunggu. Tenang. Kau tidak akan mendapatkan apapun dari membunuhku, bukan?”

“Apakah itu membuat kecemasan karena bagian dalam rokku diintip dan payudaraku yang diraba-raba hilang?”

Keringat dingin muncul di dahi Naga saat ia menjadi kaku.

“Yah, aku tidak terlalu menganggap itu sesuatu yang patut dimarahi, tetap saja, bukannya aku peduli.”

(Tidak, kau pasti ingin memarahiku. Alih-alih itu, bukankah kau datang untuk membunuhku?)

“Aah, aku mengerti. Aku akan menahan diri.”

Sambil menarik napas dalam-dalam agar menenangkan diri, Harrigan melepaskan seikat rambutnya.

“Karena aku tidak pernah bekerja sama dengan seorang pria, mungkin aku juga harus bertanggung jawab karena bersikap agak tak hati-hati.”

“Benar? Bukan hanya salahku?”

“Jangan melemparkannya padaku, dasar mesum!”

Harrigan melotot pada Naga dengan tatapan tajamnya; Tiba-tiba, ekspresinya melonggar menunjukkan tanda kasihan sambil dia berkata.

“Kau ini, kalau kau melakukan aksi seperti ini di depan Yuuki, kau pasti akan dibunuh.”

Naga, yang sebelumnya menyaksikan hal-hal yang lebih menakjubkan dari ‘aksi ini’, memperketat ekspresinya sehingga bisa menunjukkan bahwa ia memahaminya sambil merasakan keringat dingin beredar di dalam hatinya.

“Ya, aku mengerti. Aku akan merenungkan tindakanku, jadi tolong maafkan aku.”

“Apa kau benar-benar merenungkan tindakanmu?”

Harrigan bertanya dengan wajah ragu, tapi Naga menutup salah satu matanya dan mengetuk dadanya dengan kuat.

“Tentu, tentu. Aku sungguh-sungguh merenungkan. Bagaimanapun, dalam hal merenungkan diri, tidak ada orang yang lebih unggul dariku.”

(P-Pria ini... sepertinya dia tidak merenungkan sama sekali. Aku menyerah. Apa pria ini hanya orang mesum yang bodoh? Tidak, menurutku hal seperti itu tidak mungkin, tapi...)

Harrigan menarik napas panjang.

“Uhm, Ane-sama, kalau kita tidak segera mempersiapkannya, tentara manusia mungkin akan memanjat...”

Dipanggil dari samping oleh Ais, Harrigan mengingat situasinya.

“Ah, benar juga. Kita harus cepat.”


Naga dan Harrigan berdiri di sebelah gerobak yang dikelilingi oleh para penyihir dan Ais yang berada di atasnya. Boneka kayu besar itu digulung dengan beberapa lapisan tebal kulit yang digunakan untuk melindungi tubuh dan anggota badannya dari serangan panah dan panah.

Naga, yang melihat boneka kayu dari jarak dekat, menyadari bahwa anggota badannya tidak menempel pada badan utamanya. Terlebih lagi, dia juga memperhatikan bahwa tangan dan kaki tidak terhubung ke siku dan lutut. Namun, bukan itu saja. Melihat dengan hati-hati, ada 3 set dari setiap bagian, seperti kepala, batang tubuh, 2 paha, 2 kaki bagian bawah, 2 tumit, 2 ujung kaki, 2 lengan atas, 2 siku, 2 pergelangan tangan, dan jemari dari kedua tangan. Bersamaan mereka terbagi menjadi sebanyak 20 komponen.

(Apa mereka akan memasangnya sekarang? Tapi, tak ada lubang di mana mereka bisa memasang bagian atau tonjolan yang menonjol dari lengan dan kaki)

Menyadari pandangan dan ekspresi bingung Naga, Harrigan mengangguk kecil.

“Ya, aku akan memasang kepala dan anggota badan bersamaan dengan ini.”

Harrigan menyisir rambut panjang yang hitam-kebiruan dengan jemarinya.

Apa artinya itu? – Naga mengarahkan wajahnya yang bingung ke arah Harrigan; Namun, dia melompat ke gerobak roda empat tanpa menjawabnya.

Begitu dia berjongkok di dekat tempat di antara ujung kaki kanan boneka kayu dan badannya, dia memotong beberapa helai rambutnya. Bergerak dengan jemarinya, ujung rambutnya menjadi kaku.

Lalu dia menyodorkan satu sisi rambutnya ke batang tubuh dan yang lainnya ke bagian penampang kaki. Mengulangi tindakan itu beberapa kali, Naga mengerti bahwa batang tubuh dan kaki kanan boneka itu ditempelkan menggunakan rambutnya sebagai medianya. Menontonnya sebentar, Naga bisa memprediksi tindakan selanjutnya. Dia bisa tahu, bagaimanapun, dia tidak dapat menghapus keraguannya tentang apakah itu akan berhasil atau tidak.

Setelah mengulangi pekerjaan yang sama lagi dan lagi dengan sikap santai, ke dua puluh bagian akhirnya terpasang menggunakan rambutnya. Karena sepertinya dia sudah terbiasa, kerja begitu takkan lama.

“Nah, seharusnya ini sudah selesai. Lela!”

Dipanggil oleh Harrigan, Lela melompat ke gerobak dan menempelkan jimat, yang ada di tangannya, di berbagai tempat boneka itu. Bagi Naga, tulisan tangan jimat itu tampak seperti cacing tanah yang menggeliat, membuatnya bertanya-tanya tentang apa yang sebenarnya tertulis pada jimat tersebut.

Selain batang tubuh, ia juga menyisipkan jimat pada lengan dan tungkai. Setelah dia berhasil melingkari sekitar selusin jimat, dia dan Harrigan melompat dari gerobak.

Harrigan memerintahkan gadis-gadis yang sedang berkumpul.

“Mundur.”

Melihat bagaimana penyihir lainnya mundur dengan cepat, Naga juga melangkah mundur dengan tergesa-gesa.

Harrigan memejamkan mata dan memusatkan semangatnya. Dia menggumamkan beberapa patah kata ke dalam mulutnya seolah merapalkan sesuatu.

CLANG.

Suara terdengar di gerobak. Saat Naga memandang ke arahnya, dia membuka matanya lebar-lebar.

Sebelum bisa disadari, celah antara leher, tungkai, dan batang tubuh hilang. Lutut, siku, dan pergelangan kaki tampaknya bersatu sempurna.

Boneka kayu, dengan segala isinya terpasang, pasti memiliki bentuk manusia.

(Begitukah? Si Harrigan itu. Dia bilang bahwa menyerang dengan rambutnya hanyalah bagian dari sihirnya. Begitu ya, apa ini penggunaan nyata dari sihirnya?)

Di depan Naga, yang dipenuhi dengan kejutan dan kekaguman, boneka kayu raksasa itu mencoba bergerak.

Boneka itu mengangkat kedua lututnya dan meregangkan lengannya secara horisontal.

Perlahan dan mantap, boneka raksasa itu naik ke atas.

“Bangkitlah boneka, biarkan kekuatanku menghidupkanmu.”

Dengan membuat suara berderit, tubuh bagian atas boneka kayu itu tegak lurus dan gerakannya tidak akan berhenti. Seakan tidak menimbang apapun, boneka itu bergerak ke atas tanpa ada perubahan.

Bagian bawah punggung boneka itu terangkat.

Boneka itu, yang mengangkat punggung bawahnya tanpa hambatan, terus meningkat saat menopang tubuh lentur dengan telapak kakinya dan dengan postur tubuh yang tidak alami. Akhirnya, itu berdiri di gerobak. Itu adalah gerakan yang tidak mungkin bagi manusia.

Naga bisa mengerti betapa dahsyatnya saat ia berdiri.

Dia melihat ke arah penampilan raksasa kayu itu dengan wajah tercengang.

Tak lama kemudian, boneka itu melangkah maju dengan kaki kanannya.

Walaupun boneka besar ini terbuat dari kayu, itu sangat berat, membuat gerobak terlihat seperti ingin pecah.

Boneka itu meletakkan kakinya.

Pada saat yang sama telapak kakinya sampai di tanah, Naga bisa merasakan dampak yang melintas di kakinya.

Permukaan bergetar sekali lagi saat boneka itu terhuyung dengan kaki kirinya.

Naga menatap raksasa itu, yang berdiri di depan matanya, dengan ekspresi kompleks yang mengejutkan, takjub, dan tak percaya.

“Bagaimana? Ini adalah senjata kita. Apa kau terkejut?”

“Yah... aku terkejut... ada yang bisa mengejutkanku.”

“Hahaha, begitu?”

Harrigan tertawa senang.

“Apa yang menggerakkannya? Itu sihirmu... bukan?”

“Benar, seperti yang kaulihat, anggota badan dan leher terhubung ke tubuh berkat rambutku. Dengan mentransfer sihirku ke dalamnya, aku bisa mengikat setiap komponen tubuhnya. Terlebih lagi, rambut yang kutanam di setiap bagian sebelumnya memainkan peran memasok boneka itu dengan sihirku. Pada saat yang sama, mereka membuat sirkuit yang mengalir di dalam keseluruhan tubuhnya.”

“Ini luar biasa, sangat menakjubkan.”

“Ya, ya, lebih kaget lagi, puji aku lebih banyak lagi.”

(Wanita ini, bukankah dia membual tentang dirinya sendiri? Yah, tidak ada salahnya dengan itu, kurasa.)

“Kalau begitu, berapa banyak yang ingin kaukeluarkan?”

“Tidak, hanya yang ini.”

“A-apa?!”

Atas jawaban Harrigan, Naga tidak bisa menyembunyikan kebingungannya.

“Hanya... yang ini?”

“Jika melawan kekuatan sekitar 100 musuh, maka ini akan cukup.”

“Tidak, yah, jika jumlahnya sekitar 100, bisa saja menendang mereka, tapi dengan asumsi kau diserang oleh beberapa ratus, tidak akan semudah itu. Ah, mungkinkah boneka ini punya semacam serangan khusus? Seperti memuntahkan api atau menjatuhkan petir?”

“Boneka ini tidak punya hal seperti itu.”

Naga menundukkan kepalanya.

“Bisa saja Lela membakar jimat yang ada dengan menggunakan sihirnya, tetap saja itu yang terakhir. Dengan berbuat demikian, kita bisa menceburkan boneka yang terbakar ke dalam musuh. Jika kita melakukannya, kita masih punya boneka cadangan, jadi bukannya kita tidak bersenjata.”

“Jika ada cadangannya, bagaimana kalau keluarkan pada saat bersamaan?”

Harrigan menggeleng kecil.

“Mengenai boneka berukuran besar seperti ini, aku tak bisa mengendalikan banyak sekaligus.”

“Lalu, kau mengirim yang satu ini saja ke medan perang? Bagaimana kau berencana untuk melawan mereka?”

“Kau menanyakan ini dan itu. Dengan ukurannya yang besar, itu tidak masalah. Boneka ini bisa menghempaskan tentara yang mendekat dengan satu ayunan lengannya.”

(Hei, apa kau bercanda!? Walaupun kau bisa menggunakan sihir yang luar biasa, pilihan utamamu adalah pertempuran kosong yang primitif!?)

Naga tidak bisa menahan rasa tidak nyaman yang keluar dari lubuk hatinya.

“Tampaknya kau agak tidak puas.”

“Tidak, bukan begitu, tapi...”

(Hm? Boneka berukuran besar seperti ini, katanya?)

“Harrigan.”

“Apa, Naga?”

“Kalau ada boneka yang lebih kecil dari yang ini, bisakah kau mengoperasikan beberapa pada saat bersamaan?”

Harrigan mengerutkan alisnya.

“Kenapa kau menanyakan itu?”

“Aku memikirkan bahwa itu akan menjadi referensi yang bagus...atau lebih, tapi...”

“Aku ingin tahu, mungkin saja aku bisa.”

(Jadi dengan kata lain, dia belum pernah mencobanya.)

“Omong-omong, dengan asumsi mereka setengah sebesar yang ini, berapa banyak yang dapat kau kendalikan? Mungkin 2?”

“Tidak, kalau ukurannya setengah...benar juga, mungkin 4 atau 5. Tapi, ketika harus mengoperasikan beberapa pada saat bersamaan, aku tak bisa menggerakkannya dengan bebas.”

“Ah, benarkah begitu? Jadi, ini masalahnya?”

“Benar, karena itu, aku tak bisa menggunakan taktik untuk pertempuran.”

“Walaupun kau memberitahuku saat menyodorkan dadamu, kau tahu...t-tidak, tunggu. Lalu bagaimana kira-kira seperempatnya?”

Seperempat adalah seperempat bagian dari ukuran aslinya; Masih bisa juga tingginya 1 yard (0.9m).

“Kalau begitu, lalu 10...tidak, mungkin lebih? Aku mungkin bisa mengendalikan sebanyak 20.”

Jadi itu berarti, semakin kecil boneka itu, semakin sedikit sihir yang diperlukan untuk mengendalikannya.

“Bagaimana membuat mereka setinggi diriku?” Harrigan mengalihkan pandangannya dari puncak kepala Naga ke ujung jari kakinya.

“Aku ingin tahu. Dengan tinggi badanmu, mungkin bisa 40 atau 50. Aku belum mencobanya atau memikirkannya, jadi aku tidak bisa mengatakannya dengan pasti.”

“Dan kalau mereka setengah dari tinggi badanku?”

Akhirnya Harrigan memiliki wajah tercengang.

“Bahkan aku bisa melakukan itu, kenapa kaubilang begitu? Ini mungkin hanya berfungsi sebagai teman bermain untuk anak-anak, tapi....”

“Itu sebabnya, aku bilang itu untuk referensi.”

“Hmm, boneka kayu yang setengah dari ukuranmu, katamu?”

Dia memiringkan kepalanya berulang kali.

“Aku ingin tahu tentang itu. Mungkin aku bisa mengendalikan sekitar 100, tapi seperti yang kukatakan sebelumnya, semakin banyak boneka, semakin terbatas tindakan mereka. Kalau jumlahnya segitu, mungkin hanya bisa mengulangi gerakan yang sudah diatur sebelumnya dan simplistis. Tapi itu berarti tidak akan ada gunanya dalam pertempuran.”

Harrigan meletakkan telapak tangannya di pinggangnya ke tanah dan memindahkannya ke kiri dan ke kanan.

“Dengan boneka seukuran ini, tidak masalah berapa banyak yang bisa kita buat, mereka tidak akan menakut-nakuti atau mengejutkan manusia. kan?”

“Yah, aku penasaran dengan itu. Aku tidak mengerti, tapi entah kenapa aku memahami maksudmu.”

“Yang mana!?”

“Tidak, maaf telah mengganggumu.”

Naga melambaikan tangannya sambil berkata – ‘tolong lanjutkan’.

‘Seperti biasa, aku tidak mengerti cara berpikirnya’ – pikir Harrigan. Saat dia berbalik menuju boneka kayu, suara Cu terdengar dari menara pengawas.

“Ane-sama, kekuatan utama tentara manusia telah mulai mendaki lereng!”

Karena malam menjadi fajar, tentara manusia mulai bergerak.

“Hm, jadi mereka datang. Baiklah, aku akan mengirim boneka itu keluar. Buka gerbangnya.”

Menerima perintah dari Harrigan, Ais bergegas ke gerbang benteng

‘Begitu ya, jadi alasan mengapa skala pintu gerbang ini besar karena bonekanya – pikir Naga.

Sambil menarik balok besar itu sendirian, Ais membuka gerbang besar.

“Baiklah, ayo pergi!”

Begitu Harrigan menggerakkan tangannya, boneka raksasa itu melangkah perlahan menuju gerbang yang terbuka sambil membuat tanah bergetar.

“Tutup gerbangnya. Semuanya, menuju pos yang sudah ditentukan.”

Ais menarik gerbang, menutupnya seperti sebelumnya. Begitu dia dengan ringan memegang balok, yang setebal tubuh manusia, dan mengembalikannya, dia memperkuat gerbang dengan menggunakan penyangga.

“Mari kita naik menara sekali lagi.”

Setelah Harrigan melambai ke Naga, dia buru-buru berlari mendekatinya.

“Hei, apa tak masalah tidak mengoperasikan boneka kayu itu?”

“Jarak pandang jauh lebih baik dari menara pengawas. Aku bisa membuat boneka itu melakukan gerakan yang lebih kompleks kalau aku bisa melihatnya.”

“Aku mengerti. Tapi, tidak masalah untuk jarak itu sendiri?”

“Selama jarak yang bisa kulihat, aku bisa mengendalikannya sesuai kehendakku sendiri.”

Mengatakan itu saja, Harrigan mulai berlari.

Walaupun dia dipenuhi dengan kejutan dan kekaguman atas sihir mereka, yang merupakan masalah besar, Naga memiliki rasa tidak nyaman yang tercurah dari hatinya. Sambil melipat tangannya dan merenung dengan keras, rasanya tidak ada yang tidak beres dalam cara penalarannya.

Naga tidak bisa mengerti apa yang dikhawatirkannya, masih ada beberapa pikiran yang tidak akan meninggalkan benaknya mengatakan bahwa itu salah.

“Tidak, ayo kita tinggalkan saja. Lebih baik aku memastikan dengan mataku sendiri bagaimana Harrigan berencana bertarung menggunakan boneka itu. Omong-omong, menaiki tangga, apakah itu berarti aku akan menjadi yang terakhir? Jadi, sekali lagi, aku punya kesempatan untuk mengintip?”

Dia melihat arah menara pengawas; Meskipun demikian, saat dia merenungkan, para penyihir sudah melakukan pendakian.

(Apa? Itu membosankan. Meskipun aku sedang berpikir untuk mencoba menyentuh selain hanya mengintip.)

Meskipun mengatakan bahwa dia akan merenungkan dirinya sendiri, dia bukanlah tipe manusia yang bisa mempelajari pelajarannya.

Meraih tangga, Naga menggerakkan anggota tubuhnya saat ia cepat-cepat naik ke menara.


Harrigan pindah ke balkon pengawas, yang dikelilingi pegangan tangan, dan melihat ke bawah dengan wajah tegas.

Tebing yang mengalir dari sisi kiri dan kanan, bagaimanapun, hanya bagian depan benteng yang dibuat dari bukit siku yang curam dan bukan tebing. Di luar benteng, boneka raksasa itu menghadap ke arah lereng dan akan maju.

Seakan menyingkirkan para penyihir yang berbaris di dekat Harrigan, Naga berdiri di sampingnya.

Melihat pemandangan luas yang terbuka di depannya, tubuh Naga mendadak gemetar. Itu bukan karena kecemasan atau ketakutan, tapi sukacita. Atau mungkin, karena harapannya.

Dia masih belum tahu banyak tentang dunia saat ini.

Orang macam apa yang tinggal di sini? Ada hal apa saja? Naga tak bisa menceritakan hal-hal ini.

Hanya dari melihat pemandangan yang luas ini, dadanya menyembur, tentu saja, dengan semacam tekad tertentu.

Jika dia diberitahu bahwa tidak ada akhir perang di dunia ini, dia akan menghentikan mereka. Jika dunia ini terbagi menjadi beberapa, negara-negara kecil terbelah oleh konflik, dia akan mempersatukan mereka. Jika di dunia ini, manusia dan penyihir tidak bisa bergaul, dia akan membangun sebuah masyarakat di mana mereka berdua bisa hidup berdampingan.

Di depan dunia yang luas ini, tak hanya tubuhnya saja, tapi juga hatinya gemetar. Waa – Begitu teriakan kegembiraan bangkit dari sekeliling, perhatian Naga dibawa kembali. Mengarahkan pandangan di bawahnya, boneka kayu raksasa itu turun dengan terampil ke tengah lereng tajam, menghadap tentara manusia yang bersiap melepaskan busur mereka di dekat lereng.

Berdiri di samping Naga, yang sedang memandangi boneka yang belum pernah dia lihat sebelumnya, Lela sedikit memperhatikan sikap Naga. Walau begitu, Lela memutuskan untuk mengalihkan fokusnya pada pertempuran dengan melihat jauh ke tempat kejadian saat dia menganggap itu lebih penting saat ini.

Tampak hanya setengah lusin anak panah terbang yang ditujukan pada boneka itu. Namun, setengahnya jatuh ke tanah tanpa menusuk melalui sabuk kulit yang melilit di sekitar tubuh boneka itu. Dengan sebagian besar anak panah yang hanya berhasil terjebak dalam kulit, boneka itu terus mendekat, tampak seperti tidak menerima kerusakan.

Boneka kayu adalah boneka kayu. Sepertinya tidak ada bedanya apakah boneka itu akan tertembus atau tidak.

Naga, yang mengira aneh memasang sabuk di sekitar boneka itu, menghadap Harrigan dengan maksud untuk mengungkapkan keraguannya, tapi, dia akan mengerutkan alisnya dan mengertakkan giginya sambil menatap lurus ke arah boneka itu dan menggumamkan sesuatu di dalam mulutnya.

(Begitu? Jadi dia mengendalikan boneka kayu dengan rapalannya? Kurasa, aku akan menyela kalau aku memanggilnya sekarang.)

Karena tidak tahu apa yang harus dilakukan, Naga memperhatikan Lela yang melihat ke pemandangan di sampingnya dan menusuk bahu Lela. “Ada sesuatu yang ingin kutanyakan, tapi apa tak masalah?”

Naga menduga bahwa dia akan menolak saat dia sedikit mengernyitkan alisnya, tetap saja, dia mengangguk. “Baik, A-pa?”

Begitu dia bertanya dan menunjuk ke arah boneka itu, Lela, yang ketagihan, mengalihkan penglihatannya ke bawah, ke arah boneka.

“Boneka itu tidak hidup, kan? Dalam hal ini, kenapa kau perlu menyelimutinya dengan kulit? Entah itu tertembak atau tidak, itu takkan berubah banyak benar?”

“Itu be-nar.”

Gumam Lela

“Ini sihir Ane-sama yang memungkinkannya untuk berge-rak. Sihir, yang beredar di dalam seluruh tubuhnya, didistribusikan dengan menggunakan rambutnya yang dimasuk-kan. Satu atau dua anak panah tidak akan memiliki efek yang besar, tapi jika puluhan berhasil menembus, sirkulasi sihir akan terganggu dan menghala-ngi.“

“Fuun, jadi karena itu?”

“Betul. Dengan arus sihir yang terhambat, akan lebih sulit mengoperasikan boneka itu dengan cepat. Dalam kasus terburuk, boneka itu akan berhenti bergerak di tempat itu dan jatuh.”

“Aku mengerti. Bahkan senjata ampuh pun tidak bisa mahakuasa.”

“Memang benar aku memandang rendah dirimu. Itu sebabnya, aku menye-sal.”

Pengakuan ini mengejutkan Naga. Dia menggaruk kepalanya malu-malu.

“Oh, b-begitu? Hahaha, yah, tidak apa-apa selama kau mengerti, tetap saja...”

“Kau kurang a-jar.”

“Apa kau memujiku atau mengejekku? Tentukan yang mana.”

“Kalau begitu, aku memuji-mu. Tidak seperti tatapan bodoh dan mesummu, kau punya otak, jadi aku terke-san!”

“Oi! Kau jelas melecehkanku dengan pujian itu!”

“Itu tidak be-nar. Aku memberimu cukup puji-an. Sangat jarang aku bisa berbicara dengan baik tentang seseora-ng.”

(Apa kau sungguh percaya itu?!)

Naga bereaksi dalam hatinya. Dia mengarahkan ibu jarinya ke dadanya.

“Biarpun aku memiliki pikiran yang tajam, bukankah aku hanya pria biasa? Apa kau sungguh tak masalah dengan itu?”

“Baik pria, wanita, atau penyihir tidak masalah bagiku selama mereka pin-tar. Mengatakan tentang dirimu sendiri, membuatmu tampak sombong.”

“KUAHAHAHA!!!”

Naga langsung tertawa terbahak-bahak.

“Nah bukankah kau orang yang menarik walau kau bersikap tegas?”

Gumam Lela sambil menyipitkan matanya dengan curiga.

(Bukan itu saja... Cara dia mencoba mengarahkan pembicaraan untuk memahami kelemahan dan pendapatku bukanlah sesuatu yang dapat kusaksikan, tetap saja, itulah yang membuatnya menarik.)

