Seirei Tsukai no Blade Dance:Jilid17 Bab 2

From Baka-Tsuki
Revision as of 06:45, 13 May 2018 by Narako (talk | contribs) (→‎Bab 2)
(diff) ← Older revision | Latest revision (diff) | Newer revision → (diff)
Jump to navigation Jump to search

Chapter 2 - Putri yang Hilang[edit]

Bagian 1[edit]

Suara sepatu tempur yang keras menggema di sepanjang lorong di benteng.


"....woi, barusan itu adalah sebuah kesalahpahaman."


Rubia berjalan didepan tanpa memgatakan sepatah katapun. Menatap punggungnya, Kamito mati-matian berusaha menjelaskan.


"Apa maksudmu dengan kesalahpahaman itu?"


Rubia berhenti berjalan dan melihat ke belakang. Rambut panjangnya, semerah milik adiknya, berkibar lembut.


"Itu, umm, apa yang terjadi barusan...."


Kamito ingin menjelaskan secara singkat tentang situasi di ranjang sebelumnya. Akan tetapi, mengingat seberapa nggak alaminya dan dengan mudahnya dianggap sebagai pemandangan bejat, bagaimana caranya dia menjelaskannya—?


Kemungkinan karena mengeluarkan energi pada membuat celana dalam, atau mungkin pura-pura malu-malu karena adanya Rubia, Est telah kembali ke wujud pedangnya.


Mata Rubia yang seperti ruby menatap tajam pada Kamito seolah menusuk dia.


"Aku paham. Nggak perlu menjelaskan."


"A-aku senang kau mengerti."


Kamito menghela nafas lega.


"Aku juga tau bahwa kau adalah seorang Raja Iblis dalam berbagai arti. Dikatakan, mempermainkan rekanmu, seorang roh terkontrak, adalah hal yang biasa."


"Seperti yang kukatakan, kau sudah salah paham.....!"


Kamito cuma bisa mencengkeram kepalanya sendiri... Sama seperti yang dia pikirkan, ada kesalahpahaman yang parah.


Rubia menatap wajah Kamito dengan tajam.


"Ren Ashbell. Kau harus mengatakan padaku saat kau butuh untuk menggunakan tubuhku kapanpun kau nggak bisa melawan kekuatan Elemental Lord Kegelapan."


"....!?"


Kamito teringat kejadian di tempat ritual pembersihan beberapa hari yang lalu.


Saat itu, Rubia memang mengatakan sesuatu seperti ini. Dia nggak keberatan jika Kamito menggunakan tubuhnya sesuka Kamito saat kekuatan kegelapan hendak melahap dia.


Seluruh tubuhnya sudah dipasang segel persenjataan terkutuk. Teringat pemandangan dari tubuh telanjangnya yang indah, Kamito mau gak mau tersipu.


Setelah melewati lorong itu, mereka berdua sampai di elevator. Desain sederhana dari elevator itu terdiri dari plat logam olahan dengan sebuah kristal roh ditanam didalamnya. Saat Rubia menuangkan sedikit divine power, sebuah mekanisme roh bisa terdengar diaktifkan seraya Kamito merasa dirinya dikelilingi oleh suatu sensasi mengapung yang gak nyaman.


"Ngomong-ngomong, pertemuan darurat tentang apa ini? Apa sesuatu yang serius terjadi di Kekaisaran Ordesia?"


"Tanda-tanda telah ditemukan mengenai keberadaan Saladia Kahn."


Kamito sedikit mengangkat alisnya.


Saladia Kahn adalah putri kedua dan mantan jenderal dari Teokrasi Alpha. Dia juga merupakan adik dari Sjora Kahn, yang telah bergabung dengan inti Zohar dan roh kelas strategi Leviathan dan tewas.


Saladia awalnya dipenjara oleh kakaknya, dan tujuan dari Kamito dan rekan-rekannya adalah untuk menyelamatkan dan melindungi dia sebagai putri.


Jika Saladia mengambil tahta, situasi kacau di Teokrasi yang disebabkan oleh pemberontakan Sjora Kahn akan berakhir, dengan demikian menghilangkan peluang campur tangan oleh Kekaisaran Ordesia, yang mana telah berubah menjadi boneka Kerajaan Suci. Selain itu, Ordesi Dan dengan Fiana sebagai kaisarnya akan menang dengan dukungan dari Dracunia yang kuat.


Akan tetapi, saat Kamito dan rekan-rekannya pertama kali memasuki Zohar, ibukota Teokrasi, Saladia Kahn telah kabur, dibantu oleh seseorang yang gak diketahui.


—Kemana sebenarnya menghilangnya dia?


Beberapa hari terakhir, para bawahan Rubia dari Sekolah Instruksional melakukan pencarian, tapi belum ada tanda-tanda.


"Kita akan mendiskusikannya secara spesifik nanti. Dinding disini punya telinga."


"...Oke, dimengerti."


Keluar dari elevator, mereka sampai di sebuah tempat yang menyajikan pemandangan dari seluruh kota di kaki gunung.


Tempat ini adalah menara pengawas dari benteng Mordis.


Melihat kebawah, ada pemandangan yang kacau dibawah.


(....Aku nggak bisa terbiasa dengan ini nggak peduli berapa kali aku melihatnya.)


Mengernyit, Kamito berkata dalam hati.


Dinding dari kota pertambangan Mordis dibangun di sekitar benteng telah diserang oleh kota besar yang lain. Pemandangannya terlihat seperti seekor binatang besar melahap seekor hewan kecil.


Ini telah terjadi dua puluh jam yang lalu.


Dengan tujuan menghancurkan pasukan pemberontak yang berkumpul di Mordis dalam sekali serang, Sjora Kahn, penyihir Teokrasi, telah mengaktifkan seekor roh kelas strategi, Leviathan, yang telah disegel dan ditinggalkan setelah perang dimasa lalu.


Leviathan adalah roh yang akan merasuki kota dan menyerap divine power dari penduduk. Roh militer ini telah menguasai ibukota Zohar dan mengamuk sesuai dengan keinginan Sjora Kahn untuk memusnahkan Mordis.


Meskipun Fianna dan yang lainnya telah memperkuat pertahanan dinding kota, mengendalikan kerusakan sampai minimum, masih ada banyak korban jiwa. Dari yang Kamito dengar, banyak warga Zohar yang disedot divine powernya sampai habis oleh roh militer itu, membunuh mereka.


Tiba-tiba, Kamito mengangkat kepalanya dan melihat ke samping.


Dia melihat Rubia memejamkan matanya dan dalam diam menyatukan kedua tangannya.


Kamito pernah melihat Fianna melakukan gerakan yang sama sebelumnya.


Itu adalah sebuah himne ritual yang dilakukan oleh para princess maiden dari Divine Ritual Institute.


Dengan rambut panjangnya berkibar tertiup angin seperti api, berpakaian seragam militer, sesaat dia terlihat seperti seorang princess maiden yang agung.


"Waktunya pergi."


"Ya...."


Rubia berbalik dan sekali lagi menaiki tangga dengan penampilan teguh diwajahnya.


Kamito buru-buru mengikuti dia.


