Rokujouma no Shinryakusha!? (Indonesia): Jilid 7.5 Bab 4

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Sang Puteri Perak[edit]

Part 1[edit]

Clan sedang mengenakan jubah untuk berkelana menutupi pakaian sehari-harinya, dan sedang berhadapan dengan seorang pria tua.

"Ksatria berzirah biru, ya..."

"Namanya Layous Fatra Veltlion, apa anda pernah mendengarnya?"

Pria tua itu adalah seorang pemilik penginapan, raut wajahnya tenang dan punya aksen bicara keutaraan. Saat itu Clan sedang berusaha mendapatkan informasi darinya.

"Aku tidak tahu soal dia. Setidaknya, dia tidak pernah mengunjungi penginapanku"

"Begitu rupanya..."

"Maaf, aku tidak bisa membantu banyak"

"Tidak apa-apa, terima kasih sudah mendengarkan pertanyaan saya"

"Hati-hatilah, nona. Ada banyak perkembangan yang mengkhawatirkan di negeri ini"

"Terima kasih"

Namun, Clan tidak bisa menemukan informasi yang dicarinya dan lalu meninggalkan si pria tua itu di penginapan.

"Kelihatannya di kota ini juga tidak ada...", keluh Clan setelah meninggalkan penginapan itu.

Saat ini, Clan sedang berada di sebuah kota kecil di sisi jalan, yang berada di pegunungan. Kota itu tidak begitu makmur, dan hanya bisa bertahan hidup dengan bergantung pada para pengembara yang berhenti disana. Maka dari itulah, jalan utama kota itu penuh dengan penginapan dan bar. Bagi Clan, bangunan-bangunan yang terbuat dari bebatuan itu begitu tua. Pada zaman dimana Clan berasal, bangunan-bangunan seperti itu adalah reruntuhan atau tempat wisata. Clan sudah memeriksa semua penginapan dan bar, tapi tidak bisa menemukan informasi yang diinginkannya sama sekali.

"Dimana gerangan, si Ksatria Biru yang asli..."

Tujuan Clan adalah untuk menemukan Ksatria Biru yang asli. Setelah Clan berhasil menemukannya, dia akan membuat sang ksatria bertemu dengan Alaia dan memperbaiki sejarah. Jadi, saat ini Clan terpisah dengan Koutarou dan yang lainnya untuk mengejar Ksatria Biru yang asli. Clan memusatkan pencariannya pada daerah-daerah yang sudah dilalui oleh Alaia dan kelompoknya, termasuk semua kota dan desa yang ada di sepanjang jalan yang mereka tempuh. Pada sejarah yang sebenarnya, sang Ksatria Biru bertemu dengan Alaia sebelum pos pemeriksaan Mastir, jadi sang ksatria yang asli pasti masih berada di sekitar wilayah itu. Meskipun dia harus pergi, ada kemungkinan kalau seseorang pasti melihatnya. Jadi, Clan pasti bisa mendapatkan informasi berguna dari penginapan atau bar yang dikunjungi oleh sang ksatria.

Namun, meskipun sudah mengunjungi banyak kota dan desa, Clan masih belum menemukan apapun yang berhubungan dengan sang Ksatria Biru. Tidak peduli kepada siapa dia bertanya, orang yang ditanya akan menjawab kalau mereka tidak pernah melihat seorang pengelana yang memakai zirah berwarna biru, ataupun seorang pengunjung dengan nama Layous. Karena itulah Clan menjadi semakin khawatir. Pada awalnya dia sudah begitu yakin kalau dia akan segera menemukan sang ksatria, namun sekarang, dia mulai menyesali betapa naifnya dirinya selama ini.

"Hari ini berarti sudah seminggu ya...dan hari ini aku harus kembali untuk melapor..."

Clan sudah berjanji pada Koutarou untuk kembali setelah seminggu untuk melapor padanya, entah bagaimana hasilnya. Dia sudah berpisah dari Koutarou dan yang lainnya di hari dimana mereka harus melewati gunung untuk menghindari pasukan kekaisaran. Hari itu merupakan hari ketujuh dari pencarian yang dilakukan Clan, yang berarti Clan harus pergi bertemu dengan Koutarou.

"Menyedihkan...aku tidak mau mendengar apa yang akan dikatakannya...", keluh Clan sekali lagi. Saat dia berangkat, dia sudah begitu percaya diri dan berkata dengan penuh keyakinan kalau dia akan menemukan sang Ksatria Biru dengan mudahnya. Dengan itu menjadi beban pikirannya, Clan pun merasa enggan untuk kembali kepada Koutarou untuk berkata bahwa dia tidak menemukan satupun petunjuk mengenai sang Ksatria Biru.

"Dan bisa jadi hal terburuk yang kubayangkan justru terjadi..."

Clan memiliki firasat mengapa dia tidak bisa menemukan petunjuk apapun mengenai sang Ksatria Biru. Bisa jadi, Ksatria Biru yang asli terlibat dalam gempa ruang yang terjadi saat Koutarou dan Clan tiba di zaman ini dan lalu meninggal karenanya. Atau, dia hancur tertimpa Cradle yang terjatuh.

Ada kemungkinan bahwa itulah sebabnya Clan tidak bisa mendapatkan informasi apapun mengenai sang pengawal dari wilayah ini. Bisa jadi dia telah meninggal. Semuanya masuk akal jika Clan berpikir seperti itu, tapi itu akan berarti Clanlah yang telah membunuh sang Ksatria Biru. Karena dia sendiri punya perasaan terhadap sang Ksatria Biru, dan juga merupakan seorang warga Forthorthe, Clan tidak mau mempercayai hal itu begitu saja.

"Hah...apa yang harus kukatakan padanya...", keluh Clan selagi memasuki sebuah gang kecil dan mulai mengutak-atik gelangnya untuk menemukan keberadaan zirah Koutarou. Sebelum mereka berpisah, Clan telah mengatur agar zirah Koutarou memancarkan sebuah sinyal. Lokasi sinyal itu pun ditampilkan dalam sebuah peta.

"Sudah beberapa waktu berlalu semenjak dia masuk ke wilayah Mastir..."

Penanda yang ada menunjukkan posisi Koutarou yang berada di dalam wilayah Mastir, sesudah melewati pos pemeriksaan Mastir, sementara penanda milik Clan masih berada di sisi lain pos pemeriksaan itu, yaitu di ibukota Forthorthe yang berada di wilayah Fornorn. Koutarou dan yang lainnya telah berhasil menghindari kejaran pasukan kekaisaran dan melewati pos pemeriksaan itu dengan selamat.

"Kalau begitu, mari berangkat..."

Setelah memastikan keberadaannya, Clan mengaktifkan perlengkapan yang digunakannya saat melawan Koutarou dan lalu terbang ke langit sambil menyembunyikan dirinya sendiri. Dia berniat terbang ke arah Koutarou seperti itu.

"Si Veltlion itu licik juga rupanya, meskipun tampangnya seperti itu..."

Meskipun badannya telah menghilang, perasaan jengkel Clan masih tersisa di tempat itu.

Sementara Clan sedang dalam perjalanan untuk menemui Koutarou, Koutarou sendiri berada di tengah interogasi di dalam sebuah kamar di sebuah penginapan.

"Caris, jangan keras kepala dan katakanlah kepada kami. Kau sudah langsung mengatakan kepada kami namamu begitu saja"

"...Hmph"

Orang yang sedang diinterogasi adalah gadis penyihir yang telah mereka tangkap seminggu yang lalu. Dilihat dari pakaiannya, dia sepertinya anggota dari dewan penyihir, tapi mereka sendiri tidak tahu apapun kecuali namanya, Caris Webnant. Koutarou sudah berusaha keras untuk membuatnya mengatakan namanya sendiri.

"Kau lapar, iya kan?"

Sambil memegang sepotong burung panggang yang besar di tangannya, Koutarou berjongkok di hadapan Caris dan membuat pandangan mereka bertemu.

"Tidak"

Guuuuuuuu.

"Kalau kau mengatakan kepada kami perintah apa yang diberikan kepadamu untuk membuatmu berubah menjadi kuda, kau bisa memakan ini juga"

"A-aku tidak mau makan!"

Guuuuuuuu.

"Benarkah? Kalau begitu aku saja yang menikmati masakan khas desa ini, burung Wadowado panggang"

"Ugh"

Guuuuuuuu.

"Oooh, lezatnya! Burung ini dipanggang dengan sempurna! Tekstur kulitnya yang renyah dan aroma rempah-rempah yang menutupinya bercampur bersama dan memenuhi mulutku! Dan dagingnya begitu empuk! Setiap kali aku menggigitnya, kaldu dari dagingnya keluar ke mulutku, rasanya seperti sup!"

"G-glek"

Bibir gadis itu, Caris Webnant, tertutup rapat saat dia diinterogasi dengan tegas oleh Flair, dan dia tidak menyebutkan apapun, bahkan namanya. Hal itu terus terjadi sampai orang yang menginterogasi berganti menjadi Koutarou, dan baru saat itulah mereka mengetahui nama gadis itu.

Aku baru aja dapat ide soal ini pas pertama aku ngelihat dia, tapi siapa juga yang nyangka, kalau dia ternyata lemah sama serangan kayak gini...

Yang dilakukan Koutarou untuk mendapat informasi dari Caris adalah dengan cara memancingnya dengan makanan. Cara interogasi seperti ini tidak pernah terpikirkan oleh Flair sebelumnya, karena anggapan kalau cara seperti itu akan berhasil tidak pernah muncul di benaknya. Namun, beda halnya dengan Koutarou, karena dia punya anggapan yang aneh tentang penyihir, dimana para penyihir itu mudah dirayu dengan makanan atau kehidupan mereka itu kacau. Anggapan ini muncul karena banyaknya waktu yang dihabiskan Koutarou bersama Yurika.

