Rokujouma no Shinryakusha!? (Indonesia): Jilid 9 Bab 7

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Ruth, Theia dan Tuan[edit]

Part 1[edit]

Kamis, 11 Februari

Setelah pertarungan selesai, Koutarou menggendong Theia. Mereka berniat pergi dari sana sebelum orang-orang yang mendengar adanya ledakan datang berkumpul.

"Oke, ayo kita pergi, Ruth-san", ujar Koutarou yang menggendong Theia lalu berbalik ke arah Ruth.

"Hm? Ada apa?"

Saat dia melakukan itu, dia bisa melihat Ruth yang sedang berlutut.

"Meskipun saya tidak tahu, tolong maafkan segala perilaku saya yang tidak sopan", kata Ruth sambil membungkuk hormat pada Koutarou. Hal seperti itu hanya dilakukan oleh seseorang yang mempunyai pangkat yang rendah terhadap orang yang berpangkat tinggi.

"Kamu ngapain?" tanya Koutarou yang bingung dengan tingkah Ruth, yang perlahan menengadah dan melihat ke arah Koutarou.

Ruth-san?

Koutarou tidak yakin dengan apa arti dari raut wajah yang dibuat oleh Ruth saat itu, yang terlihat seperti akan menangis, tapi di saat yang sama juga terlihat seperti sedang tersenyum. Matanya basah dengan air mata dan pipinya memerah. Pandangan matanya yang tenang menatap lurus pada Koutarou, seakan mencoba mengatakan sesuatu.

Yang bisa dipahami Koutarou adalah bahwa meskipun Ruth sedang menangis, dia tidak merasa sedih.

"Pedang itu...adalah Signaltin yang asli, benar?"

Kata-kata Ruth tidak menjawab apa yang dipikirkan oleh Koutarou. Ruth memusatkan pandangannya dan memandang ke arah pedang indah yang mempunyai kemilau keperakan yang sedang bergantung di pinggang Koutarou. Ruth sudah melihat sendiri kekuatan dari pedang itu, dan menarik kesimpulan bahwa pedang itu adalah Signaltin yang asli.

"Ruth-san..."

Koutarou menghela nafas dan menunduk melihat pedang yang menggantung di pinggangnya.

Jadi, memang harus begini, ya...

Koutarou merasa menyesal tidak bisa menjaga rahasianya sendiri, tapi dia sudah siap kalau Ruth mengetahui segalanya, jadi dia tidak merasa panik.

"Saya berasal dari keluarga yang mengabdi pada Forthorthe untuk waktu yang lama. Bahkan saya bisa memastikan bahwa pedang itu bukanlah tiruan."

Sambil berkata demikian, Ruth mengulurkan tangannya dan menyentuh pedang Koutarou, dan mengelusnya layaknya anaknya sendiri.

"Saya sempat berpikir bahwa ada yang aneh. Kenapa semua data pada zirahnya dihapus...kalau anda hanya terlempar keluar dari jagat raya, anda tidak perlu sampai melakukan itu", ujar Ruth sambil meneteskan air mata, yang terus mengalir membasahi pipinya.

"Tapi, hal ini menjadi masuk akal. Satomi-sama dan Clan-sama pergi ke Forthorthe di masa lalu, dan kembali dengan membawa pedang ini."

Ruth berusaha keras menjaga perasaannya sendiri. Kalau dia sampai lengah sedikit saja, perasaannya itu akan meledak dan membuatnya ingin memeluk Koutarou. Namun, hal itu tidak akan menyampaikan segalanya. Ruth ingin Koutarou tahu apa yang dirasakannya saat ini, seberapa bersyukurnya dirinya atas mukjizat ini.

"Dan anda menghapus data itu untuk merahasiakan kebenarannya. Alasannya adalah untuk tidak membuat Forthorthe mengalami kepanikan yang tidak perlu."

Ruth kembali melihat ke arah Koutarou dengan tatapan penuh rasa percaya dan cinta.

