Rokujouma no Shinryakusha!? (Indonesia): Jilid 2 Bab 1

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Satu Hari dalam Kamar 106[edit]

Part 1[edit]

Jumat, 24 April

Kemampuan Satomi Koutarou untuk bangun tidur benar-benar mengerikan. Tidak terkecuali hari ini;meskipun matahari sudah menyinari wajahnya, ia tetap tertidur pulas.Mulutnya menganga lebar saat ia mendengkur sekeras kompresor kulkas.

Cahaya matahari pagi mengganggunya dan ia pun menggeliat, bagaimanapun saat dia persis di sebelah dinding, dia hanya bisa berputar setengah sebelum menabraknya.

Sebenarnya Koutarou menggelar kasurnya di tengah ruangan,tapi ia berguling-guling dalam tidurnya. Sebelum ia sadar,dia sudah menggelinding ke pojok ruangan.Namun, karena itulah sinar matahari tidak menyinarinya lagi dan ia kembali tertidur lelap.

Jam sudah menunjukkan pukul 6 pagi. Mentari pagi di luar jendela bersinar cerah dan langit biru yang luas membentangi cakrawala.

Sekarang sudah penghujung April dan suhu udara pun mulai menghangat. Kalau jendela dibuka, udara segar akan segera masuk.Namun,yang terbuka pertama kali di kamar 106 Rumah Korona bukanlah jendela.

Dengan suara yang kecil,tatami yang terdekat dengan pintu masuk terangkat sedikit, dan tas plastik di atasnya mulai bergoyang, yang mana di dalamnya bisa terlihat beberapa bungkus mi instan.Namun,tas plastik itu berhenti bergoyang.

Sesaat kemudian, tikar itu terangkat dan seorang gadis muncul dari bawahnya.

"..Aku sudah memberitahunya untuk meletakkannya agak jauh.."

Karena gadis itu mengangkat tataminya, mi instannya tumpah dari tas plastik.

Gadis itu melihatnya dan mengeluh. Dia pun naik ke kamar 106 dengan rambut hitam panjangnya yang mengayun.

Nama gadis itu adalah Kiriha. Pakaiannya menyerupai kimono dan seragam gadis kuil, matanya yang sipit membuat mereka yang melihatnya terkesan. Dia adalah salah satu gadis yang berusaha mengambil alih kamar 106.

"Hey Ho-, Hey Ho-"

"Ho-,Ho-,Hohoho"

Dua haniwa setinggi 30 sentimeter mengikuti Kiriha dari bawah tatami.

Di saat yang sama Kiriha memasang kembali tatami, salah satu dinding mulai bersinar, dan seorang gadis lain muncul di kamar 106. Gadis itu berambut pendek dan berpenampilan rapi dengan bajunya yang menyerupai seragam militer.

Namanya adalah Ruth. Dia adalah makhluk luar angkasa yang datang ke planet ini dari jarak 10 tahun cahaya.

"Kyaaa!?"

Ruth masuk ke ruangan dan menjerit. Bukan karena dia jatuh, tapi karena dimana dia muncul.

Rokujouma V2 011.jpg

"Maaf,Satomi-sama!! Aku segera minggir!!"

Ruth muncul tepat di atas Koutarou. Kakinya yang terbalut stocking menginjak tepat di muka Koutarou.

Dinding yang bersinar itu berfungsi sebagai penghubung antara kapal luar angkasa Theia dan kamar 106. Saat berjalan melewatinya, seseorang akan berpindah secara instan ke kapal luar angkasa yang mengorbit dekat Bumi. Namun,tidak seperti pintu, tidak ada cara mengetahui apa yang ada dibaliknya sampai orang tersebut melewatinya. Karena itulah Ruth secara tidak sengaja menginjak wajah Koutarou.

"Aku benar-benar minta maaf karena menginjakmu setiap pagi, Satomi-sama!"

Ruth cepat-cepat menyingkir dan meminta maaf.

"..."

Namun,Koutarou tidak merespon.

"Sa-Satomi-sama?"

"Betul-betul deh, Satomi Koutarou."

Kedua gadis itu memandang Koutarou; Ruth kaget sedangkan Kiriha berdecak kagum.

Koutarou masih tertidur lelap dan mendengkur. Meskipun terinjak, Koutarou tidak menunjukkan tanda-tanda akan bangun, hampir seperti tidak terjadi apapun.

Dengan munculnya Kiriha dan Ruth,ruangan itu pun mulai hidup.

Mengesampingkan identitas mereka, sekarang mereka sudah memakai celemek dan terlihat sebagaimana gadis seumuran mereka bertingkah.

"Kiriha-sama, apa yang harus kulakukan dengan sayuran panjang dan ramping ini?"

"Kita akan menambahkan bawang ke sup misonya, jadi potong sayur itu bulat-bulat."

"Baik, aku mengerti."

Kiriha memegang sendok sup di depan kompor dan Ruth mengambil pisau di depan bak cuci. Keduanya sedang membuat sarapan bersama. Namun, Ruth tidak terbiasa memasak makanan Bumi, jadi Kiriha yang membuatnya sedangkan Ruth membantu Kiriha. Mereka berdua memasak bersama seperti teman akrab. Tidak banyak yang tahu kalau mereka berdua sebenarnya adalah musuh.

"Selaaaaaaamat paaagiiiiiiiiiii!"

Dan salah satu dari sedikit yang tahu hubungan mereka berdua pun muncul. Dia adalah seorang gadis SD dengan gaun musim panas.

"Selamat pagi."

"Selamat pagi, Sanae."

"Nnn..."

Gadis itu menggosok matanya yang masih mengantuk sembari muncul dari langit-langit. Dia tidak mengangkat tikar atau membuat dinding bersinar,tapi benar-benar muncul menembus langit-langit. Namanya adalah Sanae. Dia adalah hantu yang tinggal di kamar 106.

"Sarapan hari ini apa?"

"Nasi dan sup miso, dan ikan yang dibeli kemarin...Kiriha-sama,apa nama ikannya?"

"Salmon, dan ada sosis yang tidak muat masuk ke kotak bekal."

Namun,Kiriha dan Ruth sama sekali tidak terkejut dengan cara Sanae muncul. Mereka bertingkah sebagaimana orang berbicara dengan temannya karena mereka berdua sudah terbiasa dengan Sanae.

"Apa bentuknya seperti gurita?"

"Sebaik yang bisa seorang gadis buat."

"Benarkah?"

"Dia bohong. Kiriha berbohong dengan wajah datar..Oh ya, aku hampir lupa. Boleh aku cicip!?"

"Silahkan. Nanti akan aku berikan ke Koutarou kok."

"Yes!"

Saat Kiriha mengizinkannya, Sanae terlihat senang. Sanae, yang masih muda, terlihat sangat kekanakan saat dia kegirangan. Namun, untuk suatu alasan, dia tidak menyentuh sosisnya tapi langsung menuju ke ruangan dalam.

"Bangun Koutarou! Hey!"

"Nnn..."

Setelah masuk, Sanae langsung berusaha membangunkan Koutarou. Dia butuh Koutarou untuk merasakan makanan, karena Sanae adalah hantu dan tidak bisa makan sendiri. Agar dia bisa merasakan makanan, dia harus merasuki seseorang dan berbagi indra perasa dengan mereka. Yang dia rasuki tidak lain adalah Koutarou. Karena Sanae dan Koutarou mengadakan gencatan senjata, sebagai gantinya Sanae boleh merasuki Koutarou.

"Cepat bangun! Guritanya keburu dingin!"