‘...UAHAHA’ – Naga terus tertawa sepenuh hati, sambil mengabaikan Lela...

Tiba-tiba, rambut Harrigan tersulut hebat.

“Ow, ow, ow, ow berhenti dengan rambut AAAHH! Aku nyerah!”

Sambil memegangi kepalanya dengan rasa sakit, Naga menggeliat di tanah.

“Diam! Kau menggangguku!”

Harrigan mengangkat alisnya yang indah dan melotot tajam pada Naga.

Selain Lela, para penyihir lainnya menatap tajam dan menghina.

Naga berdiri pelan sambil menyamankan kepalanya yang memar dan mengangkat tangan kanannya dengan permintaan maaf biasa.

“...Ya, maaf, um ini salahku.”

“Kupikir aku sudah menyuruhmu untuk tidak menganggu.”

“Beneran, aku sangat menyesal. Aku akan berhenti menjadi gangguan, jadi tolong yakinlah dan lanjutkan pekerjaanmu.”

“Lain kali, kau menimbulkan masalah, aku akan mengusirmu dari sini.”

Dia mengancam sambil wajahnya perlahan kembali ke ekspresi normalnya. Meski begitu, mata Harrigan tampak memandang rendah dan sepertinya dia sangat marah.

(Astaga) – Naga, menarik napas lega hanya untuk memperhatikan Lela memperhatikannya dengan benar.

“Apa?”

“Sudah kuduga, kau orang bo-doh. Meski cerdas, kau masih idiot.”

Wajah Naga terbelalak menjadi senyum masam.

“Ya, aku punya perasaan bahwa telah ada yang mengatakan hal yang sama tentangku sebelumnya.”

“Sia-pa?”

“Hmmm.....hm? Aku ingin tahu siapa yang memberitahuku?”

Melihat Naga yang telah menundukkan kepalanya untuk menatap tanah, Lela menurunkan matanya.

“Ma-af. Lagi pula, kau telah kehilangan ingatanmu.”

“Tidak, ini bukan sesuatu yang patut untuk disesali, jadi jangan pedulikan itu.”

“Kalau begitu, aku tidak akan keberata-n!”

“Sebenarnya, setelah dipertimbangkan kembali, kau harusnya sedikit keberatan.”

“Tentukan yang ma-na.”

Mengabaikan jawaban Lela, Naga mengalihkan pandangannya ke alat aneh di tangan Lela.

“Hei, bisakah aku menanyakan satu hal lagi?”

“Masih belum sele-sai?”

“Benda apa yang kausimpan di dekat matamu?”

Sambil mengalihkan pandangan dari alat itu, Lela sedikit menyesuaikan sesuatu yang tampak seperti lensa yang ditempatkan di dalam sepasang tabung tipis.

“Ini disebut tero-pong. Alat sihir yang memperbesar dan mengklarifikasi hal-hal yang dilihat dari kejauhan.”

“Alat... sihir?”

“Artinya alat yang dijalankan oleh si-hir.”

“Apa kau harus menerapkan sihir saat menggunakannya? Kalau begitu, bukankah aku tak bisa melihat apapun walaupun aku mengintip?“

“Kau tidak akan li-hat. Itu sia-si-a.”

“Benarkah? Pada akhirnya kurasa aku hanya bisa bergantung pada kedua mataku sendiri.”

Naga menyerah pada alat itu dan sekali lagi memusatkan perhatiannya pada lereng untuk mengamati medan perang.

Tidak mungkin boneka itu benar-benar tertutup sabuk kulit, terutama di tempat persendiannya. Namun, bagian tersebut sepertinya tidak menerima banyak panah. Di sisi lain, bagian-bagian yang dibungkus dengan kulit ditembus oleh banyak panah, tapi sepertinya tidak mempengaruhi gerakan boneka itu. Beberapa lapisan kulit telah terlepas, tapi anak panah yang terbuat dari besi tidak tenggelam terlalu dalam ke dalam tubuh utama boneka itu.

Mengabaikan tembakan di jarak dekat, boneka itu terjun ke arah kekuatan manusia secara lambat.

Boneka kayu itu mulai menyudutkan tentara yang perlahan-lahan mundur saat terus maju.

Boneka itu mengambil bebatuan di dekatnya dari lereng bukit kecil dengan kedua tinjunya dan melemparkannya dengan terampil ke arah tentara yang penuh sesak.

Formasi pasukan manusia buyar dan tentara meluncur seperti laba-laba bayi.

Begitu debu dan asap menghilang, Naga bisa melihat beberapa tentara tersandung dan jatuh tergesa-gesa. Melipat lengannya di dadanya, wajahnya berubah serius dan keras untuk pertama kalinya sejak kedatangannya di dunia ini. Naga menatap pemandangan aneh yang belum pernah ia alami sebelumnya.

Itu sangat berbeda dari apa yang dia rasakan selama pertempuran yang dia kenal.

(Aku penasaran dengan pertempuran yang kutahu....kelihatannya. menurutku hal pertama saling menembak... dengan busur, mungkin.)

Dengan asumsi dia benar, awal pertempuran ini seharusnya tidak jauh berbeda dengan yang ia ketahui secara umum. Paling tidak, sisi manusia berperilaku seperti yang dia harapkan tidak seperti sisi penyihir. Ada satu fakta, bagaimanapun, yang sangat menyimpang dari konsep pertempuran Naga.

Boneka raksasa inilah yang dilingkar dengan sabuk dan dikontrol dengan sihir. Boneka itu mengayunkan lengannya, melemparkan batu, dan terjun ke musuh saat mengepung mereka. Naga melihat dirinya menerima kenyataan ini dengan tenang terlepas dari kenyataan bahwa hal itu aneh dalam setiap aspeknya.

(Jika hal semacam ini biasa terjadi di dunia ini, aku hanya bisa menerimanya). – Apa yang Naga pikirkan dengan jujur.

Pasukan 40-50 orang di depan boneka itu buru-buru mundur.

Kelihatannya mereka dipaksa keluar dari lereng dan ke dataran. Namun, di antara orang-orang yang berdatangan ke kiri dan kanan, siluet yang bergerak cepat mendekati boneka yang telah turun ke dataran.

Empat penunggang kuda berderap menuju boneka itu. Terlebih lagi, yakni mereka menarik sesuatu.

Ada jarak yang cukup jauh antara puncak menara dan bagian bawah lereng. Namun Naga yakin berada dalam penglihatannya, dia hanya bisa melihat kuda dan manusia sebagai bintik yang sangat kecil. Karena itu, dia tidak tahu apa yang mereka tarik pada awalnya.

(Ah! Bukankah itu pelantak tubruk?)

Begitu dia memastikan apa yang ditarik oleh penunggang kuda, dia mengerti. Dia tahu persis akan digunakan apa oleh pasukan manusia itu.

Saat dia melihat, boneka kayu itu menggerakkan kakinya dan mencoba maju lebih jauh.

“Oi, Harrigan!”

Suara Naga yang marah mengejutkan para penyihir yang duduk di dekatnya.

Di sisi lain, Harrigan yang jelas marah, berbalik perlahan menghadapinya.

“Kau ini! Sudah kukatakan bahwa aku akan mengusirmu kalau kau—”

“Cepat tarik mundur boneka itu!”

“A-apa yang kau–?!”

“Lakukan dengan cepat! Paling tidak, cobalah membawanya kembali ke lereng!”

“Kenapa?”

“Lakukan saja!”

Harrigan melihat ekspresinya dan menyadari bahwa ini serius.

“Mengerti. Tapi, aku ingin kau menjelaskannya padaku setelah ini.”

Sambil berbalik cepat, Harrigan mengerutkan alisnya karena cemas dan mengikuti permintaan Naga.

Saat dia melakukannya, boneka itu berhenti dan mulai mundur secara perlahan.

(Sial, gerakannya tumpul. Kalau begini terus, tidak akan berhasil tepat waktu!)

Naga hampir mengutuk keras saat Lela tiba-tiba menjerit sambil melihat melalui teropong.

“Ane-sama, itu pelantak tub-ruk! Kurasa musuh sedang mencoba... memukul boneka itu dengan pelan-tak!”

“Apa?!”

Harrigan tiba-tiba mencondongkan tubuh ke depan.

“Kembali! Cepat kembali ke sini! Kembali sekarang juga!”

Teriakan tiba-tiba keluar dari mulutnya dan mencapai Naga yang sekarang bisa mendengarnya dengan jelas.

Pelantak tubruk semakin dekat sampai titik di mana itu terlihat jelas dengan mata telanjang.

“Tch!” – Harrigan mendecak dan memanggil perintah dengan suara tajam.

“Hentikan pukulannya!”

Perintah ini menjerit ke arah boneka kayu raksasa. Boneka itu sama sekali tidak bermaksud menghindari pukulan itu, dan malah memasang penjagaan melawan pelantak yang mendekat dengan cepat. Gerakannya yang besar membuat gerakan cepat hampir tidak mungkin. Aset terkuatnya adalah bencana dalam situasi ini. Tidak peduli jenis senjata apa, pasti akan ada kekuatan dan kelemahan. Itu adalah tindakan alami bagi tentara musuh untuk melakukan serangan balik setelah mengalami pertempuran dengan para penyihir.

Naga menatap dengan napas tertahan saat situasi terungkap di depannya.

Kuda-kuda yang datang di depan boneka itu dengan cepat berpisah ke kiri dan kanan dengan sepasang di setiap sisinya. Setelah itu, para pengendara berayun turun dengan pedang mereka dan memotong tali.

Gerobak yang berat, tempat pelantak itu diletakkan, diiringi kecepatan yang dipinjamkan oleh kuda-kuda yang sedang menyerang.

Boneka itu berdiri tepat di antara tepi lereng dan dataran. Sesaat kepala domba jantan itu langsung terbanting ke dalam boneka.

(BOOMF!)

Suara dampak yang tumpul, seperti meninju di perut, bergema di seluruh area. Pelantak itu sendiri terbuat dari kayu, namun ujungnya jelas dilapisi logam. Seiring benturannya, boneka raksasa itu terlempar ke belakang dan akhirnya terbaring telentang.

Pasukan manusia mulai bersorak liar.

“Sialan! Berdiri! Bangun sekarang!” Harrigan mengumpat.

Berjuang untuk bangkit, boneka tersebut menanggapi omelan Harrigan dengan bergerak dengan anggota badannya. Hampir tidak bisa bangkit dengan goyah, Harrigan mengecap bibirnya.

“Cih, jadi tidak ada gunanya? Lela!”

“Ya” jawab Lela saat mengeluarkan teropong itu.

“Sepertinya pukulan itu baru saja merusak sirkuit sihir. Aku tidak bisa menyerang lagi atau mengembalikannya.”

“Menger-ti.”

“Pegang ini” – kata Lela saat ia memberikan Naga teropong.

“O-Oh?”

Lela memaksa teropong itu ke tangannya, dan kemudian melangkah maju ke pegangan balkon tampilan.

Lela menghadapi Harrigan.

“Kau yakin itu tak masa-lah?” dia bertanya.

“Aku tidak peduli. Lakukan saja!”

Lela mengangguk sedikit lalu mengeluarkan satu jimat dari tasnya.

Naga menekan teropong itu ke matanya, tapi betapapun dia mencoba melihat-lihat, hanya ada dunia redup dan kelabu.

(Sudah kuduga, tidak akan bekerja untukku?)

Naga menyingkirkan teropong itu dan hendak kembali fokus ke medan perang saat matanya ditangkap oleh pemandangan jimat yang terbakar di tangan Lela.

(Ah, mungkinkah!?)

Sambil mengalihkan tatapannya dengan tergesa-gesa, dia memandang ke arah boneka kayu.

Tak lama kemudian, nyala api yang tercurah muncul di atas boneka itu di sana-sini. Itulah jimat Lela yang menempel pada boneka sebelum ditinggalkan. Naga mengerti bahwa jimat merespons yang dipegangnya.

(Aku mengerti, dia juga bisa melakukan hal-hal seperti ini... Haruskah aku bilang bahwa ini menarik, atau mungkin tidak masuk akal? Rencana yang berbeda memungkinkan ini digunakan dengan cara yang lebih menarik dan strategis...)

Sambil memikirkan ini, Naga berkonsentrasi pada boneka itu untuk melihat apa yang akan terjadi.

Boneka itu, yang sekarang benar-benar tertutup api yang membakar, mulai maju perlahan sekali lagi.

Naga menatap tajam ke arah Harrigan seolah bertanya ‘Apa yang akan kaulakukan?’

“Lari dan meledaklah!”

Dia berkata dengan tegas, dan mulai memerintah boneka itu.

Begitu dia berbalik, boneka mulai maju sambil mengayunkan badannya ke kiri dan kanan. Meski mengatakannya untuk berlari, kecepatannya tidak meningkat secara signifikan. Mungkin, itu yang terbaik yang bisa dilakukan mengingat tubuh yang besar dan sirkuit sihir yang rusak.

Karena boneka itu telah jatuh sebelumnya, pasukan manusia mencoba mendekatinya sekali lagi. Boneka yang terbakar itu berjalan sambil membidik kerumunan itu. Pergerakannya terasa kusam, tapi langkahnya sangat besar sehingga membuatnya lebih cepat dari yang terlihat.

Boneka itu mengarungi antara tentara yang berteriak ketakutan saat berlari berantakan total.

Meskipun kebanyakan dari mereka mencoba melarikan diri, ada orang yang mencoba membidik boneka itu dengan busur mereka. Panah yang mungkin bisa bekerja normal, terbukti jauh kurang efektif dalam situasi ini. Tindakan mereka mungkin merupakan hasil reaksi normal mereka yang bercampur dengan ketakutan melihat boneka terbakar berjalan dengan susah payah ke arah mereka.

Naga memandang, tidak puas dengan kualitas komandan pasukan dan perintah mereka.

Naga berpikir bahwa situasinya bisa ditangani dengan lebih terampil jika dia sendiri yang memimpin.

Pada saat itu, lengan boneka itu diluncurkan ke depan.

Bagi Naga, sepertinya raksasa itu menembakkan panah api.

Lengannya terbang ke arah tentara yang lebih lambat dan langsung meledak di atas kepala mereka.

Seolah dengan perintah Harrigan, lengan meledak, menghempaskan para tentara.

Setelah ledakan awal ini boneka tersebut kemudian meluncurkan kepalanya sendiri.

Tidak seperti lengan yang diluncurkan secara horisontal, kepala boneka itu meluncur sendiri secara vertikal pada sudut curam di atas lereng sambil perlahan mengoreksi lintasannya. Tentu, sudutnya memberikan jarak yang lebih jauh daripada lengan.

Saat kepala terbang di atas tentara yang telah mencoba melarikan diri lebih dulu, itu meledak seperti lengan, menyebarkan api ke segala arah.

Sekali lagi, ledakan tersebut menghempaskan banyak tentara, dengan bara api dan percikan api memicu tentara sekitarnya, membuat mereka jatuh dan berguling.

Para tentara sama sekali tidak siap menghadapi serangan balik ini dan segera membuang senjata mereka dan tersebar ketakutan serta bingung.

Naga melihat pelarian kikuk tentara dari kejauhan dan meludah karena kecewa.

(Tentara-tentara ini berjumlah sekitar 200 orang dan mereka semua berlari. Seharusnya ada batasan seberapa menyedihkan kalian bisa bertindak! Tapi kalau dibandingkan...)

Naga mengintip Harrigan dan para penyihirnya.

(Bukankah mereka terlalu kuat?)

Naga merasakan rasa hormat melayang ke arah Harrigan dan orang-orangnya yang berhasil mengusir musuh sebanyak 200 orang. Biarpun mereka adalah penyihir yang memiliki kemampuan sihir dan spesial, bertarung seperti ini tidak mudah dilakukan dengan cara apapun. Sebuah pikiran melintas dalam benaknya saat dia sedang mengevaluasi para penyihir. Sebuah pikiran kecil ingin berjuang di sisi mereka, tapi hilang bahkan sebelum dia menyadarinya.

Naga mengalihkan perhatiannya kembali ke tempat boneka itu meledak dan berserakan menjadi debu.

Saat melakukannya, dia mendengar Harrigan mendesah lega.

“Apa kau baik-baik saja, Ane-sama?”

Penyihir di dekatnya bertanya saat mereka menopangnya.

“Ya, aku baik-baik saja. Dan itu sangat mengejutkan.”

Harrigan menyipitkan matanya dan menatap sisa-sisa boneka yang tergeletak di medan perang.

“Kami bisa menipu mereka.”

Naga bertanya-tanya apa maksud gumamannya. Keingintahuannya membuatnya menebak makna di balik kata-katanya.

(....Mungkinkah dia sedang membicarakan ledakan tadi itu?)

Naga memusatkan perhatiannya pada medan perang; Namun, tidak ada tanda-tanda siapapun. Biasanya, Naga mungkin mencurigai seseorang bersembunyi dalam kamuflase, tapi dia merasa itu tidak mungkin terjadi dalam situasi ini.

Naga mula-mula berpikir bahwa musuh bermaksud berlari sehingga bisa memikat boneka itu ke tempat dekat pelontak tubruk, tapi, arus putus asa mereka tampaknya bukan palsu. Bagaimanapun, sepertinya musuh tidak bisa memperkirakan serangan peledak Harrigan.

Menduga bahwa inilah saat yang tepat untuk bertanya, Naga mengajukan pertanyaan pada Harrigan.

“Harrigan, bolehkah aku menanyakan sesuatu padamu?”

“Hm? Aku tidak keberatan, tapi...”

“Ini tentang apa yang baru saja kaukatakan, tapi dengan “menipu” maksudmu meledakkan boneka itu?”

Membuka matanya dengan polos, Harrigan balas bertanya.

“Kenapa menurutmu begitu?”

“Aku penasaran...” – dia bergumam sambil melihat ke langit.

“Kau pernah menyebutkan bahwa kau memiliki beberapa boneka yang tersedia? Itu berarti kau mungkin memiliki 2-3, atau paling banyak 5 atau 6 boneka. Karena jumlahnya sedikit, kehilangan salah satunya berarti pukulan berat bagimu. Terlebih lagi, kau bilang bahwa menyerang musuh dengan boneka yang terbakar akan menjadi pilihan terakhirmu, dan itulah yang terjadi saat ini. Ini berarti kau tidak bisa membiarkan musuh mengetahui jumlah boneka yang sebenarnya kaumiliki.“

“Seperti yang kaubilang.” – Harrigan menyeringai.

“Kami tidak ingin mereka berpikir bahwa bonekanya terbatas. Dengan mengatur serangan dengan menggunakan ledakan tersebut, kami ingin memberi kesan bahwa kami tidak peduli jika kami menggunakan 2-3 boneka dengan tipe yang sama.”

“Jadi begitukah?” – Naga mengangguk dengan ekspresi senang. Saat melakukannya, Harrigan berkata dengan menggoda.

“Tentu, kau sungguh pintar walau tampangmu begitu.”

“Kau juga mengatakan itu!? Aku terlihat seberapa bodoh menurutmu!?”

“Tidak, jangan pedulikan. Seorang pria bukan hanya tentang penampilan, yang terpenting apa yang ada di dalamnya.”

Dia menyatakan dengan santai. Mendengar ini, Naga mengangkat wajahnya dan berseri-seri.

“Betul. Seorang pria adalah tentang apa yang ada di dalam. Sedangkan untuk wanita, mungkin bukan hanya tentang penampilan mereka.”

“Hm?” – Harrigan memiringkan kepalanya dengan bingung. Naga memberinya jempol besar.

“Dengan kata lain, menurutku di dalam kalian tidak hanya baik saja, tapi juga kalian semua terlihat cantik.”

“Hm? B-Begitukah? Kurasa kita sudah menerima pujian yang tinggi dari sang Dragon King.”

“Ya. Karena itulah, tolong, jangan panggil aku Dragon King.”

“Kukuku”

“Hahaha”

Menghadap, mereka berdua tertawa.

Begitu tawa mereka tenang, Naga bertanya.

“Sepertinya kau berhasil mengusir musuh yang mendekat untuk saat ini, tapi apa yang akan kaulakukan selanjutnya?”

“Kami akan melakukan seperti biasa. Kami akan meninggalkan beberapa orang untuk berjaga dan mundur menuju benteng ke-3.”

“Yang berarti kau tidak akan mengejar mereka... Apa alasan di balik itu?”

Harrigan menyipitkan matanya ke arah Naga.

“Kau ini, apa kau mencoba untuk memastikan dugaanmu sendiri? Atau mungkin, apakah kau mengujiku?”

Terkejut dengan pandangan tajam Harrigan, Naga memutuskan untuk berbicara jujur ​​kepadanya.

“Bukannya aku sedang mengujimu, tapi aku ingin memastikan apakah dugaanku benar atau tidak. Itu karena dunia ini bukanlah tempat di mana aku bisa mengandalkan akal sehatku sendiri.”

“Baiklah, kurasa tidak apa-apa” – Harrigan mengangguk dan menghadap ke arah tanah luas yang terbentang di bawahnya.

“Terbentang dari sini, tanah manusia yang luas membentang dengan medan yang agak datar. Ada banyak daerah hutan dan pegunungan, tapi kebanyakan adalah tanah kosong. Biarpun daerah itu adalah dataran kecil, kekuatan tempur boneka kayu akan jatuh karena pasukan yang layak dapat dikerahkan untuk menghadapinya sehingga mudah untuk dikelilingi. Jika boneka itu dikelilingi oleh pasuka besar dan diliputi panah dari segala arah, tidak peduli berapa banyak ikat pinggang yang digulung, jumlah panah yang menusuk takkan berkurang. Jika menyangkut hal itu, sirkuit sihir akan rusak. Belum lagi, pengendara kuda juga bisa melepaskan panah, dan jika boneka itu dipukul dengan panah yang lebih kuat di tempat tanpa halangan, bahkan sabuk pun tidak akan membantu.”

“Kalau begitu, kau menduga lebih baik menebalkan armornya, tapi itu tidak mungkin. Kalau kita melakukannya, transmisi sihir akan terhalang.”

“Bagaimana kalau menggunakan armor besi?”

“Kami tidak memiliki cukup keterampilan untuk mewujudkannya. Toh, jika kita menaruhnya di atas boneka itu, kita tidak akan bisa mentransfer sihir kita.”

Mendengar analisisnya yang tenang dan akurat, Naga mengerang.

Harrigan mengangkat bahu dengan ringan dan akhirnya menambahkan.

“Jumlah kita yang sedikit mencegah kita memulai pertempuran, jadi kita hanya bisa bersikap reaksioner.”

“Begi...tu? Yah, kurasa kau benar.”

Balas Naga terdengar tidak yakin; dia sangat percaya bahwa seseorang tidak bisa meraih kemenangan hanya dengan bertahan.

“Tetap saja, aku tidak bisa bilang bahwa aku menyukai nada komentar itu.”

“Daripada bilang bahwa kau tidak menyukainya, tidak bisakah kau bilang bahwa aku tidak cukup terbiasa dengan keadaanmu? Aku belum terbiasa dengan dunia ini dan situasimu saat ini. Itulah mengapa aku ingin kau memberiku lebih banyak waktu. Aku memiliki keyakinan untuk menemukan jalan bagimu untuk menang.”

Harrigan tiba-tiba melonggarkan ekspresi kerasnya.

“Baiklah, aku akan menunggu, meski aku tidak mengharapkan apapun.”

Setelah mengatakan demikian, dia memperketat ekspresinya sekali lagi dan menatap para penyihir di dekatnya.

“Kalau begitu, mari kita mundur. Kita akan mengganti pos penjagaan disini. Lela, Selena, dan Kay akan tinggal kali ini bukan Cu, Linne, dan Linna.”

“Menger-ti”

“Ya, Ane-sama!”

“Serahkan pada kami!”

Mereka bertiga menjawab dengan tenang.

“Cu, kita masih punya satu boneka lagi, kan?”

“Itu benar Ane-sama”

“Kita memiliki suku cadang di desa, jadi kita perlu membawa satu lagi ke sini.”

Harrigan menoleh dan menatap Ais.

“Ais, maaf mengganggumu, tapi aku akan mempercayakan tugas itu kepadamu.”

“Ya, mengerti Ane-sama.”

“O-Oi, kaukah yang membawa bonekanya ke tempat ini?”

