Seirei Tsukai no Blade Dance:Jilid16 Bab 8

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Bab 8 - Princess Maiden Merah[edit]

Bagian 1[edit]

Di tengah-tengah keramaian alun-alun yang tersapu oleh kehancuran—


Raja Iblis dan keempat selirnya lenyap di tengah kepulan asap hitam.


"...Aku nggak pernah mengira mereka akan menggunakan roh militer di tempat seperti ini—"


Dengan menggunakan lift yang sama yang dia gunakan untuk muncul, Kamito kembali ke dalam tanah sembari berkomentar.


"Ya, tapi kurasa hal bagusnya adalah nggak ada korban tewas pada kerumunan tersebut."


Sambil mendengarn dia, Ellis mengangguk.


"Apakah Kamito-kun adalah targetnya?"


"Tidak, berita kedatangan kita disini harusnya belum sampai ke telinga mereka. Kemungkinan besar, target mereka adalah Rubia—"


Seorang Princess Maiden misterius yang telah menguasai tentara pemberontak hanya dalam beberapa hari, harusnya itulah yang membuat Sjora khawatir. Sjora harusnya telah memprediksi bahwa tentara pemberontak akan berantakan setelah dia tersingkir.


"Ngomong-ngomong, sandiwaramu tadi bagus juga..."


"Ya, itu bahkan tidak kelihatan seperti sandiwara. Atau mungkin, sifat aslimu memang seperti itu, Kamito-kun?"


"T-Tidak, itu semua hanyalah sandiwara!"


Kamito membalasnya.


"Batu melayang" yang membawa Kamito dan para cewek berhenti di bawah tanah.


Dan yang mereka lihat adalah—


Rubia Elstein, mengenakan topeng merah, sedang menunggu mereka.


"Sebagai permulaan, izinkan aku untuk memberikan pujian atas kerja keras kalian. Malam ini, tentara pemberontak akhirnya bersatu sebagai suatu kesatuan yang utuh dari kolektif, seperti sedia kala—"


"Jangan bilang kaulah yang mengatur serangan tadi?"


Kamito menanyakan itu dengan nada tinggi. Menyiapkan serangan, kemudian memenangkan pertarungan itu sendiri, dengan cara seperti itu mereka akan mendapatkan kepercayaan banyak orang, metode itu sering digunakan oleh para penguasa, namun sepertinya agak aneh jika Rubia merencanakan hal semacam itu. Jika ada kesalahan sedikit saja, korban jiwa akan melayang dengan mudahnya—


"Aku mengakui bahwa personil Zohar yang menyusup ke dalam Demon Fist tidaklah luput dari perhatianku."


"...Apa!?"


Mendengar jawaban Rubia, Claire dan yang lainnya menunjukkan kemarahan di wajah mereka.


"—Begitulah, tapi aku nggak menduga para pembunuh memanggil roh militer kelas taktis. Kurangnya kecerdasan mereka bukanlah tanggung jawabku."


Mencoba menggunakan roh militer yang berbahaya seperti itu hanya dengan dua orang, mungkin inilah yang disebut kenekatan ekstrim. Hanya orang-orang dengan kemampuan seperti Muir Alenstarl yang bisa melaksanakan misi itu dengan sukses.


"Apakah kau sengaja membebaskan pergerakan mereka?"


"Memang. Daripada menangkap mata-mata musuh, akan lebih baik jika kita memanfaatkan mereka."


(Nekat sekali nih cewek....)


Meskipun kegagalan ada di pihaknya, serangan barusan telah digunakan untuk meningkatkan citra Raja Iblis.


Pada dasarnya, dia menguasai tentara pemberontak yang berkumpul di Mordis.


"Perang yang sesungguhnya belum datang. Kalian semua harus beristirahat dengan benar."


Sambil mengatakan itu, dia mengenakan pakaian ritual, lantas Rubia berbalik dan menghilang ke dalam bayangan terowongan.


Setelah cewek itu menghilang, Rinslet pun mendesah.


"...Sungguh melelahkan."


"Pokoknya, ayo kita membersihkan diri."


"Ya, p-p-pakaian memalukan ini, aku harus melepasnya secepat mungkin."


