Sakurasou no Pet na Kanojo (Indonesia):Jilid 1 Bab 1

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Selamat datang di Sakurasou[edit]

Bagian 1[edit]

Saat dia terbangun, hal yang pertama kali dilihatnya adalah bokong putih yang lebat.

"...Hikari, kau lagi?"

Setelah dia memanggil namanya, Hikari menjawab dengan suara 'meong'-nya.

Kanda langsung mengangkat bokong Hikari yang menempel di wajahnya dan beranjak dari karpet abu-abu tempat dia berbaring.

Hikari memasang wajah cemberut saat dia dipaksa minggir, tapi Sorata hanya membalasnya dengan menghela nafas.

"Tragis sekali..."

Sorata menyipitkan mata saat dia melihat ke luar jendela yang cerah, langit di bagian timur serasa terbakar seolah meramalkan akhir dari dunia. "Bangun tepat di bawah bokong kucing... masa mudaku tragis sekali."

Dengan rasa keputusasaan yang menyelubungi dirinya, Sorata menutup wajahnya dengan tangannya.

"Ya... mungkin mengatakan ini sebagai 'masa muda' rasanya lebih buruk..."

Hikari Si Kucing Putih yang ada di pangkuan Sorata menguap seolah dia setuju padanya, lalu enam kucing lain yang tinggal di kamar berukuran enam tatami [1] ini memulai paduan suara meong, meminta diberi makanan.

Kucing putih, hitam, cokelat, kuning, belang-belang, anggora, dan kucing yang terlihat seperti bule Amerika... kesemua tujuh kucing itu ditelantarkan oleh pemiliknya, lalu dipungut oleh Sorata.

Dia juga memberi mereka nama, yaitu Hikari, Nozomi, Kodama, Tsubasa, Komachi, Aoba, dan Asahi.

Dihadapkan dengan kucing yang merindukan makanan ini, Sorata menanggapinya dengan suara geraman perutnya sendiri. Pesannya jelas, "Tuanmu juga lapar, tahu."

Hari itu adalah hari terakhir liburan musim semi, 5 April pukul 5 sore...

Gedung apartemen berlantai dua dengan kayu yang compang-camping itu adalah asrama milik SMA yang berafiliasi dengan Institut Seni Suimei.

Mungkin pohon sakura besar yang ada di halaman menjadi inspirasi nama bangunan ini menjadi Sakurasou[2].

Semua penghuni berbagi ruang dapur, ruang makan, dan kamar mandi.

Butuh waktu 10 menit untuk berjalan kaki ke sekolah. Ke stasiun terdekat juga butuh 10 menit berjalan kaki.

Dan kamar nomor 101 adalah markas Kanda Sorata, yang baru saja naik kelas menjadi kelas 2 pada musim semi itu.

Sebagai kaligrafi pertamanya dalam tahun ini, Sorata menulis sebuah pesan yang besar di dinding "TUJUAN: Keluar dari Sakurasou!!"

Masalah Sorata saat ini bukanlah mencari pacar, bukan juga untuk menuju Koushien[3]. Tentu saja dia tidak ada harapan mengikuti lomba sampai ke Stadion Nasional atau Soutai[4]. Keinginannya hanyalah pergi dari asrama ini.

Sakurasou sedikit berbeda dari asrama biasa.

Itu adalah tempat untuk rehabilitasi siswa yang telah diusir dari asrama biasa, yang lebih halusnya, dengan kata lain itu sarang bagi murid bermasalah.

Tidak seperti asrama biasa, tidak ada ibu asrama, dan karena tidak ada kantin, para murid harus memasak, mencuci, dan bersih-bersih sendiri. Itu sangat menjengkelkan. Sekolah mengatakan bahwa itu semua mendorong kemandirian, tapi Sorata merasa itu karena mereka tidak dapat menemukan seseorang untuk bekerja di sana.

Sakurasou... namanya saja sudah cukup untuk merusak suatu persahabatan.

Yang lebih menjengkelkan yaitu penghuninya dipaksa membersihkan lingkungan sekolah. Tentu saja mereka harus mengambil sampah dan membuangnya keluar sekolah, tapi ditambah mereka harus berjalan mengitari kampus universitas yang bahkan membutuhkan waktu setengah jam bagi orang dewasa, itu benar-benar melelahkan. Kaki Sorata selalu pegal keesokan harinya.

Dan di asrama memalukan itu tinggal empat siswa, baik laki-laki maupun perempuan, bersama dengan guru pengawas.

Sorata salah satu dari keempat itu.

Musim panas lalu, dia dipanggil langsung oleh Kepala Sekolah dan dipaksa membuat pilihan.

"Kanda Sorata, apa kau mau menyingkirkan kucing itu, atau keluar dari asrama? Pilihan ada di tanganmu."

"Saya lebih baik keluar dari asrama."

Berada dalam usia yang labil, Sorata membalas pertanyaan Kepala Sekolah yang belum selesai dikatakannya. Dan pada hari yang sama, Sorata diusir dari asrama biasa.

Dalam pikirannya, Sorata merasa bahwa dia sudah menuju jalan yang salah saat dihadapkan dengan pilihan yang sulit itu. Dalam perdebatan yang ada di dalam kepalanya, dia memikirkan kesalahannya.

Pada saat itu dia hanya memiliki Hikari, kalau dia menghabiskan waktu berusaha keras mencari orang yang mau memeliharanya, dia bisa menghindar dari suasana asrama yang ribut.

Saat Sorata diledek oleh Mitaka Jin, salah satu penghuni asrama yang sudah lama tinggal di Sakurasou, Sorata terkejut, dan tidak kembali selama tiga hari.

Untuk alasan itu, dia berusaha mencari pemilik untuk kucingnya.

Tapi entah kenapa, bukannya menurun, jumlah kucingnya bertambah menjadi tujuh. Dia mungkin melakukan sesuatu yang salah di sini...

Ya... apa boleh buat, mengingat ke mana pun Sorata pergi selalu ada kucing yang terlantar, dia sampai percaya kalau dia kena kutukan. Dia pernah mencoba mengabaikannya dan terus berjalan, tapi hanya butuh tiga langkah sampai dia terjatuh dan dipenuhi rasa berdosa.

Khawatir melihat Sorata begitu tenggelam dalam pikirannya, Hikari diikuti oleh Nozomi dan Kodama, datang meringkuk kepadanya.

"Kalian jangan sebegitu lengket padaku, aku sedang berusaha mencari pemilik untuk kalian, tahu. Kalian bisa buatku nangis saat aku melepas kalian, dan itu sangat menyedihkan, kalian pasti tidak ingin melihatnya."

Tidak begitu jelas apakah para kucing itu mengerti atau tidak, namun mereka beralih dan mulai mencuci wajah mereka.

Sambil menghela nafas, mata Sorata berpaling pada langit yang merah.

Hari itu adalah hari terakhir liburan musim semi, tapi Sorata sedang kebingungan soal bagaimana mengisi hari itu dengan hal yang bermakna.

Diterangi oleh sinar matahari dan senyum yang kering di wajahnya, Sorata tiba-tiba mendengar suara dari tempat tidur yang ada di belakangnya.

Dia berhenti menutup wajahnya dan mulai berbalik, dan tiba-tiba dia ingat alasannya dia tidur di lantai yang keras itu.

Di tempat tidur yang awalnya disediakan untuk Sorata, tertidur seorang gadis cantik dengan posisi seperti bayi yang masih dalam janin, mulutnya tersenyum seperti mulut kucing, kau bisa menyebut dia seperti Ratu Kucing.

Dia terlihat seperti orang Amerika berambut pendek yang cantik dan sehat, bokong lembutnya terlihat dari rok mini seragam sekolah, dan kau bisa melihat belahan dadanya yang terapit oleh lengannya dari kerah yang tak terkancing.

Kalau hal itu terjadi setahun yang lalu, Sorata mungkin akan menelan ludahnya sambil tertakjub oleh pemandangan itu, lalu dia kehilangan akal sehatnya dan mulai menjerit-jerit.

Tapi, karena sudah terbuang ke Sakurasou lebih dari setengah tahun yang lalu, Sorata tidak lagi terkejut oleh sesuatu seperti itu.

“Kak Misaki, tolong bangun.”

Dengan menahan rasa gelisahnya, Sorata memanggil nama penghuni lain yang ada di tempat tidurnya, yang membuat Kamiigusa Misaki terbangun dan meregangkan badan seperti seekor kucing.

Bajunya pun terangkat, pinggang ramping dan pusarnya pun menjadi kelihatan. Yang lebih anehnya, rambut berantakannya sehabis tidur malah membuatnya lebih menawan. Kalau dia berjalan melewati sepuluh orang di jalan, pasti mereka bakal mabuk kepayang.

Ukuran tubuhnya pun juga luar biasa, dengan tinggi badan 156cm dan berat 46kg, tiga ukuran tubuhnya adalah 87-56-85[5], sebagai seorang murid kelas tiga, tubuhnya sudah tumbuh seperti orang dewasa. Dengan pesona yang memenuhi kamar, Misaki tersadar dan mengalihkan matanya kepada Sorata.

“~Di masa depan nanti, aku ingin menikah!”

“Di dunia ini sudah menjadi aturan kalau mengigau itu hanya untuk saat tidur saja.”

“~Kalau begitu aku jadi istrinya, dan Junior jadi suaminya. Kau baru pulang dari kerja. Mulai!”

“Kenapa tiba-tiba berubah jadi seperti dialog komedi?!”

“~Selamat datang, sayang. Hari ini kau pulang cepat, ya.”

“Kau serius mau main itu sekarang?!”

“~Mau makan malam dulu? Atau mandi dulu? Atau... ma-wa-shi[6]?”

“Memangnya ini area sumo?!”

“~Ta-wa-shi[7]?”

“Sudah katakan ‘watashi[8]’ saja! Apa kau mencoba menyuruh suamimu membersihkan kamar mandi sepulang bekerja?! Dasar monster!”

“~Kira-kira apa beruang sloth bersemangat saat bercinta?”

“Jangan ubah topik seperti itu!!”

“~Reaksimu lamban, persahabatan kita bisa luntur kalau kau tidak mengikutiku.”

Berbicara dengan nada menggoda, Misaki menunjuk Sorata dan mengedipkan mata, seolah-olah dia sedang menasihati anak yang nakal.

Sakurasou v1 p019.jpg

Bagaimana seseorang bisa sesemangat ini padahal dia baru bangun?

“Tapi ya... selamat pagi. Aku sudah mengatakan ini berkali-kali, tapi... tolong tidur di kamarmu sendiri.”

“~Betina tidak akan mengalah kalau yang jantan malas-malasan.”

“Apa kita masih bicara soal beruang sloth?!”

“~Melihat sang betina tidak puas rasanya menyedihkan.”

“Mereka juga tidak responsif, jadi mereka dan aku sama saja.”

Sorata akhirnya menyerah, dan mulai mengikuti pembicaraannya.

“Baiklah... bisa kita lanjutkan yang kemarin?”

Tapi, Misaki mengabaikan aliran pembicaraan itu dan mulai duduk di depan TV, menyalakan video game dan mengambil controller. Sistem konsolnya pun hidup, dan berbunyi seperti sedang membaca memori.

Sebelum judul permainan muncul di layar, Sorata meraih tombol dan mematikannya.

"~Ahh... apa yang kaulakukaaan..."

Misaki mengembungkan pipinya sambil mengeluh, dia cukup imut juga kalau sedang marah.

Dihadapkan dengan matanya yang agak mengadah ke atas, Sorata bisa merasakan dirinya mulai tersenyum.

Namun dia tidak boleh tertipu.

"Bagaimana dengan beruang sloth-nya?!"

"~Eh... itu membosankan."

"Kau yang memulainya duluan!"

"Namun, ayo kita main game."

"Kau benar-benar memakai kalimat konjungsi yang salah! Dan juga, kita sudah main game tanpa henti sejak kemarin lusa, 'kan?! Selama 36 jam! Mataku rasanya mulai membusuk! Jika aku terkena gelombang elektromagnetik dari layar televisi lagi, kuyakin aku pasti bisa hancur jadi pasir atau garam!"

Alasan Sorata tertidur di lantai adalah karena dia kelelahan sampai pingsan.

Tanpa menunggu lama, Misaki langsung menyalakan konsol video game-nya lagi.

"~Baiklaaah... kalau kau merasa begitu, bagaimana kalau aku melepas bajuku satu per satu setiap kali kau menang? Itu juga bisa merawat matamu agar kembali sehat! Menenangkan pegal di mata! Hal yang menarik untuk mata! Bumbu masa muda! Kau akan menuju tangga kedewasaan! Itulah rantai nafsu!"

"Kalau bicara soal telanjang, 'menelanjangi' kulit bawang lebih membuatku bergairah."

"~Kau pasti berpikir 'Wah! Kurasa aku melihat cairan putih-putih yang keluar!' atau semacamnya, 'kan? Ya tidak ada salahnya, tapi biasanya orang-orang tidak akan terangsang oleh sayuran setelah kelas 2 SMP. Jangan jadi herbivora! Kau harus lahap semua yang ada di depanmu! Saat kau sudah SMA, kau harus banyak makan daging! Daging!"

"~Baiklah Junior, ikutlah denganku menuju dunia hawa nafsu!"

Sambil bicara begitu, Misaki membusungkan dadanya. Dadanya bergoyang-goyang seperti puding di balik bajunya.

Sedihnya, naluri pria Sorata memaksa pandangan dirinya terpaku pada dada Misaki.

Meski begitu, Sorata terus berusaha melawannya.

"Tahu tidak? Dengan rasa tidak tahu malu milikmu, aku benar-benar tidak percaya kalau Kak Misaki seorang wanita lagi! Tolong hentikan! Berhenti bersikap sok imut juga, bisa-bisa aku mulai meragukan semua wanita karena dirimu, sungguh!"

"~Ah... tapi hubungan pertemanan kita sudah semakin dekat! Selamat! Ayo kita rayakan dengan bermain video game sampai pagi!"