Bagian 2[edit]

Segera setelah mereka memasuki ruangan pertemuan, Kamito melihat sang putri merebahkan diri di meja.


"....Oh, Kamito-kun, met pagi."


Melihat Kamito, Fianna mengangkat wajahnya dan menyapa dia dengan suara mengantuk.


"...Ya, pagi.... Ngomong-ngomong, kau kelihatan sangat capek."


Ada lingkaran gelap yang samar dimata Fianna. Rambutnya yang hitam, yang biasanya indah dan berkilauan, sekarang berantakan seolah dia bahkan nggak punya waktu untuk menyisirnya.


Didepan dia ada setumpuk gulungan yang terbuka.


"Aku bergadang semalaman menyelidiki catatan Demon King Cult yang ditemukan di Scorpia."


"...Kau melakukannya? Itu pasti sulit."


Kamito memuji dia. Gulungan Demon King Cult nggak ditulis dengan bahasa umum Kekaisaran. Namun, mereka mencatatnya menggunakan Alphaglyph dari Theocracy. Itu akan sulit untuk memguraikannya tanpa Fianna, yang telah diajari di Divine Ritual Institute.


"Melakukannya sekaligus sepertinya ide yang buruk. Lihat, bukankah kau punya lingkaran gelap sekarang?"


"....Huh?"


Setelah mendengar Claire mengatakannya dari samping, Fianna segera mengeluarkan cermin tangan. Melihat penampilannya sendiri yang berantakan, dia segera tersipu.


"....! A-Aku membiarkan Kamito-kun... m-melihatku seperti ini....!"


Nggak seperti hari-harinya sebagai Lost Queen yang dihina, Fianna saat ini adalah penguasa dari Ordesia Sah, mengangkat bendera pemberontakan terhadap Kekaisaran. Tanpa menyadarinya, dia pasti telah memaksakan dirinya lagi dan lagi.


Kamito duduk di samping Claire, dan melihat tanda kecapekan ada diwajah Claire juga. Sepertinya, dia melakukan latihan khusus bersama Scarlet sampai larut malam.


Scarlet sejak awal memang seekor roh yang kuat. Setelah berlatih di Dragon's Peak, Claire akhirnya membuka wujud sejatinya sebagai Ortlinde Scarlet Valkyriem sebagai roh senjata, yang memiliki kekuatan yang sangat besar membuat Restia mengakui dia sebagai rival, selama pertempuran di Zohar, dia bahkan bisa membakar banyak Nepthenthes Lore dalam sekejap, seorang musuh yang mana satu saja sudah membuat Tim Scarlet kerepotan saat Blade Dance.


Dengan begitu kuatnya Ortlinde, sudah sewajarnya itu adalah beban yang berat bagi Claire sebagai kontraktor. Di tahap saat ini, Claire masih belum sepenuhnya menguasai kekuatannya. Akan tetapi, setelah Claire bisa sepenuhnya mengeluarkan kekuatan Ortlinde dan menggunakan elemental waffenya dengan kendali sempurna—


(...Mungkin nggak lama lagi, dia mungkin melampaui aku dalam hal kekuatan.)


Teringat sebuah kenangan dari Claire menghunus cambuknya pada kakak kelas di Akademi, Kamito merasa emosional aneh.


Kemudian—


"Maaf atas keterlambatanku. Lorong benteng ini sangat rumit dan aku tersesat lagi."


Mengenakan armor Sylphid Knight, Ellis tiba bersama Velsaria. Wajah Ellis agak memerah, mungkin karena dia menerima pemberitahuan pertemuan saat di pertengahan latihan paginya.


Fahrengart bersaudara duduk berdampingan, bersebrangan dengan Kamito dan yang lainnya.


"Kalian berdua berlatih bersama hari ini?"


"Ya, aku kalah dua ronde dari tiga ronde hari ini.


Velsaria mengangguk.


"Menang dua kali melawan Velsaria menggunakan tombak?"


Meskipun Velsaria memiliki peluang yang sedikit untuk melatih seni beladirinya, karena menggunakan roh seperti Silent Fortress yang terspesialisasi dalam kerusakan area luas, Kamito menduga dia lebih unggul dari Ellis dalam kemampuan tombak.


"I-Itu karena kakak menahan diri—"


"Yang menahan diri itu kau bukan aku. Kau sekarang lebih kuat daripada aku. Percayalah pada dirimu sendiri."


"Kakak...."


Ellis kelihatan kagum. Gembira karena menerima pengakuan dari kakak angkatnya yang dia idolakan sebagai tujuannya sejak kecil, dia juga merasa sedikit bingung.


Memang, dibandingkan saat dia di Akademi, Kekuatan baru Ellis memang berada di tingkat yang betul-betul berbeda.


Berkembang dalam lompatan dan kecepatan setelah berlatih di Dracunia, dia mengalahkan Glaysa Labolas, roh militer kelas strategi, dengan satu serangan menggunakan tombak sihirnya saat mereka menjelajahi Zohar.


"Aku mengandalkan kekuatan dari segel persenjataan terkutuk, tapi kau melampaui dirimu sendiri melalui kehendakmu sendiri. Banggalah pada dirimu sendiri."


Ekspresi Velsaria menjadi senyuman. Tanpa sadar Kamito merasa jantungnya berdetak lebih cepat, nggak terbiasa melihat dia memasang ekspresi selain ekspresi dingin.


"....Ah, ada aroma yang enak."


"Aroma ini.... Sup?"


Mendengar Claire, Ellis berpaling ke pintu.


"Selamat pagi semuanya. Aku membawa sarapan yang kubuat."


Mengenakan apron, Rinslet masuk sambil mendorong troli.


STnBD V17 BW02.png


Di troli itu ada ikan goreng kering, sup sayuran, roti yang baru matang, margarin, dan yogurt buah.


"Aku nggak percaya kau membuat sebanyak ini dalam waktu yang singkat..."


Claire berseru terkejut.


"Rapat kita akan dimulai. Makannya nanti saja."


Lalu Rubia berbicara dengan dingin.


"Tidak, Nona Rubia. Otak kami tidak akan bisa berpikir dengan benar kalau perut kosong."


"....."


Rubia terdiam, nggak bisa membantah Rinslet.


Mungkin karena Rinslet juga mengenal Rubia dulu, Rinslet seperti seseorang yang bisa mengganggu ritme Rubia.


"Apa ini ikan?"


Melihat ikan dengan cangkang yang keras, Fianna bertanya penasaran.


"Ini adalah ikan kukus. Aku membelinya di pasar pagi ini."


Sangat sulit untuk mendapatkan ikan segar di Teokrasi Alpha yang mana gak punya pantai. Meskipun ada "ikan" dinamanya, sebenarnya itu adalah jenis krustasea yang hidup di pasir dan bukan ikan yang sebenarnya.


"....A-Apa ini betul-betul bisa dimakan?"


Claire memgernyit dengan ekspresi skeptis.


"Meskipun rasanya halus, itu masihlah cukup lezat."


"Biar kucoba..."


Kamito mencicipinya. Aku paham, rasanya seperti ikan bandeng tapi dengan tekstur ayam, lumayan enak.