"Semua itu mengarah pada satu jawaban."

Ruth merasakan perasaan bahagia yang begitu besar, yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Masa depan yang tidak pernah bisa diraihnya sekarang sudah berada di hadapannya. Ruth merasa dia bisa menggila karena rasa bahagia yang betul-betul besar itu.

"Dan itu adalah bahwa anda adalah ksatria dengan gelar tertinggi di Forthorthe, sang Ksatria Biru, Yang Mulia Layous Fatra Veltlion."

Semua petunjuk itu mengarah pada hal itu. Pedang putih keperakan, zirah yang rusak, hubungan Koutarou dengan Clan, dan peningkatan kemampuan berpedang Koutarou. Kepingan-kepingan petunjuk itu pada akhirnya menuntun Ruth pada satu jawaban.

Jawaban itu ialah Koutaroulah sang pahlawan legendaris Forthorthe, sang Ksatria Biru.

"....Gelar tertinggi?"

Kata-kata itu membuat Koutarou bingung. Saat melihat raut wajah Koutarou yang berubah saat mendengar penjelasan itu, Ruth menjadi yakin dan menunjukkan senyuman penuh kebahagiaan.

"Jadi...memang itu yang sebenarnya...?"

"...Ya", jawab Koutarou yang mengangguk tegas menjawab pertanyaan Ruth.

"Ah...dewi fajar...terima kasih atas mukjizat ini..."

Ruth cinta dengan Koutarou, dan perasaan itu melampaui kekagumannya terhadap Ksatria Biru selama beberapa saat. Namun, karena sekarang dia sudah tahu bahwa Koutaruo dan sang Ksatria Biru adalah orang yang sama, kekagumannya terhadap sang Ksatria Biru ditambahkan kepada rasa cintanya kepada Koutarou, dan perasaan itu menjadi lebih besar lagi.

"...Gelar Ksatria Biru anda, diresmikan sebagai gelar tertinggi setelah perang oleh Yang Mulia Alaia, sebagai pujian atas, kesetiaan anda."

Air mata yang mengalir dari mata Ruth tidak kunjung berhenti dan isak tangisnya membuatnya sulit untuk berbicara.

Yang Mulia...Ksatria Biru kita...adalah yang sebenarnya...

Sementara tangannya yang gemetar diletakkannya pada dadanya yang tidak berhenti berdenyut dan air mata terus membasahi pipinya, Ruth terus berusaha untuk berbicara. Dia ingin Koutarou tahu siapa dia sebenarnya.

"Sejak saat itu, 'Ksatria Biru' sudah menjadi gelar pribadi anda. Tidak ada ksatria lain yang dianugrahi gelar itu. 'Ksatria Biru' adalah pemimpin dari para ksatria. Gelar itu juga lebih tinggi dari gelar Ksatria Pelindung milik saya."

"Pemimpin para ksatria...?"

Beberapa saat yang lalu Ruth yang merasa bingung, tapi sekarang keadaannya berbalik dan membuat Koutarou perlahan mengerti akan situasi rumit yang dialaminya.

"Benar. Selama anda memiliki pedang itu dan memegang gelar Ksatria Biru, anda memiliki otoritas tertinggi di Forthorthe setelah keluarga kekaisaran. Dan bahkan para bangsawan tertinggi, tidak, bahkan keluarga kekaisaran sekalipun, tidak akan bisa berbuat apa-apa terhadap anda. Anda adalah pengecualian dari antara pengecualian."

Sudah terlalu banyak pengecualian yang Alaia siapkan bagi sang Ksatria Biru untuk bisa dihitung. Tidak hanya wilayah spesial Veltlion yang masih dilarang untuk dimasuki, gaji Ksatria Biru masih ada di dalam anggaran negara bahkan setelah 2000 tahun berlalu.

Untuk urusan hukum, pengecualian bagi Ksatria Biru mendapat prioritas dan bahkan kaisar sekalipun tidak bisa menghapus hak itu. Itulah yang Alaia siapkan bagi Koutarou kalau dia kembali ke Forthorthe 2000 tahun di masa yang akan datang untuk suatu alasan.