"Apa tidak ada hal lain yang lebih layak dirayakan?! Bagaimana kau bisa menyimpulkannya jadi seperti itu?! Kau ini seperti alien! Kembalilah ke planet asalmu!"

Selama liburan musim semi, aku dipaksa bergadang dengan Misaki sampai pagi. Setidaknya aku hanya ingin mengisi hari ini dengan damai dan tenang.

"~Apa itu saja yang ingin kaukatakan?!"

"Jika kau pikir aku sudah selesai bicaranya, kau benar-benar salah! Hei kak, kakak selalu egois! Memangnya kita hidup di negara mana?! Negara Lakukan Apa pun Sesukamu?!"

"~Kalau begitu ayo kita akhiri ini dengan game! Kita mulai pertempuran berdarah sampai salah satu dari kita hancur! Atau pertempuran ini tidak akan berakhir!"

"Tentu saj- Eh! Sudah kubilang aku tidak mau main!!"

Sorata berharap Misaki melototinya dengan ekspresi marah, tapi Misaki malah mengambil memori dari konsol video game dan memasukan kaset putih ke dalam konsol.

"Hmph! Oke, oke! Kalau kau benar-benar tidak mau main, kalau begitu bantu aku memeriksa contoh hasil pekerjaanku!"

Sorata penasaran dengan yang akan dilihatnya. Lalu muncul hitungan mundur pada layar televisinya, kau pasti juga pernah melihatnya dalam film-film lama.

"Ini hasil pekerjaan barumu?"

"~Aku baru mengeditnya kemarin lusa, jadi itu masih baru. Silakan dinikmati~"

"Tapi bagian hitung mundur itu tidak terasa baru..."

Setelah hitungan mundur selesai, anime asli buatan Misaki pun muncul di layar televisi. Tidak ada suara, musik, maupun bunyi efek spesial karena belum ada pengisi suara untuk anime itu. Meski begitu, animasinya sangat halus, gerakannya sangat dinamis, dan itu sudah cukup sebagai contoh hasil pekerjaan. Dia bahkan mencampurkan karakter 2 dimensi dengan latar 3 dimensi, menyajikan harmoni gambar modern yang sempurna. Karakter dan latarnya juga digambar sangat indah dan cermat. Seiring dengan sketsanya yang memiliki ritme dan komposisi yang unik. dia berani untuk mengatasi adegan yang intens, sulit memercayainya kalau itu hanya dibuat oleh satu orang saja. Tentu saja itu bukanlah hal yang bisa dibuat seorang pemula, itu benar-benar melampaui kualitas animator kelas atas.

SMA yang berafiliasi dengan Institut Seni Suimei (sering disebut Suiko) tidak hanya memiliki kelas biasa yang dimasuki Sorata, tetapi juga ada kelas jurusan musik dan seni yang ditunjukan untuk segelintir golongan elit. Golongan elit ini datang dari seluruh negeri. Mereka harus memiliki nilai yang sangat tinggi untuk bisa masuk ke sekolah yang memiliki tingkat penerimaan yang sulit itu.

Dan Misaki salah satu dari mereka, dia murid kelas 3 di jurusan seni.

Dia satu-satunya murid yang layak menerima beasiswa dalam sepuluh tahun terakhir sejarah sekolah, namun dia juga satu-satunya murid yang haknya dirampas karena keinginannya yang terus menerus memproduksi anime, dan karena itu dia cukup terkenal di sekolah.

"Luar biasa."

Itulah kesan yang mungkin semua orang akan katakan, tapi Misaki tidak menanggapi Sorata. Dia sepertinya sedang sibuk mengimprovisasikan efek suara dan musik dari mulutnya sendiri.

"~Duar! Duar! Wush! Dor dor dor! 'Takdirmu telah datang!' Brak! Brak! Dang! Dang! Dang! 'Kau terlalu naif, semua yang kaukatakan itu bohong!', 'A-Apa katamu?!', 'Lepas celanamu dan coba lain kali, bocah!' Bruuuuum! Ta-da!"

Tapi, pertunjukan suara yang diberikan Misaki benar-benar tidak cocok dengan videonya.

Dunia macam apa yang ada di pikirannya?

Misaki berhenti sejenak bersamaan dengan layar yang perlahan menjadi hitam.

Durasi videonya berkisar selama lima menit, tapi mungkin karena begitu mengesankan, rasanya durasinya lama sekali.

"Ternyata masih banyak yang harus kukerjakan ulang lebih dari yang kukira."

Misaki mengambil memori dari konsol, rasa heran dan kecewa pun dapat terdengar dari dirinya. Meski dia selalu bicara yang aneh-aneh, tapi dia benar-benar serius dalam melakukan pekerjaannya, aku sangat terkejut.

"Aku tidak lihat bagian yang perlu diperbaiki."

"~Jangan naif, Junior. Pertempuran sesungguhnya bisa dimulai jika kau pikir segalanya sudah sempurna! Dan musuhmu ada di dalam dirimu sendiri!"

"Ah... jadi begitu..."

"~Baiklah... menurutmu apa aku bisa minta bantuan Nanamin mengisi suara anime ini?"

Nanamin yang dia maksud adalah Aoyama Nanami, salah satu teman sekelasnya Sorata sejak kelas satu. Dia ingin menjadi seorang pengisi suara di masa depan, jadi saat ini dia mengikuti les pengisi suara. Dalam angket survei karirnya saat kelas satu, dia dengan antusiasnya mengisi Jurusan Drama saat kuliah nanti. Dan juga dia sama sekali tidak suka dipanggil Nanamin.

Mungkin karena lingkungan unik yang ada di SMA yang berafiliasi dengan Institut Seni Suimei ini, banyak murid yang sudah menetapkan cita-cita mereka dan berusaha mencapainya.

Di Sakurasou ada juga murid kelas tiga yang bertujuan masuk Jurusan Bahasa karena cita-citanya yang ingin menjadi penulis naskah. Ada juga murid kelas dua yang sudah bekerja sebagai programmer dalam perusahaan game, dan dia juga bertujuan untuk masuk ke Jurusan Media.

Tidak seperti murid lain yang sudah memiliki tujuan mereka masing-masing, Sorata mengumpulkan angket survei karirnya tanpa mengisi apa pun. Sepulang sekolah dia di panggil ke ruang guru, dan dipaksa mengisinya kembali sebagai PR musim seminya.

Di sisi lain, Misaki, yang satu tahun lebih tua darinya, mengisi angket survei karirnya 'Masa depanku terlalu cerah, aku tidak bisa melihatnya!' juga dipanggil ke ruang guru, dan dia diceramahi tiga kali lebih banyak dari yang diterima Sorata. Tetapi orang yang menceramahi Misaki terkena serangan balik oleh kata-katanya yang aneh, dan dia terluka sangat dalam olehnya. Saat ini dia sedang cuti, dan mungkin tidak akan kembali dalam waktu yang dekat. Itu kedua kalinya Misaki membuat wali kelasnya trauma, dan Sorata bisa merasakan penderitaan mereka.

"Kalau mau, aku bisa minta bantuan padanya."

"~Kalau begitu tolong ya, bantu aku mengedit bagian perekaman juga."

"Sebagai gantinya traktir aku di kantin sekolah."

"~Tidak masalah~"

Bagi Misaki itu bukan hal yang berat, bahkan jika Sorata memintanya membayari makanannya selama setahun, mungkin dia tidak akan terganggu sedikit pun. Selama musim panas tahun lalu, Misaki mengunggah anime berdurasi 30 menit buatannya ke berbagai situs video, dan itu sukses besar, dia menerima reaksi positif dari satu juta penonton. Berbagai perusahaan pun segera menghubungi Misaki untuk menawarkan pekerjaan untuknya. DVD hasil pekerjaannya mulai dijual Januari ini, dan terjual lebih dari 100.000 kaset, seolah-olah mengejek kondisi ekonomi yang sedang jelek. Sorata pernah mengintip tabungan rekeningnya, dan jumlahnya sudah cukup bagi Misaki untuk bersenang-senang selama sisa hidupnya.

Naskahnya sudah diurus oleh Mitaka Jin, teman masa kecil Misaki dan juga penghuni Sakurasou.

Ceritanya terjadi di sebuah pulau buatan yang jauh dari bumi. Itu adalah kisah fiksi ilmiah yang dimulai dengan seorang laki-laki muda yang tenang yang tinggal di pulau buatan itu, dia bertemu seorang gadis muda dari luar pulau.

Pada awalnya hubungan mereka berjalan baik, tapi lama kelamaan tidak begitu baik dan malah menjadi membosankan. Laki-laki itu sangat cuek, jadi gadis itu mengambil inisiatif untuk mengutarakan perasaan padanya, dia juga berinisiatif pada ciuman pertama mereka. Tapi laki-laki itu sama sekali tidak peduli.

Namun ada sesuatu yang misterius di sekitar mereka yang mengubah titik balik pada tengah cerita.

Suatu hari laki-laki itu mengetahui kalau dunia yang dia tempati adalah kebohongan belaka. Dia tidak tinggal di bumi, melainkan sebuah pulau buatan, sebuah pulau dengan skala yang besar yang mengapung di alam semesta. Bumi yang dia pikir sedang dia tempati telah menjadi planet yang tidak dapat dihuni karena perang mengerikan yang dimulai para manusia.

Laki-laki itu sadar bahwa dia selalu bersikap tak acuh selama 16 tahun hidupnya. Dia berpikir kalau dia hidup di bumi, tapi itu semua kebohongan besar. Dan bukan hanya itu saja, orangtuanya juga bahkan bukan orangtua asli, teman sekelasnya mengetahui hal itu, namun mereka berbohong padanya. Jadi keberadaan gadis itu pun juga suatu kebohongan yang telah dirancang untuk laki-laki itu. Selama 16 tahun hidup yang dia jalani berasal dari naskah yang dibuat seseorang, yaitu pemerintah dunia. Untuk mengakhiri perang yang tak ada habisnya itu, mereka membuat sebuah rencana yang disebut 'Noah's Ark[9].' Seharusnya itu mengurangi rasa sensitif pada kesakitan, kesedihan, kebencian, dan kemarahan pada anak-anak. Atau dengan kata lain, untuk menghilangkan naluri peperangan pada umat manusia. Pulau buatan dalam rencana ini adalah sebagai 'perahu', dan anak laki-laki itu adalah sebagai kelinci percobaan dalam eksperimen mereka.

Rencana mereka bisa dibilang berhasil, anak laki-laki itu tidak tahu apa yang harus dilakukannya setelah mengetahui kebenaran itu. Dia menjadi panik dan menggigil ketakutan. Akhirnya dia kehilangan akal sehatnya dan menjadi gila karena pikirannya yang kacau. Dia tidak bisa berbuat apa-apa selain menghancurkan segalanya yang ada di hadapannya. Dia mengambil kendali dari salah satu senjata raksasa berkaki dua yang melambangkan dunia palsu ini, dan mengubah pulau buatan manusia itu menjadi lautan api.

Saat pemerintah dunia memutuskan untuk memusnahkan anak itu, hanya gadis itu yang datang kepadanya. Gadis itu ingin melindunginya yang telah terkepung oleh tentara, tetapi gadis itu tertembak di dadanya dan meninggal dalam pelukan laki-laki itu.

Setelah gadis itu meninggal, laki-laki itu sadar bahwa di dunia palsu itu masih ada suatu kebenaran. Yaitu perasaan yang dia miliki pada gadis itu, dan kelembutan sikap yang gadis itu tunjukan padanya.

Lalu laki-laki itu menangis untuk pertama kali dalam hidupnya. Itu adalah air mata penyesalan, yang secara ajaib membawa para penonton pada adegan kehangatan yang klasik.

Sorata juga meneteskan air matanya saat dia pertama kali melihatnya, dia benar-benar tidak berdaya melawan kisah yang dibuat oleh kinerja yang luar biasa.

Itu adalah hasil pekerjaan Misaki sendiri. Setiap tata letak, konsep, sketsa, komposisi, gambar, animasi, pewarnaan, paduan latar belakang, potretan, efek gambar, pemotongan, rekaman, campuran audio, dan bahkan pengeditan video yang harus dilakukan pekerja yang berbeda dalam setiap perusahaan, semua dilakukan sendiri oleh Misaki.

Dia tidak hanya pandai menggambar animasi 2 dimensi, tapi juga 3 dimensi. Dia menciptakan kinerja yang dipadukan dengan keterampilan dan seleranya.

Meskipun bagian audionya diserahkan pada temannya yang ada di kelas musik, Misaki tetap harus menyelesaikan banyak hal lain dalam standar yang sangat tinggi.

Anime buatan Misaki membuat Sorata merasa di dalam lubuk hatinya bahwa Tuhan itu tidak adil, Misaki diberkahi bakat yang sangat abnormal, sedangkan dia tidak diberkahi apa pun.

"~Baiklah! Ayo kerjakan ulang sekarang!"

Misaki berdiri dan meregangkan badannya. Dia tiba-tiba tidak tertarik lagi dengan Sorata dan keluar dari kamar. Suara nafas yang berat terdengar bersamaan dengan Misaki yang menaiki tangga lalu berjalan di lantai dua, kebetulan kamar Sorata berada tepat di bawah kamar Misaki.

"Aku benar-benar harus segera keluar dari sini sebelum aku jadi gila..."

"Maaf mengganggu."

Tepat setelah Misaki pergi, sosok lain muncul di depan pintu. Dandanannya benar-benar terlihat tebal, dan pakaiannya seperti terlihat sudah siap untuk pertarungan. Dia adalah guru seni rupa, Sengoku Chihiro. Dialah satu-satunya guru yang ditugaskan menjadi pengawas di Sakurasou dan tinggal bersama Sorata dan yang lain. Tapi dia tidak serius mengerjakan tugasnya sebagai pengawas...

"Ih... dandanan Ibu... seperti kupu-kupu malam saja, tapi Ibu terlihat seperti ngengat malam."