Mendengar saran Fianna, semuanya pun mengangguk.


"Fufu, tuanku Raja Iblis, apakah kau ingin bergabung dengan kami?"


"A-Apa yang kau bicarakan!?"


Kamito langsung menggeleng untuk menanggapi senyum nakal Fianna.


Bagian 2[edit]

Claire dan para gadis tiba di fasilitas pemandian terbuka, di Demon Fist, lantas mereka langsung merendamkan diri disana.


Karena Demon Fist dibangun di atas gunung berapi aktif, maka air panasnya tidaklah asli, mereka mendapatkan air panas dengan memanaskan mata air menggunakan kristal roh api yang sangat murni. Itu cukup efektif untuk memulihkan tubuh mereka dari kelelahan.


"Mm~, ini terasa begitu nyaman... Kualitas air ini dapat mendatangkan uang bagi mata air Elstein."


Claire merentangkan tangannya seperti kucing, sambil menutup matanya sebagian karena kenikmatan.


"Menurut legenda lokal di Mordis, ini seharusnya menjadi tempat dimana para selir Raja Iblis memulihkan energi mereka."


"Eh..."


"Yang Mulia, apakah ini benar?"


"Memangnya aku tau? Bagaimanapun ini hanyalah sebuah legenda. Tidak ada yang bisa memastikan kebenarannya. Namun, bukankah menyenangkan bisa memasuki tempat yang biasa digunakan oleh para selir Raja Iblis?"


Sambil bersandar di batu, Fianna tertawa.


"...T-Tidak sedikit pun! A-Apanya yang selir!"


"H-Hmm, memiliki beberapa selir... Sungguh bejat si raja iblis itu—"


"P-Perselingkuhan!"


Tiga cewek lainnya memprotes dengan wajah memerah.


"Tapi itu menurut budaya orang Ordesia, kan? Di Theocracy, sangatlah umum bagi raja untuk menikahi beberapa cewek. Dari sudut pandangku, itu bukanlah hal yang tidak bermoral atau semacamnya."


"Y-Yah..."


Karena tidak mampu memberikan bantahan, Claire pun mulai meniup gelembung di permukaan air.


Setelah memasuki Divine Ritual Institute sejak kecil, Fianna sering punya kesempatan untuk menemui Princess Maiden dari negara lain. Akibatnya, dia tidak merasa kesulitan menerima budaya dan adat istiadat asing yang masuk ke Ordesia. Sebaliknya, Claire, Rinslet dan Ellis tumbuh berkembang di dalam keluarga bangsawan Ordesian yang bergengsi, maka mereka memiliki kesulitan dalam memahami kebiasaan Theocracy yang bertentangan dengan konsep mereka tentang pernikahan tradisional. Dan mereka pun menyimpulkannya sebagai suatu tindak asusila.


"Ngomong-ngomong, haruskah Legitimate Ordesia mengizinkan poligami seperti Theocracy, aku penasaran?"


"A-Apa, y-yang kamu bicarakan!? I-Itu tidak bisa diterima, benar-benar tidak bisa diterima!"


"Oh sayang, tapi aku adalah raja Ordesia yang sah, kau tau? Aku memiliki hak untuk memutuskan hukum."


"I-Itu diktator namanya!"


"Kami meminta pendirian dewan!"


"Astaga, inilah mengapa para bangsawan Ordesia berisikan orang-orang bodoh dan keras kepala..."


Fianna mengangkat bahu dengan putus asa.


"Namun, jangan-jangan, Kamito-kun malah menyetujui rencana itu."


"Eh?"


Ketiga cewek itu menatap satu sama lain.


"A-Apa yang kau maksud..."


"M-Menurutmu, seberapa menjiwai kah Kamito-kun terhadap perannya sebagai Raja Iblis?"


"...!"


Claire dan para cewek saling memandang satu sama lain.


Memang, Kamito bertingkah tidak seperti biasanya ketika dia mengenakan topeng Raja Iblis tadi.


Meskipun Kamito bersikeras bahwa dia hanya bersandiwara, apakah itu benar?