"Ksatria Biru, aku juga ingin memakan itu"

"Baiklah, Yang Mulia"

"Ah, hei, Veltlion!"

"Oh Charl, kelihatannya dia begitu menyukai Layous-sama..."

"Ini bukanlah sesuatu yang bisa ditertawakan, puteri Alaia!"

Charl melompat ke arah Koutarou dan menggigit burung panggang yang sedang dimakan Koutarou. Flair, yang melihat tingkah laku Charl yang kurang sopan seperti itu, tentu saja menjadi marah dibuatnya sementara kakak Charl sendiri, Alaia, malah tersenyum gembira karenanya.

"Enaknya! Berikan lagi itu padaku, Ksatria Biru!"

"Baiklah, tuan puteri"

"S-sialan, Ksatria Biru itu, seburuk apa kelakuannya"

Guuuuuuuu.

Saat melihat Charl yang mengisi mulutnya dengan burung panggang yang terlihat lezat, perut Caris pun berbunyi. Bukannya dia lapar, dia sudah diberi makan. Tapi tetap saja, dia menderita dari rasa lapar yang luar biasa.

"Caris, bukankah tidak ada orang yang dirugikan saat ini, kalau kau mengatakan pada kami perintah yang diberikan kepadamu seminggu lalu?"

"A-apa maksudmu?"

"Sudah seminggu berlalu semenjak kau berhenti melapor. Orang-orang yang memberimu perintah pasti sadar kalau kau tidak bisa bertindak. Jadi, sudah sewajarnya kalau mereka menjalankan rencana mereka dengan anggapan kalau informasi mereka sudah terkuak. Jadi, entah kau mengatakannya pada kami atau tidak, tidak akan mempengaruhi hal itu, benar?"

"I-itu..."

Kesetiaan Caris pun mulai goyah. Dia ingin memakan sesuatu yang enak, tapi dia tidak bisa mengkhianati kelompok penyihir yang sudah mengasuhnya semenjak dia kecil. Namun, meskipun dia berbicara soal perintah itu, hal itu tidak akan mempengaruhi kelompok penyihir itu. Kalau begitu, bukankah sebaiknya dia berbicara dan bisa memakan sesuatu yang enak?

"Tidak, tidak, aku tidak bisa! Aku tidak bisa mengatakan padamu perintah yang aku dapat dari Grevanas-sama, yang mana aku berhutang budi begitu besar padanya!"

Grevanas...dia dapet perintah langsung dari kepala dewan penyihir...?

Caris dengan normalnya mengungkapkan dari siapa dia mendapat perintahnya, tapi dia begitu teralihkan oleh burung panggang itu sampai-sampai dia sendiri tidak memperhatikan hal itu.

"Kau tidak perlu mengatakannya pada semua orang, Caris. Kau hanya perlu mengatakannya padaku"

"Hanya kau...?"

Pandangan Caris pun berpindah-pindah dari burung panggang itu ke Koutarou. Sementara itu, Koutarou dengan pelan tersenyum dan mengangguk kepadanya.

"Benar sekali. Kau tidak harus mengatakan kepadaku siapa yang memberimu perintah atau yang lainnya. Itu akan membuatmu kesulitan. Kau hanya perlu mengatakan padaku perintah apa yang kau dapatkan . Setelah itu, kau bisa memakan ini"

"Glek"

Guuuuuuuuu, bunyi itu keluar dari perut Caris berulang kali.

"B-baiklah, aku hanya akan mengatakannya padaku. Jadi tolong berikan padaku yang masih hangat"

"Bagus kalau begitu! Kita punya kesepakatan!"

Dan dengan itu, Caris kembali mengatakan sebuah rahasia kepada Koutarou.


Part 2[edit]

"Terima kasih, Ksatria Biru!! Sahabat karibku!! Aku sudah tahu kalau kamu adalah ksatria dari antara ksatria sejak aku pertama kali melihatmu!!"

"B-baiklah. Kalau begitu, silahkan makan sepuas hatimu, Caris"

"Jadi, Caris-san, apa yang ingin kau makan?"

"Aku mau bagian yang keras untuk dimakan nanti. Pertama, aku mau mencoba yang dipanggang dengan bumbu garam agar aku bisa merasakan rasa asli bumbunya"

"Baik, tolong tunggu sebentar"

Koutarou pun membiarkan Mary untuk mengurus Caris, yang masih terikat, dan lalu menuju Alaia yang sedang duduk di meja di dekat jendela. Yang duduk tidak hanya Alaia saja, tapi juga Flair, Lidith, dan Fauna.

"Ksatria Biru"

Charl yang berada di sebelah Koutarou pun mengulurkan tangannya ke arah Koutarou.

"Ya, Yang Mulia"

Koutarou pun menggenggam tangan Charl sambil tersenyum, lalu berjalan bersama ke arah Alaia dan yang lainnya.

"Kerja bagus, Layous-sama. Silahkan duduk"

Alaia menghentikan apa yang sedang dilakukannya dan menyambut Koutarou. Koutarou lalu duduk di kursi yang sudah disediakan, dan Charl naik ke atas pangkuannya. Koutarou pun membantu Charl untuk duduk di atas pangkuannya.

Rokujouma V7.5 157.jpg

.

"Jadi bagaimana perkembangannya?"

"...Kelihatannya kita sedang menghadapi situasi yang menjadi rumit", kata Koutarou sembari mengubah wajahnya yang tadi tersenyum kepada Charl menjadi lebih serius. Saat itu Koutarou sedang tertegun dengan apa yang dikatakan oleh Caris.

"Apa maksudnya dengan rumit?" tanya Flair pada Koutarou. Dia merasa ragu dengan cara Koutarou melakukan interogasi, dan itu membuatnya kesal. Namun, setelah merasa ada yang janggal dengan raut wajah Koutarou, Flair melupakan itu untuk saat ini dan dia kembali bersikap layaknya seorang ksatria.

"Kelihatannya Caris bertindak atas perintah dari kepala dewan penyihir, Grevanas"

Koutarou pun berbicara dengan suara pelan, agar tidak terdengar oleh Caris yang masih ada di belakangnya. Karena Koutarou sudah berkata pada Caris untuk mengatakan tentang itu hanya kepadanya, Koutarou menahan suaranya agar pembicaraan mereka tidak sampai terdengar oleh Caris.

"P-pedes!? Air, air!"

"Baik, tolong tunggu sebentar!!"

Untungnya, Caris sedang sibuk melahap makanannya, jadi dia tidak mendengarkan apa yang sedang dibicarakan oleh Koutarou dan yang lainnya.

"Perintah langsung dari Grevanas...itu aneh", komentar Lidith setelah mendengar itu sambil memiringkan kepalanya . Fauna lalu berbicara kepadanya sambil terlihat kebingungan.

"Apa maksudnya, Lidith-chan?"

"Berdasarkan pakaian yang dia pakai, Caris bukanlah seorang penyihir yang punya posisi tinggi. Jadi, kalau seseorang memberinya perintah, orang itu pastilah atasannya, bukan Grevanas. Saat-saat dimana hal seperti itu tidak terjadi hanya berlaku untuk misi istimewa", jawab Lidith yang merupakan seorang alkemis: orang yang mempelajari sains, obat-obatan, agama dan hal-hal lainnya, dan dia juga mempunyai pengetahuan diluar bidang yang dikuasainya.

"Kalau begitu, Layous-sama, apa misi istimewa itu?" tanya Fauna ke arah Koutarou, dengan rasa penasaran yang sudah menjadi sifatnya.

"Mengawasi puteri Alaia dan melaporkan keadaannya saat ini"

"Dan?" desak Flair kepada Koutarou. Rupanya Flair sudah memiliki gambaran akan apa yang akan dikatakan Koutarou selanjutnya.

"Itu saja. Kelihatannya hanya itu misinya. Dia berkata bahwa menangkap atau membunuh puteri Alaia bukanlah misinya"

Bagian itulah yang menurut Koutarou aneh. Caris telah diberi perintah langsung oleh kepala dewan penyihir, Grevanas, untuk mengawasi Alaia, sedangkan perintah yang diberikan kepada para prajurit adalah untuk menangkap atau membunuh Alaia. Itulah yang tidak masuk akal. Akan lebih mudah dipahami seandainya Caris juga mendapat misi yang sama, namun misinya ternyata hanya sebatas mengawasi saja, dan itupun merupakan perintah langsung dari Grevanas. Jadi, orang akan berpikir kalau ada sesuatu dibalik perintah itu. Karena hal ini tidak ada di dalam naskah, keresahan Koutarou pun semakin besar.

"Itu aneh. Mungkin dia tidak memiliki niat apapun untuk menangkap kita?"

"Kalau begitu, apa dia hanya memerintahkan prajuritnya berpura-pura mengejar kita, sambil terus membiarkan kita lari?"

"Atau mungkin tujuan Maxfern dan Grevanas itu bebeda?"

"Kelihatannya mereka tidak betul-betul bekerjasama..."

Flair, Alaia, Fauna dan Lidith pun sependapat dengan Koutarou dan mulai berpikir mengenai itu.

Apa mereka nyoba mancing keluar pengikutnya Alaia...?

Hal itulah yang pertama kali dipikirkan Koutarou, tapi tanpa bukti apapun untuk membuatnya yakin dengan pemikirannya, keresahannya pun semakin menjadi-jadi.

"Ksatria Biru, kau tidak perlu memikirkan itu terlalu keras"

Hanya Charl di antara mereka yang tetap tersenyum seraya mengatakan itu. Dia lalu mencolek pipi Koutarou dan dengan penuh rasa percaya diri berkata demikian.

