Seirei Tsukai no Blade Dance:Jilid16 Bab 4

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Bab 4 - Perjalanan Gurun[edit]

Bagian 1[edit]

Kapal militer yang membawa Kamito dan rekan-rekannya, Revenant, lepas landas dari pangkalan militer Dracunia.

Karena kawasan udara Ordesia adalah kawasan terlarang, kapal mereka pun harus berbelok jauh mengitari Pegunungan Kelbreth, terbang mengikuti rute diatas hutan Ezos yang luas yang mana bukan bagian dari negara manapun.

Mordis adalah sebuah kota gurun dekat dengan perbatasan Lekaisaran Quina dan nampaknya merupakan sebuah benteng militer dari Theocracy saat Perang Ranbal. Benteng tersebut dibangun diatas sebuah gunung tambang yang juga dikenal sebagai Demon's Fist, dan saat ini, faksi anti-Sjora perlahan-lahan berkumpul disana.

Kamito dan rekan-rekannya naik kapal dan masuk ke ruang pertemuan.

Duduk di sebelah kanan Kamito adalah Muir yang menolak melepaskan tangan Kamito, sedangkan Claire duduk disebelah kirinya.

"Jadi Nee-sama nggak ada disini..."

Claire bergumam dengan penampilan yang menunjukkan perasaan campur aduk. Duduk diujung meja, Velsaria mengangguk.

"Memang, Cardinal telah pergi ke Mordis duluan. Dia menyuruh para pengikut kultus Raja Iblis untuk berkumpul."

"....Kultus Raja Iblis?"

Kamito dan rekan-rekannya saling menatap satu sama lain dalam keterkejutan.

"Dari pasukan pemberontak yang berkumpul di Mordis, mayoritas terdiri dari pemuja sesat Raja Iblis yang menentang Sjora Kahn. Memperoleh kerjasama mereka sangat diperlukan untuk keberhasilan dalam menyelamatkan Saladia Kahn."

"Pemuja sesat Raja Iblis? Kakak, bukankah kultus sesat Raja Iblis adalah—"

Lalu, Ellis dengan takut-takut mengangkat tangannya dan bertanya.

"Nampaknya ada segala macam sekte dan faksi didalam kultus Raja Iblis itu sendiri. Dinasti Kahn mengetuai dogma tradisional yang memegang kepemimpinan sebagai yang tertinggi sembari memberi wewenang semua sekte lain sebagai bid'ah. Selama pemerintahan raja yang sebelumnya, keringanan hukuman rupanya bisa didapatkan dengan membayar pajak, tetapi Sjora menolak semua dogma sesat dan bahkan menekankan kejahatan seperti pembantaian para penganut. Karena hal ini, para penganut sesat mengorganisii pemberontakan diseluruh negeri, membentuk garis depan sementara dengan tujuan menjatuhkan kepengurusan Sjora."

"—Aku paham sekarang."

Kamito mengangguk. Tampaknya Sjora memiliki banyak musuh didalam kultus tersebut. Rubia kemungkinan berencana menggunakan mereka.

"Namun, bagaimana caranya dia menyatukan para penganut dari kultus Raja Iblis?"

"Cardinal sebelumnya menghabiskan waktu di Theocracy dan rupanya memiliki kontak tetap dengan salah satu faksi didalam kultus Raja Iblis. Dari yang kudengar, dia mendapatkan sebuah posisi peringkat kedua setelah sang penguasa. Hanya dengan mengandalkan koneksinya dari saat itu dan pesonanya sendiri, merebut hati dari para penganut bukanlah sesuatu yang susah."

"Seperti yang diharapkan dari Rubia-sama...."

"Memang, karisma kepemimpinan bawaan lahir yang luar biasa, kepribadian yang mengagumkan."

Rinslet dan Ellis berkomentar tajam.

"....Memang. Dia berbeda dari aku yang menggunakan rasa takut dan kedisiplinan untuk mendominasi bawahanku dan berakhir dibuang dari Sylphid Knight."

"K-Kakak!? Kau nggak melakukan hal yang salah... Kau tau?"

Melihat Velsaria mengejek dirinya sendiri, Ellis buru-buru memberi dukungan.

"....Yah, mari kita kesampingkan masa lalu untuk sekarang ini."

Berdeham, Velsaria melanjutkan.

"Adapun untuk menyelamatkan Putri Saladia Kahn, kita harus bekerjasama dengan pasukan pemberontak di Mordis. Nggak ada yang keberatan, kan?"

Kelompok Kamito saling bertukar tatap dan mengangguk bersamaan.

"Musuhnya musuh adalah teman kita. Kita nggak bisa apa-apa tanpa bantuan lebih banyak sekutu."

"Benar. Selain itu, saat ini kita merupakan para penghianat dari Ordesia juga. Bisa dikatakan, kita sama seperti mereka."

Claire mengangkat bahu dan berkomentar.

"Kalau begitu, diskusi ini selesai. Silahkan nikmati waktu bebas kalian sampai kita tiba di Mordis."

Bagian 2[edit]

Dengan demikian, rapatnya selesai. Ketika meninggalkan ruang rapat—

Claire tiba-tiba berhenti.

"Ada apa Claire?"

"Aku mau pergi ke tempat belajar Nee-sama untuk meneliti tentang Theocracy. Kalau dia menghabiskan waktu di Kultus Raja Iblis, maka aku yakin dia pasti punya banyak bahan yang telah dikumpulkan."

