Seirei Tsukai no Blade Dance:Jilid15 Bab 3

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search
The printable version is no longer supported and may have rendering errors. Please update your browser bookmarks and please use the default browser print function instead.

Bab 3 - Jarak Diantara Saudara

Bagian 1

Fajar—

Dibawah sinar matahari terbit, kapal militer modifikasi tersebut, Revenant, mendarat di Hutan Ice Blossoms didekat Kastil Winter Gulf.

Pelindung kapal itu terkelupas parah dengan tanda-tanda kerusakan disemua bagiannya.

Kapal itu pasti telah mengalami pertempuran sengit melawan Pasukan Udara Ordesia di perbatasan ibukota kekaisaran.

Kamito dan timnya bergegas melakukan persiapan dan bertemu didepan kapal terbang itu.

"Natalia, aku serahkan sisanya padamu."

"Dimengerti, kami dari Wolf Ritters akan melakukan segala yang kami bisa untuk melindungi Mireille-sama."

Kapten dsri para ksatria, Natalia, memberi hormat dengan postur yang tegap. Dibelakang dia, semua orang juga memberi hormat pada saat yang bersamaan. Bukan hanya Wolf Ritters, tetapi juga semua prajurit di kastil datang untuk mengantar kepergian mereka. Ini menunjukkan seberapa besarnya Rinslet dicintai oleh warga kastil.

"Mireille, kamu harus mendengarkan Natalia dan Milla dengan benar."

"Jangan khawatir, Onee-sama. Sampai kau kembali, aku pasti akan menyelesaikan pemulihan Laurenfrost."

Mireille mengangguk penuh semangat.

"Mireille-sama, anda bisa mengandalkan saya."

Milla Basset berbisik pelan.

"Sebagai seorang putri Laurenfrost, aku juga akan melakukan apapun yang aku bisa."

"Judia..."

Rinslet memeluk adiknya yanh lain erat-erat yang duduk di kursi roda.

"Entah bagaimana, rasanya seperti negeri Laurenfrost akan baik-baik saja."

"Ya, dengan para pengikut yang menakjubkan seperti itu, aku merasa nggak ada perlunya untuk khawatir."

Claire mengangguk setuju.

lalu, pintu kapal militer tersebut terbuka dan tangga logam turun.

Yang muncul adalah Rubia Elstein berpakaian dalam seragam militer.

Menatap kelompok Kamito yang ada dibawah, dia berkata:

"Penyelamatan Fianna Ray Ordesia tampaknya sudah berhasil."

"Ya, akan tetapi perantara Murders yang kau siapkan telah menghianati kami."

Kamito menjawab dia dengan kasar.

Saat itu, kalau Virrey si ksatria operasi khusus tidak membantu mereka, Kamito dan rekan-rekannya mungkin masih berkeliaran di bawah tanah ibukota kekaisaran saat ini.

"Jadi Tikus Botak itu menghianati kita.... Uang yang dibayarkan pada dia pastinya lebih dari cukup."

"Dia sudah memihak Kerajaan Suci. Jangan terlalu percaya pada orang yang bisa dibeli."

"—Akan aku ingat."

Mengatakan itu, dia berpaling pada Fianna.

"Apa kau sudah membuat keputusan? Putri Kedua Kekaisaran, Fianna Ray Ordesia."

"Ya, aku akan bertindak sebagai pionmu, Rubia-sama—bukan, Rubia Elstein."

Fianna menatap lurus pada mata Rubia dan menjawab tanpa takut.

Ratu Bencana dan Ratu Yang Hilang— yang sebelumnya merupakan sahabat baik di Divine Ritual Institute dimasa lalu, tatapan mereka saling bertemu—

"Bagus. Rapat akan diadakan setengah jam lagi. Beristirahatlah dulu di kapal."

Dengan kibasan dari jubahnya, Rubia kembali kedalam kapal militer tersebut.

"Oh, Nee-sama..."

Saat Claire memanggil dia... Claire segera menutup mulutnya lagi.

"Ada apa?"

"Aku masih belum mendapatkan kesempatan untuk berbicara denganmu secara tepat, Nee-sama..."

Claire berkata murung.

Memang, meskipun akhirnya bertemu lagi, mereka berdua belum berbincang-bincang sebagai kakak adik.

Meskipun Rubia memancarkan kesan dingin seolah satu sentuhan saja bisa menimbulkan kemarahannya, Kamito bertanya-tanya apakah itu karena dia tidak tau seperti apa Rubia dimasa lalu. Mungkin saat ketika Claire masih kecil, dia sangat berbeda dari yang sekarang.

Mungkin perubahan yang signifikan terjadi pada masa lalunya sendiri yang akrab pada Claire.

...Dihari ketika Elemental Lord Api yang gila menghancurkan sebuah kota.

"Yah, nggak perlu cemas. Sebelum kita sampai di Dracunia, ada banyak kesempatan untuk berbicara."

Kamito menepukkan tangannya pada pundak Claire.

"Hmm, aku juga nggak punya percakapan yang tepat baru-baru ini dengan kakakku."

"....K-Kau benar. Akan kucoba."

Claire mengangguk dan menggigit bibirnya keras-keras.

Bagian 2

Kamito dan rekan-rekannya mempersiapkan barang bawaan mereka dan naik ke kapal. Claire berbagi kamar dengan Runslett dan Fianna, sedangkan Ellis bersama Velsaria.

Kamito, Est dan Restia mendapatkan satu kamar sendiri untuk mereka.

"Uh, tempat ini, kan....?"

Dipandu oleh seorang gadis yang bekerja dibawah Rubia, dia membuka pintu kamar yang disiapkan untuk dia.

"Oh, Kamito..."

Didalam kamar itu adalah Restia, mengenakan pakaian maid. Dia bereaksi dengan tampilan terkejut pada wajahnya.

Dengan sebuah sapu kecil ditangannya, sepertinya dia saat ini sedang merapikan dan membersihkan kamar ini.

"Jadi kamu sudah kembali. Aku bahkan nggak menyadarinya..."

"Karena ruangan ini nggak punya jendela..."

Kamito menyandarkan Est di dinding sebelah pintu dan duduk ditepi tempat tidur.

Tak seperti yang sebelumnya, ruangan ini berbeda, sangat bersih.

"Sebelumnya disini sangat kotor, tapi sekarang betul-betul berbeda."

"Karena aku nggak bisa bantu-bantu dikapal ini, setidaknya aku mau mengerjakan pembersihan dan rapi-rapi... Aku sangat menikmatinya."

Restia menaruh sapunya dan duduk disebelah Kamito. Ngomong-ngomong, koridornya juga bersih berkilauan, kemungkinan berkat usaha bersih-bersih yang dilakukan Restia.

"Apa itu menakutkan bagimu?"

Kamito bertanya. Untuk mempermudah kelompok Kamito untuk menyusup ke ibukota kekaisaran, Revenant pergi ke pinggiran Ostdakia untuk menarik perhatian Imperial Knight. Menilai dari pelindung yang compang-camping, kapal ini pasti telah melakukan pertempuran yang sengit.

"Ya, diluar sangat berisik, begitu menakutkan. Syukurlah orang berambut merah itu mendampingi aku."

"Rubia?"

