Seirei Tsukai no Blade Dance:Extra 3

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Pekerjaan Paruh Waktu Rahasia Sang Putri[edit]

STnBD BR Extra.3.jpg


Bagian 1[edit]

Ini terjadi pada suatu hari beberapa minggu sebelum festival Blade Dance.


Setelah menghadiri sebuah pelajaran pilihan sebelum siang, Claire dan Kamito berjalan di koridor Akademi, lalu mereka menyadari seorang cewek berdiri didepan papan pengumuman dan berhenti.


".....Hmm? Bukankah itu Fianna?"


"Ya, aku penasaran apa yang dia lakukan disana?"


Kamito dan Claire saling bertukar tatap dan diam-diam mendekati dia dari belakang.


"....Yang ini nggak bagus. Yang satunya juga sama, hmm...."


Sang putri kekaisaran sedang merenungkan sesuatu sambil menatap papan pengumuman dengan penampilan serius di wajahnya.


"Apa yang kau lakukan, Fianna?"


"Kyah!?"


Kamito menepuk pundaknya, menyebabkan dia melihat kebelakang dengan panik, menatap dengan matanya yang berwarna senja yang melebar.


"Kamito-kun.... Oh, dan Claire juga."


"Apa maksudmu dengan 'dan'....."


Claire menggembungkan pipinya dengan marah dan melihat papan pengumuman tersebut.


"Apaan sih yang kau lihat sampai segitu seriusnya?"


Pada papan pengumuman tersebut yang menggantung di dinding koridor, ada berbagai "misi" yang disusun sesuai dengan tingkat kesulitannya. Karena kebanyakan dari misi ini adalah misi berperingkat rendah dan aman yang diajukan oleh penduduk kota Akademi dan desa-desa terdekat, hampir nggak ada misi tingkat tinggi yang berbahaya.


Meskipun ada beberapa misi tingkat atas tentang mengalahkan roh kelas archdemon dipasang di bagian paling atas papan pengumuman tersebut, misi-misi ini tampak seperti dipersiapkan untuk siswa senior seperti Velsaria Eva.


"Apa kau mau bilang kau disini untuk mengerjakan misi?"


Alis Claire berkedut.


"Biarkan aku menjelaskan ini terlebih dahulu. Kecuali kita menang dalam turnamen, misi-misi dengan tingkat kesulitan seperti ini nggak akan banyak membantu dalam kualifikasi tim kita untuk ikut serta dalam Blade Dance."


"Enggak, aku melihat dari sisi itu...."


Fianna memutar kepalanya kesamping dan menunjuk sudut lain dari papan pengumuman tersebut.


Yang dipasang disana adalah pemberitahuan perekrutan untuk siswa.


"....Pekerjaan paruh waktu?"


Kali ini, giliran Kamito yang merasa kebingungan.


"Fianna, kenapa juga kau harus....."


Fianna adalah seorang anggota keluarga kekaisaran. Berdasarkan pada statusnya, dua seharusnya nggak perlu bekerja.


Selain itu, di Akademi dimana para siswa disini semuanya adalah para nona muda bangsawan, itu nggak seperti para siswa perlu melakukan pekerjaan paruh waktu, tapi dalam kenyataannya, jumlah pekerjaan paruh waktu yang ditawarkan tidaklah sedikit. Hal ini karena ada pengecualian seperti para bangsawan peringkat rendah yang tidak memiliki wilayah yang luas atau para siswa dengan keadaan khusus seperti Claire.


"Eh, ini adalah......"


Fianna tampak ragu-ragu.


"D-Demi uang...."


Dia berbisik, sangat malu.


"Demi uang.... Tapi kau masih terhitung sebagai keluarga kerajaan."


"Itu hanyalah sebuah gelar kosong. Uang dari istana kekaisaran sudah habis, aku sudah menggunakan semuanya buat beli kristal roh."


Sebagai tanggapan terhadap bantahan diri Fianna, Claire dan Kamito cuma bisa terdiam.


Dia diasingkan oleh keluarga kekaisaran karena menjadi Lost Queen yang kehilangan kekuatan dari roh terkontrak. Tanpa kekayaan apapun, uang jatahnya dilepas, dia telah sepenuhnya mengabaikan segalanya untuk datang ke Akademi ini.


—Semua itu dilakukan demi bertemu Kamito.


"Tapi hampir nggak ada yang bagus dari tawaran-tawaran ini...."


Mengalihkan tatapannya kembali ke papan pengumuman, Fianna mendesah ringan.


".....? Kau dulu adalah seorang kandidat Ratu di Divine Ritual Institute, kan? Bukankah seharusnya mudah untuk menemukan pekerjaan kalau kau menggunakan kualifikasi princess maiden mu?"


