Seirei Tsukai no Blade Dance:Jilid15 Bab 6

From Baka-Tsuki
Revision as of 15:40, 4 February 2017 by Logitechf1f4 (talk | contribs) (Created page with "==Bab 6 - Leonora Yang Menggoda== ===Bagian 1=== "Rasa yang sungguh luar biasa." Leonora dengan cepat makan tujuh steak dan menjilat bibirnya dengan puas. "Wow, makanmu...")
(diff) ← Older revision | Latest revision (diff) | Newer revision → (diff)
Jump to navigation Jump to search

Bab 6 - Leonora Yang Menggoda[edit]

Bagian 1[edit]

"Rasa yang sungguh luar biasa."

Leonora dengan cepat makan tujuh steak dan menjilat bibirnya dengan puas.

"Wow, makanmu cukup banyak ..."

"Naga dari Pegunungan Kelbreth yang mampu menelan seluruh lembu dengan mudah."

"Tapi kau bukan naga..."

Kamito hanya bisa menjawabnya dengan pedas.

Leonora menjadi malu.

"Umm... Apakah kau tidak suka cewek yang makannya banyak?"

"Tidak, bukan gitu maksudku..."

Kamito menemukan pemandangan yang menenangkan ketika melihat cewek-cewek itu menikmati makanan yang lezat.

"Ampun deh...? Syukurlah."

Leonora lega.

"Kalau begitu, ayo kita pergi untuk menyantap pencuci mulut berikutnya."

"Kau masih mau makan lagi!?"

"Tidakkah kau tahu bahwa makanan penutup selalu mendapatkan tempat tersendiri di dalam perut, Kamito?"

Leonora memiringkan kepalanya sedikit.

... Elementalists yang kelebihan berat badan adalah suatu hal yang tidak umum. Agaknya, pengontrolan roh naganya memerlukan banyak kalori.

Setelah itu, mereka berkeliling di sekitar secara acak melalui para penjaja di sepanjang Dragon's Street. Setelah mencoba salah satu hidangan Dracunia yang terkenal, es serut yang terbuat dari air lelehan, menikmati roti naga yang jusnya meledak-ledak dalam sekali gigitan, mereka pergi untuk menonton pertarungan antara naga tanah di alun-alun.

"Ini benar-benar menegangkan ..."

Karena baru kali ini menonton pertarungan naga, Kamito hanya bisa berdecak kagum.

"Naga tanah milikku di rumah telah berhasil menang dalam tiga turnamen pertempuran naga."

Leonora mengatakannya dengan bangga.

"Kau terus mengurung naga tanahmu di rumah ya ..."

Menyiapkan semua makanan pastilah cukup merepotkan ... Kamito merenung dalam batinnya.

Di sekitar alun-alun ini banyak toko-toko kerajinan yang dibuka untuk menarik wisatawan yang sedang bertamasya. Kamito pergi ke salah satu dari toko-toko tersebut, dia berniat untuk mendapatkan oleh-oleh untuk Restia yang sedang menunggu di istana, serta Claire dan yang lainnya.

"Ornamen ini terbuat dari tanduk naga yang sangat populer, lho?"

"Bukankah naga akan marah jika tanduknya dipotong?"

"Hampir semua tanduk diambil dari naga setelah mereka mati dalam perang. Meskipun begitu, banyak juga yang palsu."

Leonora dengan serius mengamati jimat dan aksesoris yang dipajang di toko.

"Semua barang yang dipajang di sini seharusnya asli."

"Aku paham. Kalau begitu, aku akan membelikan jepit rambut ini untukmu, Leonora."

Kamito mengambil sebuah jepit rambut berbentuk naga.

"Sebuah hadiah ... untukku!?"

"Ya, sebagai tanda terima kasih karena telah menunjukkan kepadaku sekitar kota. Tapi, ini bukanlah barang mahal ..."

"Nggak masalah, terima kasih banyak."

Leonora menerimanya secara hati-hati dan menjawab dengan wajah merona.

"Ini sebenarnya pertama kalinya aku menerima hadiah dari seorang laki-laki ..."

Untuk Restia dan juga Est, yang saat ini tengah berada dalam bentuk pedang, Kamito membelikan kantong mini yang terbuat dari kulit naga air. Untuk gadis-gadis yang sedang berlatih di Dragon's Peak, dia membelikan jimat yang terbuat dari sisik naga, dan memilihkan warnanya berdasar selera masing-masing.

Berikutnya, dia memutuskan akan selalu membawa Claire dan Ellis untuk cari tau tentang selera Rubia dan Velsaria, sehingga dia urung membelikan barang untuk mereka sekarang. Selain Velsaria, dia benar-benar tidak tau apa yang Rubia inginkan.