Sulit untuk membayangkam dia melakukan hal itu berdasarkan pada sikapnya yang dingin. Tetapi setelah melihat bahwa dia menarik masuk gadis-gadis yatim tak berdaya dari Sekolah Instruksional, Kamito penasaran apakah Rubia mungkin sebenarnya sangat perhatian terhadap orang lain.

(....Gimanapun juga, dia bahkan menjinakkan Muir.)

Jika demikian, sikapnya pada adiknya, Claire, menjadi semakin sulit untuk dipahami—

"....Akan tetapi, aku mendapatkan mimpi yang sangat mengerikan tadi."

Restia berkata pelan.

"Mimpi? ....Mimpi seperti apa itu?"

"Didalam kegelapan yang pekat. Didalam kegelapan yang sedingin es dimana nggak ada apa-apa dan nggak ada siapapun. Meskipun aku tau dengan jelas kalau itu adalah mimpi, aku nggak bisa bangun... Terus seperti itu."

Kamito terkejut. Dia teringat kalau dia telah melihat mimpi yang sama tadi malam.

"Restia.... Apa kamu memanggil seseorang?"

"....um, kupikir aku memanggil namamu...."

"Serius...???"

Kamito tenggelam dalam pemikiran yang dalam dan tatapannya tertuju pada tangan kirinya yang tertutup sarung tangan kulit.

Setelah terbangun dari mimpi semalam, tangan kirinya terasa sakit. Mungkinkan itu karena hubungan antara kontraknya dengan Restia, mencoba menghubungkan kembali dengan sendirinya?

Misalnya ini adalah suatu tanda bahwa Restia akan memulihkan ingatannya, maka, tak ada lagi yang diinginkan Kamito. Akan tetapi, jika ingatannya sebagai Restia Ashdoll, terminal dari Ren Ashdoll sang Elemental Lord Kegelapan, bangkit, apa yang akan terjadi pada Restia?

Mungkin, mempertimbangkan kebahagiaan Restia pribadi, mungkin masih bisa membuat dia menjalani kehidupan damai dengan membiarkan dia seperti ini tanpa memulihkan ingatannya...

".....Ada apa?"

Melihat Kamito secara tiba-tiba terdiam, Restia menunjukkan tatapan terkejut.

"Oh, bukan apa-apa.... Nggak usah khawatir."

Kamito buru-buru menggeleng— lalu, dia menyadari sesuatu.

"Eh, kemana perginya Est?"

Est entah bagaimana menghilang dari tempat Kamito menyandarkan dia di dinding.

Bagian 3

Setelah menaruh barang bawaannya dikamarnya dengan benar, Rinslet meninggalkan Claire dan Fianna untuk pergi ke dapur sendirian. Dia ingin menyiapkan sarapan seserjanay untuk semua orang sebelum rapat dimulai.

(Kerja otak akan lambat kalau belum sarapan...)

Berjalan disepanjang koridor sempit kapal ini, dia sampai didepan dapur yang lokasinya diberitahukan padanya oleh Claire—

"...Huh?"

Tiba-tiba, dia mencium sesuatu terbakar.

Asap hitam keluar dari pintu dapur yang terbuka sedikit.

"A-Apa yang kalian lakukan!?"

Rinslet bergegas dan membuka pintu tersebut.

Tungku batu didalam dapur tersebut terbakar.

Disamping tungku tersebut, dua gadis yang sama persis mengenakan pakaian tempur berdiri tanpa ekspresi.

"Kebakaran." "Ya, terbakar."

Mereka bergumam pelan.

Meskipun ada dua gadis aneh, Rinslet tak punya waktu untuk memperhatikan mereka sekarang.

"K-Kapal ini akan terbakar... Datanglah, Fenrir!"

Rinslet buru-buru memanggil Fenrir.

Serigala putih itu muncul lalu membuka rahangnya yang besar, menghasilkan badai salju yang ganas.

Kobaran api langsung menghilang, meninggalkan kristal es yang berkilauan diudara.

"Wow." "Menakjubkan."

Si kembar itu bertepuk tangan. Gerakan mereka sangat kompak.

"A-Apa yang kalian berdua lakukan!?"

Sambil bertolak pinggang, Rinslet berteriak.

"...?" "...?"

Si kembar itu memiringkan kepala mereka.

Mereka kira-kira seusia Judia, sekitar 12 atau 13 tahun. Menilai dari pakaian mereka, mereka kemungkinan adalah anak yatim dari Sekolah Instruksional yang diambil Rubia sebagai bawahan.

"Membuat sarapan." "Lebih banyak orang, mencoba menaikkan pengaturan panas lebih tinggi."

"....Apakah kalian berdua yang biasanya bertugas untuk memasak?"

Mendengar pertanyaan Rinslet, si kembar menggelengkan kepala secara serempak.

"Biasanya, Cardinal yang mengerjakannya." "Tapi tampaknya dia sibuk hari ini, jadi kami mencoba membantu."

"Aku mengerti.. Tentunya itu mengagumkan, tapi aku nggak pernah nyangka Revenant hampir hancur dan terbakar akibat kenakatan sebelum menyampaikan pernyataan Ordesia Yang Sah..."

Setelah berhasil mencegah skenario terburuk, Rinslet menghela nafas lega.

"Gimana kalau biar aku saja yang mengerjakannya?"

Ketika Rinslet bertanya demikian...

"Jangan ikut campur." "Bantuan orang luar tidak diterima."

Cewek kembar itu menatap Rinslet bersamaan.

Meskipun mereka adalah anak-anak, bagaimanapun juga mereka adalah para pembunuh yang dibesarkan oleh Sekolah Instruksional. Tatapan mereka begitu tajam hingga Rinslet merasa merinding.

Akan tetapi, dia punya alasan sendiri untuk tidak mundur. Rinslet tak bisa mentoleransi bencana api lagi di kapal ini.

"Kalo gitu, ijinkan aku mengajari kalian memasak. Gak masalah kan?"

"..." "..."

Dihadapkan dengan saran Rinslet, si kembar saling menatap satu sama lain lalu mengangguk secara bersamaan.

"Kalo gitu." "Nggak masalah."

"Kalo gitu, mari kita mulai dengan sarapan dasar, roti gula."

Rinslet menjentikkan jarinya dan Fenrir mengeluarkan bahan dari mulutnya.

"Boleh aku tau nama kalian?"

"Velka." "Delia."

"Nama yang bagus. Velka dan Delia, pertama-tama aku akan mengajari kalian memecah telur."

"Paham." "Dimengerti."

Beberapa menit kemudian.....

Aroma roti gula memenuhi seluruh dapur.

"Baunya begitu enak...." "kelihatan sangat lezat."

Menatap wajan penggorengan, mata si kembar berkilauan.

"Trik rahasianya adalah membiarkan rasa dari kayu manisnya keluar... Ya ampun?"

Pada saat itu, Rinslet melihat sosok Est sendirian, berdiri di pintu.

"Nona Roh Pedang, ada apa?"

Sangat langka sekali menemukan Est jalan-jalan sendirian tanpa Kamito disampingnya.

"Aku adalah kakak tertua, jadi aku harus toleran."

"...Kakak tertua?"

Tak bisa memahami apa yang dimaksudkan Est, sebuah tanda tanya mengambang diatas kepala Rinslet.