Ais memiringkan kepalanya ke arah Naga yang tercengang dan memberinya tatapan yang sepertinya mengatakan – ‘Apa yang membuatmu sangat terkejut?’

“Ya, itu betul.”

“K-Kau melakukan ini sendiri?”

“Biasanya aku mendapatkan sedikit bantuan, tapi pada dasarnya aku melakukannya sendiri karena ini adalah tugasku.”

“Begitu? Aku mengerti. Lalu, aku akan membantu juga.”

Naga memutuskan untuk menjadi sukarelawan saat ia merasa sangat tersentuh oleh keberanian dan kekuatan penyihir.

“Meski pria ini bilang begitu, Ais apakah kau butuh bantuannya?”

Tanya Harrigan dari samping.

“Um, tapi...” – Ais tampak bingung dan menjawab terdengar berkonflik.

“Pria ini adalah seseorang yang kehabisan napas hanya untuk berlari ke sini, karena orang seperti itu meminta bantuanku...”

“Woah, bukankah kau terlalu kasar dan jujur ​​dengan itu?!”

“Aku sering diberitahu itu.”

“Tidak, tidak, kejujuran itu bukan maksudku. Aku mencoba menawarkan bantuan, jadi bukankah seharusnya kau menunjukkan rasa syukur? Ucapkan terima kasih atau sesuatu seperti itu?“

“Kau benar, aku mohon maaf atas rasa tidak berterimakasih diriku.”

Ais menundukkan kepalanya dengan hati-hati ke arah Naga.

“Walaupun kau mudah lelah hanya dengan setengah hari berlari, bantuan lebih baik daripada tidak sama sekali, jadi aku berharap bisa bekerja sama denganmu.”

“Kau benar-benar tidak menahan diri dengan kejujuran, ya?”

Saat dia mengucapkan teriakan yang tulus ini, Lela menambahkan komentarnya sendiri.

“Jauh dari berguna, rasanya sangat melelahkan, ta-pi...”

“Tapi lidah brutal jujur ​​lain!!”

“Terima kasih, aku sering diberitahu begi-tu.” Kata Lela dengan bangga dan mengembungkan dadanya.

“Jangan katakan itu seperti itu adalah sumber kebanggaan; walaupun aku memang tidak bisa menyangkal bahwa itu adalah kebenaran, bukankah kau sedikit kurang kasar tentang hal itu!?“

“Bagiku, ada sesuatu yang ingin kuminta darimu. Maukah kau membantu, Naga?“ Tanya Ais.

“HAI….Oh. Tapi, apa kau baik-baik saja dengan itu? Apa tak masalah untuk seseorang sepertiku, yang tidak tahu apa-apa tentang medan atau masalah saat ini, untuk membantu? Mungkin saja akhirnya aku menyeret tidak hanya kakimu tapi juga seluruh tubuhmu ke bawah?“

“Aku tidak peduli kalau kau menyeretku ke bawah, hanya saja jangan raba dadaku.”

“Hahahehe” – Naga tertawa kaku dengan senyum lemah.

Penyihir lain sepertinya tidak mengerti situasinya, tapi Ais tahu keseluruhan ceritanya dari Harrigan. Dia menunjukkan senyum yang mulai di mulutnya dan tidak pernah sampai di matanya. Dia bisa merasakan niat dingin dari mata itu. Dia merasa bahwa mereka berkata Jika kau melakukan hal yang sama kepadaku, aku akan menghancurkan lenganmu menjadi bubur kertas.

Seakan membenarkan kecurigaan terburuknya, Ais mengepalkan tinjunya beberapa kali sambil meremas dengan kekuatan yang tampak.

Merasakan udara dingin yang menakutkan mengalir menuruni tulang punggungnya, Naga mengangguk setuju.

“Mengesampingkan candaan” – Harrigan berkata sambil terus berbicara.

“Aku ingin kau mengamati dengan hati-hati, karena kau belum tahu apa-apa.”

“A... ah, jadi itu alasannya?”

“Aku punya alasan bagus untuk ini, dengan membuatmu ikut serta dengan Ais, kau bisa belajar tentang berbagai hal. Kau bisa mengamati pemandangan, binatang, tumbuhan, dan fitur hutan.”

“Kurasa kau benar. Meskipun aku berlari jauh-jauh ke sini, aku tidak memperhatikan apapun kecuali berlari.”

“Untuk saat ini, kami mengusir tentara manusia dan membuat mereka mengalami pengalaman yang pahit, jadi sepertinya mereka tidak akan segera mencobanya. Jadi, Ais mungkin mengganggumu, tapi bisakah kau membiarkan pria ini mencoba membantu?”

“Ya, mengerti Ane-sama”

Walau senyum agung Ais, Naga merasa tidak puas.

“Kalau kau mengatakannya seperti itu, aku merasa kau mengatakan bahwa akulah yang cenderung menimbulkan masalah.”

“Fakta bahwa kau bahkan terjun dari langit ke kepala kita sudah merupakan masalah yang cukup besar, jadi kurasa kau tidak perlu terlalu cemas untuk menyebabkan lebih banyak.”

“YA, AKU TAHUUU!”

Harrigan dan Ais mulai cekikikan dan itu menyebabkan Selena, Dee, dan Kay, yang merasa sedikit gugup, sedikit rileks dan tersenyum. Di sisi lain, ekspresi Lela tetap teguh.

“Lain kali kau membawa boneka cadangan, bawa makanan juga. Ais, kau mengerti?“

“Ya, mengerti Ane-sama.”

Dan begitu saja, kelompok Harrigan kembali, meninggalkan Lela, Selena, dan Kay. Jelas, Naga juga ikut serta. Yuuki, yang telah menghilang selama pertempuran, tiba-tiba muncul kembali tanpa pemberitahuan. Dia bahkan tidak melirik ke arah Naga, jadi dia memutuskan untuk tidak bertanya padanya apa-apa. Meski perjalanan pulang jauh lebih lambat dan lebih mudah, Naga tidak memiliki keraguan bahwa berlari tidak bisa dibandingkan dengan kuda dalam kecepatan dan kenyamanan. (Apakah ada di mana aku bisa mendapatkan kuda?) pikir Naga sambil berlari melewati hutan.

Bab 3: Pertempuran Kedua di Benteng Pertama[edit]

Keesokan harinya, Harrigan dan gadis-gadis itu kembali ke benteng ke-3. Ais, yang telah menyelesaikan persiapannya, hendak kembali ke benteng yang telah diserang, membawa boneka cadangan dan bekal. Naga membantu mengatur transportasi juga. Dia bukan satu-satunya yang membantu, ada 2 penyihir lain yang akan menemani mereka. Dia baik-baik saja dengan salah satu dari mereka, tapi mengingat siapa yang lain itu bisa dianggap sebagai situasi yang mengerikan. Orang yang dimaksud memiliki pendapat yang sama.

“Aku tidak percaya ini! Kenapa aku harus pergi bersama seorang pria? Aku akan membunuhnya. Aku akan membunuhnya tanpa ada yang memperhatikannya, cincang dia menjadi seribu bagian, dan membuang potongannya ke serigala.”

Orang yang terus mengatakan dialog yang mengganggu itu tak lain adalah Yuuki. Jauh dari mencoba menyembunyikannya, kau bisa merasakan kebencian, jijik, dan niat membunuh meluap dari tubuhnya. Naga langsung menyusut kembali saat merasakan aura itu mengarah ke arahnya.

“Kau tidak perlu cemas dengan Yuuki. Bagaimanapun, dia tidak sepenuhnya serius.”

Ujar Ais seolah mencoba menghiburnya.

“Tidak sepenuhnya?...Kalau begitu, seberapa serius dia?”

Ais menekuk lehernya sedikit dan merenung sejenak.

“Hmm... seperti 8 dari 10?”

“Itu cukup serius! Mana mungkin aku bisa santai saat aku yakin dia hanya menunggu kesempatan untuk membunuhku!”

“Baiklah. Kau hanya perlu bertahan selama seperempat hari.”

Naga mengubah wajahnya dalam kesengsaraan dan mengerang,

“Tidak, aku tidak ingin menghadapinya bahkan untuk sesaat. Aku akan terus menerima pelecehan terus-menerus hanya dengan berada di dekatnya.”

Ais telah memberitahu Naga dalam perjalanan pulang bahwa persiapan bisa memakan waktu seperempat hari. Naga tampak ragu dan bertanya pada Ais.

“Butuh waktu setengah hari untuk menempuh jarak ini dengan kecepatan penuh, bukankah aneh kalau kita bisa membawa boneka besar itu dalam waktu yang lebih singkat?”

Meski begitu, dia menjawab dengan tenang.

“Ara, bicaralah sesukamu. Mana mungkin itu kecepatan tercepat yang bisa kami capai.”

“Ah...benar juga. Omong-omong, berapa lama kau akan sampai di sana dengan kecepatan tertinggi?”

“Sekitar satu setengah jam?”

Naga menatap Ais seakan tengah bercanda. Meski begitu, dia menambahkan dengan tenang.

“Kalau itu Yuuki, dia bisa mencapai tempat itu lebih cepat dari kita.”

“Oi oi, apa kau bercanda? Betapa aneh kakinya?!”

“Aku serius. Toh, kalau dia, dia bahkan tidak perlu lari.”

“Apa maksudmu?”

Mendengar pertanyaannya, dia hanya memaksakan senyum kecil.

“Kau akan mengerti begitu kau menyaksikannya sendiri.”

Jelas, dia tidak akan memberitahunya lebih dari itu.

(Kalau dia mengatakan itu, apakah itu berarti Yuuki akan menunjukkannya padaku? Lebih penting lagi…)

Naga mulai memikirkan keadaan para penyihir saat ini. Dia tidak bisa membuat kesimpulan yang solid karena dia belum memahami situasi dunia saat ini. Namun, Naga merasa bahwa lebih cepat daripada nanti para penyihir akan menghadapi situasi yang menyedihkan.

Meski kehilangan ingatannya, Naga mengerti kuat bahwa tidak apa-apa selama mereka tidak kalah. Tapi, kalau mereka selalu bersikap bertahan, akhirnya mereka akan menghadapi kekuatan yang bisa menelannya secara keseluruhan. Mustahil bertahan tanpa bertempur dan bertumbuh. Betapapun putus asanya mereka, atau seberapa baik mereka bisa bertempur, para penyihir akhirnya akan binasa. Naga tidak mau membiarkan hal itu terjadi. Dia ingin memimpin Harrigan dan sisanya meraih kemenangan sebanyak mungkin, walaupun itu berarti dia akan ikut campur atau itu akan membuat mereka menganggapnya sebagai gangguan. Karena itu, hal pertama yang ingin dilakukannya adalah berusaha memahami situasi saat ini. Oleh karena itu, dia siap menahan ancaman, pelecehan verbal, atau haus darah yang Yuuki tujukan padanya.

“Kalau begitu, kami pergi dulu, Ane-sama.”

Gerobak besar itu penuh dengan boneka kayu serta banyak kantong makanan yang dilapisi kain. Ais dimanfaatkan untuk menarik gerobak melalui tali tebal yang diikat di punggungnya yang lebih rendah. Dia melambai ke arah Harrigan.

“Ais, Nonoeru, Yuuki, aku akan mempercayakan ini pada kalian.”

Orang lain yang ditugaskan membantu Ais dan Yuuki adalah penyihir bernama Nonoeru.

Dia tampak berusia sekitar 4 atau 5 tahun. Dia memiliki perawakan kecil dan rambut pendek dengan mata bulat yang lucu. Tapi, dia terlihat sangat penakut, yang memberi Naga kesan bahwa dia seperti binatang kecil atau tikus. Dia mungkin juga takut padanya. Terakhir kali Harrigan dan yang lainnya bergegas ke benteng, dia berada di hutan dan bukannya berada di desa. Jadi, dia tidak tepat waktu pada saat pertempuran. Karena inilah saat pertama Naga bertemu dengannya sejak kembali dari benteng ke desa, dia tidak mengenalnya.

(Belum lagi, aku bahkan tidak tahu apa-apa tentang anggota lain yang pernah kutemui selain melihat mereka. Yang kukenal secara pribadi sampai batas tertentu adalah Ais, Lela...dan Yuuki.)

Naga menarik napas lega di dalam hatinya. Dia bersyukur bahwa di antara para penyihir setidaknya Ais memiliki akal sehat. Biarpun Yuuki menjadi ganas, dia mungkin akan membantu menghentikannya. Selain itu, sepertinya dia juga memiliki kekuatan mencengkeram dan fisik yang cukup mengancam Naga, tapi...

“Tolong serahkan itu padaku.”

Ais membalas dengan senyum kuat seperti biasa dan Nonoeru menurunkan kepalanya dengan lembut. Yuuki, di sisi lain, berpaling dalam ketidakpuasan.

Grrriiipp – Ais meraih bahu Yuuki dari belakang.

“Yuuki, bagaimana kau mengucapkan selamat tinggal pada Ane-sama?”

Jari Ais menenggelamkan bahu Yuuki

“Ow ow ow!”

Tidak bisa bertahan, Yuuki mengangkat jeritan. Ais terus mencengkeramnya erat-erat. Wajahnya yang biasanya ceria tampak mengerikan.

“Selamat tinggalmu?”

“Ow ow, itu sakit.”

Ais mengendurkan cengkeramannya sedikit, tapi tetap saja tidak membiarkan Yuuki pergi.

“Siapapun itu, kau harus menyapa dan berpisah dengan benar, Yuuki.”

(Mungkinkah dia sedang membicarakanku?) – Naga melihat ke arah mereka, tapi sudah diduga, dia hanya berpaling.

“Yuuki.”

Tubuh Yuuki menggigil ketakutan dan dia tidak bisa mengabaikannya begitu Harrigan memanggilnya.

“A-Apa, Harrigan-nee?”

“Aku mengandalkanmu, Yuuki. Bagi kami untuk membawa boneka kayu ini, kekuatanmu sangat diperlukan, terutama, pada saat-saat mendesak seperti ini.”

“M...mengerti. Aku akan melakukannya dengan benar.”

“Baguslah kalau begitu.”

Harrigan memberi Naga tatapan penuh arti dan dia mengangguk dalam balasan. Dia mengangguk kembali padanya dan dia berbalik menghadap Ais.

“Baiklah, ayo pergi, Ais.”

“Ya, Nee-sama. Aku pergi dulu.”

Ais mulai menarik gerobak menggunakan tali yang menempel di pinggangnya; Dia mengambil satu, lalu dua langkah maju. Begitu dia melakukannya, roda gerobak mulai bergemuruh. Apakah tali-tali itu membatasi gerakannya? Ais maju sambil membungkukkan badannya ke depan seolah membawa beban di punggungnya. Naga juga berjalan. Karena dia diberitahu untuk tidak mendorong gerobak, dia tidak membantu.

Tiba-tiba dia mendongak ke langit. Fajar telah tiba dan langit ditutupi awan redup dan kelabu, tapi sepertinya hujan belum mencul.

Saat dia melirik ke belakang, dia melihat Harrigan dan sisanya di belakangnya melambaikan tangan mereka saat berpamitan.

(Rasanya aku pernah melihat pemandangan ini sebelumnya.)

Naga melanjutkan perjalanannya sambil memikirkan ingatan samar ini. Akhirnya, siluet para penyihir menghilang di kejauhan.

Mereka terus menyusuri jalan beraspal kecil saat Ais bergerak dengan cepat sambil menarik gerobak yang berat. Naga di sisi lain, terus berjalan dengan tangan hampa. (Kita akan cukup cepat.) Tapi, jalannya segera berubah menjadi jalan setapak yang kasar. Itu hampir tidak cukup lebar untuk membiarkan gerobak berjalan melewatinya. Dari situ, sepertinya mereka tidak bisa mempertahankan kecepatan yang sama betapapun yang mereka inginkan. Belum lagi, apakah mereka mencoba sesuatu yang ceroboh, itu mungkin akan menjadi berbahaya. Tapi, begitu Ais mencapai awal jalan setapak kasar, tiba-tiba dia menyatakan,

“Kalau begitu, haruskah kita mencoba sedikit?”

“Apa?!”

Tanpa disadarinya, Naga berteriak.

“Kau berisik, tahu! Apa seharusnya aku memotong lidahmu?”

Yuuki menatapnya seolah Naga seekor kecoa.

“Nggak, nggak, aku bilang mustahil bergerak lebih cepat pada jalan semacama ini.”

Mengatakan itu, Naga menunjukkan jalan yang kasar dan tidak rata di depan mereka.

“Mungkin kau tidak bisa mengerti karena kau bodoh, tapi bukan mustahil. Bukan untukku dan Ais, tahu. Mungkin orang bodoh seperti dirimu sendiri tidak dimaksudkan untuk memahami hal-hal yang orang-orang dengan otak lakukan, tetap saja...”

“Berhentilah memanggilku bodoh berulang-ulang!”

Naga menyalak padanya, lalu mengalihkan tatapan ragu ke arah Ais.

“Apa artinya ini?”

Ais tersenyum kuat seperti biasanya dan menjawab.

“Dengan kata lain, kita sering dibantu oleh sihir Yuuki.”

Begitu mendengar bahwa Naga menatap Yuuki dengan penuh minat. Yuuki meludahkan,

“Bisakah kau berhenti menatapku dengan mata menjijikkan, najis, bejat, dan cabul? Kalau bisa, maukah kau segera dan menghilang dari dunia ini? Kapanpun kau dekat-dekat denganku, lingkungan mulai berbau seperti kompos busuk.”

“Bukankah kompos memang sudah busuk!?”

“Kalau begitu, biasanya kau lebih busuk.”

“Nggak!”

“Terserah, jangan melirik ke arah sini, itu membuatku mual dan merinding di sekujur tubuhku.”

“Ah, benarkah begitu? Lalu, aku sama sekali tidak melihatmu.”

‘Maaf’ – Begitu dia mengalihkan mukanya, Ais meminta maaf dengan mengangkat tangannya. Wajahnya yang tersenyum juga tampak agak tegang.

‘Jangan pedulikan, Jangan pedulikan’ – Naga melambai menggunakan tangan kanannya.

“Kalau begitu, aku akan mengandalkanmu, Yuuki.”

“Serahkan padaku.”

“Nonoeru, naik.”

Nonoeru mengangguk dan melompat ke gerobak.

“Naga-san juga, tolong naik.”

Dia melihat dengan curiga pada Ais tapi Yuuki memotong.

“Cepat! Karena jalan di depan dalam kondisi buruk dan curam, kekuatan kakimu takkan ada gunanya! Bukan berarti Ais yang melakukan ini karena dia mengkhawatirkan seseorang yang menyedihkan seperti dirimu. Dasar bodoh, memang bodoh! Bukankah sebaiknya kita meninggalkan orang bodoh seperti dia di belakang? Omong-omong, aku ingin melakukannya. Akan lebih baik baginya tersesat dan mati di pinggir jalan.”

Naga tampak sangat kesal tapi menekan kemarahannya seperti yang dimintanya oleh Harrigan dan Ais. Melihat Ais, dia mendesak Naga.

“Ya, tolong naik dengan cepat.”

Begitu dia melompat, Ais memberi peringatan.

“Sebaiknya pegang erat tali yang menempel pada boneka dan gerobak, paham?”

“Oi oi, apa dia serius berencana berlari sambil menarik gerobak berat ini di jalan sempit dan kasar begini?”

Naga menatap Ais dengan tajam dan jalan kecil yang kasar di depan mereka dengan mata setengah menunjukkan rasa ingin tahu dan setengah tak percaya.

Usai memastikan bahwa Nonoeru dan Naga naik ke gerobak dan memegangi tali, Ais menatap ke arah Yuuki dan mengangkat tangannya.

“Kalau begitu, tolong lakukan.”

Yuuki berdiri di belakang gerobak, memejamkan mata, dan berkonsentrasi sambil menggumamkan sesuatu.

Tak lama kemudian, angin mulai menerobos hutan. Naga mengerti langsung bukan hanya angin biasa yang datang dari segala penjuru dan mengelilingi gerobak.

Angin bertiup alami takkan bertindak seperti itu. Dengan kata lain, ini mungkin...sihir Yuuki.

Akhirnya, angin mulai mengitari gerobak yang menciptakan spiral. Daun yang jatuh dan cabang-cabang kering melayang bersama, tapi merasakan saat angin berhenti.

“Selesai, Ais.”

Mengatakan itu, Yuuki melompat ke gerobak. Karena dia duduk di seberang Naga di belakang boneka raksasa itu, mereka benar-benar tersembunyi. Entah bagaimana Naga mengingat perasaan kebencian dan jarak ini. Dia merasa bahwa dia bahkan bisa menghabiskan masa kecilnya tanpa cinta yang ditunjukkan kepadanya. Karena itulah, dia tidak keberatan ditunjukkan kebencian atau sikap dingin, tapi, dia tidak bisa mengatakan bahwa dia tidak merasakan apapun. Karena dibenci tidak menyenangkan, dan sangat menyakitkan untuk ditinggalkan. Untung ada Harrigan yang menerimanya dirinya apa adanya. Karena itu, rasanya tidak nyaman berada di antara para penyihir. Alih-alih itu, lebih menyenangkan untuk diakui. Selain dia, ada penyihir lain yang menganggap Naga dengan curiga; Tapi, mereka tidak mengungkapkan perasaan buruk padanya seperti Yuuki. Namun, dia memperhatikannya, atau lebih tepatnya; Dia terluka oleh kenyataan bahwa Yuuki sangat membencinya dengan penuh semangat.

(Tetap saja, dia sangat membenciku, dan mana mungkin aku menghiburnya. Mengatakan hal itu, aku lebih suka dia tidak terlalu benci.)

Saat Naga merenungkan hal itu, dia melirik Yuuki yang sosoknya tersembunyi di balik boneka, tubuhnya tiba-tiba tersentak saat gerobak bergerak. Naga meraih tali dengan erat.

Yang mengejutkan, gerobak itu melaju dengan kecepatan yang sama seperti sebelumnya. Sebaliknya, itu menjadi jauh lebih cepat. Yang juga mengejutkan Naga adalah perasaan bahwa perjalanannya menjadi lebih mulus. Di era ini, di mana penyangga tidak digunakan untuk kereta kuda atau gerobak, sensasi yang berasal dari berkuda di permukaan jalan yang tidak rata sangat buruk. Tapi jalan yang dibangun dengan baik, kereta kuda dan gerobak akan bergoyang ke segala arah dengan sedikit peningkatan kecepatan. Dalam kasus terburuk, poros akan rusak. Walau dunia ini mengikuti hukum fisika yang sama seperti di dunianya, rasanya gerobak itu benar-benar menyerap kejutan yang datang dari permukaan yang tidak rata. Naga bertanya-tanya seperti apa mekanisme melakukan ini. Tidak ada alasan bagi jalan menuju lebih baik. Tidak peduli bagaimana dia memandangnya, itu buruk seperti apa adanya. Permukaannya tidak rata dan ada kerikil kecil yang terjatuh di atasnya, bahkan akar pohon pun mencuat dari jalan. Meski begitu, gerobak itu tidak melonjak apalagi bergoyang.

Karena tidak tahan akan keingintahuannya, Naga memanggil penyihir di dekatnya.

“Hei kau. Ehh, apakah namamu No...apalah?”

Gadis itu duduk tegak dan tidak mencoba berlari atau bersembunyi.

“No-Nono-Nonoeru.”

“Nonononoeru?”

“S-salah. Nonoeru....”

“Ah, Nonoeru? Lalu, Nonoeru, ada sesuatu yang aku ingin kaukatakan padaku, tapi...”

“A-apa?”

Nonoeru memberi kesan takut, dan matanya yang tertuju pada Naga memandang sekeliling dengan gelisah sementara dia bergetar.

(Seperti yang bisa diduga, dia seperti tikus.) Kesan Naga semakin menguat.

“Bukankah perasaan mengendarai jauh lebih nyaman dibandingkan dengan sebelumnya? Gerobak tidak melompat atau bergetar walau kita mempercepat, atau begitulah rasanya. Kenapa begitu?”

Karena Nonoeru yakin dia bisa menjawab pertanyaan itu, dia menarik napas lega.

“Itu, kau tahu, itu karena Yuuki mengangkat dan mendukung bagian bawah gerobak dengan menggunakan angin yang terakumulasi.”