Mungkin saja, sejak awal Kamito sudah memiliki watak seperti itu, dan sifatnya semakin jelas ketika dia berperan sebagai Raja Iblis.


Jika ini benar, Kamito mungkin saja setuju dengan tawaran Fianna, kemudian dia mendekati setiap gadis yang ada di sisinya, kemudian dia terpikat oleh setiap gadis yang ditemuinya, dan tidak punya kesetiaan sama sekali.


(T-t-t-tidak m-m-mungkin)


Pada saat itu...


"Fufu, kelihatannya cukup menyenangkan. Bolehkah aku gabung....?"


"...! K-Kau—!?"


Mendengar suaranya dari sana, Claire pun langsung melebar matanya.


Keluar dari bayang-bayang bebatuan, munculah roh kegelapan bersayap hitam legam.


Dia tidak mengenakan baju berwarna gelap biasanya. Sekarang dia benar-benar telanjang, dan dia mencelupkan dirinya ke dalam air.


Matanya jernih berwarna senja. Diterangi kemisteriusan di bawah sinar bulan, sosoknya begitu indah, sampai-sampai membuat Claire begitu terpesona meskipun jenis kelamin mereka sama.


"Roh Kegelapan, a-apa yang kau lakukan di sini!?"


Claire berdiri dengan hati-hati.


Tidak ada masalah ketika dia kehilangan ingatan, tapi sekarang, dia bukanlah seseorang yang bisa dipercaya.


Meskipun sepertinya dia tidak akan berbalik melawan Kamito, tapi Claire dan yang lainnya masihlah tidak mempercayainya.


"Tidak ada. Aku di sini tidak melakukan apa-apa, Nona Kucing Neraka—"


Restia tertawa.


"Aku kesini hanya untuk menikmati air panas. Aku tadinya ingin berendam bersama-sama dengan Kamito, tapi dia malah menceramahiku dan mengatakan tidak. Jadi aku tidak punya pilihan selain datang ke sini."


"APA.... B-Bukankah itu tidak bisa diterima!!??"


"I-Itu benar. M-meskipun kau adalah roh terkontraknya, m-m-mandi bersama agaknya....."


Claire dan Ellis berteriak dengan wajah memerah.


"—Ngomong-ngomong, bukankah kau adalah roh? Dan roh tidak perlu mandi, kan!?"


"Oh ya ampun, tapi roh juga menikmati berendam di air panas, kau tau? Bagaimanapun juga, ini sangat cocok untuk mengisi kekuatan suci."


Byurrrr. Restia merentangkan kakinya di dalam air.


Rambut hitamnya yang indah dan berkilau, tersebar di permukaan air, seakan-akan berbaur dengan gelapnya malam,


"....Dan juga, aku ingin mengucapkan terima kasih pada kalian semua."


"Terima kasih?"


Setelah mendengar itu, Claire mengerutkan kening, dengan penuh kecurigaan.


"Ya, selama ingatanku hilang, bukankah kalian semua menolong diriku yang lain? Meskipun diriku yang sekarang ini tidak pernah mengalaminya, memori tidak penah hilang."


Restia mengarahkan tatapannya pada Claire dan para gadis secara bergantian.


"Meskipun kita memiliki banyak perbedaan di masa lalu, mari kita berdamai sekarang."


Dia dengan lembut mengulurkan tangan ke arah Claire.


"... P-Perdamaian?"


Wajah Claire tampak terkejut.


Trio Ellis, Fianna dan Rinslet menatap satu sama lain dengan ekspresi kebingungan.


Claire memelototi Restia sebelum dan berkata:


"K-Kau masih ingat semua yang pernah kau lakukan terhadap kami, kan?"


Dia pernah memberikan Claire roh Berserk ketika dia sedih karena kehilangan Scarlet, dia pernah mengarahkan Jio Inzagi untuk menyerang Academy, dia juga bersekutu dengan monster kegelapan Nepenthes Lore selama babak penyisihan Blade Dance untuk menyerang Tim Scarlet—


Masa lalu mereka yang rumit dengan roh kegelapan tidak bisa dihapus dengan mudah.


"Kau benar. Aku telah melakukan hal-hal seperti itu kepadamu untuk membalas dendam. Aku minta maaf."