"Bocah sepertimu tidak akan mengerti hal dewasa seperti ini."

Yang lebih buruknya, Chihiro mengedipkan satu matanya, kau bisa mendengar suara maskara tebalnya.

Menahan rasa jijiknya, Sorata mengeluarkan senyum yang kaku.

"Ya... pokoknya, jangan bilang aku tidak pernah memperingatkanmu."

"Jangan khawatir, hari ini aku pasti akan menemukan suami masa depanku, jadi tunggu saja."

"Jadi, itu saja yang ingin Ibu katakan padaku?"

"Kenapa aku repot-repot ke sini hanya untuk mengatakan itu padamu?"

"Kenapa aku repot-repot mau mendengarkan Ibu mengatakan itu padaku?"

"Kau tidak perlu membalas semua perkataanku. Tapi... ini..."

Dia memberi foto seseorang kepada Sorata, seorang gadis berumur lima atau enam tahun.

"Ibu kebanyakan mengigau, ya?"

"Itu sepupuku, mulai hari ini dia akan pindah ke Sakurasou."

"Ahh."

"Namanya Shiina Mashiro, dia akan tiba di stasiun jam 6 sore, jemput dia."

"Hah?"

"Kubilang dia akan tiba di stasiun jam 6 sore, jadi aku ingin kau pergi menjemput dia. Kau mendengarkanku, 'kan?"

"Aku sudah dengar, makanya aku bingung!"

"Ayolah, aku ada acara minum-minum, mereka semua dokter, tahu, dokter! Itu jarang sekali. Jadi ayolah, kau tahu 'kan kalau aku tidak bisa merubah jadwalku. Dan kalau dilihat-lihat, sepertinya kau sedang tidak ada kerjaan, 'kan? Malah sejujurnya, kau tidak pernah terlihat sibuk."

"Dan Ibu bicara hal yang tidak pantas dikatakan seorang guru... Suasana hati ibu sedang baik sekali, ya? Aku terkejut. Tapi aku tidak bisa membantumu hari ini, karena aku harus mencari tahu keinginanku untuk masa depan."

"Apa maksudmu?"

"Ibu yang menyuruhku mengisi ulang angket survei karirku, 'kan?!"

"Ah... tulis saja 'pilot' atau sesuatu, dan masalah beres."

"Memangnya aku anak SD?!"

"Kalau begitu tulis saja ingin jadi kaya."

"Itu bahkan lebih buruk!"

"Dasar anak pelit. Kalau kau bingung tulis saja 'Melanjutkan ke sekolah tinggi' lalu para guru akan senang."

"Bisa Ibu minta tolong pada Jin saja? Dia juga sedang tidak ada kerjaan."

"Si tukang menginap itu sedang tidak ada di sini. Mungkin hari ini dia sedang memakai wajah tampan yang dibanggakannya itu untuk menggoda wanita, dan memakai bagian bawah tubuhnya untuk membuat wanita melayang."

"Apa Ibu ini benar-benar seorang guru?! Astaga, apa Ibu tidak punya rasa malu?! Aku bahkan tidak tahu harus bilang apa!!"

"Malu? Maaf, kutinggalkan di testis Ayahku."

"Uwah! Astaga! Pertama kalinya aku mendengar seorang wanita bilang testis! Seseorang yang sudah melewati masa level 30 dan berubah jadi Amazoness[10] memang beda. Kekuatan umur 30 tahunnya sangat hebat."

Alis Chihiro mengerut.

"Siapa yang 30 tahun?! Umurku masih 29 tahun dan 15 bulan!"

Dia menginjak lantai sekuat tenaga sampai terasa mengguncang, Sorata sampai tidak jadi ingin menjawab 'Pejuang Amazoness memang hebat.'

"Ya... bagaimana dengan Akasaka? Dia pasti ada di sini, 'kan?"

Sorata melihat ke arah dinding kamar. Di kamar nomor 102 tinggal seorang programmer yang seangkatan dengannya, Akasaka Ryuunosuke.

"Tidak mungkin pengurung diri mau keluar. Cobalah pikirkan dulu sebelum bicara. Ah... aku bisa telat kalau tidak berangkat sekarang. Kuserahkan sepupuku padamu. Pastikan kau menjemputnya!"

Chihiro membanting pintu dengan keras, membuat engsel pintu menjadi longgar sehingga menjadi miring. Para kucing mencoba menenangkan Sorata dengan suara 'meong'-nya, seolah ingin mengatakan kalau memperbaiki pintu itu akan sia-sia saja.

Sorata memelototi Chihiro dari belakang, sambil berharap Chihiro akan gagal dalam pencariannya.

Setelah itu dia mengambil ponselnya di lantai dan mengirim pesan pada Ryuunosuke.

Dia menerima balasan yang sangat cepat.

「Saat ini Tuan Ryuunosuke sedang mengembangkan middleware untuk PT. S yang digunakan sebagai kompresor audio. Kedengarannya membosankan, tapi dia terus melakukannya karena tanggung jawabnya. Jadi meskipun Sorata mengirim pesan, aku tidak bisa memberinya pada Tuan Ryuunosuke. Maaf atas gangguan ini, kuharap kau mengerti.

- Dari Maid-chan yang juga bertanggung jawab sebagai sekretaris~」

Maid-chan[11] adalah AI[12] yang dikembangkan oleh Ryuunosuke untuk menjawab pesan secara otomatis. Sorata tidak tahu jelas bagaimana dia dibuat, tapi Maid-chan benar-benar emosional, dan sangat cerdas. Dia memiliki cara bicara yang tidak terlalu formal, dan sedikit membuat kesalahan ejaan di sana-sini. Meski begitu, balasannya sangat akurat dan cocok.

Dan itu sangat menarik, terkadang dalam waktu senggangnya, Sorata sering meminta nasihat soal kehidupan darinya, bahkan dia pernah mencoba menggodanya.

Tapi sekarang bukan waktu yang tepat untuk bermain-main dengan penjawab pesan otomatis.

Dia mengirim pesan lagi, dan berharap balasan lain.

Kali ini dia langsung mendapat balasan dengan sekejap.

「Kalau kau terus mengganggu, akan kukirimkan virus kepadamu. (Hihi)

- Dari Maid-chan yang mampu membuat virus~」

"Wah, gawat!"

Takut ada apa-apa, Sorata langsung mengirimkan pesan minta maaf.

Dia telah mengirimnya sebelum mendapat sebuah program yang dapat menghancurkan sistem ponselnya, mengubah ponsel barunya jadi sampah.

「Baguslah jika kau sudah mengerti. Ah... tapi sayang sekali aku tidak bisa memakai virus ini, padahal aku sudah berjuang keras membuatnya.

- Dari Maid-chan yang berharap menjadi manusia~」

Sorata mengirimkan pesan minta maaf lagi, dia merasa harus lebih berhati-hati kepada AI ini. Kemudian dia menghela nafas...

"Ah... semua murid dan guru di sini benar-benar aneh. Aku benar-benar harus segera keluar dari sini, pikiranku lama-lama rasanya jadi gila... Aku hanya ingin kembali ke kehidupanku yang biasa..."

"Seseorang tolong aku."

Dia melihat foto yang diberikan padanya.

Seorang gadis yang berkulit putih itu mengenakan topi jerami yang besar dengan pakaian yang putih bersih. Ekspresinya pucat, dan meskipun dihadapkan pada kamera, dia tidak tersenyum. Dia memiliki ekspresi yang kosong, dan sepertinya dia menatap pada sesuatu yang ada di balik lensa kamera.

Mungkin karena ekspresi kosong yang terlihat darinya, Sorata merasakan rasa sakit di dalam dirinya.

Gadis itu mengingatkan Sorata pada sesuatu.

Lalu kucing di sebelahnya mengeong.

"...Begitu, dia mengingatkanku pada saat pertama kali aku menemukan kalian."

Sambil melihat kucing meringkuk di kakinya, dia membayangkan seorang gadis kecil duduk menatapnya dari dalam kardus. Itu saja sudah cukup membuat Sorata hampir jatuh pingsan.

Bagian 2[edit]

Jalan tercepat dari Sakurasou menuju stasiun adalah melewati 'Lajur Perbelanjaan Bata Merah'. Itu ada tempat yang luar biasa, bergaya retro, dan tempat bersejarah. Dilahirkan dan dibesarkan di sini, Sorata mengingat jalan ini sebagai salah satu dari tempat-tempat dia bermain ketika masih kecil. Karena itu, kebanyakan orang di sini menyapanya ketika dia pergi melewati jalan-jalan tersebut.

Penjual ikan akan berkata :

"Oh, bukankah kau si bocah Kanda? Ikan makarel hari ini bagus sekali."

Pemilik dari toko daging di ujung depan akan berkata:

"Yaaahaaa, kau Sorata? Apa yang ingin kaubeli hari ini? Aku bisa memberimu sepotong kroket, ada di dalam rumah."

Sorata tidak membeli apapun, tapi dia mengambil kroket yang ditawarkan oleh wanita baik tersebut.

"Sorata, lama tak melihatmu. Sekolahmu sekarang di Suiko, 'kan?"

Itu adalah temannya dari SMP yang menjaga toko sayuran sekarang.

Ikatan kekeluargaan yang menghilang di kota-kota urban masih ada di jalan ini.

Mungkin mengembangkan ulang jalan ini tidak akan memberi keuntungan lebih bagi siapapun. Selain itu: Semua orang menyukai kota dari Institut Seni Suimei sebagaimana adanya.

Sekitar tiga tahun yang lalu, sebuah supermarket besar baru dibuka yang menawarkan harga murah dan produk yang lebih beragam. Akan tetapi, Sorata tetap menyayangi lajur perbelanjaan ini. Ini adalah tempat yang membuat nyaman baginya.

Dan perasaan seperti inilah orang-orang yang tinggal di sini, yang menyokong lajur perbelanjaan hingga saat ini rasakan.

Mengisi mulutnya dengan kroket, Sorata tiba di stasiun sebelum dia menyadarinya.

Sekalipun stasiun tersebut dinamai Stasiun Institut Seni, bahkan membutuhkan waktu lima belas menit bagi orang dewasa untuk berjalan dari sini ke institut. Setiap tahun akan ada murid tak dikenal yang terburu-buru ke sini pada menit terakhir, akan jatuh korban dan meratapi kesialan mereka. Ini telah menjadi cerita terkenal di sekitar sini.

Hanya ada satu penghalang di stasiun, jadi warga di sisi lain harus berjalan melintasi penyeberangan untuk membeli tiket, yang sangat tidak praktis.

Sorata menunggu di pagar bulat baja yang berada di depan pembatas.

Dia mengeluarkan foto yang ada di dompetnya dan melihat kembali gadis tersebut.

"Namanya adalah Mashiro Shiina."

"Nama yang aneh."

"Chihiro bilang dia adalah sepupunya, tapi perbedaan umur mereka terlihat besar."

Ketika dia sedang merenungkan ini, kereta selanjutnya telah memasuki stasiun.

Umumnya murid-murid SMP dan SMA akan turun dari kereta dalam kelompok-kelompok sekitar waktu ini, yang merupakan waktu setelah sekolah. Akan tetapi, sekarang libur musim semi. Hanya ada beberapa penumpang tak dikenal yang tidak dapat ditebak umur dan apa yang mereka lakukan dari penampilan mereka.

Tapi, Sorata mengenali sebuah wajah dari antara mereka. Pemilik wajah tersebut juga mengenalinya. Dia melebarkan matanya dengan terkejut dan berjalan ke arahnya dengan langkah-langkah ringan.

"Apa yang sedang kau lakukan di sini? Kau tidak sedang menungguku, 'kan?"

"Tidak."

"Tentu saja tidak."

Mitaka Jin tersenyum. Sorata tidak berpikir ada sesuuatu yang lucu padahal.

Jin memiliki rambut berwarna cokelat, bertubuh tinggi dan ramping. Seseorang bisa merasakan keberaniannya ketika di berada dekatnya, tapi kelembutan adalah apa yang ia pancarkan secara keseluruhan.

Kacamata bersih dan mengkilap yang ia kenakan memberi kesan intelektual. Dia tampan sempurna, bahkan menurut pendapat Sorata.

Karena inilah Sorata dapat mengerti mengapa Jin begitu populer. Bukan hal yang mengejutkan untuk melihat tanda ciuman di lehernya, ini adalah kebiasaan.

Jin tinggal di kamar Sakurasou nomor 103. Kelebihannya adalah menebak ukuran tubuh dari wanita yang berpakaian.

“Apa yang sedang kaupegang di tanganmu? Wangi sekali.”

Jin mengintip ke dalam tas kecil berisi kroket. Rasa ingin tahu seorang anak kecil muncul di wajahnya, meskipun tingkahnya yang tidak membingungkan dan dewasa.

“Ini adalah kroket yang tukang daging berikan saat aku dalam perjalanan ke sini.”

“Hebat. Tolong beri aku beberapa. Aku baru makan sarapan hari ini.”

Jin memenuhi mulutnya dengan kroket, kelihatannya dia memakannya dengan antusias.

“Kau hebat, Sorata.”

“Eh?”

“Kau bisa mendapatkan kroket enak ini hanya dengan berjalan melewati jalur perbelanjaan. Kau benar-benar jenius. Aku salut padamu.”

“Kau lebih luar biasa karena kau bisa membuat para wanita hamil hanya dengan berjalan saja.”

“Hei. Aku sudah menggunakan tindakan pengamanan.”

“Dan bukankah anime Misaki-senpai[13] diterima dengan baik?”

Jin menulis naskah anime tersebut bagaimanapun.

“Itu hanya karena dibuat oleh Misaki. Dia sudah gila sejak lama. Mmm… Ini enak. Aku suka kroket di sini.”

Merasakan bahwa Jin ingin mengubah subyek pembicaraan, Sorata berhenti menggali lebih jauh dengan pertanyaannya.

“Akan kusampaikan rasa terima kasihku pada wanita yang telah memberiku kroket nanti. Biar kukatakan padanya bahwa kaulah yang memujinya.”

