Shinigami wo Tabeta Shoujo Indo:Bab 16

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Chapter 16 - Jika Ada Makanan Yang Jatuh Dari Langit, Pasti Rasanya Lezat[edit]

Setelah memperluas potensi perang mereka, Pasukan Pembebasan Ibukota Kerajaan perlahan memusatkan strategi mereka untuk mendapatkan kendali penuh atas Belta. Meleburkan mantan prajurit Kerajaan kedalam pasukan mereka, prajurit yang ikut serta dalam strategi ini berjumlah 60.000. 20.000 penjaga ditempatkan di Antigua dan Salvador. Dukungan mereka dari warga sangat banyak, dan terlebih lagi sekarang sudah lewat masa panen, barang-barangnya melimpah. Altura menjadi Komandan Tertinggi dan memimpin pengepungan Kastil Belta. Dia selalu terlihat bersama para prajurit, dan ini juga menunjukkan bahwa idealisnya bukanlah kebohongan.


Pertama, dia merekomendasikan pada David agar menyerah. Sebagai pertukaran untuk nyawa dari para prajurit kastil dan warga, segera kosongkan Kastil Belta, kata dia. Namun, dengan syarat bahwa hanya David, pria yang dianggap sebagai pelaku utama dibalik Kekejaman Tenang, akan diadili.


David menolak. Dia mengirim hujan panah sebagai tanggapan pada Pasukan Pembebasan yang mengepung mereka. Menilai bahwa tak ada ruang untuk negosiasi, Altura melangkah maju dan memberi perintah penyerangan pada prajurit. Dia menghunus pedang miliknya dari atas kuda dan mengarahkan ujungnya pada Kastil Belta.


"KITA ADALAH KEBENARAN! KASTIL BELTA AKAN JATUH, DAN PALU KEADILAN AKAN MENGADILI PRIA DIBALIK PEMBANTAIAN, DAVID! SAUDARA SEPERJUANGAN DARI PASUKAN PEMBEBASAN IBUKOTA KERAJAAN! DEMI IMPIAN KITA. PINJAMI KAMI KEKUATANMU!"


"Kemenangan untuk Pasukan Pembebasan Ibukota Kerajaan!"

"Penghakiman untuk David!"

"Hidup Putri Altura! Hidup Pasukan Pembebasan!"


Para prajurit Pasukan Pembebasan yang dikerahkan mengangkat senjata mereka dan berteriak semangat. Suara mereka sangat intens hingga cukup untuk menggoyang langit dan mungkin menyebarkan rasa takut di dalam kastil.


"PASUKAN, MULAI SERANGAN! KEMENANGAN UNTUK PASUKAN PEMBEBASAN IBUKOTA KERAJAAN!!"


"SEMUA UNIT MAJU-!! SERBUUUUUUUU-!!"


"UNIT KETAPEL, MAJU-!"


Saat Altura memberi sinyal untuk mulai menyerbu, para komandan unit secara bersamaan memberi perintah untuk maju. Infanteri perisai memegang kantong pasir dan bergegas ke parit. Saat jembatan tariknya di angkat, mereka yang pertama membuat jalan. Lalu menara-menara penyerbuan akan mengirim para prajurit kedalam untuk membuat kekacauan, dan kemudian pelantak-pelantak tubruk akan mendobrak gerbangnya. Ini adalah langkah awal untuk membuat senjata-senjata penyerbuan itu mendekat. Pertama, mereka akan mengisi parit. Karena parit Belta luas dan dalam serta dipenuhi air, mereka membutuhkan jumlah yang besar untuk menutupnya. Untuk menghentikan hal itu, para pemanah di dinding secara sistematis berbaris dan menembakkan panah pada Pasukan Pembebasan yang berkerumun layaknya kawanan semut.


"BERTAHAN–! SEMUANYA AKAN BERAKHIR JIKA MEREKA MENUTUP PARITNYA! HENTIKAN MEREKA BAGAIMANAPUN CARANYA!!"


"T-TAPI PERBEDAAN JUMLAHNYA SANGAT BESAR!"


"GAK PERLU REPOT-REPOT-REPOYLT MEMBIDIK! YANG PENTING TEMBAK–! BUNUH MEREKA–!"


"SIALAN–!"


Perwira yang mengkomando para pemanah dengan panik menegur para anggota kelompok yang berteriak. Mereka terus menembak, dan terus menembak, tapi jumlah Pasukan Pembebasan sangatlah banyak. Terlebih lagi. Musuh tak membiarkan diri mereka diserang. Tentunya, mereka membalas dari bawah.