Melihat dia menundukkan kepalanya dengan tulus, Claire pun terdiam.


Dia benar-benar tau dalam hatinya. Semua hal yang pernah dilakukan oleh roh kegelapan ini, berdasarkan pertimbangan untuk Kamito.


Pengorbanannya untuk Kamito adalah suatu hal yang nyata. Justru karena dia tau ini, Claire punya perasaan yang rumit di dalam hatinya. Namun—


Claire memandang trio gadis di belakangnya.


Lalu dengan ekspresi tenang, mereka semua mengangguk lembut.


(...Benar juga. Aku harus bertindak sedikit lebih dewasa.)


Claire dengan tenang menghela napas, kemudian menatap mata Restia dengan sungguh-sungguh.


"...Kurasa, aku juga perlu mengucapkan rasa terimakasih padamu."


"...Eh?"


"Aku mendengarnya dari Kamito sebelumnya. Kau adalah orang yang membantu Kamito untuk memulihkan hati dan perasaannya, ketika dia mendekati titik lemahnya. Andaikan kau tidak menyelamatkan Kamito, maka kami tidak akan pernah bertemu dengan Kamito saat ini."


Claire menghela napas dan menjabat tangan Restia.


"... Baik, biarkan masa lalu mengalir menjauh."


Mata Restia melebar sedikit karena terkejut. Kemudian...


"—Terima kasih."


Dia mengucapkan kata-kata terima kasih.


"Kalau begitu, bolehkah aku bergabung denganmu?"


"Tentu saja boleh, tapi singkirkan sayap itu. Itu melanggar peraturan."


"Fufu, aku paham—"


Ketika Claire mengatakan itu, sayap hitam legam berubah menjadi partikel cahaya dan lenyap.


Sambil merendam tubuhnya hingga bahu di dalam air panas, Restia membacakan mantra.


Tak lama berselang, beberapa cangkir kecil muncul dari balik udara tipis.


"Ini adalah anggur mawar, spesial dari Mordis. Ijinkan aku memberikan ini pada kalian sebagai tanda perdamaian."


"... Mari kita minum."


Di bawah sinar bulan, Claire dan cewek-cewek lainnya bersulang tanpa suara.


Bagian 3[edit]

—Pada saat yang sama, Kamito sedang menikmati rendaman santai di dalam air panas terbuka.


"Hoo, aku merasa hidup lagi—"


Kamito menempatkan handuk basah pada dahinya, sambil bersandar pada batu berlumut.


Melawan roh militer raksasa, bahkan Kamito tidak bisa menghindari penggunaan sejumlah besar kekuatan suci. Bahkan Est, yang diletakkan pada batu di dekatnya, harus tetap dalam bentuk pedang untuk saat ini.


"Tapi aku tak pernah menduga menjadi Raja Iblis ..."


Sambil menatap langit yang bertaburan bintang berkelap-kelip, Kamito bergumam dalam keadaan linglung.


Awalnya, rencananya adalah memerankan Raja Iblis sesuai naskah yang diberikan oleh Rubia, tapi sebelum dia menyadarinya, semacam pembatas di alam bawah sadarnya sepertinya telah terlepas, sehingga membuat dia menyatakan hal-hal yang tidak akan pernah dia ucapkan secara normal.


(Jangan bilang, topeng ini juga terisi oleh semacam sihir...)


Dengan mata penuh kecurigaan, Kamito melirik topeng Raja Iblis yang mengambang di atas permukaan air.


—Lalu


Byurr.


Dengan suara percikan air yang samar, riak-riak kecil mulai menyebar di permukaan air.


"—Sepertinya kau belum sepenuhnya mengendalikan kekuatan Darkness Elemental Lord, Ren Ashbell."


"...!?"


Ketika mendengar suara itu, Kamito terkaget, lantas berdiri.


Dia melihat sosok yang muncul di balik uap panas—


Seorang Princess Maiden berambut merah, dan mengenakan pakaian ritual putih.


"...R-Rubia!?"


Ketika melihat sosoknya, Kamito langsung tersentak. Mengapa dia muncul di sini? Sebelum dia bisa menanyakan itu, kesadaran Kamito terhenti karena paras cantik gadis itu.