“Ha?”

“Bagaimanapun, dia pengguna angin.”

“Ehh....mengangkat dan mendukung.....maksudmu, seperti mengurangi bobot gerobak?”

“Kau bisa memahaminya seperti itu. Lela akan menggambarkan hal ini sebagai alat pengurang kejut yang digunakan untuk mengurangi berat badan dengan menyerap dampaknya. atau begitu, tapi...”

Sepertinya Naga tidak mengerti teorinya; Namun, indranya mengatakan kepadanya bahwa tidak masalah biarpun dia tidak mengerti. Dia adalah tipe orang yang akan menerima kenyataan di depan matanya karena tanpa terlalu memikirkannya. Biarpun dia menganggap orang lain luar biasa, secara naluriah dia akan memikirkan keadaan dan mengikuti arus. Namun, fakta itu sendiri adalah penyebab friksi antara dia dan lingkungannya. Meski tidak bisa mengingat ingatan sendiri, Naga bisa merasakannya secara naluriah.

(Entah bagaimana, rasanya aku hidup dalam situasi yang sama dengan para penyihir?)

Naga tersenyum sombong yang bisa membuat darah seseorang menjadi dingin. Melihat hal itu, Nonoeru membungkuk sedikit ke belakang dengan ketakutan.

“Tidak, aku sudah mengerti sepenuhnya. Trims”

Sambil menatap wajahnya kembali, senyuman mengerikan itu telah hilang. Sebagai gantinya senyum lembut menggantikannya.

(E, Eh? Mungkinkah aku salah tentang ungkapan tadi? Atau…)

Anggap saja Nonoeru salah, apakah ekspresi brutalnya itu sifat aslinya? Ataukah yang sopan sekarang? Tidak bisa tahu mana, Nonoeru menjadi bingung.

Sambil mengalihkan pandangan darinya, Naga melihat Ais menarik gerobak.

Apakah karena angin yang mendukung? Saat ia menarik gerobak, hembusan angin kecil dengan lembut akan membalik rok Ais yang memberi sedikit kilasan pada pantatnya. Pemandangan itu sangat menawan. Nonoeru melirik Naga, yang menatap pandangan itu dengan penuh semangat sambil tersenyum kotor, dan berpikir.

(Aku tidak tahu ekspresi mana karakter sejati orang ini, tapi setidaknya aku tahu dia orang mesum.)

Ais menarik tali sambil maju dengan tekun. Itu sudah merupakan kecepatan yang jauh melebihi berjalan. Walaupun mereka membungkuk ke kiri dan kanan, gerobak tidak akan menyimpang dari jalan bahkan satu kali pun. Kalau begini terus, mereka memang akan mencapai tujuan mereka dalam seperempat hari. Sambil menyaksikan bagian belakang Ais yang dengan sungguh-sungguh menarik, Naga merasakan rasa kagum muncul di hatinya untuknya. ........................ Dua setengah jam berlalu.

“Kita akan segera tiba.”

Nonoeru yang sedang menatap depan berbicara dengan Naga.

“Sudah? Daripada seperempat hari... bahkan tidak sampai 3 jam berlalu, kurasa.”

“Ya. Sepertinya kita datang hari ini sedikit lebih cepat dari biasanya.”

(Apa karena suasana hati Ais yang baik? Atau mungkin, karena sihir Yuuki membaik? Atau mungkin….)

Nonoeru melirik ke arah Naga.

(Aku tidak yakin apakah itu karena mereka tidak ingin terlihat oleh siapapun bahwa mereka melakukan yang terbaik atau karena...)

Pada saat itu ada jeritan dari bagian belakang gerobak.

“Ais! Lihatlah itu, lihat!!”

Sebelum ada yang memperhatikan, Yuuki yang sedang duduk di atas boneka itu menunjuk ke lereng di depan mereka. Ais membanting berhenti sehingga gerobak berhenti juga.

Naga memegang erat tali agar tidak terjatuh.

“Ada apa, Yuuki?”

Ais berbalik dan bertanya dengan tenang. Yuuki, di sisi lain, berdiri di atas boneka itu dan sangat tertekan.

“Asap! Ada asap hitam yang naik dari arah benteng!”

Ekspresi Ais berubah. Nonoeru tersentak dan terlihat juga. Naga juga menghadap ke arah yang ditunjukkan oleh Yuuki, sayangnya, dia tidak bisa melihat asap yang disebutkan di atas karena cabang pohon menghalangi pandangannya.

Ais melepaskan tali yang menghalangi tubuhnya dan melompat tinggi ke gerobak. Saat dia melompat, roknya terbalik dan menyorotkan pandangan bagus di depan mata Naga. Baik sudut dan dalamnya luar biasa.

(Tunggu dulu, ini bukan waktunya mengagumi!) Naga dan Nonoeru langsung bergegas menuju ke puncak.

Ais, yang mencapai puncak dengan sangat baik, melihat yang ditunjukkan Yuuki saat membayangi matanya.

Sulit untuk menjaga keseimbangan seseorang di atas batang boneka itu karena lekukannya yang kecil; Meskipun demikian, Naga mempertahankan pijakan dan segera meregangkan tubuhnya. Begitu dia melakukannya, dia melihat secercah asap muncul di langit biru di sela celah daun tebal dan pohon tinggi. Jelas bahwa asapnya bukan berasal dari masakan. Perasaan tak enak datang dari Naga.

“Mungkinkah benteng diserang?”

Dengan suara Ais, firasat Naga dikonfirmasi. Bisa saja benteng itu menyalakan sinyal asap karena kekuatan manusia menyerang sekali lagi, apa yang akan terjadi dengan Lela dan sisanya yang ditempatkan di sana?

Bayangan Lela dengan ekspresi singkat muncul dalam imajinasinya, dan cara berbicara unik gadis itu bergema dalam benaknya.

Naga mencengkeram sarung pedang pedangnya erat-erat di tangan kirinya saat dia menahan diri dari terburu-buru menuju benteng.

“K-Kalau itu benar...apa yang harus kita lakukan, Ais?”

Ais berpikir sejenak dan segera memutuskan.

“Jelas, kita akan membantu mereka!”

Atas pernyataan Ais yang percaya diri dan kuat, Naga kembali pada dirinya sendiri.

“Yuuki, terbang ke benteng di depan kita! Mungkin kau bisa terbang sejauh ini tanpa menghabiskan banyak kekuatan, bukan?”

“Ah ya. Bagaimana dengan Ais?”

Ais menatap Naga yang menjauhkan diri sedikit.

“Aku akan membawa Naga di punggungku saat berlari.”

Mendengar itu, dia membuka matanya karena syok.

“Sebaiknya kau meninggalkan pria ini.”

Yuuki mengembungkan pipinya dengan tak senang.

“Kita tidak punya waktu untuk ini, Yuuki! Pergi sekarang!”

“M-Maaf.”

Yuuki melompat dari atas boneka itu dan membungkukkan badannya.

Naga mencondongkan tubuh ke depan untuk memeriksa apa yang ingin dilakukannya. Saat melakukan itu, Yuuki mengeluarkan sesuatu dari sudut gerobak.

Rasanya tipis dan terbungkus kain. Itu sekitar satu kaki lebarnya dan hampir setinggi Yuuki sendiri. Dia melepaskan kain itu dan melemparkannya ke atas gerobak. Dari perspektif Naga, itu memiliki bentuk papan. Meski begitu, berbeda dengan yang sederhana. Papan memiliki tubuh lebar yang lentur dan tipis saat terus sampai ke kepalanya. Ujungnya terasa tajam. Bahkan ekornya sedikit melengkung dan menipis, ekornya mengembang karena mempertahankan lilitan aslinya. Dari sisi papan dan ekornya, ada tonjolan seperti sirip ikan yang mencuat dari sana.

Begitu dia meletakkan kedua kakinya di papan dan menyesuaikan tubuhnya, Yuuki mengangkat tangannya ke arah Ais yang berdiri di atas boneka sambil mengawasi.

“Aku pergi dulu, Ais.”

“Yuuki, begitu kau memastikan keamanan Lela dan sisanya, cobalah mengulur mereka waktu untuk melarikan diri!”

“Tidak apa-apa kalau membunuh manusia, kan?”

“Aku tidak peduli, tapi pertama-tama pastikan keamanan teman-temanmu!”

“Mengerti.”

Sambil meletakkan tangannya, papan di mana Yuuki naik dengan lembut. Sepertinya angin menari mengelilingi Yuuki sambil membungkus tubuhnya dan mengangkatnya. Papan mulai bergerak perlahan.

(Begitu ya, jadi inilah sihir yang mengendalikan angin?)

Sementara Naga mengerang kecil di dalam hatinya dan melihat dari atas boneka di nampan, papan tempat dia naik tiba-tiba terangkat dan langsung berhenti di udara. Papan melayang lebih tinggi dari Ais dan Naga.

“Kalau begitu, aku akan pergi!”

“Aku mengandalkanmu, Yuuki!”

Papan yang berhenti di udara, melesat ke depan.

Naga melihat Yuuki dengan wajah tercengang saat dia tumbuh lebih kecil dan lebih kecil. Seakan mengendarai kuda, dia melayang-layang di udara dan menyusup melalui sela-sela pepohonan. Memegang tangan kiri dan kanannya, dia mengayunkan tubuhnya berulang kali sambil mencapai keseimbangan sempurna.

Sosoknya lenyap dalam sekejap mata.

Naga01 207.jpg

“Berikanlah aku Berkah Kekuatan-mu, Berkah Bumi-mu, yang memberi aku dukunganmu, berikanlah aku Kekuatan Dewi”

Sepertinya gelombang panas meledak dari tubuh Ais saat dia merapal. Aura yang luar biasa meledak sampai Naga yang berdiri di dekatnya hampir terhuyung-huyung.

Begitu Ais selesai merapal, panas yang bergelombang mereda.

“Baiklah, kita juga harus mempercepat diri kita sendiri. Naga-san tolong naik punggungku.”

Sambil meringkuk, dia memberikan punggungnya ke Naga.

“A....Apa itu tadi?”

“Maksudmu itu? Itu sihirku. Aku meningkatkan tubuhku dengan menggunakan itu.”

Naga bertanya-tanya apakah kekuatan Ais meningkat dan penampilannya tidak berubah. Karena dia ragu-ragu tentang apa yang harus dilakukan, Ais menoleh untuk menatapnya.

“Aku ingin segera pergi. Kalau kau terus ragu, aku akan menjatuhkanmu dan menyeretmu sepanjang jalan...apa kau baik-baik saja dengan itu?”

Wajahnya ceria seperti biasa, tapi Naga bisa melihat pembuluh darahnya berdenyut karena jengkel pada dahinya. Itu sangat menakutkan. Tanpa berpikir kembali, Naga melompat ke belakang. Sambil meraih kedua pahanya dengan kuat, Ais mengangkatnya dengan mudah saat dia tidak menimbang apa-apa. Karena itu, Naga memasukkan kekuatannya ke kedua lengannya dan bertahan dengan segenap kekuatannya.

“Aku senang bahwa...kau memutuskan untuk berpegang kuat dengan aman, tapi aku merasa ada masalah di sini.”

“Ha?”

“Naga-san, tanganmu, tanganmu.”

Nonoeru menusuknya dan menunjuk, akhirnya Naga sadar. Karena dia melompat tergesa-gesa, dia tidak menyadari bahwa kedua tangan itu dimasukkan melalui ketiaknya. Dengan kata lain, saat dia menyilangkan lengannya dengan kekuatan penuh, dia dengan kuat dan luar biasa meraba payudara Ais yang menggairahkan.

“Uhmm, maaf soal itu. O-omong-omong, aku tidak melakukan ini dengan sengaja, kau tahu?”

Untuk saat ini, Naga membuat alasan.

“I-Itu sebabnya aku menyuruhmu untuk tidak memegang begitu kuat seperti itu.”

Ais bergeliat saat wajahnya memerah dalam-dalam. Karena dia bergeliat, Naga harus mencengkeram lebih kuat lagi agar tidak terjatuh. Dan hasilnya adalah...

“T-Tunggu, tidak ada gunanya, tidak bagus.”

Tubuh Ais makin memutar dan menggeliat. Naga menikmati reaksi lucu ini dan mulai meraba-raba sedikit dengan tangannya.

“Naga-san, kau melakukan ini dengan sengaja, kan?”

Nonoeru berbicara dengan nada dingin. Mendengar itu, ia langsung menghentikan tangannya.

“Tidak, sama sekali tidak. Semakin aku bingung dan keadaan mentalku yang tidak stabil menyebabkan kesalahan seperti itu.”

(Sudah bisa diduga, orang ini sengaja melakukannya)

Nonoeru terlihat sangat terperangah,

Naga melepaskan tangannya yang telah meraba-raba Ais dan menariknya dari ketiaknya dengan keengganan yang jelas. Kemudian, dia memindahkannya ke bahunya dan sekali lagi memeluknya erat-erat di lehernya.

“Mungkin lebih baik seperti ini.”

“Ah mou... Bahkan pada saat seperti ini”

Squueeezze – Ais mencubit bagian depan tangan kanannya dengan keras.

“Ow ow ow!”

Naga tiba-tiba merasakan dorongan kuat tiba-tiba untuk melompat, tapi karena tangan kanannya terjepit dan paha kirinya digenggam, dia tidak bisa bergerak.

“Kalau kau melakukan itu lagi, aku akan mematahkan pergelangan tanganmu. Bukan, mungkin aku harus menghancurkan apa yang ada di antara kedua kakimu?”

“M...Mengerti, mengerti. Lebih penting lagi, ini situasi yang mendesak, jadi mari kita pergi, oke?”

Berbalik, Ais melotot tajam ke wajahnya di balik bahunya.

“Seandainya kau tidak melakukan sesuatu yang aneh, kita pasti sudah berlari.”

(Ini pertama kalinya aku melihat wajahnya tanpa senyum. Entah bagaimana ekspresi cemberut ini cukup lucu)

Berpikir begitu, Naga terasa agak senang. Di sisi lain, Ais membalas wajahnya dengan ketidakpuasan dan berkata terus terang.

“Aku akan berlari dengan kecepatan penuh. Aku tidak peduli kalau kau jatuh, jadi berpeganglah, mengerti?”

“Aku akan memegang erat-erat, jadi kau tidak usah khawatir.”

Naga menaruh kekuatannya ke dalam pelukannya dengan segenap kekuatannya saat Ais mengangkatnya dengan mudah.

“Karena ada jalan pintas, aku akan langsung melewati hutan. Nonoeru, kau juga harus cepat-cepat.”

Setelah mengatakan itu, dia berlari cepat.

“UUWWAAA Apa ini!?”

Naga menjerit kaget melihat kecepatan Ais yang luar biasa. Nonoeru yang menyusul dengan cepat lenyap dari penglihatannya.

Pepohonan itu berkedip-kedip dengan kecepatan yang mengerikan. Begitu pikirnya, pepohonan telah lewat. Sangat mungkin kecepatan lari Ais jauh lebih cepat daripada kuda.

Melihat sebuah cabang tebal yang membentang dari pohon besar, Naga berteriak.

“Cabang, cabang, cabang!”

Namun Ais bahkan tidak berusaha menghindarinya, sebaliknya dia mencondongkan tubuh sedikit ke depan dan langsung terjun ke dalamnya.

“Kita akan memukulnya! Kita akan memukulnya!”

Naga menjadi bingung sampai-sampai ingin menghentikannya dengan cengkeraman. Walau dengan perjuangannya, Ais berhasil menembus cabang tebal dengan kepalanya tanpa melambat sama sekali. Siapa sangka dia akan mematah cabang pohon yang tebal itu dengan kepala dan berlari seperti itu.

Naga dipenuhi dengan kekaguman dan keheranan.

Naga merasakan sebuah kejutan kecil yang datang dari punggung Ais, karena ada sesuatu yang tidak menyenangkan, atau tepatnya, orang-orang yang tidak menyenangkan muncul di bidang penglihatannya. Sosok beberapa tentara musuh bergerak seakan berpatroli di benteng.

“Lepaskan aku Ais, itu musuh.”

Setelah bahunya diketuk olehnya, Ais melepaskan paha Naga dari cengkeramannya. Naga melompat dari punggungnya dan menilai situasi saat ini. Ada sebanyak sepuluh musuh yang bergerak di sekitar hutan ini. Sepertinya mereka tidak bertarung, jadi mungkinkah mereka pengintai? Atau mungkin, pasukan musuh mencoba mengepung benteng?

Apapun itu, tidak mungkin Naga membiarkan mereka pergi setelah menemukannya.

“Ais, ayo bertarung.”

Ais menegakkan diri tanpa menyadarinya dengan suara Naga yang tak terduga.

“Ah ya.”

“Kita akan meluncurkan serangan mendadak. Angkat batu-batu itu.”

“Ya?”

“Lemparkan batu itu. Dengan kekuatan mengerikan dirimu, seharusnya gampang mencapai musuh.”

“Tentu, aku yang sekarang memiliki tubuh yang lebih baik, tapi sampai memanggilku mengerikan, itu sedikit....”

“Jangan pedulikan, lakukan saja. Teman-teman kita di benteng mungkin dalam bahaya.”

Karena diberitahu, Ais buru-buru mengambil batu di kakinya.

“Walaupun kau meleset, itu tidak masalah. Lemparkan saja ke arah musuh. Aku akan menggunakan saat itu untuk mendekati mereka begitu mereka terganggu oleh lemparanmu.”

“Apa kau baik-baik saja?”

“Kalau aku mengejutkan mereka, seharusnya aku bisa mengaturnya dengan baik.”

Dia menarik pedangnya dari sarung.

“Aku akan mendekati mereka secara rahasia. Saat aku cukup dekat, mulailah melempar batu.”

“Mengerti.”

Naga bergerak di antara bayang-bayang pohon sambil menyembunyikan tubuhnya. Saat mata musuh terfokus ke benteng, sepertinya dia bisa mendekat tanpa disadari. Saat ia mendekati setengah jarak dengan musuh, sesuatu melintas di udara saat melewati sisi kiri Naga.

(Apa Ais melempar batu?)

Dia membuka matanya lebar-lebar dan fokus di bagian depan, batu terbang menabrak batang pohon di dekat sejumlah tentara yang berkumpul, dan menghasilkan suara benturan yang tajam. Para tentara melompat kaget. Naga yang menyembunyikan dirinya di antara pepohonan itu juga mengerti. Begitu dia berbalik, sosok Ais keluar dari tempat bayangan pohon dan memegang bebatuan tinggi-tinggi saat lemparan terlihat. Batu lain terbang dan menembus udara. Ledakan kali ini sangat bagus ditujukan pada satu tentara saat terkena dadanya dan terhempas mundur, membuat tentara itu pingsan.

(Itu kekuatan sungguhan)

Naga merasa tercengang dan bahkan lebih menghormatinya, bagaimanapun, dia tidak bisa tetap berdiri seperti itu. Para tentara mulai ribut saat mereka memastikan kehadiran Ais.

Satu, dua di antara mereka menarik pedang mereka dan berlari mendekatinya, masih ada orang-orang yang jatuh ke tanah saat mereka menyadari apa yang sedang terjadi. Ais melemparkan batu pada tentara yang mendekatinya.

“*Kesakitan*”

Sekali lagi, satu tentara lagi terhempas saat dia tertabrak batu. Beberapa batu yang terjatuh tenggelam ke tanah menciptakan awan debu, dan beberapa lainnya jatuh pada batang pohon. Para tentara yang menyaksikan kekuatannya yang luar biasa menyadari bahwa mereka tidak bisa lari ke arahnya saat menampakkan diri mereka sendiri. Mereka melambat dan mengubah rencananya dengan mencoba bersembunyi di balik batang pohon

Ketika sampai pada hal ini, hanya tindakan alami untuk formasi mereka berantakan. Saat itulah Naga menyerang. Dia menyerang tentara yang paling dekat dengannya, dia menusukkan ujung pedangnya langsung melalui celah di armor mereka, melalui leher mereka. Mereka adalah orang-orang yang tewas seketika. Para tentara tewas di tempat tanpa suara. Orang-orang yang terpaku pada Ais terus mengalihkan perhatiannya belum sadar akan serangan Naga. Mendekati tentara lain di dekatnya, Naga menusuk pedangnya langsung melalui perut lawannya. Sudah bisa diduga, tentara itu berteriak kesakitan yang tidak luput dari perhatian rekan-rekannya. Namun, karena mereka berserakan karena Ais melempar batu, mereka tidak bisa mengelilinginya.

Naga bergerak dengan cepat sambil menutup celah di antara musuh-musuh. Dia terus menebas satu demi satu. Para tentara tidak setara dengannya saat melakukan pertarungan satu lawan satu. Lalu, Naga mulai mendorong alih-alih menebas. Setiap kali menebas, pedang menjadi kusam karena darah dan lemak menempel pada pedannya. Ada juga rasa takut pada pedang yang membungkus jika terjadi kontak dengan tulang. Dalam kasus terburuk, seluruh pedang bisa retak. Selama huru-hara medan perang, ini lebih efisien untuk disodorkan jika memotong kepala. Dalam hitungan detik, Naga membunuh 4 orang. Di antara 5 yang tersisa yang menghampiri dirinya, salah satu dari mereka dijatuhkan oleh batu Ais. Dengan itu, tersisa 4 saja.

Agar tidak dikepung, Naga bergerak dengan cerdas sambil menghancurkan tentara secara terpisah. Tusuk, tusuk, tusuk, dia terus membunuh.

Setelah mengejar yang terakhir yang mencoba melarikan diri, Naga menusuknya sedikit di atas perutnya dari belakang. Armor yang sebagian besar tentara kenakan itu tipis, dan tidak sepenuhnya menutupi tubuh mereka. Bagi Naga, tidak sulit menemukan celah antara armor dan helm mereka. Namun, bagi Ais, ia tampak seperti seorang profesional. Keahlian pedang Naga sangat mengesankan, bukan itu saja, tingkat keakraban dan cara dia bertarung dengan pedangnya tampak dia hidup dan menghirupnya pada Ais.

Terlebih lagi, fakta bahwa Naga berjalan berkeliling dan menghabisi musuh-musuh yang dijatuhkan oleh Ais mendukung kesannya tentang dia.

Mula-mula, dia pikir tidak perlu berlebihan begitu, tapi, dengan cepat dia memutuskan. Meninggalkan tentara yang pingsan hanya akan menimbulkan penderitaan mereka. Meskipun begitu, bisa memberikan serangan terakhir dengan tenang ke musuh yang tidak sadar bukanlah sesuatu yang bisa dilakukan orang dengan santai. Ais merasa bahwa sosok Naga dalam pertempuran bisa menjadi sifat aslinya. Mengangkat pedangnya yang berkilau karena darah, Naga mendekat.

“Kau melakukan kerja bagus, Ais. Aku berhasil diselamatkan olehmu.”

“Ah, tidak, itu bukan sesuatu yang besar.”

“Tidak, bantuanmu sangat penting. Ini adalah pertama kalinya aku menyaksikan kekuatan melempar. Atau begitulah, rasanya begitu.”

“B-Begitukah?”

“Kekuatan lenganmu fantastis. Bukan hanya lenganmu, tapi juga kakimu kuat. Alih-alih mengatakan kekuatanmu sangat mengerikan, ini amat mengerikan. Kau memang luar biasa.”

Walaupun Ais tahu bahwa Naga memuji dirinya, bagaimanapun, dia tidak puas dengan cara Naga mengatakannya dan dia tidak merasa senang. Pada saat itu, akhirnya Nonoeru pun tiba.

Ketika sampai pada kemajuan menuju benteng yang dikuasai musuh, jauh lebih baik untuk maju sebagai sebuah kelompok. Dengan itu, mereka semakin dekat ke benteng sambil menyembunyikan diri di antara pepohonan. Begitu sampai di antara hutan dan lapangan terbuka, mereka mengintip situasi ini. Tampaknya benteng itu sendiri tidak terbakar; Meskipun begitu, menara pengawas yang terletak di salah satu sudutnya terbakar. Lalu, tentara musuh yang telah menempati posisi di dekat hutan, mengelilingi benteng dan melepaskan hujan panah. Tanpa membidik benteng, mereka terus menembak di langit. Naga yang bertanya-tanya sendiri apa yang mereka targetkan mendongak ke arah panah terbang, dan melihat papan Yuuki mengapung di sana. Dia mencoba melancarkan serangan terhadap musuh dari langit. Angin berkobar dari langit, dan setiap kali melakukan hal itu, jeritan terangkat saat musuh meledak. Paling banyak 1-2 tentara akan dijatuhkan dengan serangan keras. Di sisi lain, sekitar 20 tentara membidik Yuuki dengan anak panah mereka.