Hal ini sudah jelas. Hampir semua persyaratannya mencari kekuatan yang dimiliki oleh para siswa Akademi sebagai elementalis. Contohnya mencakup pekerjaan menari ritual untuk membuat persembahan pada roh-roh tanah dengan harapan panenan yang melimpah, atau pekerjaan yang meminta roh-roh kuat untuk menebang pohon. Memang, sebagai seseorang yang terlatih di Divine Ritual Institute, pekerjaan semacam ini harusnya sangat mudah bagi dia.


"Lihat, ada pekerjaan pembangunan sebuah bendungan. Kalau roh ksatria itu—"


"N-Nggak bisa diterima! Menggunakan roh milik keluarga kekaisaran untuk pekerjaan pembangunan."


Fianna menggelengkan kepalanya. Lalu dia agak menunduk.


"Terlebih lagi, kali ini, aku nggak mau menggunakan kekuatanku sebagai seorang princess maiden."


"....? Kenapa—"


"Kau seharusnya bisa mengerti perasaan tentang nggak mau menarik perhatian yang nggak diperlukan, kan?"


Menunjukkan sedikit kesedihan pada matanya yang berwarna senja, Fianna mendesah.


"....Ya, itu benar.... Maaf."


Claire berpaling meminta maaf.


Dianiaya sebagai adiknya Ratu Bencana, Claire bisa memahami perasaan Fianna yang telah dicemooh oleh istana kekaisaran dan dipanggil Lost Queen. Mungkin Fianna masih merasa enggan terekspos pada mata dari orang-orang sombong lagi setelah memulihkan kekuatannya sebagai seorang princess maiden.


"Ngomong-ngomong, apa kau pernah kerja paruh waktu sebelumnya, Claire."


"Pernah."


Claire mengangguk. Meskipun dia telah berhenti bekerja untuk persiapan Blade Dance yang akan datang, sebelum Kamito dipindahkan ke Akademi, dia melakukan pekerjaan. Peach kalengan dalam jumlah banyak yang ada di kamarnya sepertinya dibeli menggunakan upah kerja paruh waktunya.


"Pekerjaan seperti apa yang kau kerjakan?"


"Les privat untuk anak-anak dalam keluarga atas."


"L-Les privat!?"


".....Ya ampun, kenapa reaksimu begitu?"


"Oh, bukan apa-qpq, bukannya tak terduga, itu lebih seperti...."


Kamito menggaruk kepalanya ragu-ragu.


"Aku berpikir kau pasti bekerja sebagai pengrajin pembuat arang...."


"Aku juga berpikir pengrajin arang...."


"Apa-apaan itu!?"


Rambut Claire berdiri layaknya kobaran api.


"Yah, aku paham.... Itu karena nilaimu begitu bagus, Claire."


Sama seperti yang dikatakan, nilai milik Claire adalah golongan atas di Akademi. Karena memang dilahirkan cukup berbakat, dikombinasikan dengan cara belajarnya yang serius.


"Fufu, guru privat huh... Nggak buruk juga."


Lalu, Fianna bergumam sendiri sambil merenung, lalu....


"Fufu, Kamito-kubn?"


Boing. Tiba-tiba, Kamito merasakan sensasi elastis ditekankan pada lengan kirinya.


"....!? A-Apa yang kau lakukan, Fianna!?"


"Karena kau sedang belajar remedial, Kamito-kun, biarkan aku mengajarimu secara privat♪"


".....Huh, tunggu, a-a-a-a-apa yang kau lakukan, dasar putri bejat!"


"Aku bukan putri bejat, tapi guru bejat♪"


"Berhenti mengubah topik!"


Claire menggerutu dan memasuki pose untuk menarik Fianna.


"Kalau boleh aku tau, apa yang kalian lakukan?"


Lalu, sebuah suara terdengar dari ujung lain koridor.


"...Rinslet?"


Kamito memalingkan wajahnya dan melihat Rinslet memegang sebuah buku ditangannya, berjalan mendekat bersama Carol.


"Fianna sedang mencari pekerjaan paruh waktu."


"Yang Mulai?"


Sembari Rinslet mendengarkan sambil sedikit memiringkan kepalanya, Kamito menjelaskan seluruh ceritanya.


".....Aku paham sekarang. Mencari pekerjaan paruh waktu untuk tidak bergantung pada jatah, sungguh sangat menyentuh."


Rinslet menepukkan tangannya di depan dadanya dan mengangguk.


"Rinslet, aku nggak membayangkan kau benar-benar bekerja, kan?"


"Wah wah, aku akan memberitahuku, aku cukup ahli dalam melipat pamflet periklanan."


Hmph, Rinslet membusungkan dadanya.


"Nyonya telah menerima pujian pada konvensi pelipatan pamflet periklanan."


"Kenapa seorang putri dari keluarga Laurenfrost melipat pamflet...."


"Aku mendapati itu menyenangkan saat aku membantu Carol dalam pekerjaan paruh waktunya."