"Kita memang tidak mengetahui detilnya, tapi itu berarti akan lebih mudah bagi kita untuk kabur, benar?"

"...Begitu rupanya"

Koutarou pun setuju dengan apa yang dikatakan oleh Charl. Kalau semuanya memang seperti yang dikatakan Cari, Alaia dan kelompoknya akan menjadi sedikit lebih aman. Meskipun ketidaktahuan mereka akan rencana Grevanas berikutnya adalah hal yang mengkhawatirkan, keadaan ini masih lebih baik bagi mereka daripada harus dikejar oleh orang-orang yang memiliki tujuan untuk membunuh mereka.

"Puteri Charl memang hebat, semuanya memang tepat seperti yang anda katakan"

"Fufufun, kalau kau mengerti kehebatanku, teruslah lanjutkan pengabdianmu, Ksatria Biru"

"Dimengerti, Yang Mulia", jawab Koutarou sambil tersenyum kembali.

Para gadis yang lain pun menyetujui perkataan Charl, dan suasana ragu ditengah-tengah mereka berubah menjadi lebih santai. Charl, yang terlihat senang dengan hal itu, menunjukkan senyumnya yang lebih ceria dan kembali bersandar pada badan Koutarou.

"Tidak ada hal yang bisa kita dapatkan dari memikirkan hal ini secara berlebihan, jadi lebih baik kita setuju dengan kata-kata puteri Charl bahwa kita akan semakin mudah untuk meloloskan diri"

Flair pun beranggapan demikian. Karena mereka saat itu tidak bisa bertanya pada Grevanas secara langsung, tentunya, tidak ada hal lain yang bisa mereka lakukan.

"Aku selalu mengira bahwa kau masih anak-anak, Charl, tapi kau sudah menjadi lebih dewasa", komentar Alaia sambil tersenyum ke arah Charl dan kembali mengerjakan apa yang dilakukannya sebelumnya, yakni hobi baru yang baru saja dimulainya, merajut.

"Aku sudah bertumbuh sebanyak kemampuan merajut kakak, benar bukan, Ksatria Biru?"

"Itu pertanyaan yang cukup sulit untuk saya jawab"

"Oh, apakah kemampuan merajut saya sebegitu buruknya?"

Koutarou pun kebingungan untuk menjawab pertanyaan itu, tapi Alaia dengan cerianya melanjutkan rajutannya. Kemampuannya tidak buruk, dia sudah cukup bagus untuk seseorang yang baru saja mulai merajut. Sayangnya, karena dia tidak memiliki seseorang untuk mengajarinya, perkembangan rajutannya pun melambat.

"Hahaha, puteri Alaia, anda seharusnya melakukan itu disini"

"Eh?"

Dengan begitu, Koutaroulah yang lebih mampu daripada Alaia. Meskipun Koutarou sendiri masih agak canggung, setelah belajar merajut selama sepuluh bulan, dia sudah belajar cukup banyak. Yang mengajarinya pun bagus dalam mengajarinya merajut, jadi ada banyak hal yang bisa dia ajarkan pada Alaia.

"Anda lakukan itu seperti ini, begini"

"Begitu rupanya...Layous-sama, anda juga bisa merajut?"

"Ksatria Biru, merajut adalah hal yang dilakukan wanita. Tinggalkan itu pada kakakku dan terus lanjutkan pengabdianmu"

Alaia terlihat kagum dengan kemampuan Koutarou menggerakkan jarum rajut, namun Charl justru merasa kecewa. Dia merasa bahwa pria tidak seharusnya merajut.

"Sayang sekali, padahal saya berniat untuk membuatkan syal untuk anda juga, puteri Charl"

"Apa yang bisa kau rajut, itu juga caramu untuk meneruskan pengabdianmu"

"Yang Mulia, saya kesulitan mengerti apa yang anda maksud dengan bagaimana saya bisa mengabdi atau tidak"

"Kalau kau adalah seorang ksatria, rasakanlah hal itu"

Tawa ceria pun memenuhi tempat dimana Charl bertingkah dengan imutnya.


Clan muncul di tempat itu beberapa saat setelahnya.


Part 3[edit]

Kamar Koutarou di penginapan itu cukup untuk dua orang. Karena mereka tahu kalau Clan akan kembali, Koutarou telah memesan kamar untuk dua orang sebelum Clan datang.

"H-hei, Veltlion"

"Apa?" jawab Koutarou sambil mengutak-atik panel pengaturan pada bagian tangan kanan zirahnya.

Zirah yang berdiri tegak itu pun terkunci gerakannya dan lalu bagian-bagian dari zirah itu terbuka. Koutarou lalu melangkah keluar dari zirah itu seperti umang-umang yang melepas cangkangnya.[1] Setelah Koutarou keluar, zirah itu pun menutup kembali. Setelah memeriksa kalau zirahnya sudah tertutup, Koutarou berbalik menuju tempat tidur tempat Clan sedang duduk saat ini.

"A-apa kita tidur disini malam ini?" tanya Clan dengan wajah memerah, dan pandangan yang terlihat gugup.

"Yap. Emangnya kenapa?"

"Memangnya kenapa...a-aku masih belum menikah, dan...", jawab Clan sambil menundukkan lalu memalingkan wajahnya dari Koutarou.

Rokujouma V7.5 165.jpg

"Ah, oh iya!"

Koutarou pun menyadari apa yang ingin dikatakan Clan dan menepuk kedua tangannya.

"Nggak usah kuatir, aku nggak bakalan ngelakuin yang aneh-aneh di situasi kayak gini kok"

"Tapi..."

Karena sudah menjalani kehidupannya sehari-hari dengan banyak gadis di kamar 106, Koutarou sudah bisa bertahan dengan keberadaan seorang wanita. Namun, lain halnya bagi Clan, yang merupakan puteri yang terkungkung, membuatnya tidak begitu bisa menghadapi pria. Saat ini Clan sedang berada di dalam dunia dimana dia tidak menyangka akan menghabiskan sebuah malam bersama seorang pria yang bukan anggota keluarganya.

"Aku ngerti maksudmu kok, tapi yang lain bakal curiga kalau ksatria sama pelayannya tidur di kamar yang beda. Aku cuma bisa minta tolong, kamu tahan dulu ya, sama keadaan ini"

"A-aku mengerti"

"Percaya sama aku, Clan", kata Koutarou sambil tersenyum kecut. Meskipun Clan berulang kali mengatakan bahwa dirinya mengerti, dia terus memeluk bantalnya dan mengawasi Koutarou dalam diam. Sudah jelas, kalau Clan masih tidak percaya pada Koutarou.

"Walau awalnya kita musuhan, aku cuma bisa bergantung sama kamu saat ini. Nggak mungkin aku bakal ngelakuin sesuatu ke kamu, ya kan?" kata Koutarou sambil melihat ke arah zirah yang berdiri di belakangnya.

Koutarou tidak bisa melakukan perbaikan pada zirah itu, maka dari itulah bantuan dari Clan sangat penting baginya. Ditambah, karena ada banyak hal yang tidak Koutarou mengerti mengenai sejarah dan budaya Forthorthe, saran dari Clan sangat membantunya. Dalam situasi seperti ini, dia tidak bisa mengacuhkan perasaan Clan begitu saja. Hal itu akan sama saja dengan membuang satu-satunya bantuan yang diperlukan Koutarou.

"Haaah....aku mengerti. Sebagai gantinya, jangan lihat wajah tidurku. Hanya suamiku nanti yang bisa melihatnya"

"Oke, Clan, nanti kita bikin pembatas atau apalah disini nanti"

"..."

Setelah memandangi Koutarou sekali lagi, Clan akhirnya melepaskan bantalnya dari pelukannya. Begitu juga, suasana canggung diantara mereka berdua tidak langsung menghilang begitu saja, maka dari itulah Koutarou langsung mencoba mengubah topik pembicaraan mereka. Untungnya, ada banyak hal yang harus mereka berdua bicarakan.

"Oh iya, kamu sendiri gimana, Clan?"

"Aku sendiri..? A-aku tidak mau melihat wajah tidurmu--"

"Bukan itu, maksudku, apa kamu nemuin Ksatria Biru yang asli?"

Clan hampir menjadi kesal, namun raut wajahnya berubah setelah mendengar kata-kata Ksatria Biru.

"Ah, ahh...i-itu..."

Melihat reaksi Clan seperti itu, Koutarou bisa membayangkan apa yang berusaha dikatakan oleh Clan..

"...Nggak ketemu?"

"Ah, auuu~, i-iya..."

Suara Clan pun melemah dan dia terdiam. Akhirnya, Clan kembali memeluk bantal yang sudah dilepasnya sebelum membenamkan wajahnya ke bantal itu.

"Cuma 'ya' aja nggak akan bikin aku ngerti. Tolong jelasin dong"

Saat Koutarou berkata seperti itu, Clan menengadahkan wajahnya dari bantal dan memeriksa raut wajah Koutarou.

"Kau tidak marah?"

"Marah? Kenapa?"

"Karena...aku sudah berkata kalau aku akan segera menemukannya, jadi..."

Setelah mendengar jawaban Clan, Koutarou pun teringat dengan bagaimana Clan akan berangkat mencari Ksatria Biru saat itu, dimana dia pergi mencarinya dengan penuh percaya diri.

Dia malu gara-gara dia nggak bisa ngelakuin apa yang udah dia sombongin, ya...

Koutarou pun tersenyum kecil setelah mengerti apa yang dirasakan oleh Clan.