Dan kemudian ancaman yang sebenarnya: ketapel mendekat dari belakang. Ketapel-ketapel itu aslinya milik pasukan Kerajaan. Tapi pada pertempuran di sungai, ketapel-ketapel itu direbut oleh Pasukan Pembebasan. Senjata-senjata penyerbuan yang kuat ini yang mana seharusnya diarahkan pada musuh telah diarahkan pada mereka sendiri. Sambil menatap batu-batu besar yang dibawa mendekat dengan kecepatan yang menakutkan, perwira yang mengkomando para pemanah mengutuk kemalangannya sendiri.


"PERSIAPKAN PELONTAR BATU! TARGET: BENTENG MUSUH BAGIAN BARAT!!"


"PERSIAPAN PELONTAR BATU SELESAI! MENARGETKAN BENTENG MUSUH BAGIAN BARAT!!"


"MULAI SERANGAN! TEMBAK–!!"


Batu-batu besar yang bobotnya lebih berat dari manusia menghantam dinding. Batu dan dinding saling bertabrakan, dan banyak pemanah yang terlempar.


"SERANGAN BERHASIL, SEGERA ISI ULANG–!"


Pelontar batu dibariskan dengan rapi didepan dinding kastil. Persediaan batu milik mereka ada banyak berkat upaya dari 500 orang, dan serangan ditembakkan secara berkala pada dinding dan bagian dalam kastil. Senjata-senjata ini memiliki kendala mengenai akurasi dan kecepatan tembakannya, tapi itu tidaklah penting. Asalkan senjata itu memiliki jangkauan yang jauh dan bisa melakukan serangan secara sepihak tanpa takut serangan balik merupakan keuntungan yang besar.


Akan fatal jika terkena batu-batu besar ini, dan batu-batu itu beterbangan ke segala tempat, membombardir dinding kastil. Itu juga menimbulkan beban psikologis yang berat, dan formasi didalam kastil juga bisa terganggu.


Apa yang ditembakan bukan hanya batu saja. Minyak, sampah, mayat, Ranjau Sihir, apapun asalkan bisa dilontarkan. Akan bagus jika mereka bisa menghasilkan serangan langsung pada sumber air mereka. Mayat dan sampah juga merupakan sumber panyakit. Pihak yang diserang tak punya cara untuk bertahan dari hal itu. Jika musuh keluar dari gerbang untuk menghancurkan ketapel-ketapel tersebut, maka itu akan sesuai dengan kemauan Pasukan Pembebasan.


Fynn dengan tenang memperhatikan serangan ketapel yang terus-menerus. Karena unit kavaleri miliknya ditengah-tengah, suatu pertempuran penyerbuan bukanlah bidangnya. Dia hanya bisa mengejar musuh yang melarikan diri dan menjaga ketapel-ketapel tersebut. Ajudannya, Milla, berbicara pada dia.


"Jadi kita menjadi penjaga pasukan. Akan lebih baik jika mereka dengan patuh membuka gerbangnya. Tak ada perlunya keras kepala disini. Apa tugas akhir seorang komandan bukan untuk menyelamatkan nyawa dari anak buahnya?"


"Jenderal David mungkin memiliki sesuatu yang dia sebut kehormatan. Jika itu aku, aku akan segera menyerah. Menyelamatkan aku dari hujan batu. Dihantam dan tertindis sampai mati bukanlah hal yang lucu."


Dia bergumam sambil memperhatikan sebuah batu yang melesat di udara yang ditembakkan seraya disertai teriakan penyemangat. Fynn telah dipromosikan menjadi Kolonel, hadiah atas usahanya sampai sekarang. Karena dia berusaha sungguh-sungguh mulai dari seorang prajurit privat, dia adalah pria paling sukses diantara Pasukan Pembebasan.


Meski saat ini itu tak lebih dari sebuah peringkat kehormatan, bisa dianggap itu sebagai sebuah catatan fakta untuk promosi dimasa mendatang. Jika Altura menjadi Ratu yang selanjutnya, Fynn sudah diakui sebagai orang yang mungkin akan membawa esensi dari Kerajaan yang terlahir kembali. Dia masih muda, penuh kebijaksanaan, dan memiliki prestasi yang nyata. Dia telah mengumpulkan popularitas yang cukup dari para prajurit yang mana dia diurutan tepat setelah Altura dalam hal ketenaran. Fynn juga menganggap dirinya sendiri sebagaimana adanya, dan dia dipuja sebagai seorang pejuang tangguh dan pahlawan.