"Kenapa seorang maid melakukan pekerjaan paruh waktu...."


Tanpa memperhatikan Kamito yang sedang bertanya dengan mata disipitkan, Rinslet berpaling pada Fianna.


"Yang Mulia, kalau kamu mau, maukah kamu kukenalkan pada sebuah toko kenalanku?"


"....Sungguh? Itu akan sangat membantu."


"Ya, Gimanapun juga, toko itu selalu mengeluh tentang kurangnya tenaga kerja. Aku akan mencoba mengontak mereka sepulang sekolah."


"Aku turut senang untukmu, Fianna."


"Ya, makasih. Rin... slot-san?"


"Namaku Rinslet Laurenfrost!"


Tersinggung, wajah Rinslet menjadi merah.


"Sepertinya menyenangkan. Aku akan ikut juga untuk melihat."


"Aku juga, itu mengkhawatirkan jadi aku akan ikut juga."


Bagian 2[edit]

Dengan ini diputuskan, keesokan hari berikutnya. Kamito dan rekan-rekannya tiba di sebuah toko tertentu yang direkomendasikan oleh Rinslet, berlokasi di jalan paling ramai di kota Akademi.


"Tunggu, jangan bilang tempat ini....."


Fianna berbisik dengan gugup setelah melihat tanda toko itu.


"Ya, ini adalah toko manisan yang terkenal, Royal Palace, yang mana cabangnya berlokasi di ibukota kekaisaran."


Rinslet mengibaskan rambutnya dengan elegan sambil berbicara.


".....K-K-K-Kenapa harus sebuah toko kue?"


Kamito begitu ketakutan sampai-sampai dia berlutut di tanah, mencengkeram kepalanya.


"Kamito-san, ada apa denganmu?"


"A-Arghhhhh..."


(...Ngomong-ngomong, kurasa Rinslet nggak tau seberapa mengerihkannya masakan Fianna.)


Kamito berdiri secara tak stabil.


"Hei Rinslet..."


"Kyah, a-apa yang kamu lakukan secara tiba-tiba!?"


Tepat saat Kamito mencoba berbisik di telinga Rinslet, Rinslet bergidik pelan.


"....Maaf, tapi tempat ini percuma saja, Fianna nggak bisa masak sama sekali."


"Nggak usah khawatir. Para koki kue disini akan mengajarimu secara langsung meskipun kamu nggak punya pengalaman dalam membuat manisan."


"Tidak, bukan itu masalahnya....."


"Tunggu, apa yang kalian berdua bisikkan?"


"W-Wajah kalian terlalu dekat!"


Claire dan Fianna dengan marah melotot pada Kamito.


Lalu lonceng berbunyi dan pintu toko itu terbuka.


".....Oh."


"Mari silahkan, selamat datang di toko, nona-nona."


Berjalan keluar dari toko adalah seorang wanita dewasa dan tampak bisa diandalkan, mengenakan seragam koki.


Tampaknya dia adalah pemilik toko ini.


"Aku sudah mendengar rinciannya dari Rinslet-sama. Ya, kau pastinya akan menjadi bantuan yang besar."


"Terimakasih karena menunggu kami hari ini."


Rinslet membungkuk dengan sopan dan memperkenalkan wanita itu pada Kamito dan para cewek.


"Dia dulu adalah Grand Pâtissier (pembuat kue handal) di istana kekaisaran. Dia juga merupakan guruku dalam membuat manisan."


"Gurunya Rinslet huh...."


"Meamanggilku guru itu berlebihan. Nona, kau dengan cepat melampaui aku tak lama setelah kau mulai belajar—"


"Wah wah, pujian semacam itu nggak diperlukan."


Rinslet menggelengkan kepalanya.


"Senang berkenalan denganmu, Grand Pâtissier."


Fianna melangkah maju dan membungkuk memberi salam dengan sopan.


Lalu Claire juga melangkah maju.


"U-Umm, apa nggak apa-apa.... kalau aku ikut belajar?"


"Kau juga, Claire?"


"Umm, aku ingin.... belajar membuat kue..."


Claire memainkan jari-jarinya dengan gelisah sambil berbicara dengan canggung:


"Dan juga, F-Festival Suci Valentia sudah dekat."


"....Ah, iya benar."


Fianna tersenyum ringan.


"H-Hal semacam itu, apa...."


"Hmm? Apa ini adalah sesuatu yang harus dibicarakan di depan Kamito-kun?"


"...~H-Haah, j-jangan—"


Percikan api kecil keluar dari ujung rambut Claire seraya wajahnya menjadi merah cerah.


Pemilik toko itu mengangguk.


"Memangnya kenapa. Aku nggak akan menolakmu... Kau adalah orang yang membuat kontrak dengan roh kucing neraka, kan?"


"Y-Ya...."