"Nnn..Aku nggak bisa makan lebih banyak lagi..mhm.."

"Nggak akan aku biarkan hanya kamu yang makan enak!!"

Namun, Koutarou masih belum mau bangun setelah diguncang-guncang dan diteriaki. Sepertinya Koutarou sedang bermimpi memakan sesuatu, dan ini membuat Sanae lebih kesal.

"Hehehe, Mackenzie, kamu yang bayar ya...mm..."

"Kenapa kamu selalu menolak keberadaan hantu!! Aku nggak akan minta kamu buat kaget, tapi paling nggak dengerin suaraku!! Kalau kamu terguncang buka matamu!! Bilang 'Selamat pagi, malaikatku' ke Sanae yang manis ini!!"

"Jangan menangis karena hal seperti itu..kasihan sekali."

"Siapapun pasti menangis!!"

Koutarou, yang masih belum terlihat akan bangun, mengejutkan Sanae dan membuatnya lebih kesal.

"..Kalau begitu.."

Sanae, yang sudah mulai menangis, membuat fenomena Poltergeist dan mengangkat sebuah ensiklopedia.

"Lihat saja, kalau kamu pikir gadis ini hanya diam saja, kau salah besar!!" ujar Sanae sambil tersenyum jahat. Dia kemudian memutar ensiklopedianya,berencana untuk menghujam kepala Koutarou dengan ujungnya.

"..Hm?"

Namun,saat Sanae hendak melakukannya, dindingnya mulai bercahaya, dengan cara yang sama saat Ruth muncul. Hal yang berbeda adalah orang yang muncul berikutnya, dan sisanya tetap sama.

Gadis yang muncul dari dinding itu sedikit lebih tua dari Sanae. Dia memiliki rambut kuning keemasan yang indah, gaun putih dan mata biru gelap. Namanya adalah Theia. Dia adalah tuan putri luar angkasa, dan Ruth adalah pelayannya.

"Guaaaaaaah!?"

"Aku tidak sadar kau ada disini, Primitif."

Dan seperti Ruth, dia menginjak wajah Koutarou. Namun,tidak seperti Ruth, dia tidak berusaha untuk menghindari Koutarou,dan dia juga memakai sepatu hak tinggi. Ujung hak sepatunya menusuk kepala Koutarou.

"Auauauauauau!?"

"Kamu tidak belajar ya? Kenapa kau tetap tidur disana?..Inilah sebabnya kau hanya seorang Primitif"

Saat Theia mengatakannya, dia mengangkat kakinya dari wajah Koutarou dan menginjak tatami. Ujung gaunnya berkibar dengan anggun, tapi Koutarou tidak peduli dengan hal itu.

"Kau idiot, Tulip!! Sudah berapa kali kubilang!! Jangan menginjak orang!! Dan jangan pakai sepatu di dalam sini!!"

Memar merah nampak di dahi Koutarou. Karena berat Theia difokuskan ke hak sepatunya, Koutarou pun akhirnya terbangun.

"Kau berani memanggilku idiot lagi, Primitif?"

"Akan aku bilang sebanyak mungkin, dasar idiot!"

"Beraninya kau bertindak lancang dihadapan tuanmu!!"

Koutarou dan Theia beradu kepala dan saling memaki satu sama lain.

"Kenapa kau hanya mempermaslahkan aku!? Aku yakin bukan hanya aku saja yang menginjak dirimu!!"

"Aku benar-benar minta maaf, Satomi-sama. Aku menyesal sudah menginjak dirimu berulang kali."

Ruth masuk dan membungkuk penuh sesal ke arah Koutarou.

"Nggak, Ruth nggak perlu minta maaf. Angkatlah kepalamu"

Koutarou tidak punya niat untuk mengeluh kepada Ruth.

"Yang salah si Tulip."

"Tapi.."

"Primitif! Kenapa hanya Ruth yang kamu maafkan? Ini salah! Kenapa kamu lebih memihak Ruth?!" seru Theia dengan wajah memerah sambil menghentakkan kakinya, membuat hak sepatunya merobek tatami berulang-ulang.

"Ya jelaslah, dasar putri bodoh! Bagaimana kalau kamu sentuh dadamu dan tanyakan dirimu sendiri!"

"Dada..?"

Theia memandang kosong dadanya, dan lalu melirik ke arah dada Ruth.

"Y-Yang Mulia?"

Hasilnya, Ruth tersipu malu dan menutupi dadanya dengan tangan.

"...Dada.."

Amarahnya yang sempat hilang dengan pandangan kosong mulai muncul kembali.

"Jadi kau memaafkannya hanya karena dadanya besar?!"

Theia mulai tidak peduli dengan sekitarnya saat dia berteriak marah kepada Koutarou.

"Bukan begitu!!"

"Koutarou, siapa yang peduli soal dadanya. Kamu bahkan nggak tahu kalau dia punya atau enggak. Yang lebih penting lagi, cicip makanan!"

"Kau mau berkelahi denganku ya?!"

"Jangan, Yang Mulia!!"

Dan dengan begitu, keributan terjadi pagi itu di dalam kamar kecil itu.

"..Mm, rasanya enak."

Namun, Kiriha yang masih ada di dapur tidak terlihat peduli. Malahan, dia mencicipi sup misonya dan terlihat puas.

"Kali ini akan kutunjukkan siapa tuanmu sesungguhnya!"

"Coba saja, Tulip! Tempatmu seharusnya di padang bunga!"

"Mau sebanyak apa kau mencemooh tuanmu sebelum kau puas?! Kau manusia purba!"

"Kalian berdua, tolong hentikan!"

"Tes cicip! Tes cicip!"

"Satu lagi hari yang damai...atau tidak.."

Kiriha tidak terlihat cemas, ini adalah hal yang biasa di kamar 106.


"Nah, mari makan!"

"Selamat makan!"

Setelah sarapan disajikan, Sanae melompat ke punggung Koutarou dan memeluk lehernya. Menurut Sanae, inilah yang diperlukannya untuk merasuki seseorang. Sekilas, hal itu nampak seperti seorang anak yang digendong bapaknya.

"Cepatlah makan,Koutarou!"

"..."

Meski Sanae ingin Koutarou cepat-cepat makan, Koutarou sendiri tidak melihat makanannya, tapi melotot jauh ke depan.

"..."

Yang duduk di seberang meja tidak lain adalah Theia, yang membalas melotot ke arah Koutarou. Keduanya sudah melakukan ini cukup lama.

Selain memar di dahinya, terlihat bekas-bekas cakaran dan gigitan pada Koutarou. Theia, di sisi lain, memiliki memar di dekat matanya. Itu adalah luka bekas perkelahian yang baru saja terjadi.

"Yang Mulia, makanannya akan segera dingin kalau anda tetap melakukan hal ini"

"Harusnya itu yang kau katakan kepada si Primitif! Apa yang salah dengan mendisiplinkan orang bodoh yang mencoba menantang tuannya?!"

Ruth duduk diantara keduanya, berusaha sekuat tenaga untuk membuat mereka berdamai.

"Heh, kau memanggil seseorang bodoh?"

"Hmph, dasar makhluk rendahan."

Namun, keduanya tetap tidak mau berdamai dan malah mendongkol. Meski keduanya tidak bisa akur, sifat keras kepala mereka juga sama kerasnya.

"Bagaimanapun, Yang Mulia, anda adalah orang yang memicunya dahulu."

"Aku tidak peduli. Seorang hamba seharusnya tidak peduli dengan keadaannya dan harusnya malah menghormatiku."