"Kolonel Fynn. Menurutmu apakah mereka akan menyerang kita secara langsung?"


"Kurasa begitu. Karena parit mereka sudah tertutup, semakin besar kemungkinan mereka akan keluar. Semisal mereka betul menghadapi kita, neraka sudah menunggu, karena pasukan kita yang ditugaskan untuk menyergap akan menyelinap ke belakang mereka dan memotong jalur mundur mereka. ....Sejujurnya aku lebih menyarankan mereka untuk menyerah."


"Sepertinya begitu, karena Belta merupakan sebuah benteng yang kokoh, pihak kita nampaknya tetap akan menderita banyak korban juga. Aku yakin sangat tak masuk akal kalau menggunakan taktik kelaparan disini."


Itu akan memakan waktu, tapi jika mereka memutus suplai barang-barang mereka, Belta akan jatuh tanpa bertarung. Meski, karena suplai yang mereka miliki dalam persediaan, mungkin akan butuh setengah tahun sampai mereka kelaparan dan mengakui kekalahan.


"Yah, Ahli Taktik kita, Sir Diener, tidak menganggapnya sebagai sebuah serangan tanpa rencana. Ini tebakanku bahwa dia membenci rencana-rencana konservatif seperti kelaparan. Dia berniat menunjukkan bahwa kita memiliki potensi perang yang cukup untuk membuat sebuah kastil menyerah dalam waktu singkat. ....Tentu saja, aku tak menegaskan itu kebenaran yang sebenar-benarnya. Sulit untuk memahami apa yang dipikirkan orang itu."


Strategi-strategi yang dipakai Pasukan Pembebasan kebanyakan dibuat oleh Diener. Altura akan menyetujuinya dan memberi perintah untuk menerapkannya. Begitulah. Ada rumor keji tentang Diener, dan Fynn tidak mempercayai dia. Fynn tidak berpikiran Diener akan memberontak, tapi tak diragukan lagi bahwa Diener dengan tenang akan mengorbankan nyawa para prajurit.


Dia sangat berbeda dari Fynn, yang ditarik oleh idealis Altura, dan Behrouz mantan jenderal dari Kerajaan, yang bergabung setelah melihat pemerintahan yang kacau.


"....Rumor-rumor itu, apa memang benar? Misalnya Pemberontakan–"


Ada rumor-rumor wajar yang beredar diantara para jenderal–tentang Pemberontakan Tenang itu dibuat-buat. Tak ada bukti. Tapi, semua orang sependapat bahwa jika itu adalah Diener, maka dia sangat mampu melakukannya. Susunan mereka setelah Pemberontakan Tenang dan Kekejaman Tenang sangatlah cepat. Dalam waktu setengah bulan lingkup pengaruh mereka telah meluas sampai sejauh ini berkat kemampuan Diener. Rumor tersebut bercampur dengan kecemburuan dan iri, tapi tak akan ada asap jika tak ada api.


Fynn menghentikan Milla, memberitahu dia untuk berhati-hati menggunakan matanya. Akan merepotkan jika Milla terdengar oleh seseorang.


Anak buah serta mata-matanya Diener bertebaran didalam Pasukan Pembebasan. Itu untuk menjaga terhadap para pemberontak ditengah-tengah mereka. Afiliasi, kampung halaman, serta posisi sosial setiap orang berbeda-beda. Juga ada orang-orang yang sebelumnya merupakan prajurit Kerajaan. Fynn paham kalau Diener sangatlah waspada. ...Kewaspadaan Diener juga mendekati Fynn. Pria itu tak mempercayai siapapun selain Altura. Apa yang mendorong Diener sampai sejauh itu? Fynn bahkan tak bisa membayangkannya.


"–Milla. Rumor tetaplah rumor. Jika seseorang mengeluarkan suatu tuduhan, seseorang harus memiliki banyak bukti dan fakta. Kau harus berhati-hati mengutarakan kecurigaan pada rekan Pasukan Pembebasan ditengah pertempuran. Tak ada yang perlu kita kuatirkan. Kita hanya harus bekerja dengan serius untuk mewujudkan idealis kita."


"S-Siap. Mohon maafkan aku. Aku salah bicara."