"Ngomong-ngomong, aku mencium aroma. Apa yang kau lakukan, cewek cemilan?"

"Uh, namaku bukan cewek cemilan, tolonglah..."

Rinslet mengangkat bahu dengan penampilan cemberut.

Est bukanlah satu-satunya. Semua roh yang tinggal di Akademi Roh Areishia mengenal Rinslet sebagai "cewek cemilan" yang suka berbagi makanan ribuan dengan mereka, secara diam-diam memuja dia.

Est berdiri berjinjit untuk mengintip wajan penggorengan.

"Sekarang ini aku sedang membuat sarapan untuk semua orang."

"Tahu?"

"Meski bukan tahu, puding daging kering juga lezat, lho..."

"Kalau begitu biar aku bantu—"

Est menghilang. Lalu, apa yang muncul ditangan Rinslet adalah—

"Ini adalah sebuah... pisau dapur?"

Rinslet melebarkan matanya.

Pisau dapur putih-perak itu seringan bulu dan sangat nyaman dipegang.

....Ini adalah transformasi terbaru milik Est, Demon Slayer Kitchen Knife.

"Ka-Kalau begitu, dengan senang hati aku terima tawarannya..."

Rinslet baru mulai mengiris dengan lembut daging itu, ketika—

"Luar biasa, tekanan lembut saja sudah cukup untuk memotong."

Daging tebal iuu dipotong menjadi irisan-irisan tipis dengan singkat. Selanjutnya adalah bawang merah, diselesaikan dengan cepat dengan gerakan mengalir seperti air yang mengalir. Bagian potongannya sangat lembut, terlihat seolah seseorang bisa menyatukan irisan-irisan tesebut menjadi sebutir bawang merah utuh lagi.

"Ketajaman yang menakjubkan, aku nggak meneteskan air mata bahkan ketika aku memotong bawang merah!"

Mau tak mau Rinslet berseru. Dibelakangnya, si kembar bertepuk tangan.

"Guru, luar biasa." "Roh itu juga luar biasa."

"—Aku adalah roh pedang. Ini sangatlah mudah."

Dalam bentuk pisau dapur, Est menjawab secara acuh tak acuh.

STnBD V15 075.jpg

....Tanpa sepengetahuan Rinslet sendiri pada saat ini, dia telah menjadi pemegang ketiga dari Demon Slayer dalam sejarah setelah Sacred Maiden Areishia dan Kamito.

Bagian 4

"Ya ampun, kemana perginya Scarlet?"

Claire mencari-cari didalam kapal. Scarlet menghilang tanpa sepengetahuannya ketika dia sedang mengatur barang-barangnya didalam kamarnya.

"Padahal aku pengen memberi dia makanan..."

Meskipun dia bisa memanggil Scarlet dengan pemanggilan, itu terlalu berlebihan untuk menyia-nyiakan kekuatan suci yang berharga untuk sesuatu seperti itu.

Tampaknya Scarlet tidak ada didalam kapal, jadi pasti ada diluar. Claire menaiki tangga ke dek kapal.

Yang ada disana—

"Oh..."

Segera setelah dia membuka pintu dek, Claire terkesiap.

Dibagian depan kapal, dia bisa melihat rambut crimson yang melambai-lambai terterpa angin seperti api.

Ini adalah sosok dari punggungnya, yang Claire kejar sejak masa kanak-kanaknya.

"Ada apa?"

Tatapan dari mata ruby yang membara itu membuat Claire merasa seperti ingin lari.

(...k-kenapa harus lari?Aku harus bicara.)

Claire berusaha keras untuk berdiri tegap lalu menatap penuh tekad pada mata kakaknya.

"Oh, umm, uh..."

Gugup, dia tak bisa mencari kata-kata selama sesaat. Meskipun dia ingin berbincang-bincang, dihadapkan dengan kakaknya yang telah berubah drastis, apa tepatnya yang harus dia katakan...?

"Apa kau punya urusan denganku, Claire Rouge?"

Kali ini Rubia yang berbicara, tak seperti kakak yang lembut dimasa lalu, suaranya sangat dingin.

Ditatap dengan tatapan yang tajam, mau tak mau Claire berpaling.

Dengan tatapannya tertuju ke tempat lain, dia bisa melihat Scarlet ada di kaki Rubia, memperhatikan dua bersaudara itu penuh kekhawatiran.

....ngomong-ngomong, sejak awal Scarlet sangat dekat dengan kakaknya. Dulu saat Scarlet memilih Claire bukannya Rubia sebagai kontraktornya, semua pengikut di keluarga Elstein mendapati hal itu tak bisa dipercaya.

Dibawah keheningan yang canggung, Scarlet menyelinap dan kembali ke kaki Claire. Claire dengan lembut mengangkat kucing neraka itu dan menarik nafas dalam.

"N-Nee-sama... Aku bertemu dengan ayah dan ibu di Elstein."

"Begitukah—"

Rubia menjawab tanpa ada perubahan pada ekspresinya.

"....Mereka berdua khawatir padamu, Nee-sama."

Orang tuanya tak pernah memendam dendam pada kakaknya.

Meskipun mereka tidak tau alasan kenapa dia menghianati Elemental Lord Api dan menjadi Ratu Bencana, sampai hari ini, mereka masih percaya pada dia—Tetapi Claire tak mampu menyampaikan hal ini.

".....Apa ada artinya memberitahuku hal ini?"

"...Nee-sama..."

Claire tak bisa berkata apa-apa.

Namun, dia mengumpulkan keberaniannya dan menatap lurus lagi.

"Aku mengharapkan hari dimana aku bisa kembali ke Elstein, bersama dengan Ibu, Ayah... dan kamu, Ne-sama, untuk tinggal bersama. Sehingga—"

"Rubia Elstein adalah eksistensi yang telah tak diakui di dunia ini. Aku nggak punya niat untuk terlibat dengan keluarga bangsawan Elstein lagi."

Rubia menyela Claire.

"Sekarang ini, aku adalah Cardinal yang bangkit dari Neraka. Dan juga, kau bukan adikku."

"...!"

Mendengar kata-kata kejam seperi itu, Claire membeku terkejut.

Orang yang ada dihadapan matanya, benar-benar bukan lagi kakak yang Claire kenal dulu.

Air mata muncuk di mata yang seperti ruby.

"Jadi jiwamu masih terjebak oleh kemarahan yang diarahkan pada para Elemental Lord—"

"....Memang. Bahkan sekarang, jiwaku masih tertinggal dan terbakar di Neraka."

Setelah mengatakan itu dengan pelan, Rubia berjalan kearah Claire datang. Claire mendapati dirinya tak mampu bergerak bahkan untuk mengangkat jari sekalipun. Tepat saat dia melewati bahu Claire, dia melirik Scarlet yang ada di pelukan Claire dan berkata:

"Kau masih belum mengeluarkan sepenuhnya dari kekuatan sejati roh terkontrakmu—"

"Huh?"

"Untuk menyampaikan pemikiranmu, kau harus mengambil kendali atas kekuatan yang setara. Jika tidak, tak ada yang perlu dikatakan."

"Nee-sa—"

Claire ingin membuat dia tinggal, tetapi suaranya tak mampu mencapai Rubia.