"Begitu ya...jadi Yang Mulia, Alaia sudah...."

"Benar. Jika anda merasa ingin melakukannya, Tuan, anda bisa memerintahkan saya untuk mati."

Saat Ruth berkata demikian, dia meletakkan tangannya di dada sambil tersenyum seakan mengatakan bahwa dia siap untuk mati saat itu juga.

"Aku nggak akan merintahin sesuatu kayak gitu."

"Saya tahu betul, Tuan. Fufu, fufufufu."

Ruth tahu betul bahwa Koutarou tidak akan mengeluarkan perintah seperti itu. Tapi di saat yang sama, dia hampir menginginkan Koutarou untuk melakukan itu.

"Ngomong-ngomong....kenapa tiba-tiba manggil aku 'Tuan'?"

"Tuan adalah Tuan. Anda adalah ksatria paling penting, jadi sudah jelas kalau saya harus memanggil anda demikian."

"Aku nggak begitu penting kok."

"Oh, tapi itu hal yang sebenarnya. Dasar anda ini, hhhh...."

Bagi Ruth, hal ini begitu menarik. Sang Ksatria Biru merupakan jendral paling terkenal dalam sejarah Forthorthe, tapi orang itu sendiri menyatakan bahwa dirinya bukanlah orang penting.

"Fufu, aku tidak sabar menunggu Yang Mulia bangun", kata Ruth sambil melihat Theia, yang sedang beristirahat di punggung Koutarou, dan tersenyum di sela-sela tangisannya.

"Setelah Yang Mulia tahu akan identitas Satomi-sama...fufufu."

Ruth sudah merasa tidak sabar lagi menunggu raut wajah apa yang akan dibuat oleh Theia begitu dia mengatakan padanya soal Koutarou.

"Soal itu...tolong jangan kasih tahu Theia soal rahasiaku."

"Tuan!? Kenapa begitu!?"

Kata-kata Koutarou membuat Ruth terkejut, karena bagi Theia, ini adalah kabar yang menggembirakan.

"Impian Theia bakal hancur kalau dia tahu."

"Itu tidak benar! Tidak sama sekali!"

"Dan kalau sampai Ksatria Biru sama Signaltin muncul bareng-bareng, Forthorthe bakal jadi panik. Semakin sedikit yang tahu soal ini, semakin baik."

"Yang Mulia pasti akan menjaga rahasia itu!"

"Bukan soal apa dia bisa jaga rahasia...hanya dengan tahu saja, itu bisa ngaruh ke keputusannya nanti."

Koutarou mempercayai Theia dan Ruth. Mereka pasti akan menjaga rahasia itu. Namun, Koutarou yakin bahwa fakta bahwa dirinya adalah Ksatria Biru dan adanya Signaltin akan mempengaruhi Theia dalam mengambil keputusan. Jadi, selain dari membongkar rahasianya karena situasi yang tidak bisa dihindari, Koutarou tidak punya niat untuk membongkarnya sendiri. Baik Koutarou maupun Alaia tidak menginginkan hal itu terjadi.

"Keputusan Yang Mulia..."

Ruth pun mengerti maksud dari hal itu. Rahasia besar yang tidak bisa diceritakan kepada siapapun seperti itu hanya akan menjadi resiko semata.

"Saya, mengerti...."

Ruth dengan terpaksa menuruti Koutarou. Dengan mempertimbangkan kejadian hari ini, lebih baik bagi mereka untuk mengurangi resiko yang ada sebisa mungkin. Meskipun logika menuntut hal itu, Ruth merasa begitu kecewa.


Part 2[edit]

Saat Theia bangun, pemandangan di sekitarnya sudah berubah menjadi pemandangan yang dikenalnya. Dia sudah berada di dalam kamar pribadinya di Blue Knight, dan di sampingnya nampak sosok teman masa kecilnya. Itulah pemandangan yang sama yang selalu dilihatnya setiap kali ia bangun tidur.

