Oregairu (Indonesia):Jilid 9 Bab 0

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Bab 0 : Meskipun demikian, Ruangan itu Terus Bersandiwara Tanpa Henti Setiap Hari[edit]

Angin sedang mengetuk-ngetuk jendela. Dengan lautnya berada di dekat sini, angin terus bertiup ke arah bangunan, tidak terhalang karena tidak adanya bangunan yang tinggi di sekitar sini.

Mengikuti suara itu, mataku secara refleks beralih ke luar jendela.

Semua pohon yang sedang berguguran itu bergoyang dan awan-awan debu melayang-layang di dalam angin yang kering ini. Pejalan kaki yang berhamburan meluruskan kerah mantel mereka, terus berjalan dengan bahu mereka merunduk.

Sekolah ini, juga, akhirnya melihat musim dingin. Musim yang sama persis seperti ini berlalu tahun lalu, namun aku tidak pernah tahu betapa dinginnya hembusan angin ini sebenarnya.

Yang tercampur baur ke dalam bunyi terpaan angin ini ada beberapa suara.

“Lihat, sudah super kering sekarang ini, bukan? Jadi saat Yumiko membawa pelembab udara mini ini datang, benda itu benar-benar mengepul selama kelas. Dan macam baru-baru ini, USJ… USA? Atau apalah, bisa memberikanmu listrik. Kamu tahu, benda yang itu!”

Yuigahama akan menggabungkan isyarat tubuh dan tangan sambil dengan santai menggerakkan tubuhnya selagi dia berbicara dengan penuh semangat. Yukinoshita akan melihat ke arahnya dengan suatu senyuman dan mengangguk untuk menanggapinya.

“Aku tahu. Pasti itu praktis sekali.”

Yukinoshita biasanya memang bukan tipe-tipe orang yang banyak bicara, jadi suatu tanggapan pendek seperti itu bukanlah sesuatu yang tidak biasa. Tapi senyuman itu adalah sesuatu yang hanya tidak bisa kutatapi secara langsung.

Aku dengan perlahan melepaskan pandanganku dari lantai. Di depanku terdapat kaki Yuigahama yang berpaling ke arahku.

“Aku tahu bukan! Jadi kupikir mungkin kita bisa membeli satu untuk ruangan ini. Benarkan, Hikki? …Hikki?”

Kemungkinannya seluruh tubuhnya sedang menghadap ke arahku. Yuigahama menanyakanku lagi, mendesakku untuk menjawab. Karena aku terlarut dalam lamunanku, jawabanku agak sedikit telat. Untuk mengisi jeda itu, setelah aku dengan sengaja membuat suatu helaan pasrah, aku menjawab.

“…Aku mendengarmu. Itu USB. Kenapa kita perlu mendapat listrik dari tempat Amerika seperti itu?”

“Ah, itu dia!”

Yuigahama menepuk tangannya dan menjawab. Dan tanpa menunggu jawaban dariku maupun dari Yuigahama, dia segera meneruskan.

“Ponsel-ponsel sekarang ini bisa dicas dengan menghubungkannya pada benda USB itu atau entah apalah, itu macam super praktis, lihat~. Dan macam akhir-akhir ini, bateraiku juga benar-benar suka cepat habis!”

Yuigahama meneruskan percakapannya dan setelah itu, dia melompat pada topik mengenai model-model ponsel baru.

Berkat itu, percakapannya berjalan terus tanpa sedikitpun jeda. Namun, hanya kata-katanya yang terus berlanjut sebab topik dan hal-hal yang seharusnya berada di pusat kata-kata itu tidak berlanjut.

Tapi apakah itu karena pepohonan yang mengintip dari luar jendela, yang digetarkan oleh angin yang membekukan itu sampai kupikir itu terlihat seperti sepotong es yang mengapung-apung dari kejauhan? Jika aku salah mengambil langkah dari jalan yang benar, itu terasa seakan aku akan tenggelam jatuh ke dasar.

Walaupun ruangan ini tidak memiliki sebuah kalender, aku tidak perlu melihatnya untuk mengetahui apa tanggalnya. Melihat tanggalnya sedikit serupa dengan menghitung mundur sisa tahun-tahun hidupmu.

Kami sudah di pertengahan memasuki Desember. Hanya dua minggu lebih sedikit lagi dan sudah akan Tahun Baru. Tahun ini sudah akan berakhir.