“Oi, Ais, bukankah gadis itu terbang terlalu rendah? Kalau begini, dia mungkin akan menjadi korban panah-panah itu.”

“Kalau dia melayang terlalu tinggi di atas tanah, sihirnya tidak akan sampai ke musuh. Biarpun serangannya terjadi secara kebetulan, takkan ada cukup kekuatan penghancur. Itu sebabnya, dia meluncurkan serangannya dari posisi itu.”

“Begitu? Biarpun itu benar, itu sedikit...”

Yuuki benar-benar terganggu oleh kebutuhan konstan untuk menghindari panah. Meskipun dia perlu tetap berada di posisi itu, terus-menerus menghindari sambil juga melakukan serangan dari ketinggian rendah jelas merupakan situasi yang tidak dapat dipertahankan.

Seperti yang dipikirkan Naga, papan Yuuki mulai bergetar hebat.

“Ahh!”

Naga menyentakkan kepalanya ke arah jeritan Ais yang teredam; Papan Yuuki sepertinya telah menerima beberapa serangan.

(Apa sirkuit sihirnya akan terhalang oleh panah tajam seperti boneka kayu?)

Seolah-olah dalam konfirmasi, papan Yuuki bergoyang tak stabil dan mulai turun!

“Ini gawat!! Kalau begini terus, dia akan jatuh!!” – Ais menjerit. Naga langsung beraksi. Dia melompat ke lapangan terbuka dan berteriak.

“Yuuki, sebelah sini! Mendarat di sebelah sini!”

Mata Yuuki melotot mendengar suara gemuruh kerasnya. Suaranya langsung menarik perhatian Yuuki, tapi juga musuh sekitarnya.

“Ada seseorang di sana!”

“Mungkinkah sekutu penyihir?”

“Jangan mendekat!”

Para tentara berteriak dan mengangkat busur mereka.

“Nonoeru!”

Ais langsung berteriak.

Nonoeru meraih sebuah termos dari pinggangnya, menarik gabus itu, dan melemparkan air ke udara.

“Air, oh Air jadilah perisai di hadapanku!”

Saat dia mengucapkan mantra itu, selaput air muncul di udara di atas Naga untuk menutupi dirinya. Namun, beberapa panah terbang lebih cepat daripada pertahanan yang bisa terbentuk.

(Aku tidak akan berhasil tepat waktu!) – Ais tampak putus asa, tapi dengan tenangnya Naga memukul anak panah itu satu demi satu.

(Menakjubkan!)

Pikiran itu melintas di benak Ais dan Nonoeru.

Baik Ais maupun Nonoeru membuka mata mereka lebar-lebar.

Bagi mereka, itu tampak seperti keajaiban, tapi bagi Naga, menjatuhkan panah terbang sebenarnya tidak sesulit itu. Ini adalah prestasi yang bisa dilakukan karena memiliki indra yang bagus dan menjalani sedikit latihan.

Walau Naga kehilangan ingatannya, dia tidak bisa melupakan keterampilan yang didapat melalui latihannya.

Namun, Naga pun tidak memprediksi hasil ini.

Setelah memanggil Yuuki dan menjatuhkan panah, dia bermaksud menyembunyikan dirinya di bawah bayangan pepohonan.

Sebelum dia sempat bereaksi, dia menyadari bahwa lapisan tipis air sudah mulai melayang di depannya.

(Apa ini….Mungkinkah sihir gadis itu?!)

Sekilas melihat sekelilingnya, ada Nonoeru yang condong ke depan dari bayangan pohon, dan berulang kali melambaikan tangannya dengan cara tertentu.

Membran air menghalangi beberapa panah berikutnya yang terbang menuju Naga.

Mereka menusuk hanya setengah jalan sebelum berhenti tertahan di air seperti tertangkap dalam jaring laba-laba.

“Betapa hal yang misterius. Tetap saja, benda yang disebut sihir ini sungguh luar biasa.”

Saat itu, Ais mulai melempar serangan sekali lagi.

Beberapa tentara roboh setelah dipukul.

Biarpun lemparannya tidak sesuai target, awan debu yang disebabkan oleh batu-batu yang jatuh ke pohon atau ke tanah membuat musuh kehilangan ketenangan saat menembak. Setelah menyaksikan kekuatan dan daya tahannya yang tak terduga, tentara mulai terdesak dalam kebingungan.

Menganggap bahwa tidak diperlu bersembunyi lagi, Naga berteriak sekali lagi pada Yuuki yang gayah di papannya saat turun.

“Sebelah sini, sini!”

Nonoeru menciptakan satu lapisan air lagi untuk melindungi tubuh Yuuki.

Papan terus menurun turun tepat di atas kepala Naga, tapi tiba-tiba miring dan membuat Yuuki lepas sana.

Naga berlari tanpa berpikir sementara Nonoeru buru-buru menggeser posisi air.

Tangan Naga terulur saat ia berlari untuk menangkap tubuh Yuuki.

“Gyaa! Apa yang kaulakukan, lepaskan aku, lepaskan aku, lepaskan akuuuuuu!”

Yuki jatuh ke dalam pelukannya dan kemudian mulai memukul dadanya sambil menjerit dengan wajah putus asa dan marah.

“A-Aku mengerti, jadi jangan memukulku. OwOwOw.”

Yuuki mendorong menjauh dari Naga saat Naga meletakkannya dan berdiri di tanah.

“Ah, papanku!”

Yuuki mencoba lari dan mengambil papannya, tapi Naga menghentikannya dengan meraih pergelangan tangannya.

“A-apa yang kaulakukan? Kalau aku tidak mengambilnya....”

“Aku akan melakukannya, jadi bersembunyilah di antara pepohonan.”

“T-Tapi.”

“Cepat lakukan!”

Yuuki ragu sedikit kemudian mematuhi perintah Naga yang kuat.

Nonoeru yang melihat Naga berlari ke arah papan menyesuaikan selaput air dan memindahkannya ke depannya, di atas kepalanya.

Sambil mengangkat papan, Naga berlari kembali.

“Semuanya, tolong bersembunyi!”

Dengan teriakan Nonoeru, Ais segera menghentikan pelemparannya dan berlindung di bayangan pohon.

Naga tidak mengerti maksudnya, tapi dia masih mengerti bahwa dia punya semacam rencana, dan terjun ke hutan, di antara pepohonan.

“Oh air, naik, oh air, naik. Jadilah tombak, bunuh musuh, tembus mereka. Serangan Tombak Air”

Saat dia melihat tangannya memberi isyarat dengan aneh, perisai air bergoyang-goyang di udara dan mulai terbelah. Sejumlah kecil bola air melayang di udara dan mulai tumbuh lebih kurus dan lebih lama.

“Air, tembuslah!”

Tombak air meledak ke depan.

Para tentara yang telah menembaki Yuuki dan Naga tidak punya waktu untuk dihindarinya dan segera tertusuk.

Bahkan orang-orang yang bersembunyi di balik pepohonan untuk menghindar itu tertusuk dan semuanya. Hampir 20 musuh langsung dikurangi menjadi 10 dan tidak dapat terus berjuang. Mereka segera berbalik dan lari.

“Oh, bukankah ini hebat? Kalian memang mantap. Aku dipenuhi dengan rasa takjub.”

Dengan kekuatan hebat Nonoeru, secara tidak sengaja Naga menggumamkan kekagumannya.

“Kurasa sekarang bukan saat untuk kaget dan kagum. Oi, bagaimana situasi di dalam benteng?”

‘Hmph’ – Yuuki mengabaikannya dengan tegas.

“Yuuki!”

Mendengar desakan marah Ais, bahunya gemetar.

“Pertama, laporkan situasinya, dan setelah itu, beri dia ucapan terima kasihmu.”

“Kenapa aku harus…..”

Yuuki yang wajahnya menjadi merah dan biru mencari pertengkaran, tapi akhirnya dia memutuskan.

“G...... Garda depan manusia sepertinya telah mengepung benteng. Mereka mungkin membuat menara pengawas terbakar dengan menembaknya dengan panah api.”

“Berapa banyak tentara yang ada di sekitar sini?”

Yuuki melotot pada Naga. Meski begitu, dia menjawabnya dengan jujur.

“Di lereng ada sekitar 50 orang, sedangkan di bawah lereng, dua kali lebih banyak, uhmm, atau mungkin ada tiga kali lipat angka itu.”

Anggap saja perkiraan ini akurat, mereka bisa memperkirakan akan ada sebanyak 200 sampai 300.

“Bagaimana dengan Lela dan sisanya?”

“Mereka aman menurutku. Paling tidak, mereka aman dan sehat saat aku tiba.”

“Kurasa sebaiknya kita cepat-cepat bergabung dengan mereka. Hanya ada mereka bertugi. kan? Dalam hal ini, mereka tidak akan bisa tahan lama. Beruntunglah, musuh-musuh di dekatnya telah melarikan diri, jadi sebaiknya mereka membuka gerbang untuk kita. Ah, tapi apakah mereka bisa mendengar kita dari dalam? Terlebih lagi, aku tidak tahu apakah kita punya waktu untuk memanggil mereka...”

Saat Naga merenung, Ais bertanya.

“Bukankah lebih baik bergabung dengan mereka secepat mungkin?”

“Ya, biarpun itu berarti kita meninggalkan benteng tanpa melindunginya, kita harus bertemu dengan mereka.”

“Begitu? Lalu, ayo kita serbu.”

“Ah? Dengan menyerbu maksudmu....”

Sebelum Naga bisa menyelesaikan kalimatnya, Ais segera berlari.

“O-Oi, apa yang ingin kaulakukan, Ais?”

“Aku akan memukul pagar benteng. Ikuti aku!”

“Apa, eehh?”

“Dengan kekuatan tambahan Ais, dia akan baik-baik saja. Naga-san, ayo kita pergi.”

“Ah, kaupikir begitu? Oh, benar juga.”

Nonoeru berlari.

“Jangan mengendur!”

Ucap Yuuki saat mengikutinya sambil memegang papannya.

Naga juga mengejar mereka dengan tergesa-gesa.

Ais menabrak benteng tanpa melambat. Begitu sampai di dekat pagar, dia melompat ke udara dan berseru tajam.

Ais melepaskan 2 tendangan ganas dengan kaki kanan dan kirinya, dia memecahkan beberapa batang kayu yang digerakkan dari dalam.

(Kekuatan konyol apa-apaan itu. Dia memang pelantak tubruk manusia)

Naga merasa heran, kaget, dan kagum saat ia terus berlari.

Seperti itu, Ais berlari ke benteng.

Setelah dekat di belakang, Nonoeru dan Yuuki menyelinap melalui bagian-bagian yang rusak.

Naga, di sisi lain, menekuk tubuhnya dan menyelinap masuk

Segera setelah mereka bergegas memasuki benteng, Lela, Selena, dan Kay terlihat berlari ke arah mereka.

“Ais, Yuuki, Nonoeru, Naga-sa-n!”

Lela yang jarang mengubah ekspresinya pun kini lega. Fakta itu saja berarti situasinya mungkin berbahaya. Lela menarik napas lega saat dia berkata.

“Ketika aku mendengar tabrakan besar itu, kupikir tentara manusia telah hancur.”

“Syukurlah, kalian bertiga selamat.”

Ais tersenyum puas dan merentangkan tangannya.

Penyihir bernama Kay melompat ke dadanya dan memeluk leher Ais. Sambil menenangkan napasnya yang berantakan, Kay mendesah lega.

“*Sigh*, aku berpikir sejenak bahwa kami telah berakhir...”

“Akan ada waktu untuk merayakannya nanti. Bagaimana situasinya?”

Atas nasehat dan perintah Naga, semua orang memusatkan perhatian padanya.

Naga yang telah dilemparkan ke dunia yang berbeda biasanya akan mengeluarkan aura yang aneh dan menyenangkan, bagaimanapun, sikap santai itu tidak terlihat saat ini. Dia menatap Lela dengan ekspresi serius.

“Ah...y-a.”

Melihat lereng di belakangnya, dia mengucapkan.

“Musuh melakukan serangan sesaat la-lu. Pelopor itu memiliki sekitar 200 orang memanjat le-reng, mereka terus maju lebih jauh setelah mereka menyadari bahwa kami tidak mencampuri urusan mereka. Sebagian pasukan mereka naik dan ditempatkan di hutan setelah memastikan tidak ada perlawanan di sini. Di sekeliling benteng, musuh mulai menembak panah, dan pada saat bersamaan, sebuah serangan yang terdiri dari panah api datang dari sisi lereng. Dengan itu, menara pengawas terbakar sesaat. Sekarang, aku mencoba untuk mengusir serangan mereka dengan menggunakan bola api dari jimatku, tapi karena tidak bisa mencapai musuh di hutan, aku bermasa-lah.”

“Astaga. Seandainya kita datang nanti, itu pasti berbahaya.”

Ais mendesah lega.

“Kami segera melepaskan seekor merpati utusan setelah melihat pasukan manusia, tapi kau tidak datang karena it-u?”

“Benar. Kami berangkat lebih awal dari desa, dan saat kami mengangkut boneka, kami melihat asap naik. Saat itulah kami berlari.”

“Jadi begi-tu? Syukurlah, kami beruntu-ng.”

“Bagus, sekarang mari kita melarikan diri.” Kata Naga dengan datar.

“Ehh?”, Ais kembali bersandar.

“Tidak... tapi, kau menyuruh kami untuk meninggalkan—”

“Dengan situasi saat ini, tidak mungkin kita melindungi tempat ini sampai akhir hayat.”

“Tapi…”

Bukan hanya Ais tapi juga penyihir lainnya mengembungkan pipinya dan mengerutkan kening dengan tidak puas.

Yuuki, di sisi lain, mulai memaki Naga secara lisan.

“Jenis hal bodoh dan tidak bertanggung jawab apa yang kaukatakan? Sudah bisa diduga, kau adalah seorang mata-mata Kerajaan Cassandra, bukan?”

“Tenang. Biarpun kita membuang tempat ini, seharusnya baik-baik saja selama kita merebutnya kembali.”

“Apa yang kaubicarakan?! Begitu benteng ditempati oleh manusia, tidak mungkin kita merebut kembali?”

“Tidak apa-apa, aku punya rencana. Aku ingin mengumpulkan musuh di satu tempat. Kalau kita berhasil melakukannya, kita akan bisa mengusirnya.”

Naga mengatakan ini dengan penuh percaya diri, membungkam para penyihir.

Para penyihir saling melirik,

(Kalau begini terus, kita hanya bisa bertaruh pada Naga-san....kukira.)

Ais berpikir dan memutuskan keputusannya.

“Mengerti. Ayo serahkan ini pada Naga-san.”

“Tunggu dulu, Ais, apa kau yakin tidak masalah? Haruskah kita benar-benar mempercayai pria ini?”

“Kalaupun tidak, kita tidak akan bisa mempertahankan tempat ini. Kalau kita berlebihan mungkin ada korban jiwa. Dalam kasus ini, lebih bijaksana meninggalkan benteng ini dan merebutnya kembali nanti.”

“Tapi dia mungkin saja akan menyemburkan udara panas.”

“Oh, itu mengingatkanku pada Yuuki.”

“A-apa?”

“Kau masih belum mengucapkan terima kasih kepada Naga-san karena telah menyelamatkanmu, bukan?”

“Uuu......”

Ais yang telah membungkam Yuuki secara efektif lalu bertanya,

“Jadi apa yang harus kita lakukan?”

Naga mencondongkan tubuh tajam ke depan.

“Aku ingin Lela dan Yuuki melakukan sesuatu. Khususnya, aku ingin ini...”

Dia menjelaskan rencananya kepada para penyihir di sekitarnya.

Sambil terengah-engah, para penyihir ternganga saat mendengarkan strategi Naga.

Setelah menyelesaikan penjelasannya, Naga memandang berkeliling ke wajah mereka dan bertanya.

“Bisakah kau melakukannya?”

Lela menarik napas dalam-dalam dan berbicara dengan agak jengkel.

“Andalkan ak-u.”

Tapi, Yuuki mengalihkan mukanya.

Naga menghela napas.

“Kita hanya bisa melakukan ini karena Yuuki bisa terbang di papannya.”

Saat dia mendengarnya mengatakan itu, dia menggerutu.

“Baiklah, aku bisa melakukannya, tapi...beberapa panah menerobos papanku dan merusak sirkuit sihir. Tetap saja, aku masih bisa membuatnya terbang seperti sebelumnya, lalu aku mengambil anak panah.”

“Begitu? Lalu, bagus sekali.”

Naga mengalihkan tatapannya dan berseru.

“Untuk saat ini, kita akan membuang benteng ini dan memasuki hutan. Saat musuh berbaris menuju benteng, kita akan memulai serangan balasan. Sampai saat itu, mari kita siap-siap di dalam hutan.”

“Mengerti. Baiklah, ayo pergi, teman-teman.”

Ais berlari keluar setelah mendesak semuanya.

Nonoeru, Yuuki, Lela, Selena dan Kay mengikutinya sementara Naga mengambil bagian belakang.

Mereka bertujuh menyelinap keluar melalui tempat yang rusak, dan berlari ke hutan.


“Kapten Raibaha, utusannya sudah tiba.”

“Bawa dia masuk.”

Kapten, bernama Raibaha, adalah pemimpin serangan terhadap benteng penyihir. Dia membiarkan pembawa pesan ke kamp utama.

Kamp utama terletak di dalam semak belukar, tidak jauh dari lereng yang mengarah ke dataran tinggi. Alasannya terletak di sini adalah karena tutupan pohon akan menghalangi usaha untuk menggunakan boneka raksasa tersebut terhadap mereka.

Kekuatan menyerang yang terdiri dari sebuah batalion temporer yang besar yang dibentuk dari 3 kompi didirikan.

Di antara banyak negara, ada yang mengadaptasi sistem militer sebuah peleton – 10 unit, dan sebuah kompi – 100 unit.

Sebuah pasukan yang dibuat dari 5-6 kompi individual disebut batalion, walau begitu, ada beberapa kasus ketika penamaan seperti itu akan diterapkan untuk jumlah yang lebih sedikit, seperti 3-4 kompi. Dalam kasus seperti itu, umumnya dikenal sebagai “batalion temporer”. Kerajaan Cassandra tidak terkecuali dengan peraturan ini, jadi batalion temporer yang terdiri dari 3 kompi terbentuk.

Raibaha, yang merupakan seorang eksekutif senior di antara 3 kapten kompi, kini bertanggung jawab atas batalion temporer.

Si pembawa pesan berdiri di depannya dan memberi hormat.

“Berikan laporanmu.”

Pria yang dilengkapi dengan ringan melepaskan hormatnya dan berbicara.

“Lapor, pak. Para penyihir telah menghentikan perlawanan mereka.”

“Berhenti? Utusan sebelumnya bilang bahwa bagian dari garda depan dihancurkan sebagai hasil pertempuran?”

“Ya, bagaimanapun, serangan yang datang dari benteng berhenti setelah itu.”

Mendengar ini, Raibaha memiringkan kepalanya ke satu sisi.

(Saat aku mendengar ada korban di antara tentara di hutan, kupikir para penyihir telah mengirim bala bantuan, apakah aku salah? Menilai dari metode pertarungan mereka sampai saat ini, tampaknya mereka tidak memasang jebakan, tapi...apa mereka mundur?)

Saat dia merenungkan makna di balik laporan tersebut, wakil ajudan dari kompi kapten lain, bernama Acclaim, menyela.

“Kalau itu benar, maka itu kesempatan yang bagus. Mari rebut benteng itu sekaligus.”

“Tapi, kita tidak punya perintah mengenai situasi ini. Seharusnya kita mengukur kemampuan bertarung para penyihir.”

“Itu tidak akan dimulai kecuali kita merebutnya lebih dulu.”

“Kurasa kau benar, tapi...”

“Terlebih lagi, dengan mengambil alih benteng, semuanya akan berakhir. Tidak akan ada lagi pengawasan kecil. Belum lagi, adakah cara agar kita bisa mengabaikan kesempatan yang menguntungkan seperti itu?! Tidakkah itu akan menjadi kesempatan untuk menaikkan pangkat Anda?”

“Itu... yah benar juga.”

Tentu, jika Raibaha berhasil merebut alih benteng dengan menggunakan 200 unit seperti yang dikatakan oleh Acclaim, itu akan menjadi keuntungan militer yang tak terduga.

“Jika perbuatan kita merebut benteng diakui, bukankah jenderal memberi kita pujian?”

Tertelan perkataan Acclaim, Raibaha memutuskan.

“Baik, siapkan kelompok kedua untuk keberangkatan. Aku mengandalkanmu, Acclaim.”

“Tentu saja.”

“Jumlah pelopor sepertinya sudah menurun. Setelah kita mengumpulkan tentara yang tersisa, kita akan mendekati dataran tinggi dan merebut benteng. 100 unit dari sisiku akan turun ke arah lereng dan berdiri.”

“Yakinlah. Kami akan mencerai-beraikan para penyihir dan bertemu di benteng.”

Acclaim menyatakan ini dengan penuh keyakinan dan meninggalkan semangat tinggi bersama dengan petugas stafnya. Memiliki hak istimewa untuk memimpin dan menduduki benteng, Raibaha juga merasa cenderung berada dalam humor yang baik. Namun, dia sedikit khawatir dan tidak bisa begitu gembira.

Raibaha, yang memiliki banyak pengalaman, sangat mengenal betapa mengerikannya para penyihir itu, sejauh hal itu telah tertanam kuat. Meski begitu, ia berpikir cemas tentang Acclaim muda yang belum pernah bertarung melawan penyihir sebelumnya.

(Tidak apa-apa bagi kita untuk melarikan diri saat itu perlu? Bagaimanapun, para penyihir tidak akan repot-repot mengejar kita. Mereka juga tidak akan memakai taktik apapun yang bertujuan untuk memusnahkan kita sekaligus. Toh, seharusnya mereka tidak bisa melakukannya karena jumlah mereka yang sedikit, tetap saja...)

Raibaha berpikir bahwa akan baik baginya untuk datang menyelamatkan garda depan jika sesuatu yang tidak terduga terjadi.

Untuk memulai, tugas utamanya bukan untuk merebut benteng. Dengan asumsi bahwa dia bergabung kembali dengan orang-orang yang melarikan diri, itu saja akan menjadi tindakan yang layak untuk meningkatkan reputasinya.

Apapun pilihan yang dia pilih, tidak akan ada kerugian biarpun dia gagal.

Meskipun terjebak sebagai kapten hanya sebuah kompi, Raibaha adalah seorang komandan militer yang kuat yang telah menjalani banyak perang.

Korps kedua di bawah komando Acclaim memegang posisi mereka di dekat lereng. Begitu mereka bergabung kembali dengan garda depan awal, mereka maju dengan hati-hati setengah jalan ke lereng.

(Aku mendengar bahwa di sekitar sini ada semacam serangan balasan.)

Raibaha memerintahkan Acclaim untuk mengirim pengintai dan memeriksa kondisi benteng.

Pasukan pengintaian dengan cepat mencapai puncak lereng tanpa menerima serangan apapun, dan mengirim seorang pembawa pesan yang melaporkan kembali ke Acclaim

“Tidak ada yang terlihat di dalam benteng. Sepertinya tak berpenghuni.”

Acclaim berasumsi bahwa musuh telah mundur.

“Kalau begitu, apa kita akan cepat-cepat naik dan merbutnya?”

Acclaim memerintahkan kelompok ke-2 untuk menyerang.

“Musuh telah mundur. Kami akan segera merebut benteng penyihir!”

Para tentara tidak pernah bermaksud untuk menghadapi para penyihir secara langsung. Harus berurusan dengan para penyihir yang menggunakan sihir mereka yang merepotkan selalu merupakan gagasan yang mengganggu bagi mereka. Mendengar bahwa para penyihir telah mundur tanpa perlawanan, para tentara merasa lega dan bangkit dalam semangat juang mereka.