"Ruth."

"Selamat pagi, Yang Mulia."

"...Apa yang terjadi?"

Hal terakhir yang diingat Theia adalah diserang oleh pasukan Elexis dan melawan mereka. Theia bertanya pada Ruth apa yang terjadi setelahnya.

"Sebelum Yang Mulia sampai diculik, Satomi-sama berhasil melawan mereka."

"Bagaimana dengan Elexis?"

"Dia kabur, dan dia tidak meninggalkan bukti apapun."

"Begitu rupanya...kita betul-betul masuk dalam perangkapnya..."

Dari obrolan singkat itu, Theia sudah mengetahui semua yang ingin diketahuinya. Ini mungkin berkat banyaknya waktu yang sudah dijalani bersama oleh mereka berdua, dan obrolan mengenai serangan itu pun berakhir sampai di situ.

"Bagaimana dengan Koutarou?"

"Dia baik-baik saja. Saya yakin kalau dia sedang menikmati makan malam saat ini."

Ruth sudah menyiapkan makan malam sementara Theia masih tidur. Luka-luka Koutarou tidaklah serius, jadi dia pasti sedang menikmati makan malam dengan yang lainnya pada saat itu.

"Begitu rupanya....bagus..."

Setelah mendengar bahwa Koutarou baik-baik saja, Theia merasa lega.

Kau benar-benar datang menyelamatkan kami, Koutarou...dan aku senang kau baik-baik saja...

Theia memiliki perasaan yang rumit terhadap Koutarou, namun itu bukan salah Koutarou. Theia merasa bahagia saat Koutarou datang menyelamatkannya dan dia merasa lega saat tahu bahwa Koutarou baik-baik saja. Pada akhirnya, Theia cinta dengan Koutarou.

"Bagaimana jika anda melihat sendiri keadaannya?"

"Tidak, tidak apa-apa...", balas Theia saat mendengar saran dari Ruth. Kalau dia tetap berada di sisi Koutarou lebih lama lagi, Theia mungkin akan membuat keputusan yang akan membuat Koutarou menderita. Theia ingin menghindari hal itu. Karena dia mencintai Koutarou, dia ingin agar Koutarou merasa sebahagia mungkin.

"Yang Mulia..."

Ruth mengerti dengan apa yang dirasakan Theia. Beberapa saat lalu dia juga memikirkan hal yang sama, namun pada akhirnya, Ruth memilih Koutarou karena dia sadar dia tidak akan menyukai pilihan yang lain. Ditambah, karena sekarang Ruth sudah tahu rahasia Koutarou, Ruth yakin bahwa keputusan yang diambilnya sudah benar. Ruth ingin menyampaikan hal itu pada Theia entah bagaimana caranya, karena dia ingin Theia mengerti bahwa tidak apa-apa untuk mencintai Koutarou.

Aku harus mengatakannya padanya...aku merasa kasihan dengan Yang Mulia...

Setelah berpikir dalam-dalam, Ruth memutuskan untuk mengatakannya pada Theia. Ruth pun duduk di kursi di sebelah tempat tidur dan menghadap Theia.

"Yang Mulia, ada satu hal yang ingin saya katakan kepada anda."

"Apa itu? Kenapa sikapmu seformal itu?"

Begitu menyadari bahwa sikap Ruth berbeda dari biasanya, Theia membetulkan posisi badannya dan menghadap Ruth. Sebagai hasilnya, mereka menjadi saling menghadap satu sama lain.

"Saya tahu betul dengan apa yang anda rasakan, Yang Mulia, dan saya akan mengatakan hal ini meskipun saya tahu akan hal itu."

Ruth menatap lurus ke arah Theia dan berbicara perlahan-lahan. Kata-katanya dipenuhi dengan keinginan untuk membuat teman masa kecilnya merasa bahagia.