Dengan rambut panjangnya yang berwarna crimson yang indah berkibar dibelakangnya, Rubia menghilang ke tangga yang mengarah kedalam kapal.

Memeluk Scarlet, Claire berdiri tak bergerak.

(A-Aku masih belum mengeluarkan kekuatan sejati dari Scarlet...?)

Dipeluk didadanya, Scarlet menatap Claire dengan ekspresi bingung.

Bagian 5

Berkumpul kembali dengan Restia, Kamito mengobrol dengan Restia beberapa saat lalu berjalan ke ruang pertemuan dikapal tersebut ketika sudah saatnya rapat. Meskipun dia penasaran dengan menghilangnya Est, dia menganggapnya sebagai sesuatu yang sering terjadi. Dia mungkin berjalan-jalan didalam kapal.

"Hmm, aroma apa ini...."

Dia membuka pintu ruang pertemuan—

"Ya ampun, Kamito-san, kamu yang tiba paling awal."

Memegang sebuah teko teh hitam, Rinslet berbalik.

Diatas meja ruang pertemuan yang didekorasi khidmat, hidangan sarapan yang sangat lezat disajikan.

Salad mini yang dibuat dari berbagai macam sayuran, roti bakar yang lebih, puding daging dan bayam, susu segar, dan yogurt buah untuk pencuci mulut.

"Kamu membuat sarapan untuk kami? Aku kagum kamu melakukannya dalam waktu yang sesingkat itu...."

Kamito memberi pujian.

Berkat ajaran Greyworth, Kamito bisa dianggap seorang koki, tetapi itu akan mustahil jika dia diminta untuk menyiapkan sarapan untuk orang banyak dalam waktu sesingkat itu.

"Aku nggak ngerjain sendirian. Semuanya berkat bantuan Velka dan Delia.

"...Velka and Delia?"

Sebagai tanggapan, Kamito bertanya. Lalu...

"Guru, ini cangkir tehnya." "Guru, apa yang harus kami lakukan selanjutnya?"

Dua cewek yang identik menjulurkan kepalanya dari celah pintu.

"Sudah cukup sekarang. Kalian berdua telah berkerja sangat keras."

Rinslet menepuk kepala mereka berdua.

"Dimengerti—" "Guru memuji kita—"

Si kembar itu membuat keributan dikoridor setelah mengatakan hal itu tanpa ekspresi.

Velka dan Delia, dia rupanya menyukai si kembar itu. Menilai dari pakaian tempur mereka yang berada dibalik apron, mereka mungkin anak yatim dari Sekolah Instruksional yang diambil oleh Rubia.

"Itu menakjubkan. Aku nggak bisa percaya kamu benar-benar menjinakkan para pembunuh dari Sekolah Instruksional..."

Kamito bergumam saat dia duduk. Lalu....

"Kamito, aku juga membantu."

"Est?"

Dibawah meja, Est mengeluarkan kepalanya.

"Apa? Jadi kamu pergi ke dapur, huh?"

"Nona Roh Pedang membantu memotong bahan-bahannya."

Rinslet menjelaskan.

"Nggak mengiris jari, kan?"

"Enggak, aku hanya memotong bahan-bahan, Kamito."

Est mengangguk.

....Kamito tak pernah menyangka Est akan mengubah dirinya sendiri menjadi sebuah pisau dapur.

Seolah bersaing dengan Restia, yang duduk disebelah kiri Kamito, Est duduk disebelah kanannya.

"Met pagi, Nona Roh Pedang."

"...Pagi juga, roh kegelapan."

Namun, ketika Restia menyapa dia dengan senyuman, Est juga membalas menyapa dengan sopan.

....Entah bagaimana, itu terasa seperti hubungan Est dengan Restia yang hilang ingatan sangatlah bagus.

"Oh, ini adalah aroma dari teh hitam."

Segera setelahnya, Fianna dan Ellis memasuki ruangan.

"Jenis teh hitam yang mana yang kalian inginkan?"

"Aku ingin daun teh Laurenfrost."

"Aku juga."

"Aku mau ditambahkan madu dan susu—"

Setelah semua orang mengatakan kesukaan mereka, para cewek duduk berlawanan dengan Kamito.

"Ellis, bagaimana Velsaria?"

Kamito menanyakan pertanyaan tersebut, karena mereka berdua berbagi kamar yang sama—

"Kakak memulihkan diri di kamar. Tampaknya dia terlalu memaksakan diri selama pertarungan melawan Imperial Knight."

Dengan penampilan yang sedikit depresi, Ellis menjawab.

Dia telah menampilkan kekuatan destruktif yang mencengangkan dari Elemental Panzer ketika kelompok Kamito dipenjara di kota Akademi. Karena batasannya pada kesehatannya, waktu operasinya sepertinya terbatas hanya satu menit saja, tetapi kabarnya, Velsaria bertarung dengan kekuatan yang melampaui batas untuk mengulur waktu untuk kelompok Kamito untuk menyusup ke ibukota.

"....Aku paham. Aku akan mengunjungi dia nanti."

"Hmm, kalau kamu datang, kupikir kakakku akan senang."

Lalu, Claire masuk.

"...?"

Melihat penampilannya, Kamito merasa aneh.

....Dia tidak tampak energikm sedikit gelisah.

"Claire, apa yang terjadi? Kamu nggak terlihat baik-baik saja."

Menyadari perubahan dari teman masa kecilnya, Rinslet bertanya khawatir.

"B-Benarkah? Perasaanmu aja kali. Hanya perasaanmu."

Claire buru-buru menggelengkan kepalanya dan menjawab dengan suara ceria seperti biasanya.

"Kelihatannya sarapannya sangat lezat. Oh, itu makanan favoritku, roti bakar."

(Tindakanmu agak aneh...)

...Apa sesuatu terjadi antara dia dan Rubia?

Sesaat setelah semua orang duduk, Rubia adalah yang terakhir muncu.

"—Kulihat semuanya sudah hadir. Kalau begitu, ijinkan aku menjelaskan rencananya dari poin ini dan seterusnya."

Kamito tidak melewatkannya. Pada saat itu, Claire secara canggung menghindari kontak mata.

Bagian 6

"—Dengan ini, kita akan melintasi perbatasan untuk mencari tempat perlindungan di Dragon Duchy of Dracunia."

Rubia berbicara setelah dia duduk.

Semua orang mengangguk dalam diam. Karena mereka sudah mendengar tentang ini sebelum penyusupan ke ibukota kekaisaran, tak ada pertanyaan lagi.

"Akankah itu benar-benar nggak apa-apa? Aku nggak mau ditembak jatuh segera setelah kita melintasi perbatasan."

"Hal semacam itu nggak akan terjadi. Kami sudah mencapai persetujuan dengan pihak lain."

"Tepatnya, kenapa harus Dracunia?"

Fianna bertanya.

"Ada dua alasan. Yang pertama, ketertarikan Dracunia bersekutu dengan kita— setelah Kekaisaran Ordesia menjadi negara boneka Kerajaan Suci, keseimbangan kekuatan antara berbagai negara di benua akan hancur. Negata Naga sangat khawatir mengenai hal itu. Yang kedua, Negara Naga memiliki pasukan militer yang kuat untuk mencegah Kekaisaran melakukan pergerakan. Jika tidak, tak akan ada gunanya meminta mereka mendukung kita."