"Siapa yang kau panggil 'hamba'?"

"Dewasalah, kalian berdua.."

"Aku sudah dewasa. Tulip yang salah."

Keduanya mengalihkan pandangan dan mulai berdebat secara tidak langsung. Ini karena mereka mengakui satu sama lain sebagai lawan.

"Tidak bisa begitu, Koutarou."

Koutarou melihat Kiriha tersenyum masam di sudut pandangannya. Saat itu Kiriha duduk di seberang Ruth, di antara Theia dan Koutarou.

Mereka duduk mengelilingi meja dengan urutan: Koutarou dan Sanae, Ruth, Theia, Kiriha.

Belakangan, mereka dengan alaminya duduk seperti ini.

Koutarou pun menghadapkan wajahnya ke arah Kiriha.

"Kenji dan Shizuka akan khawatir kalau kau membuat wajah seram seperti itu."

"Tapi,Tulip-"

"Cukup."

Koutarou mencoba membantah, tapi Kiriha menghentikannya dengan meletakkan jarinya didepan bibir Koutarou. Kiriha tersenyum ke arah Koutarou sembari menunduk kearahnya.

"Aku tidak suka Koutarou yang seperti itu, aku lebih suka saat kau tersenyum."

"Eh.."

Ujung jarinya yang lembut dan hangat menyentuh bibirnya seperti sebuah ciuman. Senyumnya yang indah dan pandangan matanya yang tenang membuat Koutarou terhenyak.

"Dengar, Koutarou, tidak apa-apa kau membuat ekspresi seperti itu saat diperlukan, tapi bukan berarti kau bisa menunjukkannya kepada mereka yang tidak bersangkutan. Kenji, Shizuka dan bahkan aku akan sedih. Kau tidak bisa menunjukkan amarahmu kepada mereka yang kau sayangi."

"Uh..."

"Berhentilah marah, Koutarou. Ini demi diriku dan dirimu juga."

Kiriha dengan tenang memperingatkan Koutarou, dan amarahnya pun reda. Koutarou marah kepada Theia karena keegoisannya, dan keegoisan yang sama berlaku juga saat dia marah kepada orang lain selain Theia. Koutarou menyadari itu saat dia melihat senyuman Kiriha.

"Tunggu sebentaaaaaar. Aku diam saja dan apa yang aku dengar?!"

"A-Apa?"

Saat Koutarou akan mengangguk ke arah Kiriha, Sanae yang masih memeluk Koutarou berteriak ke arah mereka berdua. Sanae lalu mengencangkan pelukannya di leher Koutarou seakan-akan mencekiknya.

"Kiriha! Jangan bertingkah kayak kamu bukan musuh Koutarou! Wajar kalau dia teriak ke arahmu, karena kamu juga berencana mengambil alih kamar ini! Jangan coba-coba bersikap normal kayak kamu nggak ada hubungannya!"

"Fufufu, kamu tegas sekali, Sanae.."

"Dan Koutarou! Kamu kenapa sih? Dia cuma bikin kamu lengah supaya dia bisa mengambil alih kamar ini! Ini yang biasa dia lakukan!"

"M-Maaf, itu refleks.."

"Jangan cuma bilang itu refleks! Yang benar saja, Koutarou! Sudah berapa kali kau hampir terjebak triknya belakangan ini?! Kamu pikir apa yang bakal terjadi kalau aku lagi nggak ada?!"

"Aku memang salah, jadi tolong tenang, ya?"

"..Apa kamu benar-benar mengaku kalau kamu salah?"

Saat Koutarou meminta maaf, suara dan cekikan Sanae pun mereda.

"Ya, tentu saja."

"Apa kamu punya kata-kata syukur kepada hantu cantik yang terus menolongmu?"

"Terima kasih karena kau selalu menjagaku."

Koutarou benar-benar berterima kasih kepada Sanae, karena alasan mengapa dia belum tertipu oleh Kiriha dan masih punya tempat tinggal adalah karena Sanae. Kalau bukan karena gencatan senjata dengan Sanae, Koutarou sudah pasti tertipu sejak lama.

"Bagus, sekarang ayo makan. Aku sudah lapar."

Senang dengan jawaban dari Koutarou, Sanae menunjuk ke arah meja. Di atas meja tersedia nasi, sup miso, salmon dan sosis yang dipotong membentuk gurita - sarapan yang sudah ditunggu Sanae.

"Baik, ayo makan."

"Koutarou, ambil sosisnya dulu!"

Saat Koutarou mengambil sumpit, suara Sanae kembali normal. Suaranya persis seperti rupanya, polos dan ceria.

"..Tunggu dulu, Sanae."

Sumpitnya berhenti tepat sebelum mengambil sosis.

"Apa?"

"Em,bukan apa-apa.."

Kamu udah takluk sama masakannya Kiriha...

Koutarou menjaga dirinya agar tidak keceplosan mengatakan itu.

"Oh? Kalau begitu, buruan!"

"Oke, oke."

Tapi, kenapa aku nggak mau bilang?

Koutarou sendiri bingung kenapa dia tidak mengatakannya.


"Yang Mulia, sudah hampir saatnya."

"Baiklah kalau begitu, mari kita pergi"

Ruth, yang sudah selesai mencuci piring, kembali ke ruang tengah dan mengatakan hal itu. Theia, yang sedang memainkan cangkirnya, meletakkannya kembali ke meja dan berdiri. Di saat itu bagian rok dari gaunnya membentang dan menutupi sebagian ruangan. Di ruangan sekecil ini, gaunnya adalah penghalang baginya.

"Dengan begitu, semuanya, sampai jumpa nanti."

"Jangan terlambat, Primitif."

"Aku nggak akan terlambat."

"Baguslah kalau begitu. Kegagalan seorang hamba adalah kegagalan tuannya. Sepertinya kau sadar kalau kau adalah hambaku. Bagus sekali."

Theia dan Ruth kembali ke sisi lain dinding yang bersinar. Mereka kembali ke kapal luar angkasa untuk berganti pakaian, setelahnya mereka mengambil rute sendiri untuk pergi ke sekolah.

"..Dia tetep aja ngomong hal-hal yang egois.."

"Cewek itu semangat banget buat bikin kamu jadi pelayannya."

Koutarou dan Sanae, yang minum teh di dekat meja, memandang dinding yang bersinar dan menghela nafas. Kiriha, yang duduk di sebelah mereka, tersenyum masam dan menurunkan bahunya.

"Itu adalah hal yang harus dia lakukan untuk naik tahta. Dia tidak bisa mundur. Tentu saja, aku pun tidak bisa mundur. Dengan begitu.."

Kiriha menunggu Koutarou menghabiskan tehnya dan membawa cangkirnya ke tempat cuci.

"Ho-!"

"Hey Ho-!"

Di saat yang sama kedua haniwa mengangkat tatami terdekat ke pintu depan. Dibawahnya terdapat terowongan yang mengarah ke markas rahasia Kiriha. Awalnya itu hanya lubang di tanah, namun sebelum ada yang menyadarinya lubang itu sudah disemen dan diberi keramik. Kedua haniwa itulah yang mengerjakannya.

"Aku akan pamit juga. Sampai ketemu di ruang kelas nanti, Koutarou, Sanae."

Seperti Theia dan Ruth, Kiriha akan pergi ke SMA Harukaze menggunakan rute lain. Baik Kiriha dan Theia tidak ingin menimbulkan keributan.

"Ya,sampai jumpa nan-"

"Stoooooop!"