Terlepas dari penampilannya, Claire memiliki sifat yang sangat analistis. Kembali ketika ikut serta dalam Blade Dance, dia juga meneliti tentang tim-tim lain. Kali ini, tampaknya seperti dia sangat antusias dalam mengumpulkan informasi tentang musuh juga.

"Kalau begitu ayo kesana bersama. Aku juga ingin tau lebih banyak mengenai Raja Iblis."

Mendengar Kamito mengatakan itu....

"B-Benarkah? A-Aku nggak keberatan...."

Claire berpaling agak malu.

"Onii-sama, siapa yang peduli tentang hal itu? Ayo ke kamarku dan bermain."

Muir menarik lengan Kamito dengan kedua tangannya, menolak melepaskan dia.

"....Uh, bagaimana kalau setelah makan malam?"

"Awwwwwwww......"

Muir cemberut tak senang.

Saat Kamito terjebak dalam dilema—

"Muir-san, kalau nggak apa-apa, gimana kalau aku yang bermain denganmu?"

Rinslet tersenyum lembut dan memberi tawaran sambil tersenyum.

"Nggak, aku maunya main sama Onii-sama."

"Muir, aku akan bermain denganmu nanti. Kenapa kau nggak main sama Rinslet saja dulu?"

".......~!"

Setelah Kamito meletakkan tangannya di kepala Muir, Muir dengan sangat enggan berkata:

".....B-Baiklah. Kalau kau bilang gitu, Onii-sama, aku akan main dengan nona ini sebentar."

Akhirnya dia melepaskan pegangannya pada lengan Kamito.

"Kalau gitu, Rinslet, aku percayakan Muir padamu."

"Serahkan saja padaku. Baiklah, Muir-san, maukah pergi ke aula disana?"

Rinslet sedikit membungkuk dan meraih tangan Muir.

"A-Aku bukan anak kecil—"

"Ya ampun, kalau begitu, permisi."

Tersenyum dengan suara "fufu", Rinslet pergi bersama Muir.

Menyaksikan pemandangan ini, Kamito agak terkejut.

(....Aku nggak bisa percaya Muir bisa berperilaku begitu penurut pada seseorang selain Lily. Aku nggak pernah melihatnya sebelumnya.)

Mungkin karena Muir dan Mireille diusia yang hampir sama, Rinslet cukup terampil dalam menangani dia.

"Ka-Kalau begitu, ayo kita pergi juga—"

"Hmm? Oh, iya."

Ruang belajar milik Rubia berada di lantai dua di kapal tersebut.

Kamito menuruni tangga sambil memperhatikan twintail yang ada didepan dia, melambai naik turun.

.....Entah kenapa, itu terasa seperti Claire sudah sedikit lebih dewasa.

Apakah ini adalah hasil dari latihannya di Dragon's Peak juga?

Saat dia berpikir seperti itu, dia tiba-tiba sedikit tersesat dalam pemikirannya.

Ketika Rubia tidak ada di kapal, Revenant tampaknya di kendalikan oleg Velka dan Delia, si kembar dari Sekolah Instruksional. Mereka berdua tidak tampak cukup akrab dengan kendali kapal.

"Ngomong-ngomong, apa kau yakin nggak apa-apa masuk ke ruangan Rubia tanpa ijin?"

Tiba-tiba, dia menanyai Claire yang berjalan didepan.

"Bukankah jawabannya sudah jelas nggak apa-apa? Aku adalah adiknya, lho?"

"Tunggu dulu, logika itu sedikit...."

Kamito menyipitkan matanya dan berkomentar.

Didepan ruang belajar tersebut.....

"Ngomong-ngomong, apa kau punya kuncinya?"

"Enggak."

"Terus apa yang harus kita lakuin?"

"Gini—Melelehlah."

Claire merapal sebuah mantra, seketika melelehkan lubang kunci.

"Waduh, jangan gitu dong...."

Melihat ideologi arang yang biasanya, Kamito tersenyum masam.

(....Kurasa ini adalah satu sisi dari dia yang nggak berubah sedikitpun.)

Dengan hancurnya lubang kunci tersebut, pintunya terbuka perlahan-lahan dengan suara menderit.

Yang pertama memasuki pandangan adalah rak buku yang memenuhi seluruh dinding, berisikan koleksi buku dalam jumlah yang besar.

Satu-satunya forniturnya adalah meja di pinggiran ruangan. Ruang belajar ini, difokuskan pada ke praktisan, benar-benar mencerminkan kepribadian Rubia.

".....Koleksi yang menakjubkan. Ini dipenuhi dengan buku-buku langka yang nggak akan kau temukan di perpustakaan Akademi."

Sebagai seorang kutu buku, Claire berteriak kagum segera setelah dia melangkah masuk.

...Meskipun Kamito nggak tau sedikitpun tentang kelangkaannya, dia bisa melihat bahwa rak-rak tersebut sudah pasti dipenuhi dengan teks-teks kuno. Ada buku-buku sejarah dari berbagai negara, kamus-kamus spiritologi, buku-buku tentang spesies naga dengan sampul yang terbuat dari sisik naga, bahkan buku-buku Ancient High yang mana judul-judulnya tak bisa dibaca oleh Kamito.

(...Tunggu sebentar, bukankah buku-buku Ancient High mustahil untuk didapatkan oleh orang biasa!?)