Akhirnya, Kamito membeli sepasang anting-anting yang terbuat dari gigi naga. Berwarna hijau tua dan mengkilat adalah warna favoritnya.

(... Kalau dipikir-pikir, aku nggak pernah memberinya hadiah yang layak sebelumnya.)

Ketika dia masih kecil, Kamito selalu memberontak. Saat itu, dia tidak pernah berpikir tentang membeli hadia untuk siapapun di sekelilingnya.

Fasilitas yang telah membesarkan Kamito tidak pernah mengajarinya tentang hal sepenting ini.

Orang yang telah mengajarkan Kamito tentang emosi manusia adalah Restia dan—

(Apa yang telah dia ajarkan padaku adalah sesuatu yang lebih penting daripada keterampilan berpedang ...)

Kamito menatap tangannya.

—Apakah kau bisa membunuh Penyihir Senja?

Kata-kata yang pernah diucapkan Rubia ketika berada di kapal terbang, melintas di pikirannya.


Bagian 2[edit]

Sementara mereka berkeliling di alun-alun, matahari pun semakin tenggelam ...

"Ini saatnya kita kembali ke istana. Restia akan mengkhawatirkan kita ketika dia bangun."

"Kurasa kau benar ..."

Leonora mengatakan itu dengan sedikit kekecewaan.

"... Kemudian sebagai penutup, ayo kita naik itu."

"Itu?"

Leonora menarik lengan Kamito dan menunjuk ke arah langit senja.

Kamito mendongak untuk melihat sekelompok naga terbang di udara, mereka mengangkut kotak raksasa yang berjendela. Kotak-kotak itu dihiasi dengan mewah. Pada pandangan pertama, itu tampak seperti gerbong mewah tanpa roda.

"Apa itu?"

"Dragondola, itu adalah bentuk transportasi yang digunakan untuk wisata udara. Penumpang bisa melihat pemandangan Dracunia dari langit. Aku sarankan kau mencobanya sekali. "

"Tampak cukup menyenangkan, kalau begitu ayo kita pergi."

"Baiklah, aku akan membawamu ke peron keberangkatan."

Leonora meraih lengan Kamito dan berjalan ke peron Dragondola.

Sembari Kamito menunggu di pintu masuk, Leonora mulai bernegosiasi dengan petugas wahana tersebut. Pada waktu itu, Kamito menatap Dragondola dengan begitu tertarik.

Beberapa meniru bentuk naga, beberapa tampak seperti kuil untuk menyembah roh, yang lainnya memiliki lantai yang terbuat dari kaca. Bentuk Dragondola benar-benar bermacam-macam.

Leonora kembali setelah bernegosiasi.

"Bolehkan kita naik?"

"Ya, yang akan kita naiki adalah Dragondola itu—"

Leonora menunjuk langit. Pada saat itu, sebuah Dragondola menyerupai kastil kecil perlahan-lahan turun.

"Itu cukup mewah ..."

"Desainnya berdasarkan sebuah kastil kuno di Ordesia."

Leonora membuka pintu Dragondola yang sudah turun.

Kemudian—

"Ini adalah..."

Ketika melihat interiornya, Kamito hanya bisa menelan ludahnya.

Yang pertama dia lihat adalah tempat tidur berkanopi besar yang ditempatkan di tengah ruangan. Dan dihiasi dengan ukiran indah, itu seperti tempat tidur yang digunakan oleh bangsawan dan aristokrat.

Dindingnya berwarna merah muda dengan kristal roh yang tertanam padanya untuk penerangan. Bahkan pada langit-langit juga tertanam cermin bulat raksasa.

"Ini seperti sebuah istana ..."

Komentar Kamito.

"Ya, aku memilih kamar bangsawan paling mewah."

"Apakah kau yakin ini baik-baik saja? Kelihatannya sangat mahal ..."

"Bagaimanapun juga, aku adalah seorang putri negeri ini. Ini masih belum apa-apa. L-Lagipula, i-ini adalah pertama kalinya aku....., itu lho? Sesuatu yang kurang dapat diterima."

"Pertama kalinya bagimu? Itu cukup mengejutkan ..."

Kamito mengerutkan kening.

"Apakah itu sangat mengejutkan bagimu? Aku menyesal telah memberitahukannya padamu."

Leonora memerah dan cemberut.

"Maaf..."

Hmm, kalau dipikir lebih jauh, karena dia bisa naik roh naga, tentu saja dia tidak perlu menggunakan Dragondola. Pantas saja.