Bagian 3[edit]

Setelah selesai sarapan yang dipersiapkan Rinslet—


"—Saladia Kahn, putri kedua Teokrasi, ada didalam Ghul-a-val."


Rubia membuka diskusi dengan nada suara serius.


"Apa informasi ini akurat?"


Kamito bertanya.


"Ini adalah laporan yang dikumpulkan oleh bawahanku yang terpercaya dari para pedagang yang sering berkunjung ke Zohar. Putri kedua sepertinya melarikan diri dari penjara dengan dibantu oleh seseorang, lalu menuju ke timur gurun."


"Seperti yang diduga, seseorang membantu dia kabur...."


Kamito dan rekan-rekannya telah menebak bahwa seseorang telah membantu Putri Saladia kabur dari penjara. Meskipun dia adalah seorang pengguna roh iblis seperti kakaknya, menerobos penjara yang dijaga ketat seorang diri nggak akan bisa dia lakukan.


(Seseorang menerobos jaringan pertahanan penjaga kerajaan dan menyelamatkan dia, huh....)


Kamito bergumam dalam hati. Nggak banyak orang yang bisa kabur bersama seorang putri di kota dari sebuah penjara yang dijaga oleh para elementalis berpengalaman.


Selain kemampuan elementalis, kemampuan dalam operasi terselubung—


(Contohnya, seseorang yang dibesarkan oleh Sekolah Instruksional, itulah kemungkinannya—)


Menurut laporan dari para bawahan Rubia....


Dua pedagang yang dikenali telah menaiki sebuah kapal pedagang untuk pergi ke gurun di timur. Setelah itu, ada tanda-tanda dari mereka berada di kota-kota disepanjang perjalanan, tapi jejaknya berakhir di Kabra, kota paling timur di Teokrasi.


"Ghul-a-val terletak di timur Kabra. Putri kedua ada disana."


"....."


Kamito dan rekan-rekamnya dalam diam saling bertatapan.


Bersama dengan Gunung Suci Londinia dan bagian terdalam dari Hutan Roh, Ghul-a-val adalah salah satu dari tiga alam paling mengerikan di benua. Bahkan diantara penduduk di Ordesia, Ghul-a-val dikenal luas.


Ini adalah sebuah wilayah gurun yang luas di perbatasan dari Teokrasi Alpha dan Kekaisaran Quina. Porak poranda saat Perang Raja Iblis seribu tahun yang lalu, itu menjadi wilayah terpencil yang tidak mendapat berkah dari para roh.


"Maaf, kenapa Putri Saladia pergi kesana?"


Lalu, Rinslet dengan langit mengangkat tangannya untuk bertanya.


Itu adalah sebuah pertanyaan yang paling alami. Cuma seseorang yang ingin bunuh diri yang akan pergi ke tempat seperti itu.


"Yah, gampangnya, tujuannya pasti mengasingkan diri di Kekaisaran Quina."


Sambil menopang dagunya dengan tangannya, Claire bergumam.


...Aku mengerti, itu memang masuk akal. Kalau dia bisa meyakinkan Kekaisaran Quina untuk mendukung dia, dia akan bisa meredam perang sipil dengan cepat.


Akan tetapi, Kekaisaran Quina adalah sebuah negara yang licik. Dengan adanya putri Teokrasi di tangan mereka, mereka mungkin menggunakan dia sebagai boneka untuk memerintah atas seluruh Teokrasi dengan kekuasaan.


(Itu bukanlah tempat yang bagus untuk mengasingkan diri....)


"Tujuan Saladia Kahn adalah Makam Raja Iblis yang tersembunyi di gurun."


Kata Rubia.


"Makam Raja Iblis?"


Mendengar istilah ini untuk pertama kalinya, Kamito mengernyit.


"Ya, disanalah Peti Mati Raja Iblis disemayamkan. Menurut legenda, itu adalah tempat dimana Sacred Maiden Areishia melenyapkan Raja Iblis Solomon."


Mengatakan itu, Rubia mengeluarkan sebuah gulungan perkamen kuno dari saku dadanya.


Dia membukanya di meja. Sesuatu sepertinya ditulis diatasnya dalam bahasa High Ancient, tapi tanpa pendidikan khusus, Kamito nggak mungkin bisa membacanya.


"Tertidur di makam gurun, kekuatan Raja Iblis..."


Mampu membaca High Ancient, Fianna bergumam terputus-putus.


"....Apa ini?"


Kamito bertanya.


"Ini ditemukan di perpustakaan bawah tanah Scorpia. Diantara grimoire-grimoire milik Sjora Kahn, ini adalah yang paling dijaga ketat. Kemungkinan besar, hanya keluarga kerajaan yang bisa mengaksesnya."


"Kekuatan Raja Iblis—"


Merasakan gejolak dalam jantungnya, Kamito meletakkan tangannya didadanya.


"...Bukankah itu cuma sebuah legenda?"


"Memang. Aku bisa mengatakan 80 atau 90%—"


Rubia mengakuinya dan mengangguk.


"Tapi itu juga benar bahwa Saladia Kahn menghilang ke Ghul-a-val."


"......"


"Yah, mari kita anggap legendanya benar—"


Kali ini, Fianna yang berbicara.


"Kenapa Putri Saladia ingin mendapatkan kekuatan Raja Iblis? Apa rencana dia?"


"Dia mungkin menginginkan bukti untuk membuktikan dirinya sebagai penerus sah Teokrasi. Kepercayaan atas Raja Iblis Solomon terus diwariskan di negeri ini."


"Tapi kita jelas-jelas berencana membantu dia..."


"Memang, tapi itu tidaklah diperlukan bagaimana dia akan melihatnya. Aku nggak akan terkejut kalau dia memandang kita sebagai penghasut pasukan pemberontak, perampas yang ingin mengambil alih Teokrasi."


"....Dengan pengetahuan umum, kita adalah para kriminal buronan di Kekaisaran Ordesia."


Rinslet sedikit mengangkat bahu dan berbicara.


(Mencari legenda Raja Iblis untuk membuktikan keabsahan dari wewenangnya, huh....)


Merasa ini tidak benar, Kamito memikirkan semuanya dalam benaknya.


Yah, kayaknya itu masuk akal untuk saat ini.


Bisa dikatakan, apa dia betul-betul harus mempertaruhkan nyawanya di gurun yang berbahaya itu demi mencari sesuatu dalam sebuah legenda?


(Ngomong-ngomong, aku kuatir tentang apa yang dikatakan penyihir itu...)


Tiba-tiba, Kamito teringat kata-kata terkahir Sjora Kahn saat dia tewas bersama dengan inti Leviathan.


—Sebuah kota seperti ini tidak dihitung sebagai kemunduran yang besar. Terimalah sebagai sebuah hadiah untuk merayakan kebangkitan kembali dari Raja Iblis sejati.


Dia jelas-jelas mengatakan kalimat ini denhan suara lemah dari seorang pria tua.


Kebangkitan kembali dari Raja Iblis sejati—


Apa itu punya semacam hubungan dengan legenda dari Makam Raja Iblis?


"Apapun yang terjadi, kita harus pergi ke Ghul-a-val."