"Kalau begitu, silahkan ke tempat oven untuk memanggang adonan kue."


"Hati-hati dan jangan menggosongkan kuenya."


"N-Nggak usah khawatir, setidaknya aku tau bagaimana mengoperasikan oven!"


Bagian 3[edit]

"Jadi, Fianna-sama, silahkan kocok krim ini—"


Didalam dapur dari toko kue berkelas, Royal Palace, dua cewek itu sekarang ini memakai apron dan sedang di ajari oleh Grand Pâtissier.


Fianna mengocok krim di mangkok sampai berbuih, sedangkan Claire menata adonan kue di nampan oven satu per satu. Sebenernya, dia tampak cukup berpengalaman.


(.....Yah, Kurasa nggak ada masalah.)


Kamito memperhatikan mereka dari sudut dapur, akhinya bisa menghela nafas lega. Kesampingkan Claire yang masih belum mulai menggunakan api, Fianna tampaknya nggak melakukan sesuatu yang aneh.


(...Sup putih yang sebelumya pasti merupakan sebuah kesalahan.)


Sepertinya itu memang sesuatu yang dibuat untuk membunuh Claire. Menilai dari cara kerjanya, cewek-cewek itu harusnya berhasil kalau cuma membuat kue biasa.


"Menyalalah, bara—"


Setelah memasukkan semua adonan kue ke nampan, Claire mengaktifkan ovennya. Oven itu adalah model yang mahal yang menggunakan kristal roh. Salamander kecil dilepaskan untuk mempertahankan plat pemanas.


....Sesaat setelahnya, aroma yang sangat menggugah selera memenuhi dapur.


".....Wow, aroma ini menakjubkan."


Tiba-tiba, pedang di pinggang Kamito menyala terang.


Lalu seorang cewek cantik berambut perak muncul di dapur.


"....Est, apa yang terjadi? Kenapa sekarang?"


"Ya, aku bangun karena aku mencium aroma yang nikmat."


Est menguap sambil merenggangkan badan.


"Kamito, aku lapar."


Est gelisah dan menarik-naril lengan Kamito.


"Jangan makan tanpa ijin. Sabarlah aku akan membelikan makanan untukmu."


"Baik, Kamito."


Est mengangguk san mulai menatap kue didalam oven.


Beberapa menit kemudian....


"Krimnya selesai♪"


Memegang mangkok dengan kedua tangannya, Fianna dengan senang berputar kearah Kamito.


"Wow, tampaknya sempurna."


Mangkok itu dipenuhi dengan krim.... Yah, itu tampak baik-baik saja menilai dari penampilannya.


"Fufu, Kamito-kun, maukah kau mencicipinya? Ini selembut payudaraku."


Boing.


"...Fianna!?"


"Baikah, coba cicipi dulu—"


Si pemilik toko berdeham dan mengambil mangkok itu.


Memasukkan satu sendok krim kedalam mulutnya, dia kemudian—


......Membeku begitu saja.


"...?"


Kamito menggunakan jarinya untuk mengambil sedikit krim itu.


"G-Gimana? Kamito-kun....."


"N-Nggak ada rasanya....."


....Itu seperti memakan udara yang lembut. Rasa yang sungguh tak bisa dipercaya.


".....Yang Mulia, bagaimana sih caramu membuatnya?"


"Bagaimana...? Aku hanya berdoa supaya itu menjadi lezat sambil mengaduknya secara normal, kurasa cuma itu saja."


Fianna menjelaskan dengan ekspresi gelisah.


(....Jangan bilang bahwa doa Fianna bahkan punya pengaruh pengubah rasa?)


Berbakat sebagai seorang princess maiden elit, kalau dia memasukkan pikirannya kedalam masakannya, mungkin akan ada sebuah efek seperti sihir ritual, dengan demikian mengubah rasanya.


"Hmm, ini agak mustahil untuk digunakan...."


Pemilik toko berkomentar pelan dengan ekspresi serius, namun saat itu......


"...Haah!"


Jeritan terdengar dari belakang.


"Apa yang terjadi, Claire!?"
"Ada apa?"


Saat Kamito dan yang lainnya berbalik....


"R-Roh api didalam oven tiba-tiba... Hei kau, hentikan ini sekarang juga!"


Didalam oven besar itu, salamander dalam jumlah yang tak terhitung dengan rakus memakan kue-kue itu.


"Claire, apa yang kau lakukan!?"


"K-Karena itu kurang panas, jadi aku hanya.... menambah sedikit kekuatannya..... Uwah!"


Para salamander kecil itu memakan semua kue di nampan. Kemudian mereka membuka pintu ovennya dan lari keluar.


"T-Tunggu...."


Roh-roh api dalam jumlah yang tak terhitung mulai melahap kue-kue kesukaan mereka di toko tanpa menahan diri.


"Serahkan padaku. Fenrir!"