Menurut ketentuan dari perjanjian internasional, kepemilikan pribadi dari buku-buku Ancient High peninggalan ras Elfim adalah hal yang dilarang. Itu adalah barang-barang yang mana seseorang bahkan tak akan bisa menjumpainya kecuali mengunjungi Perpustakaan Tersegel dibawah yurisdiksi Divine Ritual Institute.

"Katakanlah, Claire...."

"Apa?"

"Jangan bilang buku-buku ini dicuri dari perpustakaan Divine Ritual Institute?"

"N-Nee-sama nggak akan melakukan hal semacam itu, kan?"

Claire mengernyit dan berkata:

"Akan tetapi, jimat penyegel pada buku ini tampak berantakan..."

"......"

"......"

"A-Aku yakin di pasti berniat mengembalikannya nanti. Ya, itu pasti."

Mengucurkan keringat dingin, Claire memalingkan tatapannya.

Kamito melihat rak-rak buku itu lagi, yang dia lihat adalah buku-buku penelitian tentang para Elemental Lord dan sejarah serta geografi Kerajaan Suci. Koleksi buku milik Rubia nampaknya benar-benar menjangkau segala bidang.

Yang lebih mengejutkan lagi, itu juga temasuk novel-novel populer di ibukota kekaisaran. Akan tetapi, judul-judulnya agak berbeda dari novel-novel romance yang dibaca Claire—

"Kakakmu adalah seorang pembaca yang menakjubkan..."

Kamito tertegun oleh kualitas dan kuantitas koleksi buku tersebut.

"Ya, Nee-sama mulai membaca banyak buku-buku rumit sejak kecil. Ketika dia masih di Divine Ritual Institute, dia bahkan menerima medali kekaisaran untuk penerbitan sebuah laporan spiritologi. Aku ingat dia masih berusia 12 tahun saat itu."

"....Sungguh jenius."

Seperti yang diduga dari seseorang yang terpilih sebagai seorang Ratu, puncak tertinggi dari princess maiden.

"Ketika aku masih kecil, aku sering meminta Nee-sana untuk membacakan buku untuku...."

Menatap rak buku tersebut, Claire bergumam sembari bernostalgia.

"Tapi itu mustahil untuk kembali ke masa lalu...."

"......."

Kamito hendak mengatakan sesuatu, tapi memutuskan untuk tidak mengatakannya.

Dalam perjalanan ke Dracunia, Claire merasa gelisah karena kurangnya interaksi antara dirinya dan Rubia. Itu tampak seperti mereka masih belum bisa bercakap-cakap secara normal.

Suatu keadaan yang rumit tampaknya masih ada diantara kedua kakak beradik itu.

"—Ketemu. Buku tentang Theocracy."

Mengatakan itu, Claire mengambil sebuah buku dari rak.

Itu adalah sebuah buku yang cukup kuno, terikat dengan kulit hewan. Meskipun judulnya tidak tertulis dalam bahasa Ancient High, itu tetaplah tertulis dalam bahasa kuno yang sudah tidak digunakan lagi jaman sekarang.

"Bisakah kau menerjemahkannya?"

"...Ya, aku akan mencobanya."

Claire mengeluarkan kacamatanya, menyalahan api sihir di udara, lalu memfokuskan tatapannya pada buku tersebut.

Seperti yang diharapkan dari siswa terhormat dari Kelas Gagak. Meskipun terkadang mengalami kesulitan, dia masih bisa menerjemahkan isi buku tersebut secara perlahan-lahan.

Kamito hanya bisa memperhatikan dan terpesona oleh penampilan samping dari wajahnya yang sedang berkonsentrasi penuh.

"Ada apa?"

"....Oh, nggak ada. Aku mau lihat-lihat apakah ada buku yang bisa kubaca."

Kamito dengan panik berpaling dan mulai mencari buku.

(Uh, buku tentang Raja Iblis...)

Dalam kenyataannya, apa yang ingin Kamito pelajari bukanlah sejarah Theocracy, tetapi informasi tentang Solomon, sang Raja Iblis seribu tahun yang lalu. Karena kekuatan dari Elemental Lord Kegelapan, Ren Ashdoll yang bersemayam didalam dirinya bangkit secara bertahap, Kamito merasa bahwa itu akan lebih baik untuk mendapatkan pemahaman yang rinci dari pria yang memiliki kekuatan yang sama seperti dirinya.

Mencari-cari di rak buku, Kamito akhirnya menemukan sebuah buku yang bisa dia baca.

...Itu seperti sebuah buku ringkasan sejarah Theocracy. Kamito membuka daftar isinya dan mulai menelusuri bagian yang berisijan catatan-catatan yang berkaitan dengan Raja Iblis Solomon.

—Theocracy Alpha didirikan kira-kira seribu tahun yang lalu. Ibukota saat ini adalah Zohar, yang mana merupakan sebuah kota kecil di gurun pada saat itu.

Seorang pemuda berusia 16 tahun muncul pada saat itu. Solomon. Mampu menggunakan roh-roh meskipun seorang pria, dia dipatuhi oleh 72 roh yang terbengkalai diseluruh negeri. Dia ingin mewujudkan ambisinya dan dengan cepat melenyapkan seluruh benua. Saat itu, konsep mengerahkan roh-roh kedalam peperangan manusia tidaklah ada, oleh karena itu setiap negara kalah telak melawan pasukan Raja Iblis yang menggunakan roh.

Akan tetapi, saat semua orang berpikir bahwa pasukan Raja Iblis akan menundukkan seluruh benua, seorang gadis muda, yang menggembala domba, muncul di tempat yang saat merupakan perbatasan Kerajaan Suci Lugia.