Kata Claire.


"Memang. Kita harus mengamankan Saladia Kahn sesegera mungkin. Meskipun situasinya telah mereda, perang sipil Teokrasi pada akhirnya akan menjadi besar. Kita nggak bisa orang ini terus bertindak sebagai seorang Raja Iblis palsu."


"...Betul sekali."


Kamito sangat setuju. Untuk menyatukan para pemberontak di Mordis, dia harus bertindak sebagai Raja Iblis palsu, tapi dia nggak mau mengulangi pertunjukan semacam itu lagi.


"Kenapa nggak menjadikan Kamito-ku jadi Raja Iblis yang sebenarnya?"


"Fianna, ayolah..."


"Kurasa itu betul-betul cocok denganmu, pakaian Raja Iblis itu."


Bukan cuma Fianna, tapi bahkan Claire mulai berbicara seperti ini.


...Kamito bisa mengingat gimana para cewek ini harus memakai pakaian yang gak senonoh. Apa mereka nggak keberatan?


"Vivian Melosa telah menyelesaikan pengaturan untuk sebuah kapal ke gurun itu. Segera setelah kalian siap, kalian akan dikirim ke Ghul-a-val setiap saat."


"Akan lebih baik kalau lebih cepat. Itu akan memberatkan hati nuraniku kalau sang putri lenyap di gurun."


"Ya, Raja Naga Dracunia juga menugaskan kami mengamankan keselamatan Nona Saladia."


"Ada satu alasan lagi kenapa waktu sangatlah penting."


Rubia perlahan-lahan berbicara.


".....Apa itu?"


"Kerajaan Suci Lugia sepertinya telah mengirim ksatria mereka ke Ghul-a-val."


"Kerajaan Suci!?"


Kamito dan para cewek melompat terkejut dan saling bertukar tatap.


Kerajaan Suci Lugia.


Negara ini, didedikasikan pada kepercayan suci, telah terlibat dalam operasi-operasi rahasia di negara-negara lain sambil memanfaatkan Kegelapan Dunia Lain yang menyebabkan para Elemental Lord menjadi gila.


Apa yang direncanakan Kerajaan Suci? Tujuan mereka masih belum jelas sampai sejauh ini.


Saat ronde final Blade Dance, mereka telah menargetkan nyawa Restia. Di Akademi, mereka mencoba merebut Est saat dia tersegel di bawah tanah. Di Ordesia mereka berkonspirasi menentang Fianna. Bahkan dalam kudeta saat Sjora Kahn mengambil alih tahta, Kerajaan Suci berperan serta dibalik layar.


Kalau ksatria Kerajaan Suci muncul di Ghul-a-val, maka semuanya nggak lagi sesederhana itu.


(...Mereka bahkan tau tentang Burial Chamber Raja Iblis di bawah tanah di bawah Akademi.)


Jika demikian, akan sulit untuk menganggap legenda Makam Raja Iblis sebagai sekedar legenda belaka.


"Diantara para ksatria yang dikirim kesana, Lurie Lizaldia sepertinya terlihat ada disana juga."


".....!"


Kamito mengerang.


Lurie Lizaldia aslinya adalah salah satu dari 12 Number Ordesia.


Dia adalah penyembuh terbaik di benua. Disaat yang sama, dia juga merupakan seorang pemenang pedang iblis yang menakutkan.


Selain itu, dia memiliki nama yang sama dengan Yggdra, pemenang dari Blade Dance 15 tahun yang lalu.


Selama penyerangan di Akademi Roh Areishia, Kamito mendapatkan kembali ingatannya dan mengalahkan dia, setelah itu dia menghilang—


"Apa Kerajaan Suci mengejar Putri Saladia?"


Setelah menderita luka yang fatal di tangan Lurie sebelumnya, Ellis bertanya dengan gugup.


Rubia menggeleng.


"Sudah seminggu yang lalu saat para ksatria meninggalkan ibukota suci, jadi itu mungkin nggak ada hubungannya dengan sang putri."


"Kalau begitu, bisa dipastikan itu berkaitan dengan Makam Raja Iblis...."


"......"


Mendengar gumaman Claire, semua orang terdiam.


Makam dimana kekuatan Raja Iblis bersemayam.


Misalkan legenda itu benar—


Jika itu jatuh ke tangan Kerajaan Suci, konsekuensinya nggak akan bisa dibayangkan dan tak bisa dikembalikan.


"Persiapkan diri kalian untuk perjalanan. Kapalnya akan siap satu jam lagi di pelabuhan."


Menyatakan ini, Rubia berdiri dan meninggalkan ruang pertemuan.

Bagian 4[edit]

Semua orang kembali ke kamar mereka untuk membuat persiapan perjalanan.


Bisa dikatakan, nggak banyak yang harus dikemas. Paling-paling sebuah jimat untuk perlindungan terhadap pasir dan kristal roh es untuk mengurangi rasa panas.


Yah, Kamito sudah punya pengalaman dengan bertahan hidup di gurun juga. Meskipun itu akan jadi cobaan yang cukup berat bagi para cewek dengan asuhan mereka yang nyaman, itu akan jadi pengalaman yang berguna.


Tepat saat Kamito memikirkan semua ini dan mengemas makanan dan air ke dalam ranselnya....


"Kamito, kristal roh nggak berguna di Ghul-a-val."


Ada suara dari belakang.


Dia menoleh kebelakang dan melihat seorang cewek mengenakan gaun berwarna hitam, dengan tenang duduk di ranjang.


Matanya yang jernih dan berwarna senja menatap nakal pada Kamito.


"Restia... Apa maksudmu nggak berguna?"


"Roh-roh tingkat rendah, seperti yang tersegel dalam kristal-kristal roh seperti ini, nggak akan bisa mendapatkan divine power yang cukup ketika berada di Ghul-a-val, yang mana artinya mereka akan menghilang."


"A-Aku mengerti...."


Sedikit berat hati, Kamito meletakkan kristal-kristal roh yang mana dia membutuhan upaya untuk dipersiapkan dan menaruhnya di lantai.


Sepertinya Ghul-a-val merupakan tempat yang jauh lebih keras daripada gurun-gurun biasa.


Lalu, Kamito tiba-tiba menyadari sesuatu.


"Mungkinkah kamu sudah sangat familiar dengan Ghul-a-val?"


"Setidaknya itu tidaklah asing buatku, kurasa—"


Dia menyibakkan rambut hitamnya yang indah dan berkata.


"Gimanapun juga, aku ada di kota Raja Iblis saat Perang Raja Iblis seribu tahun yang lalu."


"....Itu benar, kamu benar juga."


Meskipun dia nggak kepikiran hal ini saat rapat—


Restia pernah digunakan sebagai senjata Raja Iblis di masa lalu.


"Mungkinkah kamu tau sesuatu tentang Makam Raja Iblis juga?"


"Makam Raja Iblis?"


Melihat penampilan kebingungannya, Kamito memberitahu dia tentang legenda Makam itu.


...Setelah mendengarkan, Restia mengeluarkan suata "Hmmm" dan menopang dagunya dengan tangannya.


