Oregairu (Indonesia):Jilid 9 Bab 9
Bab 9: Tentu saja, Isshiki Iroha Mengambil Satu Langkah ke Depan[edit]
9-1[edit]
Hari Senin selepas sekolah dan kami berkumpul di ruang OSIS.
Kami sedang menggelar konferensi untuk konferensi yang akan kami gelar dengan SMA Kaihin Sogo sebelum berjumpa dengan mereka. Apaan, malah sebuah konferensi untuk konferensi yang didasarkan pada konferensi dari sebuah konferensi mungkin akan digelar saja.
Semalam, aku mengirim SMS instruksi pada Yuigahama memintanya untuk menghubungi semua orang yang terlibat. Karena itu, semua orang berkumpul dengan patuh.
Anggota OSIS duduk di salah satu sudut meja pada konferensi ini. Pada kelompok itu, mataku bertemu dengan mata Isshiki.
Mempertimbangkan apa yang terjadi kemarin lusa, aku menduga dia akan murung, tapi itu jelas bukan begitu adanya karena tidak terlihat ada perbedaan dari bagaimana dia biasanya. Tentu saja, dia sangat mungkin saja sedang memasang tampang tegar.
Isshiki melihat ke sekeliling pada semua orang yang hadir dengan gelisah.
“Um, jaaaadi, apa alasannya semua orang dikumpulkan kemari?”
“Pemastian tujuan kita dan apa yang harus dilakukan mulai sekarang ini, kurang lebih.”
Ketika aku menjawab, Isshiki menjawab dengan sangsi menyeru “haa” yang terlihat seperti dia mendapat gambarannya tapi juga tidak mendapat gambarannya pada waktu yang sama. Melihat itu, Yukinoshita mendadak memberungut.
“Isshiki-san, menggelar rapat itu sesuatu yang seharusnya kamu lakukan.”
“Y-Ya…”
Dengan Yukinoshita menatap setajam anak panah ke arahnya, Isshiki membuat respon tersentak dan meluruskan tubuhnya. Tapi memang, Yukinoshita hanya sedikit terlalu menakutkan sekarang ini, ya… Tapi kami tidak berkumpul di sini hanya supaya kami bisa menceramahi Isshiki.
“Tunggu dulu, bukan itu kenapa kita di sini sekarang ini…”
Aku mencoba untuk memajukan percakapannya, tapi kali ini, Yukinoshita melemparkanku tatapan yang tajam.
“Aku percaya kamu seharusnya jangan mengelirukan hati yang lembut dengan kebaikan.”
Aku paham apa yang Yukinoshita ingin katakan. Kasih sayang, tidak menoleransi dan menenangkan hati itu hal-hal yang seharusnya tidak dikelirukan dengan satu sama lain. Kerasnya Yukinoshita itu mungkin semacam sesuatu yang mereka sebut marah karena sayang untuk Isshiki.
“Tapi kalau kamu cuma keras saja, maka kamu hanya akan memberi kesan sebagai orang yang berhati dingin.”
“Itu mungkin benar, tapi kalau kamu melakukan setiap masalah yang ada untuk Isshiki-san, itu tidak akan baik untuknya, bukan?”
Ketika aku mengucapkan sesuatu, Yukinoshita akan langsung menjawab balik. Tidak bagus, kalau begini terus, argumen kami akan terus berjalan bersisian secara paralel.
“Itu seperti aku sedang ditegur oleh orangtuaku…”
Ketika Isshiki bergugam dengan menggerutu, Yukinoshita sudah akan mengucapkan beberapa patah kata teguran lagi sampai Yuigahama menghentikannya.
“N-Nah nah, maksudku, Iroha-chan masih belum terbiasa dengan ini, jadi…”
“…Baiklah kurasa.”
Ketika Yuigahama mendamaikan situasinya, Yukinoshita mundur.
Yah, namun, hal-hal yang Yukinoshita ucapkan itu cukup benar. Isshiki dapat berdiri di kakinya sendiri sebagai ketua itu apa yang kami harapkan dari semula. Aku bukanlah seseorang yang hebat, jangankan mengesankan, yang cukup untuk mengajari seseorang, dan kebetulan, aku tidak yakin soal debaran di dadaku iniCite error: Invalid <ref>
tag; refs with no name must have content, tapi aku harus menjadi semacam penyangga bagi Isshiki dengan caraku sendiri mulai sekarang.
Aku terbatuk sekali dan memfokuskan mataku pada Isshiki secara langsung.
“Isshiki, apa kamu paham apa masalahnya sekarang ini?”
“Haa, bukankah kita kekurangan uang, waktu, dan tenaga?”
“Itu benar. Jadi apa yang kita lakukan soal itu?”
“Ummm… Jadi kita akan melakukan sesuatu seperti alih daya, kurasa? Itu dimana kita akan mengumpulkan orang yang bisa menampilkan sesuatu untuk kami dan karena kita kekurangan uang untuk membayar mereka, kita sekarang mencoba untuk mengumpulkan uang atau sesuatu semacam itu…”
Isshiki mendapat gambaran yang tepat akan situasi sekarang ini. Walaupun dia tidak terlihat seperti dia sedang mendengarkan percakapannya, dia sudah pasti ada mendengarkannya. Terus terang saja, dibanding ketua komite yang bertanggung jawab terhadap Festival Budaya dan Festival Olahraga, itu aneh bagaimana ini terasa jauh lebih baik bahkan cuma dengan kemajuan sebanyak ini saja.
Setelah memastikan pemahaman Isshiki mengenai masalahnya, aku melanjutkan percakapannya.
“Dan melihat bagaimana Hiratsuka-sensei bereaksi terhadap perolehan anggaran itu, kelihatannya itu akan sulit. Juga, galang dana itu sepenuhnya tidak untukku.”
“Alasan yang terakhir itu sepenuhnya egoistik…”
Yukinoshita membuat helaan takjub. Tapi lihat kemari, Yukinon! Gahama-san dan Irohasu keduanya menganggukan kepala mereka, lihat! Jika kita akan membuat sebuah penggalangan dana, menurut perhitungan kasar dalam kepalaku, paling buruk kita akan perlu setidaknya 5.000 yen per orang… Itu tidak mungkin… Jumlah ini adalah sesuatu yang mungkin bisa kuperoleh jika aku menangis-nangis pada orangtuaku, tapi kalau aku harus membayarnya untuk sesuatu seperti ini, aku mungkin lebih baik memakai uang itu untuk menghancurkan acara ini secara keseluruhan saja. Lagipula, ada kemungkinan bahwa kita harus menggalang lebih banyak uang lagi mulai sekarang.
Dengan masalah uang akhirnya menjadi lebih realistis, anggota OSIS yang lain melihat pada satu sama lain. Dan orang di kelompok itu dengan wajah paling enggan adalah Isshiki. Astaganaga, gadis ini sungguhlah…
“Rencana saat ini tidaklah begitu realistis. Sekalipun kita membuatnya terjadi, hanya sebagian yang bisa dilaksanakan. Dan jika kamu mempertimbangkan semua promosi yang kita lakukan, maka acaranya itu sendiri akan kurang semarak jika dibandingkan. Itu akan menjadi suatu acara yang sangat mengecewakan.”
“Aah, itu mungkin benar…”
Isshiki berbicara sambil menghela seakan dia sudah membayangkan pemandangan acara mengecewakan itu.
Mereka mencoba untuk membuatnya terdengar keren dengan menyebutkan “The Music Connecting Now”, tapi, itu, macam, sudah sepenuhnya mustahil jika penghibur-penghibur yang cuma dibatasi satu jam untuk tampil di atas pentas sebagai satu kumpulan pemusik… Apa persisnya yang terkonek di sini…?
“Hal pertama yang ingin kupastikan adalah mengenai hal itu. Yaitu, apakah itu hal yang bagus atau bukan. Aku ingin tahu apa yang anggota OSIS rasakan mengenai itu. Omong-omong, aku tidak peduli yang manapun itu. Dari awalpun, aku tidak lebih dari seorang penolong. Toh, aku hanya melakukan apa yang disuruh padaku.”
Ketika aku menanyakannya, Isshiki mengerang selagi dia menyilangkan lengannya dan mulai berbicara sambil merenung.
“Yah, itu sudah pasti bukanlah hal yang baaaaagus. Maksudku, kita mungkin lebih baik tidak usah melakukannya saja kalau itu akan menjadi acara yang buruk atau semacamnya. Tapi macam tidak mungkin kita bisa berhenti sekarang atau apa, kamu tahuuu. Dan itulah kenapa ada sebagian dari itu yang tidak bisa kita lakukan apa-apa.”
Menjawab ucapan cengeng dan kurangnya motivasi dalam kata-kata yang diutarakannya, Yukinoshita menekan-nekan dahinya seakan dia menderita sakit kepala.
“Isshiki-san…”
“N-Nah nah…”
Ketika Yuigahama sedang menenangkan situasinya, Isshiki dengan tersentak memperbaiki kata-katanya.
“A-Aku akan melakukannya! Aku akan melakukannya dengan benar!”
Ummmph, itu agak terasa dia sedang dipaksa untuk melakukannya, tapi terserahlah.
“Jadi sekarang kita tahu apa yang Isshiki rasakan mengenai itu… Jadi apa yang kamu rasakan sebagai OSIS?”
“Eh? Ah, mari kulihaaaaaat… Aku heran?”
Isshiki melemparkan pandangan segan pada anggota lain. Ketika dia melakukannya, wakil ketua bersama dengan anggota lain melihat ke arah satu sama lain dan dia perlahan-lahan membuka mulutnya.
“Yah, kami semua sama.”
“Ya, kalau kita akan melakukannya dengan semestinya, maka itu tidak akan ada masalah…”
Anggota yang lain menjawab dengan anggukan dan setelah memastikan itu, Isshiki menunjukkan senyuman ambigu yang berputar antara malu-malu atau merasa bermasalah padaku.
“…Ssesuatu seperti itu.”
Seperti yang diduga, jarak antara Isshiki dan yang lain masih canggung.
Mempertimbangkan kemampuan komunikasi Isshiki yang sebenarnya (kenakalan), itu terlihat seperti kemampuan tersebut bisa dengan mudahnya membuat orang terbuka padanya, tapi gelar ketua dan kurangnya kepercayaan diri yang berkaitan dengan itu mungkin saja terhubung pada keraguannya.
Tapi itu adalah masalah yang tidak bisa kulakukan apapun. Tapi jika pengalaman yang sukses di sini terhubung pada kepercayaan dirinya sebagai ketua, situasi ini mungkin saja akan berubah lagi.
“Oke. Sekarang, mengenai apa yang sebaiknya kita lakukan, hal pertama yang dipertimbangkan adalah hal-hal yang menghalangi kita… Kalau begitu sekarang, ada sebuah peeertanyaan untukmu. Apakah hal itu?”
“Ha?”
Sikap mengagumkan Isshiki yang tadi sudah pergi entah ke mana dan dia sedang melihat ke arahku seakan aku itu orang tolol total. Sialan, aku bahka bersusah payah berusaha membuat semua orang bersemangat dan menanyakannya seperti sebuah kuis… Terserahlah, jawab saja itu, astaga. Atau begitulah yang kupikir sampai Yukinoshita menjawab sebelum Isshiki berkesempatan untuk melakukannya.