Pukulan Sanae mengenai kepala Koutarou saat ia hampir membalas salam dari Kiriha.

"Kamu lagi ditipu! Nggak usah dibalas salamnya!"

"O-oke"

Gawat, aku benar-benar terseret kebaikannya Kiriha..pikir Koutarou memperingatkan dirinya sendiri.

Koutarou hampir mengikuti tingkah normalnya Kiriha. Namun, semua yang Kiriha ucapkan adalah perangkap untuk melemahkan kewaspadaan Koutarou. Jika Koutarou terperangkap kebaikannya, bisa jadi saat dia bangun esok hari kamarnya sudah dipakai untuk kepentingan invasi.

"Fufufu, jadi kau takkan percaya kalau aku mempunyai rasa kepada Koutarou?"

"Yang bener aja! Mana ada kata 'romansa' di dirimu?!"

"Koutarou, apa kau merasakan hal yang sama?"

Senyum Kiriha menghilang bersamaan dengan wajahnya yang menunduk sedih.

Kiriha meletakkan tangannya didepan dadanya dan berbisik kepada Koutarou dengan lembut.

"Ugh..."

Saat dihadapkan dengan matanya yang sendu dan suaranya yang manis, Koutarou secara tak sadar menelan ludahnya. Meskipun dia tahu Kiriha adalah musuhnya, Koutarou tetaplah seorang remaja dalam masa puber. Saat Kiriha bertingkah seperti itu,wajar saja jika Koutarou mulai goyah.

"Koutarou! Sadar!"

"Y-Ya, m-maaf Sanae."

Gawat, biar udah tahu, aku masih aja kena...

Serangan Kiriha semakin susah dihadapi tiap harinya. Ini karena Kiriha mulai mengenal Koutarou ,dan Kiriha mulai mengubah taktiknya sedikit demi sedikit.

"Fufufu, gagal lagi ya...sampai jumpa nanti, Koutarou."

Kiriha menghilang ke dalam terowongan sambil meninggalkan senyuman. Kedua haniwa itu pun ikut masuk, dan akhirnya tataminya dikembalikan seperti semula.

"..Ini bahaya buat jantungku.."

Jantung Koutarou berdebar kencang saat dia memandangi tatami yang dimasuki Kiriha.

"Wanita itu memang godaan paling besar.."

Sementara itu Sanae mengerutkan wajahnya dan menghela nafas panjang

"Sanae, ayo berangkat."

"Tunggu sebentar."

Koutarou sudah mengganti bajunya dengan seragam dan bersiap pergi ke sekolah. Sementara, Sanae sedang berusaha memakai seragamnya. Syal di lehernya terlihat miring, sebagian jaketnya terselip di rok, celana dalamnya tersembul keluar, dan Sanae hanya memakai sebelah kaos kakinya.

"Nggak bisa lebih baik lagi...?"

"M-Maaf...ehehehe."

Sanae tersipu malu saat dia memakai kaos kakinya yang sebelah satunya. Koutarou menarik jaket Sane yang terselip dari roknya, dan membetulkan syalnya.

Rokujouma V2 033.jpg

"Terima kasih, Koutarou."

"Nggak masalah, tapi buat apa kamu pake seragam?"

"Biar kelihatan imut, ya kan?"

Setelah selesai berbenah, Sanae berputar sekali di depan Koutarou. Ukuran seragamnya sedikit lebih besar dari badannya, namun itu justru menambah keimutannya,dan Koutarou setuju kalau Sanae terlihat imut.

"Ya, tapi aku lebih penasaran kenapa hantu bisa ganti baju. Lebih pentingnya, darimana kamu dapat seragam yang bisa dipakai hantu? Aku benar-benar ingin tahu."

"Ini nggak masalah karena aku perempuan. Kalau kamu kepikiran hal sepele itu terus, lama-lama bakal botak loh."

"Nggak yakin kalau itu cuma hal sepele.."

Koutarou secara tidak sadar memandangi seragam Sanae. Sebagai balasan, Sanae memegang ujung roknya dan memberinya hormat.[1]

"Memang hal sepele kok. Hantu di film-film ganti kostum antar adegan setiap saat kok. Itu memang yang dilakukan hantu! Ah, sang tokoh wanita yang tragis, Sanae-chan.."

"Karena kamu bilang begitu..si pria misterius bertopeng hoki mengganti senjatanya antar adegan juga. Dari gergaji mesin ke machete ke kapak..dari mana dia dapat senjata itu.."[2]

"Jangan dibandingin sama itu! Kamu selalu begitu!"

"Eh?"

Sanae mencekik leher Koutarou dengan kesalnya. Bel pintu berbunyi, dan Sanae melepaskan pegangannya dari leher Koutarou dan melompat ke punggungnya.

"Hey Kou, udah bangun?"

"Satomi-kuuun!"

Suara dari teman Koutarou, Kenji dan Shizuka, terdengar dari balik pintu.

"Aku sudah bangun. Tunggu sebentar!"

Koutarou menuju pintu dengan membawa tas yang terletak didekatnya.

"Sanae, nggak ada yang kelupaan kan?"

"Nggak ada."

Sanae mematikan lampu-lampu dan menuju ke pintu dengan Koutarou.

"Kamu sendiri, Koutarou?"

"Aku.."

Koutarou yang tengah memakai sepatunya tiba-tiba berhenti.

"Hmm, rasanya ada yang kelupaan..."

"Apa? Apa yang kelupaan?"

"Nggak tahu deh. Yah, kalau pun nggak bisa segera teringat, mungkin cuma hal sepele.."

"Kalau begitu, ayo berangkat, Koutarou."

"Yeah."

Koutarou menangguk ke arah Sanae dan melanjutkan memakai sepatunya.

"Jangan sampai kelupaan buat menyamar biar nggak keliatan sama Ibu Kos-san ya?"

"Siap kapten~"


Part 2[edit]

Koutarou dan yang lain sudah beranjak dari kamar 106, dan bunyi yang tersisa hanyalah detik jarum jam dan kulkas. Selain itu, suara burung-burung dan mobil dari luar juga bisa terdengar dari dalam. Namun, saat waktu terus berjalan, suara-suara dari luar mulai bertambah keras. Jam sibuk dimulai dan kerumunan orang mulai terlihat di stasiun-stasiun. Banyak mobil dan sepeda mulai beranjak ke tempat kerja atau sekolahnya masing-masing. Seiring berjalannya waktu untuk mulai sekolah, suara peluit anak-anak TK bisa terdengar dari dalam kamar. Namun, setelah 30 menit, suara-suara itu berhenti. Kesunyian memenuhi kamar itu.

Di saat itu sebuah suara terdengar dari dalam kamar 106. Suara itu berasal dari dalam lemari baju.[3]

Setelah hening sesaat, pintu lemari itu terbuka dengan keras.

"Aku telaaaaaaat!"

Seorang gadis terlihat duduk di bagian atas lemari. Bagian bawah lemari berisi barang-barang milik Koutarou, tapi untuk suatu hal bagian atasnya berisi gadis yang sedang duduk di atas kasur sembari menangis.

"Ke-Kenapa enggak ada yang bangunin aku?! Semuanya juga udah berangkat!"

Nama gadis itu adalah Yurika. Dia adalah cosplayer yang sudah dikenal Koutarou dan yang lainnya. Koutarou, yang merasa melupakan sesuatu, merujuk ke Yurika.

"Ini bakal jadi hari ke 10 aku telat! Pasti nanti bakal kena marah guru! Mereka semua jahat! Mereka tahu aku sering bolos dan tetap ninggalin aku!"