Jadi begitu situasinya. Dracunia bukanlah satu-satunya negara yang menentang Kerajaan Suci. Ada negara-negara lain seperti Principality of Rossvale, tetapi tanpa kekuatan militer yang diperlukan untuk mendukung mereka, negara-negara itu tak akan mampu melindungi Ordesia Yang Sah yang hanya ada namanya saja.

Pada tingkat itu, kondisi militer Dracunia sudah pasti merupakan pilihan yang bisa diandalkan. Meskipun keseluruhan sumber daya negara berada dibawah Ordesia, kekuatan dari militernya sudah cukup untuk mengintimidasi negara-negara tetangga. Dengan perselisihan internal yang belum terselesaikan, bahkan Ordesia tak akan berani menyerang Negara Naga secara sembarangan.

"Ngomong-ngomong, aku nggak bisa percaya kau bahkan memiliki kontak di Dracunia...."

Kamito berkomentar.

"Bukankah kau didukung oleh Theocracy dan Demon King Cult?"

"Theocracy sejak awal berniat untuk mengeksploitasi semua yang bisa mereka ekstrak sebelum membuangku. Oleh karena itu, aku menganggap mereka sekedar asuransiku yang berharga. Gimanapun juga, aku tau bahwa Dragon King dari Dracunia tertarik pada rencana pembunuhan para Elemental Lord."

"Apa maksudmu?"

Mendengar itu, Kamito mengernyit.

Rencana pembunuhan para Elemental Lord—Ini adalah rencana Rubia yang berniat untuk memicu kebangkitan Kamito sebagai reinkarnasi dari kekuatan Elemental Lord Kegelapan sehingga dia bisa membunuh para Elemental Lord ketika menghadap mereka sebagai pemenang Blade Dance.

Raja Naga Dracunia telah menunjukkan ketertarikan pada rencana itu, dengan kata lain—

"....Sang Raja Naga menentang Kelima Elemental Lord?"

"Raja Naga Bahamut terbiasa mengkomando pasukan disamping Elemental Lord Kegelapan saat Perang Roh antara Kelima Elemental Lord dan Elemental Lord Kegelapan. Oleh karena itu, raja itu terus menganggap para Elemental Lord sebagai musuh."

"Raja Naga itu adalah roh yang memihak Elemental Lord Kegelapan..."

Melihat segel Elemental Lord Air di tangan kirinya yang diberi Iseria, Rinslet berbisik pelan.

"Aku paham sekarang. Itu pasti untuk alasan yang sama bahwa Dracunia menentang Kerajaan Suci yang mana sekarang ini menahan Elemental Lord Api, kan?"

"Mungkin iya... Akan tetapi, Raja Naga tampaknya memiliki rencana lain—"

"Rencana lain?"

"Aku nggak yakin akan kebenaran tentang hal itu."

Kata Rubia.

"Akan tetapi, nggak ada yang perlu dikhawatirkan mengenai masalah itu. Terlepas dari semua itu, tujuan kita adalah bersekutu. Selama kita menganggap Kerajaan Suci sebagai musuh bersama, kita akan bisa terus menggunakan negara Dracunia ini."

Untuk mengeksploitasi segala sesuatu yang tersedia untuk mencapai tujuan. Para anak yatim dari Sekolah Instruksional, roh-roh militer, Murders, Alpha Theocracy, kekuatan Elemental Lord Kegelapan, Restia, Velsaria, dan sekarang Dracunia—Itu semua mungkin merupakan tekadnya sebagai seorang pendendam.

"Selanjutnya, aku harus menyampaikan pernyataan tentang Ordesia Yang Sah dibawah perlindungan Dracunia, begitu kan?"

Ketika Fianna bertanya, Rubia mengangguk pelan.

"Tepat. Pada saat yang sama, ungkap dan kutuk hubungan antara Arneus di penguasa bodoh dan Kerajaan Suci. Meskipun negara-negara tetangga kemungkinan besar memilih untuk mengamati seiring berjalannya waktu, didalam Kekaisaran itu sendiri, faksi anti-Arneus dan beberapa bangsawan netral mungkin akan menanggapi kita. Ordesia akan terpecah menjadi dua. Kita akan memanfaatkan kekacauan tersebut dan menggunakan kekuatan militer pendukung dari Dracunia untuk mengambil alih ibukota kekaisaran dari kendali Arneus."

"Ini akan berkembang menjadi perang sipil berskala besar...."

"Ya, tetapi kau sudah harus mempersiapkan dirimu sendiri."

"Ya, aku sudah paham...."

Fianna mengangguk penuh tekad.

"Akan tetapi, dengan itu, itu akan sangat disesalkan bahwa kita tak bisa menyelamatkan Kepala Sekolah Greyworth di ibukota kekaisaran..."

Ellos bergumam pelan.

Mendengar itu, Kamito dan Fianna saling bertukar tatap.

"Ya, kalau saja kita bisa membuat Akademi Roh Areishia dipihak kita."

"Oh, mengenai hal itu...."

Kamito angkat bicara. Bagaimanapun juga, masalah ini tak bisa dirahasiakan selamanya.

"Ada apa Kamito?"

Ellis bertanya dengan penampilan terkejut.

"Greyworth telah jatuh ke tangan Kerajaan Suci. Kurasa dia memusuhi kita sekarang..."

"Apa kau bilang!?" "Apa yang terjadi!?"

Ellis dan Claire melebarkan mata mereka. Bahkan Rubia sekalipun mengerutkan kening.

"Kamito, apa yang terjadi?"

"Aku juga nggak benar-benat tau apa yang terjadi. Sepertinya orang-orang dari Kerajaan Suci telah melalukan sesuatu pada Greyworth."

Kamito mengingat kembali segala yang dia lihat dan dia dengar pada saat itu. Saat ini, Greyworth seperti seorang cewek muda yang telah memulihkan kekuata dari masa kejayaannya. Orang yang mengendalikan dia adalah kardinal dari Kerajaan Suci, Millennia Sanctus, yang ada bersama dia.

"Nggak mungkin... Kepala sekolah, aku nggak bisa percaya beliau jadi musuh kita..."

Claire meratap dalam keterkejutan.

Ellis dan Rinslet sama terkejutnya, tak mampu berbicara.

"Apakah ada cara untuk mengembalikan pencucian otaknya kepala sekolah?"

".....Saat ini nggak ada, tapi aku pasti akan menemukan caranya."

"Akan tetapi, semisal kau tak menenukan caranya—"

Kali ini Rubia yang bicara.

"Apa kau mampu membunuh Penyihir Senja itu?"

"Yah—"

Kamito tidak bisa berkata apa-apa. Lalu...

Suara sirine keras mulai berbunyi dikapal.

Bagian 7

Segera setelah Kamito dan kelompoknya tiba di dek, mereka melihat armada musuh dalam formasi ada didepan.

Tiga kapal pendamping kelas Wyvern dan satu kapak perang kelas Gigantes. Pasukan ini sudah cukup untuk menembak jatuh Revenant, kapal militer berukuran sedang, meskipun sudah dimodifikasi.

"Ksatria Angkatan Udara dari Kekaisaran, huh? Mereka bergerak lebih cepat daripada yang diduga."