"Aku pernah mendengar sedikit tentang itu. Sebuah legenda yang beredar di Demon King Cult sejak jaman kuno. Disebuah kota di ujung gurun, ada sebuah peti mati dimana sisa-sisa Raja Iblis disegel—"


"Sisa-sisa Raja Iblis? Hal semacam itu—"


Itu sulit dibayangkan sesuatu seperti itu bertahan sampai sekarang, seribu tahun kemudian. Akan tetapi, sudah pasti itu adalah sebuah misteri apa yang terjadi pada Raja Iblis setelah kekalahannya di tangan Sacred Maiden.


Kamito kemudian kepikiran tentang sesuatu.


Rubia sebelumnya menggunakan sebuah mantra tabu untuk memanggil jiwa-jiwa, membangkitkan Nepenthes Lore dibawah tanah dari Ragna Ys. Meskipun itu adalah sebuah Raja Iblis "gagal", tapi kekuatan kegelapan yang menakutkan yang digunakannya tetaplah membuat Tim Scarlet kalang kabut.


(Kalau sisa-sisa Raja Iblis masih ada di makam itu...)


Maka itu mungkin saja bahwa orang akan mencoba membangkitkan dia.


Atau mungkin, sisa-sisa itu tepatnya "Kekuatan Raja Iblis" yang tercatat dalam tulisan kuno?


"Gimanapun juga...."


Restia mencabut sehelai bulu dan melemparkannya ke lantai.


"Nggak diragukan lagi bahwa kota Raja Iblis, yang dihancurkan oleh Sacred Maiden Areishia, berlokasi di Ghul-a-val. Setelah kita sampai disana, mungkin kita bisa membersihkan masalah makam itu."


"....ya."


Tiba-tiba menyadari sesuatu, Kamito mengangkat kepalanya.


"Ngomong-ngomong, apa kamu tau lokasi kota Raja Iblis?"


"Ya. Harusnya aku bisa memberi arahan kalau kau nggak masalah dengan lokasi perkiraan."


Restia menjawab dengan acuh tak acuh.


"Beneran nih....!"


Mendengar itu, Kamito langsung berdiri.


"Itu bisa jadi bantuan yang besar. Kalau kami harus berkeliaran tanpa tujuan di gurun yang luas itu, itu akan sangat merepotkan."


"Fufu, kau bisa memujiku lagi."


"Luar biasa, manakjubkan."


"Astaga, yang tulus dikit napa...."


Di ranjang, Restia menyilangkan kakinya dan cemberut nggak senang.


"Namun, bahkan dengan pengetahuan tentang lokasinya, kau masih nggak punya jaminan bisa mencapai kota Raja Iblis."


"Kenapa begitu?"


"Gimanapun juga, nggak seorangpun bisa menemukannya selama seribu tahun ini kan? Untuk sebuah kota sebesar itu, namun nggak ada reruntuhan yang sudah ditemukan, apa itu memungkinkan?"


"Terus..."


—memang, dia benar.


Nggak peduli seberapa mengerikan gurun kematian itu, seseorang akan menduga banyak petualang dan penjarah kuburan yang gak kenal takut telah berupaya mencari reruntuhan itu. Dan juga ada Demon King Cult yang menginginkan kebangkitan Raja Iblis, tentunya mereka telah mencoba segala sesuatu ingin menemukan legenda itu.


Akan tetapi, belum pernah ada rumor reruntuhan kota itu telah ditemukan.


"Kamito, apa kau ingat desa dimana aku terbangun sebelumnya?"


"...Forest of Ice Blossoms?"


"Ya. Sama dengan itu, desa hutan itu sudah ditemukan, kan?"


Berlokasi di wilayah Laurenfrost adalah Forest of Ice Blossoms, dimana desa dari suku Elfim menyembunyikan Restia yang hilang ingatan. Hutan itu diselimuti kabut yang tebal yang dihasilkan oleh sebuah perangkat sihir kuno, mencegah para penyerbu dari luar masuk sepanjang waktu.


"Dengan kata lain, kota Raja Iblis memiliki penghalang yang serupa, apa begitu?"


"Kemungkinan besar."


Itu memang masuk akal. Berbuat sesuatu sampai sejauh itu akan sangat logis jika seseorang ingin menyegel sisa-sisa Raja Iblis. Atau mungkin itu adalah Raja Iblis sendiri yang mengaktifkan sihir penghalang semacam ini lebih awal untuk mencegah orang menodai sisa-sisa dirinya setelah kematiannya.


"—Kalau begitu masalahnya, kita nggak bisa apa-apa."


Menghilangkan sebuah penghalang yang mampu menyembunyikan lokasi dari seluruh kota bukanlah tugas yang mudah bahkan bagi Fianna yang merupakan seorang ahli dalam sihir penghalang.


(...ngomong-ngomong, apa Saladia Kahn pergi ke gurun itu karena dia tau cara untuk menghilangkan penghalang itu?)


Jika tidak, dia mungkin nggak akan melakukan sesuatu begitu gegabah—


"Restia, apa ada petunjuk lain?"


Restia menggeleng pelan dalam menanggapi pertanyaan Kamito.


"...Maaf, Kamito. Sudah seribu tahun yang lalu ketika aku berada disana terakhir kali. Saat itu, kesadaran diriku sebagai seorang roh juga disegel oleh Raja Iblis, yang menggunakan aku hanya sebagai sebuah senjata. Sepenuhnya tidak sadar—seperti saat aku disegel didalam cincin itu."


"...Aku paham, wajar sih. Maaf sudah menanyaimu begitu banyak pertanyaan—"


"Tapi mungkin—"


"Ya?"


Mendengar dia bergumam, Kamito mendongak.


"—Berada di samping Raja Iblis sepanjang waktu, dia mungkin mengetahui sesuatu—"


"Dia?"


"Ya, kau ingat kan? Satu-satunya roh terkontrak Raja Iblis Solomon—"


"Uh... Kurasa begitu—"


Kamito mengacak-acak ingatannya. Itu adalah sesuatu yang dia dengar secara nggak sengaja saat mempersiapkan kostum Raja Iblis palsu miliknya.


Raja Iblis hanya menggunakan para roh sebagai alat dan nggak pernah membuka hatinya pada siapapun juga, membuat kontrak hanya dengan satu roh saja—


"Dimana roh itu sekarang?"


Kamito bertanya.


"Aku nggak tau."


Restia menggeleng.


"Tapi menurut sebuah legenda tua—"


Seolah menerawang jauh, Restia berbicara lembut.


"Dan begitulah, dia menghilang ke suatu tempat di Astral Zero setelah kematian Raja Iblis."

Bagian 5[edit]

Didalam sebuah kantor yang dibuat di dalam benteng, Fianna sedang mencari-cari di tumpukan surat yang dikirim dari berbagai negara.


Sebagai penguasa dari negara independen Ordesia Sah, dia harus membalas berbagai korespondensi diplomatik sebelum berangkat dalam perjalanannya.


"Sepertinya dewan kekaisaran akhirnya menetapkan untuk memutuskan hubungan diplomatik dengan Dracunia."


Dia mendesah sambil menulis jawaban untuk berbagai penguasa dan bangsawan yang menulis untuk menyatakan dukungan mereka atas Ordesia Sah.