“Ooohh!”

Merasa didorong, tentara mengubah formasi mereka menjadi satu persegi dan mendaki lereng curam.

Pada akhirnya, kelompok kedua selesai mendaki dan berdiri di dataran tinggi tanpa mendapat perlawanan.

Mereka telah menyerang benteng melalui pagar yang rusak dan membuka gerbang dari dalam.

Begitu tentara berhasil melakukannya, pasukan Acclaim bergegas masuk.

“Tak ada orang di sini!”

“Ini kosong!”

“Tidak ada tanda-tanda orang!”

Satu demi satu, laporan yang memberitahu tentang mundurnya para penyihir diucapkan.

(Kami merebut benteng tanpa masalah. Dengan ini, sama saja dengan menerima hadiah!)

Acclaim menekan dengan paksa desakannya untuk tersenyum lebar.

“Bagus sekali. Kirimkan utusan ke Raibaha-dono dan katakan padanya untuk menemui kami di benteng seperti yang dijanjikan.”

“Ya!”

Raibaha, yang memajukan pasukannya menuju kaki lereng, menerima utusan yang dikirim oleh Acclaim.

“Pasukan kita telah menyusup dan merebut benteng penyihir tanpa mendapat perlawanan. Tidak ada tanda-tanda penyihir di dalam. “

Mendengar laporan tersebut, Raibaha menarik napas lega.

(Jadi para penyihir memutuskan untuk mundur seperti yang kita duga? Tetap saja, aku tidak mengharapkan kita untuk merebutnya secepat ini. Mungkinkah mereka jauh lebih lemah dari yang kita perkirakan?)

Raibaha menemukan kemungkinan itu.

Dengan asumsi itu benar, ini akan menjadi kabar baik bagi Kerajaan Cassandra. Dan begitu mereka melapor ke jenderal, dia mungkin akan sangat senang.

“Bagus, akankah kita mendaki lereng dan memasuki benteng?”

Mengarahkannya ke petugas staf lainnya, dia menyiapkan korps ke-3.


Lela tengah berlutut di tanah di dalam hutan, merobek jimat yang melingkar di pinggangnya satu per satu dan melapisinya. Dengan menggunakan kuasnya, dia menulis tanpa terburu-buru.

Yuuki menarik keluar anak panah yang menonjol dari papannya dan menyesuaikan kembali aliran sihirnya.

Kay membantu Ais memilih dan mengumpulkan batu dari sekitar hutan.

Nonoeru tidak ada tempat untuk dilihat saat dia berada di tengah mengamankan persediaan air di dekatnya. Alih-alih mengumpulkan air dari atmosfer, jauh lebih efisien untuk mengumpulkannya langsung dari sumbernya.

Selena pergi untuk mengintai daerah itu.

Karena, menurut Ais, kekuatannya cenderung menuju pengintaian, Naga memutuskan untuk mempercayakannya dengan tugas itu.

Naga berpose sambil mengamati para penyihir; punggungnya lurus, pedangnya memukul tanah dengan kedua tangan di ujung gagang pedang.

Naga01 243.jpg

Saat dia melakukannya, Nonoeru yang telah mengisi botolnya dengan air kembali.

Dia membawa botol di punggungnya dan menjuntai dari pinggangnya.

“Oh, terima kasih atas kerja kerasmu. Bukankah ini terlalu berat bagimu?”

(Bukankah dia orang yang perhatian?) – pikir Nonoeru sambil mengangkat tangannya.

“Aku baik-baik saja.”

“Begitu?”

Naga mengangguk dan menghadap ke arah Lela.

Lela yang selesai menulis di banyak jimat menatap Yuuki di atas kepala.

“Naga-san, aku selesa-i”

“Tepat waktu. Begitu Selena kembali–”

Begitu dia berbalik, Selena yang berlari menembus hutan masuk ke pandangannya.

Naga menyambutnya dan Selena menyatakan laporannya.

“Kekuatan lebih dari 150 orang telah memasuki benteng dan sepertinya tidak ada yang mengikuti. Menurutku ada lebih banyak di bawah lereng.”

“Unit ketiga tentara mereka terletak di bagian bawah? Mereka sungguh berhati-hati terhadap kita, ya? Omong-omong, bagaimana unit di benteng itu?”

“Mereka berada di alun-alun. Beberapa tentara mereka melihat sekeliling benteng.”

“Berapa jumlah unit itu?”

“Kurasa mungkin bukan sekitar 50.”

“Tujuan mereka adalah benteng, kurasa. Tentu, komandan seharusnya ada di sana juga”

Naga menoleh dan memanggil Yuuki.

“Kau dengar, bukan? Target kami adalah unit yang saat ini di ruang terbuka.”

“Aku mengerti, astaga. Jangan bertindak sombong dan hebat hanya karena kau memberi perintah.”

Saat dia mengarahkan tatapan tajam padanya seperti biasa, Ais menyela.

“Benar juga, Yuuki. Kau masih belum mengucapkan terima kasih kepada Naga-san”

“Kalau begitu, kita harus bersiap menyerang sekarang!”

Yuuki pergi buru-buru.

Ais mendesah dengan sedikit jengkel, sementara Naga tersenyum masam.

Yuuki melompat ke papan dan melayang ke udara.

“Ayo kita lakukan, Lela.”

“Sesuai keinginan-mu.”

Yuuki menggunakan angin untuk meraup jimat Lela yang tersebar di tanah di dalam hutan, membuat semuanya mengapung bersamaan di udara.

Angin meniup dan melewati rok Lela, mengangkat jumlah jimat yang jauh berkurang yang merupakan ujung roknya.

Dengan cepat mendorong ujung roknya ke bawah, Lela menatap Naga. Namun, dia tidak menunjukkan tanda-tanda sadar saat dia menatap jimat yang mengambang.

Naga pasti terlihat serius, tapi, Lela merasa juga ada rasa kegembiraan dan kesenangan.

Bagi seseorang yang ingin memperjuangkan hidup mereka di medan perang, emosi semacam ini tidak normal di kalangan penyihir dan manusia. Karena itulah, dia merasa bahwa Naga mungkin bukan pria normal.

Sementara dia berpikir bahwa ini membuat Naga tampak cukup bisa diandalkan, Lela juga merasa bahwa dia entah bagaimana berbahaya karena itu.

(Aku punya perasaan bahwa menenangkan penjagaanmu di sekitar orang ini adalah berbaha-ya. Meski begitu, Ane-sama memiliki harapan sendiri padany-a. Menurutku tidak ada keraguan tentang i-tu, ta-pi....)

Setelah merasa waswas dalam dirinya, Lela memikirkan ini secara rahasia.

Lalu dia mendongak ke langit.

Semua jimat berbaris rapi di udara di atas puncak pohon.

Sambil mengangkat mata ke arah Yuuki, Naga berteriak.

“Bawa jimat itu ke musuh dan jatuhkan di atas kepala mereka.”

“Aku tahu apa yang harus dilakukan bahkan tanpa kau memberitahuku! Omong-omong, tolong tetap menjaga mata kotormu!”

Embusan angin puyuh langsung mengarah ke Naga, namun dia menghentikan pukulannya dengan bagian depan tubuhnya.

Sejumlah pembuluh darah merah menonjol di pipi dan lengannya saat Naga mengalami serangan itu. Meski begitu, dia terus menatap Yuuki tanpa bergerak sedikit pun.

“Lakukan apa yang harus kaulakukan dan hindari tindakan yang tidak perlu.”

Yuuki menatap kaget dan tergagap.

“Aku mengerti!”

Seolah dikuasai oleh Naga, Yuuki memalingkan wajahnya dan membawa jimat ke arah benteng dengan menggunakan anginnya.

Benteng itu akan terlihat setelah keluar dari hutan.

Percaya bahwa para penyihir telah melarikan diri, hanya sejumlah kecil tentara dikirim untuk mempertahankan lingkungan benteng.

Yuuki menarik napas lega.

Akan berbahaya dia ditembak saat bekerja. Keefektifan sihirnya mungkin melemah pada saat yang penting jika dia menggunakannya untuk mengangkat dirinya di luar rentang busur.

Yuuki mendekati benteng saat ia mencari tempat yang hanya beberapa tentara berjaga.

Dia tampak seperti dikelilingi oleh segumpal kupu-kupu putih kebiruan.

Naga dan sisanya pindah ke perbatasan hutan dan memperhatikan dengan penuh perhatian.

Sekumpulan jimat menarik-narik pagar kayu pada perintah cepat Yuuki.

Lela mengeluarkan satu jimat dari yang tersisa di dekat pinggangnya, lalu dengan cepat menulis di atasnya dan meneriakkannya.

“Oh, Api, Penguasa Tertinggi, pembawa kematian sebelum waktunya. Bakarlah dan jadilah api, jadilah kematian yang sunyi, hidup kembali. Hidup kembali, hidup kembali. Bakar bakar bakar. Perlindungan dewata dari Kaisar Api dan Ratu Api.”

Jimat di tangan Lela berkobar, dan yang lainnya mengambang di udara mulai meludah api sekaligus.

Kumpulan kupu-kupu yang terbakar, yang terbang di atas ruang terbuka, langsung membeku di udara. Lalu mereka mulai terjatuh.

Pada saat tentara Cassandra melihat jimat yang terbakar dan Yuuki sudah terlambat.

“Apa, ituuuuu?”

“Terbakar!”

“Jatuh!”

“Penyihir, ini serangan dari penyihir!”

“Lari, lari, lari!”

Para tentara berusaha dengan putus asa melepaskan diri dari hujan jimat yang terbakar pada mereka, tapi jumlahnya yang banyak membuat sulit, tidak menyebutkan fakta bahwa jimat mengikutinya biarpun mereka berlari.

Mereka semua memakai peralatan ringan yang cocok untuk mendaki lereng curam, karena seragam mereka mudah terbakar saat diliputi oleh jimat.

Tentara yang tubuhnya tertutup api berguling-guling di tanah satu demi satu, dan ruang terbuka berantakan.

Mereka yang putus asa usai mendengar suara bising tidak bisa mendekat saat jimat terbakar beterbangan.

Alih-alih bisa memadamkan api, mereka sendiri menjadi korban jimat yang menunggunya.

“Sialan, kita benar-benar tertipu oleh para penyihir!”

Wajahnya menggeliat, Acclaim mengumpat dan berlari putus asa.

“Sialan para penyihir itu menggunakan trik kotor mereka pada kita. Apakah ini cara mereka bertarung?!”

Taktik busuk dan serangan mendadak berdasarkan sihir. Ini adalah serangan yang patut dilakukan para penyihir yang memegang reputasi sebagai “makhluk pengecut dan pendendam” yang didengar oleh Acclaim. Namun ini bukan strategi para penyihir, tapi strategi Naga.

Melihat bagaimana komandan mereka berbalik, petugas staf Acclaim mengikutinya juga.

Saat tentara menyadari bahwa para pemimpin mereka melarikan diri, mereka pun segera kabur. Satu-satunya jalan menuju ke luar adalah melalui pintu gerbang.

Penembakan melalui kelompok tentara yang membanjiri gerbang, bagaimanapun, ternyata itu bukan ide bagus.

Pada saat para petugas dan orang-orang menjadi satu kelompok dan mencoba berlari ke luar, mereka diserang oleh tombak air Nonoeru dan lemparan batu Ais.

Tentara yang mencoba melewati gerbang terkonsentrasi di satu tempat. Karena itu, tombak dan batu lempar akan mengenai mereka meski tidak diarahkan dengan benar.

Acclaim ditusuk keras oleh tombak air, dia muntah darah dan pingsan di tempat.

“Guu..... penyihir terkutuk...terkutuk—guaaah”

Tubuh Acclaim yang jatuh terinjak dan ditendang keras oleh petugas dan orang-orang yang melarikan diri. Setelah menerima luka serius yang mendorongnya sampai hampir mati, Acclaim akhirnya terbunuh oleh kaki sekutunya sendiri.

Meski begitu, banyak dari mereka akan menghadapi nasib yang sama dengan Acclaim.

Para tentara diserang oleh tombak dan batu saat mereka berteriak dan jatuh dalam kekacauan total.

Tentara yang jatuh menjadi hambatan yang menghalangi yang berikutnya. Dan mereka yang mencoba menghindarinya dengan memperlambat kecepatan mereka menjadi sasaran lebih mudah bagi tombak dan batu. Sebagai hasil dari ini, jumlah tentara yang jatuh telah meningkat dan membuat rintangan tumbuh. Hal itu membuat hampir tidak mungkin bagi siapapun untuk lewat.

Mereka yang sesekali berhasil keluar dirobohkan oleh Ais dan Nonoeru saat mereka mencoba melewati gerbang. Itu adalah adegan bencana dengan banyak mayat di sekeliling.

Tentara lainnya menyadari masih ada bagian yang rusak di pagar dan mengambil jalur memutar.

Baik Ais maupun Nonoeru bisa menyerang tempat itu dari posisi mereka.

Naga menganggap perlu untuk mengizinkan beberapa orang yang selamat untuk memberitahu mereka tentang kekalahan mereka. Oleh karena itu, ia sengaja mengabaikannya.

Bahkan seperempat hari berlalu sejak tentara Cassandra berhasil merebut benteng tersebut.

“Kita berhasil! Mereka melarikan diri, mereka melarikan diri! Tentara musuh mundur!”

Selena dan Kay melompat sambil berteriak dengan sukacita.

Ais berhenti melempar batu dan terengah-engah berat. Sudah bisa diduga, bahkan Ais pun tidak bisa menyembunyikan kelelahannya setelah melempar dengan kekuatan penuh berturut-turut.

Nonoeru juga melepaskan kekuatannya setelah menarik napas dalam-dalam.

Keenamnya keluar dari hutan ke lapangan terbuka di depan benteng.

Yuuki yang mengendalikan jimat dari papannya juga kembali. Tidak seperti sebelumnya, kali ini papannya bahkan tidak mengenai satu panah pun dari musuh.

“Oi, Yuuki!”

“Sudah kubilang untuk tidak memanggilku seperti itu!”

Pada saat protes yang datang dari atas, Naga tersenyum sambil menyeringai lebar. Selena dan Kay bergidik tanpa sengaja dari dampak yang datang dari senyum bengkok itu.

Entah bagaimana, penampilan dan kesannya berbeda dibandingkan dengan bagaimana mereka pertama kali melihatnya – adalah apa yang sebenarnya mereka pikirkan.

“Oooi, Yuuki~sama. Maukah engkau turun?”

Kata Naga dengan cara yang sangat memukau saat dia melambai padanya dengan antusias.

“Ap-apa itu? Kenapa kau memanggilku dengan cara yang menjijikkan? Kau bikin gatal-gatal kalau kau berbicara seperti itu.”

Membuat wajah hati-hati, Yuuki turun.

“Kerja bagus, tetap saja, bukankah kau terus melihat sekeliling benteng dari langit? Apalagi dari sisi tebing. Karena kami tidak bisa memanfaatkan menara pengawas, mengamati gerakan musuh hanya bisa ditugaskan padamu.”

“Ah, benar juga. Nah, itu sudah jelas. Omong-omong, aku akan melakukannya bahkan tanpa kau memberitahuku.”

Mengatakan itu dari balik bahunya, dia naik ke papan dan menunduk memandang Naga.

Yuuki berpikir bahwa Naga akan melihat ke atas dan mencoba untuk memarahi dia, tapi bertentangan dengan ekspektasinya, penglihatannya diarahkan ke cakrawala. Lalu, dia melotot pada sesuatu dengan wajah serius.

(Apa yang dia lihat, pria itu...).

Tidak ada yang bisa dilihat ke arah itu. Dari posisi Yuuki, ada lereng curam yang menghubungkan tebing atas, tapi umumnya hanya pagar kayu benteng dan langit yang membentang di atas bisa terlihat dari tanah.

Apakah Naga melihat adanya perubahan yang tidak normal dalam situasi ini? Atau mungkin, matanya tertuju pada sesuatu yang orang lain tidak bisa lihat? Yuuki tidak tahu.

(Yah, selama dia tidak terlihat seperti ini, tidak apa-apa. Tapi…)

Sambil naik dengan terampil di papannya, Yuuki perlahan mulai melingkar di langit di atas benteng.

Naga menarik pedangnya dari sarungnya.

“Apa rencanamu, Naga-san?”

“Hn” – Ditanyakan oleh Ais, Naga mengendus hidungnya.

“Aku akan menghabisi mereka yang menderita. Tentara yang menderita luka-luka akibat serangan Nonoeru dan seranganmu tidak bisa lagi selamat. Itu sebabnya, daripada memperpanjang penderitaan mereka, lebih baik meringankan kematian mereka.”

“..........”

“Atau mungkin, kau ingin manusia terus menderita?”

“Tidak. Tentu, penyihir dan manusia bukanlah makhluk yang akur, tapi kurasa kita tidak berharap musuh yang terjatuh itu akan mati dalam penderitaan.”

“Mendengar itu darimu, aku merasa lega.”

Kata Naga sambil menyeringai.

“Tunggu di sana.”

Sambil meninggalkan kata-kata ini, dia melangkah ke pintu gerbang.

Ais memanggil punggung Naga dengan suara gelisah.

“Aku juga...aku akan membantumu juga.”

“Apa kau baik-baik saja dengan itu, Ais? Tugas ini cukup berat, kau tahu?”

“Aku akan baik-baik saja” – Ais mengangguk dengan wajah kaku dan berbalik ke penyihir lainnya.

“Kay, Selena, Nonoeru, Lela, kalian tunggu di sana.”

Keempatnya menenggak air liur mereka dan mengangguk.

Naga melangkah ke tumpukan tentara yang jatuh di dekat pintu gerbang dan memeriksa kondisinya satu per satu.

“Jika ada orang yang luka ringan, bereskan mereka, Ais.”

“Ah ya.”

“Meskipun aku bilang begitu, mereka yang menderita luka ringan mungkin berhasil melarikan diri, jadi tidak mungkin ada di antara mereka yang berada di sini, kukira.”

Begitu Naga melihat seseorang di ambang kematian dan mengeluh, dia mengurangi kesengsaraan mereka dengan menusuk pedangnya melalui tenggorokan orang itu.

Setelah memeriksa keadaan orang-orang yang masih hidup dan menarik kesimpulan, Ais menjentikkan leher mereka dengan tegas.

Lela dan sisanya mengamati keduanya dengan takjub.

Naga, yang penampilannya tampak kejam, sebenarnya adalah orang yang tulus, atau baik.

Inilah masalahnya, seharusnya sangat sulit baginya untuk memberikan serangan akhir kepada orang-orang yang masih hidup. Sebenarnya, hal itu membuat Ais meremukkan wajahnya karena tidak bahagia. Namun, Naga terus melaksanakan tugasnya dengan tenang dan biasa saja.

(Bagaimana aku harus mengevaluasinya?) – Lela tidak bisa memahaminya sendiri.

Pada akhirnya, tidak ada orang yang luka ringan. Mayoritas tentara tewas dalam peperangan, dan bahkan mereka yang selamat akan menanggung penyakit sejauh tidak ada harapan. Setelah menyelesaikan pekerjaan mereka, Naga dan Ais memanggil Lela dan sisanya mencuatkan kepala mereka dari pagar yang rusak di dalam benteng.

Naga mengajukan pertanyaan pada Lela.

“Tidak mungkin bagiku sendiri untuk menggali lubang yang cukup besar untuk mengubur orang-orang yang meninggal itu. Mungkin lebih baik membakarnya. Kita juga bisa membiarkannya membusuk, tapi mungkin ada kemungkinan hal ini menyebabkan wabah. Haruskah kita membakarnya?”

“Mungkin itu harus dilakukan.”

“Yah, tidak apa-apa untuk meninggalkannya nanti. Mari kita bahas situasinya mulai sekarang.”

Mengatakan hal itu, dia memberi isyarat kepada kelima penyihir itu dengan tangannya.

Keenamnya membentuk sebuah lingkaran dan duduk di sebuah lapangan terbuka di dalam benteng.

“Meski begitu, itu taktik yang bagus sekali, Naga-san.”

Ais yang wajahnya masih agak pucat bilang begitu.

“Tidak, itu tidak terlalu bagus atau semacamnya. Sebaliknya, aneh kalau kalian belum melakukannya sampai sekarang.”

“*Takjub* ...”

Paling tidak tampaknya sesuatu yang bisa didapat Harrigan, bagaimanapun, Naga menundukkan kepalanya.

(Mungkinkah dia tidak akan menghasilkan taktik licik seperti ini karena dia sangat percaya diri dalam memanipulasi boneka itu?) – adalah apa yang dia tebak.

Ini adalah sesuatu yang mungkin diyakini oleh kekuatan musuh.

Tidak peduli seberapa kuat para penyihir, Naga tidak dapat percaya bahwa manusia sejauh ini tidak mampu menggulingkan benteng ini yang dijaga oleh hanya sedikit orang.

(Mungkin, di dunia ini orang tidak menggunakan gaya bertarung bodoh. Meskipun bukan cara untuk memenangkan pertarungan... betapapun baiknya kedua belah pihak dapat saling memahami poin kuat dan lemah masing-masing adalah cara menuju kemenangan, dan kekalahan menyebabkan kerugian besar. Mengalahkan musuh dan menyerang titik lemah mereka dengan poin kuat adalah kunci sukses.)

Berpikir begitu, Naga bergumam tanpa sadar.

“Menurut Sun Tzu, ketika kau harus menggunakan metode menipu, temperamen musuhmu adalah sumber daya terbesarmu....”

Mendengar gumaman Naga, Ais menekuk lehernya.

“Orang yang bernama Sun Tzu, siapa itu? Apa metode menipu itu?”

“Hm? Tidak....uuumm... siapa tadi? Nama itu entah bagaimana muncul di dalam kepalaku tadi, tapi...metode menipu hanyalah cara di mana kedua belah pihak saling menipu.”

(Apakah mereka tidak dapat memahami maknanya di balik perkataannya?) Bukan hanya Ais tapi juga Lela, Nonoeru, Kay, dan Selena memiringkan kepala mereka.

“Lebih penting lagi, Ais.”

Dipanggil oleh suara Naga yang solid dan percaya diri, Ais meluruskan tulang punggungnya.

“Kau tadi bilang tentang mengirim merpati pos, tapi kapan sampai pada Harrigan?”

“Benar juga” – pada pertanyaannya, Ais menekuk lehernya dan kembali ke tubuhnya yang normal setelah berpikir keras.

“Karena kita menyingkirkan tentara manusia segera setelah menemukan mereka, mereka seharusnya dalam perjalanan sekarang juga. Saat Ane-sama dan sisanya akan datang akan tergantung pada lama persiapan mereka dan jumlah orang yang mereka bawa, tapi mereka harus berada di sini paling awal sekitar tengah hari, dan paling lambat, sekitar matahari terbenam....Tetap saja, dengan situasi saat ini, asalkan Ane-sama dan yang lainnya berlari ke sini tanpa senjata, mereka mungkin akan sampai pada siang hari.”

“Jadi apa yang akan kita lakukan akan diputuskan pada saat kedatangannya?”

“Ya, begitu kami melaporkan kepadanya rincian dan mencari keputusannya, itu akan sampai pada hal itu.”

“Begitukah? Lalu, apakah kita akan bertahan di dalam benteng ini sampai Harrigan tiba?”

“Apa menurutmu musuh akan menyerang lagi?”

Ais bertanya seakan menyelidik pendapat Naga, dia sendiri sadar bahwa dia bergantung padanya dalam situasi seperti ini.

Apakah karena dia terkesan dengan mengalahkan musuh yang maju secara brilian? Atau mungkin, dengan keberanian dan ketenangannya selama situasi kritis? Atau mungkin, dia takjub dengan kelihaiannya saat dia memimpin penyihir secara efektif? Ais sendiri tidak tahu, bagaimanapun, dia memiliki perasaan aneh bahwa dengan membuat Naga mereka bisa menyelesaikan masalah mereka.

“Tidak, musuh mungkin tidak akan kembali setelah melalui pengalaman pahit seperti itu. Paling tidak, mereka berpikir seperti itu...mempertimbangkan jumlah mereka saat ini. Ketika sampai pada hal itu, mereka akan mengumpulkan lebih banyak orang atau memikirkan strategi lain. Apapun itu, itu akan menjadi masalah nanti. Terlebih…”

Melihat arah hutan, Naga terus berbicara.