“Struktur konferensinya sekarang ini. Itu merupakan sistem parlementer yang konsisten.”
Ketika aku melihatnya, Yukinoshita sedang mengangkat tangannya sedikit untuk beberapa alasan. Apa itu karena aku mengubahnya menjadi kuis sehingga hasratnya untuk tidak mau kalah terpancing, mungkin? Menunggu jawabanku, Yukinoshita melihat ke arahku dengan mata yang sedikit bersemangat.
“Benar…”
Ketika aku menjawabnya, Yukinoshita membuat gerakan fist pump[1]. di bawah meja. Mmm, Walau aku ingin Isshiki yang menjawabnya… Yah, terserahlah, aku akan memberikannya 80.000 poin untuk jawaban benar itu (hanya poin Hachiman)[2].
“Yah, seperti yang Yukinoshita katakan. Di dalam konferensi itu, kita akan mendengarkan pendapat semua orang dan ditambah lagi, kita akan membahasnya dengan mendetail. Karenanya, itu tidak ada ujungnya. Tidak ada seseorang yang memiliki hak untuk mengambil keputusan akhir atas sesuatu.”
Ketika aku mengatakannya, Yuigahama memiringkan kepalanya.
“Bukankah itu apa yang dilakukan ketua yang satu lagi?”
“Pada saat ini, peran Tamanawa satu-satunya sekarang ini adalah memimpin konferensinya serta menggabungkan-gabungkan sesuatu. Meskipun dia mengumpulkan pendapat semua orang, dia tidak membuat keputusan untuk menyimpulkan sesuatu.”
Dari luar, konferensinya aktif. Tidak ada begitu banyak orang jadi meskipun kamu mengajukan pendapatmu, itu tidak akan ditolak. Itulah kenapa detail-detail yang lebih tidak disadari dari spektrumnya, detail-detail yang tidak penting dengan mudahnya diputuskan. Tapi sama sekali tidak ada pandangan jelas atas bagian dalamnya.
Untuk menggelar konferensi yang tidak memiliki seseorang yang memegang hak untuk memutuskan itu tidak ada artinya. Meskipun kami mendapatkan kesimpulan akhirnya, tidak ada orang yang bisa memutuskan hal tersebut.
Itu karena semua orang memiliki kedudukan yang setara sehingga keputusan akhir tidak dapat ditetapkan.
Untuk sementara ini, orang yang berdiri di puncak adalah Tamanawa dari pihak SMA Kaihin Sogo dan Isshiki dari pihak SMA Sobu. Mereka ada di sana, namun mereka berdua akan berkata “ummm, Bagaimana ya mengenai itu~?” dan tidak mau menetapkan apa yang sudah diputuskan.
Selagi dia mendengarkan, Isshiki membuat helaan singkat seakan sesuatu terlintas dalam pikirannya.
“…Aku rasa bagaimanapun aku itu bukanlah pilihan yang terbaik, huh?”
Isshiki menundukkan kepalanya dan aku memberitahunya.
“Tidak seperti itu salahmuu atau apa.”
“Senpai…”
Isshiki mengangkat kepalanya dan melihat ke arahku dengan mata basah. Itulah kenapa aku mengangguk sebagai balasannya dan melanjutkan kata-kataku.
“Jelas orang yang salah itu adalah orang yang mendorong posisi ketua itu padamu.”
“Um, namun itu senpai…”
Isshiki menjawab dengan ekspresi tercengang. Yah, itulah dia. “Bukan aku yang salah, masyarakat yang salah” adalah pola pikir yang penting untuk dimiliki, kamu tahu?
“Omong-omong, membicarakan tentang sekarang khususnya, masalahnya adalah bahwa semua orang sedang bersikap pengertian dengan satu sama lain dan tidak ada hubungan hirarki yang jelas.”
Membicarakan yang semestinya, hal paling pertama yang harus ditentukan adalah siapa yang memiliki hak untuk menetapkan keputusan di paling akhir sebelum mempertimbangkan hal-hal seperti hubungan sama-sama senang, diskusi dengan kedudukan setara, atau suatu kelompok tanpa struktur atasan dan bawahan. Karena itu tidak diputuskan dari paling awal, keadaannya menjadi keadaannya sekarang itu tidak terelakkan.
“...Itulah kenapa kita menghilangkan keadaan sok bersahabat itu dan menggelar konferensi yang semestinya. Jenis konferensi yang menarik garis yang jelas antara yang menang dan yang kalah dimana kita membantah, melawan, dan memusuhi satu sama lain.”
Ketika aku mengatakan itu, si wakil ketua membuat tampang kesusahan.
“Melawan, huh...? Jadi kamu bilang kita sebaiknya mulai mengajukan pendapat yang bertentangan mulai dari sekarang?”
“Ya, cukup terus hancurkan ide-idenya dan tolak itu semua sepenuhnya. Aku juga sudah pasti tidak mau membuat sebuah galang dana.”
“Jadi itu alasannya...”
Yuigahama tercengang, tapi hal yang tidak kusukai adalah hal yang tidak kusukai. Lagipula, untuk harus menerima penipuan yang diputuskan oleh konferensi semacam itu adalah sesuatu, sekarang, yang tidak kusukai.
Tapi ini hanyalah cerita dari sisiku. Aku sebaiknya menyerahkan kesimpulan yang tersisa pada yang lain.
“Isshiki, itu saja untuk saranku. Sebagai OSIS, apa yang akan kamu lakukan?”
“Eh, Aku yang harus memutuskannya? Apa itu sungguh tidak masalah bagiku untuk...?”
Ketika aku tiba-tiba mengalihkan percakapannya padanya, Isshiki melihat ke sekeliling dengan gelisah. Pandangannya terarah pada anggota OSIS yang lain.
“…A-apa yang bagus, yaaahhh?”
Si wakil ketua bereaksi pada pertanyaan itu.
“Aku… rasa itu akan lebih baik untuk tidak membuat masalah. Aku rasa mempertimbangkan waktunya sekarang, menyarankan suatu usulan menentang mungkin sedikit sulit, belum dibilang kita tidak pernah merasa keberatan dengannya dari awal, dan aku tidak yakin bagaimana membayangkan rumor yang menyebar mengenai kita terlibat ke dalam perselisihan tentang itu…”
Wakil ketua ini adalah seorang pria dengan nalar wajar. Aku juga bisa menyebutnya orang yang konservatif. Yang manapun itu, aku bersyukur bahwa orang seperti ini adalah pendukung Isshiki.
“Kurasa begiiiiitu.”
Setelah Isshiki berkata begitu, dia mengerang dan berpikir untuk sejenak. Tapi Isshiki tiba-tiba mengangkat wwajahnya dan berkata pada si wakil ketua dengan senyuman.
“Tapi kita akan melakukannya.”
“Eh?”
Sang ketua OSIS, Isshiki Iroha, menghadap wakil ketua yang kebingungan itu dan menyatakan.
“Secara pribadi, aku tidak yakin aku ingin menjadikannya acara yang buruk, kamu tahuuuuu.”
Kata-kata itu membuatt Yukinoshita menekan dahinya sementara Yuigahama membuat senyuman masam. Namun, aku berakhir menjadi terkesan. Aku tidak yakin apa niatnya yang sesungguhnya, tapi baginya untuk mengucapkan alasan yang super egois pada saat-saat seperti ini membuatku menyadari bahwa dia ternyata mungkin saja orang yang hebat.
Jika kami sudah menarik suatu kesimpulan, maka mempersiapkan usulan menentang itu diperlukan. Di dalam konferensinya, apa yang membuat kami lebih lemah dari SMA Kaihin Sogo adalah jumlah kata yang kami ucapkan, yang pada dasarnya merupakan inti yang membentuk pendapat kami. Itulah kenapa kami perlu bersiap-siap, jika tidak, kami tidak akan bisa saling serang menyerang dengan mereka.
“Yah, kenapa tidak kita pikirkan tentang apa yang harus kita lakukan?”
Aku berdiri di depan papan tulis ruang OSIS dan dengan ribut menuliskan “Yang Dilakukan”. Kata-kata ini kurang motivasi jika aku sendiri harus mengatakannya. Setelah itu, seorang gadis kelas sepuluh berkacamata yang sedang mengamati membuat seruan “ah” kecil dan berdiri untuk menggantikan tempatku untuk menulis di papan tulis. Kelihatannya gadis ini adalah sekretarisnya.
Setelah aku berada di tempat dudukku lagi, Isshiki melihat ke arahku sambil mengerang.
“Meski kamu bilang begitu, aku benar-benar tidak ada apapun yang ingin kulakukaaaaan.”
“…Kurasa begitu. Aku juga tidak.”
Ketika aku menjawab, Isshiki membuat helaan tercengang.
“Yah, itu tidak baguuuuuus…”
“Itu tidak masalah. Jika kita hanya melakukan apa yang kita inginkan, itu tidak ada bedanya dengan bermain-main. Itu karena kamu melakukan hal-hal yang tidak ingin kamu lakukan dan yang menyakitkanlah sehingga mereka menyebutnya bekerja.”
Ketika aku mengatakan itu, yang duduk di seberangku adalah Yukinoshita yang menepuk dahinya dengan jarinya.
“…Mengesampingkan konsepmu mengenai kerja, apa yang kamu katakan itu sudah pasti akurat. Rencananya saat ini sama sekali tidak mempertimbangkan keinginan pengunjung yang datang.”
“Ah, Begitu ya…”
Isshiki mengangguk. Itu benar. Rencana yang Tamanawa dan kelompoknya dapatkan hanya terpusatkan atas apa yang ingin mereka lakukan dan itu tidak mempertimbangkan pengunjung yang ditargetkan. Tentu, ada banyak orang-orang tua yang menyukai musik. Tapi ada banyak orang juga yang tidak begitu tertarik dengan itu pula. Lagipula, bukankah itu akan membosankan bagi para anak TK itu? Jelas sekali, ini tergantung atas lagu dan drama apa yang dipilih, tapi mereka jelas sekali tidak memikirkan detail-detail itu sama sekali. Mereka menyatakan hal-hal seperti sisi pengunjung, tapi itu sepenuhnya kebalikannya.
Tujuan dari acara itu keliru. Karena dari awalpun, apa yang ingin kami lakukan itu sepenuhnya tak ada hubungannya.
Kelihatannya Isshiki memahami itu semua. Tapi itulah dimana percakapannya terhenti.
“…Tapi apa persisnya yang harus kita lakukaaaaan?”
Ketika dia bertanya, aku berpikir sedikit.
“Ada banyak cara untuk menjalankan pekerjaannya, tapi… Yah, itulah dia. Maksud utama dari bekerja adalah dalam betapa banyaknya kamu tidak bekerja.”
“Itu terdengar sepenuhnya berkontradiksi…”
Di samping terdapat Yuigahama yang melihat ke arahku dengan mata apatis. Sungguh tidak sopan…
“Itu bukan sebuah kontradiksi. Jika aku harus bekerja meskipun aku tidak ingin melakukannya, itulah saat ketika aku sesungguhnya berpikir apa yang mesti dilakukan. Jika aku cuma melewatkannya atau beristirahat, itu hanya akan membuat keadaannya lebih menjengkelkan. Dengan demikian, itu menjadi suatu masalah tentang bagaimana aku akan menetapkan cara menyelesaikan sesuatu dengan efisien.”