Sambil mengamati dengan teleskop bulat, Rubia berkomentar.

"Jadi mereka berniat menembak jatuh kita sebelum melintasi perbatasan huh..."

"Apakah ada cara untuk membuat mereka tak bisa mengejar kita?"

Rinslet bertanya.

"Kita memiliki keuntungan dalam hal kecepatan, tetapi armada itu telah memblokir rute maju kita. Jika kita mengambil jalan memutar, aku takut kita mungkin akan terjebak dalam serangan penjepit dari bala bantuan lain."

"Jadi menerobos adalah satu-satunya cara huh..."

Kamito menyilangkan lengannya dan bergumam.

"Bukankah Revenant memiliki senjata anti-kapal?"

"Dibandingkan dengan kapal perang musuh, pada dasarnya tak berguna. Modifikasinya terbatas pada mobilitas."

"Dengan kata laib, kita akan hancur berkeping-keping dalam pertempuran langsung."

"Haruskah aku pergi untuk membujuk mereka?"

Fianna memberi saran.

Memang, ada orang-orang didalam militer kekaisaran yang tidak puas dengan kaisar saat ini, Arneus. Jika mereka beruntung, mungkin seluruh aramada itu bisa menjadi sekutu.

"Sayangnya, itu mungkin nggak akan berhasil..."

Ellis menyela.

"Kenapa begitu?"

"Bendera kapal itu milik Dane Arakeek dari Numbers. Dia memiliki kepribadian yang lurus dan oleh karena itu sangat setia pada penguasa Ordesia. Sulit dibayangkan dia akan goyah."

"Arakeel... Si otak kabel, kepala batu. Memang, dia nggak akan mendengarkan orang lain."

Fianna mendesah dan mengangkat bahu.

Lalu...

"Aku akan melakukan serangan—"

Sebuah suara datang dari belakang kelompok Kamito.

Berjalan pincang dengan satu kaki, Velsaria muncul dari dalam kapal.

"Velsaria, apa nggak apa-apa kau berjalan?"

"....Hmph, ini bukan apa-apa.... Uhuk, huff..."

"Kakak—"

Velsaria mengerang kesakitan, jatuh berlutut. Ellis bergegas mendekat untuk memapah dia.

"Velsaria Eva, kau tidak dalam kondisi untuk bergetar. Kalau kau menggunakan Elemental Panzer sekarang, ketahuilah bahwa kau akan hancur berkeping-keping."

Rubia menyatakan dengan dingin.

"Bodo amat, aku udah pernah mati sekali."

Mengatakan itu, Velsaria memegang Blood Stone yang menggantung di lehernya.

"Hentikan, bego!"

Kamito dengan cepat menangkap tangannya.

"Ah, ooh... D-Dasar bajingan kurang ajar, t-t-t-tanganku...!"

Seketika, Velsaria tersipu merah.

"Aku yang akan mencari solusi. Serahkan saja padaku—"

"Apa maksudmu.... Kamito, apa rencanamu?"

Mendengar itu, Claire bertanya.

"Aku akan menyerang kapal itu dan membunuh komandannya. Menggunakan kesempatan itu, kalian carilah cara untuk menerobos."

"Tampaknya itu adalah satu-satunya pilihan kita—"

Rubia mengangguk setuju.

"Kamito, kau nggak bisa terbang, kan? Aku akan mengantarmu ke armada itu."

"Ya, kuserahkan padamu—"

Dihadapkan dengan saran Ellis, Kamito mengangguk. Saat di Sylphid Knight, dia telah berkelompok dengan Ellis berkali-kali. Dengan dia, Kamito memiliki koordinasi dan pemahaman yang kuat tanpa memerlukan latihan khusus.

"Est, tolong berubahlah menjadi pedang kembar kali ini."

"Ya, aku adalah pedang milik Kamito, keinginanmu adalah perintah bagiku."

Kamito memegang tangan Est dan menuangkan kekuatan suci. Seketika, sepasang pedang muncul ditangannya, satu hitam dan satu putih. Bentuk pedang ganda memiliki konsumsi kekuatan suci yang lebih rendah dan sangat cocok untuk pertempuran yang kacau diatas kapal.

(...Aku harus berhati-hati agar tidak tertelan oleh kekuatan Ren Ashdoll lagi.)

"A-Aku akan pergi juga!"

Memegang Flametongue, Claire berbicara.

"Claire..."

"Tidak. Kau yang sekarang ini hanya akan menjadi beban."

"Nee-sama..."

Mendengar kata-kata dingin dari Rubia, Claire menggigit bibirnya.

"Maaf, kalau aku harus membawa dua orang secara bersamaan, aku akan kehilangan mobilitas."

"...A-Aku mengerti, baiklah."

Ketika ditolak oleh Ellis juga, Claire menyerah.

Akan tetapi, Kamito sangat menghargai niat baiknya. Dia menepuk kepala Claire.

"H-Hwah... A-Apa yang kau lakukan, ya ampun..."

"Tunggu aku. Aku akan menyelesaikan ini dengan cepat dan kembali."

Berdiri di depan dek, Ellis memanggil roh iblis angin miliknya.

"—Waktunya berangkat, Kamito!"

"Ya!"

Kamito memegang tangan Ellis dan mereka terbang ke langit biru.

Bagian 8

"Kamito, jangan lepaskan tanganku apapun keadaannya—"

"Ya, aku tau—"

Kamito mengangguk. Akan berakhir kalau dia melepasnya, dia akan jatuh ke tanah.

"T-Tentu saja, maksudku bukan selamanya atau semacamnya!"

"C-Coba katakan lagi?"

Meliuk-liuk melewati tembakan artileri yang diarahkan pada mereka, Ellis mengendalikan sihir angin untuk terbang secara akrobatik. Dengan kecepatannya yang luar biasa, dia mendekati formasi dari kapal yang ada didepan Revenant.

Kamito bisa melihat kondisi diatas dek musuh. Mungkin tak mengduga seorang elementalis tunggal menyerang secara langsung, para Ksatria Angkatan Udara jatuh dalam keadaan bingung. Hampir semua ksatria dikapal-kapal itu merupakan para elementalis yang mengendalikan roh-roh terbang, tetapi dalam hal kecepatan, Kamito akan mencapai dek lebih cepat daripada serangan yang bisa mereka keluarkan.

"T-Tembak mereka!"

Berdiri dalam formasi diatas dek, para ksatria menembakkan panah sihir roh yang tak terhitung jumlahnya.

"—Serangan datang, Kamito, berhati-hatilah agar tidak tertembak!"

"Itu susah... Whoa!"

Ellis melepaskan angin untuk berakselerasi lebih cepat. Dia bergerak zigzag di udara untuk menghindari serangan proyektil sihir roh. Dengan bidang pandangnya yang berputar-putar, tak mampu membedakan mana atas mana bawah, Kamito berusaha sebaik mungkin untuk berpegangan pada tangan Ellis.

Meskipun sebuah anak panah melintasi pipinya, menakuti dia selama sesaat—

Namun, Ellis menghindarinya dengan sangat sempurna.

"Bagus Ellis, langit adalah kekuasaanmu!"

"Tapi mustahil untuk mendekati kapal kalau seperti ini—!"