"Yang Mulia, janganlah ragu. Pilihlah Satomi-sama. Hidup bersamanya bukanlah dosa dalam hal apapun. Dia pasti akan menjadi bantuan bagi rakyat Forthorthe."

"Ruth...."

Perasaan Ruth pun tersampaikan pada Theia, karena Theia tahu betul seperih apa yang dirasakan Ruth saat mengatakan itu.

"Bagaimana bisa kau mengatakan hal itu? Aku tidak bisa...menemukan alasan untuk itu..."

Walau begitu, Theia tetap tidak bisa mengambil keputusan.

Sudah jelas bahwa Koutarou adalah orang yang begitu spesial bagi Theia dan Ruth. Namun, apakah rakyat Forthorthe bisa menerima Koutarou sebagai ganti riwayat keluarga Mastir yang menjadi punah? Itulah hal yang dipikirkan oleh Theia.

"Saya percaya dengan Satomi-sama. Dia pasti akan meninggalkan pencapaian yang lebih hebat dari sang Ksatria Biru yang legendaris."

Ruth tahu betul bahwa Koutarou akan berkontribusi pada Forthorthe, lebih daripada sang Ksatria Biru. Kenyataannya, dia sudah melakukan hal itu. Karena Koutarou sendiri adalah sang Ksatria Biru, dia sudah berkontribusi lebih kepada Forthorthe daripada apa yang diceritakan dalam legenda. Koutarou lebih dari pantas untuk mengabdi pada Theia. Malah, justru Theia yang mungkin kurang pantas untuk mendapat bawahan seperti dia.

Namun, Ruth merasa bahwa perasaan Theia terhadap Koutarou perlu dikembangkan lebih jauh lagi sebelum dia bisa mengetahui hal yang sebenarnya. Kalau tidak, dia pasti akan menyesali hal itu. Berdasarkan sifat Theia, kalau dia memilih Koutarou dengan bergantung padanya sebagai sang Ksatria Biru, dia pasti akan menyesal sudah memutuskan hal itu nantinya.

"Apa anda yakin bahwa Satomi-sama lebih rendah dibandingkan dengan Ksatria Biru, Yang Mulia?"

"Tidak, tentu saja tidak!" jawab Theia sambil menggelengkan kepalanya dengan semangat.

Dia yakin bahwa Koutarou adalah ksatrianya yang paling hebat, yang bahkan melebihi sang Ksatria Biru. Dia juga ingin agar semua orang percaya akan hal itu.

"Tapi...tapi, kau tahu, aku adalah alien! Meskipun kami menikah, kami tidak akan bisa mempunyai anak! Aku tidak akan pernah bisa memberikannya sebuah keluarga!"

Theia begitu menderita, karena dia hidup dengan satu orang tua saja seperti halnya Koutarou, dia menjadi tahu betul apa yang dirasakan Koutarou terhadap hal bernama keluarga. Kalau Koutarou sampai menikah dengan Theia, dia tidak akan pernah bisa memiliki keluarga. Theia yakin bahwa hal itu akan menjadi dosanya karena telah mengekang Koutarou seperti itu.

"Aku tidak peduli jikalau dia memilih Kiriha atau Yurika! Kalau dia tidak menikah dengan manusia dari Bumi, dia tidak akan bisa bahagia! Aku tidak pantas baginya!" seru Theia sambil menangis dan memegang erat-erat sprei tempat tidurnya.

Kenapa kau adalah alien...kenapa kau tidak bisa muncul di hadapanku sebagai manusia Forthorthe...

Theia tidak pernah merasa begitu menyesal sudah menjadi alien seperti ini sebelumnya. Kenyataan bahwa mereka berdua tidak akan pernah bisa menjadi sepasang kekasih biasa menjadi hal yang begitu menyakitkan bagi Theia, dan rasa sakit itu berubah menjadi air mata yang besar yang turun membasahi sprei miliknya.

"Kalau begitu, anda hanya perlu memberikan padanya dua kali lipat kebahagiaan yang ada. Kebahagiaan berwujud lebih dari satu", ujar Ruth dengan lembut sambil melepaskan pegangan Theia pada sprei, satu jari demi satu. Setelah pegangan itu lepas, Ruth meletakkan tangannya di atas tangan Theia.