Rinslet dengan cepat mengangkat tangannya dan memanggil serigala putih besar.


"Woof!"


"Bekukan semua roh api itu!"


"T-Tunggu, Rinslet—"


Kamito dengan panik mau menghentikan Rinslet, tapi sudah terlambat....


Fenrir membuka rahangnya lebar-lebar dan menyemburkan badai salju yang ganas pada para roh api yang menggila di seluruh tempat ini.


Para roh api itu langsung membeku. Mengubah mereka menjadi partikel cahaya, mereka lenyap.


"Phew~ itu mungkin trik.... Waduh?"


"....Ahhhhhh, semua kue hari rusak....!"


Didalam dapur yang membeku jadi es, pemilik toko pingsan karena syok.


Bagian 4[edit]

....Sebagai hasilnya, kerja paruh waktu di Royal Palace harus ditangguhkan.


Karena pemilik toko pingsan karena syok, Rinslet dan para staff yang lainnya saat ini mati-matian bergegas membuat kue.


Merasa bertanggung jawab, Claire membeli semua kue yang rusak.


".....Haaaa, apa aku nggak bisa membuat sesuatu selain arang?"


Claire sedang berjalan di kota Akademi sambil depresi. Twintail miliknya juga tampak lesu. Suasana hatinya sedang murung.


"Yah, hal ini terkadang terjadi. Bukankah aku juga menyia-nyiakan krim itu?"


Fianna menepuk pundak Claire, mencoba untuk menyemangati dia.


"Ooh, Fianna.... Aku nggak tau kalau kau adalah orang yang baik..."


"....Sudah, sudah, jangan menangis. Tapi apa yang harus kita lakukan selanjutnya...?"


"Yah, coba kita lihat-lihat dengan sabar. Kita akan menemukan sesuatu."


Kata Kamito. Lalu....


"Kalau kalian mau, maukah saya kenalkan kalian pada toko dimana saya bekerja?"


"...Carol, kapan kau ada disini!?"


Carol tiba-tiba muncul didepan kelompok Kamito saat mereka sedang berjalan.


"Para maid bisa muncul setiap saat, tidak peduli dimanapun itu."


Carol tersenyum.


"Bukankah kau harus bersama Rinslet?"


"Hmm, saya tidak banyak membantu lagipula."


"Terang-terangan sekali...."


Kamito menyimpitkan matanya untuk bertanya, lalu mendesah ringan.


"Ngomong-ngomong, ditoko apa kau kerja, Carol?"


Claire mengernyit dan bertanya.


"Sebuah kafe di kota Akademi. Sebagai seorang pelayan."


"Pekerjaanmu seharusnya adalah maidnya Rinslet, kan?"


"Hanya sebuah pekerjaan sampingan dan nyonya memberi ijin."


"Aku benar-benar ingin menjadi seorang maid Laurenfrost."


Fianna berguman pelan.


"Tapi menjadi seorang pelayan tampaknya cukup menyenangkan."


"....Benar. Jika hanya melayani pelanggan diluar dapur, seharusnya tidak ada masalah, kan?"


"Bagus, Carol, bisakah kau mengenalkan kami?"


"Baik, serahkan pada saya!"


Bagian 5[edit]

Toko yang direkomendasikan Carol adalah sebuah kafe besar bernama Annerose, berlokasi di pusat kota Akademi.


Karena mereka berempat memang tampak terhormat, ditambah rekomendasi Carol, mereka semua dipekerjakan setelah wawancara sederhana.


"Fufu, ini benar-benar seragam yang manis♪"


Saat Fianna berputar, rok seragamnya berkibar ringan.


"....Tapi kenapa, bahkan aku...."


Claire menatap dadanya yang kecil dan bergumam. Karena seragam Annerose memperlihatkan garis leher yang rendah, pakaian ini membuat ukuran dadanya semakin kelihatan.


"Bagaimana caramu untuk membayar kue-kue itu?"


"Y-Yah...."


Claire tak bisa berkata apa-apa. Lalu.....


"....Aku yang paling tragis disini."


Memasuki aula dengan wajah putus asa adalah....


Kamito yang mengenakan seragam pelayan wanita.


"K-Kamito?"
"Ya ampun, Kamito-kun, ini benar-benar cocok denganmu...."


"Gah....."


Kamito berteriak tak senang.


Bagaimanapun juga, semuanya telah jadi seperti ini. Niat aslinya Kamito adalah untuk mencuci piring dan semacamnya di dapur, jadi dia menerima wawancaranya, tapi karena suatu alasan, si pemilik toko segera menyerahkan seragam pelayan wanita setelah melihat dia.


"Umm, Kamito... Kau sungguh.... cantik."


"Itu nggak membuatku merasa lebih baik."


Kamito mengerang.


"Lihat, Kamito-kun...."


Fianna tersenyum ringan dan mendekati dia, lalu....