“Meskipun poin-poin awalmu itu sepenuhnya tidak masuk akal, kesimpulannya entah kenapa tepat…”
Yukinoshita sedang menekan dahinya terlihat seakan dia menderita sakit kepala.
Tentu saja kesimpulanku tepat. Sumbernya itu dari sejarah umat manusia.
Peningkatan teknologi selalu terlahir dari perasaan bahwa sesuatu menjengkelkan dan hasrat tidak ingin bekerja. Dengan kata lain, aku, yang tidak ingin bekerja karena itu terlalu menjengkelkan, bisa dikatakan adalah bagian dari umat manusia yang maju. Terlebih akhir-akhir ini, aku berpikir bahwa aku itu orang yang sungguh menyusahkan, terutama, hari ini.
Yah, itu Well, it didn’t matter about me right now. Right there, there was something I had to tell Isshiki.
“Ketika kamu sedang memikirkan mengenai hal-hal semacam ini, menentukan masalahnya di awal-awal itu menjengkelkan. Daripada itu, kamu hanya perlu menentang masalah yang sudah ada.”
Aku mengeluarkan rangkuman yang dibuat Tamanawa dari tasku selagi aku mengatakannya.
“Dan membicarakan mengenainya sekarang, kita ada rencana ini dimana kita bisa menemukan banyak kesalahan dengannya. Jangan kuatir. Itu sulit untuk memikirkan banyak hal buruk untuk dikatakan mengenai dirimu sendiri, tapi itu mudah ketika membicarakan tentang mengkritik orang lain. Dan ini kebetulan merupakan keahlianmu Isshiki. Lakukan yang terbaik.”
“Senpai, persisnya siapa kamu anggap aku iniiiii…?”
“Ya, ya. Coba sedikit saja dengan semuanya.”
Aku kemudian meneruskan tugas tersebut pada Isshiki yang sedang menggugamkan keluhan-keluhan dan anggota OSIS yang lain. Setelah itu, aku bertukar pandangan singkat dengan Yukinoshita dan Yuigahama dan kami memutuskan untuk mengamati Isshiki dan yang lain tanpa bersuara.
Jika anggota OSIS melihat bahwa kita diam dan tidak mengangkat satupun masalahnya, maka mereka akan dengan sungguh-sungguh mulai memecahkan masalahnya itu sendiri. Tidak seperti itu suatu masalah dengan kurangnya motivasi atau apa.
Setelah menemukan topik yang akan memicu sebuah percakapan, keheningan dalam ruang OSIS dengan perlahan terisi dengan diskusi dan aliran yang mantap mengenai poin-poin masalah tentang rencana itu diangkat. Terkadang, Isshiki dan yang lain bahkan akan menampilkan senyuman pada satu sama lain di tengah-tengah.
Umu, seperti yang diduga, manusia menjadi lebih dekat ketika berbicara soal mencerca orang lain.
Ketika aku berpikir sudah hampir waktunya mereka menetapkan cukup masalah, aku berbicara.
“Apa yang tersisa hanyalah membangun suatu rencana dengan mengerjakannya dari sini ke belakang.”
Aku dapat mendengar suatu bisikan kecil mengatakan “jadi begitu ya”. Ketika aku melihat, Yukinoshita sedang melipat lengannya.
“…Kalau kamu membuatnya ke arah itu, maka kalau begitu itu terlihat seperti kita bisa membentuk suatu rencana. Namun pada akhirnya, anggaran, waktu, dan tenaganya masih masalah-masalahnya.”
“Kalau begitu itu cuma berarti kita akan harus memikirkan hal-hal yang tidak akan memakan uang dan waktu.”
“Tapi kalau kita tidak memakai uang, bukankah itu toh hanya akan menjadi buruk, hmmm? Aku merasa itu juga tidak mungkin atau semacamnya.”
Isshiki berbicara dengan tidak puas dan Yuigahama menghantam tangannya.
“Oh aku tahu, yang itu! Bagaimana kalau sesuatu yang ada semacam kesan buatan rumah dengan cara yang berorientasi keluarga!? Atau semacamnya.”
“Aku rasa itu adalah sesuatu yang terserah pada tafsiran mereka yang menerimanya dan bukan pada mereka yang membuatnya…”
Yukinoshita mendengarkannya dan mengatakan kata-kata yang sangat logis itu.
Tapi Yuigahama juga ada benarnya.
Kesimpulannya, apa yang diperlukan adalah pengubahan ide-ide.
Itu bukan sesuatu yang akan baik-baik saja jika kamu melemparkan uang ke dalamnya. Film-film yang menjual dirinya atas harga produksinya biasanya akan gagal total. Terutama live action anime. Tidak ada orang yang meminta itu, sialan.
Persisnya bagaimana kami bisa menggantikan gambaran negatif dari ketidak-lengkapan, kurangnya keseragaman, dan keteledoran dengan gambaran positif seperti kesan buatan rumah dan kesederhanaan? Memikirkan hal-hal tersebut itu perlu.
Aah, mungkin sesuatu seperti itu. Mungkin sesuatu seperti video yang sedikit dewasa yang dibuat oleh seorang amatiran atau semacamnya… Karena itu bukan dibuat oleh seorang profesional sehingga kamu bisa menikmatinya. Sesuatu seperti ke-kasarannya atau kealamiannya atau terasa nyata atau bahkan perasaan di mana itu berada di dalam genggamanmu. Tidak, faktanya, mungkin bahkan elemen-elemen literatur yang paradoks yang muncul dalam kehidupan sehari-hari, seperti sesuatu yang luar biasa, kerahasiaan, dan akting yang benar-benar bukan akting sama sekali atau semacamnya… Phew. Ya, aku mendapat gambaran kasarnya.
“Pasti itu dia. Murid SD dan juga TKnya. Kita akan membuat anak-anak itu melakukan beberapa hal untuk kita. Murahnya pekerjaan mereka bersama-sama dengan kesan amatir tersebut dapat dijadikan sebagai senjata.”
“…Begitu ya. Kamu terpikir sesuatu yang bagus.”
Yukinoshita sedang melihat ke arahku dengan mata yang luar biasa berkilaunya. Hanya saja sumber ideku itu sedikit dipertanyakan, jadi itu sulit untuk membalas melihat matanya. Suara sahutanku juga terasa seperti akan terdengar berlaras tinggi.
“Eh, ah, ya, benar. Maksudku, kamu melihatnya di iklan-iklan, bukan? Seperti, ketika mereka ada masalah, mereka akan menampilkan hewan-hewan dan semacamnya, kamu tahu”
Tapi karena Yukinoshita sedang berkonsentrasi menyusun-nyusun pikirannya, dia tidak lagi melihat ke arahku.
“Tentu, jika kita menampilkan drama yang dilakukan oleh anak-anak, tidak ada orang yang akan mengeluh. Itu juga terlihat seperti itu akan cocok dengan orang-orang tua. Berarti itu semua tergantung dengan apa yang kita buat.”
Yukinoshita melihat ke arah Isshiiki dan anggota OSIS lain selagi dia berbicara.
“Aah, ya. Mungkin sesuatu seperti laaaaaagu…?”
“Atau drama…”
Isshiki dan sekeretaris-chan berkepang itu menjawab.
“Jika lagu, kalau begitu itu akan tumpang tindih dengan musik…”
Si wakil ketua mengatakan itu dan meneruskannya.
Dengan ini, masalahnya sudah hampir terselesaikan semua. Aku berdiri dan menuliskan “Drama” di atas papan tulis.
“Kalau begitu, drama. TK cenderung menyelenggarakan Hari Orangtua, bukan? Mereka mungkin ada peralatan drama dan kostum-kostum di sana.”
Ketika aku berkata begitu, Yukinoshita mengangguk.
“Jadi sekarang masalah yang tersisa adalah waktu untuk latihan.”
“Menghafal kalimat-kalimatnya terdengar sulit…”
Meskipun Yuigahama tidak akan muncul dalam dramanya, dia membuat suara yang menyedihkan. Aku rasa Yuigahama tidak begitu pandai dalam menghafal huh… Namun, drama ini bukan ujian. Kita diizinkan untuk setidaknya mengurangi beberapa hal.
“…Bagaimana kalau kita membagi kelompoknya menjadi aktor yang di atas pentas dan aktor yang membaca kalimat-kalimatnya?”
“Maksudmu seperti pengisi suara?”
“Ya, dengan begitu kamu tidak perlu menghafal apapun.”
“Wow, menabjubkan. Seperti biasa, kamu benar-benar hebat kalau berbicara soal memikirkan cara untuk cari gampang.”
Aku sangat dan dengan kerendahan hati senang untuk pujianmu… Sekarang, mari kamu berhenti mengatakan hal-hal semacam itu dengan senyuman yang manis, oke?
Yah, kenyataannya, pengisi suara benar-benar sulit dan aku dengar mereka sebetulnya berusaha dengan benar-benar keras. Kami harus berfokus pada latihan dan gladi resik, tapi mempertimbangkan di sini itu level festival sekolah, cara berpikir seperti ini juga bisa.
Dengan ini, kami memiliki gambaran kasar mengenai arah untuk dituju. Selama kami ingat akan memakan berapa lama semua ini, kami seharusnya bisa menyelesaikannya.
“Jadi, begitu yang akan dilakukan!--So, that’s how it’s going to be-->…”
Isshiki berpaling pada anggota OSIS lain dengan kurang percaya diri. Ketika dia melakukannya, si wakil ketua dan anggota yang lain membalas sebuah anggukan. Melihat itu, Isshiki menampilkan senyuman.
Yuigahama dengan gembira berkata pada Isshiki.
“Karena kalian bersusah payah memikirkan itu, akan bagus jika kalian bisa melakukannya!”
“Kurasa begituuuuu. Yah, itu akan bagus jika kami bisa.”
“Jadi kita hanya perlu membagi waktunya sehingga kita bisa menyelenggarakan drama kita dan konser mereka pada waktu yang sama. Jadi kenapa tidak coba sarankan itu pada konferensinya hari ini?”
Ketika aku berkata begitu, Yuigahama dan Isshiki keduanya melihat ke arahku dengan kepala mereka dimiringkan. Ada apa dengan kalian berdua dan reaksi kekanak-kanakan yang bodoh itu…?
“…Apa itu, benar-benar memungkinkan?”
“Tidak, aku tidak tahu. Yah, kalau kita melakukannya bersama, maka mungkin ada beberapa hal yang bisa dilakukan.”
“Haa, Begitu ya…”
Isshiki terlihat antara merasa yakin atau tidak selagi dia mengangguk dengan ekspresi kebingungan.
Sesuatu yang disukai semua orang itu tidak ada. Maka dari itu, mungkin ada yang tidak suka rencana Tamanawa dan yang lain. Untuk orang-orang itu, kami bisa memenuhi selera mereka dan kami akan memiliki jumlah total pengunjung puas yang lebih tinggi. Jelas akan ada orang yang tidak puas dari apa yang akan kami lakukan, tapi rencana Tamanawa mungkin akan menarik minat mereka.
Dengan menentang mereka, kami bisa menggali keluar sebuah rencana seperti ini.
“Oke, mengenai sisanya, usahakan sebisa kalian untuk menyempurnakan detail-detailnya jadi kalian bisa mengajukannya sampai di konferensinya.”
Aku mengatakan itu dan berdiri dari tempat dudukku.