Yurika buru-buru memakai seragamnya selagi di dalam lemari. Banyak laci-laci kecil terlihat di bagian atas lemari, yang berisikan barang-barang milik Yurika. Meskipun bagian dalam lemari sangat sempit, nampaknya tidak berpengaruh untuk Yurika yang dapat mengganti bajunya dengan lihai didalamnya. Yang mengejutkan, Yurika memakai bagian atas lemari itu sebagai kamar miliknya.

"Oke, aku sudah selesai ganti! Kalau enggak buru-buru, aku bakal telat buat pelajaran pertama!"

Setelah selesai berganti baju, Yurika mengambil tasnya dan melompat keluar lemari. Suara yang aneh terdengar saat dia mendarat.

"..Hm?"

Mendengar suara itu, Yurika melihat ke bawah dan dia melihat tas plastik putih di bawah kakinya.

"Ng-Nggak mungkin..."

Saat dia melihat tas itu, Yurika tersentak. Meskipun sedang terburu-buru, Yurika yang nampak terkejut dengan pelan mengangkat kakinya. Jika isi tas itu berisi apapun yang ada di pikiran Yurika, itu akan menjadi masalah yang lebih serius dibandingkan terlambat sekolah.

"Ti-Tidaaaaaaaaaaaak!!"

Apa yang ada di bawah Yurika adalah hal yang ditakutinya: tas plastik miliknya yang berisi mi instan. Saat dia mendarat dari lemari, kakinya menghancurkan sebagian besar mi instan miliknya.

"Kenapa bisa ada disini? Kemarin aku taruh di situ deh! Kenapa bisa kayak begini?!"

Yurika langsung panik. Karena resesi ekonomi, harga mi instan melambung tinggi. Harga termurah yang ada adalah 98 yen di saat-saat tertentu saja.

Yurika telah menghancurkan makanan penting itu. Dia telah menginjak dan menghancurkan enam bungkus mi instan. Makanan seharga dua hari telah hancur dalam satu injakan.

"Bisa dimakan nggak ya, kalau aku kumpulin semua?"

Kerusakan mental yang Yurika alami sangat besar dan dia berhenti bergerak setelah dia membungkuk dan menatapi mi instannya yang hancur.

"..Enggak, kamu nggak boleh begini, Yurika! Ngumpulin sisanya buat dimakan itu..Lagian, itu nggak bagus buat badan!"

Sesaat dia berpikir untuk memakannya, tapi harga dirinya berhasil menghalangi. Namun, dengan situasi ekonomi seperti ini dan rasa sukanya pada mi instan, harga dirinya pun mulai runtuh.

"Tapi, aku harus pungut sisanya! Kalau aku nggak makan buat dua hari..tapi...kalau aku pungut dan makan sisanya, harga diriku sebagai manusia..tapi..nggak makan buat dua hari..DUA HARI!"

Yurika pun ragu. Setelah dia mengambil mi instan itu dari lantai, dia ragu antara memakannya atau membuangnya. Itu memang pilihan yang simpel, tapi bagi Yurika hal itu sangat penting.

Sebuah konflik batin berkecamuk hebat di dalam pikiran Yurika.

Akankah dia membuang makanan yang dibutuhkannya untuk hidup, atau harga dirinya sebagai manusia? Yurika sedang menghadapi pilihan yang penting menyangkut kemanusiaannya.

"...Tapi kalau aku buang harga diriku perutku bisa terisi! Ya, Yurika! Kamu nggak bisa hidup dari harga diri! Kamu harus isi perutmu dulu! Kamu harus bertahan hidup, kalau enggak harga dirimu nggak bisa tertolong!"

Akhirnya, Yurika membuang harga dirinya. Dia tidak bisa begitu saja membuang mi instannya. Dia tidak bisa melupakan rasanya yang sintetis dan tekstur dari mi instan.

"Aku harus menghargai hidupku! Aku harus mencapai tujuanku sebagai gadis penyihir! Aku harus mengajarkan anak-anak berbagai hal yang penting!"

Yurika dengan cepat menjalankan rencananya dan memungut mi instan yang sudah hancur ke dalam tas plastik. Dia tidak akan sempat hadir ke jam pelajaran kedua hari ini. Kalau begini terus, dia tidak akan bisa naik kelas.

"Yurika semangat! Yurika semangat!"

Hanya satu hal yang penting bagi Yurika saat ini. Dia harus mengumpulkan makanannya; itu adalah hal terpenting baginya setelah nyawanya sendiri. Dia tidak memikirkan hal yang lain.

"Ini adalah tugas gadis penyihir! Tugas penting! Mau bagaimana lagi!"

Yurika adalah seseorang yang menyatakan dirinya adalah penyihir cinta dan keberanian, Rainbow Yurika. Semua orang yakin kalau Yurika hanyalah cosplayer.

Saat Yurika berangkat ke sekolah, sekali lagi ruangan itu menjadi sunyi. Sekitar saat ini, suasana damai berada di kamar 106.

Dari waktu ke waktu, suara-suara ibu rumah tangga yang pergi berbelanja dapat terdengar, dan kadang-kadang suara truk yang lewat juga terdengar. Tapi umumnya, keadaan Rumah Corona sunyi, dan terus berlanjut sampai siang.

Saat pukul 2 siang, anak-anak yang berjalan pulang terlihat melewati Rumah Corona. Saat mereka berjalan pulang, mereka berjalan sambil memainkan sesuatu, atau membicarakan apa yang tayang di TV kemarin, atau bagaimana puding yang mereka makan itu rasanya enak; pembicaraan mereka masuk satu demi satu ke dalam kamar 106.

Seiring berjalannya waktu, usia mereka yang melewati Rumah Korona pun bertambah, dan suara anak-anak yang bermain di taman pun dapat terdengar. Saat itulah orang-orang mulai kembali ke kamar 106.

"Aku pulaaaaaang."

Yang pertama tiba adalah Ruth. Suaranya menggema di dalam ruangan itu. Dia berdiri di depan pintu sambil memegang tas belanjaan. Tidak seperti keempat gadis lainnya, Koutarou memepercayakan masalah belanja kepada Ruth, yang lalu membawa bahan-bahan makanan yang diinginkan Koutarou dan yang lainnya untuk dimasak.

"Oh? Apa ini?"

Saat Ruth menaruh belanjaannya ke kulkas, dia memperhatikan tas plastik dekat bak cuci piring. Dia mengintip ke dalamnya danmelihat bungkusan mi instan yang rusak dan mi instan yang sudah hancur.

"Kelihatannya seperti sampah."

Selain bungkusan mi instan dan mi instan itu sendiri, banyak sekali debu di dalam tas itu. Ruth tahu kalau mi itu makanan, tapi tidak akan ada orang yang mau makan makanan yang sudah tercampur sampah. Meskipun Ruth merasa sayang, dia membuang tas itu ke tempat sampah. Dia juga memilah sampahnya saat membuangnya.

"Nah, selanjutnya..."

Setelah ia selesai membuang sampah, Ruth mencuci tangannya dan kembali membereskan belanjaannya di kulkas. Meski awalnya dia merasa bingung bagaimana harus bersikap di Bumi, sekarang dia sudah tidak ragu lagi. Ini karena dia sudah berada di Bumi selama setengah bulan, dan kepribadiannya pun menjadi faktor pembantu. Meski dia mempunyai jabatan petugas pelindung, Ruth sangat terampil dalam urusan rumah tangga.