Membuat kontrak dengan pedang suci legendaris, gadis itu mengumpulkan Tentara Pembebasan untuk mengalahkan Raja Iblis. Dengan demikian, terjadilah Perang Raja Iblis yabg berlangsung selama 3 tahun.

Setelah banyak pertempuran sengit diseluruh benua, sang Raja Iblis akhirnya kalah pada pedang milik Sacred Maiden Areishia. Dan hasilnya, Sacred Maiden Areishia lenyap bersama dengan pedang suci legendaris hingga keberadaannya tidak diketahui—

Kamito menutup buku tersebut dengan lembut.

(....Nggak ada yang menarik disini.)

Selain itu, ada beberapa penghapusan didalam buku ini.

Kamito mengetahui nasib akhir yang sebenarnya dari Sacred Maiden Areishia. Menderita oleh kutukan dari pedang suci yang telah melenyapkan banyak roh, tubuhnya berubah menjadi sebuah patung.

Dan pedang suci legendaris tersebut saat ini—

(...Ada ditanganku, huh? Takdir terasa lebih dan lebih tak bisa dipercaya bagiku.)

Saat Kamito tenggelam dalam pemikiran memilukan ini....

"Kamito, aku sudah menerjemahkan buku ini cukup jauh...."

Claire mengangkat wajahnya dari buku yang dia pegang dan berkata pada Kamito.

"Benarkah?"

Mendengar itu, Kamito mengintip buku tersebut.

"Huahhhh, w-wajahmu terlalu dekat, bego!"

"M-Maaf...."

"Sheesh..."

Tersipu, Claire berdeham.

"Lalu, tentang apa buku ini sebenarnya?"

Ketika Kamito bertanya....

"Ya, ini adalag sebuah buku tentang para princess maiden milik Raja Iblis—"

".......!?"

Mendengar apa yang dikatakan Claire, Kamito menahan nafasnya.

"Para princess maiden Raja Iblis"—Tentu saja dia tau cukup banyak mengenai istilah tersebut.

Kabarnya, Raja Iblis Solomon telah membagikan kekuatannya dengan 9 selir yang dia dapatkan dari negara-negara yang ditaklukkan, memberi mereka kepercayaan dan posisi penting sebagai jenderal dalam tentara Raja Iblis. Rubia telah memperkirakan, bertanya-tanya apakah ini sama dengan Kamito yang berbagi kekuatan Ren Ashdoll dengan para cewek dalam kelompoknya melalui ciuman.

"—Raja Iblis Solomon nampaknya memaksa para putri dari negara-negara yang ditaklukkan untuk melayani dia dalam semua hal... S-Sungguh pria bejat!"

"Y-Ya. Raja Iblis benar-benar bejat!"

Kamito memalingkan matanya agak mengelak.

"Secara kebetulan, ini benar-benar sesuatu dengan namanya sebagai sebuah buku terlarang, disegel oleh Divine Ritual Institute. Buku-buku sejarah di perpustakaan Akademi tak menyebutkan satupun tentang eksistensi dari para princess maiden Raja Iblis."

Claire mengeluarkan komentar sembari membacanya.

"Yah, Divine Ritual Institute akan berakhir dalam posisi yang sulit jika informasi bahwa para princess maiden membantu Raja Iblis bocor."

"Itulah sebabnya mereka menyembunyikannya, yang mana agak—Kyah"

Pada saat itu, Revenant tiba-tiba berguncang keras, menyebalkan buku-buku berjatuhan.

".....!"

Kamito buru-buru melompat keatas Claire untuk melindungi Claire menggunakan punggungnya.

STnBD V16 085.jpg

"Oww... Apa kamu baik-baik aja, Claire?"

"Eh? Y-Ya...."

Matanya yang seperti ruby melebar terkejut. Claire mengangguk pelan.

"Si kembar itu tampaknya nggak terbiasa mengemudikan kapal—"

Saat Kamito mau bangun....

"Hyah♪"

Claire berteriak pelan.

"...?"

Lalu, Kamito akhirnya menyadarinya.

Boing.

Ada perasaan yang tidak terlalu besar ditangan kanannya.

Rupanya, dia menekankan tangannya pada dada Claire disaat mereka jatuh ke lantai.

".....M-Maaf!?"

Kamito buru-buru menarik tangannya dan berdiri.

"B-Barusan, itu murni kecelakaan!"

"A-Aku tau...."

"Huh?"

"T-Terimakasih, karena melindungi aku..."

Tersipu merah cerah, Claire memalingkan wajahnya dan menghindari kontak mata dengan malu-malu.

(....A-Apa yang terjadi?)

Kamito terkejut. Biasanya dia pasti akan memasuki mode mengamuk.

"Ngomong-ngomong, ayo rapikan buku-buku yang berjatuhan terlebih dahulu—"

Menepuk roknya, Claire berdiri.

"Y-Ya, itu benar..."

Kamito mengulurkan tangannya untuk mengambil buku yang jatuh, lalu...

"Kyahhh, a-apa-apaan sih itu?"

"Ada apa?"

Kamito mengikuti arah tatapan Claire—

Yang ada disana, buku yang tadi dibaca Claire, terbuka ke suatu halaman tertentu.

"Apa!?"

Kamito tak bisa berkata apa-apa. Gimanapun juga, isinya menunjukkan—

Ilustrasi yang tak layak disebutkan dari para princess maiden dalam segala jenis pose yang tak senonoh.