“Ya, er, eh!? Kamu mau pergi ke mana!? Apa kamu bilang aku yang seharusnya membuat presentasinya!?”
Isshiki segera mengangkat kepalanya ke atas dan melihat ke arahku dua kali. Ketika dia melakukannya, Yukinoshita yang berdiri persis setelahku menyapu lipatan roknya dan meletakkan tangannya pada dagunya.
“Bagaimanapun juga presentasi itu sesuatu yang seharusnya dilakukan OSIS. Kami di sini hanya untuk membantu.”
Ketika Yukinoshita mengatakannya, Yuigahama menempatkan tangannya pada mantel lusuhnya dan berbicara selagi dia tersenyum.
“Ah, tapi, lihat. Kalau kamu ada masalah pada konferensi itu, Hikki dan Yukinon akan membantumu!”
“Kamu tidak akan membantu, huh…? Yah, Isshiki. Usahakan sebisamu. Aku akan membeli makanan ringannya untuk hari ini.”
Aku mengatakan itu dan meninggalkan ruangan OSIS.
Masih ada sedikit waktu lagi sebelum rapat. Kami memutuskan untuk menghabiskan sedikit waktu dengan membeli barang-barang untuk konferensinya di toko swalayan dan menuju ke pintu masuk.
“Aku harap konferensinya berjalan baik.”
Kata Yuigahama selagi dia merapikan syalnya.
“Yah, seharusnya tidak ada masalah. Sekalipun itu tidak tersampaikan pada mereka, kita akan memastikan itu tersampaikan. Aku mau ini segera berakhir.”
Aku berkata begitu dengan santai, tapi Yuigahama berhenti di tempat. Ketika aku berpaling ke belakang, Yuigahama sedang melihat ke arahku dengan mata serius.
“…Apa itu berarti kamu akan melakukan sesuatu, Hikki?”
Di belakang Yuigahama terdapat Yukinoshita yang juga berdiri di tempat. Aku tidak dapat melihat perasaan apa yang terisi di dalam mata yang sedikit tersembunyinya itu.
“…Yah, aku akan memikirkan sesuatu ketika waktunya tiba. Jujur saja, kita tidak akan tahu kecuali kita mencobanya.”
Aku menjawab setulus yang kubisa di dalam lingkup dari apa yang memungkinkan untuk diriku yang sekarang ini. Meski begitu, itu tidak seperti aku memiliki banyak cara untuk melakukan sesuatu yang tersedia untukku. Yuigahama terlihat dia juga memahami hal tersebut selagi dia membelai rambut bunnya san sementara masih menunduk ke bawah, dia berkata.
“Hikki… Bukankah itu sesuatu yang tidak kamu sukai?”
“Bahkan ada hal yang tidak kusukai.”
“Kalau begitu…”
Selagi dia mengatakan itu, Yuigahama mengangkat kepalanya. Sebelum mendengar sisa kata-katanya lebih jauh lagi, aku menyuarakan jawabanku.
“…Apa yang tidak kusukai adalah menyerah pada diskusi palsu itu. Itu adalah sesuatu yang paling kubenci.”
Selagi aku berkata begitu, aku berpaling dan menggaruk kepalaku. Ketika itu terlintas di dalam pikiranku bagaimana aku bersenang-senang dalam kepalsuan seperti itu sebelumnya, aku rasa aku berani sekali mengatakan sesuatu seperti itu.
Meski begitu, aku tidak bisa puas dengan penipuan semacam itu lagi.
Keheningan yang sementara berlalu.
Dan kemudian, suatu helaan samar-samar dapat terdengar. Ketika aku menyesuaikan pandanganku kembali, di depan terdapat Yukinoshita yang mengekspresikan sebuah senyuman.
“Kamu sebaiknya melakukan yang kamu inginkan.”
Suaranya lebih pelan dari biasanya dan kata-katanya yang mengalir itu langsung ke intinya.
“…Uh huh, baiklah.”
Meskipun Yuigahama entah kenapa tidak terlihat yakin, dia masih mengangguk tanpa bersuara.
Mungkin tidak seperti mereka memahami segalanya. Atau mungkin, mereka barangkali hanya pasrah saja.
Kata-kataku menggeliat di dalam mulutku dan tanpa mengutarakan mereka, aku mengangguk balik.
Kami tidak mengatakan apapun lagi di antara kami bertiga selagi kemi pergi ke luar.
Matahari terbenam yang merangkak ke dalam sekolah yang dikelilingi oleh angin laut musim dingin itu hanya sedikit hangat.
9-2[edit]
Konferensi untuk acara kolaborasi Natal yang dimulai tepat waktu itu sedang menenang dari api yang membara-bara selagi waktu berdetak pergi.
Ketua OSIS SMA Kaihin Sogo, Tamanawa, membuat senyuman kebingungan dan membuat sebuah helaan.
Dan ketua OSIS SMA Sobu, Isshiki Iroha, membunyikan lidahnya yang hanya aku, yang duduk di dekatnya, yang dapat mendengarnya selagi dia sedang tersenyum.
Diskusi antara mereka berdua sudah terus berjalan secara paralel semenjak sesaat yang lalu.
“Ya, aku rasa cara berpikir itu bisa juga, tapi aku rasa ada semacam arti di balik kedua sekolah melakukannya bersama-sama. Kalau kita melakukannya sendiri-sendiri, efek SINERGInya akan menghilang dan itu akan menjadi RESIKO GANDA, bukankah begitu kamu rasa?”
“Muuungkin, tapi secara pribadi, aku rasa aku ingin benar-benar melakukan ini jugaaaaa, kamu tahuuuuu? Bukankah itu akan sepenuhnyaaa menguntungkan jika ada dua hal yang ditonton?”
Aku tidak yakin sudah berapa kali aku mendengarkan percakapan yang persis seperti.
Tamanawa akan meneruskan tanpa henti lingo katakananya sementara Isshiki akan mengatur arah kepala dan sudut wajahnya dan pada saat itu, dia akan balik berbicara dengan manis dan bersikap memikat dengan menawan.
Pemandangan ini berjalan terus semenjak pembukaan konferensi ini.
Ketika konferensinya dimulai, Tamanawa memulainya pertama-tama dengan mengajukan pembagian anggaran supplemental[3]. Sebagai respon terhadap itu, Isshiki memulai dengan “macam, aku sudah memikirkannya sedikit dikit saja, tapiii” dan melancarkan serangan balasan dengan mengajukan rencana kami untuk membuat sebuah drama. Namun, musuh itu tidak boleh dianggap remeh sebab mereka menunjukkan kompromi menyatukan dengan memasukkan dramanya pada waktu jeda dari rencana sekarang ini. Tentu saja, Isshiki memakai alasan bahwa masalah uang belum diselesaikan sama sekali dan menyarankan untuk mengurangi beban kerjanya dengan memecahkan acaranya ke dalam dua bagian dengan musik dan drama.
Jadi keadaannya berkembang seperti yang kuduga. Dalam suatu cara, Yukinoshita, Yuigahama, dan aku lega dengan melihat harmoni yang sudah ditetapkan ini selagi kami mengamati mereka dengan penuh perhatian.
Tapi sekarang dimana kami berada di titik ini, konferensinya tiba-tiba mandek. Dan persis seperti barusan, Isshiki dan Tamanawa bolak balik berunding dengan satu sama lain.
Di sampingku, Yukinoshita membuat suatu helaan. Sungguh kebetulan, aku juga merasa seperti itu. Dan kemudian, dia berbisik padaku dengan cara yang tidak akan menganggu konferensinya.
“Aku heran apa Isshiki-san baik-baik saja… Aku bisa mendengar dia membunyikan lidahnya tadi…”
“Mana kutahu? Itu terlihat seperti dia mencoba banyak hal, tapi…”
“Aku cukup memahami dengan baik apa yang dirasakannya…”
Yukinoshita berkata dengan letih dan membuat helaan lain.
Baik Yukinoshita dan aku menyerahkan presentasinya pada Isshiki dan memilih untuk mendukung Isshiki ketika diperlukan, tapi melihat bagaimana diskusinya tidak berjalan ke manapun, kami benar-benar tidak bisa menyela. Ketika aku berpikir apa yang mesti dilakukan, Yuigahama yang sedang duduk di kananku menyenggol bahuku.
“Hikki, kenapa mereka sedang berdebat tentang ini?”
“…Apa yang akan kamu rasakan kalau kamu tiba-tiba diberitahu untuk melakukan sesuatu sendiri-sendiri dalam dua bagian ketika kamu berpikir kamu akan melakukannya bersama-sama?”
Yuigahama mengerang selagi dia berpikir dan kemudian berkata.
“Itu akan memberikan semacam kesan buruk…”
“Perpecahan dan keretakkan… Benar, itu sudah pasti akan meninggalkan kesan yang buruk.”
Yukinoshita mengangguk kepalanya. Yah, itu mungkin apa yang Tamanawa kuatirkan.
Aku melirik ke arah Tamanwa untuk memastikan itu. Ketika aku melakukannya, Tamanawa dengan bisingnya mengetik-ngetik pada keyboard Macbook Airnya dengan berlebih-lebihan. Dia kemudian mengangguk dan berkata.
“Aku rasa drama itu akan menjadi ide yang sangat bagus. Jadi kalau kita mulai kembali pada KONSEPnya, kemudian kalau kita menuju ke arah sebuah KOLABORASI musik dan dramanya menjadi satu, maka itu suatu cara lain untuk memikirkannya.”
Dia mengajukan kompromi menyatukan lain. Isshiki tersenyum dengan tawa “fufu” mendengar itu.
“Yah, teeentu, itu salah satunya. Tapi itu bukaaan apa yang sedang kupikirkan, kamu tahuuu? Dan juga, masih ada masalah dengan anggarannya, beeenar? Kalau kita melakukan itu, pada akhirnya, kita toh tidak akan bisa melakukan apapun atau semacamnya.”
Setelah dia mengatakan itu, Isshiki menampilkan tawa malu-malu dan menjulurkan lidahnya. Namun, matanya tidak tertawa sedikitpun.
“Kalau begitu kita semua sebaiknya memikirkannya bersama-sama. Toh itu alasan untuk konferensi ini.”
Tamanawa menjawab dengan sesuatu yang pernah dikatakannya sekali pada suatu waktu sebelumnya. Kalau begini terus, kami akan menemukan diri kami di dalam lingkaran tiada akhir.
Setelah itu, di sudut mataku, seseorang yang tak terduga telah berdiri. Dia adalah wakil ketua kami.
“Um, apa kamu keberatan jika aku menanyakanmu sesuatu? Apa alasanmu untuk menentang membaginya menjadi dua bagian?”
“Hmm, tidak seperti aku menentangnya. Aku hanya berpikir jika kita sama-sama memiliki satu VISI, maka kita akan bisa membuat acaranya terasa lebih menyatukan. Bahkan jika kita memikirkan GAMBARAN poin-poin strateginya, aku rasa itu akan lebih baik buat menghindari pembelokkan arah dari kerangka umum ACARA kolaborasi ini.”
Karena keberatan datang dari sumber yang tak terduga, Tamanawa berpikir untuk sejenak dan melanjutkan.