“Tepat. Kau warga di sini.”

“Ya.”

“Lalu kenapa kau masih harus tinggal di asrama?”

“Kenapa kau menanyakan pertanyaan itu pada saat ini? Tapi jangan dipikirkan, bukan hal yang khusus.”

Itu terjadi sekitar setahun yang lalu. Itu adalah hari ketika dia mendapatkan hasil dari tes masuk SMA-nya.


Sorata bahkan tidak pernah bermimpi bahwa dia akan diterima masuk ke sebuah institute. Untuk merayakannya, dia pergi karaoke dengan teman-temannya, menyanyi dan bermain-main dengan luar biasa senangnya.

Bernyanyi hingga tengah malam dan pulang sesudahnya, dia disapa ayahnya yang sedang berdiri di ruang tamu seperti Nryana[14].

“Kau sudah menjadi seorang murid SMA. Ayah pikir ayah akan memberimu hak untuk memilih.”

“Apa?”

“Antara kau ikut dengan kami ke Fukuoka, atau tinggal di sini sendirian.”

Apa yang ayahnya katakan sambil menyilangkan lengannya di depan dada sama sekali tidak bisa dicerna.

Sorata melihat tanpa daya pada ibunya yang sedang mencuci piring sambil menyenandungkan sebuah lagu.

“Yah, ayah tiba-tiba dipindahkan ke kerja yang baru.”

“Oke. Lalu?”

“Jadi kau akan memilih untuk ikut dengan kami atau tinggal di sini.”

“Tunggu. Bukankah ayah akan pergi ke sana seorang diri?”

“Apa yang kaubicarakan? Nak, jika ayah melakukannya, ayah akan kesepian.”

“Ayah seharusnya menahan diri berbicara hal mengerikan seperti kesepian, Ayah!”

“Dan, ayah juga akan membawa ibu dan Yuuko dengan ayah.”

“Kenapa ayah tidak membawaku juga?”

“Karena kau ada atau tidak, tidak ada efeknya pada ayah kesepian atau tidak.”

“Oh, begitukah? Bagaimana dengan sekolah Yuuko?”

“Dia sudah mengganti sekolahnya.”

“Itu terlalu cepat!”

Meski begitu, Sorata tidak keberatan. Dia bisa mendapatkan kehidupan yang mandiri seperti yang dia inginkan pada akhirnya.

“Ngomong-ngomong, ayah sudah pergi ke agen real estate dan telah memutuskan untuk menjual rumah ini.”

“Tunggu! Ayah memutuskan terlalu cepat!”

“Ayah sudah memutuskan untuk mengakhiri hidup ayah di dunia yang dipenuhi dengan Mentaiko ref>Mentaiko (明太子): Telur ikan kod yang dibumbui saus cabai merah.</ref>."

“Apa ayah sudah gila?! Sadarlah! Dunia dipenuhi dengan Mentaiko? Segera minta maaf pada Fukuoko! Ada lebih banyak hal-hal bagus di situ!”

“Tenang. Ayah mendukung Hawk[15].

“Siapa peduli?!”

“Ibu, aku tidak tahan lagi. Aku sama sekali tidak bisa berbicara pada anakku yang dalam masa pubertas. Aku tidak pernah tahu bahwa masa pubertas begitu sulit.”

“Tunggu sebentar! Kenapa ayah ingin menghentikan pembicaraan kita seakan-akan ini semua salahku?!”

Ayahnya pergi dan memasuki kamar mandi dengan terburu-buru, terlihat tidak ingin bicara lagi. Tapi Sorata tidak ingin berlari mengejarnya. Bagaimanapun, siapa yang mau melihat ayah mereka telanjang?

Ibunya kemudian duduk di depannya.

“Jadi, apa yang akan kaulakukan? Ini adalah sebuah pilihan seumur hidup.”

“Apakah brosur promosi masih ada? Berapa biayanya untuk tinggal di asrama?”

“Disebutkan biayanya lima puluh ribu yen untuk sarapan dan makan malam.”

Ibunya menyunggingkan senyuman jahat di wajahnya.

“Sial. Masih ada jalan jika aku pergi bekerja atau sesuatu.”

“Eh. Kenapa? Kenapa? Kenapa Onii-chan[16] tidak ikut bersama dengan kita?”

Adiknya Yuuko dibalut piyama merah muda kekanak-kanakan tiba-tiba menyela.

Dia menangkap tangan Sorata dan merengek: ‘Kenapa? Kenapa?’ Kemudia dia berguling-guling di lantai.

“Aku ingin bersamamu, Onii-chan. Apa kau tidak peduli tentang berpisah denganku? Tidak bisa dipercaya!”

Adik Sorata akan masuk di tahunnya yang kedua di SMP bulan April ini, tapi sifat kekanak-kanakkannya cukup mengkhawatirkan. Kondisi tubuhnya lemah sejak lama, dan karena itulah dia selalu bergantung pada Sorata untuk melindungi dan memperhatikannya. Oleh sebab itu orang pertama yang akan tidak setuju dengan keputusan ayahnya adalah adiknya.

“Aku tidak mau meninggalkan sekolah yang susah payah kucoba masuki juga.”

“Satu-satunya motivasimu untuk masuk sekolah itu adalah karena sekolah itu adalah yang terdekat dengan rumah kita! Kalau begitu, temukan sekolah terdekat di Fukoako sudah cukup! Bagaimanapun, motivasimu tidak murni!”

Setelah itu, Yuuko tetap tidak mau menyerah. Dia terus menerus mencoba untuk membujuk Sorata, mencoba untuk membawanya serta bagaimanapun caranya.

Yuuko melihat tatapan Sorata yang tak tergoyahkan dan hampir menangis. Sorata merasa sangat tidak nyaman dengan hal ini. Pada akhirnya, Yuuko terdiam karena perkataan ibunya:

“Baiklah. Berhenti begitu keras kepala, kalau tidak kakakmu akan membencimu.”

Dia sudah menjadi ibu Yuuko selama tiga belas tahun bagaimanapun. Dia tahu bagaimana mengatasinya.

“Aku mengerti… Aku akan merelakan Onii-chan kalau begitu…”

Yuuko kembali ke kamarnya, dengan mata yang seperti kuda poni yang dijual.

Keesokan harinya, Sorata telah menyelesaikan prosedur untuk memasuki Suiko dan untuk tinggal di asrama. Di sisi lain, keluarganya sibuk bersiap-siap untuk pindah.


Ini terjadi baru setahun yang lalu, tapi Sorata merasa seperti belum lama terjadi.

Ketika dia mencapai akhir cerita, Jin tertawa terbahak-bahak.

“Keluargamu benar-benar membuat iri.”

“Itu semua karena ayahku yang bodoh.”

“Tapi setidaknya bukan karena alasa serius. Aku tidak siap untuk cerita yang tragis.”

“Seperti keluarga yang terpecah, atau ayahku yang menghilang.”

“Tepat.”

Jin tersenyum tulus. Dia pasti menggunakan wajah ini untuk melumpuhkan para wanita, pikir Sorata.

“Jadi, apa yang kaulakukan di sini?”

“Ah, ini.”

Sorata menunjukkan foto yang dia dapatkan dari Chihiro pada Jin.

“Gadis yang sangat manis.”

“Ya.”

“Dia sekitar lima tahun, ‘kan?”

“Aku juga berpikir begitu.”

“Apakah dia adikmu?”

“Bukan.”

“Yeah. Oke. Aku mengerti.”

“Apa yang kaumengerti?”

“Pergilah ke kantor polisi, Sorata. Akui bahwa kau adalah seorang pedofilia. Dan katakan pada mereka kaulah pelaku dari hal-hal mesum yang diduga terjadi di sini. Aku akan pergi denganmu.”

“Apa yang kaukatakan dengan wajah serius seperti itu?! Bukan itu maksudku! Ini hanya karena Bu guru yang menginginkanku untuk pergi ke stasiun dan menyambut gadis ini!”

“Apa? Itu yang terjadi? Membosankan.”

“Apa kau pikir lebih menarik jika aku adalah seorang mesum?”

“Itu lebih menarik daripada kenyataan membosankan di mana kita berada, ‘kan?”

Sorata tidak dapat menebak keseriusan Jin mengucapkan perkataan itu dengan ekspresi ini.

Setelah percakapan bodoh mereka berhenti sementara, sebuah taksi hitam melaju masuk ke dalam lingkaran dan berhenti di stasiun taksi sekitar sepuluh meter dari Sorata.

Sorata tidak sengaja menangkap kelebatan seorang gadis muda mengenakan seragam Suiko yang terlihat akrab di bagian bangku penumpang.

Itu adalah sebuah seragam baru, karena dia tidak terlihat terbiasa mengenakannya. Dia memegang sebuah koper coklat di tangannya dan memperhatikan taksi yang pergi dengan ekspresi bosan.

Sekilas, mata berwarna phoenix memberinya kesan penampilan yang dewasa. Tetap saja, dia seharusnya berada di generasi yang sama dengan Sorata karena dia memakai seragam yang sama.

Kulit putih pucatnya terlihat mewarnai sekeililingnya dengan warna putih.

Begitu terpesonanya pada pemandangan menakjubkan ini, mata Sorata terpaku pada gadis itu, memblokir semua hal lainnya di pikirannya, dan hanya memiliki dunia putih tanpa batas di hatinya. Dia mulai sedikit demi sedikit tidak dapat melihat hal lain di sekeliling gadis itu, dan menjadi kesulitan bernapas. Dia bahkan lupa di mana dia berada pada saat ini.

Gadis muda itu terlihat seakan dia sedang berdiri di atas sebongkah besar gletser sendirian. Sorata telah budak dari pemahaman keliru tersebut.

Sakurasou v1 p045.jpg

“Gadis itu terlihat unik. Iya ‘kan, Sorata?”

“[…]”

“Sorata?”

Sorata merasa bahwa Jin mengatakan sesuatu, tapi dia tidak memperhatikan yang dikatakannya.

Gadis tersebut berjalan perlahan ke arahnya perlahan dan tenang. Jika seseorang ingin menggunakan kucing untuk menggambarkannya, gadis itu seperti seekor kucing Iriomote[17]... Dia memiliki kelimpahan dari dalam dan memberi perasaan keberadaan yang kuat, namun juga memiliki atmosfir berbahaya di sekelilingnya yang membuatnya menjadi salah satu dari spesies yang terancam punah tersebut. Seakan menghilang di udara yang tipis jika seseorang melihat ke arah yang lain, dia memberi perasaan gelisah kepada siapapun yang melihat dia.

Dia duduk di bangku panjang di sebelah lingkaran dengan tanpa suara seperti sebuah boneka.

Dia kira-kira enam meter jauhnya dari Sorata.

Akibat perasaan gugup yang aneh, Sorata menelan air liurnya.

“Sekalipun dia begitu manis, tidak sopan hanya menatapnya dengan serakah. Aku bisa sangat setuju bahwa dia adalah tipe yang kausuka.”

“[…]”

“Dia memberi perasaan dari seseorang yang orang-orang akan ingin lindungi.”

“Baiklah. Biar kugunakan kekuatan khususku untuk membantumu. Yeah. Tinggi : 162 cm. Berat badan : 45 kilogram. Ukuran tubuhnya dari atas ke bawah adalah 79, 55, 78. Aku tidak mungkin salah mengenai ini. Apa kau khawatir dia serata papan pencuci pakaian? Jangan terlalu pesimis. Karena pinggangnya kecil, ukuran dadanya seharusnya lebih besar daripada yang dibayangkan setelah dia melepaskan pakaiannya. Percaya padaku.”

Sorata akhirnya mulai mendengarkan yang Jin sedang katakan.

“Apa yang kaukatakan, Jin-senpai?”

“Itu karena kau terlalu mudah untuk dimengerti.”

Meskipun dia diseret balik ke realita dari mimpinya, Sorata tidak dapat melepaskan pandangannya dari gadis itu. Wajah gadis tersebut terlihat akrab, karena itu dia mulai mencari jawabannya.

Yang mengejutkan, jawabannya ditemukan dengan sangat cepat.

“Ah. Ya.”

“Oke. Oke. Kau tidak perlu merasa malu.”

“Tidak. Itu dia.”

Dia menjadi semakin percaya pada dirinya sendiri setelah dia mengucapkannya.

“Ha? Kau yang seharusnya kutanya. Apa yang kaubicarakan?”

“Aku selalu berpikir kalau dia akan tiba dengan kereta.”

“Apa otakmu baik-baik saja?”

“Mak. Sud. Ku. Foto. Ini!”

Sorata menunjukkan foto yang dia dapatkan dari Chihiro kepada Jin.

“Aku sama sekali tidak mengerti dirimu.”

“Lupakan saja.”

Sorata bangkit dari pagar besi tersebut dan mendekati gadis yang sedang duduk di bangku tersebut.

“Kau ingin menjadi warna apa?”

Sorata tidak mengenali itu adalah suara gadis tersebut mulanya.

Dia bisa mendengarnya jika dia tidak terlalu memfokuskan diri pada gadis itu.

Mata Sorata bertemu dengan mata gadis itu. Hal tersebut menyebabkan dia ragu-ragu.

“Aku?”

Dia mengangguk ringan.

“Aku tidak pernah memikirkannya.”

“Kalau silakan pikirkan.”

“Aku tidak yakin apa yang akan kupikirkan di masa yang akan datang, tapi hari ini iridescent [18]..."

“Apakah itu warna?”

“Sebenarnya itu adalah sebuah warna yang seperti pelangi. Dengan kata lain itu adalah warna yang ambigu.”

“Itu sangat menarik.”

“Bagaimana denganmu?”

“Eh?”

“Kau ingin menjadi warna apa?”

“Aku tidak pernah memikirkannya.”

“Apa?”

“Mungkin putih untuk saat ini.”

“Itu sama dengan namamu.”

“[…]”

Dia menatap Sorata dengan terkejut.