Sambil menghindari tembakan sihir gelombang kedua, Ellis berteriak. Memang, jika mereka tertahan disini, para Ksatria Angkatan Udara akan mengeluarkan elemental waffe mereka untuk menghadang mereka secara langsung.

Bahkan bagi Kamito, para Ksatria Angkatan Udara tidaklah mudah untuk ditangani.

Pada saat itu, anak panah sihir dalam jumlah yang besar terbang kearah mereka berdua...

....Dijatuhkan oleh hujan panah yang datang dari belakang, meledak diudara.

Kamito melihat kebelakang, dan melihat—

Rinslet berdiri di haluan Revenant, memegang busur panah es miliknya.

Secara luar biasa, dia mampu menembak dari jarak sejauh itu untuk menjatuhkan setiap anak panah musuh.

Dia melambaikan rambut pirang platinumnya yang panjang dan mengangkat jenpol dengan bangga. Setelah turnamen Blade Dance, kemampuan memanah milik Rinslet meningkat secara drastis.

Kristal-kristal kecil dari es yang hancur menyebar diudara, menutupi pandangan Kamito dan Ellis.

Dengan terhadangnya hujan anak panah, tak ada alasan untuk tidak mengambil keuntungan dari hal itu—

"Sekaranglah saatnya untuk menyerang, Kamito!"

"Ya, aku mengandalkanmu!"

Ellis mengayunkan Ray Hawk sebagai tanggapan pada suara Kamito.

"Kamito, pegangan pada gagang tombak—"

"Huh?"

"Cepat—"

Kamito melakukan seperti yang dikatakan dan memegang Ray Hawk.

"Kalau begitu, waktunya kau pergi—"

Sebuah badai ganas mulai berkumpul diujung tombak itu.

Mengetahui apa yang akan dilakukan Ellis, Kamito mau tak mau berteriak.

"Tunggu, apa kau serius!?"

"Tentu saja. Menembus angin—gaya tombak Fahrengart, Flying Strike!"

Ellis menggunakan semua kekuatan suci didalam tubuhnya untuk meluncurkan Ray Hawk bersama Kamito yang berpegangan pasa tombak itu.

"O-Ohhhhhhhhhh!"

Kekuatan angin yang terkonsentrasi pada tombak itu dilepaskan sekaligus, mengubahnya menjadi sebuah proyektil berkecepatan dewa.

Strike. Ujung tombak itu menembus permukaan dek—Lalu, suatu ledakan terjadi.

BOOOOOOOOOOOOOOOOM!

Dengan suara ledakan tersebut, kapal raksasa itu berguncang. Lantai kayu terangkat dalam pola radial, terhempas dari dek disertai puing-puing yang berhamburan.

Sebelum terjadi tabrakan, Kamito sudah melepaskan pegangannya dan mendarat dengan posisi berjongkok.

Setelah menghindari gelombang kejut, dia segera berdiri.

(...Metode yang cukup gila, tapi yah, itu cukup efesien—)

Sambil tersenyum masam, dia segera memeriksa sekelilingnya. Di dekat pusat ledakan, para Ksatria Angkatan Udara telah tumbang setelah menerima ledakan. Mereka mungkin tak memiliki waktu yang cukup untuk merapal sihir defensif.

Berdiri tegak dikapal, Ray Hawk berubah menjadi partikel cahaya dan menghilang.

Tugas Ellis telah selesai. Selanjutnya—

Kamito menghunus kedua Demon King's Sword, masing-masing tangan memegang satu pedang.

"K-Kepung dia!" "Musuh hanyalah satu pria!"

Satu demi satu, para ksatria yang tak terkena gelombang kejut mulai mengepung Kamito dengan elemental waffe ditangan mereka.

Akan tetapi, itu adalah keputusan yang buruk.

"Absolute Blade Arts, Bentuk Ketiga—Shadowmoon Waltz!"

Tebasan-tebasan berwarna hitam dan putih memebentuk garis melengkung untuk menyerang para ksatria disekitar. Dengan mudah menerobos pengepungan, Kamito berlari kearah bagian belakang dari kapal militer tersebut.

(Dimana komandannya?)

Sambil menjatuhkan para ksatria yang ada dijalannya, Kamito mencari komandannya. Berbicara secara logis, para ksatria Ordesia akan bersiri secara pribadi didek untuk memberi arahan.

Lalu pada saat itu—

(—Ketemu.)

Seorang ksatria berambut pirang berdiri secara terbuka di anjungan kapal.

Meskipun dikepung kekacauan, dia tetap diam dan tak terguncang.

Kemungkinan besar, dia adalah Dame Arakeel dari Numbers.

Menghempaskan proyektil-proyektil yang berkilauan dari sihir roh yang datang dari segala arah, Kamito menendang lantai untuk berakselerasi.

"Oh? Datang seorang diri, bodoh sekali—"

Si ksatria Numbers—Dame Arakeel—tertawa ringan dan melompat dari anjungan kapal.

"Jadilah kekuatan ditanganku—roh pandai besi Vulcanus!"

Ketika dia berteriak, gauntlet dan perisai bergabung dan muncul ditangannya.

Armor berat itu menyebabkan lantai kapal itu penyok.

Menilai dari bentuk elemental waffenya, tampaknya dia adalah seorang elementalis tipe kekuatan.

(Aku nggak bisa membuang terlalu banyak waktu—)

Kamito menutup jarak dalam sekejap dan menyerang badannya.

Menargetkan celah diantara armor tersebut, dia mengayunkan kedua Demon King's Sword.

Akan tetapi, Arakeel segera menyiapkan perisai miliknya dan dengan mudah memblokir serangan Kamito.

(Sudah kuduga, serangan-serangan dengan kekuatan yang relatif lebih rendah nggak akan berhasil huh—)

Kamito mendecak lidah. Lalu—

Arakeel mengayunkan tinju yang berbalut gauntlet.

"...!"

Kamito melompat kesamping untuk menghindari serangan tersebut.

Akan tetapi, gelombang serangan yang selanjutnya menghantam dia. Kamito terlempar.

(...A-Apa-apaan kekuatan gila ini!?)

Kamito segera memperbaiki kuda-kudanya dan menyiapkan pedang kembar itu.

Arakeel menyerang dengan momentum yang tepat, melepaskan pukulan ganas.

Kamito menuangkan kekuatan suci kedalam pedang kembar miliknya, memperkuatnya untuk memblokir pukulan tersebut.

Percikan api lansung berhamburan.

(...Lumayan, itu begitu berat—)

Menyaksikan kekuatan dari pasukan terkuat di Kekaisaran, Numbers, Kamito mendecakkan lidahnya.

Ini bukanlah sebuah pukulan yang menggunakan kekuatan saja. Sebaliknya, itu adalah puncak seni bela diri yang menggabungkan serangan dan pertahanan menjadi satu.

"Bagus sekali, bocah. Kalau kau bukan musuh, aku ingin menikmati ini secara menyeluruh."

Ksatria tangguh dengan wajah yang tegas itu menunjukkan seringai kejam. Tampaknya Ellis memang tepat menyebut dia seorang ksatria berotak kabel. Kesan yang dia dapatkan sangat berbeda dari Leschkir.

Creak creak creak creak... Sembari memblokir pukulan yang tekanannya terus meningkat, Kamito berbicara.