"Tolol. Aku tahu kok, kapan aku harus marah apa nggak. Lagian, kamu pergi dengan percaya diri kayak gitu bikin aku jadi lebih tenang"

Karena Koutarou dan Clan datang ke zaman ini, sejarah menjadi berbelok sedikit. Namun, memaksakan semua tanggung jawab untuk memperbaiki sejarah itu pada Clan adalah hal yang salah. Kepercayaan diri Clan untuk pergi menemukan Ksatria Biru yang asli membuat Koutarou mempunyai harapan lebih pada Clan, dan Koutarou sendiri merasa kalau menyerahkan hal itu pada Clan adalah hal yang seharusnya.

"..."

Clan terus memandangi mata Koutarou, mencoba memastikan jika Koutarou betul-betul mengatakan yang sebenarnya.

"Jadi, nggak usah sedih, coba jelasin aja semuanya. Oke?"

"...Baiklah"

Setelah memandangi Koutarou selama beberapa saat, Clan akhirnya kembali tenang dan dengan pelan mengangguk.

Kalau dia bercanda, dia bisa menjadi licik selicik-liciknya, tapi saat dia serius, dia bisa bertingkah seperti halnya ksatria seharusnya bertingkah..., pikir Clan yang memperbaiki penilaiannya terhadap Koutarou.

"Jadi, gimana?"

"Benar juga...untuk awalnya, aku memeriksa semua kota dan desa di sekitar jalan yang dilalui oleh Alaia-san dan yang lainnya"

"Gitu ya, memang masuk akal sih, kamu ngelakuin itu", puji Koutarou.

Kalau saja Koutarou dan Clan tidak mengganggu Alaia dan Ksatria Biru, sang Ksatria Biru pasti sudah bertemu dengan Alaia entah dimana dalam jalan menuju pos pemeriksaan Mastir. Karena kemungkinan sang ksatria bepergian secara normal, Clan seharusnya mendapat informasi dengan cara memeriksa perkotaan dan pedesaan yang berada di sekitar jalan itu. Yang perlu dilakukan Clan hanyalah mengikuti langkah sang Ksatria Biru, yang jauh lebih masuk akal dibandingkan mencari seorang pria berzirah biru di seantero wilayah itu.

"Tapi, aku tidak bisa mendapatkan info apapun dari kota maupun desa manapun. Tidak peduli siapa yang aku tanya, mereka bilang mereka tidak pernah melihat seorang pria berzirah biru ataupun seorang pengunjung bernama Layous"

"Aneh juga..."

"Ya. Ada kemungkinan kejadian terburuk sudah terjadi"

"...Kemungkinan kejadian terburuk?"

Koutarou yang tadinya sedang berpikir langsung melihat ke arah Clan saat mendengar hal itu. Clan, yang menunjukkan raut wajahnya yang serius, mengangguk.

"Ya. Kejadian dimana saat kita terlempar ke zaman ini, kita membunuh sang Ksatria Biru yang asli"

"Apa!? Ngebunuh Ksatria Biru...!?"

Mata Koutarou pun menjadi terbelalak mendengar hal itu, karena itu adalah kemungkinan yang paling tidak disangkanya.

"Antara kita membuatnya terlibat saat gempa ruang, atau tertimpa Cradle yang terjatuh..."

"Kalau gitu, itu bisa ngejelasin kenapa kamu nggak bisa nemuin jejaknya, tapi...apa kamu nggak berlebihan?"

"Eh?"

Kali ini, mata Clanlah yang terbelalak. Koutarou rupanya mendapat kesimpulan lain setelah mendengar penjelasan Clan.

"Bisa jadi dia pergi sambil menyamar, ditambah dia juga ngelepas zirahnya sendiri. Kalau zirahku kan bisa gerak sendiri, tapi bakal susah buat ksatria yang pakai zirah biasa buat berpergian sambil terus pakai zirahnya itu, ya kan?"

Karena zirah Koutarou dialiri tenaga, zirah itu tidak membuatnya kesulitan untuk bergerak. Malahan, zirah itu justru membantunya bergerak. Sebaliknya, zirah yang dimiliki para ksatria di zaman ini hanyalah metal yang dibentuk menjadi zirah, maka dari itulah zirah milik mereka begitu berat dan tidak nyaman. Zirah itu bukanlah sesuatu yang akan dipakai seseorang sambil bepergian. Dalam kenyataannya, Flair sendiri memakai zirah ringan yang dirancang untuk perjalanan jauh. Zirahnya sendiri sudah dihias agar cocok bagi seorang ksatria , namun zirah itu menggunakan sedikit sekali metal.

"Begitu rupanya, hal itu juga jauh lebih memungkinkan", angguk Clan setuju setelah mendengar perkataan Koutarou.

Kelihatannya dia tidak sebodoh yang aku kira...tapi, itu masuk akal juga. Kalau dia memang bodoh, aku tidak akan kalah darinya hingga dua kali...,pikir Clan yang memperbaiki penilaiannya terhadap Koutarou sekali lagi.

"Kalau begitu, mulai besok aku akan memperluas area pencariannya dan memperluas targetku ke arah ksatria yang berpergian sendiri"

"Boleh juga. Masih terlalu cepat buat narik kesimpulan", jawab Koutarou menyetujui hal itu. Dia tidak memiliki penolakan terhadap cara pencarian milik Clan.

"Benar juga...keadaanmu sendiri bagaimana, Veltlion?"

"Oh ya! Soal itu!" jawab Koutarou sambil tersenyum saat Clan bertanya padanya.

"Kamu hebat, Clan! Semuanya terjadi persis kayak yang kamu bilang!"

Koutarou pun semakin bersemangat dan berbicara dengan keras, dan disaat yang sama, dia semakin mendekati wajah Clan dan membuatnya memeluk bantalnya lagi sambil berubah malu.

"Pas kita ngelewatin gunung, kita diserang sama perampok gunung, dan setelah kita ngalahin mereka, kita sampai di pos pemeriksaan Mastir tanpa kena serang sama pasukan kekaisaran!"

Serangan yang dilakukan para perampok itu terjadi persis seperti yang tertulis dalam naskah. Saat Koutarou dan yang lainnya sedang melewati gunung, tiga perampok menghalangi mereka sedangkan dua lagi menutupi jalan dibelakang mereka. Para perampok itu tidak sekuat pasukan Forthorthe, dan jumlahnya hanya lima orang. Jadi, seperti yang terjadi di naskah, Koutarou dengan mudahnya mengalahkan tiga perampok yang berada di depan, sementara Flair melawan dua yang berada di belakang mereka. Hal yang berbeda adalah Yurika bukanlah bagian dari para perampok itu, dan para perampok itu merupakan pria-pria bertampang kasar dan berjanggut.

"Dan pas kita sampai di pos itu, si prajurit yang setia, Prajurit A, beneran ada disana!"

Setelah mengalahkan para perampok itu, Koutarou dan yang lainnya menuruni gunung dan pergi menuju pos pemeriksaan Mastir. Untungnya, mereka tidak menemui masalah lain, dan tidak ada pengejar maupun serangan dadakan. Mereka pun sampai ke pos pemeriksaan itu dengan selamat.

DIsana, mereka bertemu dengan orang yang menjadi Prajurit A di dalam naskah drama. Meskipun namanya tidak dikenal, prajurit itu dikenal di seluruh wilayah Forthorthe karena kesetiaannya. Kesetiannya pada keluarga kekaisaran pun begitu mulia, dan saat dia memperhatikan adanya Alaia, prajurit itu membiarkan mereka melewati pos itu, meskipun mereka tidak memiliki izin sama sekali.

"Namanya Orion. Sayang banget, A bukan inisial namanya"

Dalam drama, awalnya Koutaroulah yang memerankan Prajurit A, jadi dia begitu suka dengan karakter itu. Itulah sebabnya dia menanyakan nama prajurit itu.

"Memang A. Inisial dari Orion berada pada urutan pertama pada abjad Forthorthe. Jadi, Prajurit A memang benar", jawab Clan sambil tersenyum pada Koutarou dengan mata yang berbinar-binar layaknya anak kecil. Mata yang berada di balik itu terlihat begitu lembut.

"Beneran? Tapi, itu betul-betul bikin kaget. Semuanya terjadi persis kayak di naskah. Untung ajaTheia nggak nambahin yang aneh-aneh ke elemen aslinya"

Koutarou lalu mengeluarkan dua buku dari kostum dramanya dan memberikannya kepada Clan, yakni naskah drama tahun lalu dan drama yang sedang mereka pentaskan saat ini. Setelah menerima naskah itu, Clan lalu membuka halaman demi halaman.

"Theiamillis-san adalah seorang penggila sejarah, begitu terpaku dengan sejarah, kau tahu. Yah, bukannya aku sendiri tidak bisa mengerti apa yang dia rasakan..."

Yang diinginkan Theia bukanlah ksatria yang palsu, namun yang asli. Karena itulah dia hanya membuat perubahan-perubahan kecil yang diperlukan pada dramanya. Dan karena itulah, bisa dibilang kalau naskah itu adalah ramalan akan hal yang akan terjadi selanjutnya.

"Jadi, aku lagi mikirin sesuatu nih, Clan"

"Tentang apa?" tanya Clan yang berhenti membalikkan halaman naskah.

"Soal episode selanjutnya di naskah itu. Aku mau hentiin usaha ngeracunin sumber air"

"Kau ingin menghentikannya!?" tanya Clan dengan kaget sambil menutup naskah di tangannya dengan cepat.

"Yap. Kita udah tahu kalau ada sumber air yang bakal diracuni. Jadi, kalau kita selangkah lebih dulu, kita bisa hentiin itu, dan nggak akan ada yang menderita, ya kan?"

"Tidak bisa, Veltlion!! Kalau kau melakukannya, sejarah akan berubah!"

"Sekarang bukan waktunya buat kuatir sama sejarah!" bentak Koutarou yang menyamakan nada suaranya dengan Clan.

"Kalau kita biarin gitu aja, banyak orang yang bakal mati!"