"A-Apa yang kau lakukan—"


Sembati mengabaikan Kamito yang kebingungan, Rubia perlahan-lahan mencelupkan dirinya ke dalam air panas.


Rambut cantik panjangnya yang bagaikan permata menyebar pada permukaan air seperti kelopak bunga yang berjatuhan.


Kemudian, dengan mata merah seperti Claire, dia menatap tajam pada Kamito—


"Kau pasti telah menghabiskan banyak kekuatan suci dalam pertempuran sebelumnya. Aku disini untuk memastikan apakah kau telah terkontaminasi oleh kekuatan Ren Ashdoll."


Dengan jari-jari ramping, dia secara lembut menyentuh wajah Kamito.


"...!"


Karena pakaian ritualnya basah, kulitnya pun terlihat menerawang.


Merasakan rangsangan yang tak terduga, jantung Kamito pun mulai berpacu.


Claire jugalah gadis yang manis selama dia tidak banyak berbuat kegaduhan, namun penampilan Rubia terlihat seperti versi dewasanya Claire, dengan tambahan daya tarik melankolis yang tidak dimiliki adiknya.


"Y-Ya, aku baik-baik saja..."


Sembari menjauhkan tatapannya dari tubuh indah cewek itu, Kamito menjawab.


Meski telah melakukan langkah berani dengan menggunakan Bursting Blossom Spiral Blade Dance, Kamito tidaklah habis-habisan dalam pertarungan tadi. Ini tidak seperti ketika dia menyelamatkan Fianna di ibukota kekaisaran.


"Begitukah—"


Namun, Rubia menyipitkan matanya yang seindah permata—


"... Kau sudah terkontaminasi cukup parah, huh?"


"...? Apa maksudmu—"


Kamito menyela, namun kalimatnya juga terputus.


Karena cewek itu tiba-tiba menekan bibirnya padanya.


"...!?"


Untuk sesaat, dia merasakan kenikmatan yang melumpuhkan syaraf.


Dihadapkan dengan tindakan tak terduga, Kamito sama sekali tidak dapat bereaksi.


Sementara membelai pipi Kamito dengan lembut, Rubia perlahan-lahan menggerakkan bibirnya menjauh.


"...! ... K-Kau, apa-apa’an...sih..."


Kamito bergumam dalam keadaan linglung.


—Segera setelah dia berbicara....


"...H-Hah?"


Dia menyadari bahwa tubuhnya tiba-tiba merasa lebih ringan.


Kekuatan suci yang mulai mengaliri tubuhnya, langsung melepaskan semua kelelahan yang dideritanya.


"..Apa yang kamu lakukan?"


"Sudah kuduga. Bahkan kau sendiri tidak menyadarinya."


Rubia menatap Kamito dengan tajam.


"Kalau dibiarkan begini terus, kau akan termakan oleh kekuatan kegelapan."


Katanya.


"...!? Kekuatan kegelapan? Aku sama sekali tidak merasakannya."


Kamito keberatan.


Dalam pertempuran sebelumnya, Kamito sama sekali tidak merasakan bawah kekuatannya terkontaminasi oleh kegelapan Ren Ashdoll. Dia memang pernah merasakan kontaminasi kegelapan beberapa kali sebelumnya, namun tidak pada pertempuran barusan. Sejauh yang dia tau, dia tidak mendengar suatanya, yang mencoba membujuknya untuk membangkitkan Raja Iblis.


"Itu karena kekuatan sucimu bergabung dengan kekuatan Ren Ashdoll secara bertahap. Kau sudah terkontaminasi oleh kekuatan kegelapan."


"...Apa!?"


Tak bisa berkata, Kamito hanya sanggup menatap tangannya.


(...Jangan bilang, ini juga terjadi waktu itu, huh?)


Ngomong-ngomong, selama pertempuran melawan Greyworth, saat ketika dia hampir termakan oleh kekuatan kegelapan—


Dia sudah merasakan semacam sensasi belenggu yang terlepas.