Saat Ruth selesai membereskan belanjaannya, dua orang lagi tiba di kamar 106.


Part 3[edit]

"Bagaimanapun juga, bermain kartu setiap saat akan membosankan. Bagaimana jika kita menggunakan festival olahraga bulan depan?"

"Seperti yang kau katakan, Theia-dono, bermain kartu setiap saat memang membosankan. Tapi, festival olahraga akan menjadi suatu tantangan di bagian stamina."

Dua sosok tampak saat pintu terbuka: Kiriha dan Theia. Keduanya sedang membicarakan festival olahraga yang akan diadakan bulan Mei.

"Misalnya saja, ada marathon halang rintang untuk klub, bukan? Kita bisa bertanding secara adil dengan cara itu, benar?

"Begitu, dengan cara itu bisa saja..."

"Selamat datang kembali Yang Mulia, Kiriha-sama."

"Ahh,aku pulang."

"Aku juga."

Ruth menyambut mereka sembari menutup kulkas. Theia dan Kiriha masuk seakan-akan itu adalah kamar mereka sendiri.

"Yang Mulia, sepatu anda! Sepatu anda!"

"Oh, ya."

Theia sudah menginjak tikar di dalam kamar meskipun masih memakai sepatu. Dia buru-buru kembali ke pintu masuk dan melepasnya.

"..Negara ini punya kebiasaan yang aneh."

"Engkau tidak perlu menyebutnya."

"Si Primitif itu adalah hambaku, jadi semestinya dia harus menghargai budayaku dibanding budayanya."

"Sudah jadi suatu tata krama untuk menghargai budaya suatu bangsa."

Theia menyuarakan keluhannya tentang harus melepas sepatu. Koutarou akan marah kapanpun Theia lupa melepas sepatunya. Theia yang keras kepala mungkin akan menolak melepas sepatunya kalau saja Koutarou tidak benar-benar marah.

"Itu sudah bukan masalah lagi. Kiriha, aku berpikir untuk mengusulkan apa yang kita bicarakan kepada Koutarou. Bagaimana menurutmu?"

"Tidak masalah bagiku. Aku akan mendukung usulmu, Theia-dono."

Kiriha dengan patuh menyetujui saran Theia, karena Kiriha sendiri memiliki rencana. Jika mereka nantinya bertanding di festival olahraga, Theia yang secara fisik lebih lemah akan kurang unggul. Theia juga tidak terbiasa dengan olahraga di Bumi. Karena Sanae sendiri adalah hantu, kompetisinya hanya akan berfokus kepada Kiriha dan Koutarou.

Begitu juga, siapa tahu apa yang dia pikirkan..aku tidak boleh lengah.

Namun, Theia tersenyum penuh keyakinan. Melihat senyum itu membuat Kiriha was-was. Sebuah rencana pun mulai terbentuk di pikiran Kiriha. Dia harus mulai bersiap-siap dan berjaga-jaga.

Saat Kiriha dan yang lainnya tengah berbicara, pintu depan terbuka. Satu orang lagi muncul.

"Aku pulaaaaang."

"Selamat datang, Yurika-sama"

"Aku pulang, Ruth-san."

Yurika telah kembali pulang. Untuk suatu alasan, Yurika menghela napas di depan pintu.

"...Apakah ada sesuatu yang terjadi, Yurika-sama?"

"Itu..ada guru yang marah gara-gara aku keseringan telat.."

"Begitukah?"

Yurika menghela napas karena dia terkena teguran gurunya. Setelah pulang sekolah, Yurika ditegur dan sekarang depresi.

"Semangatlah, Yurika-sama"

"Terima kasih, Ruth-san. Kamu benar, aku nggak boleh terus depresi! Yurika, semangat!"

Setelah disemangati oleh Ruth, Yurika pulih sedikit dan tersenyum kecil. Namun, sesaat setelahnya, Yurika menatap bak cuci piring dengan wajah terkejut.

"Eh?"

"Apa ada yang salah?"

"Ru-Ruth-san, bu-bukannya tadi ada tas plastik di sini?! Tas plastik putih besar dari supermarket?!"

Yurika mulai panik. Yurika meninggalkan tas plastiknya di dekat bak cuci piring tadi pagi. Dia berencana memakan isi tas itu sepulang sekolah, tapi sekarang tas itu sudah tidak berada di tempatnya.

"Oh, kalau kau berbicara soal sampah itu, tadi sudah kubuang"

"Di-dibuang?! Sudah kamu buang?!"

"Iya..Apa ada masalah?"

"AAAAAAAAAAAAAAAA!!"

Yurika tidak menjawab Ruth, sudah bukan saatnya lagi. Dia buru-buru melepas sepatunya dan berlari ke tempat sampah dekat bak cuci piring.

"Kumohon, semoga masih bisa!"

Yurika memohon dengan sangat saat dia membuka tutup tempat sampah.

"Yurika-sama?"

"Ahh....."

Namun, realita memang kejam. Ruth sudah membuka tas plastiknya dan memilah isinya. Bungkus mi yang mudah terbakar sudah disatukan dengan sampah mudah terbakar lainnya sementara mi instannya sendiri sudah dibuang bersama sampah yang lain.

"Ke-kenapa bisa begini..."

"Ada masalah apa, Yurika-sama?"

Mi instannya sudah bercampur dengan sampah yang lain. Di titik ini, bahkan Yurika sekalipun tidak akan berpikir untuk memakannya.

"AAAAAAAAaaaaaa"

Yurika benar-benar terpukul, dan rasa lapar yang luar biasa juga menyerangnya detik itu. Kehilangan apa yang harusnya akan dia makan membuat rasa laparnya justru bangkit.

"Sudah nggak ada harapan buat dibenerin.."

Air mata mengalir di pipi Yurika disaat perutnya berbunyi. Suaranya bahkan cukup keras untuk didengar Ruth.

"Kenapa...Kenapa hal ini selalu terjadi denganku..aku sudah bekerja sekeras mungkin.."

"Yurika-sama, ada apa? Yurika-sama!"

Yurika sudah tidak bisa mendengar suara Ruth lagi, dan menangis sembari menatapi lantai. Air matanya yang mengalir melewati pipi jatuh ke lantai membentuk pola. Di tengah-tengahnya, sepotong mi instan mengambang. Melihat hal itu, Yurika buru-buru mengambilnya dari air matanya.

"Yang Mulia! Kiriha-sama! Yurika-sama..."

"Kenapa, apa ada sesuatu yang terjadi?"

"Yurika?"

Saat dipanggil oleh Ruth, Theia dan Kiriha melihat ke arah dapur, tapi Yurika masih melihat ke arah lantai.

"Ini saja...? Aku harus hidup selama dua hari hanya dengan sepotong kecil ini saja?"

Perut Yurika berbunyi keras saat dirinya menatap potongan kecil mi instan di tangannya.

Part 4[edit]

Di kamar 106, bermain kartu setelah makan malam adalah hal yang wajar. Tapi, itu bukan permainan untuk mempererat pertemanan mereka, melainkan pertarungan untuk memperebutkan kamar tersebut.

Di kamar 106, ada 6 tikar tatami. Satu dari tatami tersebut sudah ditutupi perabotan, menyisakan lima tikar. Jumlah orang yang memperebutkan kamar itu juga berjumlah lima. Karena itu, setiap orang memiliki satu bagian tikar tatami. Koutarou menguasai tatami bagian tengah. Saat meja tehnya tidak diletakkan disitu, disanalah dia biasa duduk. Koutarou juga menggelar kasurnya disana.