Kalau semuanya terjadi persis seperti yang ada pada naskah, sumber air itu akan segera diracuni atas perintah Maxfern, dan orang-orang yang meminumnya akan mati. Koutarou ingin menghindari serangan yang tidak pandang bulu itu.

"Pada akhirnya, mereka bisa mengobati hal itu! Kita tidak perlu mengubah sejarah!"

"Tapi, tetep aja bakal ada yang mati!! Apa kamu mau ngebiarin hal itu gitu aja sebagai bangsawan Forthorthe, meskipun kamu udah tahu itu!?"

Dalam drama, sang Ksatria Biru mencuri penawar racun dari pihak musuh dan dengan sukses mengobati racun yang ada. Namun, tetap saja ada orang-orang yang sudah sakit terlalu parah dan kehilangan nyawa mereka, dan Koutarou tidak bisa membiarkan hal itu terjadi begitu saja. Hingga saat ini, masalah yang ada hanya masalah yang dihadapi oleh Koutarou dan Alaia saja, tapi dalam waktu dekat, hidup orang banyak yang tidak ada kaitannya sama sekali akan segera terlibat.

"Apa..."

Clan pun begitu terkejut sampai-sampai dia tidak bisa membantah perkataan Koutarou.

Karena Clan begitu fokus dengan menjaga sejarah sebagaimana mestinya, dia menganggap nyawa para penduduk yang mati keracunan sebagai sesuatu yang tidak bisa dihindari. Namun, kata-kata Koutarou telah membuatnya menyadari bahwa Clan hanya menganggap nyawa para penduduk itu sebagai potongan puzzle, dan itulah yang membuatnya terkejut.

Begitu rupanya..aku rasa itu akan membuat aku menjadi seorang puteri palsu, benar bukan...

Clan pun teringat saat Koutarou berkata seperti itu padanya, yakni saat dia pertama kali bertemu dengan Koutarou di bulan November. Saat itu, Clan menelan mentah-mentah ejekan itu dan menjadi marah karenanya, namun sekarang dia merasa kalau mungkin Koutarou memang benar. Dari antara pilihan menjaga sejarah atau menyelamatkan nyawa para rakyat, seorang bangsawan tentunya akan lebih memilih rakyatnya, namun Clan tidak bisa melakukannya. Itulah yang membuatnya mengerti letak kesalahannya sebagai salah satu keluarga bangsawan.

Mungkin bagian inilah dari dirinya yang begitu dipercayai oleh Theiamillis-san...

Alasan mengapa Theia begitu menginginkan Koutarou, dan mengapa dia membiarkan Koutarou menggunakan Saguratin. Theia tidak akan begitu saja memperbolehkan Koutarou menggunakan pedang harta miliknya hanya untuk drama. Pasti ada alasan lain dibalik hal itu, dan Clan yakin kalau alasan itu adalah sifat Koutarou yang saat ini sedang dihadapinya.

"Ksatria yang bisa dibanggakan di hadapan bangsawan, ya..."

"Apa itu?"

"Bukan apa-apa...Veltlion, semuanya memang seperti yang kau katakan"

Clan pun mengubah pemikirannya. Meskipun ada kemungkinan besar bahwa sejarah akan berubah, dia tidak seharusnya membiarkan rakyatnya mati dengan sia-sia.

"Kalau gitu!?"

"Ya, aku tahu apa yang sudah kukatakan tadi, tapi setelah aku menenangkan diri, aku ingin mencegah agar sumber airnya tidak diracuni. Ada resiko kalau sejarah akan berubah, tapi aku tidak bisa membiarkan kejadian itu sampai terjadi"

Karena masalah keracunannya pasti akan terselesaikan, cara untuk menyelesaikan masalah keracunan itu mungkin bisa berubah, tapi pasti akan tetap terselesaikan. Jadi, meski ada perubahan kecil seperti itu, mereka berdua mungkin masih bisa kembali ke dunia mereka sendiri. Dan meskipun mereka tidak bisa kembali, setidaknya nyawa para penduduk telah tertolong.

"Bagus, Clan!" balas Koutarou sambil tersenyum sambil menepuk punggung Clan beberapa kali.

"Auau, sakit tahu"

"Ah, maaf, kekencengan"

"Dasar, kau selalu saja tidak sensitif...apa kau mau bertanggungjawab kalau kita tidak bisa kembali ke dunia asal kita?" tanya Clan sambil memandangi Koutarou dengan pandangan mengejek.

"Serahkan saja padaku. Kalau kamu kehilangan tempat tinggalmu, kamu boleh tinggal di kamar 106 juga kok"

Koutarou pun mengerti tekad yang dimiliki oleh Clan. Dia sudah yakin akan melindungi para penduduk yang ada, meskipun dia sendiri harus kehilangan cara untuk bisa kembali pulang.

Kalau memang sampai kita nggak bisa pulang, aku harus tanggung jawab karena udah bikin Clan ngambil keputusan itu...pikir Koutarou, yang juga mengambil sebuah keputusan.

"Jadi, Clan, gimana caranya kita bisa cegah itu?"

"Itulah masalahnya. Ada banyak sumber air di sekitar tempat ini, dan kita juga tidak tahu kapan mereka akan meracuni sumber airnya"

"Jadi, kita harus pakai cara yang sama pas kamu nyari Ksatria Biru, ngecek semua sumber air di sekitar kita?"

"Bisa jadi sungai, danau, sumur....ada batasan sebanyak apa alat pemantauku bisa membantu kita, jadi kita harus memperkecil lingkup pencarian kita"

"Karena ada banyak orang yang bakal sakit, mungkin bisa kita kecilin ke sumber air yang banyak dipakai sama orang-orang"

"Baiklah...kalau begitu, aku akan memerintahkan alat pemantauku untuk memeriksa semua sumber air yang berukuran besar"

"Makasih ya, Clan"

Clan pun mulai mengutak-atik gelangnya.


Makasih ya, Clan...heh, apa yang kulakukan ini...

Dulu Clan datang ke sebuah planet terbelakang untuk menganggun jalannya ujian yang dihadapi Theia, dan menemui seorang manusia primitif yang mengenakan zirah Ksatria Biru. Setelah memendam dendam demi dendam, dia menjadi begitu terobsesi untuk membunuh si manusia primitif itu, tapi sebelum dia menyadarinya, mereka sekarang mereka bekerja sama untuk menyelamatkan nyawa penduduk Forthorthe. Yang lebih mengejutkan lagi, apa yang mereka lakukan kemungkinan akan mengubah jalannya sejarah.

Apa yang sedang dia lakukan? Pertanyaan itulah yang berada di benak Clan selama beberapa kali ini. Tapi sekarang, meskipun dia masih merasa ragu-ragu, dia puas dengan keadaannya saat ini.


Part 4[edit]

Saat Clan mulai mengutak-atik gelangnya, kamar itu menjadi sunyi. Agar tidak mengganggunya, Koutarou duduk di tempat tidurnya sendiri dan menonton Clan. Tepat di saat itulah, terdengar suara ketukan dari arah pintu kamar itu.

"Ya?"

"Ini saya"

Saat Koutarou menjawab ketukan itu, dia bisa mendengar suara Alaia dari balik pintu itu. Koutarou lalu dengan cepat melompat dari tempat tidur, berlari ke arah pintu dan membukanya.

"Maaf sudah mengganggu anda selarut ini, Layous-sama"

"Puteri Alaia...ada masalah apa gerangan?"

"Sebenarnya, saya datang kesini karena saya punya sebuah permintaan", kata Alaia sambil tersenyum. Saat ini, matanya terlihat seperti anak kecil yang terlihat usil, ekspresi yang tidak pernah dilihat oleh Koutarou sebelumnya.

"Permintaan seperti apa?"

"Sebelum itu, apakah anda berjanji untuk melakukan apa yang saya katakan setelah anda mendengar permintaan saya?" lanjut Alaia sambil terus tersenyum.

"Itu tergantung dari permintaan anda..."

"Fufufu, kalau begitu, saya tidak akan mengatakannya..."

Alaia pun terlihat lebih ceria saat mengatakan itu. Koutarou merasa kalau itu aneh, tapi dia tidak bisa membayangkan Alaia, yang selalu memperhatikan keadaan di sekitarnya, untuk mengatakan sesuatu yang tidak masuk akal. Koutarou akhirnya memutuskan untuk mendengar permintaannya.

"Baiklah, jika anda mengatakannya, saya akan melakukan seperti yang anda minta"

"Terima kasih, Layous-sama"

Alaia pun berterima kasih pada Koutarou lalu berbalik dan mendekati jendela yang berada di lorong penginapan itu.

"Layous-sama, itu"

"Apa itu?"

Koutarou menutup pintu dan lalu mendekati Alaia dan jendela itu. Dari balik jendela, dia bisa melihat kerumunan orang yang berdansa membentuk lingkaran di sekitar alun-alun.

"Itu..."

"Di desa ini, ada festival panen yang diadakan selama beberapa hari, dimulai dari hari ini. Saat hari sudah malam, kelihatannya sudah menjadi budaya bagi para penduduknya untuk keluar dan berdansa seperti itu"

"Begitu rupanya..."

Koutarou pun ingat kalau desa itu cukup meriah saat dia pertama kali datang, dan ada banyak dekorasi yang berderet menghiasi desa. Rupanya, para penduduk sedang mempersiapkan festival panen saat itu.

"Jadi, saya ingin berdansa disana juga"

"Bisa anda ulangi sekali lagi?"

"Saya bilang, saya ingin berdansa disana juga", kata Alaia sambil tersenyum. Dia terlihat menikmati ekspresi Koutarou yang terlihat keheranan.