".....~! B-Bego, kau buat aku lihat apa, dasar bejat!"

Buru-buru menutup buku tersebut, Claire memerah padam sambil memukulkan tangannya pada Kamito.

"T-Tunggu, ini bukan salahku!"

"Memang benar, tapi, ooooooh~....."

Dengan mata berkaca-kaca, Claire berdiri dan dengan kasar memasukkan buku-buku yang berserakan ke rak.

"A-Aku akan mencari buku di rak sebelah sana!"

Setelah memasukkan buku tersebut, dia dengan canggung mengalihkan matanya dan pergi ke rak buku disisi lain.

(Syukurlah, buku-buku macam apa yang disimpan Rubia disini....?)

Sambil bergumam, Kamito hendak mengembalikan buku yang ada ditangannya ke tempat aslinya....

".....Hmm?"

Dia tiba-tiba mengerutkan kening.

Dia melihat beberapa surat diantara buku-buku tersebut.

Tulisan tangan yang ada pada surat formal ini sangat akrab bagi Kamito.

(Mungkinkah ini....?)

Bagian 3[edit]

"Ahh. Bidaknya terguling, jadi permainan barusan tidak sah."

"S-Sungguh tidak adil! Jelas-jelas aku menang barusan!"

Ketika Muir menyarankan untuk memulai ulang permainan, Rinslet memprotes.

bidak-bidak kayu dari permainan tersebuy yang didesain seperti naga atau sinhar untuk menirukan para roh, berhamburan di lantai. Karena goncangan kapal barusan, seluruh papan permainan terbalik.

"Gantian, Rinslet. Aku akan jadi lawannya kali ini."

Mengatakan itu, Giannat mulai menaruh bidak-bidak di papan permainan.

Sebagai tanggapan, Muir mengernyit nggak senang.

"Nggak mungkin. Kau tampak sangat kuat."

"A-Apa kau menganggap aku lemah!?"

Marah, Rinslet berteriak keras-keras.

"Aku cukup percaya diri dibidang permainan papan. Gimanapun juga, aku terbiasa bermain sendirian dengan bidak-bidak ketika aku mengurung diri di istana setiap hari."

"A-Aku mengerti...."

Nggak tau bagaimana harus bereaksi, Rinslet membalas dengan ambigu.

Pada saat itu, pintu tiba-tiba terbuka.

"—Kurasa sudah waktunya mempersiapkan makan malam. Ada yang mau request?"

Ellis datang untuk bertanya setelah melatih kemampuan tombaknya di dek.

"....Jadi sudah waktunya untuk makan malam? Ijinkan aku membantu, Kapten."

"Aku mengerti. Makasih untuk bantuannya."

"Kita akan menentukan nilainya nanti."

"Eh—"

Kehilangan seorang lawan yang sepadan, Muir terdengar tidak senang.

"Biarkan aku membantu juga. Nggak apa-apakan Ellis?"

Mengatakan itu, Fianna hendak berdiri.

Ellis membeku sesaat lalu segera menggelengkan kepalanya dengan panik.

"N-Nggak boleh, bagaimana bisa sang putri dari Ordesia Yang Sah mengerjakan tugas semacam itu—"

"Yah! Yang Mulia, kau main saja sama Muir-san."

"....B-Begitukah?"

Dihadapkan dengan penentangan dari dua cewek ity, Fianna memiringkan kepalanya kebingungan.

Bagian 4[edit]

Masuk kedalam dapur, Ellis dan Rinslet segera mengenakan apron mereka dan mulai mempersiapkan makan malam secara efesien.

Nggak ada yang perlu diragukan dari Rinslet, yang mana kemampuan memasaknya menyaingi seorang koki profesional. Ellis memiliki bakat yang sama dalam memasak. Meskipun persediaan bahan di gudang makanan tidak terlalu banyak, mereka berdua masik bekerja bersama dengan koordinasi yang diam namun penuh pemahaman untuk mengambil bahan-bahan yang bisa digunakan satu per satu.

"Ini mengingatkan aku pada praktek memasak di Akademi."

"Ya, memang....."

Rinslet bergumam nostalgia.

Sekarang ini, mereka telah menjadi penghianat yang mengangkat bendera pemberontakan terhadap Ordesia. Mereka kemungkinan besar tak punya kesempatan untuk kembali ke Akademi Roh Areishia sebagai siswa lagi—

"Biar aku yang ngerjain sup dan hidangan pembuka, serta hidangan dagingnya. Kamu mau buat apa?"

"Aku mau coba buat hidangan tahu yang baru-baru ini aku pelajari."

"....Tahu huh? Aku ingat kalau itu adalah makanan yang berasal dari kampung halaman Kamito."

"Ya, masakan itu sangat sehat dan kaya akan nutrisi."

Rinslet menjentikkan jarinya dan memanggil Fenrir, roh terkontraknya.

Ketika Fenrir membuka rahangnya lebar-lebar, banyak bahan dan peralatan masak yang tersimpan di Astral Zero muncul.

Tahu dan bahan-bahan lain yang mana bukan berasal dari Ordesia termasuk didalamnya.

"Ini adalah tahu buatan sendiri yang aku persiapkan di Laurenfrost."

Rinslet membusungkan dadanya penuh kebanggaan. Namun, Ellis terlihat sedikit gelisah.

"Tahu memang lezat, tetapi sebagai hidangan utama, tidakkah rasanya terlalu hambar?"