"Apakah kau sudah berpengalaman?"

"Oh tidak, ini juga pertama kalinya bagiku ..."

"Aku paham ... Syukurlah."

Entah kenapa, Leonora menarik napas lega.

"Tapi, aku tidak melihat tempat duduk di sini."

"Mengapa tidak duduk saja di sini?"

Sembari mengatakan itu, Leonora menepuk tempat tidur.

"... Yah, betul juga."

Melihat Leonora duduk gelisah di tempat tidur, Kamito pun memilih untuk hanya duduk di tepi.

(Urgh, perasaanku jadi gelisah dengan duduk berdampingan di tempat tidur seperti ini ...)

Setelah mereka duduk sesaat ... Ruangan mulai bergetar dengan intens.

Dua naga terbang menarik gondola, dan mereka mulai merentangkan sayap mereka untuk terbang.

"Getarannya cukup kuat ..."

Kamito melihat keluar pada jendela dengan sedikit gugup.

"Memang bergetar sedikit, tapi akan segera stabil."

Dragondola membawa mereka terbang lebih tinggi dan semakin tinggi.

"A-Apakah pernah ada kecelakaan Dragondola?"

"Jangan khawatir, Dragondola jauh lebih aman daripada kereta kuda."

Ketika Leonora bilang begitu—

Getaran berkurang secara bertahap, sehingga berubah menjadi goyangan yang nyaman.

Dengan melihat keluar jendela dari tempat tidur, Kamito bisa mendapatkan pemandangan penuh jalan-jalan Dracunia yang diwarnai oleh cahaya matahari terbenam.

"Aku paham, ini memang cukup spektakuler."

Kamito memuji dengan kagum.

"Ya, bagaimanapun juga, pemandangan dari Dragondola terlihat lebih cantik."

"Bukankah kau bilang tadi, bahwa ini adalah pengalaman pertamamu naik Dragondola?"

"...? Tidak, aku telah menaikinya beberapa kali......"

(... Lalu, apa yang dia maksud dengan 'pengalaman pertama'?)

Kamito mengerutkan kening.

"Ngomong-ngomong, pertama kali aku bertemu denganmu juga di langit."

"Ya, waktu itu ... Itu adalah ketika kau mencoba untuk memenggal anu-ku."

Kamito mengangguk sambil tersenyum kecut. Hal itu terjadi sewaktu perjalanan mereka ke Ragna Ys, yaitu tempat kompetisi Blade Dance. Leonora naik kapal terbangnya, dan menghunuskan pedang untuk melawan Kamito, dan mencoba untuk mengebiri pria itu.

"Kumohon lupakan memori itu ..."

Leonora memalingkan muka karena malu.

(... Blade Dance. Sudah lama sekali ya.....)

Pertemuan dengan Claire dan yang lainnya di Akademi, perpindahan Fianna, pertempuran melawan Velsaria—Kamito hanya bisa mengenang kembali hari-harinya berjuang bersama rekan-rekannya di Tim Scarlet.

Tak lama berselang, Dragondola mencapai lapisan awan dan mulai turun perlahan. Setelah sedikit guncangan, mereka merasakan saat-saat yang damai dan relaks.

"Terima kasih banyak untuk hari ini, Leonora. Aku sungguh senang."

Kamito mengucapkan terima kasih kepada Leonora dengan tulus.

"Sungguh? Aku sangat senang mendengar itu ..."

Leonora tersenyum.

"Kalau begitu, sekarang saatnya mulai......."

"...?"

Kamito bingung.

(...Mulai?)

Apa-apa'an itu— tepat ketika Kamito hendak bertanya.....

Leonora dengan paksa meraih bahu Kamito dan mendorongnya ke tempat tidur.

"Leonora!?"

Kamito dengan panik mencoba untuk kembali berdiri—

(... A-Aku nggak bisa bergerak?)

Lengannya ditekan dengan erat.

... Sungguh kekuatan lengan yang kuat.

"...A-Apa yang coba kau lakukan!?"

Melalui seragam militer itu, dada lembutnya menekan Kamito yang masih kebingungan.

"Fufu, meskipun kau mampu melampauiku dalam berpedang, aku masih tak terkalahkan dalam pertarungan yang hanya mengandalkan kekuatan murni. Bagaimanapun juga, putri-putri dari keluarga Lancaster memiliki Dragon Blood. "

Ketika dia menggunakan atribut naga untuk meningkatkan kemampuan tubuhnya, bahkan Kamito pun tak akan berdaya pada situasi seperti itu. Pada saat yang sama, pencahayaan di langit-langit berubah warna menjadi merah muda, kemudian tempat tidurnya pun mulai berputar.