Anggaplah apa yang dikatakan Rubia itu benar, maka kekuatan kegelapan akan memakannya ketika kekuatan suci semakin menipis.


"Ini adalah kelalaianku. Aku gagal menyadari bahwa kau sudah terkontaminasi sampai separah ini, bahkan aku telah memintamu untuk melawan roh militer itu."


Sambil menarik tangannya dari pipi Kamito, Rubia perlahan berdiri.


Tetesan air perlahan-lahan jatuh dari ujung rambutnya yang basah kuyup.


"A-Apa—"


"Mulai sekarang, setiap kali kau mulai termakan oleh kekuatan kegelapan... Gunakan diriku, Ren Ashbell."


"...? Apa maksudmu—"


Setelah mendengarkan pernyataan itu, Kamito menanggapi dengan bingung.


Kemudian—


"Dengan kata lain, gunakan tubuhku semaumu—"


Rubia berbicara dengan nada tenang.


"Aku bisa melayanimu sebagai Ratu, untuk menjadi korban kontaminasi kekuatan kegelapan."


Sambil mengatakan itu, dia dengan ringan melucuti pakaian ritualnya yang sudah basah.


"...!?"


Pada saat itu, Kamito membelalakkan matanya.


Di bawah sinar bulan, tubuhnya yang indah, terbasahi oleh kemilau tetesan air, tanpa tertutupi sehelai benang pun.


Dua tonjolan di dadanya melekuk dengan indah. Kaki ramping indah semakin menyempurnakan penampilannya. Rambut merah tuanya, terkulai di atas kulit putih pucat. Dia tampak bak seorang dewi.


Namun—


"—Tubuh yang jelek, kan?"


Dia mencela dirinya sendiri.


Tubuh telanjangnya yang indah—


.....dinodai oleh berbagai pola menyerupai lilitan ular yang tak terhitung jumlahnya.


"Segel persenjataan terkutuk ditanamkan pada seluruh tubuhku untuk memanggil kekuatan Sacred Maiden dan roh api tertinggi, Laevateinn. Tubuh ini sungguh jauh dari Princess Maiden yang murni. Ini hanyalah wadah beracun yang ditutupi oleh kutukan kotor. Aku tak peduli bagaimana kau memperlakukan diriku. Lakukan saja sesukamu, setiap kali kau menginginkannya. Aku bisa menjadi pelampiasanmu untuk menekan kekuatan kegelapan. Inilah satu-satunya hal yang bisa kulakukan karena aku sudah kehilangan kemampuanku sebagai elementalist—"

STnBD V16 178.jpg

"...!"


Kamito kehabisan kata-kata ketika menghadapi Rubia yang telah menyampaikan itu dengan serius.


Sambil mengepalkan tinju dengan gemetar, dia menatap tepat pada mata gadis itu.


Menatap mata bagaikan permata berwarna merah yang memancarkan api—


"Kau selalu saja bertingkah begini—"


"...Apa?"


"Membebankan semuanya pada dirimu sendiri, dan berusaha untuk menanggungnya sendirian. Itu sebabnya empat tahun lalu, kau lenyap tanpa mengungkapkan perasaan dan pemikiranmu pada Fianna, atau satu-satunya adikmu."


"Aku hanya berniat menebus dosaku."


Mendengar apa yang dia katakan, Rubia menggeleng.


"Bukanlah salahmu bahwa tanah Elstein dilahap oleh api."


"Itu karena dosaku. Karena aku adalah Ratu yang melayani Elemental Lord Api—"


Dia tetap meyakini itu dengan keras kepala.


Demi menebus dosa itu, dia telah mengukir segel persenjataan terkutuk yang tak terhitung jumlahnya pada tubuhnya.


...Dia pasti telah menetapkan tekad sepenuh jiwa.


Dia telah bertempur dengan gagah berani sendirian.


Menekan semua emosinya di balik topeng merah itu—


Dan sekarang, dia masih berniat untuk mengorbankan dirinya sendiri.


"..."


Kamito dan Rubia saling menatap selama beberapa detik.


Namun Rubia terlebih dahulu memalingkan tatapannya.


Dia perlahan-lahan membalikkan tubuhnya dan berkata pada Kamito dengan suara dingin seperti biasanya.