Milla secara spontan menegang karena senyum yang dipaksakan dari Fynn. Mata Fynn tak menunjukkan tawa, dan hanya berfokus pada aspirasi miliknya. Fynn memiliki dua sisi dalam dirinya, satu sebagai seorang militer polos, dan yang satunya penuh ambisi atas promosi dimasa depan.


Ajudannya, Milla, melayani dia karena dia mengerti hal itu, tapi meski demikian, dia terintimidasi oleh semangat yang dipancarkan Fynn.


"....ini aku hanya berkata pada diriku sendiri, tapi aku yakin kita tak ada sangkut pautnya. Hanya ada satu nasib bagi mereka yang menjual jiwa mereka pada iblis. Dia pasti tak akan bisa lolos dari tindakannya. Kematian akan melahap dia, dan dia akan disiksa tanpa ampun didalam api penyucian abadi."


Fynn teringat wajah sang Dewa Kematian sambil bergumam dengan suara pelan–komandan wanita yang pernah dia usir. Di Jembatan Sulawesi, unit kavaleri miliknya telah membunuh seorang jenderal pasukan veteran, kenalan Fynn, dan mengamuk sesuka hati mereka. Kemungkinan besar, komandan wanita itu masih hidup. Dia tak akan mati dengan mudah. Saat ini dia mungkin sedang mempertajam sabit miliknya didalam Kastil Belta, menunggu kesempatan untuk memburu mereka.


Fynn berdoa supaya komandan wanita itu cepat mati, sebelum sabit itu mengapai lehernya sendiri.


* * * * *


–Kastil Belta, Dinding bagian selatan.


Bebatuan terus dilemparkan, dan seraya dihujani tembakan panah, Schera mengkomando unit pemanah. Sudah jelas kavaleri tak punya peran untuk dimainkan didalam sebuah kastil, jadi semua orang tidak menunggangi kuda dan membawa busur.


Katarina tanpa menahan diri menunjukkan keahliannya dalam kemampuan memanah yang telah dia latih. Vander akhirnya juga kembali ke dirinya yang biasanya dan mengkomando para prajurit.


Kembali soal Schera, karena dia gak pernah menggunakan busur sebelumnya, dia meletakkan sabit-sabit kecil yang telah dia beli sebelumnya dari kota didalam benteng. Total jumlahnya ada 100 sabit. Gak akan berlebihan mengatakan bahwa dia sudah memborong semua sabit yang ada. Adapun untuk masalah uangnya, dia meminjam dari Katarina karena Schera sudah menghabiskan semua uang miliknya.


"....Mayor? Apa yang akan kau lakukan dengan sabit-sabit itu?"


Tanya Vander dengan ekspresi kebingungan, dan Schera menjawab dia seraya memancarkan niat membunuh yang jelas.


"Mau tau? Begini–!"


Dia melemparkan sabit itu dengan kekuatan yang gak masuk akal sampai-sampai rekoilnya terlihat jelas. Sabit itu menancap diantara alis dari seorang prajurit yang berdiri disamping ketapel. Melihat rekan mereka tewas, para prajurit panik. Schera melempar sabit secara beruntun dengan sangat cepat. Melihat sabit-sabit itu seolah mengejar mereka dan menyerang area-area vital dari para prajurit, nafas Vander terhenti.


"....Mengerikan seperti biasanya. Kekuatan brutal apaan itu?"


"Tapi yang tersisa gak banyak lho. Kalau sabitnya sudah habis, aku akan melemparkan batu."


Dia melemparkan sebuah batu seukuran kepalan tangan pada seorang prajurit yang memegang perisai di samping parit dibawah jembatan. Disaat yang bersamaan, sebuah anak panah mengikis bagian samping Schera, tapi dia gak mempedulikannya. Batu itu mendarat tepat pada helm, dan prajurit itu pingsan. Schera menganggap itu disesalkan bahwa dia gak bisa memastikan apakah prajurit itu mati.


"Berapa lama ini bisa bertahan? Kastil ini. Kayaknya butuh sekitar 3 hari sampai paritnya akan tertutup. Menurutmu kita akan seperti apa jadinya?"