“Ini hanya IDE TERLINTAS, tapi jika kita buat PROGRAM dengan dua bagian, kita bisa membuat 2 GRUP dengan menggabungkan dua SMAnya bersama-sama. Mungkin SOLUSI seperti itu juga bisa…”
“Tapi kita benar-benar tidak akan berhasil tepat waktu, bukankah begitu kamu rasa? Kita juga sudah menyelesaikan persiapan kami di siniiiii.”
Isshiki mendukung si wakil ketuanya. Mereka sama sekali tidak mempersiapkan apa-apa, tapi dia mungkin sadar bahwa situasinya tidak akan bergerak maju jika dia tidak mengatakan ini.
Ketika dia melakukannya, satu tangan dari OSIS SMA Kaihin Sogo diacungkan. Melihat bahwa Tamanwa sedang diserang, orang itu datang membantunya.
“Kalau itu masalah waktu, daripada membuat rencana baru sekarang, bukankah itu akan lebih efisien jika kita bekerja sama dan membatasinya menjadi satu saja seperti yang direncanakan semula? Dan BIAYA-MANFAATnya akan lumayan bagus, terutama bagaimana biayanya ditangani dengan efisien.”
Dan kemudian perdebatannya mundur kembali.
Selagi aku menulis notulen percakapan itu, aku tiba-tiba disergap oleh perasaan tidak nyaman yang aneh.
Tamanawa tidak menentang keseluruhan rencana membaginya menjadi dua bagian. Namun dia bersikeras untuk melakukannya bersama-sama. Apa alasan untuk itu? Aku membuka mulutku untuk mencari maksud sebenarnya di balik perasaan tidak nyaman ini.
“…Apa kita benar-benar harus melakukannya secara kolaborasi?”
“Kita bisa menyelenggarakan ACARA besar lewat kolaborasi yang akan mendatangkan SINERGI KELOMPOK.”
“Aku tidak melihat apapun yang bersinergi mengenai ini. Lagipula, kamu bilang besar, tapi kalau begini terus, kita tidak akan melakukan apapun yang berarti. Namun, kenapa kamu masih begitu terpaku dengan itu?”
Ketika aku menyadarinyaa, aku sudah menanyainya dengan kritis. Dengan cara yang sama terhadapku, ada bisikan-bisikan.
Kesalahan terbesar dari konferensi ini adalah ketidak-adanya penolakan. Dari paling awalpun, tidak ada penolakan. Itulah kenapa meski sesuatu itu salah, tidak ada orang yang bisa membenarkannya.
Aku juga tidak mampu menolak apapun. Mungkin saja, cara membuat sesuatu seperti ini juga ada. Itulah apa yang kupikir.
Mereka bersikap segan dengan satu sama lain. Mereka bertingkah pengertian dengan satu sama lain. Dengan mengatakan itu, kebohongan sedang dipertukarkan.
Namun, bukan itu. Sudah pasti, untuk ditolak itu sama sekali bukan hal yang buruk.
Ada hal yang bisa kamu mengerti untuk yang pertama kalinya setelah kamu melihat bahwa kamu salah. Persetujuan total atas hal-hal tidak berguna tanpa substansi itu merupakan bentuk penolakan terparah. Dan itu adalah sesuatu yang mungkin akan ditolak juga.
Tamanawa berbicara dengan pesat seakan dia sedang gugup.
“Itu menyimpang dari tujuan rencana ini. Lagipula, kita bahkan mendapat sebuah KONSENSUS, dan kita bisa sama-sama memiliki sebuah DESAIN UTAMA dan…”
Benar, kita memang mendapat sebuah konsensus dan kita juga memunculkan sebuah desain utama bersama-sama.
Dengan bersikap tidak peduli demi sebuah jawaban yang bisa meyakinkan semua orang, semua orang dipaksa untuk menoleransinya, penderitaannya didesakkan pada semua orang dan ini menyebabkan semua orang untuk mengekang diri mereka.
Itu sudah diputuskan. Mereka yang keberatan itu orang heretik. Dengan memaksa mereka secara tersirat dengan pemikiran itu, mereka mendapat persetujuan dengan paksa.
Dan saat semuanya hancur berkeping-keping, mereka akan mengatakan ini: Bahwa semua orang sudah memutuskan ini. Mereka akan membagi tanggung jawabnya di antara satu sama lain dan meringankan beban di dalam hati mereka, menyalahkannya pada seseorang yang tak bernama. Pada paling akhirnya, karena “semua orang” sudah memutuskan ini, mereka akan memaksa satu sama lain menjadi komplotan. Ya, itu persis seperti sebuah kotak kosong di suatu tempat.
Itulah kenapa aku perlu menolaknya. Walaupun aku sama sekali tidak bisa mengatakan aku itu adil. Tapi itu karena aku mampu menolak sehingga aku sadar di mana aku salah. Dengan demikian, tidak mungkin aku bisa menerima kesimpulan ini. Aku tahu apa yang aku lakukan ini salah. Tapi dunia ini jauh lebih salah.
Aku menatap ke arah Tamanawa. Kemudian sudut mulutku meringis.
“…Salah. Kamu sedang bersikap angkuh dengan berpikir kamu bisa melakukannya. Itulah kenapa kamu tidak bisa menerima bahwa kamu salah. Itu karena kamu ingin menyembunyikan kegagalanmu. Dan untuk melakukan itu, kamu mencoba untuk memakai rencananya dan kata-kata untuk mendapatkan komitmen dari orang lain sehingga kamu bisa merasa lega. Karena ketika kamu salah, itu terasa jauh lebih baik untuk membuatnya menjadi salah orang lain.”
Tanpa kusengaja, suaraku bercampur dengan rasa mencela-diri seakan aku sedang melihat pada seseorang barusan tadi.
Sebuah tempat yang lembut dimana tidak ada penolakkan itu mungkin seperti sebuah mimpi. Debat-debat palsu itu yang tetap berada di notulen sementara hanya konferensi yang cuma namanya saja itu berlanjut. Dengan begitu, kamu bisa mengelabui dirimu sendiri.
Tapi itu adalah penipuan.
Itu mendadak. Suaraku meninggi. Riak-riak yang kecil itu, namun, dengan perlahan menggema. Pusaran suaraku memerangkap tempat di sekelilingku dan tatapan yang tidak ada kehangatan itu terarah padaku.
“Bukan begitu keadaanya, lihat, aku hanya merasa itu kurangnya KOMUNIKASI, kamu tahu.”
“Mari kita TENANG sebentar dan setelah kita tenang, kita bisa membahasnya lagi…”
Ada rasa dingin yang lengket dalam suara yang datang dari pihak Kaihin Sogo. Namun, sikap mereka tidak berubah bahkan sampai ke paling akhir. Mereka mencoba untuk mengeluarkan usulan untuk menerima penolakan di pihak mereka dan mencoba untuk mencari tahu apa yang salah.
Tapi ada suatu suara yang menghancurkan itu.
“Kalau kalian mau memainkan permainan sandiwara, bisakah kalian melakukan itu di tempat lain?”
Suara itu tidak keras sedikitpun, namun dengan hanya kata-kata itu saja menyebabkan tempat itu teredam ke dalam keheningan.
Pemilik suara itu meneruskan lebih jauh lagi.
“Sudah untuk beberapa saat sekarang, semua yang telah kudengar itu tidak ada apa-apa selain omong kosong, tapi apa itu benar-benar semenyenangkan itu berpura-pura menggelar konferensi dan bertingkah seakan kalian sedang bekerja menggunakan kata-kata yang baru saja kamu hafal?”
Tidak ada satu orangpun selain daripada Yukinoshita Yukino yang membuka mulut mereka. Suara provokatifnya berubah menjadi suara perlahan-lahan.
“Kalian terlibat dalam diskusi dengan kata-kata tak jelas dan kalian pikir kalian paham, namun tidak ada satu hal pun yang diselesaikan. Tidak mungkin kalian bisa memajukannya seperti itu… Tidak ada yang akan dibuat, tidak ada yang akan didapat, dan tidak ada yang akan diberikan… Itu bukan apa-apa selain penipuan.”
Ketika aku dengan santai melihat ke samping, Yukinoshita sedang mengepalkan tangannya dan menunduk ke bawah.
Tapi ketika dia mengangkat kepalanya, dia membuat ekspresi yang sangat dingin dengan mata kuat yang melihat ke depan.
“Bisakah kalian tidak menghabiskan waktu kami lebih banyak lagi dari ini?”
Itu terlihat seperti Ruang Seminar lupa apa itu suara. Semua orang tercengang dengan intensitas Yukinoshita dan kehilangan kata-kata mereka. Sebuah ruang hampa udara lahir yang menyelubungi perdebatan yang terus berlanjut tanpa akhir dalam lingkaran.
“Ummm, itu mungkin sedikit terlalu sulit, jadi daripada memaksa diri kita untuk bekerja bersama-sama, bukankah itu akan lebih baik untuk berpikir bahwa itu akan menyenangkan dengan mengerjakan sesuatu dua kali? Dengan begitu, individualitas sekolah kita akan terlihat.”
Yuigahama dengan rajin mencoba untuk mengisi celah itu dengan semangatnya. Dia kemudian melemparkan percakapannya pada seseorang yang duduk yang masih ternganga.
“Benar, Iroha-chan?”
“Ah, ya. A-aku rasa itu akan bagus…”
Dan kemudian, Yuigahama melemparkan pandangannya sedikit ke depan. Di depan terdapat Orimoto Kaori.
“Ba-bagaimana itu? Bagus?”
“Eh, ah, tentu… Kedengarannya, bagus?”
Orimoto menjawab secara refleks terhadap pertanyaan yang tiba-tiba ditanyakan padanya. Dia tidak terdengar begitu percaya diri dengan jawabannya dan dia menghadap orang-orang di sampingnya. Ketika dia melakukannya, mereka mengangguk balik.
Ketika konferensi yang tidak ada orang yang keberatan condong ke arah satu persetujuan itu, konferensinya berakhir seperti tanah longsor.
Tapi akhirnya, konferensi yang panjang, panjang sekali itu berhenti sepenuhnya.
9-3[edit]
Dengan selesainya konferensi itu, Ruang Seminar kembali menjadi aktif lagi. OSIS SMA Sobu menarik sebuah kesimpulan di dalam konferensi itu dan kami akhirnya dapat memulai persiapan untuk acaranya. Di atas meja terdapat buku-buku dan bahan-bahan yang tersebar di sepanjang meja dan kami sedang mengadakan rapat tentang apa yang akan dilakukan untuk dramanya.
Selagi aku melihat pada itu semua dengan pandangan menyamping, Isshiki sedang geram dengan baik Yukinoshita dan aku dimana kami bertiga masih berdiri. Yuigahama sedang mengamati kami dengan senyuman masam.
“Kenapa kalian berdua pergi mengucapkan hal-hal semacam itu, hmmm? Suasananya begitu parah, kalian tahuuu? Tidakkah kalian berpikir kita bisa kehilangan acara ini, hmmm?”
Isshiki sedang menyilangkan lengannya di depan papan tulis. Wajah dengan pipi menggembungnya itu begitu kejamnya imut.was crossing her arms in front of the white board. Her face with her swollen cheeks was viciously cute.
“Aku tidak mengatakan apapun yang salah.”
Yukinoshita memalingkan wajahnya seakan dia sedang merajuk. Melihat itu, yang merembes keluar dari mulut Isshiki adalah suasana hatinya. Kelihatannya dia geram.