Segala hal akan berakhir dan kamu tidak akan mampu membawa itu semua kembali ke hari-hari tersebut.

Selagi kamu menatapi matahari yang terbenam, kamu juga akan sadar bahwa tahun ini sudah akan berakhir.

Tentu saja, matahari telah terbenam sampai sekarang dan tahunnya sudah berjalan dengan cara yang sama. Jika kamu bertanya apakah matahari hari ini berbeda dari matahari semalam, jawabannya adalah tidak. Pada akhirnya, itu semua benar-benar merupakan sesuatu yang sama. Hanya saja kesadaran orang-orang yang melihatnya itu telah berubah.

Aku, tidak, kami. Kami sudah pasti telah menyadari apa yang tersisa di sana dan itulah kenapa matahari terbenam yang merupakan hal biasa itu adalah sesuatu yang membuat kami merasa sentimentil.

Tapi di dalam perputaran waktu, ruangan ini merupakan satu-satunya tempat dimana waktunya terbeku.

Semenjak pemilihan ketua OSIS itu, tidak ada satu hal pun yang berubah selagi kami menghabiskan waktu di dalam ruangan ini. Selagi kami meneruskan percakapan-percakapan yang terasa janggal yang hanya bisa disebut kekosongan dan waktu yang kami habiskan itu seperti kami sedang berjalan di atas es tipis.

“Aku hanya sedang berpikir betapa dinginnya di sini, tapi itu mengingatkanku dengan hal yang lain. Seperti sudah hampir Natal dan semacamnya…”

Yuigahama sekali lagi beralih ke topik lain.

Baik aku dan Yukinoshita berpartisipasi ke dalam percakapan itu dengan jawaban hampa seperti “dingin”, “memang sudah lebih dingin”, “besok akan lebih dingin lagi”. Tapi menyadari bahwa percakapannya tidak akan berjalan lebih jauh lagi dari itu, Yuigahama dengan semangat memajukannya.

“Ah! Kenapa tidak kita minta Hiratsuka-sensei untuk menambahkan sesuatu seperti sebuah tungku ke dalam ruangan ini!?”

“Aku rasa itu mungkin akan sedikit sulit.”

Yukinoshita tidak merasa terganggu sedikitpun oleh semangat Yuigahama sebab dia dengan lembut menunjukkan senyuman yang dipaksakannya.

“Kalau tentang orang itu, aku yakin dia ingin mendapat hadiah untuk dirinya dulu.”

Dipikir lagi, aku mendapat perasaan dia malah akan memprioritaskan untuk menjadi sebuah hadiah untuk seseorang. Seseorang cepat ambil dia, yang benar saja.

Ketika kami berdua menyahut dengan lesu, Yuigahama juga menjadi patah semangat.

“Aku paham… mungkin begitu.”

Bahu Yuigahama merosot sedikit dengan tampang murung.

Apa ini seperti perasaan dimana rentetan kurva lereng negatifnya[1] sudah berakhir?

Baik aku dan Yukinoshita itu semula memang tipe-tipe pendiam jadi tidak banyak topik yang bisa dengan santai kami angkat. Itulah kenapa, akhir-akhir ini, Yuigahama-lah yang sudah memulai sebagian besar dari percakapan-percakapannya.

Biasanya, semua topik-topiknya itu terutama santai dan tidak berbahaya. Semua itu merupakan cara-cara yang lumayan berbelit-belit untuk menghabiskan waktu.

Aku rasa Yuigahama sudah semakin hebat dibanding sebelumnya dalam mencari cara untuk memperpanjang suatu percakapan.

Tidak, itu mungkin agak sedikit salah.

Mungkin sebelum dia memasuki Klub Servis bahwa dia sudah hebat dalam hal ini. Itu adalah kemampuannya yang diasahnya sampai hari ini, kemampuan untuk membaca suasana, mengisi keheningan, dan menutupi keadaannya secara dangkal seakan tidak ada apa-apa.

Ini mungkin mirip dengan bagaimana aku akan membuka sebuah buku hanya untuk tidak membacanya.

Baris-baris kalimat dan waktu berlanjut. Mengabaikan keadaannya sambil berbaur ke dalam percakapannya, aku dengan santai melihat ke arah jam.

Jika hari ini berjalan dengan cara yang sama seperti beberapa hari sebelumnya, maka itu sudah hampir waktunya bagi Yukinoshita menyarankan untuk pulang.