"Dalam beberapa hari, pasukan pemberontak akan menyerang Zohar. Saat ini, pulihkan dirimu dan istirahatlah sebaik mungkin, Raja Iblis"


Sementara Rubia bersiap-siap untuk pergi, Kamito berbicara padanya dari belakang:


"...Aku pernah melihat penelitianmu di kapal terbang."


Kamito berkata kepadanya.


Rubia berhenti.


"Secara kebetulan, aku menemukannya. Surat-surat yang Claire tulis padamu."


Ya, itu terselip di antara buku-buku penelitian Rubia. Surat-surat itu ditulis dengan tulisan tangan kekanak-kanakan, cewek itu mengirimkan semuanya pada kakaknya yang terpisah jauh darinya, ketika memasuki Divine Ritual Institute.


Rubia harusnya telah membaca surat-surat itu berkali-kali. Pada surat-surat itu terdapat bekas bahwa sudah dibaca ribuan kali.


"Claire selalu ingin berbicara padamu—"


"Aku bukan lagi kakaknya. Aku sudah kehilangan hak itu—"


"... Apakah kau puas dengan hal-hal seperti itu!?"


"Ya. Orang yang bernama Rubia Elstein sudah menjadi abu ketika terjadi kebakaran hari itu. Yang sekarang berdiri di hadapanmu hanyalah mayat yang disisakan oleh api merah."


Setelah mengatakan itu, dia menghilang ke dalam kegelapan malam.


Bagian 4[edit]

"—Baiklah, berhenti bergerak. Tenang."


"... Diam. Jangan sentuh aku."


Saladia baru saja merapalkan mantra penyembuhan ketika Jio Inzagi mengibaskan tangannya dengan keras.


"Secara alami, ini akan sembuh dengan sendirinya. Bagaimanapun juga, aku adalah penerus Raja Iblis."


Sembari memamerkan segel persenjataan terkutuk yang diukir di lengannya, Jio menyeringai tanpa rasa takut.


"...Lakukan sesukamu. Tapi kalau lukanya bernanah, aku tidak tanggung jawab."


Saladia mendesah putus asa, lantas menutup elemental waffe yang berbentuk buku.


"Tempat ini akan segera ditemukan, kan? Kita tidak boleh berlama-lama di sini."


Mereka saat ini bersembunyi di kapel Raja Iblis, yang telah dihancurkan oleh Sjora Kahn, dan mengubahnya menjadi reruntuhan.


Masih banyak ksatria dari penjaga kerajaan disekitarnya, saat ini mereka sedang mencari Saladia.


Meskipun Saladia telah membentuk penghalang isolasi di sekitar struktur untuk mencegah orang mendekat, akan tetapi Elementalist terlatih pasti akan melihat penghalang ini.


Di luar kapel, badai pasir sedang menderu.


Badai pasir biasa berhembus di Zohar selama beberapa malam setiap bulan. Meskipun mereka tidak bisa bersembunyi di sini selamanya, faktanya mereka tidak punya cara untuk meninggalkan tempat ini sampai badai pasir berakhir.


"Cih, dasar badai pasir menjengkelkan."


"Ini adalah napas Raja Iblis."


"Hah?"


"Sebuah legenda. Badai pasir ini adalah napas Raja Iblis Solomon—"


"Takhayul bodoh."


"Mungkin..."


Sementara sependapat dengannya, Saladia bergumam dalam benaknya.


(...Di sisi lain, aku berpikir bahwa kabar tentang reinkarnasi Raja Iblis itu lebih tidak masuk akal daripada tahayul.)


Tentunya, dia tidak menyuarakan pendapatnya—


Tak peduli apakah orang ini adalah reinkarnasi Raja Iblis atau bukan, dia cukup baik sebagai pengawal.


Memang, menakjubkan adalah satu-satunya kata yang pas untuk menggambarkan gaya tempur Jio Inzagi saat ini.


Berturut-turut melepaskan roh-roh yang telah disegel Saladia pada segel persenjataan terkutuk, dia membuang roh-roh itu segera setelah menggunakannya. Gaya tempur mengerikan ini sungguh di luar nalar bagi seorang elementalist normal.