Gumam Vander sambil mengamati Pasukan Pembebasan yang mengepung Kastil Belta. Sampai paritnya dipenuhi dengan karung pasir, mereka mungkin akan terus memperlambatnya seperti sekarang ini. Setelah paritnya tertutup, situasinya akan berubah menjadi lebih berbahaya. Menara penyerbuan untuk mengantarkan para prajurit ke dinding akan dikerahkan. Lalu, jika gerbang kastil hancur, akan terjadi pertempuran jarak dekat didalam kastil. Jika itu terjadi maka itu sama saja dengan jatuhnya kastil. Para prajurit musuh akan menyerbu masuk tanpa henti.


Schera menatap Vander yang mendesah.


"Gak usah mikirin sesuatu yang gak penting, pikirin aja soal membunuh meski cuma satu sampah dari Pasukan Pembebasan. Letnan Kedua Vander, tanganmu belum bergerak sejak tadi. Apa kondisimu masih buruk? Atau mungkin kau cuma mikirin sesuatu yang lain? Kau gak perlu menahan diri. Katakan saja padaku."


Seolah dia mengintip kedalam benak Vander yang terdalam, Schera menatap mata Vander. Vander merasa merinding karena ketajaman intuisi dari sang Dewa Kematian. Dia harus segera membantahnya. Jika tidak dia akan terbunuh.


"Aku minta maaf! Tak ada yang salah dengan kondisiku!"


"Kalau begitu segera bunuh. Musuhnya ada banyak sekali. Mulai saja dari orang-orang yang gak kau sukai, bunuh!!"


Schera terus melempar batu sambil berteriak. Banyak lemparan batu tersebut yang menghantam wajah para prajurit musuh. Terkadang juga ada tubuh dan perisai yang terlempar. Melihat upaya keras komandan mereka, para anggota kavaleri yang beralih menggunakan busur juga berusaha keras.


"Jangan kalah sama Mayor Schera! Busur siap–!!"


Seorang kavaleri yang memiliki pengalaman dengan busur mengambil komando menggantikan Schera. Schera sibuk melemparkan batu-batu.


“Ou-!”


“—-Siap, Tembak-!!”


Panah-panah ditembakkan secara bersamaan. Layaknya hujan yang mengguyur prajurit Pasukan Pembebasan, menyebabkan jeritan dan cipratan darah.


Sedikit terlambat, Vander menarik tali busurnya, dan menembak.


Katarina mengamati perilaku Vander dari samping. Dia memiliki kecurigaan bahwa Vander mungkin saja, tapi Katarina nggak mengatakan apapun. Vander masih belum melakukan apa-apa.
Akan tetapi, pencegahan itu penting.


Saat matahari mulai terbenam, terompet bergema, dan Pasukan Pembebasan mundur. Kayaknya penyerbuan hari ini sudah selesai. Ketapel-ketapel juga bergerak menjauh dari jangkauan senjata.


Tapi, pihak yang bertahan harus tetap waspada. Karena juga ada kemungkinan saat mereka bangun besok, paritnya sudah tertutup. Juga ada pertimbangan bahwa sebuah unit pembangun akan memasang tangga dan menguasai dindingnya. Mereka tak boleh mengabaikan pergerakan dari Pasukan Pembebasan. Suatu pertempuran penyerbuan merupakan adu stamina dan tekad. Mereka tak punya pilihan selain mengistirahatkan tubuh mereka sambil mengawasi pada malam hari.


Api obor menyala di kamp Pasukan Pembebasan dan sepenuhnya mengelilingi Kastil Belta. Disaat yang sama, itu untuk berjaga-jaga terhadap serangan malam, itu juga menunjukkan kekuatan mereka.


Cahaya-cahaya ini diatur seolah mengelilingi sebuah peti mati, sebuah peti mati yang sedang diisi, sedikit demi sedikit, oleh tangan mereka.


Seolah Pasukan Pembebasan melakukan pemakaman untuk mereka, pikir Schera. Kastil ini merupakan rumah ketiganya. Rumah pertama adalah desanya yang miskin, yang kedua adalah Antigua, lalu Belta ini. Akankah dia diusir lagi, ditangan Pasukan Pembebasan sampah itu?
Atau mungkin dia akan mati disini? Dia belum boleh mati. Tetap saja, masih belum cukup. Schera melepas helmnya, bersandar pada dinding, dan dalam diam mengatur nafasnya. Dia mengibaskan rambut coklatnya yang penuh keringat. Dia melepaskan sarung tangannya dan beristirahat.


–Dia lapar.


Akan bagus jika yang jatuh dari langit bukanlah batu tapi makanan. Semua orang pasti akan senang.