Kakaknya yang tolol bukankah satu-satunya orang yang ada dibalik keputusan dewan.


Dewan kekaisaran saat ini telah jatuh menjadi boneka dari Kerajaan Suci Lugia.


(Apa sih tujuannya Kerajaan Suci...?)


Yang bisa dia simpulkan adalah bahwa Kerajaan itu berusaha menggunakan Ordesia untuk membuat benua dilanda perang.


Akan tetapi, kenapa Kerajaan itu harus melakukannya?


(....Terlepas dari itu, kakakku sudah pasti nggak akan membiarkan kami begitu saja.)


Saat ini, reaksi-reaksinya campur aduk dengan negara-negara lain mengenai Ordesia Sah. Meskipun diabaikan saat pertama kali didirikan dalam pengasingan, setelah membuat aliansi dengan Raja Naga Dracunia dan mengakhiri kejahatan Teokrasi, profil Ordesia Sah telah meningkat dengan masing-masing hari yang berlalu.


Satu per satu, negara-negara di benua mengutuk Sjora Kahn karena menggunakan Leviathan, roh militer kelas strategi. Disaat yang sama, mereka juga mengkritik Ordesia karena menentang campur tangan militer pada Teokrasi sepanjang waktu ini.


(Saat ini, gimanapun juga, kami harus melakukan segala sesuatu yang kami bisa untuk membuat Putri Saladia berada di pihak kami—)


Saat dia tenggelam dalam pemikiran yang dalam, ada suara ketukan pada pintu kantor.


"Yang Mulai, aku membawa teh."


"Terimakasih. Waktu yang pas untuk istirahat."


Ellis membuka pintu dan masuk, membawa dua cangkir teh.


Ellis telah ditunjuk mengemban tugas sekretaris dan bodyguard. Gimanapun juga, dia adalah yang terbaik sebagai seorang bodyguard, sedangkan kepribadiannya yang serius dan bisa diandalkan membuat dia sangat cocok sebagai seorang sekretaris juga.


Segera setelah Ellis menaruh cangkir teh itu di meja, Fianna bisa mencium aroma sedap dari teh susu.


Dia mencicipi dan menghela senang.


"Manis dan lezat. Rasa lelahku langsung hilang."


"Aku mencoba menambahkan madu dan gula, meskipun Rinslet menganggap itu bidaah—"


Mengatakan itu, Ellis menatap dokumen yang barusaja ditanda tangani Fianna.


"Lambang ini.... Apakah itu dari Kekaisaran Quina?"


"Cuma surat pribadi. Itu bukankah korespondensi diplomatik resmi."


"Sebuah surat?"


"Ini pengirimnya."


Fianna menunjukkan nama dari pengirimnya pada Ellis.


"Linfa Sin Quina... Sebuah surat pribadi ditulis oleh Putri Linfa!?"


Ellis agak terkejut.


Tim Scarlet pernah menghadapi Putri Linfa saat turnamen Blade Dance dimana dia merupakan princess maiden dari tim Four Gods yang tangguh. Roh binatang suci Kirin miliknya menghasilkan penghalang yang menyamai elemental waffe milik Fianna.


Tim Scatlet dan Four Gods bertarung bersama melawan Sjora Kahn. Setelah ronde pertama, mereka mengadakan pesta perayaan kemenangan bersama, tapi—


"Putri Linfa menyatakan dukungannya pada Ordesia Sah. Dia mengatakan dia bersiap untuk mengirim seorang utusan segera."


"Quina mendukung Ordesia Sah?"


Melihat Ellis membelalakkan matanya, Fianna menggeleng sambil tersenyum masam.


"Tidak, Kekaisaran Quina belum mengakui kita. Dokumen ini cuma surat pribadi dari Putri Linfa. Kurasa dia punya banyak pertimbangan."


"Aku ingat bahwa Yang Mulia Linfa adalah putri ketiga. Sungguh posisi yang rumit."


Dalam arti tertentu, Kekaisaran Quina di timur sama berbahayanya dengan Kerajaan Suci. Sambil memperhatikan dari samping saat Ordesia perlahan menjadi boneka Kerajaan Suci, Quina menargetkan mendominasi benua. Mereka sepertinya mempertahankan kebijakan diplomasi wait-and-see untuk saat ini mengenai Ordesia Sah.


Dibawah keadaan semacam itu, sangatlah dianjurkan untuk mengetahui bahwa mereka telah membuat hubungan dengan mantan saingan di Blade Dance.


"Ada begitu banyak penguasa di Ordesia yang menyatakan dukungan mereka pada kita."


"Keluarga Alfree dari Golden Islands, Keluarga Bolmist yang bertindak sebagai pemegang bendera Laurenfrost, dan Keluarga Daria dari Black Bay... Itu bukankah keluarga-kaluarga besar, tapi setidaknya itu memberi kita kepercayaan diri."


"Saat ini, pada dasarnya nggak seorangpun di istana yang merasakan kesetiaan pada kakakku. Kalau para pendukung kita terus meningkat, merebut kembali Ordesia bukan lagi sebuah mimpi..."


Fianna merapikan surat-surat yang sudah selesai ditulis dan menyerahkannya pada Ellis.


Menatap tumpukan surat di tangannya, Ellis menggigit bibirnya.


"Bagaimana dengan Keluarga Fahrengart, Yang Mulia?"


"......"


Fianna menggelengkan kepala dalam diam.


"...Aku paham."


Keluarga Fahrengart adalah sebuah keluarga ksatria yang mengikrarkan sumpah setia mutlak terhadap Kaisar Ordesia.


Meskipun penguasanya nggak kompeten, mereka mungkin akan tetap mempertahankan kesetiaan sampai akhir.


"....Maaf, Ellis."


"Yang Mulia, tidak ada perlunya kamu meminta maaf."


Saat Fianna sedikit membungkukkan kepalanya dan berbicara pelan, Ellis penuh tekad menegaskan.


"Kakakku dan aku telah mempersiapkan diri kami. Sebagai ksatria, kami membuat keputusan tanpa penyesalan."


".....Terimakasih."


Setelah mendengar pemikiran tulus dari Ellis, Fianna dalam diam menundukkan kepalanya.

Bagian 6[edit]

Tepat satu jam berlalu setelah rapat pagi.


Kamito dan rekan-rekannya berkumpul di pelabuhan di bagian timur Mordis.


Meskipun disebut sebuah pelabuhan, Mordis adalah sebuah kota yang berada di tengah gurun. Tentu saja nggak ada laut di sekitar sini.


Saat pelabuhan-pelabuhan di gurun disebutkan, sudah pasti itu mengacu pada tempat "kapal pasir" berlabuh.


"Jadi ini adalah kapal pasir yang pernah kudengar—"


Membawa barang bawaan berat di punggungnya, Kamito menatap sebuah kapal yang setengah tenggelam di pasir dan bergumam.


Ini bukanlah kapal militer melainkan sebuah kapal pedagang yang digunakan untuk berdagang di gurun, ukurannya cukup besar. Meskipun nggak ada persenjataan yang dipasang, seharusnya cukup mengesankan dalam hal kecepatan.