Di sisi selatan, tikar tatami dekat jendela dimiliki oleh Sanae. Itu adalah tempatnya, tapi karena Sanae biasanya berada di punggung Koutarou, dia jarang dijumpai disana. Namun, saat meja teh diletakkan di tengah ruangan, Koutarou duduk di tatami dekat jendela, dan di saat itulah Sanae bisa dijumpai disana.

Tikar tatami milik Kiriha adalah yang paling dekat dengan dapur. Terowongan menuju bawah tanah juga terdapat di bawah tatami itu. Itu bisa menjadi tempat tinggal yang aneh, tapi setelah masuk terowongan Kiriha akan langsung masuk ke markas rahasianya, jadi dia tidak merasa tidak nyaman.

Tatami milik Yurika bersebelahan dengan milik Kiriha, dan posisinya berada di depan lemari. Yurika mulai hidup di dalam lemari sebelum ada yang sadar dan secara alami tatami itu menjadi miliknya. Namun, karena dia lemah terhadap tekanan, Yurika terkadang membiarkan yang lain masuk dan menderita karenanya.

Tatami milik Theia berada di bagian belakang kamar, di depan dinding yang bersinar. Dia kadang-kadang meletakkan meja kecil dan kursi untuk minum teh. Karena gaunnya yang besar, kadang-kadang gaunnya masuk ke tatami yang lain. Yang paling sering menerobos tatami Yurika adalah Theia.

Setiap tikar dikonversi menjadi 180 poin, dan kontrol dihitung dari poin itu. Satu poin berarti satu sentimeter, dan 180 poin berarti 180 sentimeter, yang berarti satu tikar tatami. Dengan menggunakan permainan kartu, mereka bertarung memperebutkan poin itu, yang berarti bahwa memperoleh kemenangan akan memperluas wilayah pemenang.

Rokujouma V2 053.jpg

Biasanya ada lima permainan dalam sehari, dan tiap orang bisa memilih permainannya masing-masing. Ini terus diulang sampai seseorang memiliki kelima tatami, atau 900 poin, yang berarti mereka benar-benar mengambil alih kamar itu. Ini adalah cara mereka bertarung setelah menandatangani Perjanjian Corona.

Saat ini, Yurika adalah satu-satunya yang kalah, poinnya jatuh di bawah 160. Keempat orang yang lain tetap menjaga banyak poin yang mereka miliki di sekitar 180 poin. Theia kadang-kadang menginvasi wilayah Yurika karena hal ini. Kalau terus begini, Yurika akan segera didepak keluar.

Seperti biasanya, mereka berencana memainkan lima permainan juga hari ini, namun tidak ada tanda-tanda permainan akan dimulai meskipun kelimanya sudah berkumpul di sekeliling meja.

"Kiriha-san, ada apa dengan Yurika?"

"Yah, sepertinya dia baru saja kehilangan jatah makan selama dua hari."

"Jadi itu sebabnya dia bertingkah kayak gitu..."

Koutarou dan yang lain belum memulai permainannya karena Yurika.

"Ahahaha~ Ufufufu~ Semangat~ Yurika Semangat~ Aku suka mi instan~"

Yurika, dengan tatapan yang kosong, tertawa dan menyanyikan lirik lagu yang aneh. Saat Koutarou dan Sanae kembali dari kerja paruh waktunya Koutarou, Yurika sudah seperti itu. Mereka tidak bisa mengizinkan Yurika ikut bermain bersama mereka dengan keadaan seperti itu, jadi permainannya pun dibatalkan.

"Jadi, apa yang sedang dia pegang erat-erat?"

"Itu adalah potongan kecil mi instan miliknya yang tersisa. Kelihatannya semua mi instan kecuali bagian kecil itu telah terbuang sia-sia."

"Semangat~ Yurika Semangat~ Aku adalah gadis penyihir~"

"Satomi-sama, sebenarnya, akulah yang salah mengira kalau makanan milik Yurika adalah sampah dan membuangnya."

Ekspresi Ruth terlihat muram saat dia melihat ke arah Yurika yang sedang dalam keadaan menyedihkan sembari menjelaskan situasinya kepada Koutarou.

"Mi-mi tersebut tadinya terkumpul menjadi satu dengan bungkusnya yang hancur dan juga debu, jadi aku tadi yakin kalau itu adalah sampah.."

Ruth, yang merasa bertanggung jawab untuk insiden ini, tampak begitu menyesal.

"Begitu ya..baiklah."

Mendengar penjelasan dari Ruth, Koutarou dengan cepat memutuskan sesuatu. Jika kejadiannya hanya menyangkut Yurika saja, Koutarou akan tinggal diam. Tapi karena Ruth juga terlibat, situasinya menjadi berbeda. Koutarou berencana menyelesaikan situasi itu secepat mungkin.

"Apa yang akan kamu lakukan?"

"Tunggu dan lihatlah...hei Yurika."

"Aku percaya pada cinta dan keberanian~ Hal yang paling penting adalah hidup dan ikatan~ Aku cinta semuanya~ Banyak makanan~ B-Banyak makanan..."

"Oh?"

"Uuuu.."

Namun Yurika tidak mendengar Koutarou sama sekali, tapi malah mulai menangis. Yurika membuat dirinya sendiri bertambah depresi dengan lirik lagu yang ia sendiri nyanyikan.

Banyak makanan.

Untuk Yurika , lirik itu terlalu menyakitkan.

"Sekarang karena sudah begini..."

Meskipun dia terkejut saat Yurika mulai menangis, Koutarou tidak ingin meninggalkan Yurika seperti ini. Koutarou mulai mendekati Yurika lagi dan mencuri potongan kecil mi instan dari tangan Yurika.

"Aaah!? Kembaliin!! Tolong kembaliin!! Cuma itu makanan yang aku punya sampai besok malam!!?

Karena itu, Yurika akhirnya mulai memperhatikan Koutarou. Karena dia kehilangan potongan makanan terakhirnya, Yurika mulai panik.

"Hey Yurika, kamu lebih milih makan makanan normal dibanding ini kan?"

"Eh...?"

Karena kata-kata Koutarou, Yurika berhenti bergerak dan perutnya mulai berbunyi. Perutnya mengatakan hal yang sebenarnya.

"I -Itu mimpi yang jadi kenyataan buatku, ta-tapi kamu nggak berencana ngambil atau minta beberapa poin dariku sebagai gantinya kan?!"

"Inginnya sih, tapi karena ini bukan tentang dirimu saja, jadi akan aku abaikan untuk dua hari ke depan."

"Be-Beneran?!"

"Satomi-sama! Terima kasih banyak!"

Yurika dan Ruth tersenyum.

"Oooooh, Satomi-san, aku tahu kamu emang orang baik dari pertama kali kita ketemu!"

"Jangan buat aku ketawa.."

Yurika mulai menangis bahagia saat dia memegan tangan Koutarou dan menyalaminya terus-terusan.

Melihat tingkah Yurika, Sanae yang bergelantung di punggung Koutarou menghela nafas.

Hari di mana mereka bertemu, Sanae memanggil Koutarou orang yang jahat dan penindas.

Aku nggak pernah berpikir kalau bakal jadi begini tadinya...

Saat Sanae berpikir seperti itu, dia mengencangkan pelukannya ke Koutarou sedikit.

"Terima kasih sudah menjaga kami, Satomi-sama."

"Ahaha, aku lebih memilih memberi makan Yurika selama dua hari daripada melihatmu murung."