Di bawah penerangan redup bola cahaya, Saladia menatap sosok pemuda itu.


Akhirnya, dia mengumpulkan keberanian dan bertanya:


"...Siapa sih sebenarnya kau ini?"


"Aku adalah penerus Raja Iblis."


"Bukan, bukan itu yang kutanyakan... Orang biasa akan mati jika memiliki begitu banyak segel persenjataan terkutuk yang ditanamkan pada dirinya. Bagaimana bisa kau melakukan hal seperti itu—"


Jio Inzagi memamerkan gigi dan menyeringai tanpa rasa takut.


"Dari fasilitas tertentu yang telah membesarkan dan melatihku—"


"Fasilitas?"


"Sebuah fasilitas yang seorang putri sepertimu tidak akan pernah tau. Aku dibawa kesana semenjak bayi, dan mereka melakukan apapun pada tubuhku seenak perutnya... Oh, singkatnya, itu adalah neraka dunia. Mereka yang tidak memiliki bakat tidak akan bertahan, kemudian mati satu per satu. Setelah cukup besar dan bisa berbicara, anak-anak dipaksa untuk membunuh satu sama lain, kemudian dilempar ke bagian bawah lembah bagaikan onggokan sampah—"


"Tidak mungkin..."


Saladia menutupi mulutnya dengan tangannya, dan tidak mampu berbicara apapun.


...Apa yang diomongkan orang ini mungkin benar. Berdasarkan naluri seorang Princess Maiden, dia bisa melihat suatu kebohongan.


Namun, karena dibesarkan di istana kerajaan, dia tidak dapat membayangkan adanya neraka seperti itu di dunia ini.


"Hei, kenapa kau melihatku seperti itu? Apakah kau mengasihaniku?"


Jio Inzagi menyipitkan matanya dengan tajam dan melotot Saladia.


"Jangan menggunakan standarmu untuk mengukur orang lain. Aku sangat bersyukur memiliki tubuh seperti ini. Berkat ini, aku satu langkah lebih dekat pada Raja Iblis"


Sambil melihat segel persenjataan terkutuk yang diukir di lengannya, dia menampakkan senyum menakutkan di wajahnya.


"Mengapa kau begitu ... terobsesi pada Raja Iblis"


Ketika Saladia hendak bertanya padanya—


Lantai kapel bergetar, sementara debu dan puing-puing di langit-langit berjatuhan.


"...Apa, gempa bumi?"


"...Tidak, tidak pernah terjadi gempa bumi di Zohar sebelumnya—


Sambil mengatakan itu, dia berhenti, dan tubuhnya gemetar ketakutan.


"-Mungkinkah kakakku telah melepaskan segel itu?"


Bagian 5[edit]

Sembari melintasi padang pasir yang disertai badai pasir menderu sepanjang malam, dua naga tanah melesat.


Mereka membawa Muir dan Lily, menuju ke Zohar untuk pengintaian.


"Masih satu jam lebih menuju Zohar. Jangan ceroboh, Muir."


"Tidak perlu khawatir. Jika kita ketahuan, habisi saja musuhnya, dan semua akan baik-baik saja, oke?"


"Misi kita sederhana hanya memata-matai lalu kembali sambil membawa informasi yang berhasil kita kumpulan. Kita sebisa mungkin harus menghindari pertempuran—"


Lily memarahinya. Lalu—


Tiba-tiba, ada gemuruh menakutkan dari dalam tanah. Padang pasir pun bergetar dengan keras.


"...A-Apa?" "Apa yang sedang terjadi!?"


Gemuruh menakutkan di tanah terus bertahan. Naga tanah berjongkok ketakutan.


Ini bukanlah gempa biasa.


Getaran ini hampir mirip seperti pergerakan makhluk misterius dari dalam tanah—


"Lily, ada sesuatu yang mendekat—"


"...Apa?"


Lily menatap tajam melalui badai pasir yang masih menderu.


Kemudian matanya melebar kaget.


"...Bukankah itu Zohar !?"


Sebelumnya Bab 7 Kembali Ke Halaman Utama Selanjutnya Bab 9