“Maaf. Aku bukan orang yang mencurigakan. Aku Kanda Sorata, dan Chihiro-sensei[19] menelponku untuk menyambutmu. Kau pasti sudah tahu tentang ini, ‘kan?”

“Ditelepon Chihiro-sensei?”

“Apa-apaan…Sensei benar-benar keterlaluan.”

Sorata mengeluarkan fotonya dan membandingkannya dengan gadis yang di depannya. Tidak mungkin mengenalinya hanya dengan melihat foto tersebut. Sorata dapat mengenalinya karena kesamaan perasaan yang gadis tersebut pancarkan.

Gadis muda di depannya adalah Mashiro Shiina.

“Foto ini dari berapa tahun yang lalu yang sensei berikan padaku? Dia tiga kali dari usia itu sekarang.”


Bagian 3[edit]

“—Haruskah aku membawanya pulang begitu saja ke Sakurasou seperti ini?”

Mashiro Shiina berjalan disebelahnya dengan kecepatan seakan-akan dia siap untuk berhenti kapanpun. Sorata mempertimbangkan apa yang harus dilakukan sambil melihat wajah Mashiro.

Mashiro memiliki tubuh yang kecil, suara yang lemah, pendiam dan kalem, bertampang datar, dan tidak ada ekspresi di wajahnya.

Berdiri di sebelahnya sama seperti berdiri di atas es tipis yang hampir retak.

Dia bagaikan kerajinan dari kaca yang halus yang dapat hancur begitu disentuh.

Itulah kesan yang diberikan Mashiro.

Tiba-tiba dia berkata :

“Sorata, itu tidak buruk.”

“Eh?”

“Kedengarannya bagus. Aku menyukainya.”

Sorata terpana. Pendeknya, Mashiro adalah seorang gadis muda yang mudah tertipu.

Bagaimanapun Sorata melihatnya, Mashiro tidak cocok dengan perasaan dari Sakurasou.

Sakurasou adalah tempat berkumpulnya orang-orang yang melewati akal sehat umumnya dan yang berkepribadian penuh. Itu adalah sarang dari orang-orang yang luar biasa.

Kamiigusa Misaki adalah seorang alien, Akasaka adalah seorang yang tertutup, Mitaka Jin adalah seorang kaisar dari para tukang menginap, bahkan guru, Sengoku Chihiro, adalah orang yang benci untuk melakukan hal yang merepotkan dan melakukan segalanya sekehendak hatinya.

Jin, yang tadinya bersama dengan mereka di stasiun sekarang sudah menghilang.

Gara-gara dia, Sorata terpaksa untuk sendirian bersama seorang gadis yang baru saja dia temui.

Semakin dia ingin mengatakan sesuatu yang pintar, semakin sulit jadinya untuk memikirkan sesuatu untuk dibicarakan.

Ini juga hasil dari pernyataan Mashiro yang terakhir.

Wajah Sorata berubah menjadi merah sepenuhnya.

Akan tetapi, itu adalah penampilannya yang menyedihkan yang membuat Sorata mau memberikan segalanya.

“Jadi…”

“Ya?”

“Kau akan belajar di Suiko?”

Mashiro menggelengkan kepalanya ringan.

“Pindah ke sekolah.”

“Ah, ya… Jadi kau di kelas 2?”

Kali ini Mashiro menganggukkan kepalanya dengan ringan.

“Kita berada di tahun yang sama.”

Matanya yang jernih melihat dari sudut dengan tanpa perubahan ekspresi sama sekali.

Sorata menoleh dengan malu.

Mereka terus berjalan ke Sakurasou dalam keheningan.

“Kelihatannya aku hanya bisa menjadi tamengnya. Lawanku terlalu sulit untuk ditangani,” pikir Sorata.

Mereka bisa melihat atap Sakurasou sekarang.


Tidak lama begitu mereka sampai di Sakurasou, sebuah truk jasa pindahan pergi. Truk tersebut menyalakan mesinnya yang memekakkan telinga dan menghilang menuju stasiun.

Sorata membantu Mashiro untuk menaruh bawaannya di samping gerbang.

“Masuklah.”

Setelah mengatakan itu, Sorata memimpinnya masuk ke dalam asrama.

Setelah itu, Misaki bergegas menuruni tangga dari lantai dua, dengan langkah-langkah seekor predator melihat mangsanya. Tidak. Dia melompat. Dia menahan getarannya dengan kedua tempurung lututnya seperti seekor hewan liar.

“~Selamat datang di Sakurasou~!”

Dia menarik petasan corong di tangannya dengan kasar dan tepat mengenai Sorata yang berdiri di depan Shiina.

Sorata dengan cepat menyerang balik dengan memotong kepalanya dengan tangannya.

“Wuahh! Apa yang kaulakukan pada seorang gadis?!”

“Jika kau menyebut dirimu sendiri seorang gadis, tolong berhenti tidur di kamarku!”

“~Tidak apa-apa! Aku bahkan belum pernah berciuman. Aku adalah produk baru dari kepala hingga ujung kaki ——"

Mashiro menatap mereka dengan kosong.

“Ti-tidak. Senpai hanyalah senpaiku. Kami tidak punya hubungan yang aneh! Tolong jangan punya kesalahpahaman yang mengerikan, oke?”

“~Eh. Apa? Kouhai-kun[20] sudah tertarik pada Mashiro~?”

“Tidak! Tunggu… Bagaimana kau tahu dia adalah Shiina?”

“Baiklah. Jangan cuma berdiri di situ. Cepat bawa dia ke kamarnya.”

“Kaulah yang menutupi jalan kami, oke?!”

“~Aku akhirnya mempunyai seorang tetangga! Akankah dia menginap di tempatku, atau mengundangku menginap di tempatnya? Akankah dia mendiskusikan masalah percintaannya denganku? Wah, aku senang sekali~!”

Mendorong Misaki yang kegirangan minggir, Sorata membawa Mashiro ke lantai dua di mana pria dilarang untuk naik.

Plakat pintu kamar 202 sudah dilabeli dengan ‘Mashiro’s Room’ dan digambari kartun yang membingungkan.

“~Aku membuatnya semalam~”

Misaki muncul tiba-tiba entah darimana dan sekarang mendekati mereka terang-terangan.

“Kau bermain video games semalam.”

Tidak terpengaruh sama sekali, Misaki membuka pintu tanpa izin pemiliknya.

“Krak!”

Mengingat kembali dari ingatan Sorata, tadinya tempat itu adalah sebuah kamar kosong tanpa apapun di dalamnya. Sekarang ada sebuah tempat tidur, sebuah meja rias, sebuah meja tulis, sebuah computer yang terhubung dengan monitor besar, dan pakaian-pakaian yang telah ditempatkan dengan rapi.

“~Bagaimana? Efisiensi kerjaku menakjubkan. Sementara kau pergi, aku telah menyelesaikan segalanya. Ini sangat mengagumkan! Jasa pindahan! Sangat professional‼ Kalian benar-benar profesional~!”

Misaki bersemangat dengan anehnya, menggembungkan dadanya dengan bangga, seakan-akan itu adalah hasil kerjanya.

“Kau tidak melakukan apa-apa sebenarnya.”

“~Aku mengawasi mereka baik-baik dari samping~”

Mashiro yang tadinya akan memasuki kamar memperhatikan percakapan mereka dengan tatapan kosong.

“Shiina… Apa kau benar-benar berencana untuk tinggal di sini?”

“Ya.”

Dia mengatakannya bagaikan angin sepoi. Suaranya kecil, tapi tertata rapid an jelas, seakan suara itu sendiri tidak dapat dibayangkan. Hal yang menyedihkan adalah emosi dalam suaranya tetap datar kapanpun dia berbicara.

Sorata menjadi penasaran hanya dengan melihatnya dari samping. Apa yang salah dengan perasaan aneh yang dia rasakan?

“~Ah. Aku benar-benar senang bahwa kita teman di Departemen Seni~”

Merasa puas dan kagum, Misaki ingin menempel pada Mashiro tapi ditahan oleh Sorata yang menekan kepalanya.

“Shiina. Kau masuk di Departemen Seni?”

Departemen Seni mempunyai tingkat penerimaan yang luar biasa rendah. Seharusnya sulit untuk pindah ke sekolah.

“Ya.”

Mashiro membalas dengan datar dan tenang.

“~Kau terlalu naif dan tak berpengalaman. Kau benar-benar tidak tahu apapun. Informasi adalah kunci untuk memenangkan perang modern. Seseorang sepertimu hanya akan kalah setiap kalinya. Menyedihkan sekali. Aku benar-benar ingin mengikatmu dengan sebuah tali~!”

Sorata mendiamkan Misaki dengan mengatakan ‘terserah’, mencoba membawanya kembali ke pembicaraan sebelumnya.

“Lalu apa yang kau tahu, Senpai?”

“~Mashiro-chan super terkenal di dunia seni desain kontemporer! Katanya dia pergi ke Inggris ketika dia masih kecil untuk menerima pendidikan elit~”

Secara tidak langsung itu menyatakan bahwa dia adalah salah satu dari mereka yang pergi ke sana dan kembali. Kelakuannya yang tidak dapat dipahami, ritme bicaranya yang pelan, dan atmosfir di sekitarnya yang mungkin berasal dari fakta bahwa dia tinggal di luar negeri untuk waktu yang lama.

“~Beberapa dari gambarnya telah dipajang di galeri seni dan memenangkan penghargaan! Gambarnya terlihat memiliki nilai yang tinggi~”

Karena Mashiro tidak membantah yang dikatakannya, ini mungkin yang sebenarnya.

Bagaimanapun, aku tidak begitu mengerti cara kerja di dunia seni.

“Seberapa terkenalnya dia dalam istilah Shinkansen?”

“~Tentu saja dia adalah si ‘Nozomi’~!”

Dengan kedua lengannya dalam posisi akimbo[21], Misaki bersikap bangga: ‘Bagaimana? Apa kau percaya sekarang?’

“Itu karena kau adalah murid dari Departemen Seni bagaimana pun.”

“~Kenapa begitu~?”

“Karena itulah kau tahu mengenai Shiina.”

“Tidak. Aku mendengarnya dari Chihiro kemarin.”

“Lalu kenapa kau masih bertingkah seperti itu!”

“~Aku tetap saja menang sekalipun aku baru mengetahui sedetik lebih darimu. Fuhahahaha~!”

Sorata menjitak kepalanya karena senyuman konyolnya. Akan tetapi, Misaki langsung menahannya.

“~Kau tidak bisa menggunakan jurus yang sama padaku dua kali~”

“Kalau begitu, biar kupukul dahimu secara horizontal dengan belakang tanganku,” pikir Sorata.

“~Wuaahh! Sakit. Kouhai-kun, memangnya kau anak TK yang suka meraba-raba anak perempuan~?”

“Aku tidak punya perasaan apapun terhadapmu, Senpai, kecuali rasa tidak sabaran!”

“~Aku tahu kau sedang mencoba untuk menipu umurmu sekarang. Aku juga tahu kau ingin mencoba membuat dirimu sendiri terlihat seperti orang dewasa pada usiamu! Tapi berbohong bukan cara yang bagus untuk melakukannya! Beberapa saat yang lalu kau mencoba menerobos masuk ke dalam kamar mandi untuk mengintipku ketika aku telanjang dan pada akhirnya bahkan darah menyemprot keluar dari hidungmu! Sudah jelas bahwa kau bergairah ketika melihat tubuh basahku! Namun kau begitu malu… Manisnya~”

“Apa?! Itu hanya kecelakaan karena kau mengabaikan aturan waktu untuk mandi! Akulah korbannya, bukannya kau! Kembalikan sel-sel darah merah dan putihku!”

“~Aku mengejutkan ketika telanjang~!”

“Kau sudah mengejutkan ketika tidak telanjang!”

Sorata tiba-tiba teringat bahwa Mashiro juga ada di sini sehingga ia memindahkan pandangannya kepada gadis itu dengan ragu-ragu bercampur takut. Yang mengejutkannya, tidak ada ekspresi di wajahnya. Dia hanya menatap pada Sorata dan Misaki dengan hampa.

“Eh. Apakah kau membuatmu takut?”

“Kenapa?”

“Percakapan kami barusan.”

Mashiro menelengkan kepalanya, memasang wajah tidak peduli.

Sikapnya yang mempesona membuat Sorata kehilangan kata-kata.

“~’Sial, dia imut sekali…’ adalah apa yang Kouhai-kun ingin katakan, bukan? Itu terlalu terus terang~”

“Tidak bisakah tetap diam meskipun kau mengetahuinya?!”

Sorata mengepalkan tinjunya dan memutar-mutarnya dengan semangat di atas kepala Misaki.

“Aduh. Aduh. Aduh. Aduh. Aduh. Aduh!”

“Kalian masih saja akrab satu sama lain.”

Menolehkan wajahnya ke asal suara tersebut, Sorata melihat Chihiro berjalan ke arah mereka seperti zombie. Kelihatannya dia tidak sukses di acara minum-minum, itu mungkin akibat kutukan Sorata.

Berjalan di belakang Chihiro adalah Jin yang menghilang saat di stasiun. Jin menatap Sorata dan Misaki dengan perasan buruk, memeluk tas belanja dengan kedua tangannya. Di dalamnya terdapat masakan hospot, makanan ringan, dan jus.

Setelah mata Jin bertemu dengan mata Sorata, dia dengan terampil tersenyum dengan menarik ujung-ujung bibirnya.

“Pesta penyambutannya pastinya memerlukan barang-barang ini.”

“Sensei, kau kembali lebih cepat. Jadi, apakah kau menemukan seorang suami pada akhirnya?”

“Beraninya kau memandang rendah padaku. Bahkan tidak ada seorang dokter pun! Mereka semua bohong! Beraninya mereka menipu tentang pengalaman mereka.”

“Sensei, kau juga berbohong tentang umurmu. Kau tidak lebih baik dari mereka.”

Chihiro pernah berkata bahwa dia selamanya dua puluh tujuh saat acara minum-minum.

“Sial! Aku benar-benar berharap setiap orang yang beruntung akan mati.”