"Kerahmu berantakan."


Berdiri berjinjit, Fianna memperbaiki pita Kamito dan mengikatnya.


"M-Maaf...."


"Tunggu, apa yang kau lakukan? Dasar putri bejat!"


Claire dengan marah menyuarakan keberatannya.


"Kamito, apa ini tampak bagus?"


Lalu sebuah suara pelan terdengar dari belakang.


Mengenakan seragam, Est tanpa ekspresi berdiri didepan meja.


"Y-Ya...."


"Kaus kakinya terlalu pendek.... Aku merasa sangat malu...."


Menarik roknya kebawah, Est dengan canggung menutupi pahanya. Bukannya kaus kaki miliknya yang biasanya, dia memakai kaus kaki setinggi lutut.


Karena si pemilik toko menyukai Est juga, Est juga bekerja disini.


"....Itu terlihat bagus untukmu."


"Senang sekali, Kamito."


"...Muuu~, kau terlalu memanjakan Est."


"Memang...."


Fianna setuju dengan Claire yang cemberut.


"Sudah hampir waktunya, semuanya, waktunya bekerja!"


Carol menepukkan tangannya dan memasuki aula bersama pemilik toko.


"Wow, semuanya tampak menakjubkan mengenakan seragam ini. Karena Carol yang merekomendasikan kalian, aku bisa menyerahkan pekerjaan pada kalian tanpa khawatir!"


"Sepertinya Carol benar-benar bekerja cukup serius disini.l


"Ya, sungguh tak terduga...."


Kamito berkomentar pelan dan Claire mengangguk ringan.


"Harap perhatikan perilaku kalian, kalian berdua."


Kamito dan Claire mau tak mau meluruskan punggung mereka didepan Carol yang tersenyum.


Bagian 6[edit]

Beberapa saat setelah Kamito dan rekan-rekannya mulai bekerja di kafe itu....


"H-Harusnya baik-baik saja, kan?"


Didepan kafe Annerose, sesosok yang gelisah muncul.


Dia mengenakan topi berbulu seraya wajah disamarkan oleh kaca mata hitam yang besar. Dia mengintip kedalam melalui jendela. Rambut pirang yang terlihat dibawah topinya melambai ringan.


Tentu saja, dia adalah Rinslet.


Menggunakan kemampuannya sebagai seorang ahli kue, hanya butuh sekitar satu jam untuk menyelesaikan kuenya. Melakukan pemyamaran, dia secara sembunyi-sembunyi datang untuk memeriksa bagaimana kinerja Claire dan yang lainnya.


Saat dia memperhatikan toko itu seperti orang aneh....


"Apa yang kau lakukan?"


Sebuah suara datang dari belakang. Ketakutan, seluruh tubuh Rinslet gemetar.


"....I-Ini tidak seperti karena aku khawatir pada Claire.... Huh—"


Rinslet melihat kebelakang dan tiba-tiba tak bisa berkata apa-apa selama sesaat.


Yang berdiri disana adalah seorang cewek yang dia kenali.


"....Kapten!?"


Ellis Fahrengart. Kapten dari Sylphid Knight yang menegakkan kedisiplinan publik di Akademi.


Dia tampak seperti sedang patroli dengan sebilah pedang di pinggangnya.


Ellis mengernyit dan mengarahkan tatapannya pada kafe itu.


Lalu dia melihat wajah-wajah yang akrab didalam.


"....Apa, putri bekerja disini?"


Dia bergumam dengan ekspresi serius.


"Meskipun Akademi tidak melarang pekerjaan paruh waktu, t-tapi bukankah seragam itu sangat tidak tau malu?"


Ellis berpikir sebentar.


"Hmm, ini adalah yang disebut penyelidikan."


Mengangguk tegas, dia melangkah masuk kedalam kafe itu.


"Oh, Kapten...."


Rinslet mengejar Ellis kedalam toko.


Bagian 7[edit]

"...Hmm? Cewek-cewek itu, bukankah mereka Ellis... dan Rinslet?"


Saat menyajikan minuman, Kamito melihat mereka memasuki kafe dan mengangkat alisnya.


Kesampingkan Ellis, selera Rinslet benar-benar aneh. Meskipun dia menyamarkan dirinya sendiri dengan topi dan kacamata hitam, identitas aslinya sudah sepenuhnya terbongkar.


(....Mungkinkah dia datang kesini karena dia khawatir pada Claire?)


Kamito berjalan kearah dua cewek itu yang berada didekat pintu masuk dan memanggil mereka.


"Ellis, Rinslet, apa yang kalian lakukan?"


"....Hmm? Kenapa kau tau namaku?"
"B-Bagaimana bisa kamu tau identitas asliku—?"


Dua cewek itu menanggapi secara bersamaan.


Kamito mengangkat bahu dan berbisik pelan yang mana hanya bisa didengar oleh kedua cewek itu.