"Sayang sekali, Revenant nggak bisa digunakan—"


Sambil menahan poni rambutnya yang tertiup angin, Rubia berkomentar.


Revenant, kapal militer yang digunakan oleh Tim Inferno, saat ini sedang menjalani pemeliharaan di dermaga Mordis. Meskipun terbang tidak memungkinkan, itu juga mustahil untuk menjamin persediaan kekuatan roh di Ghul-a-val dan mekanisme roh reaktor kemudi bisa mengalami malfungsi, berresiko menabrak.


Disisi lain, kapal-kapal pasir yang digunakan di Trokrasi bisa mengikuti leyline yang tersembunyi jauh dibawah tanah, memungkinkan mereka untuk berlayar digurun tanpa mengalami kesulitan. Akan tetapi satu-satunya kelemahannya adalah nggak bisa pergi suatu tempat yang gak terhubung dengan leyline, dengan demikian kapal-kapal itu hanya bisa bergerak pada rute-rute yang sederhana.


"Ini adalah pertama kalinya aku naik kapal pasir."


"Aku juga. Ini lebih besar dari yang kubayangkan."


Claire dan Rinslet menahan kapal itu takjub.


Tas mereka penuh.


"....Rinslet, apa saja yang kau bawa dalam tasmu itu?"


"Cemilan, tentunya. Lihatlah Claire, persik kalengan kesukaanmu juga ada didalam tasku."


"Eh, kau serius♪"


Twintail milik Claire melambai manis.


"Kalian berdua, kita bukan mau liburan."


Melihat Claire dan Rinslet bertindak seperti itu, Ellis memberi peringatan.


"Fianna, cuma itu barang bawaanmu?"


Melihat Fianna berjalan cuma membawa sebuah tas bahu, Kamito menanyai dia.


"Ya, aku menyimpan yang lainnya didalam Georgios."


Fianna berkedip dan mendekat ke telinga Kamito untuk berbisik.


"Fufu, Kamito-kun, aku juga sudah mempersiapkan segala macam pakaian dalam erotis untuk dipakai malam hari."


".....! Y-Yang benar saja....!"


Gimanapun juga Kamito adalah lelaki normal.


....Nggak bisa menghentikan dirinya sendiri dari membayangkan pakaian macam apa itu untuk sesaat, dia langsung tersipu merah.


"Baiklah, ayo bergegas!"


Mengangkat barang bawaan mereka, Claire dan para cewek segera berjakan ke kapal.


"Astaga...."


Melihat itu, Kamito mengangkat bahu dan berbalik untuk melihat Rubia.


"Kuserahkan sisanya yang disini padamu. Apa kau nggak masalah?"


"Ya. Velsaria dan aku akan berusaha semaksimal mungkin sampai timmu kembali."


Meskipun Sjora Kahn sudah dikalahkan, perang sipil di Teokrasi tetap masih tinggi. Jika ketidakhadiran Putri Saladia berlanjut, situasinya mungkin akan semakin kacau.


"Kuserahkan Muir dan Lily padamu juga—"


"Nggak perlu dikatakan lagi. Mereka adalah para bawahanku yang berharga."


Rubia menjawab dengan dingin.


Muir Alenstair dan Lily telah ditemukan didekat Leviathan. Kehabisan divine power sampai hampir ke tingkat mengancam nyawa, mereka masih tak sadarkan diri.


Tapi untungnya, mereka nggak berada dalam bahaya kematian, berkat Muir yang tanpa sadar mengaktifkan kemampuan khususnya, Jester's Vise, ketika Leviathan melahap mereka. Takut akan kemampuan ini, yang mampu membuat para roh menjadi gila, Leviathan menyerah untuk menyerap mereka berdua.


(...Bawahan, huh? Dia masih bersikeras menggunakan kata ini meski dia kalang kabut mengurus mereka.)


Dihadapkan dengan suasana acuh tak acuh dari Rubia, Kamito tersenyum masam dalam hatinya.


Kesampingkan Lily, alasan Rubia memberi perhatian ekstra pada Muir adakah karena Muir mengingatkan Rubia pada Claire dalam artian tertentu.


"Kalau begitu, aku berangkat—"


Mengambil barang bawaannya, Kamito mulai berjalan—


"..."


"Huh?"


Merasa seolah seseorang dibelakang dia ingin berbicara, Kamito melihat ke belakang.


"Ada apa?"


"...Nggak ada."


Dihadapkan dengan pertanyaan Kamito, Rubia terlihat ragu-ragu.


(....Ada apaan sih?)


Nggak disangka bahwa dia bisa ragu-ragu juga.


Terkejut, Kamito mengernyit. Lalu—


STnBD V17 BW03.png


"...Ren Ashbell."


Seolah mengumpulkan tekadnya, dia mendekatkan wajahnya pada wajah Kamito.


Lalu—


"Kupercayakan adik kecilku padamu."


Itulah kata-kata yang dia ucapkan pelan-pelan pada Kamito.

Bagian 7[edit]

"Hei, jangan mundur! Goyah akan menodai kehormatan dari Knight of Saint Lugia yang agung!"


"T-Tapi Nona Ineza, roh ini—gahhhhhh!"


Seorang ksatria dengan elemental waffe berbentuk armor dihantam oleh sebuah palu besar, membuat dia terlempar secara spektakuler.


Mendarat dengan kepala duluan di pasir, dia berhenti bergerak.


"....! Sialan, nggak bisa kupercayai... para ksatria terbaik.... semuanya dikalahkan....?"


Ksatria yang memakai jubah merah, Ineza Sandra, mengerang. Dia adalah komandan dari pasukan ekspedisi ini.


Para ksatria dari Kerajaan Suci terkapar di daratan pasir merah ini. Masing-masing dari mereka merupakan seorang ksatria elit yang dihormati dan dipuji-puji di negara mereka.


Mereka adalah pasukan ksatria elit, namun mereka tak berkutik disini.


Seekor roh humanoid raksasa dengan kepala berbentuk seperti kepala buaya tengah menatap para ksatria yang tumbang itu.


Roh itu memiliki badan yang kekar dan mata yang menyala merah. Dipegang di tangannya adalah sebuah palu raksasa yang bersinar keemasan.


Melawan satu roh itu—Knights of Saint Lugia yang ditugaskan untuk mencari Makam, dihancurkan, tak mampu melawan.


Ini adalah mimpi buruk.


—Apakah engkau orang yang layak?


Suara roh itu menggema di sekitar, disalurkan oleh angin kering gurun itu.


Dihadapkan dengan pertanyaan yang ditanyakan ketiga kalinya oleh roh itu—


".....! Apa maksudmu dengan layak!? Apa maumu!?"


Ineza berteriak marah.


Roh itu menatap dia dengan mata yang sepenuhnya tanpa emosi.


—Engkau tidak layak memijakkan kaki di negeri Raja Iblis. Pergilah.


Sebuah badai menderu saat roh itu mengayunkan palunya pada Ineza.


Dia dengan panik mengangkat elemental waffe miliknya, sebuah tombak suci, berniat untuk memblokir—


Sesaat sebelum palu itu menghantam....