“~Chihiro. Berjuanglah. Kouhai-kun bilang jika kau tidak dapat menemukan seorang suami, dia akan menjadi suamimu~”

“Aku tidak pernah bilang begitu!”

“Kau benar. Itu akan bisa diterima setelah lima tahun lagi.”

“Tidak akan pernah!”

“Tapi, aku tidak pernah berpikir dia akan benar-benar datang.”

Chihiro memindahkan pandangannya ke Mashiro, menyuarakan apa yang Mashiro sekarang pikirkan. Chihiro menatap Mashiro lekat-lekat, supaya dia yakin dia benar.

“Yah…”

Mashiro membalas dengan suara yang sangat kecil.

“Sensei, bisakah aku menanyakan sesuatu tentang itu?”

“Satu-satunya yang kuinginkan sekarang adalah untuk menghajar orang, jadi buatlah singkat.”

“Kalau begitu satu pertanyaan saja.”

Sebenarnya Sorata memiliki banyak sekali pertanyaan yang dia ingin tanyakan.

Contohnya, kenapa seseorang datang kemari ketika dia sudah mempelajari seni di luar negeri? Juga ada banyak pertanyaan tentang orang tua gadis itu.

Sorata memilih pertanyaan yang paling dia perhatikan di antara timbunan pertanyaan.

“Kenapa Shiina pindah ke Sakurasou? Pastinya ada kamar kosong di asrama yang biasa.”

“Apakah aku bahkan perlu menjelaskannya?”

“Tidak. Kurasa tidak.”

“Itu karena ini adalah tempat yang paling cocok untuk Mashiro.”

“Ah?”

“Kau akan tahu setelah beberap waktu, terutama kau.”

Pada akhirnya, Sorata tetap tidak mengerti alasan di balik kerlipan cahaya samar di mata Chihiro.


Bagian 4[edit]

“Aku ngantuk sekali. Aku benar-benar ingin tidur sekarang.”

Sambil mempertimbangkan mengapa hari ini bukan bagian dari libur musim semi, dia bangkit dari tempat tidurnya dengan enggan.

Alasan dari kekurangan tidurnya adalah kesalahan Misaki. Akhir-akhir ini segalanya yang berjalan salah menjadi kesalahannya. Baik itu pemanasan global, bencana pangan, naiknya harga dolar di Jepang, atau pensiunnya jet concorde dan Speed Express. Semuanya adalah salah Misaki, pasti begitu.

Alasan dari terlambat tidurnya adalah karena pesta selamat datang untuk Mashiro. Chihiro masih belum bisa melupakan kejadian di acara minum-minum dan mengunci dirinya di kamarnya seperti Akasaka Ryuunosuke. Sebagai hasilnya, Sorata, Misaki, dan Jin-lah yang bertanggung jawab untuk menyambut Mashiro.

Di sekeliling masakan hospot yang dipersiapan Jin, Misaki berbicara tanpa henti sedikitpun bahkan tanpa lelah. Di sisi lain, Sorata menjadi tameng Mashiro untuk melindunginya dari bahaya. Meskipun Mashiro tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa dia jengkel karena Misaki, dia tidak sedikitpun berubah karena lelucon lucu Jin, jadi sulit untuk mengetahui yang dia rasakan.

Walaupun berbeda dari kebanyakan orang di banyak tempat, dia pada dasarnya murni dan pendiam, seakan dia dapat menghilang, jika seseorang tidak memperhatikannya baik-baik. Ini adalah kesan baru yang Mashiro berikan pada Sorata. Jika Sorata tidak melindunginya dengan cermat, dia mungkin tidak akan selamat di Sakurasou. Sorata berjanji pada dirinya sendiri untuk melindunginya bagaimanapun caranya.

Setelah menyelesaikan santapan terakhir, campuran bubur, Misaki menggambar seorang acrobat, yang berjungkir balik mundur dengan kedua tangannya pada sebuah batang besi mendatar, pada sebuah buku teks bahasa Inggris yang tidak pernah dia gunakan selama tiga tahun sebagai sebuah kesenangan. Kualitas dari gambarnya sebanding dengan gambar-gambar di anime.

Setelah itu, Mashiro mengeluarkan sebuah buku sketsa dari kopernya dan menggambar ketujuh kucing di sekitarnya.

Begitu Sorata melihat gambar itu, lukisan itu membuat ngeri karena ketujuh kucing di buku sketsa tersebut terlihat seakan mereka akan bergerak, dan mereka bahkan terlihat lebih hidup daripada yang nyata.

Gambar itu sekarang digantung di dinding kamar Sorata.

Bagian ini berakhir pada pukul setengah dua belas. Akan tetapi, Sorata dipaksa Misaki untuk bermain video game dengannya hingga saat ini.

Dia tidak dapat mengingat kapan dia jatuh tertidur, tapi setidaknya itu adalah keajaiban bahwa dia terbangun di tempat tidurnya sekarang dan tidak melihat Misaki di sekitarnya. Dia samar-samar ingat Jin yang menarik Misaki menjauh dan memintanya untuk tidur di kamarnya sendiri. Meski demikian, dia tidak dapat membedakan apakah itu mimpi atau kenyataan.

Baru saja dia keluar dari kamarnya, sebuah suara datang dari pintu.

Dia melihat ke kejauhan.

“~Aiyaahh!~”, seru Misaki dengan kencang ketika dia bergegas keluar. Sorata penasaran apakah ini karena dia begitu bersemangat dengan semester baru. Kenapa Misaki begitu lincah? Merasa itu tidak adil, Sorata teringat dia dipermainkan semalam, sehingga dia memutuskan untuk melihat dengan penuh perhatian pada roknya, melihat samar-samar celana dalam berwarna biru laut, tapi dipukul dengan keras di kepala oleh Jin di belakangnya.

Misaki telah menghilang, tapi kepala Sorata tetap terasa sakit.

“Jangan terangsang begitu di pagi hari.”

Jin dengan cepat berjalan ke ruang makan, menghilangkan kesempatan Sorata untuk mengeluh.

Lalu Chihiro berjalan ke arahnya.

“Sensei, kau lebih awal hari ini.”

Sekarang baru pukul setengah delapan, dan masih ada cukup waktu, sejam sebelum sekolah dimulai.

“Kanda, ingat ini: Seorang pria menjadi kuat setelah mendapat berbagai macam pengalaman.”

Sekalipun dia tidak dapat mengerti apa maksud sebenarnya, dia menerka Chihiro sedang menyinggung tentang acara kumpul-kumpul semalam. Dan Sorata memutuskan untuk tidak membahas tentang hal itu.

“Bisakah kau menangani Mashiro? Kau hanya perlu membawanya ke ruang staff.”

“Ya. Ini adalah hari pertamanya di sekolah bagaimanapun. Aku akan menunjukkan jalannya.”

Chihiro mengulurkan tangan dan mendorong dada Sorata dengan jarinya.

“A-apa?”

“Apa kau benar-benar akan membawanya ke sana? Apa kau akan memikul tanggung jawab tersebut untuk membawanya bersamamu?”

“Kubilang aku mengerti.”

“Baiklah. Akan kuserahkan hal ini padamu!”

“Sial. Entah bagaimana ini terasa menjijikkan.”

Mulanya dia berpikir Chihiro akan membalasnya, tapi yang mengejutkan, Chihiro hanya menjauh setelah mendengus, “Hng. Hng”.


Melihatnya pergi, Sorata melihat ke jam dinding: 7:40 A.M..

Dia tidak dapat mendengar napas Mashiro dari lantai bawah, jadi dia berpikir akan lebih baik untuk membangunkannya.

“Seingatku, dilarang bagi para laki-laki untuk naik ke lantai dua.”

Lantai berkeriat-keriut ketika Sorata berjalan melewati tangga, membuatnya sedikit gelisah. Pikirannya mulai membayangkan bagaimana Mashiro akan muncul dengan piyamanya dan tidur. Ini menciptakan antisipasi aneh padanya.

Sorata bukanlah jenis orang yang mengalami kesulitan menghadapi para gadis. Itu berkat Misaki yang memberinya imunitas. Lagipula, bisakah seseorang memperhitungkan Misaki sebagai seorang perempuan? Jika seseorang menanyakannya, Sorata mungkin akan mengatakan bahwa Misaki lebih mirip alien.

Berjalan ke pintu kamar Mashiro, Sorata berada di puncak kegelisahannya. Abdomennya mulai berputar-putar di tengahnya.

“Apakah aku…takut?”

Dia ingin menenangkan dirinya sendiri. Meski demikian, suaranya terdengar berhati-hati dan menjadi lebih janggal.

“Hey! Shiina! Jika kau tidak bangun, kau akan telat.”

Sorata merasa panggilannya yang aneh sia-sia.

Tidak ada jawaban. Sorata penasaran apakah dia mendengarnya atau tidak.

Dan kemudian Sorata mulai mengetuk pintu kamar.

“Shiina! Bangun! Ya ampun, dia sama sekali tidak merespon.”

Dia mengetuk pintu dengan lebih kuat. Knok, knok, knok.

Kenyataan kejamnya adalah respon yang dia dapat hanyalah kesunyian.

Dia memegang gagang pintu, tiba-tiba menyadari apa yang akan dia lakukan.

“Tidak, tidak, tunggu, tunggu. Ini bukan kamar Misaki-senpai. Bagaimana mungkin tidak terkunci?”

Untuk memastikannya, dia memutar gagang pintu dengan ringan, tidak ada halangan yang terasa.

Dengan perasaan ini, dia yakin pintu tersebut tidak terkunci.

“Sudah kukatakan, ini bukan kamar Misaki-senpai. Membukanya tanpa pemberitahuan akan buruk…”

Walau berkata begitu, tidak akan ada yang terjadi jika dia hanya memanggilnya dari luar.

“Tidak ada cara lain selain melakukannya.”

Tanpa arti, dia mencari alasan untuk dirinya sendiri sementara memegang gagang pintu.

Dengan perlahan dia memutar gagang pintu tersebut, mengintip lewat celah kecilnya.

“Eh?”

Tanpa kata-kata, dia membuka pintu dengan lebar tanpa sadar.

“Apa yang terjadi?”

Berpikir dia masuk ke kamar yang salah, dia memeriksa nomor pintu kamar dengan kebingungan. Kamar 202. Itu sudah kamar Mashiro. Benar. Dia benar. Bingo.

Tetapi, apa yang di hadapannya sama sekali berbeda dari yang dia kemarin.

Ada pakaian, baju dalam, buku-buku, dan komik-komik bertebaran di lantai. Karpetnya menghilang. Kamar tersebut terlihat seakan habis disapu badai.

Sebuah alarm bordering di kepalanya: “Apa yang terjadi?”

Yang diikuti dengan kata ‘pencuri’.

Darahnya berdesir ke kepalanya dan tubuhnya mulai keringatan.

“Hei, Shiina!”

Dia menerobos masuk ke dalam kamar dengan panik.

Mashiro tidak ada di atas tempat tidur atau di lantai. Dia tidak terlihat di manapun.

Setiap kali dia mencari, dia semakin panik.

Kamar tersebut berantakan dan Mashiro tidak ada di dalamnya.

Ini adalah situasi yang membuat putus asa.

Dengan kedua kakinya gemetar, Sorata berpegangan pada meja untuk menopangnya. Monitornya menyala ketika Sorata tidak sengaja menyentuh mouse-nya. Cahaya yang tiba-tiba membuat Sorata memekik sedikit.

Dia melihat ke monitor tersebut dengan marah.

Dalam tanda kurung besar yang terpotong adalah sebuah gambar pria tampan yang sedang merayu seorang gadis. Dia memegang wajah bersemu merah gadis tersebut dan mendekatinya perlahan. Gambar tersebut hebat dan dibuat dengan baik. Rasio dari kepala dan tubuhnya cukup seimbang sehingga keseluruhan gambar tidak terlihat nyata. Bagaimanapun, beberapa garis terlihat terlalu banyak dan terlalu panjang.

Tidak peduli bagaimana melihatnya, itu terlihat seperti sketsa manga shoujo[22] untuknya.

“Kenapa Mashiro…”

Dia tidak dapat menyimpulkan apa yang sedang terjadi. Pikirannya berhenti berfungsi. Sesuatu bergerak di kakinya.

Ketakutan, dia melompat mundur dan mengintip ke tempat di bawah meja dengan hati-hati.

Bergelung di tempat sempit di bawah meja, Shiina Mashiro dengan bahagianya tidur dengan selimut dan pakaian membungkusnya. Tempat tersebut seperti sarang seekor hamster.

Sorata menghela nafas lega. “Syukurlah,” pikirnya. “Bagaimanapun, ini bagus. Tidak, ini sangat bagus.”

Dia memperhatikan sekeliling kamar lagi.

Dia merenungkan di kepalanya apa yang sebenarnya telah terjadi. Tiba-tiba sesuatu muncul di depan matanya. Jika bukan seorang pencuri, maka hanya ada satu jawaban yang tersisa.

“Hentikan. Biar kupikirkan sebentar.”

Sorata bukan mencoba mengucapkan ini pada siapapun. Dia menutup matanya dan berusaha keras menemukan alasan yang masuk akal.

“—Alasan untuk ini adalah karena dia tidak terbiasa hidup di Jepang.”

“Tapi bagaimana mungkin warganegara di negara manapun bermain permainan angin badai di kamarnya sendiri?”

“—Mungkin karena kebiasaannya tidur hanya sedikit buruk.”

“Bagaimana caranya kebiasaan tidurnya buruk? Dia tertidur di bawah meja.”

“—Dia pasti sudah dikuasain alien.”

“Kelihatannya tidak mungkin begitu.”

“—Kau mengingatkanku, mungkin ini semua mimpi. Sorata, kau masih di alam mimpi.”

“Ah. Aku mengerti sekarang. Kau benar. Ini adalah kemungkinan yang paling masuk akal,” pikir Sorata.

Menjelaskan hal ini kepada dirinya sendiri dan mengizinkan dirinya sendiri, Sorata keluar dari kamar Mashiro.