“Kalian mungkin saja benar, tapi kalian harus lebih memperhatikan suasananya dan banyak hal-hal lain, kalian tahuuu?”
Ketika Isshiki mengatakan itu, Yukinoshita memalingkan wajahnya lagi atau begitulah yang kupikir karena untuk beberapa alasan dia sedang melihat ke arahku.
“Jika kamu berharap pria itu untuk membaca suasananya, maka itu tak ada gunanya. Bahkan di klub, semua yang dilakukannya hanya membaca kalimat.”
“Kasihan sekali. Sebagai golongan orang yang gemar membaca, aku bisa membaca maksud yang tersirat dengan cukup baik. Lagipula, bukankah kamu yang marah barusan?”
Ketika aku mengatakan itu, Yukinoshita memiringkan kepalanya dengan penuh keraguan.
“Isshiki-san baru saja mengakui aku benar, bukankah begitu? Kalau begitu, aku tidak ada alasan untuk marah.”
“Aah, bukan itu apa yang kumaksud ketika aku bilang kamu marah. Dengar apa yang sedang kukatakan.”
Ketika aku menjawab balik padanya, Isshiki mengetuk pada papan tulis.
“Ummm, apa kalian berdua mendengarkankuuu? Aku sedang mengatakannya pada kalian berdua, kalian tahuuu?”
“N-Nah nah, sudah tidak apa-apa karena itu sudah tenang dengan baik dan semacamnya.”
Yang mengamati dari samping adalah Yuigahama yang menengahi situasinya dan Isshiki membuat sebuah helaan dan mundur. Yuigahama meneruskannya lebih jauh lagi pada Isshiki yang sedikit cemberut.
“Kita tidak kehilangan acaranya, jadi kita seharusnya senang dengan itu. Benar bukan?”
“…Haa, yah, tidak seperti itu akan menjadi masalah besar atau apa. Lagipula, yah… toh aku merasa jauh lebih baik.”
Sebagai orang yang berkontradiksi diriku ini, aku sedang mengatakan sesuatu seperti betapa dia tidak sedang bersikap jujur sama sekali. Namun, untuk dipikir bahwa Isshiki yang seharusnya tidak ada motivasi untuk aktivitas yang terkait dengan OSIS akan kuatir tentang ada tidaknya acara ini.
Isshiki tersebut merasa kacau selagi dia mengerang.
“Tapi ini dan itu merupakan dua hal yang berbeda, kamu tahuuu? Itu super sulit untuk melakukan sesuatu sekarang.”
“Aah, yah, maaf soal itu.”
Mengenai itu, memang, aku yang salah, jadi aku meminta maaf dengan patuh. Sampai hari ini, Isshiki dan aku yang bernegosisasi secara langsung dengan Tamanawa, tapi karena insiden ini, aku ragu dia ada keinginan untuk berbicara denganmu. Dengan demikian, Isshiki terpaksa untuk bertanggung jawab atas berbagai hal yang merupakan tanggung jawabku.
“Benar, itu akan menjadi masalah jika kita tidak bisa berkoordinasi dengan satu sama lain… Meskipun kita melakukan sesuatu yang berbeda, kita masih memiliki kerangka dasar yang sama. Mungkin itu toh akan sedikit lebih sulit untuk bekerja bersama-sama…”
Yukinoshita meletakkan tangannya pada dagunya selagi dia berpikir dan Yuigahama mengacungkan tangannya.
“Iroha-chan dan aku bisa meneruskan hal-hal yang berkenaan dengan komunikasinya.”
“Eeeh, aku jugaaaaa?”
“Kamu wakil kami kan, itu sudah pasti.”
Isshiki berkata begitu dengan tidak senang dan Yukinoshita segera menegurnya.
“Y-Ya…! Tapi macam, itu salah Yukinoshita-senpai…”
Dengan Yukinoshita menatap tajam ke arahnya, Isshiki terbatuk dan menutupi itu. Dia kemudian dengan pelan berbisik ke dalam telinganya.
“Senpai, Yukinoshita-senpai benar-benar menakutkan…”
Tidak, itu sebetulnya dia masih bersikap baik, tapi aku tidak dapat mengatakannya. Maksudku, dia macam sepenuhnya menatap setajam belati ke arah Isshiki pada sekarang ini juga. TELINGA Yukinon dapat mendengar segalanya…
“Isshiki-san, bisakah kita memastikan jatah waktu dan anggarannya dengan pihak mereka? Juga, aku ingin menghitung biaya terperinci yang kita punyai sekarang ini pula.”
“Ah, kalau begitu, apa sebaiknya kita melakukannya dengan sekretaris?”
Ketika Isshiki mengatakannya, mereka berdua menemani satu sama lain dan menuju ke tempat anggota yang lain berada.
Pada saat ini, aku tidak ada apapun yang bisa dilakukan jadi aku menarik sebuah kursi di dekat dan menghempaskan diri ke atas kursi dan melihat ke arah langit-langit. Tidak ada satu orangpun yang mendekatiiku di tempat ini dan waktu hampa ini terus berputar.
Terkadang aku merasakan tatapan. Aku seharusnya sudah terbiasa dengan jenis tatapan yang melihat ke arah sesuatu yang aneh dan suara-suara bisikan, tapi karena sudah lama semenjak aku sadar dengan itu, itu terasa anehnya nostalgik. Dan perasaan itu juga sama terhadap Yukinoshita.
“Hikigaya.”
Selagi aku sedang duduk, Hiratsuka-sensei sedang melihat ke bawah ke arahku dari atas. Persisnya sudah berapa lama dia ada disana?
“Anda mampir?”
“Aku hanya datang untuk mengecek keadaannya selagi aku sedang di tengah-tengah sesuatu.”
Hiratsuka-sensei tidak duduk, kelihatannya tidak berencana untuk tetap berlama-lama. Aku merasa tidak enak menjadi satu-satunya yang duduk jadi aku berdiri. Ketika wajah kami menjadi lebih dekat, Hiratsuka-sensei melihat ke arahku dengan terpaku dan membuat tawa getir.d
“Kelihatannya kamu cukup terkenal lagi, huh?”
Aah, dia juga di sini saat itu, huh… Aku menjadi malu-malu karena aksi itu dilihatnya sebab itu sedikit memalukan dan Hiratsuka-sensei memantau bagian dalam Ruang Seminar. Dan apa yang sedang dia lihat adalah Yukinoshita.
“Namun, bagi gadis itu untuk bertindak seperti itu… Itu sedikit mengejutkan.”
“Yah, kurasa begitu…”
Aku memberi jawaban yang tak berarti. Bahkan aku yakin apa yang Yukinoshita katakan saat itu mengejutkan. Tapi aku merasa macam aku tidak bisa menjelaskannya ke dalam kata-kata dengan baik. Meski begitu, Hiratsuka-sensei mengangguk sebagai balasannya.
“Mungkin itu barangkali tidak menyakitkan jika kalian disakiti bersama-sama… Keindahan dari celaThe beauty of flaws, huh?”
“Katakan lagi?”
Aku menanyakannya, tidak memahami gugaman yang diucapkannya. Ketika aku melakukannya, Hiratsuka-sensei berbicara tanpa melihat ke arahku.
“Kalian bisa tersakiti, kalian bisa menjadi aneh… Kalian bisa juga menjadi abnormal. Namun, keindahan itu tergantung dari mata yang melihatnya. Dan di dalam itu, pasti akan ada suatu nilai di dalamnya… Aku tidak membenci hal semacam itu.”
Dia kemudian berpaling ke belakang padaku. Dan matanya kelihatan penuh kesedihan.
“Tapi pada saat yang sama, kalian juga bisa merasa takut. Kalian mulai berpikir apa ini benar-benar untuk yang terbaik. Toh, kebahagiaan untuk tidak dipahami oleh orang lain juga dapat disebut sebagai kebahagiaan yang tertutup.”
“Bukankah itu agak buruk?”
Ketika aku menanyakannya, Hiratsuka-sensei dengan perlahan menggelengkan kepalanya. Rambut panjang berkilaunya dengan lembuat melambai maju mundur.
“Entah… Itu adalah sesuatu yang hanya dapat kamu cari tahu dengan guru-guru saat ujian semester. Itulah kenapa aku akan setidaknya terus menanyakanmu. Jadi kamu sebaiknya terus memikirkannya juga.”
Dia pergi dengan kata-kata tersebut dan meninggalkan Ruang Seminar. Selagi aku melihatnya pergi dari belakang, aku mencari-cari kata-kata yang harus kupakai untuk menjawab.
Apa yang kuinginkan itu mungkin bukanlah sebuah hubungan yang lazim di masyarakat. Itu mungkin adalah sesuatu yang dimana kamu menarik tangan yang kamu gengam bersamamu ke dalam dasar laut. Itu adalah sebuah sentimen yang teramat egosentris.
Tidak perlu mengatakannya. Mulai dari sekarang juga, aku akan terus bertanya, menjawab, dan berpikir untuk waktu yang lama.
9-4[edit]
Dengan hari yang panjang itu berakhir, aku sudah dalam perjalananku untuk pulang. Aku dengan lesu mengayuh pulang ke rumah dari pusat komunitas.
Ketika aku sampai ke lingkungan rumahku, suara mengayuh datang dari belakangku. Apaan? Tch, menjengkelkan sekali, aku sedang sibuk bersepeda kamu tahu. Selagi aku berpikir begitu, aku memberi jalan ke jalanan dan mengambil jalur pinggir trotoar. Meski begitu, ayuhan itu tidak berhenti.
Aku berpaling ke belakang, muak dan lelah akan itu.
Ketika aku melakukannya, Orimoto sedang mengikuti persis di belakangku dengan menaiki sepedanya. Ketika dia melihat wajahku, dia tergelak.
“Oh, mengabaikanku? Kocak.”
“…Iya. Tidak, itu tidak kocak.”
Jika aku memikirkannya secara wajar, itu seharusnya sudah jelas menilai bahwa kami pergi ke SMP yang sama, tapi rumah Orimoto dan rumahku tidak begitu jauh terpisah sekali. Jika kami pergi ke arah yang sama dari tempat yang sama pada waktu yang sama, kamu tidak perlu menjadi Takeshi-kun si Aritmetika[4] untuk mengetahui ada kemungkinan bahwa kami akan bertemu satu sama lain.
Sepeda Orimoto disejajarkan dengan sepedaku.
“Jadi kamu masih tinggal di sekitar ini.”
“Yah, toh rumahku memang di sini…”
“Aaah, kurasa begitu. Itu karena kita, macam, tidak pernah bertemu di sekitar sini kamu tahu.”
Yah, itu karena aku benar-benar tidak ingin menjumpai siapapun sehingga aku nyaris tidak pernah meninggalkan rumah… Dan membicarakan peringkat hal-hal yang tidak ingin kujumpai, Orimoto berada di posisi yang cukup tinggi di dalam daftar tersebut, tapi kita bisa hidup tanpa perlu menyebutkan itu.
“Ah, bisakah kamu tunggu sebentar saja?”
Orimoto meletakkan sepedanya di depan mesin penjual minuman selagi dia mengatakan itu. Mengenai peringkat hal-hal yang tidak ingin kutunggu, Orimoto juga tinggi di sana, tapi sekali aku diberitahu itu, maka aku tidak ada pilihan selain melakukan itu. Masih mengangkang sepedaku, aku menunggu dengan sabar. Selagi aku melakukannya, Orimoto sedang membeli minuman dari mesin penjual minuman itu.