"....Katakanlah, bisakah kau sebentar saja menutup mata pada kapal itu?"

"Apa lagi sekarang? Apa kau memohon ampun?"

"Arneus adalah boneka Kerajaan Suci. Kalau kau memiliki kepentingan Kekaisaran dalam benakmu—"

"Hmph, kau benar-benar dibutakan oleh upaya pembujukan. Setiap generasi dari keluargaku terdiri dari para ksatria yang melayani keluarga kerajaan. Aku hanya akan menerima perintah dari kaisar saja!"

"Seperti yang kubikang, kaisar itu adalah—"

"Diam!"

Tinju Arakeel mengeluarkan cahaya yang terang. Itu adalah cahaya dari kekuatan suci yang besar.

"...!?"

Kamito menendang gauntlet musuh untuk melompat mundur. Sesaat setelahnya, tinju itu menghancurkan lantai kapal dengan dampak yang cukup kuat untuk mengguncang seluruh kapal terbang tersebut.

(...Aku mengerti sekarang. Dia benar-benar keras kepala. Tampaknya mustahil untuk meyakinkan dia.)

Kamito melompat ke tepi kapal. Segera setelahnya, hujan proyektil sihir roh yang berkilauan jatuh kearah dia. Ini bukanlah Arakeel yang menyerang, tetapi tembakan perlindungan dari para ksatria roh.

(Waktunya menyelesaikan pertandingan ini, jika tidak, aku akan terkepung...)

Sembari menggunakan pedang kembarnya untuk menepis panah sihir, Kamito mendekat lagi.

Pertahanan milik Arakeel sangat kuat—Kuncinya adalah menembusnya.

Akan tetapi, itu tak seperti dia bisa menggunakan Absolute Blade Arts berulang kali. Absolute Blade Arts mengkonsumsi kekuatan suci dalam jumlah yang besar untuk memperkuat tubuh. Setelah dia kehabisan kekuatan suci, kekuatan dari Ren Ashdoll mungkin akan mulai melahap dia lagi.

(—Aku nggak mau menjadi Raja Iblis lagi.)

Oleh karena itu, dia harus menciptakan celah yang cukup untuk mengalahkan musuh. Dan dia sudah memiliki sebuah ide.

"Assassination technique—Twin Snakes!"

Mendekat pada musuh dari depan, Kamito melepaskan serangan kombinasi yang tajam.

"Tipe serangan seperti ini nggak berguna terhadap Vulcanus milikku!"

"Ya, itu mungkin benar—"

Arakeel melebarkan matanya.

Memang, tebasan kacau balau dari pedang kembar tersebut adalah bagian dari gerakan Kamito untuk membuat lawan meremehkam dia.

Memblokir serangan tersebut dengan mudah, Arakeel hendak menyerang balik, lalu—

(—Est, Mode Shift.)

"Baik, Kamito."

Bentuk pedang ganda dari Demon King's Sword lenyap. Yang muncul ditangan Kamito adalah Demon Slayer.

Ini adalah bentuk sejati dari roh pedang terkuat, Terminus Est.

Mata biru milik Arakeel terbuka lebar.

Perubahan bentuk yang tiba-tiba dari senjata itu membuat reaksinya melambat.

Orang yang mampu menggunakan elemental waffe dengan banyak bentuk sangatlah langka, tetapi orang yang menguasai gaya pedang ganda dan pedang dua tangan secara bersamaan nyaris tidak ada.

"Ohhhhhhhhhhhh!"

"Guh...!"

Serangan berkekuatan penuh dari Kamito diblokir oleh Arakeel secara buru-buru menggunakan gauntletnya. Akan tetapi, dia gagal meredam dampaknya. Sebuah celah muncul dalam kuda-kudanya, lalu—

"Absolute Blade Arts, Bentuk Keenam—Crushing Fang!"

Teknik Absolute Blade Arts untuk menghancurkan senjata, yang mana mengalahkan Hakua dari Four Gods selama Blade Dance, meledak.

Gauntlet yang memblokir pedang itu hancur berkeping-keping.

"Gah—"

Dihadapkan dengan Arakeel yang telah kehilangan pertahanannya, Kamito dengan cepat mengarahkan pedangnya pada leher Arakeel.

Lalu—

"Semua kapal, hentikan tembakan kalian! Jika tidak, nyawanya akan melayang!"

Dengan suara yang cukup keras hingga mencapai seluruh dek, Kamito berteriak.

"Nggak mungkin, Dame Arakeel telah....!?" "T-Terkutuk kau, elementalis laki-laki!"

Semua ksatria roh yang mengelilingi Kamito ekspresi mereka berubah.

"Lupakan aku! Bunuh pria ini—"

Arakeel berteriak keras, tetapi para ksatria bawahannya tidak bergerak.

—Tepat seperti yang Kamito perkirakan.

Berbicara tentang Numbers dari Ordesia, mereka adalah pahlawan diantara pahlawan, diidolakan oleh masyarakat. Terlebih lagi, ksatria bernama Arakeel ini tampaknya dia sangat dipercaya oleh para bawahannya.

Selain itu, misi ini bukanlah misi yang mereka kerjakan secara sukarela. Para Imperial Knight bersumpah setia pada Kekaisaran Ordesia, bukan pada keluarga kerajaan— Mereka tidak akan bertindak sampai begitu jauh dalam mengikuti perintah Arneus sampai-sampai mengorbankan nyawa Arakeel.

Artileri kapal perang itu menghentikan penembakan. Segera setelahnya, kapal-kapal pengiring juga menghentikan tembakan meriam mereka.

Menggunakan kesempatan ini, Revenant maju dengan tenang.

Sembari mengancam Arakeel dengan pedangnya, Kamito berjalan ke tepi kapal.

"Kamito, sebelah sini!"

Claire melambaikan tangan dari dek Revenant.

Kamito menjauhkan pedangnya dari leher Arakeel dan berkata:

"Maaf tentang hal itu, mari kita bertarung yang jujur dan adil lain kali—"

Mengatakan itu, dia melompat ke dek Revenant yang lewat tepat dibawah kapal perang itu.

Dalam situasi yang ideal, sudah sewajarnya untuk mengambil Arakeel sebagai sandra, tetapi menawan seorang ksatria Numbers terus-menerus akan cukup bahaya. Ada kemungkinan bahwa dia mungkin mengamuk di kapal.

Dibelakang Revenant, yang mana telah melewati mereka, kapal-kapal Kekaisaran segera mulai berputar. Namun, mustahil bagi mereka untuk mengejar kecepatan penuh dari Revenant yang sudah dimodifikasi.

"Bagus, Kamito—"

Setelah kembali ke kapal terlebih dahulu, Ellis mengangkat tangannya untuk melakukan tos dengan Kamito.

"Ya."

"Beneran deh, kau menyelesaikan masalah sendirian..."

Claire bergumam pelan.

Membawa Kamito dan rekan-rekannya, Revenant terbang dengan cepat diantara awan-awan.

"Sebentar lagi, kita akan melintasi peebatasan ke Dragon Duchy of Dracunia...."

Fianna menunjuk ke Pegunungan Kelberth yang terlihat didepan.


Sebelumnya Bab 2 Kembali Ke Halaman Utama Selanjutnya Bab 4