"Anda bercanda, puteri"

"Saya tidak bercanda. Meskipun ini hanyalah festival panen desa, dansa tetaplah dansa. Sebagai seorang gadis yang beranjak dewasa, saya pun tertarik untuk melakukan itu"

Tentu saja, Koutarou menolak permintaan itu.

"Saya tidak bisa mengizinkan itu, puteri Alaia"

"Oh, tapi anda baru saja berkata bahwa anda akan melakukan seperti yang saya minta", kata Alaia sambil memiringkan kepalanya sedikit dan melihat ke arah Koutarou.

"Sekarang, apa yang akan anda lakukan?" tanya Alaia, yang kelihatannya seperti berusaha menggoda Koutarou.

"Terlalu berbahaya bagi anda untuk berpergian sendirian"

"Itulah mengapa saya meminta anda, yang mempunyai gelar seorang ksatria, untuk menjadi pengiring saya, Tuan Veltlion"

Alaia biasanya memanggil Koutarou dengan sebutan Layous-sama, namun kali ini dia sengaja memanggilnya dengan panggilan Tuan Veltlion.

Waduh, aku dikerjain rupanya. Jadi ini toh, yang dia rencanain.

Setelah mendengar panggilan itu, Koutarou menjadi yakin kalau Alaia sudah berencana membawa Koutarou untuk berdansa bersamanya dari awal. Sepertinya, dia sudah meminta izin kepada Flair namun ditolak.

Yah....

Koutarou akhirnya menyerah, karena dia tahu kalau hal ini tertulis dalam naskah.

"Saya hanyalah seorang ksatria setempat, saya tidak layak mendapat kehormatan seperti itu"

"Oh, meskipun saya terlihat seperti ini, saya tumbuh dengan menjelajahi dataran dan pegunungan dari daerah utara Mastir. Saya masih bisa dipanggil sebagai seorang gadis desa"

Koutarou lalu berkata sesuai dengan apa yang ada di dalam naskah, dan jawaban Alaia pun juga persis seperti apa yang sudah tertulis. Karena itulah Koutarou merasa kalau dirinya masih berada di atas panggung.

"...Mohon tunggu sebentar, puteri Alaia. Saya akan mengatakan pada Clan bahwa saya akan pergi keluar"

"Terima kasih, Layous-sama. Mohon cepat kembali sebelum saya lelah menunggu"

"Baiklah, tuan puteri"

Koutarou lalu meninggalkan Alaia yang masih tersenyum di lorong penginapan itu dan kembali ke kamarnya. Tepat saat dia masuk ke kamar, dia hampir menabrak Clan.

"Aku mendengar semuanya"

"Bagus, kalau gitu nggak akan lama buat jelasinnya. Aku bakal pergi sebentar sama tuan puteri"

"Aku mengerti. Tolong hati-hati"

"Apa kamu kuatir soal musuh? Tenang aja, nggak ada tulisan soal serangan musuh pas dansa nanti di naskah kok"

"Bukan, bukan itu yang--"

Clan terlihat kuatir saat berusaha mengatakan itu. Dia lalu melihat ke arah Alaia yang berada di balik pintu sebelum berbisik pada Koutarou.

"...Aku merasakan hal yang sama saat aku datang ke penginapan ini, tapi jangan terlalu akrab dengan Alaia-san dan yang lainnya"

"...Jangan terlalu akrab?" bisik Koutarou yang terlihat bingung, karena dia tidak mengerti mengapa Clan mengatakan itu.

"...Benar. Pada akhirnya, kau akan berganti tempat dengan Ksatria Biru yang asli. Jadi, kalau kau menjadi terlalu akrab dengan mereka, semuanya akan menjadi memusingkan"

"...Bener juga. Oke, aku bakal hati-hati"

Pemeran pengganti nggak boleh terlalu sombong, ya? Yah, ada benernya sih...

Kalau Koutarou menjadi hal yang terlalu penting bagi para gadis itu, saat Ksatria Biru yang asli muncul, bisa jadi sang Ksatria Biru yang asli itu malah menjadi tidak diperlukan, dan hal itu akan menimbulkan masalah.

"...Bisa nggak, kamu bantu pantau aku pakai alat pemantaumu, buat jaga-jaga?"

"...Baiklah"

"Kalau gitu aku pergi dulu. Aku serahin sisanya sama kamu ya, Clan"

"Ya. Sampai jumpa, Veltlion"

Setelah menyelesaikan pembicaraan mereka, Koutarou melambai pelan dan berbalik memunggungi Clan.

Jangan-jangan...

Sambil memandangi punggung Koutarou, Clan merasa ada bahaya yang mendekat. Sementara itu, Koutarou yang tidak menyadari bahaya itu hilang dari balik pintu.

"Maaf sudah membuat anda menunggu, puteri Alaia"

"Kalau anda datang sedikit lebih lambat lagi, saya mungkin sudah pergi sendiri"

"Anda bercanda terlalu berlebihan"

"Fufu, saya memang hanya bercanda, Layous-sama. Kalau begitu, apa kita akan berangkat sekarang?"

"...Jangan-jangan, membawa Ksatria Biru yang asli saat ini justru akan mengubah sejarah dengan hebatnya..."

Menurut legenda, saat mereka sedang berada di pesta dansa festival panen, Alaia sudah jatuh cinta dengan sang Ksatria Biru. Jadi, karena Koutarou sudah menghalangi pertemuan mereka berdua, dia sudah mencuri waktu yang dibutuhkan bagi Alaia dan sang Ksatria Biru yang asli untuk membangun perasaan cinta mereka.


Part 5[edit]

Desa itu tidak cukup besar untuk bisa disebut sebagai sebuah kota, namun saat festival panen, ada lebih banyak orang yang merayakan itu daripada di sebuah kota besar. Banyak orang berkumpul dari desa-desa kecil lainnya yang berada dekat desa itu dan mereka merayakannya bersama-sama. Karena penginapan yang ditempati Koutarou dan yang lainnya berada di jalan utama desa itu, Koutarou dan Alaia terbawa arus kerumunan tepat saat mereka keluar dari penginapan itu.

"L-Layous-sama, kyaa!"

"Tangan anda!"

"I-ini!"

Agar tidak terpisah di dalam kerumunan itu, mereka berdua pun berpegangan tangan. Dengan jari mereka yang terjalin erat, hanya dengan melihat tangan mereka saja orang akan menganggap mereka sebagai pasangan kekasih.

"Betul-betul mengejutkan, Layous-sama"

Karena dia dibesarkan sebagai seorang tuan puteri, inilah pertama kalinya Alaia berada di tengah kerumunan yang besar seperti ini.

"Hahaha, itu benar, Yang Mulia"

Namun, itu bukanlah hal yang berlaku bagi Koutarou yang merupakan remaja laki-laki biasa. Sambil terus menuntun Alaia yang masih terkejut ke arahnya, Koutarou teringat dengan pesta kembang api kota Kisshouharukaze. Jalanan kota saat itu sama ramainya seperti sekarang ini.

"Anda tidak boleh begitu, Layous-sama"

"Hueh?"

Alaia lalu menutup bibir Koutarou dengan jarinya, dan dengan terlihat sedikit kesal, Alaia menggembungkan pipinya. Dia lalu mendekatkan mulutnya ke telinga Koutarou.

"Disini, anda harus memanggil saya Cigna, bukan Yang Mulia"

"Ah...maafkan saya"

"Hhh, kalau anda tidak bisa melakukannya dengan benar, saya akan mendapat masalah nantinya"

Memanggil Alaia dengan panggilan asilnya, yakni Alaia, atau Yang Mulia dan tuan puteri tentu saja akan menarik banyak perhatian dari orang-orang di sekitarnya. Jadi, sebelum mereka berdua pergi dari penginapan, Alaia sudah memutuskan nama panggilannya, yakni Cigna. Nama lengkap Alaia sendiri adalah Alaia Kua Mastir Cignaria Tio Forthorthe, dan dia mengambil Cigna dari Cignaria yang berarti salju putih keperakan. Memang, ide itu sederhana, namun dengan nama itu dia tidak akan menarik banyak perhatian.

"Saya akan lebih hati-hati dari saat ini, Cigna-sama"

"Bisakah anda berhenti memanggil saya dengan penuh hormat seperti itu? Anda akan merusak suasana ceria festival ini"

"Kalau begitu, bisakah anda juga berhenti memanggil saya dengan penuh hormat?"

"Itu...Layous-sama tetaplah Layous-sama"

"Saya masih tidak mengerti, Cigna-sama"

"Anda pasti mengerti...dasar Layous-sama usil"

Untunglah, tidak ada seorangpun yang menyadari siapa Alaia sebenarnya. Tidak seperti zaman sekarang ini, tidak ada foto ataupun gambar mengenai Alaia yang beredar di zaman itu. Ditambah, karena di desa itu sedang diadakan festival panen, ada banyak orang yang mengenakan pakaian yang elegan. Karena itulah gaun cantik dan rambut perak Alaia yang indah tidak begitu menonjol.

"Tetap saja, suasananya menjadi sangat ramai saat ada festival seperti ini"

Koutarou terus menarik tangan Alaia untuk menuntunnya sambil melihat-lihat ke area di sekelilingnya. Karena mereka berdua ingin berdansa, mereka berjalan ke arah alun-alun, namun karena banyaknya orang yang berada di jalan yang mereka lewati, sulit bagi mereka untuk bisa ke tempat itu.

Suasananya persis kayak pesta kembang api...

Banyak orang saling mendorong dan mendesak, dan banyak tawa gembira yang bisa terdengar. ada banyak pedagang yang berjualan di pinggir jalan, dan anak-anak yang diperbolehkan untuk tidur larut malam sedang melihat-lihat barang dagangan itu dengan penuh rasa tertarik. Festival tetaplah festival, tidak peduli dimana dan kapan. Pemandangan yang ada saat itu terasa dikenal oleh Koutarou.