“Apa rencanamu dengan boneka yang ditinggalkan di dalam hutan?”

“Aku sedang berpikir untuk membawanya ke sini karena hanya ada satu yang tersisa di benteng. Sudah kuduga, akan sulit bagiku untuk membawanya sendiri. Belum lagi, mengajak Yuuki bersamaku mungkin mustahil.”

“Oh. Maksudmu, kita harus mengamati gerakan musuh tergantung pada matanya, bukan? Bagaimanapun, menara pengawas benar-benar terbakar habis. Kurasa, sudah terlalu gelap untuk pergi dan membawanya ke sini sekarang.”

“Betul. Baiklah, sampai Ane-sama dan sisanya tiba, kita harus memperkuat pagar sambil memperhatikan tanda-tanda musuh.....”

“Tidak” – Naga menggelengkan kepalanya.

“Itu tidak perlu. Jika kebetulan musuh membuat serangan lain, kita tidak akan bisa melindungi benteng ini sampai akhir dengan jumlah yang sedikit. Terlebih lagi, rencana itu tidak akan berhasil untuk kedua kalinya. Itu sebabnya, perbaikan apapun akan menjadi tidak berarti, tetap saja tidak apa-apa untuk memeriksa kerusakan kita. Yang lebih penting lagi, semuanya mungkin lelah, jadi lebih baik membiarkan tubuh kalian beristirahat.”

“Aku penasaran tentang itu ...”

“Dengan begitu, kau akan bisa bekerja bila itu penting. Kau mungkin merasa cemas karena tidak melakukan apa-apa, tapi lakukan yang terbaik untuk beristirahat juga.”

Ais terkekeh.

“Maksudmu...kita harus berusaha semaksimal mungkin untuk pulih?”

“Itulah maksudku. Seperti dengan duduk di sini atau minum air. Dengan itu, kau bisa pulih sampai batas tertentu. Bahkan sihirmu terbatas, kan?”

(Sudah diduga, dia bahkan bisa menyimpulkannya?)

“Ya” – Ais, yang mengangguk, melihat ke sekeliling wajah para penyihir lainnya secara bergantian.

“Tidak mungkin kita semua bisa beristirahat sekaligus, jadi mari bergiliran.”

“Kalau begitu, Ais dan Nonoeru du-lu, lalu kita nan-ti.

“Kalau begitu aku akan menerima tawaranmu. Bagaimana dengan Naga-san?”

“Aku? AKu...benar juga, haruskah aku juga istirahat jadi aku bisa siap kapan waktunya tiba?”

“Ada bangunan di sana. Kau bisa berbaring di atas kasur di dalamnya.”

Dengan Naga serta Nonoeru ikut, Ais menuju bangunan rumah. Sementara itu, Lela, Selena, dan Kay berpisah untuk membereskan setelah pertempuran dan memeriksa kerusakan benteng.


Raibaha, yang sedang mempersiapkan pasukannya untuk mendaki lereng, melihat jeritan datang dari atas. “Apa yang terjadi?” – Saat dia mendongak, dia melihat sejumlah kecil sekutunya tersandung sendiri dalam usaha untuk melarikan diri.

Raibaha, yang mana seorang komandan dengan banyak pengalaman, dengan cepat menarik kesimpulan bahwa unit pelopor telah lari setelah diserang oleh para penyihir. Dia tidak tahu metode mereka, atau alasan mengapa hal itu terjadi, tapi dia tahu sekarang bukan saatnya memikirkannya.

“Ini mungkin serangan dari para penyihir. Bersiaplah untuk kontak dengan musuh! Begitu kalian melindungi orang-orang ini, segera turun ke markas!”

Pasukan Raibaha berdiri di sana sesaat, lalu melanjutkan untuk melindungi sisa-sisa yang dikalahkan. Setelah itu, mereka mundur secara sistematis.

Setelah kemunduran mereka ke markas, Raibaha mempertanyakan tentara yang kalah.

Setelah itu, dia belajar tentang pasukan Acclaim memasuki benteng yang tidak berpenghuni, diserbu oleh para penyihir di penghentian mereka, dan terpisah saat ditargetkan pada saat mundur.

(Cara berperang ini tidak biasa bagi para penyihir)

Raibaha sedikit cemas dan yang membuatnya khawatir adalah hilangnya Aclaim dari para tentara yang melarikan diri.

“Omong-omong, bagaimana dengan Acclaim?”

Tidak satu pun di antara tentara yang bisa menjawabnya.

(Pria itu, mungkinkah dia tewas dalam pertempuran?)

Berpikir begitu, Raibaha mendongak ke langit.

Alih-alih dipuji oleh jendral, kemungkinan besar dia akan bertanggung jawab atas hal ini.

(Kukira, tidak ada yang baik datang dari terlibat dengan penyihir)

Sambil mendesah, Raibaha berbicara kepada seorang ajudan.

“Oi, kembalilah ke benteng Ein.”


Berkeliling mengelilingi benteng ke-3 beberapa kali dan membenarkan tidak adanya tentara, Yuuki memutuskan untuk terbang agak jauh dari dataran. Karena ini bukan pertama kalinya dia berpatroli di sekitar sini, dia bisa memvisualisasikan topografinya di dalam kepalanya. Namun, ini adalah pertama kalinya dia terbang di siang hari, seperti sebelumnya, dia akan melakukannya saat fajar atau di malam hari, saat itu sulit untuk terlihat. Melihat ke bawah, tanah kosong berwarna cokelat kemerahan terbuka di hadapannya. Begitu terlihat di siang hari, topografi tanah akan menjadi jauh lebih jelas. Tanah tandus ini akan terus membentang sampai tanah subur manusia yang tidak akan terlihat kecuali melangkah lebih jauh. Karena itu, tidak ada kota, belum lagi desa, disekitar. Alasan mengapa tentara manusia maju ke tempat ini adalah karena penyihir yang mendiami Hutan Hitam. Manusia ingin mengambil tanah dari para penyihir dan mengusir mereka dari lingkungan sekitar mereka.

Raja Cassandra saat ini yang berbatasan dengan wilayah klan Harrigan adalah Cassandra III. Pendahulunya tidak antusias melangkahkan kaki mereka di Hutan Hitam. Daripada itu, mereka akan terus-menerus terlibat dalam perselisihan dengan berbagai negara lain, makanya, dapat dikatakan bahwa mereka tidak memiliki waktu luang untuk merencanakan penaklukan apapun.

Namun, baru-baru ini, situasi telah berubah.

Setelah konflik antara Geraja Lama, Geraja Baru untuk sementara tenang, perselisihan di antara berbagai negara dan Cassandra berakhir juga.

Anak-Anak Tuhan, yang baru saja dikirim ke Cassandra dari Geraja Lama, yang secara pengertian dipahami sebagai makhluk yang dekat dengan bapa dan pendeta, sangat berapi-api tentang pemusnahan para penyihir dan sepertinya mencoba untuk menghasut Cassandra III.

Yuuki telah belajar banyak dari penjelasan Harrigan. Namun, dia tidak dapat memahami alasan di balik kegigihan Geraja Lama untuk pemusnahan penyihir atau keinginannya untuk mengusir mereka. Penyihir tidak menyerang sisi manusia dan juga tidak menimbulkan masalah, mereka hanya menjalani kehidupan terpencil di dalam Hutan Hitam. Meski begitu, mengapa mereka diserang oleh manusia? Mengapa mereka harus dikejar oleh manusia? Karena tidak bisa mengerti sama sekali, dia menjadi sangat marah karena absurditas ini.

Yuuki mengetahui sakit kepala Harrigan yang baru-baru ini disebabkan oleh tentara Kerajaan, yang membuat dia membenci orang-orang yang lebih mengganggu kakaknya lagi.

(Seandainya saja aku memiliki lebih banyak kekuatan, aku akan membunuh seluruh tentara manusia.)

Saat mengambang di udara di papannya, Yuuki merasakan ketidaksabaran dan kejengkelan yang membakar. Bahkan sekarang pun, tak ada bedanya. Mereka beruntung berhasil tepat waktu, tapi setelah Naga dan yang lainnya tiba, benteng telah dibakar bersama Lela, Kay, dan Selena yang ditempatkan di dalamnya. Yuuki menggigit bibirnya dengan frustrasi, tapi masih lega teman-temannya tetap aman

(Tapi.... pria ini...).

Kapan pun dia memikirkan bagaimana hal itu berkat pria berpakaian aneh itu, bernama Naga, bahwa mereka bisa mengusir musuh yang sedang maju, dia merasa sangat tidak senang. Saat dia harus melakukan pendaratan darurat, dan bahkan saat dia menunjukkan ketidakberdayaannya saat diselamatkan olehnya, Yuuki merasa pahit tentang keduanya.

(Dia vulgar, bodoh, dan mesum. Yah, aku akan mengakui bahwa dia memiliki ide bagus, tetap saja, dia adalah orang yang masa lalunya dan asalnya tidak diketahui. Belum lagi, dia mungkin mata-mata yang dikirim oleh manusia itu dan hanya pura-pura kehilangan ingatannya.)

Harrigan, orang yang tajam, juga harus mempertimbangkan hal ini. Meskipun demikian, dia memiliki kebijakan untuk secara tegas menghadapi risiko saat mengakui hal itu. Bisa juga karena dia pura-pura tidak tahu apa-apa. Meskipun demikian, apakah benar-benar baik untuk menempatkan taruhan berisiko seperti itu? – Yuuki merasa tidak nyaman.

(Pria itu, aku harus mengawasinya sungguh-sungguh. Tapi, aku juga harus memprioritaskan memantau tentara manusia, tetap saja....)

Di bawahnya, ada sebuah benteng yang didirikan oleh manusia yang melewati sebuah pegunungan kecil. Itu adalah benteng Ein. Berbeda dengan benteng penyihir, kebanyakan tembok defensif dimaksudkan untuk mengusir penyerang. Manusia akan selalu menempatkan sebanyak 300 tentara di dalamnya agar bisa melakukan pengaruhnya terhadap satu zona di sekitarnya.

Fungsi benteng adalah untuk mengamati sikap penyihir dan menahan mereka jika mereka memutuskan untuk turun dari hutan ke dataran. Dan kemudian, beritahu benteng terdekat dan kerajaan tentang niat mereka dengan mengirim seorang utusan.

(Meskipun kita belum melakukan apapun.)

Paling tidak, Harrigan tidak punya rencana untuk meninggalkan hutan. Yuuki juga mengikuti kebijakan itu. Bagaimanapun, yang diinginkan para penyihir adalah hidup dengan damai di dalam hutan. Tidak lebih dan tidak kurang.

Tidakkah manusia bahkan mentolerir keinginan sederhana itu? Jika mereka tidak mau, mungkin tidak ada yang bisa menghentikan serangan mereka. Sebaliknya, mungkin akan menjadi lebih dan lebih keras.

Bagi Yuuki, itu tidak bisa dimengerti.

(Nah, seandainya Ane-sama tidak bisa menemukan solusi, maka itu adalah alasan lagi bagiku untuk tidak melakukannya. Aku akan melakukan segalanya dengan kekuatanku...kurasa. Untuk saat ini, mari fokus pada pengintaian, yang kupercayakan. Mungkin aku akan ditembak jatuh dengan panah jika aku terbang terlalu dekat ke benteng, jadi sebaiknya aku hati-hati.)

Saat melewati pegunungan, Yuuki semakin meningkatkan ketinggiannya. Aliran angin yang membawa papannya agak goyah. Dengan memperhatikan kontrol anginnya, dia terbang sambil mempertahankan ketinggian yang lebih tinggi dari biasanya.

Jika dia terbang ke tempat yang lebih tinggi, sihirnya akan habis lebih cepat, bagaimanapun, seharusnya baik-baik saja asalkan perjalanan pulang-pergi adalah jarak yang sama dengan jarak antara benteng mereka dan benteng musuh.

Akhirnya, pemandangan benteng manusia terlihat oleh pandangan Yuuki. Semakin dekat dia mendekatinya, semakin tinggi risikonya berlari ke tentara penjaga. Sambil memperhatikannya, Yuuki terus mendekat ke benteng. Lalu, seolah meragukan matanya, dia menjerit tanpa sadar.

“Apa itu?! Apa ini?!”

Bagian dalam benteng dipenuhi orang.

Di dekat benteng ada beberapa ratus tenda. Selanjutnya, barisan kuda mendekati benteng.

Yuuki tidak bisa memastikan rinciannya karena jaraknya, tapi tidak diragukan lagi bahwa sekitar seribu tentara hadir di sana. Selanjutnya, lebih banyak pasukan terus berdatangan. Yuuki merasa dingin sedingin es menembus tubuhnya. Jika menyangkut jumlah tentara ini, hanya satu gagasan yang bisa menembus pikiran seseorang. Bahwa militer Kerajaan Cassandra benar-benar berusaha merebut benteng penyihir.

(Ini serius. Aku perlu melaporkan hal ini kepada Harri-nee dengan cepat!)

Dengan wajah pucat, dia mengendalikan angin dan mengubah jalannya papan. Karena dia tidak bertemu dengan tentara sejauh ini, Yuuki menilai baik-baik saja untuk terbang dengan kecepatan penuh. Begitu dia menurunkan tingginya, dia terbang secepat mungkin.


Yuuki kembali dan melaporkan temuannya sambil berteriak keras. Karena hanya ada 7 orang di dalamnya, suara nyaring mungkin tidak perlu.

Mereka bertujuh, yang duduk dalam lingkaran di bangku lipat, mengadakan konferensi untuk tindakan balasan di dalam perumahan benteng.

Beberapa penyihir mencondongkan tubuh ke depan dengan wajah pucat.

“Apa yang harus kita lakukan, Ais?”

Tanya Nonoeru.

“Dengan asumsi kita diserang oleh ribuan tentara musuh, bahkan boneka Ane-sama pun bisa.....”

Selena, yang terdiam, membuat wajah yang menunjukkan bahwa ia ingin menangis.

“Berbicara tentang ini dan itu, kurasa tidak ada pilihan lain selain meninggalkan benteng ini, apakah aku salah?”

Mengatakan hal itu, Kay memandang berkeliling ke wajah teman-temannya.

Bahkan Ais pun tak tahu harus berbuat apa. Dia berbalik ke arah Yuuki, yang duduk di sampingnya.

“Yuuki, kekuatan mereka masih di tengah mengumpulkan...benarkah?”

“Ya, itu betul. Kukira seribu tentara hadir pada saat aku melihat mereka, tetap saja, jumlahnya kemungkinan akan meningkat.”

“Yang berarti mereka tidak segera menyerang kita. Seperti yang kauduga, kita harus mendiskusikan dan memutuskan hal ini begitu Ane-sama tiba.”

Yuuki, Nonoeru, Lela, dan Kay tidak bisa berbuat apa-apa selain mengangguk tanpa suara. Ais mengalihkan pandangannya ke arah Naga di sebelah kirinya. Ais ingin agar Naga mengatakan sesuatu, menginginkan dia mengucapkan kata-kata yang bisa meyakinkan mereka.

“Naga-san, bagaimana menurutmu?”

Yuuki, yang duduk di sebelah kanan Ais, mengembukan pipinya karena ketidakpuasan, tapi bagaimanapun, Naga adalah karakter yang sangat penting, dan dia menatap ke langit dan memberi jawaban.

“Hm, memang benar, aku pendapat yang sama tentang mereka tidak segera menyerang. Seperti yang akan kauperkirakan, itu harus diputuskan pada saat kedatangan Harrigan.”

“....begitu?”

Balas Ais sambil menutupi keputusasaannya.

“Yang lebih penting, Ais. Aku ingin melihat-lihat di dalam gudang, tapi apakah itu bagus?”

“Y-Ya, tidak apa-apa. Tetap saja, apa yang kaucari?”

“Tidak ada hal khusus, aku hanya ingin memeriksa apakah ada sesuatu yang bisa berguna.”

(Aku ingin tahu apa yang ingin dia lakukan)

Sebelum Ais bisa bertanya, Naga berdiri dengan cepat.

“Kalau begitu, aku akan pergi dan melihat ke dalam gudang. Apa pintunya terbuka? Atau mungkin butuh kunci?”

Lela mengangkat tangan kanannya.

“Kalau begitu, aku akan membimbingm-u.”

Dipimpin oleh Lela, mereka meninggalkan ruangan dengan langkah cepat.

“Baiklah...bau tak sedap dari seorang pria telah hilang dan sekarang sudah bersih...”

Karena merasa senang, Yuuki mengatakan hal seperti itu, bagaimanapun, Ais sedikit kesal.

(Sampai sejauh mana kita akan berada di ujung akal kita mulai sekarang? Seberapa besar bahaya yang akan kita hadapi? Aku ingin tahu apakah kita bisa memahaminya. Mungkin... itu tidak masuk akal bagi orang luar untuk berbagi perasaan bahaya kita)

Tapi, Ais merasa Naga bisa memikirkannya. Itu karena dia mengeluarkan aura untuk bisa menemukan solusi terobosan. Meski begitu, tidak ada ketegangan yang dirasakan dari kata-kata dan tingkah lakunya sekarang.

“Omong-omong, Ais, apa yang akan kaulakukan untuk saat ini? Aku sedang berpikir untuk mulai mengintai lagi.”

“Aku penasaran dengan itu. Tidak... Ane-sama pasti segera datang, dan kita mungkin ditugaskan untuk tugas baru dengan perintahnya, jadi Yuuki juga harus tetap di sini. Sama seperti Naga-san bilang, kemungkinan tentara manusia menyerang untuk kedua kalinya itu mungkin rendah untuk saat ini.”

Setiap kali Ais mengucapkan namanya, wajah Yuuki menjadi tidak senang.

“Entah bagaimana, rasanya kita tidak bisa mengandalkan apa kata pria itu.”

Walaupun Yuuki menolak, dia mengakui penjelasannya di dalam hatinya.

(N-Nah, tetap saja itu hanyalah akal sehat. Bukan berarti pria itu memiliki mata yang tajam)

“Omong-omong, Yuuki. Kau terus-menerus bekerja dengan mendukung gerobak, mengintai tentara manusia, dan menyerang mereka. Lebih baik kalau kau beristirahat sejenak. Begitu kau hari berakhir, kita akan menyuruhmu terbang lagi.”

“Aku rasa begitu. Mengerti.”

“Biarpun musuh tidak akan menyerang untuk kedua kalinya, masih ada ketakutan bahwa sejumlah kecil dari mereka mungkin akan mendekat. Pada saat Lela kembali, kami akan mengembalikan penghalang itu, dan kemudian menunggu kedatangan Ane-sama. Nonoeru, Selena, kalian telah melakukan pekerjaan dengan baik, tapi aku ingin kalian bekerja sekali lagi.”

Ketiganya, yang wajahnya diwarnai dengan kecemasan, mengangguk.

Karena tidak ada barang penting di gudang, Naga dan Lela segera kembali.

Tanpa berbicara dengan Naga, muka masam menunjukkan perasaan yang bertentangan dengan ekspektasinya, Ais memanggil Lela.

“Ya, Ai-s?”

“Aku memikirkan untuk memasang penghalang lagi. Maukah kau membantu? Sebaliknya, penghalangmu adalah hal yang paling efisien di antara kita, jadi aku harus memintamu untuk membantu kami.”

Tanpa ragu sedikit pun, Naga bertanya.

“Penghalang... apa itu, Ais?”

“Benar juga, kalau aku mengatakannya dengan sederhana, itu adalah sesuatu yang ditempatkan dengan menggunakan darah para penyihir untuk usaha pencarian musuh, atau kau bisa menyebutnya sebagai perangkat anti-deteksi terhadap manusia? Kurang lebih seperti itu.”

“Ah, Harrigan sudah membicarakannya. Aku tidak mengerti, tapi aku paham.”

“Yang mana?”

“Aku tidak tahu tentang benda yang disebut ‘penghalang’, tapi aku pernah mendengar tentang penghalang. Entah bagaimana aku bisa memahami konsep penghalangmu karena kemiripannya. Jadi, pada akhirnya, kapanpun kau meletakkan benda itu, tentara musuh tidak akan bisa menemukanmu, biarpun mereka tersesat dalam kegelapan dan mendekatimu, bukan?”

“Ya, kau bisa mempertimbangkannya seperti itu.”

“Kau telah menciptakan beberapa hal bermanfaat, bukan? Aku cemburu.”

Menuju Naga, yang ​​mengatakan itu dengan jujur, Ais dan anggota lainnya membuat wajah mencurigakan.

“Cembur….Maksudmu, kekuatan ini?”

“Itu karena bermanfaat, bukan? Atau mungkin, ada semacam kondisi berisiko dalam pertukaran untuk memasang penghalang?”

“Tidak, soal itu, kita hanya menerapkan sedikit darah, energi, dan mana. Selain itu, tidak ada bahaya sama sekali.”

“Kalau begitu, bukankah itu berguna?”

“Tidakkah itu membuatmu merinding? Atau mungkin.....menakutimu? Lagi pula, kita memegang kemampuan yang dianggap tidak normal oleh manusia.”

“Jangan katakan hal yang aneh. Orang yang memiliki kekuatan jauh lebih berguna daripada orang biasa. Mampu berlari lebih cepat dari orang normal atau memiliki kekuatan tidak manusiawi mungkin adalah hal yang bermanfaat. Memiliki kekuatan tidak membuatmu berbeda. Pada akhirnya, kau hanya orang yang bisa menggunakannya.”

-*Takjub*

Ais tercengang.

(Ini pertama kalinya seseorang bereaksi seperti ini. Maksudku, melihat kita seperti orang normal. Bagaimana dia bisa memikirkan kita seperti itu? Sudah kuduga, apakah karena dia bukan seseorang dari dunia ini? Aku penasaran…)

Tidak peduli dengan kebingungan Ais, Naga terus berbicara.

“Jika seseorang yang memegang kekuatan menyerang yang lain, dia akan menjadi ancaman. Jika seseorang yang memiliki ilmu pedang menyerang yang lain dengan pedang, dia akan menjadi ancaman. Dan jika seseorang yang bodoh memimpin tentara, dia akan menjadi ancaman juga. Apapun kemampuan yang kaumiliki, itu tidak masalah. Seseorang akan menjadi terbiasa atau mengancam orang lain tergantung bagaimana dia mengelola kekuatannya. Itu sebabnya, hanya karena kemampuanmu yang luar biasa, aku tidak akan menganggapnya menyeramkan atau menjijikkan. Terlebih lagi, kau menyelamatkan seseorang seperti diriku, yang asal muasalnya diragukan.”

“Naga.....san.”

Mata Ais, yang menatap Naga, menjadi agak basah. Dia sedikit tergerak oleh perkataannya. Lela juga mengamatinya dengan wajah penuh kekaguman. Nonoeru, Selena, dan Kay juga memiliki ekspresi aneh dan takjub. Naga tiba-tiba merasa tidak nyaman.

(Apa, ada apa dengan reaksi mereka ini? Walaupun aku bilang sesuatu yang jelas, mereka merasakan emosi ini?)

Naga masih belum bisa mengerti seperti apa rupa dunia luar ini. Penghuni dunia ini akan menganggap cara berpikir eksentriknya aneh dan unik. Haruskah manusia menyebut diri mereka dan para penyihir sebagai makhluk yang terpisah? Dengan asumsi begitu, para penyihir akan dianggap sebagai makhluk jahat yang mencoba menyerang wilayah manusia. Bagi mereka, para penyihir bukanlah “makhluk aneh dengan kemampuan unik”. Para penyihir, bagaimanapun, adalah penyihir, dan hanya bisa dianggap sebagai “musuh manusia”.

Melanjutkan untuk bertarung dengan manusia yang diatur oleh akal sehat itu dan dikejar oleh mereka, bagi Ais dan selebihnya, pengalaman Naga adalah pengalaman yang segar, aneh, dan menyenangkan.

“Yang lebih penting, Ais. Mungkin lebih baik memasang penghalang itu secepat mungkin. Lagi pula, itu membutuhkan waktu tertentu, bukan? Tidak ada yang tahu kapan unit pengintaian musuh akan datang.”

Karena didesak oleh Naga, Ais kembali sadar.