"....Ini aku."


"Kamito?"
"...Kamito-san!?"


Mereka membelalakan mata mereka dan menatap wajah Kamito dengan cermat.


Lalu akhirnya, mereka sadar bahwa pelayan wanita ini adalah Kamito.


"P-Pakaian itu, apa-apaan yang sedang terjadi!?"


"A-Aku nggak pernah tau kamu punya hobi semacam ini!?"


".....K-Kalian benar-benar salah paham!"


Kamito tiba-tiba berteriak panik, menyebabkan para pelanggan disekeliling menoleh untuk melihat apa yang sedang terjadi.


"Tidak, yah, ini karena suatu keadaan....."


Uhuk. Kamito batuk ringan dan menjelaskan seluruh ceritanya pada Rinslet dan Ellis.


"....Gitu ya. Itu benar-benar malang."


"Dan aku jadi penasaran apakah kau sering ber-crossdress."


"Itu terjadi tiga tahun yang lalu."


"Tiga tahun yang lalu?"


Ellis tampak terkejut pada Kamito yang secara tak sengaja keceplosan.


"....Oh, bukan apa-apa..... Ngomong-ngomong, Rinslet, apa yang ditoko kue baik-baik saja?"


Kamito buru-buru mengubah topik.


"Fufu, tentu saja. Aku mengganti kue-kue yang rusak dengan baik."


Rinslet membusungkan dadanya dengan bangga.


"Aku datang kesini untuk melihat apakah Claire bekerja dengan benar atau tidak."


Dia menatap Claire yang sedang bekerja.


"Anda memesan daging sapi rebus serta nasi omelet, pelangan yang diujung sana memesan kari seafood, sedangkan dua pelanggan yang disebelah sana memesan roti dan kopi serta teh hitam dan kue, dua-duanya tidak pakai susu—"

(TL note: aku memakai kata "anda" secara sengaja karena Claire disini bertindak sebagai pelayan, jadi aku mencoba menerjemahkan dengan bahasa sesopan mungkin)


Claire mondar-mandir kesana kemari antara dapur dan aula dengan pemandangan yang mempesona.


"Dia mengingat dengan jelas hanya dengan mendengarnya sekali saja...."


"Nilainya sangat menakjubkan di sekolah."


Rinslet berkomentar dengan bangga karena suatu alasan.


"Wow, cewek ini manis sekali♪"


Lalu, suara nyaring bisa terdengar dari kafe itu.


"Ini!" "Ini juga, lagi~" "Ini, bilang ah~♪"


Mengenakan seragam pelayan, Est sedang disuapi oleh para pelanggan.


"Apa yang dilakukan Est....."


"Sini, bilang ah~ Ya, aku benar-benar ingin menyuapi dia lagi. Pesan kue sus lagi♪"


"Satu pesanan kue sus, sebentar lagi datang."


Menerima pesanan tersebut dari samping adalah Carol yang tersenyum.


Kamito tersenyum masam saat melihat Fianna yang bekerja di sudut lain dari aula.


"Eh, satu pesanan roti jeruk dan secangkir teh hitam, kan?"


"Salah, aku memesan teh susu."


"S-Saya benar-benar minta maaf...."


Meskipun agak terbata-bata, Fianna tampak seperti dia mengerahkan banyak upaya. Mungkin tak satupun pelanggan ada yang mengenali wajahnya sebagai sang Putri Kedua.


(Pekerjaan ini harusnya baik-baik saja.)


Saat Kamito menghela nafas lega....


"Ya ampun, bukankah ini Yang Mulia mantan Putri Kedua—"


"...!?"


Karena suara yang tiba-tiba ini, Fianna kaget dan berhenti berjalan.


Orang yang berbicara adalah seorang aristokrat berpakaian mewah yang duduk di meja ujung.


"Oh benar, daripada Putri Kedua, aku harusnya memanggilmu sebagai Lost Queen, kan?"


Kafe itu langsung hening karena nada ejekan si aristokrat itu.


".....Siapa itu?"


"Dia adalah Count Rondo."


"Dia adalah seorang bangsawan berperingkat tinggi yang melayani sebagai Menteri Keuangan di ibukota kekaisaran. Dia mungkin sedang memeriksa kota Akademi."


"Seorang bangsawan dari istana kekaisaran huh....."


Kamito mendecakkan lidahnya. Dipanggil Lost Queen dimasa lalu, Fianna terluka atas rumor-rumor rahasia diantara para bangsawan di istana menjatuhkan nama baiknya. Tepatnya karena hal itulah, Fianna menutup hatinya, memutuskan untuk tak peduli tentang segala sesuatu disekitar dia. Selama empat tahun terakhir, dia menutup diri nya di istana tanpa keluar.