Sesosok kecil berlari kedepan dia.


"Lebih hargailah nyawamu sendiri, Kapten."


".....!"


Seorang wanita berambut hitam memblokir palu roh itu.


Bukannya jubah dari Knights of Saint Lugia, wanita itu memakai sebuah jubah putih dari penyembuh.


"Sphinx dari Makam Raja Iblis jelas-jelas bukanlah tandinganmu."


"...! Dame Lurie—!"


Ineza penuh amarah meneriakkan nama wanita yang telah menyelamatkan dia.


Penyembuh militer, Lurie Lizaldia—mantan Number ke-delapan dari Kekaisaran Ordesia.


Dia spesialis mantra penyembuh dari sihir roh, dia memegang peringkat "Holy Maiden".


Setelah menghianati negara asalnya, Ordesia, dia sekarang bertindak sebagai bawahan Cardinal Millennia Sanctus dari Kerajaan Suci Lugia.


Sebelumnya, Ineza jelas-jelas telah memerintahkan dia untuk stand by di kapal pasir—


"Mundurlah, Dame Lurie. Kau mengganggu pertempuran."


Ineza berbicara tanpa niat menyembunyikan cemoohannya. Dimatanya, wanita ini, yang telah menghianati negaranya sendiri sebagai salah satu Numbers dari Ordesia, sepenuhnya tak bisa dipercaya.


Meskipun Lurie adalah bawahan kepercayaan Millennia, Ineza menganggap dirinya sendiri berperingkat lebih tinggi, situasinya sebagai komandan dari pasukan ekspedisi ini.


"Nggak mungkin aku diam saja. Pada tingkat ini, kau betul-betul akan dihabisi."


Lurie menggeleng, dengan mudah menghempaskan palu itu dengan pedang iblis miliknya.


Roh itu melayang di udara, menatap musuh baru itu. Kemudian—


Engkau tidak layak memijakkan kaki di negeri Raja Iblis. Pergilah.


Roh itu mengulangi apa yang dia katakan sebelumnya.


"Maaf, gak bisa."


Lurie mengangkat bahu dan tersenyum ironis.


"Gimanapun juga, tuanku ingin mendapatkan apa yang ada didalam makam itu—"


—Orang yang tidak layak. Pergilah!"


Mata roh itu menyala merah dan tembakan cahaya bersuhu tinggi ditembakkan dari permata di keningnya.


Dalam sekejap mata, tempat dimana Lurie berdiri diselimuti kobaran api.


"—Astaga. Sayang sekali."


Akan tetapi, Lurie sudah nggak ada disana lagi.


Dengan sebuah kilatan pedang, dia mengayunkan pedang iblisnya dengan lincah ditengah udara. Sepenuhnya tak sesuai dengan gelarnya sebagai Holy Maiden, pedang iblis itu diselimuti racun yang berbahaya.


"Sang raja pedang iblis pelahap jiwa, bantailah musuh yang ada dihadapanku—Bloody Strike!"


Bilah yang berwarna darah itu menyala merah—


Pedang iblis milik Lurie Lizaldia langsung menghempaskan palu itu ke udara beserta potongan tangan yang memegangnya.


Lengan yang terpotong itu berputar-putar diudara sambil perlahan-lahan berubah menjadi partikel udara dan menghilang.


Akan tetapi, tak ada perubahan ekspresi pada roh itu dan mengulangi perkataannya.


Engkau tidak layak memijakkan kaki di negeri Raja Iblis. Pergilah... Pergilah... Pergilah....


Tubuh besar roh itu perlahan-lahan menghilang menjadi debu dan pasir yang terbawa angin.


Lurie menusukkan pedang iblis itu ke tanah disamping kakiknya.


Nggak ada setetes keringatpun di keningnya.


Mau tak mau Ineza Sandra merasa ketakutan.


Sangat sulit untuk membayangkan ini adalah kekuatan dari seorang Holy Maiden yang terspesialis dalam teknik penyembuhan.


Lurie memalingkan wajahnya kearah Ineza.


"Sphinx itu adalag sesuatu seperti halusinasi yang dihasilkan oleh kekuatan Raja Iblis. Sebuah penjaga untuk memilih pengunjung untuk memasuki Makam. Memang benar, gagal mendapatkan Demon Slayer di Ordesia memiliki akibat yang parah. Kalau saja aku memiliki pedang suci itu, aku akan dianggap sebagai banyak. Kurasa—"


"Dame Lurie..."


Ineza menelan ludah dan berbicara.


"Pada tingkat ini, Knight of Saint Lugia akan menghadapi pemusnahan total ditangan roh-roh ini. Kau harus mundur dan mengkontak Kerajaan."


Tujuh hari telah berlalu sejak pasukan ksatria ini dikirim ke Ghul-a-val.


Awalnya optimis mengenai misi pencarian Makam Raja Iblis ini, mereka telah menghadapi perlawanan dari roh-roh kelas archdemon seperti Sphinx barusan.


Tentu saja, para ksatria ini merupakan pasukan elit dari Kerajaan Suci dan sebelumnya pernah menyelesaikan misi-misi mengalahkan roh-roh kelas archdemon dimasa lalu. Faktanya, mereka telah mengalahkan banyak perwujudan dari roh-roh penjaga ini.


Akan tetapi, roh tersebut terus muncul kembali nggak pedulibl berapa kali mereka mengalahkannya, menyerang tanpa peduli siang atau malam.


Pasukan ini yang terdiri dari 12 ksatria roh, sudah diambang kehancuran.


"Memang, Sphinx penjafa Makam itu cukup menjengkelkan."


Lurie menggunakan jarinya untuk mengangkat kacamatanya.


Berjongkok di samping para ksatria yang terluka, dia menggunakan sihir roh untuk menyembuhkan mereka satu persatu.


"Tapi mundur bukanlah pilihan. Perintah Des Esseintes adalah mutlak."


".....! Apa kau menyuruh kami menghadapi kehancuran total begitu saj!?"


Dihadapkan dengan ledakan emosional kapten, Lurie menggeleng.


"Aku sudah bertindak dan meminta bala bantuan dari Kerajaan."


"Meminta bala bantuan?"


"Sacred Spirit Knight milik Dame Milllennia dan Luminaris sedang menuju kemari."


"Apa kau mengatakan Sacred Spirit Knight?"


Ineza mengangkat alisnya.


Memang, Luminarus Saint Leisched dipuji-puji dari sebuah keluarga bergengsi di kota Alexandria. Berjuang sampai babak final Blade Dance sebelumnya, dia adalah ksatria paling dihormati di Kerajaan Suci.


Akan tetapi, meskipun dia membawa para bawahannya sebagai bala bantuan, mereka tetap saja tak akan berdaya melawan roh-roh Sphinx yang terus bermunculan tanpa akhir.


"Luminaris akan membawa itu. Sebuah peluang untuk pengujian juga."


"...Itu?"


"Ya. Kalau kita meledakkan seluruh gurun ini, para penjaga yang merepotkan akan menghilangkan semua, kan?"


Sambil menyembuhkan para ksatria yang terluka, Lurie tersenyum dingin.


Sebelumnya Halaman Utama Selanjutnya