Dia mengeluarkan pertanyaan ini.

"Oh, nggak usah khawatir. Aku akan membuat hidangan tahu legendaris yang populer di Kekaisaran Quina. Namanya 'mapo doufu'."

"Mapo doufu...?"

"Ya, itu adalah hidangan dimana cabe dan rempah dalam jumlah yang banyak digunakan untuk membuat pasta yang secara sempurna mencampurkan kelezatan dan rasa pedas. Menurut sastra kuno, rasanya membuat ketagihan."

"...Aku mengerti. Pastinya itu adalah sesuatu yang akan aku nantikan."

Ellis menelan ludah.

"Kalau begitu aku akan membuat beberapa hidangan gaya Quina untuk mendampingi hidanganmu."

"Ya ampun, Kapten, sejak kapan kau mulai mempelajari masakan Quina?"

"A-Aku nggak bisa membiarkan diriku terus tertinggal..."

Tersipu, Ellis batuk ringan beberapa kali.

Lalu—

"Apa yang kalian lakukan? Cewek cemilan dan cewek berekor."
(Maaf kalo sebutannya aneh, aku bingung nerjemahin "tail person", jadi aku terjemahin aja asal-asalan jadi "cewek berekor"... Buahahahahahaha)

Mengucek mata mengantuknya sambil berjalan masuk agak sempoyongan, itu adalah Est si roh pedang.

Seharusnya sedang sedang tidur dalam wujud pedang di kamar Kamito, tampaknya dia bangun karena waktu makan malam sudah hampir tiba.

"C-Cewek berekor, apa itu aku?"

Ellis menyentuh kuncir ekor kudanya, agak tersinggung.

"Makan malam..."

Est bergumam kosong lalu melompat untuk mengintip meja dapur.

".....Tahu."

Tanpa adanya ekspresi wajah, mata ungu milik Est langsung berkilauan cerah.

"Ya, Nona Roh Pedang. Kami akan membuat hidangan dengan tahu kesukaanmu hari ini."

"Tahu, tahu♪"

Est bersenandung dengan suara pelan...

"Kalau begitu, aku akan membantu sedikit—"

Dia mengubah dirinya menjadi sebilah pisau dapur, terwujud ditangan Rinslet.

"Makasih banyak, Nona Roh Pedang."

"Apa-apaan ini!?"

Ellis berseru terkejut.

"Fufu, pisau dapur Nona Roh Pedang sangat menakjubkan, lho?"

Mengatakan itu, Rinslet mengambil daun bawang dan mengirisnya dengan cepat menggunakan pisau dapur tersebut beberapa kali. Membentuk jalur melengkung yang indah, irisan daun bawang tersebut terbang ke mangkok satu per satu.

"....B-Benar-benar menakjubkan, tapi apa nggak apa-apa menggunakan pedang suci legendaris seperti ini?"

Dengan ekspresi rumit, Ellis bertanya kebingungan.

"Fufu, asaljan aku menciptakan sebuah legenda baru."

Sambil bercanda, Rinslet menyiramkan minyak pada panci besi yang diambil dari mulut Fenrir dan menyalakan tungku.

"Apinya kurang besar...."

"Mau gimana lagi. gimanapun juga ini adalah peralatan di sebuah kapal militer."

Meskipun seekor roh salamander kecil tersegel didalan kristal roh di tungku tersebut, sejak awal itu memang bukan roh yang kuat. Ditambah fakta bahwa tidak ada berkah tanah ketika berada di ketinggian, roh-roh tampak cukup lesu.

"...Hmm, akan mustahil untuk membuat mapo doufu asli denhan menggunakan api selemah ini!"

Tepat saat Rinslet menggerutu dengan ekspresi jengkel.

"Meow..."

Dia melihat seekor kucing neraka yang diselimuti kobaran api, berjalan di koridor diluar dapur.

Ketika tuannya, Claire sedang pergi bersama Kamito untuk melakukan penelitian, Scarlet sepertinya berjalan-jalan dengan bebas di dalam kapal.

"Nona Kucing Neraka, waktu yang sempurna!"

Rinslet melambaikan tangan pada Scarlet.

"Meow?"

Memiringkan kepalanya kebingungan, Scarlet berjalan mendekat.

Biasanya, roh terkontrak tidak akan memperhatikan siapapun selain tuan mereka. Tapi katanya Rinslet sering memberi cemilan lezat, Scarlet cukup dekat dengan dia.

"Tolong besarkan apinya—"

Ketika Rinslet berkata begitu. Scarlet dengan cekatan berjalan ke bawah panci besi dan mengeluarkan api yang kuat dari ekornya. Dibandingkan dengan api dari salamander yang tersegel didalam roh kristal, perbedaan kekuatannya layaknya langit dan bumi.

"Fufu, seperti yang diharapkan dari roh terkontrak milik Claire!"

Menuangkan pasta berwarna merah cerah beserta tahu ke panci besi, Rinslet mulai mengaduknya dengan sungguh-sungguh. Api yang berkobar tampak seperti akan membakar langit-langit setiap saat.

"A-Apa kau yakin menggunakan api sebesar itu? Itu bisa menyebabkan dapurnya kebakaran!"

"Ohohoho, nggak usah khawatir. Serahkan saja semuanya padaku, orang yang membawa nama Rinslet sang Api Neraka!"

"....Tunggu sebentar, bukankah julukanmu adalah Rinslet sang Iblis Es?"