"Ruth..."

Kehangatan dan kata-kata Ruth masuk ke dalam sanubari Theia.

Kebahagiaan yang lebih besar dari berkeluarga...kebahagiaan yang berbeda...

Theia dan Ruth tidak memiliki hubungan darah, namun mereka berbagi kebahagiaan. Jadi, hal yang serupa seharusnya bisa terjadi antara Theia dan Koutarou. Itulah yang Ruth coba katakan.

"Dan apa kau percaya aku bisa melakukan hal itu?"

"Bukan soal apakah anda bisa atau tidak. Anda pasti akan melakukannya. Tidak semua orang bisa mempunyai anak."

Di Forthorthe sekalipun, ada pasangan suami istri yang tidak subur dan tidak bisa memiliki anak. Alasannya beragam, bisa dari gen, luka atau hal-hal lain. Walau begitu, mereka tetap memilih satu sama lain karena mereka saling percaya. Theia pun seharusnya bisa melakukan hal yang sama. Ruth tidak hanya percaya pada Koutarou tapi juga kepada Theia.

"Tapi....aku takut."

Theia mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Ruth, bahwa mungkin hal itulah yang sebenarnya, tapi ada satu lagi yang membuat Theia khawatir.

"Apakah yang mungkin ditakuti oleh tuan puteri Forthorthe?"

"Aku takut mengendalikan takdir satu orang!! Ini pertama kalinya aku merasa begitu takut!!"

Air mata Theia mengalir keluar sementara ia menggenggam erat tangan Ruth.

"Yang Mulia..."

Tangan Theia gemetaran, dan Ruth menggenggam tangannya untuk menghentikan itu. Namun, hal itu tidak cukup untuk menghentikan gemetaran itu.

"Aku takut melihat Koutarou yang menyesali keputusannya!"

Apa yang Theia takutkan adalah apa yang mungkin terjadi setelah dia membawa Koutarou kembali ke Forthorthe bersamanya. Meskipun pada awalnya semua akan baik-baik saja, seiring berjalannya waktu, Koutarou mungkin akan menyesal sudah datang ke Forthorthe. Dia mungkin tidak akan pernah mengatakan kalau dia menyesal, tapi bagaimana dengan apa yang sebenarnya dia rasakan? Itulah yang ditakutkan oleh Theia.

"Aku tidak mau dia merasa kesepian dan melihat ke arah langit yang berbintang dan mencari Bumi! Aku sendiri tidak akan cukup untuk menyelamatkannya dari kesepian itu..."

Bayangan Koutarou yang mencari Bumi di antara bintang-bintang, yang tidak akan ditemukannya, muncul dalam benak Theia. Theia sendiri sudah melakukan hal itu, kalau dia menengadah ke arah langit, dia pasti akan mencoba mencari Forthorthe. Theia datang ke Bumi atas keinginannya sendiri, jadi itu tidak masalah. Tapi bagaimana dengan Koutarou? Dan kalau hal itu betul-betul terjadi, apa yang akan dilakukan oleh Theia? Theia sendiri tidak bisa memikirkan hal yang bisa membantu itu.

"Kalau begitu, mari kita cari caranya bersama-sama, anda dan saya, Yang Mulia."

"Ruth!?"

Tepat pada saat itulah Ruth menyarankan sesuatu yang tak terpikirkan sebelumnya dan membuat Theia kehilangan kata-kata.

"Kalau Yang Mulia merasa tidak bisa menyelamatkannya dari kesepian seorang diri, mungkin kita berdua bisa melakukannya."

"Kita berdua..."

Theia sempat terkejut, tapi kalau dia bekerja bersama Ruth, hal itu mungkin bisa dilakukannya. DItambah, baik Koutarou maupun Ruth berada dalam masa depan ideal Theia, dan Theia sendiri juga tahu perasaan Ruth terhadap Koutarou. Dengan itu, Theia mulai percaya bahwa mereka berdua yang menjadi penopang bagi Koutarou mungkin adalah jawaban yang tepat.