Seakan semua orang memahami hal itu, Yuigahama melihat ke atas langit dari jendela.

“Sudah lumayan gelap, huh?”

“…Aku rasa iya. Mari kita mengakhirinya untuk hari ini?”

Dengan kata-kata Yuigahama sebagai aba-abanya, Yukinoshita menutup bukunya dan meletakkannya ke dalam tasnya. Kmai berdua melakukan hal yang sama, membuat persiapan untuk pulang, dan berdiri.

Segera setelah saklarnya ditekan, ruangan ini segera diselubungi oleh kegelapan. Kami meninggalkan ruangan itu dan di depan kami terdapat kegelapan yang terus menyelubungi. Kami berjalan tanpa berkata-kata melintasi lorong itu sambil terbenam dalam keheningan dan sampai ke luar dari pintu masuk.

Matahari telah terbenam dan yang keluar dari bangunan sekolah adalah kerjapan cahaya yang tidak dapat diandalkan. Sinar setelah matahari tenggelam juga tidak dapat menembus bayangan bangunan sekolah. Sisi tempat kami berdiri sudah diselubungi ke dalam kegelapan malam hari.

“Oke, aku akan menaiki bus!”

“Ya.”

Saat aku menyahut pada Yuigahama yang dengan keras menyatakan hal itu selagi dia mengangkat tangannya, aku berpaling ke arah area parkir sepeda. Dan satu orang lagi yang tersisa, Yukinoshita, melihat kami pergi dan mengucapkan kata-kata perpisahannya.

“Ya, sampai jumpa.”

Karena kegelapannya, aku tidak dapat melihat wajahnya dengan baik. Namun, mungkin senyuman itu yang sedang dia buat. Yukinoshita dengan hening mengatur kembali tasnya dan merapikan syal di kerahnya. Sikap kalemnya itu menghasilkan kesan bahwa dia tidak terlihat ada perbedaan dari sebelumnya.

“Sampai nanti.”

Ketika aku menjawab dengan jawaban singkat, aku memalingkan mataku dari Yukinoshita dan bergegas menuju area sepeda.

Tapi tidak peduli betapa keraspun aku mencoba untuk tidak melihatnya, ekspresinya itu akan kembali muncul lagi di dalam kepalaku dan tidak mau menghilang.

Senyuman itu yang tidak berubah sejak hari itu.

Aku dengan kuat mengayuhi sepedaku untuk mengusir pemikiran itu.

Kamu terbiasa dengannya, kamu bertingkah bersahabat, dan kamu menjadi lebih lemah dari dirimu yang sebelumnya.

Pada akhirnya, situasi yang dinamakan kehidupan sehari-hari ini akan dikemas dan dikirim ke lubuk terdalam memorimu dan kamu tanpa diragukan lagi akan mencoba membuat-buat alasan dengan menyebutnya sebuah memori.

Waktu adalah obat untuk segalanya atau begitulah yang mereka katakan.

Tapi itu salah. Waktu bukanlah apa-apa selain racun yang bekerja perlahan-lahan. Itu adalah sesuatu yang dimaksudkan untuk mengakhiri sesuatu dan membuatmu menyerah akan sesuatu, dengan pelan mengikis sesuatu dari masa lalu itu.

Selagi aku melesat ke pusat kota dengan sepedaku, cahaya-cahaya yang mendekorasi semua rumah-rumah menangkap perhatianku. Seperti yang Yuigahama katakan, Natal sudah hampir tiba.

Dulu ketika aku masih kecil, aku mengenalinya hanya sebagai hari dimana aku dapat menerima hadiah-hadiah yang kuinginkan. Yah, itu adalah sesuatu seperti versi hari ulang tahun yang lebih kecil.

Namun, itu berbeda sekarang. Aku bukan lagi anak kecil itu dan tidak ada lagi hadiah yang dipersiapkan.

Di atas semua itu.

Semua hal yang kuharapkan dan kuinginkan, aku tidak memiliki itu semua lagi.

Dan aku, tentu saja, bahkan tidak diizinkan untuk menginginkan sesuatu.

Catatan Penerjemah[edit]

  1. Kurva lereng menandakan hukum permintaan.


Mundur ke Ilustrasi Kembali ke Halaman Utama Lanjut ke Bab 1