“Ah…. Benar juga.”

Dia membalas dengan senyum berseri-seri muncul di wajahnya.

“Mari kita cepat-cepat menempatkan penghalang dan menunggu kedatangan Nee-sama.”

Naga memandang sekeliling ruangan.

“Bagaimana dengan Yuuki?”

“Gadis itu, dia sedang beristirahat di ruang terpisah karena dia terus-menerus bekerja hari ini.”

“Kalau begitu itu berarti dia tidak akan membantu memasang penghalang, bukan? Kalau begitu, bolehkah aku ikut?”

“Eh?”

“Itu karena aku belum pernah melihat ini sebelumnya. Aku ingin melihatnya dengan mataku sendiri. Aku berpikir untuk menahan diri sampai gadis itu tiba, tapi...jika dia tidak datang...kalau begitu...”

(Terlebih lagi, dia secara tak terduga adalah orang baik, bukan?)

Begitu Ais bergumam dalam hatinya, dia tersenyum dan menghadap ke arah Lela dan sisanya.

“Semuanya, apa kalian baik-baik saja dengan Naga-san melihat?”

(Eh? Bukankah rasanya senyum Ais sedikit berbeda dengan biasa-nya?)

Sambil merasa sedikit bingung, Lela mengangguk dalam penegasan.

“Aku tidak keberatan, ta-pi...” Nonoeru, Selena, dan Kay, juga mengangguk.

“Kalau begitu, haruskah kita pergi? Selena dan Kay akan tetap di sini dan berjaga-jaga. Jika Yuuki bangun hanya untuk tak menemukan siapapun, itu akan merepotkan. Hal yang sama berlaku untuk kedatangan Nee-sama. Sekarang Yuuki sedang beristirahat, bolehkah aku memintamu melihat dari sisi tebing?”

Selena, yang tampaknya termuda di antara mereka, menjawab sambil menegang.

“Ya, Ais. Aku akan hati-hati.”

Sedangkan untuk Kay, “Yeah, mengerti. Jika terjadi sesuatu, kami akan segera memberi isyarat asap.” Dia menjawab dengan malas.

Seperti itu, Naga berangkat dengan sisanya ke luar benteng, sehingga bisa menempatkan penghalang.


Setelah sekitar setengah jam, Ais dan sisanya telah selesai menempatkan penghalang dan kembali ke benteng. Di sana, Harrigan dan beberapa gadis lain sedang menunggu.

Meski ruangan itu dikatakan sebagai yang terbesar di antara yang lain di bangunan rumah, lantai kayu dan dindingnya bahkan tidak dilengkapi hiasan. Namun, semua anggota bisa berkumpul di dalam. Setelah mendengar kabar dari Selena dan Kay, yang mengurus tempat itu, Harrigan juga menerima laporan terperinci dari Ais dan setuju dengan pendapat Naga karena tidak harus waspada terhadap serangan musuh berikutnya. Selanjutnya, Lela dan yang lainnya baru saja menyebutkan tentang memasang penghalang. Biarpun pengintai musuh tersesat dalam kegelapan setelah hari berakhir dan berencana mendekati benteng secara rahasia, mereka hampir pasti bisa dideteksi. Dengan itu, Harrigan mengumpulkan semua anggota untuk membahas rencana ke depan. Bukan hanya Selena dan Kay, tapi juga Naga, Ais, Yuuki, dan Nonoeru belum makan apa-apa sejak pagi. Karena itu, Harrigan memerintahkan mereka untuk membawa makanan darurat dari gudang, dan mereka mencoba untuk berbicara sambil makan ringan.

Setelah Harrigan, para penyihir duduk dalam lingkaran di bangku lipat, dengan sebuah meja lipat kecil ditempatkan di depan mereka. Ada piring kayu dengan roti kering dan daging kering berbaris di atasnya. Daftar lengkap kehadirannya terdiri dari: Ais, Yuuki, dan Nonoeru, yang telah membawa boneka kayu itu. Lela, Selena, dan Kay, yang telah ditempatkan di benteng. Dee, Cu, Linne dan Linna, Eleonoza, dan Mimone, yang dibawa oleh Harrigan.

Menambahkan Harrigan dan Naga, ada total 14 orang yang hadir.

Naga memandang gadis-gadis yang duduk dalam lingkaran

Naga tidak tahu apakah ada atau tidak ada beberapa penyihir lain yang dikirim ke dalam benteng, tapi jika dia menambahkannya, mungkin paling banyak 20 orang. Dengan jumlah itu, mereka akan melawan tentara manusia. Terlebih lagi, semua anggotanya adalah penyihir muda. Naga, sekali lagi, merasa takjub, kagum, dan simpati. Para penyihir, yang tanpa rasa takut berdiri melawan musuh yang dekat dan kuat, sangat dihormati olehnya. Bukan hanya karena mereka memberinya bantuan. Dia merasakan simpati terhadap cara hidup mereka dan bagaimana penampilan mereka, dia merasa ingin menjadi kekuatan mereka. Naga tidak mengagumi orang-orang yang pelit dan hanya hidup demi kelangsungan hidup, dia sama sekali tidak menghormatinya. Tidak menyerah meski musuh kuat sekali, dan tidak menolak bertarung.Itulah prinsip dan posisinya, atau yang bisa dikatakan, cara hidupnya. Demi Harrigan dan sisanya, yang tidak mau menyerah tidak peduli seberapa keras pertarungannya atau seberapa banyak mereka diusir, Naga memutuskan untuk menunjukkan kemampuannya sebaik mungkin. Sebelum memulai diskusi, Harrigan menghadap ke arah Naga, yang duduk di sampingnya.

“Naga-dono.”

“Apa, kenapa kau kaku begitu?”

Sambil mengangkat dirinya dari bangku lipat, dia berlutut di atas satu lutut di hadapan Naga. Yuuki, yang berada di sampingnya, mengerutkan kening dengan wajah tidak senang.

“Betapapun banyak yang kukatakan, perkataan itu tidak bisa mengungkapkan rasa terima kasihku atas apa yang kaulakukan, tapi setidaknya aku sampaikan rasa terima kasihku.”

Pada saat itu, Harrigan mengucapkan kata-kata ini dan membungkuk dalam-dalam.

“Aku bersyukur padamu karena telah menyelamatkan anak-anak perempuanku.”

“Aku tidak melakukan sesuatu yang besar. Sebenarnya, yang berusaha keras adalah Lela, Yuuki, Ais, Nonoeru, Kay, dan Selena. Sebelum berterimakasih padaku, mungkin kau harus memuji mereka lebih dulu.”

“Eh?” – Ekspresi Yuuki bergeser tiba-tiba.

Sambil mengangkat wajahnya, Harrigan menatap Naga di depan matanya dan terus berbicara.

“Gadis-gadis itu adalah orang-orang yang terkait dengan masalah ini. Wajar saja bagi mereka untuk memperjuangkan diri mereka sendiri. Tapi, berbeda denganmu. Kau tiba dari dunia yang berbeda, dengan kata lain, kau orang luar. Tidak ada alasan bagimu untuk memperjuangkan kita. Bagimu, yang berada dalam posisi seperti itu, memberi kita kebijaksanaanmu dan untuk menyelamatkan kami dari kesusahan, bukankah mengungkapkan rasa syukur kami adalah hal yang jelas?”

“Ah, itu sebabnya, ini....benar, itu adalah ucapan terima kasih karena kau telah menyelamatkanku. Aku mungkin pernah menyebutkannya sebelumnya, bukan? Tentangku pasti membalas kebaikanmu karena menginap dan makan. Ini setara dengan membalas kebaikan itu. Biarpun kau menganggap dirimu diselamatkan olehku, kau tidak perlu mengucapkan terima kasih. Seharusnya baik-baik saja asalkan kau menerimanya sebagai sesuatu yang alami.”

Yuuki tiba-tiba berdiri.

“Benar. Membalas pertolongan seseorang adalah hal yang jelas. Tetap saja, kau jauh dari membalasnya! Itu sebabnya, bekerja untuk kita mulai sekarang.”

“Oi, Yuuki, apa yang kau.....”

Harrigan melotot pada Yuuki seolah mencoba memarahi dia, tapi, meski Yuuki sedikit mengalihkan perhatian dari Naga, Harrigan tidak merasakan adanya niat jahat yang datang darinya. Dia menelan kata-kata tegurannya.

“K-Kalau kau melakukannya, kami tidak akan meninggalkanmu, sebagai gantinya, kami akan membesarkanmu dengan benar. Juga, tentang saat kau menyelamatkanku.... Te-rima kasih.”

Yuuki mengatakan ini dan dengan cepat duduk kembali dan menghadap ke arah lain. Entah bagaimana, pipinya tampak memerah. Apakah karena rasa malu yang disebabkan oleh mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada seorang pria? Atau mungkin...... Seperti itu, Harrigan terkejut dan sangat senang. Itu karena Yuuki, yang dulu membenci pria, mencoba mengakui kehadiran Naga.

(Entah bagaimana, rasanya seperti angin perubahan telah datang. Aku tidak tahu apakah akan meledak ke arah yang benar, tapi setidaknya, ada pertanda sesuatu yang mulai bergeser. Jika berjalan lancar, kita mungkin bisa mengubah situasi putus asa ini.)

Jantung Harrigan berdebar diam dengan harapan seperti itu.

“Oh, benar juga.”

Dinyatakan terima kasih, Naga tersenyum lebar.

“Memang, aku tidak bisa melunasi hutangmu sekaligus. Karena itu, aku akan melunasinya dengan tekun mulai sekarang. Apa kau baik-baik saja dengan itu, Yuuki?” Yuuki menjawab sambil sangat menghindari kontak mata dengannya.

“B-Bukan berarti masalah”

(Heh? Jadi gadis itu juga punya sisi imut.)

Berpikir begitu, Naga berpaling ke arah Harrigan.

“Karena itulah aku memberitahumu Harrigan, kau tidak perlu sujud seperti itu di hadapanku.”

Naga mengulurkan tangannya ke arah Harrigan yang berlutut di atas satu lutut.

“Hei, tolong berdiri.”

Dengan lembut meraih tangannya, Naga menariknya dari lantai.

“Selain itu, tidak perlu memanggilku dengan ‘dono’. Panggil saja aku dengan ‘Naga’ seperti yang biasa kaulakukan.”

Setelah melepaskan tangannya, Harrigan membalas dengan senyum di wajahnya.

“Kalau begitu, apa aku membiarkan diriku melakukannya?”

Itu bukan senyum sarkastik atau senyum mengejek sendiri. Saat ini, dia menampilkan senyuman lembut, yang belum pernah ditunjukkannya sebelumnya.

Sambil berdiri, Harrigan kembali ke bangku lipat.

“Nah, Harrigan, ada satu usulan yang datang dariku yang ingin melunasi utangku, tapi maukah kau mendengarnya?”

“Tentu saja. Tanyakan? Betapapun kau menginginkannya.”

“Ah, tidak. Sebelum itu, pertama, aku ingin memastikan topografi tempat ini.” Naga menatap Yuuki.

“A-apa? Kau masih punya sesuatu yang ingin kaukatakan?”

“Daripada ingin mengatakan, aku ingin memeriksa sesuatu, tapi, kau bisa melihat medan benteng musuh dari atas, bukan?”

“B-Benar, aku bisa. Kenapa memangnya?”

“Apa kau bisa menggambar peta?”

“Eh? Peta?”

“Ya, yang sederhana yang memungkinkan aku memahami secara luas bentuk tanah dan jarak yang harus ditempuh.”

“A….Aku akan mencoba menggambarnya.”

Begitu dia mengangguk dengan ekspresi samar, Naga meminta Lela membawakannya kertas dan pena. Sayangnya, karena tidak ada kertas cadangan di dalam benteng, dia datang dan membawa perkamen. Mengingat ingatannya sendiri, Yuuki menggambar dengan pena di perkamen. Dan tak lama kemudian, dia menyelesaikan sebuah peta sederhana.

“Heh? Bukankah kau terampil?”

“T-tentu saja!”

“Aku mengerti. Jadi ada gurun antara pegunungan dan sungai...? Sepertinya kita bisa melakukan sesuatu dengan ini.”

Naga, yang mengangguk, menyandarkan tubuhnya ke depan dan menunjuk ke peta.

“Yuuki, benteng musuh, berapa lama menurutmu dibutuhkan pasukan musuh untuk berbaris jarak antara benteng Ein dan tebing ini?”

“Ah…. ehm.... “

Yuuki dengan putus asa mulai memperkirakan jarak yang ditempuh untuk terbang kesana.

“Mungkin satu hari kalau mereka berlari cepat dengan kaki. Aku ingin tahu apakah mereka tidak akan mencapainya pada malam hari adalah mereka berangkat pagi-pagi. Dan jika mereka berjalan pelan, mungkin mereka akan sampai keesokan harinya, tapi...”

(Hm? Rasanya dia tidak terlalu percaya diri dalam jawabannya)

Begitu dia menatapnya dengan takjub muncul di wajahnya, wajah Yuuki berwarna merah dan sepertinya uap itu akan meledak di bagian atas kepalanya.

“A-A-A-Apa ada yang ingin kaukatakan? Kalau ada, katakan saja tanpa senyum lebar di wajahmu. Ini memberiku firasat buruk!”

“Tidak, tidak.”

Sambil melambaikan tangannya, Naga memalingkan mukanya ke Harrigan.

“Bagiku, aku tidak begitu mengerti struktur kekuatan dunia ini atau keseluruhan perspektif wilayah yang berada di bawah kendalimu. Itu sebabnya, aku ingin memastikan beberapa hal.”

Naga, yang mengatakan ini, melihat ke sekeliling semuanya sekarang. Pada kilatan tajam di matanya, beberapa penyihir menegakkan tubuh tanpa sadar.

“Membiarkan manusia merebut benteng ini akan menjadi buruk, bukan?”

Harrigan mengangguk dengan serius.

Naga01 281.jpg

“Ya. Kalau kita diusir dari tempat ini, kita takkan bisa mencegah tentara Kerajaan Cassandra menembus Hutan Hitam. Sama saja seperti kita tak bisa tetap berada di dalamnya.”

“Begitukah? Kalau begitu, untuk melindungi tempat ini mari kita keluar dan mengalahkan mereka.”

(S-Sungguh bodoh!?)

Bukan Harrigan saja, tapi juga semua penyihir di sekitar menatap Naga dengan heran.

Akhirnya memecahkan kesunyian, Harrigan tersentak.

“Keluar dan mengalahkan mereka, apa katamu? Apa kau serius dengan itu?”

“Tentu. Untuk melindungi bagian dalam, kau harus menang di luar. Menurutku itu cukup jelas.”

“Kau…. Pasti ada rencana, kan?”

Naga menanggapi secara definitif dan tenang pada Harrigan, yang wajahnya dipenuhi kebingungan, keraguan, dan harapan.

“Tentu saja aku punya rencana. Kalau kau meninggalkan kepemimpinan padaku, aku bisa dan akan mengalahkan tentara Cassandra dengan saksama sehingga mereka tak mau mendekati tempat ini lagi. Bagaimana dengan itu?”

“Meninggalkan kepemimpinan padamu... ..?”

“Betul.”

Balas Naga sepertinya tidak bingung atau sombong. Harrigan melirik Yuuki. Walaupun biasanya dia mengajukan keberatan atau menyatakan ketidaksetujuannya dengan kata-kata kasar dan menghina, tampaknya dia bingung dengan saran Naga yang tidak bijaksana.

“Apa kau keberatan kalau kita membuat keputusan setelah.....kita mendengar rencanamu?”

“Ya, aku tidak keberatan.”

“Kalau begitu, ayo kita dengar.”

Epilog[edit]

“Astaga, siapa yang kami temukan di sini, kalau bukan Kepala Daerah. Selamat datang dan terima kasih atas kehadiranmu.”

Di dalam istana kerajaan tertentu, di ibukota Kerajaan Cassandra, seorang raja, yang tampak berusia tiga puluhan, melambaikan pakaiannya yang panjang dan mewah, dan menyambut tamunya dengan hormat.

Selain ibukota, Kerajaan Cassandra menguasai lebih dari tiga kota berbenteng lain dengan beberapa permukiman kecil. Itu adalah negara yang relatif kuat dengan populasi yang besar di daerah terpencil.

Orang ini, yang mana raja Cassandra saat ini, Cassandra III, dipuji dan dicela sebelumnya, adalah kardinal yang dikirim oleh Gereja Lama, seorang pria bernama Aiba.

Aiba, yang kurus, tinggi, dan terbungkus jubah putih, muda, dan tampak berusia akhir dua puluhan. Fakta bahwa dia ditugaskan sebagai kepala daerah di usia muda ini adalah bukti bahwa dia adalah orang yang tajam dan cakap.

“Tidak, jangan pedulikan, Baginda.”

Sambil tersenyum lemah, sang Kardinal, Aiba, membalas sapaannya. Di belakangnya, 10 orang, yang ditugaskan sebagai penjaga, berbaris. Mereka semua adalah anggota ksatria suci. Ksatria-ksatria itu tidak mencoba melepas helm mereka di depan Casandra III, karena mereka hanya akan menunjukkan wajah telanjang mereka kepada pendeta dari Gereja Lama, dengan kata lain, kepada Anak-Anak Tuhan.

“Silakan duduk.”

Cassandra III sampai di tempat kehormatan di meja panjang yang diletakkan di ruang makan dan meminta Aiba untuk duduk. Melihat Aiba menggantikannya di kursi hitam terbuat dari kulit, orang-orang Cassandra duduk di kedua sisinya, saling berhadapan.

Wine anggur, kue teh, dan buah-buahan terus dibawa keluar satu demi satu oleh maid.

Para maid pergi setelah mengantarkan cangkir buah dan wine, lalu Raja Cassandra dengan santai meraih tangannya ke gelasnya yang berisi cairan merah dan mengangkatnya di depannya.

“Untuk menghormati Kepala Daerah, yang menghiasi kami dengan kehadirannya setelah menempuh perjalanan jauh.”

“Saya mengucapkan terima kasih kepada Tuhan, yang berkah dan kebaikan-Nya tidak terbatas, serta Baginda.”

“Tos!” (x2)

“Tos!” (x4)

Usai menikmati aroma dan rasa anggur yang kaya untuk sementara waktu, Aiba meletakkan cangkirnya kembali ke atas meja dan melihat ke arah Raja Cassandra sambil menyeringai. Namun, mereka yang mengawasinya pasti akan memperhatikan bahwa matanya sama sekali serius.

“Kalau begitu, Baginda, saya penasaran, bagaimana rencana invasi hutan telah maju?”

Suara Aiba tenang, dan ekspresi ringannya tidak goyah, tapi bagaimanapun, matanya memancarkan cahaya dingin dan kejam.

“Tanpa penundaan, kami dapat mengukur potensi penyihir, gaya bertarung, kekuatan pertahanan mereka, bahkan mengerahkan pasukan kami ke tempat yang nyaman berkat saranmu. Namun, beberapa hari yang lalu, kami mengalami beberapa pengalaman pahit.”

“Tentu, satu atau dua kekalahan bertempur takkan banyak berubah selama kita menang dalam perang.”

“Dengan memulai serangan dan membiarkan mereka merespons, kami bisa menganalisis potensi perang musuh kami. Karena kami belum pernah melancarkan serangan yang tidak beralasan sejak awal, kami tidak mengalami kerugian besar. Begitu kami selesai menganalisis potensi perang mereka melalui cara ortodoks, kami akan membentuk strategi yang ideal. Astaga, kami kagum sekali dengan akalmu.”

Raja Cassandra tersenyum seolah sedang dalam humor yang baik.

“Kami sudah terbiasa dengan gaya bertarung penyihir. Kami juga mengetahui bahwa jumlah mereka jauh lebih sedikit daripada yang kami duga. Seperti ini, kami akan bisa segera menghancurkan para penyihir.”

(Begitu. Raja ini tidak bodoh, tapi dia tidak berterus terang. Tidak dungu, tapi jujur tanpa akal sehat. Lagi pula, bukankah dia akan menjadi pemilik kecil dari sebuah daerah perbatasan? Tetap saja, untuk membimbing orang-orang ini adalah tugas kami sebagai Anak-Anak Tuhan) Dengan wajah Aiba yang tidak memberi kesan akan pikiran terdalamnya, dia bertanya

“Kalau begitu, rajaku, bagaimana kekuatan Anda saat ini?”

“Kami berencana untuk mengumpulkan 2000 tentara.”

“Tentu, dia pekerja keras, bukan?” – Aiba mengaguminya.

Jumlah 2000 paling dekat dengan kekuatan maksimum yang bisa dimobilisasi Cassandra. Bila seseorang jujur tanpa akal sehat, mereka mungkin tidak akan menahan diri sedikit pun. Aiba terkekeh di dalam hatinya saat ia mencoba menghasut Cassandra; Tetap saja, dia tidak cukup bodoh untuk membiarkannya belajar tentang itu.

Dengan menunjukkan sikap serius, dia membungkuk ke arah sang raja.

“Memisahkan kekuatan militer seseorang menjadi kelompok kecil adalah ide yang bodoh. Hanya dengan akumulasi kekuatan yang intensif, kami bisa menghasilkan hasil yang paling tinggi. Tapi tentu saja, ini adalah sesuatu Baginda dan Jenderal harus tahu.”

“Umu. B-Benar. Seperti katamu, Aiba-dono.”

“Dengan membasmi para penyihir yang tinggal di sana, Anda bisa menghubungkan negara dan wilayah Anda melalui hutan yang luas itu. Serta, Anda akan bisa mendapatkan keuntungan dari negara lain.... Anda paham?”

Aiba terus mendesak Cassandra secara tidak langsung dan tenang seperti yang telah dilakukannya sampai saat ubu.

Keinginan untuk bertindak sebagai negarawan menyala di mata sang raja.

“Aku mendengar bahwa ada sejumlah kayu, tumbuhan liar, buah-buahan, dan hewan liar di dalam hutan. Aku juga mendengar bahwa sumber daya mineral tidak terpakai di sana. Bagi para penyihir, itu adalah hal-hal yang tidak berguna, dan pada saat bersamaan, memberikan sesuatu yang berharga kepada seseorang yang tidak tahu nilainya. Kami akan memanfaatkannya secara efektif.”

Dengan ucapan Raja Cassandra yang penuh semangat, Aiba tersenyum lebar.

“Untuk memusnahkan para penyihir dan untuk membuat umat manusia makmur, itu adalah keinginan Bapa kita.”

Dengan mengatakan “Bapa”, Cassandra III maksud yakni Tuhan Yang Satu dan Yang Mutlak, yang mereka percayai. Lalu, para pendeta bersama Aiba yang melayani Tuhan juga adalah anak-anak-Nya.

Makanya, para pendeta disebut sebagai Anak-Anak Tuhan.

“Omong-omong, kapan kita bisa mulai menyerang hutan?”

Raja Cassandra menatap pria itu, mengenakan seragam militer, di sampingnya.

“Jenderal, tanggal berapa tepatnya kau akan mulai beroperasi?”

Jenderal, yang berdiri dari bangku dan menurunkan kepalanya sampai ke keningnya menyentuh meja, akhirnya mengangkatnya dan mengumumkan dengan tegas kepada raja dan Aiba.

“Rencana kami akan dimulai dalam sepuluh hari. Saat fajar menyingsing pada hari kesepuluh, kami akan berangkat. Kami akan menyerang benteng yang terletak di puncak tebing besar dan mengusir para penyihir menjauh dari hutan. Lalu kami bermaksud untuk memperkuat benteng yang direbut, sehingga bisa menciptakan pijakan untuk memasuki hutan.”

Raja Cassandra dan Kardinal Aiba mengangguk puas.

Dengan tentara Cassandra berangkat setelah 10 hari, Naga, Harrigan, dan selebihnya akan membutuhkan waktu setidaknya 10 hari untuk melakukan persiapan. Namun, melawan kekuatan yang mendekati 2000 tentara, mereka hanya akan memiliki kekuatan 20 orang. Perbedaan antara kekuatan biasanya menyebabkan seseorang putus asa. Taktik macam apa yang akan diambil Harrigan dan Naga? Pertempuran 2000 tentara melawan 20 orang hampir dimulai.

Kembali ke Laman Utama Lanjut ke Jilid 2