“Mari, aku traktir.”
Kata Orimoto dan mengulurkan sekaleng teh hangat. Apa ini? Bukan Kopi MAX? Tapi mengeluh tentang sesuatu yang diberikan padamu itu tidak memungkinkan. Aku menerimanya dengan patuh.
Setelah itu, Orimoto meninggikan kaleng lain yang dibelinya.
“Yeeeei!”
“Y-Ya…”
Kami menghantam kaleng kami bersama terlihat ingin bersulang. Orimoto kemudian membuka kalengnya dan berbicara padaku selagi dia meminumnya.
“Hikigaya, kamu tentu sudah berubah. Macam waktu dulu, aku merasa kamu itu super membosankan pula.”
“Be-begitukah?”
…U-Uh huuuuh. A-Apa begitu orang-orang memandangku? Bukankah informasi itu macam sepenuhnya tidak diperlukan?
Faktanya, kata “berubah” menangkap perhatianku. Apa aku benar-benar berubah sebegitu banyaknya dari diriku yang SMP?Aku mungkin berubah. Aku semakin tinggi dan jumlah kata Inggris yang bisa kuhafal meningkt. Juga, aku tidak berkeringat berlebihan ketika aku sedang berbicara dengan Orimoto. Ada banyak hal lain, tapi itu mungkin lebih cocok untuk menyebut itu memulai dari awal daripada benar-benar berubah.
“Tapi untuk merasa seseorang itu membosankan mungkin merupakan masalah dengan orang yang berpikir begitu, huh?”
Orimoto berkata begitu wajah yang terlihat jemu. Dia kemudian meletakkan kaleng teh itu ke mulutnya, meneguknya dan membuat suatu helaan.
“Tapi, kurasa memacari Hikigaya itu masih sepenuhnya tidak mungkin.”
“Tidak, tidak seperti aku memintanya sekarang atau apa…”
Aku memang meminta itu dulu sekali, ya, dulu-dulu sekali. Dan karena itu dulu-dulu sekali, lupakan itu, tolong.
“Dipikir lagi, ada apa mendadak begini?”
“Macam hari ini, bukankah kamu secara tak terduga mengatakan sesuatu? Biasanya jika pacar lelakimu seperti itu, kamu benar-benar tidak akan bisa tahan dengan itu, kamu tahu. Juga benar-benar tidak paham apa yang kamu maksudkan.”
Ketika aku bertanya, Orimoto berbicara selagi dia tergelak yang terlihat sedang tertawa selagi mengenang sesuatu. Tapi dia tiba-tiba menarik kembali tawanya dan melihat ke sepanjang jalan raya. Ke arah yang dilihatnya adalah seharusnya tempat SMP kami.
“Tapi sebagai teman, itu mungkin bisa. Toh, kamu kocak… Yah, walau terserah sih.”
Ketika dia berkata begitu, Orimoto membuang kaleng teh itu ke tempat sampah dan mengangkang sepedanya.
“Tapi macam, berkat Hikigaya dan gadis itu, pihak kami benar-benar menjadi bersemangat membuatnya. Ketua kami macam benar-benar termotivasi sekarang. Macam kami pasti akan menang dan semacamnya.”
“Yah, walau itu benar-benar bukanlah pertandingan…”
Ketika aku berkata begitu, Orimoto memiringkan kepalanya.
“Sungguh? Yah, terserahlah. Saaaaampai jumpa.”
“Ya. Ah, terima kasih untuk tehnya.”
Orimoto dengan pelan mengangkat tangannya pada ucapan terima kasihku dan dia mulai mengayuh sepedanya. Aku meminum teh yang tersisa dengan sekali teguk dan membuang kaleng kosong itu ke dalam tong sampah. Ketika aku melakukannya, sedikit agak jauh dari sini, suara rem yang melengking dari sebuah sepeda dapat terdengar.
“Hei.”
“Ah?”
Ketika aku melihat ke arah dari tempat aku dipanggil, Orimoto masih menaiki sepedanya dan hanya kepalanya yang menghadap ke arahku.
“Reuni kelas selanjutnya, kenapa tidak kamu datang Hikigaya?”
“Aku tidak akan datang. Pasti.”
“Sudah kuduga, kocak.”
“Tidak, itu tidak kocak.”
Ketika aku berkata begitu. Orimoto tergelak dan mengayuh pergi. Aku tidak melihat punggungnya yang menjauh sebab aku menghadap ke arah yang berlawanan dan mengayuh.
9-5[edit]
Pagi hari setelah semalam semenjak rapat tersebut, Ruang Seminar di pusat komunitas itu diselubungi oleh suasana sibuk. Walaupun kami sudah menetapkan untuk membuat sebuah drama, kami belum memastikan drama jenis apa yang akan kami lakukan.
Tapi setelah instruksi misterius Isshiki yaitu “untuk sekarang, malaikat seharusnya muncul bukaaaaan?”, kami sekarang dalam kemajuan pesat membuat kostum malaikat. Seorang malaikat benar-benar akan muncul huh… Dipikir lagi, bukankah itu berarti ada karakter yang tampil yang mati?
Dan kemudian ada anak SD yang baru hari itu saja dianggap sepenuhnya menggangu dan membebani, tapi sekarang mereka adalah sekutu produksi kami yang kuat. Mereka sepenuhnya bagian dari pasukan tempur kami. Seperti yang kuduga, anak SD adalah yang terbaik!
Rumi, yang terutama hebat dengan jari-jarinya dan terpusat dengan pekerjaannya bahkan di dalam kelompoknya dan ditambah sikap teladannya dimana dia datang pada kami dan bertanya apa yang mau dilakukan, merupakan jagoan melakukan pekerjaan sampingan dari tim SD itu.
Bahkan sekarang, dia sedang tanpa bersuara mengerjakan kostum malaikat selagi anak SD lain sedang bermain-main dan berbicara dengan satu sama lain. Mereka mengamatinya dari jauh, tapi mereka perlahan-lahan melimpahkan pekerjaannya pada dia seakan keseriusannya itu akan menjadi akhir bagi mereka.
Namun, mengerjakan semua itu sendirian benar-benar akan sulit, bukan…? Aku berpikir begitu dan mendekatinya lalu aku dengan egois duduk di sampingnya. Aku kemudian meraih peralatan untuk membuat kostumnya. Ketika aku melakukannya, tanganku dihentikan oleh sebuah suara.
“Hachiman, tidak apa-apa. Tidak perlu kamu.”
Rumi tidak menghentikan tangannya yang bekerja dan meneruskan kata-katanya tanpa melihat ke arahku.
“Aku bisa melakukannya sendirian.”
“Uh, kamu bilang begitu, tapi kamu…”
Begitulah yang dikatakannya, tapi jumlah yang direncanakan untuk dibuat itu masihlah cukup banyak. Ukurannya pada awalnya disesuaikan dengan ukuran seorang anak Tk dan itu tidaklah begitu besar, tapi melakukannya sendirian masihlah akan sulit. Meski begitu, Rumi menggelengkan kepalanya.
“Itu tidak apa-apa.”
“…Begitu ya. Kamu bisa melakukannya sendirian, huh?”
Dia mungkin benar-benar berencana untuk melakukannya semua sendirian. Itu mungkin dia sedang bersikap keras kepala. Dan dia juga mungkin tidak akan siap tepat waktu dan membuat masalah bagi orang lain pada akhirnya.
Meski begitu, bagaimana dia mencoba sebisanya sendirian itu sangatlah menabjubkan.
Aku dengan bising mendorong kursinya dan berdiri. Ketika aku melakukannya, Rumi mengintip ke arahku. Ekspresinya entah kenapa terlihat kesepian dan dia dengan perlahan menjatuhkan matanya.
Masih berdiri, aku dengan pelan menepuk dadaku.
“Tapi lihat ke mari. Aku bisa melakukannya dengan lebih baik sendirian.”
Ketika aku mengatakan itu, Rumi melihat ke arahku dengan kosong, tapi dia kemudian membuat tawa tercengang.
“…Apa-apaan itu… Begitu bodoh.”
Setelah dia mengatakan itu dengan tawa kecil, Rumi berhenti mencoba untuk mencegah aku bekerja. Kami berdua memotong kartonnya dan terus membuat banyak sayap-sayap.
Kerja sama dan kepercayaan itu kemungkinan, lebih dari apa yang bisa kamu bayangkan, sesuatu yang sangat dingin.
Itu baik-baik saja jika kamu melakukan sesuatu sendirian, tapi itu karena kamu harus melakukannya. Dengan menjalani kehidupanmu tanpa menganggu siapapun, untuk yang paling pertama kalinya, kamu akan mampu meminta sesuatu dari orang. Setelah kamu mampu untuk hidup sendirian, untuk yang paling pertama kalinya, kamu akan mampu berjalan berdampingan dengan orang lain.
Karena kamu hidup sendirian, karena kamu dapat melakukan sesuatu sendirian, sehingga kamu bisa melakukannya dengan orang lain.
Aku melirik ke arah Rumi yang sedang bekerja di sampingku. Gadis ini mungkin akan mampu untuk hidup sendirian. Jia dia sudah mampu melakukan ini sewaktu SD, dia sudah berada pada posisi yang bagus. Dia juga imut. Itulah kenapa, suatu hari, dia akan mampu berjalan berdampingan dengan seseorang. Demi saat-saat tersebut… Itu akan lebih baik baginya jika dia melakukan latihan untuk itu di sini.
“… Hei, kamu, apa kamu mau tampil dalam drama kami?”
Aku menanyakannya selagi aku memotong karton tersebut. Ketika aku melakukannya, Rumi segera menghentikan guntingnya dan menatap ke arahku.
“…Itu bukan ‘kamu’.”
“Hmm?”
Apa, kenapa kamu menatap ke arahku seperti itu tiba-tiba? Apa kamu salah satu hantu itu yang akan melirik ke wajahmu di samping bantalmu ketika kamu pergi tidur di sebuah penginapan? Seperti cerita-cerita hantu umum itu?
“Rumi.”
Dia mengucapkan namanya dengan nada yang sedikit tidak senang dan berpaling. Kelihatannya dia ingin aku memanggilnya dengan itu. Namun aku sedikit keberatan untuk memanggil seorang gadis kecil dengan nama depannya… Tidak hanya itu memalukan, tapi aku tidak bisa menahan diri untuk tidak khawatir bahwa dia akan mengucapkan “Haa? Kamu bertingk'h macam pacarku atau apa, huh?” jika aku memanggilnya dengan nama depannya.
Selagi aku kuatir tentang apa yang harus kulakukan, Rumi sepenuhnya mengabaikanku dan sedang melanjutkan pekerjaannya. Tidak terlihat seperti dia akan merespon kecuali aku memanggil namanya, huh…
“Kamu tahu… Rumi?”
Ketika aku memanggilnya, Rumi menjatuhkan pandangannya ke atas meja dan menganggukan kepalanya.
“Apa kamu ingin mencoba berpartisipasi dalam drama kami?”
YOU harus pergi ke luar sana. Dan kemudian kita berdua bisa pergi langsung ke Aikatsu! Kamu juga memiliki wajah yang sungguh cantik, pasti akan bisa. Izinkan aku memproduksi ente, memproduksi ente. Kamu sebaiknya benar-benar memulai Aktivitas Idola denganku.