....Apa terjadi suatu pergantian yang aneh? Melihat Rinslet menyalakan api lebih besar lagi, Ellis melihat dengan mata khawatir.

Bagian 5[edit]

Di Zohar, ibukota Theocracy, disebuah gang kecil dimana tak ada sinar matahari yang meneranginya, dia sosok melintas dengan cepat.

"Hei, cepat, dasar si bego yang kikuk. Apa kau mau kembali ke penjara itu?"

"J-Jaga mulutmu, asal kau tau aku adalah putri kedua negara ini."

Saladia Kahn memprotes nada suara yang sangat kasar dari pria muda itu.

"Huh? Apa kau paham dengan situasimu?"

Jio Inzagi memutar kepalanya, melotot dengan mata merahnya. Tak pernah diperlakukan seperti ini sebelumnya, bahu Saladia gemetar.

"Sekarang ini, kau bukanlah seorang putri. Seperti aku, kau hanyalah seorang tahanan yang kabur. Diam dan patuhi aku kalau kau mau pergi dari tempat ini hidup-hidup."

"....Y-Yah...."

Saladia membuka mulutnya, mencoba untuk membantah—

"...Kurasa, ya. Apa yang kau katakan memang benar..."

Tetapi dia menggigit bibirnya dalam kekecewaan.

"Hmph, senang kau paham. Sekarang hentikan obrolan yang nggak ada gunanya, putri agung."

Setelah mengatakan itu secara sarkatis, Jio Inzagi bersembunyi di balik bayangan bangunan.

Ini kira-kira berjarak tiga distrik jauhnya dari penjara dimana Saladia dikurung.

Alasan kenapa mereka baru bisa mencapai jarak ini yang mana termasuk lambat adalah karena kaburnya Saladia diketahui dengan cepat dan prajurit dalam jumlah yang banyak telah dikirim ke kota. Akan mudah bagi Jio Inzagi untuk kabur sendirian karena dia adalah seorang lulusan dari Sekolah Instruksional, tetapi semuanya tak semudah itu karena dia harus membawa Saladia bersamanya.

Setelah beberapa minggu dipenjara, dia telah sangat melemah. Dengan demikian perlu untuk memberi dia waktu untuk memulihkan energi yang cukup untuk berlari.

"—Tsk, bikin jengkel aja. Sekelompok elementalist militer."

Bersembunyi di bayangan bangunan sembari menyembunyikan hawa keberadaannya, Jio Inzagi memggerutu. Sekelompok ksatria membawa kristal roh untuk penerangan telah muncul, berjalan di gang gelap. Itu adalah penjaga kerajaan milik Sjora Kahn.

"Tahan nafasmu sampai mereka lewat—"

Saladia mengangguk dalam diam.

(Pria ini, meskipun aku nggak tau seberapa kuatnya dia—)

Dia diam-diam menilai "penerus Raja Iblis" gadungan yang ada di depannya.

Menilai dari fakta bahwa dia menyelusup seorang diri ke penjara untuk menyelamatkan dirinya, pria itu pasti cukup kuat. Tetapi meski demikian, Saladia tidak berpikir dua adalah tandingan dari para elementalist militer. Nggak peduli seberapa tangguh tubuh fisik mereka, sudah pasti tidak mungkin bagi orang biasa untuk menang melawan para elementalist—Ini adalah kebenaran mutlak, mustahil untuk dibantah.

Saladia membanggakan dirinya sendiri setara dengan kakaknya sebagai seorang elementalist, tetapi tak ada kesempatan sedikitpun untuk menang ketika dikelilingi para ksatria roh sebanyak ini.

"Tetapi dengan jaring sekuat itu, nggak mungkin untuk bisa lepas. Dan aku punya beban yang mana bahkan nggak bisa lari—"

Jio Inzagi menggerutu pelan.

"Setelah fajar, melarikan diri akan semakin sulit. Kalau penjaga kerajaan milik kakakku menangkap kita, aku akan dibawa kembali ke penjara itu, dan kau akan dijatuhi eksekusi burung."

"Eksekusi burung?"


"Avian execution?"

"Dikuliti dan semua tulang diambik diatas gunung berbatu, kau akan tetap hidup sembari organ-organmu dimakan oleh burung-burung. Ini adalah bentuk eksekusi tradisional dari Theocracy."

Saladia tersenyum. Dia ingin melihat rasa takut muncul diwajah pria ini yang selalu menunjukkan penghinaan dan arogansi sepanjang waktu.

Akan tetapi—

"....Oh, itu. Aku sudah bosan melihat pertunjukan itu ketika aku masih muda."

"Huh?"

"Kami sudah pernah melihat neraka yang sebenarnya ketika masih anak-anak. Dan sekarang, tak satupun dari kami yang takut akan kematian."

Jio Inzagi menyeringai dan tertawa mengejek.

Ekspresinya yang menakutkan membuat Saladia merasakan teror yang mengerikan.

(Pria ini, siapa dia sebenarnya....)

—Lalu.

"Hei, siapa disana!?"

Sebuah teriakan tajam datang dari kegelapan.

"Tsk, kita harus lari—"

Jio mendecakkan lidahnya, memegang pergelangan tangan Saladia dan berlari di gang tersebut.

"Ketemu, itu Saladia Kahn—!"

Disaat yang sama, panah api turun dari atas disertai suara perapalan sihir roh di sekeliling.

Saladia tiba-tiba berhenti dan buru-buru merapal kata-kata pemanggilan untuk mengeluarkan elemental waffe.