Dia menutup pintu belakang tangannya dan menarik nafas dalam-dalam.

Sekarang waktunya dia untuk bangun dari mimpinya.

Setelah memantapkan hatinya, dia membuka pintu tersebut.

Tidak berapa lama, Sorata mengangkat kepalanya. Tentu saja, kamar tersebut sama saja dengan dia lihat sebelumnya.

Ini adalah sebuah gambaran mustahil untuk mempercayai bahwa seseorang benar-benar tinggal di sini.

Walaupun Mashiro sedikit berbeda dari orang-orang biasa di beberapa tempat, Sorata selalu percaya bahwa gadis tersebut akan berada di kelompok orang-orang di mana Sorata berada. Dia bahkan berpikir dia akhirnya akan menjadi oasis bagi jiwanya…

“…Ya, Tuhan. Apa kesalahanku?”

Walaupun putus asa pada awalnya, Sorata tetap memutuskan untuk berjalan melewati celah-celah di antara pakaian-pakaian dan pakaian dalam menuju meja. Bagi pemuda SMA, melihat pakaian perempuan bertebaran di mana-mana di atas lantai itu sangat tidak menyenangkan, terutama jika itu adalah jelas-jelas pakaian dalam — Itu adalah bagian yang terburuk.

Dia mencoba untuk tidak melihat, tapi pandangannya tetap saja mengambang ke sana.

Berlutut di bawah meja, Sorata memanggilnya dengan hati-hati.”

“Umm…Shiina-san? Apa kau keberatan untuk bangun?”

Dia tidak memberi respon.

“Oi, oi.”

“[…]”

Satu-satunya suara yang dia dengar adalah suara napas tertidur.

“Aku akan sangat senang jika kau bangun—“

“[…]”

Merasa tak berdaya, Sorata mencoba menarik ujung dari selimut, tapi karena Shiina memegangnya terlalu erat, dia merasakan perlawanan. Jadi dia hanya bisa menyerah dan terpaksa mengguncangkan bahu gadis itu.

“Hei. Sudah pagi. Waktunya bangun.”

“…Pagi tidak bisa datang lagi.”

“Tidak, tidak. Sekarang sudah pagi! Jangan katakan hal mengerikan seperti itu.”

Shiina mengangkat kepalanya, terkubur di dalam baju dan pakaian dalamnya, dan menatap Sorata dengan hampa beberapa saat. Hampir semenit, akhirnya matanya bertemu dengan mata Sorata.

“Pagi.”

“[…]”

Rambut bangun tidur Shiina kembali ke dalam sarang lagi.

“Jika kau tertidur lagi, kau akan mati! Gawat sekali untuk telat di hari pertama masuk sekolah!”

“…Aku mengerti. Aku akan bangun.”

“Hei. Tidak disangka kau berpikiran bijak.”

Dengan linglung, Shiina merangkak keluar dari meja dan berdiri.

Selimut dan baju-bajunya jatuh perlahan.

Bahunya terlihat pertama kali. Lalu lengannya yang halus, dadanya yang tak begitu berisi, pinggang yang kecil, dan garis melengkung pantatnya. Segalanya terlihat dengan lengkap di depan mata Sorata.

Dalam sekejap, darah Sorata mendidih.

“Waaaaargh!”

Jerit ratapan Sorata begitu bergema di ruangan tersebut, sehingga dapat dicurigari seseorang telah menemukan darah di air seni mereka.

“Berisik sekali.”

Mashiro menggosok-gosok matanya, bingung.

“Tunggu! Kau, kau, kau! Wuaaaagh!”

“Apa?”

“Pakai bajumu! Kenapa kau telanjang? Kau ini rasa apa?!”

Walaupun sangat terguncang, Sorata masih menggunakan semua akal sehatnya yang tertinggal untuk bicara padanya.

“Untuk apa?”

“Bangun!”

“…Di kamar mandi…”

“Lalu?”

“Melepaskan baju…”

“Baiklah. Kau hanya perlu memakainya lagi.”

“Lepaskan semuanya.”

“Oke! Hentikan! Kau tidak perlu melepaskan semuanya!”

“Jadi kurasa akan baik-baik saja untuk tetap seperti ini.”

“Penafsiran logis macam apa itu?! Kau seharusnya memiliki sedikit rasa tanggung jawab. Juga, pakai bajumu! Apapun, pakai saja!”

Sulit untuk menenangkan dirinya sendiri ketika dia tahu bahwa Mashiro sedang telanjang di belakangnya.

“Waktunya sempit. Langsung pakai saja seragammu!”

Sorata menggali seragam Suiko dari tumpukan pakaian yang berantakan dan melemparnya ke Shiina.

Suara dari baju yang saling bergesekan terdengar dari belakang punggungnya.

Jantungnya terasa hampir meledak.

“Oke?”

Sorata mengatakannya setelah beberapa waktu yang dia rasa cukup.

“Oke.”

“Biar kukatakan, minimal kau seharusnya…”

Sorata memutar kepalanya sambil bicara, namun kemudian mulutnya membeku.

Mashiro hanya menutupi tubuhnya dengan seragam. Kancing-kancingnya tidak terpasang, dan demikian “banyak hal” yang dapat dilihat.

“Di level mana kau pikir ini oke?”

Dia berbalik sekali lagi dan mau tidak mau berlutut dan memegangi kepalanya.

“Apa?”

“Kau seharusnya tahu!”

“Kau ada masalah?”

“Kaulah masalahnya!”

“Yeah.”

“Apa maksudmu dengan ‘yeah’? Cepat pakai bajumu!”

Lalu suara gesekan baju yang lain terdengar. Sorata memutuskan untuk menunggu sedikit lebih lama kali ini karena kejadian sebelumnya.

“Su-sudahkah kau memakai bajumu?”

“Celana dalam?”

“Pakai!”

“Yang mana yang harus kupakai?”

“Jangan buat aku yang memilihkannya untukmu!”

“Kalau begitu itu tidak penting.”

“Kenapa itu tidak penting?! Akan menjadi bencana jika angin bertiup! Pakai! Pakai! Kumohon, pakailah!”

Sorata mengambil celana dalam berwarna hijau terang dari lantai dan melemparkannya ke Shiina, memekik ketika melakukannya.

“Celana dalam ini tidak terlihat imut.”

“Apa kau ingin menunjukkannya kepada seseorang hari ini?!”

“Kurasa tidak.”

“Kalau begitu bertoleransilah dan pakai!”

Berteriak kencang di pagi hari hampir membuat tempurung otaknya meledak.

Melirik ke handphone-nya, waktu sudah menunjukkan pukul delapan lewat lima belas menit.

“Sial. Hei. Shiina. Cepat!”

“Sudah.”

Puas memakai celana dalamnya, rambut Mashiro masih acak-acakan karena bangun tidur. Rambutnya hampir dapat menampung burung-burung kecil, membuat perbedaan besar dari wajahnya yang biasa. Itu benar-benar pemandangan yang tragis.

“Kepalamu! Atau rambutmu, maksudku! Perbaiki itu di kamar mandi! Dan sambil cuci wajahmu ketika melakukannya!”

“Di mana?”

“Bukannya sudah kuberitahu kemarin?! Ikut denganku!”

Bingung, Sorata berjalan ke lantai pertama, tapi Shiina tidak ikut dengannya. Dia datang dari jauh dengan langkah-langkah perlahan.

“Ah. Tunggu. Lepaskan jaketmu sebelum kau mencuci wajahmu!”

Sorata memegang jaket Shiina dan mendorongnya ke kamar mandi. Dia menggunakan waktu senggang tersebut untuk kembali ke kamarnya dan mengganti bajunya sendiri.

Sorata melakukannya kurang dari semenit, dan tas kosongnya dengan segera bergelantungan di pundaknya.

Dia dengan cepat kembali ke kamar mandi; pada saat yang sama, Shiina juga keluar.

Lalu, Sorata kembali mengeluarkan jerit ratapan.

Mungkin karena mencuci wajahnya, bagian dada dari seragamnya basah semua, tembus pandang dan menempel ke dadanya.

Dan karena dia tidak memakai bra, dadanya yang kecil dan ujung-ujungnya terlihat sama sekali.

“Tunggu! Kau! Dengar apa yang kukatakan! Kau seharusnya memakai pakaian dalam atau sesuatu!”

“Itu karena kau tidak membantuku memilihkannya.”

“Itu kesalahanku sekarang? Bukankah itu terlalu aneh?”

Mashiro menelengkan kepalanya sedikit dan menatapnya dengan hampa.

Akal sehat Sorata sama sekali tidak berpengaruh pada gadis itu.

Untuk mempertahankan ketenangannya, Sorata pergi ke kamar mandi untuk mengambil sebuah handuk. Kamar mandi juga dalam pemandangan yang mengerikan. Kerannya menyemburkan air seperti air mancur, dan kamar mandi tersebut banjir.

“Tidakkah kau punya kebiasaan mandi di pagi hari?!”

“Aku tidak mandi.”

“Jangan menjawab begitu serius dengan sesuatu yang konyol!”

“Kau merepotkan.”

“Aku? Apakah akulah masalahnya di sini?”

Sorata menutup keran, mengambil semua handuk yang bisa dia temukan, dan menghamparkannya di atas lantai kamar mandi.

Pada saat ini, apa yang Chihiro katakan kemarin malam muncul di kepalanya.

“—Itu karena ini adalah tempat yang paling cocok untuk Mashiro.”

Dia mengerti maksudnya sekarang.

“—Kau akan tahu setelah beberapa saat, terutama kau.”

“Sial! Guru itu, yang benci diganggu! Teganya dia mendorong segala ke aku!”

Dia mengerti bahwa mengetahuinya sekarang sudah terlalu terlambat, akan tetapi dia masih ingin mengeluh.

“Kita akan terlambat ke sekolah.”

“Oh, lihat siapa yang bicara!”

Teriakan Sorata yang muncul dari kedalaman jiwanya, menembus langit musim semi.


Bagian 5[edit]

Malam itu, Sorata memanfaatkan waktu makan malam untuk melakukan pertemuan Sakurasou demi menyelesaikan masalah besar, Shiina Mashiro.

Pertemuan Sakurasou juga adalah kesempatan bagi semua orang untuk memutuskan aturan-aturan bagaimana mereka hidup bersama.

Segalanya, dari makanan, membeli barang-barang, membersihkan kamar mandi, menangani kebocoran dan sarang lebah. Misi-misi aneh seperti itu diputuskan pada pertemuan ini dari hari pertama.

Alasan pertemuan hari ini adalah untuk menetapkan ‘Tugas Mashiro’ dan menemukan orang yang tepat untuk ditugaskan.

Setelah sekitar sebulan tidak saling jumpa, sekarang mereka berkumpul di sekeliling meja bundar sekali lagi. Searah jarum jam ada Chihiro, Misaki, Jin, Sorata, dan Mashiro.

Akasaka Ryuunosuke, yang menolak untuk meninggalkan kamarnya, berpatisipasi melewati chat room. Dengan sepotong udang goring di mulutnya, Misaki mengetik di keyboard dengan bersuara.

“Ya. Ini bukanlah hal yang spesial untukku untuk menemui semuanya di sini hari ini. Ini hanya untuk mengajak semuanya bersama-sama memecahkan masalah serius di Sakurasou.”

Dibandingkan dengan Arata, yang berbicara dengan suara keras, semuanya terfokus pada makan malamnya masing-masing, tidak memperhatikan apa yang sedang dia bicarakan.

Untuk memulihkan para peserta dari kondisi mereka, Sorata menggebrakkan tangannya ke atas meja bundar, *BAM*!

Sebagai hasilnya, dia telah terlambat pagi itu.

Setelah mencuci wajahnya, membuatnya mengganti baju dengan kemeja yang sewarna dengan pakaian dalamnya untuk mengganti seragamnya yang basah, membuatnya memakai kaus kaki dan sepatu, dan merapikan rambutnya yang berantakan, mereka berdua benar-benar kehabisan waktu.

Mereka kemudian memutuskan untuk menikmati sarapan dengan tenang karena mereka sudah terlambat bagaimana pun juga.

Mereka melewatkan upacara pagi yang membosankan, tapi setidaknya mereka datang tepat waktu pada saat pelajaran oleh guru.

Ketika Sorata membawa Mashiro ke ruang guru, Sorata terkejut oleh kenyataan bahwa Chihiro tidak memarahinya karena terlambat, mungkin karena mereka lebih awal daripada yang dia pikirkan.

Jika Chihiro sudah tahu, bukankah akan jauh lebih baik jika dia langsung memastikan tentang Shiina sejak awal?

Akibat ketegangan di pagi hari, Sorata sama sekali tidak mendengarkan pelajaran dia semester pertama kelas duanya.

Setelah sekolah, Chihiro tetap saja melemparkan pekerjaan perkenalan lingkungan sekolah untuk Shiina pada Sorata.

Ke manapun Sorata membawa Mashiro, Mashiro terlihat sama sekali tidak tertarik. Sebagai hasilnya, Sorata merasa lelah dan tidak mampu selama perkenalan.

Membawa Mashiro kembali ke tempat awal adalah tugas Sorata juga, karena Mashiro bahkan tidak bisa mengingat rute perjalanan yang hanya memakan waktu sepuluh menit.

Setelah berkeliling, Sorata kembali ke asrama. Akan tetapi, Mashiro tidak pulang setelah satu dua jam.

Khawatir, Sorata pergi mencarinya. Dia menemukannya seperti seekor domba yang tersesat di sekolah dan tidak dapat menemukan jalan pulang ke asrama.

Lebih jauh lagi, dia sama sekali tidak menyadarinya dan mengatakan bahwa dirinya sedang kembali ke asrama.

Semuanya menjadi lebih buruk kemudian.

Di perjalanan pulang ke Sakurasou, Sorata, yang sedang bertugas belanja minggu ini, mampir ke minimarket membeli susu untuk Misaki, seperti yang diminta.