"Anda benar...", balas Alaia sambil melihat ke arah orang-orang yang terlihat gembira, yang memenuhi jalan-jalan, dan tersenyum dengan lembut.

"Saya merasa lega"

"Eh?"

"Saya merasa kuatir semenjak Maxfern mulai beraksi, bahwa nyawa para penduduk akan menjadi kacau. Namun, kelihatannya mereka semua baik-baik saja...", kata Alaia sambil melihat ke arah Koutarou. Seperti yang dikatakannya, mata Alaia saat itu terlihat begitu lega.

Jadi ini yang mereka maksud dengan puteri legendaris...

Koutarou sendiri merasa bahwa Alaia adalah seorang yang hebat saat Alaia sedang tersenyum. Kalau Koutarou berada dalam posisi Alaia saat itu, dia yakin kalau dirinya pasti akan terlalu terobsesi dengan membalas dendam kematian kedua orangtuanya dan tidak memperhatikan hal-hal lainnya.

Jadi, pas dia bilang dia mau pergi dansa, maksudnya buat mastiin hal ini, rupanya...

Dan saat Alaia berkata bahwa dia ingin berdansa, dia juga memeriksa raut wajah para penduduk yang ada di desa itu. Ini mungkin adalah salah satu bentuk perhatiannya agar para pengikutnya tidak khawatir. Kemampuan Alaia untuk bisa menunjukkan pemahaman yang begitu dalam pada usianya yang masih muda membuat Koutarou kagum.

"Sekarang, mari kita berangkat, Cigna-sama"

"Kya?"

Namun, di saat yang sama, Koutarou juga merasa kasihan pada Alaia. Meskipun usianya sama dengan Koutarou, Alaia sudah membawa tanggung jawab yang luar biasa besarnya pada dirinya. Tentunya, Alaia juga menjalani kehidupan yang sangat berbeda daripada para gadis yang berada di SMA Harukaze.

Kalau gitu, seenggaknya dia bisa seneng-seneng dulu sekarang...

Dengan pikiran itu dalam benaknya, Koutarou secara tidak sadar menggenggam tangan Alaia lebih erat lagi.

Setelah mereka memasuki alun-alun, mereka berdua saling berhadapan di suatu sudut alun-alun itu. Karena mereka masih berada dalam pelarian, mereka tidak bisa berdansa dimana mereka akn terlihat mencolok.

"Mari kita lakukan yang terbaik"

"Baiklah. Karena saya tidak memiliki pengalaman dalam hal berdansa, tolong bantu saya berdansa"

Api unggun yang mengelilingi alun-alun itu menyinari mereka dengan cahaya kejinggaan. Setelah saling memberi salam, musik yang berhenti bermain sesaat di antara kedua lagu pun mulai terdengar kembali.

"Tangan anda"

"Ya"

Sambil berpegangan tangan, mereka berdua saling mendekatkan badan mereka mengikuti alunan lagu dan mulai mengambil langkah. Lagu yang dimainkan saat itu terdengar pelan dan lembut, jadi Koutarou yang kurang berpengalaman berdansa pun bisa mengikuti iramanya.

"Anda cukup bagus, Layous-sama"

"Anda bercanda. Saya hampir saja bisa mengikuti irama musiknya"

Dengan berjalannya malam yang semakin larut, lagu yang dimainkan untuk berdansa pun menjadi semakin lambat. Kalau saja lagu yang dimainkan berirama cepat seperti yang sudah dimainkan beberapa saat lalu, Koutarou pasti akan kesulitan untuk berdansa.

"Sayangnya, akan lebih baik untuk suasananya jika seorang pria tidak terlalu pandai berdansa"

"Kata-kata anda menjadi penopang bagi semangat saya"

"Fufu"

Sementara itu, langkah dansa Alaia terlihat begitu menawan dan ringan, seindah kupu-kupu dan selembut sutra, dan disaat yang sama terlihat lebih kuat daripada burung yang sedang melayang tinggi di langit. Pada festival panen ini, dimana seseorang hanya tinggal menggerakkan badan mereka saja, hanya Alaia sajalah yang terlihat seperti berdansa pada pesta dansa di istana.

"Walau demikian, betapa menyedihkannya diri saya yang menghambat anda berdansa"

Koutarou hampir tidak bisa mengikuti irama pergerakan Alaia, meskipun dirinya sudah mendapat sedikit pelajaran dansa dari Theia. Masih ada jarak kemampuan yang cukup besar diantara Koutarou dan Alaia.

"Seorang tuan puteri yang pandai berdansa adalah sama halnya dengan seorang ksatria yang pandai bertarung. Bisa dikatakan bahwa itu adalah kemampuan yang diperlukan untuk pekerjaan mereka masing-masing. Jadi, anda tidak perlu terlalu kuatir", bisik Alaia sambil tersenyum. Dari jarak sedekat itu, dia tidak perlu kuatir kalau seseorang akan mendengar pembicaraan mereka berdua, dan Alaia bisa mengucapkan kata "tuan puteri" dengan begitu saja.

Alaia pandai berdansa karena dia sudah mendapat pendidikan tentang dansa yang dikarenakan ada banyak hal yang diharapkan darinya pada pesta-pesta politik dan diplomatik. Bisa dikatakan kalau itu adalah salah satu kemampuannya untuk bisa bertarung melawan negara lain, yang dalam artian lain sama halnya seperti kemampuan bertarung seorang ksatria.

Rokujouma V7.5 193.jpg

"Sebenarnya, Yang Mulia, ini rahasia, bahwa sebenarnya saya tidak begitu suka bertarung"

"Fufu, saya sudah menduga kalau memang itu yang sebenarnya. Namun, ini juga rahasia, sebenarnya saya sendiri juga tidak begitu suka berdansa dengan orang asing pada pesta dansa"

"Saya akan menyimpan kata-kata itu dalam sanubari saya"

"Saya juga akan melakukan hal yang sama...tapi, Layous-sama, saya tidak tahu harus berkata apa terhadap seorang pengawal yang mengaku kepada orang yang mereka lindungi bahwa dia tidak suka bertarung"

"Anda jahil juga rupanya, puteri Alaia"

"Oh?...Kalau kita masih berada di istana saat ini, kau akan dimasukkan ke dalam penjara karena sudah menghina seorang keluarga kekaisaran. Fufufu"

"Haha"

Koutarou dan Alaia pun terus berdansa untuk sedikit lebih lama lagi. Keduanya saling tersenyum kepada satu sama lain, seolah menunjukkan diri mereka yang terbebas dari ikatan kehidupan sehari-hari mereka untuk sementara waktu ini. Hanya untuk saat ini sajalah, mereka berdua tampak seperti remaja biasa, karena mereka tahu hanya kesempatan inilah yang mereka miliki untuk menunjukkan hal itu.

Malam pun menjadi semakin larut, dan saat para pemain musik berhenti sesaat untuk bersiap memainkan lagu terakhir...

"Layous-sama..."

Alaia, yang berhenti bergerak sesaat saat musik berhenti dimainkan sambil memegang tangan Koutarou, melihat ke arah Koutarou dengan gugup. Dari genggamannya yang terasa begitu kuat, Koutarou bisa merasakan kalau kekhawatiran yang ditanggung oleh Alaia amatlah besar.

"Ada masalah apa, puteri Alaia?" tanya Koutarou dengan berbisik sambil menunjukkan raut wajahnya yang serius. Wajah Alaia pun terlihat lebih tenang karena merasa lega mendengar suara itu.

"Layous-sama, saya...merasa begitu bingung", kata Alaia yang mengungkapkan kekhawatiran yang dirahasiakannya.

"Apa yang membuat anda begitu bingung? Kalau anda mengatakannya, saya mungkin bisa membantu anda"

"Terima kasih, Layous-sama", balas Alaia sambil tersenyum, sebelum raut wajahnya berubah menjadi serius.

"Kalau kita melanjutkan perjalanan kita...dan sampai ke wilayah Pardomshiha dengan selamat..haruskah saya memulai perang? Saya ragu untuk mengambil keputusan itu"

"Anda merasa ragu...kenapa?"

Untuk membalas pertanyaan dari Koutarou, Alaia mengarahkan pandangannya untuk menunjuk ke sekelilingnya.

"Layous-sama, lihatlah keadaan di sekitar kita. Meskipun sang kaisar telah tiada, hidup para penduduk tidak berubah. Mereka yang ada di pedesaan masih bisa tersenyum. Namun, jika saya memulai perang untuk mengalahkan Maxfern, senyuman-senyuman itu pasti akan sirna"

Alaia rupanya khawatir tentang kekacauan yang akan menyebar ke seluruh penjuru negeri dari perang sipil yang mungkin akan terjadi. Jika Alaia memulai perang menggunakan tentara yang baru dibentuknya untuk melawan tentara Forthorthe lama yang sekarang berada di bawah kendali Maxfern, negeri itu akan terguncang dengan adanya perang sipil dan kehidupan para penduduk pun pasti akan dipengaruhi oleh perang itu. Alaia begitu bingung apakah pengorbanan kehidupan sehari-hari para penduduk itu untuk melawan Maxfern memiliki arti atau tidak.

Walau begitu, hal itu bukanlah sesuatu yang bisa seseorang konsultasikan dengan orang lain. Sudah jelas, kalau Alaia menanyakan hal itu kepada Flair, yang begitu loyal pada keluarga kekaisaran, jawabannya sudah pasti kalau Maxfern harus dikalahkan. Kalau dia bertanya pada teman baiknya Fauna, yang merupakan pelayan dewi fajar, dia pasti akan menjawab bahwa keadilan harus ditegakkan. Hal itulah yang sedang menjadi pergumulan Alaia sendiri sebelum Koutarou muncul.