"....Ruth, tolong katakan padaku satu hal."

Namun, Theia masih merasa ragu terhadap kata-kata Ruth. Saat dia menyadari hal itu, Theia menunjukkan senyumnya yang biasa yang menantang sambil tetap menggenggam tangan Ruth.

Yang Mulia...

Hal itu sudah cukup untuk membuat Ruth mengerti bahwa Theia sudah mengambil keputusan, yakni bahwa Theia akan melangkah bersama Koutarou, tidak peduli seberapa sulit jalan yang akan dijalaninya.

"Kau berniat menggunakanku untuk kebahagiaanmu sendiri, benar? Aku tidak akan marah, jadi jujur saja."

"Tentu saja", angguk Ruth dengan mantap. Sikapnya mengandung artian yang lebih daripada jawaban atas pertanyaan Theia. Mereka berdua pun kemudian saling menggenggam lebih erat lagi.

"Kebahagiaanku berada di sisi lain dari kebahagiaan Yang Mulia."

"...Itu salah satu cara untuk mengatakannya. Kau betul-betul gegabah..."

Theia mengatakan hal itu seakan nampak kagum, namun hanya kata-katanya sajalah yang nampak seperti itu. Perasaan yang ada di dalamnya memiliki makna yang berbeda.

"Itu karena anda tidak akan bisa mengisi orang itu tanpa bertindak gegabah."

"...Fufufu, ada benarnya juga."

Dengan begitu, Theia akhirnya bisa mengambil keputusan.

Aku akan hidup bersama dengan Koutarou dan Ruth...

Dia tahu betul bahwa ada kesulitan-kesulitan yang akan dihadapinya di masa depan nanti. Karena mereka berdua adalah alien, tentu saja rasa khawatirnya bisa dimaklumi. Itulah mengapa Theia akan menaklukan kesulitan-kesulitan itu, bahkan jika hal-hal itu terlihat tidak mungkin dilalui, untuk bisa menggapai masa depan yang bernilai bagi banyak orang.

"Tapi....begitu rupanya...", ujar Ruth seraya tersenyum.

"Ada apa?" tanya Theia sambil memiringkan kepalanya pada Ruth.

"Saya hanya mengingat apa yang Yang Mulia katakan beberapa saat yang lalu."

"Apa yang aku katakan?"

"Benar."

Raut wajah Theia dan Ruth saat itu sudah kembali ceria. Rasa muram yang mereka simpan selama beberapa hari ini pun telah sirna.

"Beberapa saat yang lalu, anda berkata ' Aku takut mengendalikan takdir satu orang'. Saya rasa itu adalah kata-kata yang luar biasa dari seorang bangsawan Forthorthe."

"Itu benar. Itu karena aku datang ke Bumi ini. Diriku yang dulu ternyata begitu bodoh."

Dan perasaan mereka yang sudah menjadi jelas semakin mempererat ikatan mereka lebih lagi.

"Anda bisa katakan kalau itu semua berkat Satomi-sama."

"....Meskipun aku tidak mengatakannya, kau akan mengatakannya, benar?"

"Fufufu, itu benar."

Setelah saling melempar senyuman, Theia melepaskan tangan Ruth dan lalu melompat dari atas tempat tidur.

"Baiklah."

"Yang Mulia?"

Setelah mendarat dengan mantap di atas karpet, Theia berbalik menghadap Ruth kembali dan mengulurkan tangannya.

"Ada sesuatu yang ingin segera aku lakukan. Ruth, aku perlu bantuanmu. Tolong pinjamkan aku kekuatanmu."

"....Baiklah, tuan puteri."

Ruth pun menggenggam tangan Theia tanpa merasa ragu lagi.


Kembali ke Bab 6 Ke Halaman Utama Selanjutnya ke Bab 8