Manusia tidak akan mati karena tidak makan dua hari, itu lebih terdengar seperti diet yang sulit. Namun karena Ruth tadinya berwajah murung, Koutarou tidak bisa membiarkannya begitu saja.

"Oh....Terima kasih banyak, Satomi-sama..."

Ruth tersenyum selagi tersipu-sipu dan membungkuk dalam-dalam. Karena kata-kata terima kasih dari Ruth, Koutarou merasa kikuk dan bahagia.

"Tolong angkat kepalamu, Ruth-san. Ini bukan masalah besar kok."

"Tapi, ini bukan masalah besar atau kecil jika ini membuat orang bisa bertahan hidup, Satomi-sama."

"Hey Primitif."

Di saat itu, pandangan tajam Theia menembus Koutarou.

"A-Ada apa?"

"Ini sama seperti tadi pagi, tapi kenapa perilakumu berbeda dalam menanggapi aku dan Ruth? Ini seperti kamu bersedia melayani Ruth!" ujar Theia dengan kesalnya sambil menggigit bibirnya dan menggembungkan pipinya saat dia melototi Koutarou. Untuk orang biasa, Theia mungkin terlihat imut, tapi dia sedang benar-benar marah.

"Hhh, aku kira kamu mau ngomong apa..."

"Apa?! Kalau begitu coba jelaskan!"

Kemarahan Theia semakin menjadi saat Koutarou menghela nafas. Koutarou mengabaikan teriakan Theia dan menunjuk Sanae, Theia, Yurika dan Kiriha secara berurutan.

"Orang aneh, orang aneh, orang aneh banget, dan orang aneh. Ada empat orang aneh di ruangan ini. Tentu saja aku ingin menjaga orang normal lainnya dengan penuh perhatian!"

"Omong kosong apa itu?! Kenapa aku jadi orang aneh?! Aku adalah tuanmu!!"

"Siapa yang kau panggil 'tuan'?! Lihat kesulitan yang harus dihadapi Ruth!!"

"I-Itu bukan apa-apa.."

"Dengar, Primitif. Ruth sendiri bilang itu bukan apa-apa!"

"Orang yang sopan kayak Ruth nggak akan bilang dia menderita persis di depan penyebabnya!"

"Aku betul-betul tidak merasa kesulitan! Sungguh!"

Koutarou dan Theia membuat keributan dengan Ruth, di sisi mereka, yang juga mulai panik. Perilaku Ruth sudah mengatakan apa yang sebenarnya dia rasakan, tapi Koutarou dan Theia terlalu sibuk untuk memperhatikan.

"Hmph, itu tidak masalah. TIdak peduli apapun yang kau pikirkan,sepanjang aku mengambil alih ruangan ini, aku akan mengendalikan dirimu!"

"Memangnya sesimpel itu!"

"Akan aku buat simpel! Itulah kekuatan bangsawan!"

"Akan aku tolak mentah-mentah!"

Saat Koutarou dan Theia salain melotot satu sama lain, Kiriha yang selama ini diam saja mulai angkat bicara.

"Tentang itu, Koutarou, kami punya usulan."

"...Usulan?"

Saat Koutarou mulai kalem, ia melihat ke arah Kiriha.

"Itu benar. Kau dan aku punya banyak sekali semangat untuk bertanding, tapi, hanya bermain kartu saja sepanjang hari membuat kita cepat bosan. Dengan pertimbangan itu, kami punya ide untuk pertandingan yang berbeda. Tentu saja, jumpah poin yang dimainkan akan lebih tinggi."

"Apa maksudmu?"

"Yah, ada lari marathon halang rintang untuk klub di festival olahraga mendatang, bukan? Kita akan berpartisipasi dan bertanding menggunakan itu. Hanya bermain kartu sepanjang hari membosankan, bukan?"

Kiriha mulai menjelaskan dan Theia ikut melanjutkan. Theia sudah lebih tenang dan sekarang kembali normal.

Aku hanya perlu memenangkan lomba ini dan menunjukkan kepada si Primitif itu superioritasku.

Itulah yang direncanakan Theia.

"Kedengarannya menarik. Keteganannya pasti lebih besar dengan pertandingan spesial seperti itu. Aku setuju", jawab Koutarou dengan cepat menyetujui usulan itu.

Koutarou, yang telah menjadi juara di festival olahraga sebelumnya, tidak punya alasan untuk menolak.

Hehehe, akan kubuat kau menyesal menantangku dalam pertandingan olahraga, Tulip...

Koutarou tersenyum penuh percaya diri.

"Aku juga setuju."

Yurika, yang biasanya akan merajuk kalau ada masalah yang diselesaikan tanpa partisipasi dirinya, dengan sendirinya setuju.

"Tunggu dulu. Aku gimana? Aku nggak bisa ikut festival olahraga."

Namun, saat itulah Sanae si hantu angkat bicara karena dia tidak bisa berpartisipasi.

"Tidak apa-apa. Kami sudah memikirkan tentang dirimu. Kau bisa memilih salah seorang dari kami dan mendapat peringkat yang sama dengan orang yang kau pilih"

"Memilih? Maksudnya?"

"Contoh, anggap saja kau memilihku."

"Enak saja."

"Tunggu, ini hanya contoh. Anggaplah aku dapat juara dua. Berarti, Sanae nantinya juga juara dua. Bisa dibilang ada dua orang yang mendapat juara dua."

Artinya, juara ketiga menjadi juara empat, dan juara lima menjadi juara enam. Mudahnya, Sanae akan mendapat peringkat yang sama dengan orang yang dipilihnya.

"Begitu, jadi kami akan berada dalam situasi yang sama."

"Betul sekali. Meskipun dengan cara ini kemampuanmu akan diabaikan dan kau akan mengalami sedikit kerugian. Itulah sebabnya jikalau kau tidak memilih siapapun juga, kau akan mendapat juara ketiga. SIlahkan pilih cara yang menurutmu paling baik"

Karena ada lima orang yang bertanding, menjadi juara ketiga berarti tidak akan kehilangan poin. Dalam kata lain, Sanae bisa memilih untuk tidak ikut bertanding.

"Hmm.."

Sambil terus bergantung di punggung Koutarou, Sanae bertopang dagu dan berpikir.

"Aku nggak bisa nggak ikut tanding, rasanya pasti membosankan..."

Sanae melihat ke arah Kiriha, Theia dan Yurika secara berurutan dan akhirnya melihat Koutarou yang berada di depannya.

"Oke, sudah kuputuskan! Koutarou, aku memilihmu!"

"Hm? Kamu yakin?"

"Meskipun banyak halang rintang, intinya itu tetap marathon kan? Dan kamu kelihatannya yang punya paling banyak stamina. Lagian, kita juga sedang ngadain gencatan senjata kan?"

"Gitu ya? Aku nggak akan bikin kamu menyesal milih aku, Sanae"

"Nyahaha, mohon bantuannya ya."

Sanae tersenyum dan mengangguk pada Koutarou sembari menaruh tangannya kembali untuk memeluk leher Koutarou.

"Baik, dengan begitu sudah diputuskan! Untuk pertandingan spesial kita akan ikut serta dalam lomba marathon halang rintang untuk klub!"

Dan dengan itu, Koutarou dan yang lainnya akan melakukan pertandingan spesial dalam event festival olahraga.



Catatan Penerjemah dan Referensi[edit]

  1. Sikap Curtsey
  2. Jason dari "Friday the 13th"
  3. Lemari baju yang modelnya sama yang dipakai oleh Doraemon


Kembali ke Ilustrasi Ke Halaman Utama Selanjutnya ke Bab 2