"Serius, sejauh mana kau telah jatuh. Tak disangka bahwa putri yang mengucap janji sebagai seorang kandidat Ratu akan melayani orang lain di tempat seperti ini—"


Fianna berdiri membeku dengan wajah yang pucat. Pundaknya sedikit gemetar dan nafasnya tidak teratur. Kata-kata kejam ini telah merobek dalam dalam bekas luka yang terbentuk dalam hatinya saat dia mengurung diri di istana.


"Fianna—"


Saat Kamito hendak bergegas kearah Fianna, Rinslet meraih lengannya.


".....Kamito-san, jangan khawatir."


"Huh?"


Lalu....


"Ini teh merah pesananmu—"


Didepan count itu, secangkir teh hitam diletakkam dengan kasar dimeja.


Secangkir teh hitam ini mendidih dan mengeluarkan gelembung layaknya lava.


"Apa-apaan ini?"


"Minum sekarang dan enyahlah. Jika tidak aku akan mengubahmu menjadi arang."


"...!"


Karena Claire memancarkan kemarahan dari seluruh tubuhnya, si Count secara tak sengaja menelan ludah.


"H-Hmph, seolah ada yang mau mengunjungi tempat seperti dua kali...."


Setelah mengatakan dialog pengunduran diri, dia bergegas meletakkan tagihannya di meja dan berlari keluar kafe dengan panik.


"...Claire?"


Akhirnya tak lagi tertegun, Fianna berpaling dan menatap Claire.


Claire menghindari kontak mata karena malu.


"H-Hmph, jangan salah sangka. Aku hanya membenci orang seperti itu—"


Seolah tidak ada yang terjadi, Claire kembali ke tempatnya.



Bagian 8[edit]

Setelah menyelesaikan pekerjaan mereka di Annerose dengan damai, dalam perjalanan kembali ke asrama....


Kamito dan rekan-rekannya berjalan di jalan ubin batu dibawah cahaya bulan.


"Fianna, traktir aku dong pake upahmu?"


"Bukannya kau juga menerima upah, Claire?"


"U-Upahku lenyap buat membayar kue-kue itu...."


"Oh, benar juga...."


Fianna tersenyum masam pada Claire yang tertunduk lesu karena depresi.


"Fianna, kau kelihatan cukup senang."


"Fufu, masa sih?"


Fianna menghadap ke belakang, ekspresinya—


Dibandingkan dengan senyum nakal yang biasanya, itu adalah sebuah senyum polos.


Kamito mau tak mau menatap dia sambil terpesona....


"....Saat itu, aku benar-benar sangat ketakutan."


Fianna bergumam.


"".....Sangat ketakutan?""


Kamito dan Claire menanggapi secara bersamaan.


Fianna mengangguk.


"....Ya. Sejujurnya, saat aku awalnya membuat keputusan untuk bekerja diluar, meskipun sebagian adalah karena uang, aku juga berusaha untuk melepas masa lalu ku yang terus bersembunyi di istana, melarikan diri dari kenyataan—"


Fianna menatap ke kejauhan seraya dia berbicara.


".....Begitu ya."


Didepan Kamito dan yang lainnya, Fianna selalu bertindak ceria dan bijak.


Tapi kenyataannya, dia adalah seorang cewek polos yang gampang terluka. Oleh karena itu, saat dia meninggalkan segalanya untuk lari dari istana untuk datang ke Akademi, dia mungkin menyegel kenangan-kenangan itu di dasar lubuk hatinya.


"Tapi jangan khawatir, karena aku tak lagi sendirian...."


"Fianna..."


Fianna menyeka air matanya lalu menunjukkan senyum nakalnya yang biasanya di wajahnya.


"Aku akan mentraktir kalian berdua malam ini. Kita mau makan dimana?"


"Serius? Gimana kalau—"


Claire berhenti dan berbalik.


"Aku nggak betul-Betul peduli sih, tapi Rinslet, penyamaranmu udah gagal sejak lama sekali."


"T-Tidak juga, ini nggak seperti aku mengikuti kalian!"


Awalnya bersembunyi di balik tiang, Rinslet muncul.


"Terserahlah, sudah ikut kami saja. Fianna bilang dia akan mentraktir kita."


"Ya, aku sih nggak masalah."


"....K-Kalau kamu bilang begitu, maka A-Aku akan mendampingi kalian♪"


Melepaskan kaca mata dan topi aneh miliknya, Rinslet berlari mendekat dengan gembira.


Lalu pedang yang menggantung di pinggang Kamito menyala.


".....Kamito, aku bangun juga."


"....Est, bukannya orang-orang meyuapimu belum lama ini? Kau masih bisa makan!?"


Dikelilingi oleh teman-temannya, Fianna kemudian......


"Aku tak lagi sendirian....."


Dengan suara yang sangat pelan yang tidak terdengar oleh siapapun, dia berbisik pada dirinya sendiri.


Halaman Utama