"A-Apa yang terjadi!?"

Kamito semakin kebingungan. Dia tidak tau kenapa Leonora tiba-tiba menyerangnya, dan dia juga tak mengerti kenapa tempat tidur ini berputar ...

—Pada Saat itu, Kamito tiba-tiba menyadari sesuatu.

Dari cermin di langit-langit, dia bisa melihat tubuh bagian bawah Leonora yang dibalut stoking.

Rok seragam militer miliknya sudah melorot sampai paha, kemudian tampaklah pemandangan yang seharusnya tertutupi.

Kamito memerah dan berusaha memalingkan pandangannya.

"Sangat memalukan..."

Sementara Leonora terus menahan Kamito agar tidak bergerak, napas manis terhembus dari bibirnya.

"Apa sih yang kau inginkan ..."

"Kamito, kau sudah berjanji padaku di ibukota kekaisaran, 'kan? Apapun yang kuinginkan....."

"Ya ... aku sungguh mengatakan itu."

—Memang, dia sungguh-sungguh mengatakan bahwa. Apapun yang kau inginkan, selama itu bisa kukabulkan.

Leonora mulai melucuti pakaiannya dengan malu-malu. Dia benar-benar tidak mengenakan sehelai pakaian pun. Dada besarnya pun kelihatan.

"...!?"

Berikutnya—

"Kalau begitu ... Biarkanlah aku mengandung bayimu."

Leonora berbisik di telinga Kamito.

"Apa sih yang sedang kamu bicarakan!?"

"Bayi yang dikandung di langit dikenal sebagai Dragon's Treasure, itu adalah peristiwa yang sangat menguntungkan."

Suara manis bergema di telinganya.

"Atau ... Apakah kamu tidak suka melakukannya denganku?"

Leonora menampakkan ekspresi sedih di wajahnya.

Mungkinkah Darah Naga di tubuhnya sudah mulai tidak terkendali seperti ketika Blade Dance? Tidak, tidak tampak seperti itu.

Matanya terlihat hitam seperti biasa.

"B-Bagaimana bisa jadi begini!? Aku benar-benar khilaf!"

"... A-Aku juga tidak tahu!"

Leonora berteriak, dengan wajah merona.

(Apakah rasa malunya berubah menjadi kemarahan!?)

Meskipun berpikir begitu, Kamito tidak mengatakannya dengan lantang.

"S-Setiap kali aku melihatmu, hatiku berdebar tanpa henti dan aku merasa sangat aneh. Sejak pertama kali kita bertarung, aku selalu merasakan ini—"

"Leonora ..."

Melihat gadis itu hampir menangis, Kamito hanya bisa menutup mulutnya.

"Selama ini, aku selalu berpikir mengapa hal ini terjadi. Setiap hari, aku hampir tidak bisa tidur, dan selalu berpikir tentangmu ... Sekarang, aku akhirnya menemukan jawabannya."

Leonora menatap Kamito.

"Ini adalah instingku, yang berasal dari darah naga yang kuwarisi, aku ingin mendapatkan benihmu yang kuat!"

"Tunggu sebentar, ada apa logikamu nggak masuk akal itu!?"

Kamito hanya bisa membalasnya.

Ketika di ibukota kekaisaran, ketika dia mengatakan bahwa akan merepotkan jika Kamito mati, apakah inilah maksud dari semuanya?

Meskipun Kamito ingin melarikan diri, tangan Leonora tidak bergerak sedikit pun... Atau lebih tepatnya, jika dia bergerak sembarangan, wajahnya akan terkubur pada dada empuk itu, itu terlalu berbahaya, maka dia tidak berani bergerak sama sekali.

"Menyerahlah, Kamito. Naga Dracunia akan melakukan segala upayanya untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan."

"T-Tenanglah! Kau terlalu banyak berpikir seperti seekor naga!"

Ketika Kamito berteriak seperti itu—

"...!?"

Tiba-tiba, ia merasakan rasa sakit membakar di tangan kiri yang terbungkus sarung tangan kulit, seolah-olah dibakar oleh api.

"…...Ah, Gah ..."

"... Kamito?"

Setelah melihat perubahan itu, Leonora pun meringankan cengkeramannya.

"... Urgh, ah ... Guh ... Urghh ..."

"... A-Apa yang terjadi?"

Melihat Kamito kesakitan, Leonora bertanya-tanya dengan khawatir.

Namun, Kamito bahkan tidak bisa berbicara dengan benar.

Rasa sakit yang membakar terasa seolah-olah tubuhnya dicap oleh besi panas.