Mashiro membuat keributan di sana.

Dia mulai mengambil potongan besar Baumkuchen[23] yang ada di toko sebelum membayarnya. Ketika dia mengambil Baumkuchen tersebut dari lemari makanan secara langsung dan memakannya dengan lahap, Sorata untuk sejenak tidak bisa memastikan apa yang sedang terjadi.

“Umm…Shiina-san? Apa yang kaulakukan?”

“Makan Baumkuchen.”

“Kenapa?”

“Karena aku sangat suka Baumkuchen.”

“Jika segala sesuatunya diperbolehkan asalkan suka, maka tidak diperlukan polisi!”

“Masih ada banyak di sini.”

“Karena itu barang dagangan! Itu ada di sini untuk dibeli!”

Mashiro memiringkan kepalanya, kelihatannya apa yang dikatakan Sorata sama sekali tidak bisa dimengertinya.

“Shiina, kehidupan macam apa yang selama ini kau jalani?”

“Menggambar.”

“Dan?”

“Dan juga menggambar.”

“[…]”

“Dan juga menggambar.”

“Aku sudah mendengarnya! Aku sedang menunggumu untuk mengatakan yang lainnya!”

Ketika manajer toko mendatangi sumber keributan, Sorata merasa sangat malu, menundukkan kepalanya tanpa henti untuk meminta maaf.

“Shiina! Apa yang kauingin aku lakukan?! Memangnya aku sudah berbuat salah padamu sebelumnya?!”

“Apa kau mau sesuap?”

Dengan wajah imut, dia menyobek sepotong, meminta Sorata untuk melebarkan mulutnya dan memakannya dengan suara ‘ah~’.

“Tidak!”

“Ini enak.”

Sebagai hasilnya, Sorata hanya dapat membawa sebuah kantung kosong dan kantung yang setengah berisi lainnya ke kasir untuk membayar makanan tersebut. Manajer toko tersebut hanya tertawa pada gadis yang dianggapnya aneh, karena dia mengenal Sorata. Ini adalah keselamatan pokok yang dapat Sorata harapkan.

“Ini semua adalah episode mengejutkan yang kudapatkan hari ini.”

“Yah. Mau bagaimana lagi.”

Chihiro, yang mengadakan pesta hanya dengan bir-nya, berkata.

“Anak ini hanya mempelajari bagaimana caranya menggambar selama hidupnya, jadi dia sedikit berbeda dengan orang lain.”

“Tidak, tidak. Ini tidak sedikit!”

Sekalipun Mashiro dikatakan berada dalam keadaan yang menyedihkan, dia tidak memperhatikan sedikit pun pada yang sedang mereka bicarakan. Dia dengan cekatan mengupas kulit dari udang goreng dengan sumpitnya, dan kemudian meletakkan kulit udang itu ke piring Sorata dengan keanggunan yang mengejutkan.

“Apa yang sedang kaulakukan?”

“Mengupas kulitnya.”

“Apakah sekarang waktunya bercanda?!”

“Itu tidak lucu.”

“Kau tidak perlu menyangkalnya!”

Dia menelengkan kepalanya sedikit dan kemudian kembali ke perhatiannya semula untuk mengembalikan udang goreng lainnya menjadi udang biasa. Kulit yang terkupas ditaruh di piring Sorata. Akhirnya, dia memasukkan udang yang sudah terkupas itu ke dalam mulutnya.

“Dia juga sangat pemilih tentang makanan.”

“Bu guru. Bisakah kau kali berikutnya memberitahukannya lebih awal?!”

Karena dia terkejut kembali dengan masalah baru yang muncul, Misaki mengambil kesempatan ini untuk menyambar dua udang goreng dari piring Sorata. Ketika Sorata akan protes, udang goreng tersebut sudah menghilang ke dalam mulut Misaki.

“Senpai, kau juga… Apa yang kaulakukan?!”

“~Kouhai-kun, hanya kau yang mendapat dari Mashiro-chan. Kau jahat sekali~!”

“Kalau begitu tolong ambil kulit-kulit yang ditinggalkan ini setelah udangnya dikuliti!”

“~Itu karena aku sedang dalam masa pubertas sekarang~!”

Misaki mengatakannya penuh percaya diri dengan kepalanya yang terangkat dan dadanya yang membusung.

“Aku juga!”

“~Secara pribadi, aku berpikir bahwa buku catatan dan ‘tidak mengenakan pakaian dalam’ itu sangat mirip [24]~"

“Apa yang kau mainkan sekarang?!”

“Oke, oke. Berhenti bersikap manja dan keras kepala. Kanda, tolong bantu aku mengambil bir lainnya.”

Mabuk berat, Chihiro menggulingkan botol bir-nya yang kosong pada Sorata.

“Ambil sendiri!”

Tanpa bicara, Jin tersenyum masam, bangkit berdiri, mengambil bir dari dalam kulkas, dan menyerahkannya ke Chihiro.

“Mitaka adalah orang yang baik. Berbeda sekali dengan Kanda.”

“Sensei, yang kauinginkan hanyalah bir, tidak peduli siapa yang memberikannya padamu! Selain itu, kita seharusnya membicarakan tentang Shiina sekarang!”

“Aku hanya mendengar dari kedua orang tuanya bahwa dia perlu seseorang untuk memperhatikannya, jadi kuputuskan untuk membiarkan dia datang ke Sakurasou.”

Mengurusnya. Kedengarannya buruk sekali.

“Jadi tolong terima tanggung jawab untuk mengurusnya, sensei!”

“Oi. Oi. Jangan mengatakan sesuatu yang mustahil, Sorata.”

Orang yang menyela tersebut adalah Jin yang telah menyelesaikan makan malamnya dan sekarang sedang sibuk mengetikkan pesan di handphone-nya.

“Pertemuan ini sia-sia.”

“Aku sangat kesulitan!”

“Kenapa kau bahkan memikirkannya? Aku jarang pulang. Membiarkan Misaki mengurus orang lain juga tidak mungkin, aku bisa memastikannya karena aku teman sejak kecilnya. Selain itu, Chihiro sibuk dengan pesta minum-minum. Menyeretnya ke dalam masalah ini akan tidak bagus baginya.”

Jin tidak menyebutkan sebuah nama, dan dia berpikir dia bahkan tidak perlu melakukannya.

“Jadi aku meletakkan harapan terakhirku padamu, Jin-senpai!”

“Apa? Itu bahkan lebih tidak mungkin. Di hari Senin, Ami dari klub akting. Hari Selasa, Kiko si perawat. Hari Rabu, Kana si penjaga toko bunga, dan hari Kamis untuk Maiko si pengantin baru, bukan? Hari Jumat, Shuzune si penari latar. Dan Tomi si karyawati tidak akan membiarkan aku pulang pada akhir pekan. Jadwalku sudah penuh sekali. Tidak mungkin aku ada waktu untuk itu.”

“Dasar playboy brengsek! Apa kau sudah naik tingkat menjadi seorang Maharaja[25]?! Apa kau ingin pindah ke India dia masa depan? Dasar brengsek!”

“Jangan marah-marah begitu. Aku tidak melakukan hal yang salah.”

“Milikilah kesadaran diri! Setidaknya, menjalin hubungan dengan wanita yang sudah menikah, secara etis itu salah!”

“Ah. Kau benar. Beberap waktu yang lalu aku hampir saja ketahuan oleh suaminya. Itu benar-benar bahaya.”

Setelah selesai mengetikkan pesannya, Jin meletakkan handphonen-nya pada akhirnya.

Pada waktu yang sama, Chihiro menenggak dengan rakus bir-nya yang keenam hari ini.

“Secara pribadi, aku tidak tahan melihat sepupuku yang manis ini jatuh ke tangan Mitaka yang berbahaya, jadi dia tidak bisa diperhitungkan. Dengan kata lain, Kanda, seberapapun kau meratapinya, kau hanya membuang-buang tenagamu.”

Jin mengejek dirinya sendiri untuk ini. Tidak, jelas-jelas ini membuatnya tertarik.

“Umm… Bolehkah saya secara terang-terangan bertanya adakah orang lain yang dipertanyakan, sensei?”

“Aku telah mempersiapkan empat orang, tapi dari semuanya adalah kau.”

Sorata tidak mengelak dari jawaban konyol yang tidak terbayangkan ini. Jika dia melakukannya, dia akan dengan mudah menyediakan diri.

“Aku berencana untuk meninggalkan Sakurasou secepatnya, jadi tidak mungkin aku bisa melakukannya. Tidak akan.”

“Apakah kau sudah menemukan orang yang mau memelihara kucing-kucing itu?”

Jin menoleh padanya dengan senyuman ringan.

Jelas sekali.

“~Umm~”

Dengan mulut yang kemilau karena udang goreng, Misaki berbicara sambil melihat ke layar laptop.

“Apa?”

“~Ryuunosuke bilang: ‘Aku tidak mau membuang-buang waktu untuk pertemuan sia-sia dan tak berguna. Aku akan offline…’ Ah, dia sudah offline. Kembalilah! Tapi dia mungkin tidak akan kembali… Begitulah. Aku kenyang. Perutku begitu bengkak kekenyangan~”

“Baiklah. Kalau begitu ‘Tugas Mashiro’ dengan ini akan diberikan pada Sorata. Bubar!”

Jin mengambil handphone-nya dan bangkit berdiri. Dia tidak kembali ke kamarnya dan malah menuju ke gerbang. Hari ini hari Selasa, jadi seharusnya menjadi hari dia menemui Kiko si perawat.

Misaki melihatnya pergi tanpa daya sampai tidak melihatnya lagi.

“~Terima kasih untuk kerja kerasnya, semuanya. Jadi, aku akan melanjutkan pekerjaanku kembali. Semoga beruntung. Aku harus melakukannya sekarang. Aku harus menyelesaikannya~”

Sambil berkata begitu, Misaki membawa laptop dan menuju lantai dua sambil membuat lompatan-lompatan kecil.

Chihiro, di sisi lain, mengambil sebotol bir lainnya dari kulkas.

Hanya Sorata dan Shiina yang tertinggal di meja bundar.

Sebuah atmosfir yang berat memenuhi ruangan.

Ini pertama kalinya dia berada dalam hubungan semacam ini: Yang satu mengurus yang lainnya dan yang satu yang diurus.

Badai bergolak di pikirannya, mendengung dan mendesir.

“Sorata.”

“A-apa?”

“Silakan terbiasalah denganku.”

Shiina membungkuk untuk menyalaminya.

“Oh. Oke. Akulah yang seharusnya perlu untuk… Tunggu! Kenapa kau terdengar seakan kau sudah harus diurus?”

“Apa yang kau katakan kadang-kadang membuatku bingung.”

“Jika akulah yang salah, maka seluruh dunia bisa dimusnahkan sekarang…”

“Aku akan kerepotan.”

“Ah, sial! Pikiranku mulai tidak beres! Aku harus pindah. Aku harus meninggalkan Sakurasou!”


April 6.

Berikutnya yang tertulis pada laporan pertemuan Sakurasou:

“Tugas Mashiro telah dipercayakan pada Kanda. Semoga beruntung, Kouhai-kun! Aku akan mendukungmu! Dicatat oleh Kamiigusa Misaki”



Catatan Penerjemah[edit]

  1. Tatami: Tikar yang dipakai sebagai lantai pada kamar tradisional Jepang.
  2. Sakurasou: Asrama Sakura, saya akan menyebutnya Sakurasou.
  3. Koushien (甲子 园):. Koshien adalah lokasi Stadion Koshien, tempat diadakannya Turnamen Basket SMA Tingkat Nasional di Jepang
  4. Soutai: Lomba Olahraga SMA (Di Indonesia ibaratnya O2SN).
  5. 87-56-85: Adalah ukuran payudara, pinggang, dan paha.
  6. Mawashi: Kain pinggang pesumo.
  7. Tawashi: Sikat.
  8. Watashi: Aku.
  9. Noah's Ark: Perahu Nuh, sejarahnya >en.wikipedia.org/wiki/Noah's_Ark.
  10. Amazoness: Amazoness adalah prajurit Amazon yang tinggal di distrik Saitama, bersama para bawahannya yang bertopeng Tengu (semacam setan).
  11. Maid-chan: Saya memakai -chan karena itu nama penuh yang dibuat Akasaka.
  12. AI(Artificial Inteligence): : Kecerdasan buatan.
  13. Senpai: Istilah bahasa Jepang untuk kakak kelas atau senior .
  14. Nryana: Seorang dewa India kuno yang memiliki kekuatan dan tenaga yang besar.
  15. Hawks: Fukuoko Softbankhawks adalah tim bisbol professional Jepang.
  16. Onii-chan: Salah satu dari banyak istilah bahasa Jepang yang digunakan untuk menyebut kakak laki-laki atau sepupu laki-laki yang lebih tua atau dari anak yang lebih muda kepada yang laki-laki yang lebih tua sebagai bentuk hormat.
  17. Kucing Iriomote: Spesies kucing macan yang terancam punah, asli berasal dari Jepang.
  18. Iridescent:warna yang berubah-ubah ketika dilihat dari pencahayaan atau sisi yang berbeda-beda.
  19. Sensei': Istilah untuk seorang guru atau orang yang dihormati dan diteladani.
  20. Kouhai: Istilah untuk adik kelas atau junior.
  21. Akimbo: Posisi tubuh di mana kedua tangan diletakkan di sisi-sisi pinggang.
  22. Shoujo: Jenis komik Jepang(manga) yang umumnya ditujukan untuk kalangan pembaca perempuan. Sebaliknya, untuk pembaca laki-laki disebut shonen
  23. Baumkuchen: Sejenis kue.[1]
  24. Sangat mirip: Cara penulisan "tidak memakai pakaian dalam" and "buku catatan" dalam bahasa aslinya, dapat dikatakan mirip.
  25. Maharaja: Sebuah gelar dari bahasa Sansekerta untuk seorang raja besar ".[2]
Mundur ke Novel Illustrations Kembali ke Main Page Maju ke Chapter 2