"—O roh-roh yang tersegel dibalik gerbang ke dunia lain, muncullah disini sekarang!"

Partike-partikel cahaya muncul dan sebuah buku terwujud ditangannya.

Ini adalah Alf Laylah Wa-Laylah, elemental waffe dari roh iblis Scheherazade.

Cahaya muncul dari halaman yang dibuka, memanggil Gas Cloud, roh dalam wujud asap hitam.

Gas Cloud menjadi besar dalam sekejap mata, menelan semua panah api.

Alf Laylah Wa-Laylah adalah sebuah elemental waffe yang mampu memanggil roh dalam jumlah yang tak terbatas yang ada didalam buku tersebut. Meskipun roh-roh berperingkat tinggi tak bisa dipanggil, mereka cukup serba guna.

"Hei, menarik sekali roh yang kau miliki—"

Tertarik, Jio Inzagi bergumam.

"Akan tetapi, ini bahkan nggak akan bisa mengulur waktu terhadap para royal guard."

"Tidak, itu cukup. Ini sangat cocok dengan kekuatanku."

"...Huh?"

Jio Inzagi mendengus tanpa kenal takut lalu melepas jubahnya.

Ini mengungkapkan tubuh berotot, dengan kulit berwarna agak kecoklatan, serta pola-pola aneh terukir disekujur tubuhnya.

"Apa yang kau rencanakan?"

"Diam dan lihatlah—"

Sesaat setelahnya, garis-garis yang terukir di sekujur tubuhnya mulai bersinar—

"...N-Nggak mungkin, segel persenjataan terkutuk!?"

Saladia melebarkan matanya dan berteriak. Pemasangan segel persenjataan terkutuk seharusnya telah dilarang oleh perjanjian internasional setelah Perang Ranbal.

Tidak, kesampinhkan itu dulu, yang lebih mengejutkan adalah—

"K-Kau adalah seorang pria, lalu kenapa kau bersinar dengan kekuatan suci—"

"Hah, bukankah sudah jelas? Aku adalah penerus Raja Iblis."

Dengan seringai jahat, Jio menjawab.

"A-Ada apa dengan pria itu—"
"Mustahil, segel persenjataan terkutuk!?"
"Seorang elementalist!?"

Para royal guard menyiapkan elemental waffe mereka, lalu mengepung Jio dan Saladia dengan penuh kewaspadaan.

"....Nggak ada jalan untuk kabur sekarang."

Saladia menggigit bibirnya. Sudah pasti nggak mungkin menang melawan musuh sebanyak ini.

Namun—

"Katakanlah, putri agung. Bisakah buku milikmu memanggil roh tanpa batas?"

Pria yang ada didepan dia, dengan mata merah bersinar, mengeluarkan senyum samar.

"Ya, asalkan kekuatan suciku nggak habis. Akan tetapi—"

Mendengar jawaban Saladia, Jio Inzagi mendengus.

"Bagus, buat roh-roh itu dirasuki segel persenjataan terkutuk milikku."

"Huh?"

Saladia tak bisa mempercayai telinganya sendiri.

"B-Bagaimana mungkin sesuatu seperti itu bisa dilakukan—"

"Prinsipnya sama seperti menyegel roh kedalam paling. Cepat lakukan, kecuali kau mau ditangkap lagi oleh orang-orang ini—!"

"...B-Baiklah!"

Memang, ini bukanlah saatnya untuk tanya jawab. Meskipun dia bingung, Saladia masih memanggil delapan roh berelemen berbeda.

Menggunakan tangannya untuk menyentuh segel persenjataan terkutuk yang bersinar merah ditangan Jio, dia menyegel roh-roh tersebut didalam segel persenjataan terkutuk itu.

"Ya, bagus... Perasaan ini membangkitkan kenangan—"

(...Apa yang ingin dilakukan pria ini?)

Saat Saladia menatap pria itu sambil terkejut....

"—Biar kutunjukkan padamu, putri agung. Ujung dari kekuatan Raja Iblis."

Dengan senyum tak kenal takut, Jio Inzagi—

Lalu dia menendang tabah dan meluncur pada para royal guard yang mengepung mereka.

(...!?)

Dengan kilatan dari sebilah pedang, darah terciprat.

Awalnya, Saladia tidak tau apa yang terjadi.

Setelah beberapa saat, dia akhirnya menyadari Jio Inzagi telah mewujudkan sebuah pedang roh ditangannya, seketika menebas satu anggota dari royal guard.

"Hah, sini kau kalau kau mau mati!"

STnBD V16 103.jpg

Dia tidak berhenti bergerak. Satu demi satu, dia mewujudkan roh-roh, menyerang para royal guard.

Pemandangan dari cara bertarungnya, seperti seorang iblis ganas, menyebabkan Saladia gemetar.

(....Tak bisa dipercaya, aku nggak bisa percaya dia menggunakan roh seperti barang sekali pakai!)

Dari sudut pandang seorang elementalist seperti Saladia. Cara bertarungnya sepenuhnya tak dapat diterima. Akan tetapi. Sosok menakutkan dari pria itu, mengayunkan pedang-pedang sembari bermandikan darah yang berhamburan, secara aneh tampak menarik.

(....Mungkinkah pria ini benar-benar penerus Raja Iblis?)

Sosok menakutkan itu membuat Saladia gemetar lagi.


Sebelumnya Bab 3 Kembali Ke Halaman Utama Selanjutnya Bab 5