"Namun, Yang Mulia, Maxfern adalah seorang kriminal"

Meskipun Koutarou tidak mengatakannya begitu saja, Maxfern sudah membunuh orangtua Alaia dan Charl, yang juga merupakan sang kaisar dan istrinya. Koutarou ingin tahu apakah Alaia bisa membiarkan hal itu begitu saja.

"Saya tahu. Tapi, jika mereka bisa membuat pemerintahan yang baik, saya tidak akan mempermasalahkan hal itu. Yang penting bagi saya bukanlah harga diri saya, melainkan nyawa para penduduk. Bukankah itu benar, Tuan Layous Fatra Veltlion?" balas Alaia yang kemudian menutup bibirnya sambil menggertakkan giginya. Alaia sendiri juga tidak bisa menerima keputusan itu sepenuhnya.

"Yang Mulia..."

Dia mau ngejaga rakyatnya tetap bahagia, biarpun dia sendiri harus ngelupain dendam karena orangtuanya dibunuh, dan ngelupain keadilan...pikir Koutarou yang merasa terpukul mendengar tekad Alaia.

Alaia pasti membenci Maxfern yang sudah membunuh orangtuanya, dan merasa kalau Maxfern harus dihukum karena sudah menggunakan trik murahan untuk mengambil alih negeri ini. Tapi, yang lebih penting dari semua itu baginya adalah dia harus bisa melindungi kehidupan sehari-hari penduduknya.

Jadi, bagi Koutarou, Alaia saat itu terlihat begitu menawan dan mulia, sampai-sampai Koutarou sendiri terdiam dibuatnya dan merusak penampilan indahnya.

"...Saya akan berbicara, meski saya tahu saya telah berbuat tidak hormat"

Koutarou harus mengatakan kepada Alaia untuk mengalahkan Maxfern. Jika tidak, sejarah akan berubah dengan hebatnya, dan dia sudah pasti tidak akan bisa kembali ke dunianya sendiri. Hal itu sudah berada dalam skala yang berbeda dari usaha mencegah peracunan sumber air.

"Semuanya memang seperti yang anda katakan, Yang Mulia. Tidak ada yang lebih penting daripada melindungi nyawa para penduduk"

Meskipun Koutarou tahu, dia tetap harus mengatakan kepada Alaia bahwa Alaia benar. Rasa cinta Alaia kepada penduduknya membuat Koutarou tidak bisa mengatakan hal yang lain.

"Layous-sama..."

Mata Alaia pun mulai basah karena air mata, karena dia percaya bahwa apa yang dipikirkannya itu benar. Namun, dia ingin seseorang berkata seperti itu padanya, bahwa apa yang dilakukannya tidak berasal dari kemunafikan semata, dan bukan karena dia takut untuk bertempur.

Itulah sebabnya hatinya berguncang saat dia mendengar jawaban Koutarou yang setuju dengannya. Kebahagiaan memenuhi hatinya saat seseorang muncul dihadapannya dan memberikannya apa yang dia pinta.

"Tentu saja... kalau anda mengatakan itu di dalam istana, sudah pasti anda akan dipenjarakan...", kata Alaia sambil menghapus air matanya. Namun, air mata yang bersinar kejinggaan diterpa cahaya api unggun itu tetap saja mengalir, tidak peduli berapa kali dia berusaha untuk menghapusnya.

"Yang Mulia, dalam ajaran seorang ksatria, meskipun sebuah pedang telah hancur, selama sumpah yang ada didalamnya tidak diingkari, ksatria itu tetap percaya jika pedangnya tidaklah hancur. Dan terlebih lagi jika mereka bisa memenuhi sumpah mereka meskipun pedang mereka telah hancur, itu akan menjadi sebuah kehormatan bagi mereka"

Ajaran ksatria, dimana pedang adalah jiwa si ksatria sendiri. Namun, yang harus dilindungi adalah sumpah yang ada pada pedang itu, bukan pedang itu sendiri.

Benar kan, Theia?

Yang mengatakan hal itu pada Koutarou adalah seorang gadis berambut emas. Untuk bisa terus mengikuti ajaran itu, Koutarou tidak punya pilihan lain selain menjawab seperti itu.

"Sumpah ayah, ibu dan diriku sendiri adalah untuk melindungi nyawa para penduduk"

"Jadi, meskipun mereka mungkin akan kehilangan nyawa mereka--"

"Selama mereka bahagia, saya akan percaya kalau mereka tidaklah mati. Dan saya akan merasa bangga melihat mereka telah hidup dengan menjalani sumpah mereka..."

"Benar. Seperti yang anda katakan", angguk Koutarou, yang sudah tidak ragu lagi, pada Alaia.

Dia memang betul-betul si Puteri Perak...tapi, justru itu....!

Koutarou akhirnya membulatkan tekadnya untuk terus melindungi Alaia apapun yang terjadi, meskipun dia harus meninggalkan perannya sebagai pengganti sang Ksatria Biru. Saat itu mungkin adalah saat dimana Koutarou bersumpah setia pada Alaia atas kemauannya sendiri.

"Tapi, Yang Mulia, anda bisa merasa tenang sekarang. Tidak peduli apapun yang anda putuskan, saya pasti akan melindungi anda"

"...Meskipun saya mungkin akan berhenti menjadi seorang tuan puteri, dan menjadi seorang gadis yang lemah tak berdaya?" tanya Alaia sambil tersenyum menghapus air matanya. Dia berusaha mengatakan bahwa dia tidak akan mempermasalahkan jika dirinya sampai ditinggalkan.

"Meskipun anda tetap menjalankan sumpah anda dan menjadi seorang gadis sederhana, anda akan tetap menjadi seorang tuan puteri yang selalu saya banggakan"

Walau demikian, jawaban Koutarou tetap tidak berubah. Gadis yang sudah mengajarkannya cara hidup seorang ksatria pasti tidak akan mengampuninya jikalau dirinya sampai meninggalkan Alaia.

"...Terima kasih, Layous-sama...saya akan menghargai kata-kata itu, selama hidup saya..."

Sambil mengucapkan rasa terima kasihnya, Alaia membenamkan wajahnya ke pundak Koutarou dan badannya mulai gemetar. Koutarou menganggap kalau Alaia sedang menangis, tapi karena para pemain musik sudah mulai bermain kembali, dia tidak bisa mendengar suara tangisan Alaia.

Koutarou dan Alaia berdiri terdiam selama beberapa saat, dengan Alaia yang masih berada di pundak Koutarou. Koutarou menggenggam tangan Alaia dan lalu melihat ke arah langit malam yang penuh bintang.

Maaf ya, semuanya...kayaknya aku nggak akan bisa balik...kata Koutarou di dalam pikirannya, meminta maaf kepada orang-orang yang sedang menunggunya.

Waktu pun berlalu, dan setelah lagu yang dimainkan telah melewati bagian pertengahan, Alaia, yang sedari tadi membenamkan wajahnya pada pundak Koutarou, menengadahkan wajahnya.

"...Layous-sama memang betul-betul berbeda...", kata Alaia, dengan matanya yang menunjukkan emosi yang lebih banyak lagi daripada sebelumnya, yakni rasa percaya yang begitu besar dan juga rasa sayang. Pada saat itulah, Alaia sadar bahwa dirinya jatuh cinta pada Koutarou.

"Saya sadar kalau saya buruk dalam berdansa"

"Fufu, bukan, bukan itu yang saya maksud, Layous-sama", balas Alaia sambil tersenyum dengan polosnya, senyuman yang sama yang hanya ditunjukkannya pada orangtuanya dan Charl. Koutarou, yang melihat senyuman itu, merasa kalau hatinya baru saja tertusuk sesuatu.

"Tidak diragukan lagi, anda adalah seorang ksatria Forthorthe. Namun, sesuatu yang berada di dalam lubuk hati anda adalah sesuatu yang berbeda. Anda adalah seorang ksatria yang kuat dan mulia, yang tidak kehilangan kelembutan anda"

"Itu..."

Hal itu dikarenakan Koutarou yang lahir dalam sebuah negara yang tidak dilanda perang. Itu sebabnya dia memiliki kelembutan yang diinginkan oleh Alaia.

Perasaan yang dimiliki Koutarou menunjukkan kenaifan yang tidak diperlukan dalam dunia peperangan, dan orang-orang seperti itu tidak akan bertahan hidup di medan perang. Namun, Koutarou telah diberikan banyak kekuatan. Zirah dari Theia dan pelindung tangan dari Kiriha; perlengkapan-perlengkapan itu telah membuat Koutarou bisa bertahan hidup. Lalu, dengan sikap naifnya itu, Koutarou muncul di depan Alaia. Dengan melewati berbagai kebetulan, seorang pemuda bernama Satomi Koutarou bisa bertemu dengan Alaia tanpa berubah sedikitpun.

"Saya iri dengan orang yang anda layani. Bagaimana bisa orang itu membuat anda menjadi seorang ksatria..."

"Awalnya...dia mencoba membunuh saya"

"Wah...itu hal yang tidak mungkin bagi saya...fufufu..."

Pada akhirnya, mereka berdua pun mulai kembali berdansa. Lagu yang dimainkan pun sudah berlangsung lebih dari setengah jalan, menandakan waktu mereka untuk berdansa pun akan segera berakhir. Namun, dansa kedua orang itu, dengan perasaan mereka yang saling menyatu, terlihat begitu menawan, sampai-sampai mereka yang menontonnya hanya bisa menelan ludah.


Kembali ke Bab 3 Ke Halaman Utama Selanjutnya ke Bab 5
  1. Untuk gambaran lebih jelas, silahkan tonton Iron Man 3