Dan rasa sakit yang intens ini.......

Kamito langsung menyadari suatu kemungkinan tertentu.

(... Apakah Restia sedang memanggilku!?)


Bagian 3[edit]

"...Dimana ini?"

Dikelilingi oleh cahaya yang menyilaukan, seakan-akan dia kehilangan kesadaran—

Claire perlahan membuka matanya.

Ini bukan altar di Dragon's Peak, dimana Claire dan teman-temannya berada sekarang—

"Tidak mungkin... Tempat ini adalah..."

Claire hanya bisa melebarkan matanya yang bagaikan batu ruby.

Hutan yang terhampar di depannya. Sebuah kastil batu yang megah dibangun di atas bukit.

Saat ini, Claire sedang berdiri di depan pintu gerbang Benteng Elstein, yang begitu familiar baginya.

Dengan memandang dataran di kaki bukit, dia bisa melihat kadipaten yang makmur. Gandum di ladang sungguh melimpah, sementara ternak sapi dan kuda berkeliaran di dataran. Ketika melihat ke arah sungai, dia melihat sebuah pondok dengan roda air yang menggiling gandum.

Di masa kecilnya, Claire senang melihat pemandangan seperti ini dari jendela kastil.

(...Kenapa aku disini?)

Ketika dia melihat di sekitarnya. Ellis, Fianna dan Rinslet, yang tadinya bersama dirinya, kini tak lagi disana.

Apakah mereka diteleport ke tempat lain?

Sebuah tempat bagi manusia untuk menghargai nilai eksistensinya sendiri... Itulah apa yang Naga Kegelapan Vritra telah katakan.

(... Tapi mengapa aku melihat semua ini?)

Claire berjalan melalui gerbang benteng dan melangkah ke taman.

Di dalam benteng, warga terdekat sedang mempersiapkan sebuah festival besar. Di tengah taman terdapat sejumlah besar barel anggur. Panggangan yang siap untuk memanggang daging juga sudah menyala.

Dengan melihat pemandangan ini—

(... Ini adalah hari itu.)

Claire ingat.

Pada hari itu, Claire muda sedang bermain dengan Scarlet sambil menikmati pesta yang dimulai pada malam hari.

Pada hari itu, semua orang sangat yakin bahwa itu akan menjadi hari yang damai seperti biasanya.

Mereka mengira bahwa mereka akan terus menjalani kehidupan yang stabil—

"... Oh tidak ... Semuanya, cepat lari!"

Claire berteriak.

Namun, tidak ada yang bisa mendengar suara Claire. Tak satu pun dari orang-orang yang hadir melihat keberadaan Claire.

"... Mengapa? ... Mengapa aku harus melihat ini lagi!?"

Pada saat itu, langit berubah secara drastis.

Bukannya warna matahari terbenam, merahnya api lah yang membakar segala sesuatu sampai tak tersisa.

Selanjutnya, hujan badai api mulai turun.

Pemandangan di depan matanya langsung terbungkus oleh api dan dihanguskan sampai tak tersisa.

"Hentikan! Hentikan, mengapa ini harus terjadi !?"

Pada saat itu—

"—Ini adalah konsekuensi dari tanggung jawabku."

"...!?"

Ketika mendengar suara yang familiar, Claire sontak melihat ke belakang.

Disana adalah kakak perempuannya, yang berdiri bagaikan hantu dengan rambut merah panjang yang berkibar.

Rubia Elstein— bukan, itu adalah Kardinal bertopeng.

"... Tidak, ini bukan kesalahanmu, Nee-sama—"

"Waktu itu, aku tidak memiliki kekuatan untuk menghentikan tragedi ini. Jikalau aku memiliki kekuatan yang lebih besar pada saat itu, aku bisa saja melenyapkan para Elemental Lord untuk mencegah bencana ini."

Pada saat itu, pedang diselimuti api merah muncul di tangan Rubia.

Api pembunuh dewa— elemental waffe dari roh api yang terkuat, Laevateinn.

"Nee-sama, jangan—!"

Claire berteriak dengan putus asa dan menghalangi langkah Rubia.

Itu adalah api balas dendam. Itu adalah api kehancuran yang akan membakar dirinya sampai dilupakan.

"Minggir, Claire Rouge—"

Rubia mengacungkan Laevateinn pada Claire.

"Tidak akan. Aku akan menghentikan balas dendammu di sini, Nee-sama—!"

Claire melantunkan sebuah mantra pemanggil, dan kucing neraka menyala muncul di kakinya.


Sebelumnya Bab 5 Kembali Ke Halaman Utama Selanjutnya Bab 7