Entahkah semangat berapi-apiku itu tersampaikan padanya atau tidak, Rumi berpikir untuk sejenak dan kemudian berbicara.
“…Apa itu sesuatu yang bisa kamu putuskan, Hachiman?”
“Ah? Aah, Aku sesuatu seperti si produsernya, jadi ya.”
Aku juga bertindak sebagai seorang laksamana[5] dan seorang produser Love Live[6]. Yah, aku tidak yakin apa aku bisa memutuskannya sendiri, tapi dramanya ditetapkan untuk menampilkan murid SD dan TK jadi itu seharusnya tidak menjadi masalah. Rumi menatap ke wajahku dengan linglung dan terlihat seperti dia sedang memikirkan sesuatu, tapi dia segera memalingkan wajahnya dan berbicara dengan nada tidak tertarik.
“Hmmm…. Tidak seperti aku tidak bisa melakukannya atau apa.”
“Serius? Terima kasih banyak, Rumi Rumi.”
“Kamu menjijikan untuk memanggilku Rumi Rumi.”
Aku heran, apa ini bagaimana rasa para ayah-ayah itu ketika anak perempuan mereka menyebut mereka menjijikan…? Itu mengejutkannya tidak begitu mematahkan hati, hey. Selagi aku diliputi dalam kegembiraan yang misterius, Rumi merekatkan karton putih itu bersama dan bertanya.
“Drama apa yang kamu buat?”
“…Oh iya, kami masih belum memutuskannya.”
Aku yakin OSIS sedang membicarakannya, tapi itu mungkin ide yang bagus untuk memeriksa kemajuan mereka untuk sekarang. Selagi aku sedang berpikir, Rumi menarik kartonnya dari tanganku dan berbicara dengan nada kurang ajar.
“Kenapa tidak kamu bergegas dan memutuskannya?”
Kelihatannya dia sedang mengatakan untuk menyerahkan semuanya padanya. Jika dia akan mengatakan itu, maka aku harus segera pergi. Untuk sekarang, aku akan membuat persiapan untuk menyerahkan pekerjaan pada penolong-penolongnya dan melakukan hal yang perlu kulakukan.
“…Baiklah kalau begitu. Sampai jumpa nanti.”
Aku berdiri selagi aku mengatakan itu dan aku menuju ke SMA Sobu di tengah-tengah pekerjaan mereka. Hal pertama untuk dilakukan adalah menanyakan Isshiki dan selagi aku melihat ke sekeliling, Yuigahama datang ke arahku dengan amplop coklat.
“Hikki, apa kamu tahu di mana Iroha-chan dan Yukinon?”
“Sedang mencarinya sekarang.”
“Oh oke. Aku mendapat uangnya jadi aku ingin tahu apa yang harus kulakukan dengannya.”
Hahaa, kelihatannya dia pergi dan merampok uang dari SMA Kaihin Sogo. Aku tidak tahu apa yang sedang terjadi, tapi dia sedang menangani uangnya dengan cukup bagus meskipun dia bodoh. Dia tentu seperti ibu rumah tangga…
Kami berdua melihat ke sekeliling mencari Isshiki dan pintu ke Ruang Seminar terbuka. Dan yang datang terhuyung-huyung keluar adalah Isshiki.
“Ada apa denganmu…?”
Ketika aku menanyakannya, Isshiki berdiri terpaku dengan ekspresi gelap.
“Ketika aku meminta Hayama-senpai untuk membantu, dia bilang tidak…”
“Eh, tidak mungkin, Hayato-kun bilang begitu?”
Yuigahama terkejut. Aku juga sedikit terkejut. Aku terkejut tidak hanya karena Hayama menolak untuk membantu seseorang, tapi juga pada Isshiki terus menyerang meskipun sudah ditolak. Namun, bagi Hayama itu untuk melakukan itu, huh…
Isshiki berpaling dengan sedih dan mengisak, tapi sudut mulutnya perlahan membentuk menjadi seringai lebar. Dia kemudian mengangkat kepalanya dan menampilkan senyuman yang super bagus dan berkata.
“Cuuuuuma bercand. Ini seperti, Hayama-senpai benar-benar sadar dengan diriku, kalian tahuuuuuu? Oh astaga, ini berhasil lebih baik dari yang kukira!”
“Aah, begitu ya…”
Aku berkata begitu dengan nada tercengang. Tegar sekali. Kalau ini biasa baginya, maka dia itu orang yang tidak boleh diremehkan. Jika dia hanya memaksa dirinya, sekali lagi, dia benar-benar tegar.
“Ah, ngomong-ngomong, dia memang berkata dia akan datang pada hari acaranya.”
“Aah, begitu ya. Kalau begitu apa tidak masalah kalau aku memanggil orang lain?”
Kata Isshiki dengan wajah acuh tak acuh dan Yuigahama berbicara selaras dengannya dan berpaling ke arahku.
“Tentu, kenapa tidak? Walau aku tidak tahu siapa yang sedang kamu bicarakan.”
“…Seperti biasa, kamu mengatakan apapun yang kamu suka.”
Suatu suara yang pasrah memanggilku dari belakang. Ketika aku berpaling ke belakang, Yukinshita sedang berdiri di belakangku, telah tiba di sana entah kapan.
Yukinoshita menyapa Yuigahama dan Isshiki dan mulai berbicara dan memberikan arahan dengan uapan yang terkadang bercampur ke dalamnya.
“Kamu terlihat mengantuk.”
“Aku tidak tidur. Ada sedikit hal yang harus kulakukan, kamu tahu…”
Ketika aku menanyakannya, Yukinoshita menjawab dengan singkat. Namun, apa itu yang membuatnya sampai harus bergadang sepanjang malam? Selagi aku memikirkan itu, Yukinoshita mulai mengeluarkan barang dari tasnya. Dia kemudian melihat langsung ke arah Isshiki.
“Isshiki-san.”
“Y-Ya…”
Itu mungkin karena kurang tidurnya, tapi mata Yukinoshita lebih tajam dari biasanya. Berpikir dia membuatnya geram lagi, Isshiki mengeras. Yukinoshita mendadak tersenyum ketika dia melihat itu. Dia kemudian menyerahkan sejumlah halaman kertas-kertas printout.
“Aku menyusun ini jadi pakailah kalau itu bisa berguna sebagai acuan.”
“Haa…”
Isshiki mengambil kertas-kertasnya dan aku melihat padanya juga. Ketika aku melakukannya, itu kelihatannya sebuah daftar checklist dan dokumen-dokumen.
Daftar checklistnya terdiri dari hal yang sebaiknya diselesaikan sebelum hari-H acaranya beserta barang-barang yang diperlukan. Dan mengenai dokumennya, yang tertulis di atasnya adalah saran-saran berala-Yukinoshita.
Dokumen itu menyarankan mempersiapkan kompensasi bagi anak-anak yang akan berpartisipasi dalam dramanya, memiliki resep kue-kue Natal, biskuit roti jahe beserta perkiraan biaya bahan-bahannya. Ada juga laporan kosong tidaknya ruangan-ruangan memasak yang terletak di sekolah dan pusat komunitas.
Mengenai saran untuk dramanya, ada semacam skenario yang tertulis tentang membuat pengunjung berpartisipasi. Hahaaan, ini pasti yang itu. Ini singkatnya seperti hal-hal Miracle Light itu[7] yang biasa kamu pakai untuk bersorak di film Pretty Cure.
Yuigahama, Isshiki, dan aku menyerukan “ooooh”, “haaaah”, “heeeeh” dan selagi kami menjadi terkesan, kami terus membacanya. Yukinoshita mengosongkan tenggorokannya terlihat mendapati hal itu sedikit tidak mengenakkan dan mengeluarkan sesuatu lagi dari tasnya.
“Juga, ini.”
Di tangan Yukinoshita terdapat beberapa buku. Dia memberikannya pada Isshiki.
“Aku tidak yakin apa ini sesuai dengan seleramu, tapi aku telah mengumpulkan apa yang bisa kucari tentang tipe-tipe drama Natal tradisional. Dan juga, seharusnya ada pemutar CD gratis di ruang OSIS, jadi coba cari itu. Aku yakin itu akan diperlukan untuk dramanya.”
“…Te-terima kasih banyak.”
Isshiki berdiri di sana dengan tegap dengan buku-buku dan kertas-kertas printout di tangannya dengan kebingungan. Aku rasa untuk diberikan semua barang-barang ini dengan begitu mendadaknya akan mengejutkan. Setidaknya aku terkejut karena aku tidak berpikir Yukinoshita akan bertindak sejauh ini dalam persiapannya.
“Kamu tentu mengagumkan.”
Ketika aku mengucapkan itu, Yukinoshita dengan lembut berpaling.
“Itu karena aku tidak bisa berurusan dengan orang seperti yang bisa kamu dan Yuigahama lakukan.”
Ketika dia mengatakan itu, Yuigahama dan aku melihat satu sama lain. Kami kemudian tertawa sedikit. Kendati bagaimana dirinya itu, Yukinoshita mungkin cukup kuatir dengan Isshiki. Kamu begitu sulit untuk dibaca, astaga!
“Jadi dengan ini, sebagian besar masalahnya seharusnya sudah ditangani.”
Yukinoshita menyilangkan lengannya dan meletakkan tangannya pada dagunya. Kelihatannya dia masih ada hal lain di pikirannya. Aku mencoba untuk berpikir juga, tapi program pertunjukkannya sudah kurang lebih diputuskan dengan ini, jadi masalah satu-satunya yang tersisa seharusnya adalah waktu untuk menyelesaikan pekerjaaannya.
“Yah, kurang lebih.”
“Begitu ya.”
Ketika aku menjawab, Yukinoshita membuat helaan puas dan segera menghadap Isshiki.
“…Isshiki-san, Aku percaya kamu sebaiknya mengambil alih untuk sisanya. Itu seharusnya tidak masalah, bukan, Hikigaya-kun?”
“Ya, toh dari awalpun tidak seperti aku yang bertanggung jawab atau apa.”
Sampai sekarang ini, aku hanya bekerja sebagai pengganti sementara jadi tindakanku itu tidak seakan aku yang bertanggung jawab. Sampai pada saat ini, seorang pemimpin dengan artian terketat dari kata tersebut masih belum ada sama sekali.
“Um…”
Isshiki mengalihkan pandangannya antara aku dan Yukinoshita dan berbicara dengan nada patah semangat. Yukinoshita menghentikannya.
“Aku tidak keberatan jika kamu memberikan arahan. Aku akan juga berpartisipasi dalam pekerjaannya. Itu tidak masalah bagimu untuk meminta bantuan jika kamu mendapat masalah.”
“Tapi, ummm… Aku masih merasa itu agak tidak memungkinkan bagiku.”
Isshiki membuat tawa “ahaha” risau. Ketika dia melakukannya, Yukinoshita memejamkan matanya dan dengan lembut menggelengkan kepalanya.
“Kamu bisa melakukannya. Ada orang-orang di sini yang mendukungmu, jadi tidak apa-apa untuk percaya dengan mereka.”
Sebagai balasan terhadap nada lembut itu, Isshiki menjawab “ya” dengan suara kecil.
Mundur ke Bab 8 | Kembali ke Halaman Utama | Lanjut ke Bab 10 |
Catatan Translasi[edit]
<references>