* * * * *


Kastil Belta, Kantor David.
David mengumpulkan para staf perwira dan membuka rapat dewan perang. Dengan ini, mereka sudah tak bisa lagi menghitung berapa banyak rapat dewan perang yang tak ada gunanya yang mereka gelar. Dengan raut muka kusut, David duduk di kursinya.
Disamping dia berdiri seorang Staf Perwira mantan perwira militer menopang tubuh David yang melemah.


"......Bala bantuan? Apakah bala bantuan belum juga datang? Suruh mereka bergegas. Jika mereka tidak cepat, Belta akan jatuh."


"Jenderal. Kita tak lagi bisa mengirim pembawa pesan dari kastil ini. Bahkan seekor tikus pun mustahil bisa lolos."


Kepala Staf Perwira secara terang-terangan mengatakan kebenarannya. Tak satupun pembawa pesan yang kembali. Tak mungkin mereka bisa kembali.


"Kenapa mereka tidak mengirim bala bantuan–! Padahal jika Belta jatuh, Ibukota Kerajaan akan dalam bahaya–! Aku yakin Farzam si sampah itu tidak meneruskan laporannya! Dia itu hanyalah atasan tak kompeten yang bisanya hanya cari muka saja–!!"


Emosi, David berteriak marah, dan kemudian terbatuk.


"Jenderal David. Emosi hanya akan membahayakan tubuh anda.:


"Benar. Tanpa Jenderal David, benteng ini tak akan bisa bertahan meski hanya sehari. Harap perhatikan kesehatan anda."


"Dalam situasi seperti ini, tak peduli apa resikonya, kita harus bisa membuat kontak dengan Ibukota Kerajaan. Jika kita bisa membuat celah, pasti kita bisa melakukan sesuatu. Aku yakin itu."


"Umu. Musuh hanyalah suatu pasukan yang kacau, dan moral garis depannya sangat tinggi. Jika kita menjepit mereka dari dalam dan luar, kita pasti akan menang."


Para staf perwira mengatakan sesuatu yang berkebalikan dengan perasaan mereka. Sekarang tak lagi memerlukan kepastian– Belta sudah diabaikan. Bala bantuan dari Ibukota Kerajaan sudah pasti tak akan datang. Meski semua orang menunjukkan kepedulian terhadap David, mereka sebenarnya sedang mempertimbangkan rencana mereka sendiri untuk kedepannya. Mereka dikepung oleh pasukan sebesar 60.000, bebatuan menghujani mereka, dan paritnya dalam proses ditutup.


Benteng ini tak diragukan lagi akan jatuh. Jika mereka tetap seperti ini, mereka akan senasib dengan David, sebagai rekan kejahatan atas kekacauan.
–Masih ada waktu. Jika mereka membelot, mereka mungkin masih bisa menyamarkan diri mereka.


Jika mereka bisa mendapatkan jaminan untuk status dan peringkat sosial mereka sendiri, mereka gak akan keberatan ikut Pasukan Pembebasan. Tindakan yang perlu dilakukan adalah: membuka gerbang, membakar makanan, dan kemudian, memenggal kepala David.


Penerapannya akan membutuhkan pasukan mereka sendiri. Mereka harus bekerja keras untuk mendapatkan kerjasama dari para jenderal. Itu merupakan pertaruhan melawan waktu. Semuanya akan sia-sia jika seseorang berhianat terlebih dahulu.


Selain Kepala Staf Perwira dan Staf Perwira mantan perwira militer, tak seorangpun yang punya niat mati bersama David.


".....Rapat perang hari ini selesai. Tuan-tuan boleh bubar. Kerja bagus."


"86–, permisi."


David juga merupakan seorang bamgsawan yang bertarung dalam sengketa faksional sampai akhirdan naik ke posisinya sekarang ini. Memahami pemikiran dalam hati orang-orang itu sangatlah mudah layaknya mengambil permen dari bayi. Dia gak berencana membiarkan siapapun lolos. Dia akan membawa mereka ke neraka juga. Saat para staf perwira sekongkolan David pergi, dia memanggil Staf Perwira mantan perwira militer, Konrad.


"......Konrad. Mulai hari ini, kau dibebastugaskan dari tugasmu sebagai Staf Perwira, dan akan kembali menjadi Perwira Militer. Aku yang akan memberi perintah padamu mulai hari ini. Untuk sekarang ini, pimpin polisi militer dan berpatroli ke setiap gerbang dan gudang persediaan. Tak ada ampun bagi orang-orang yang bertindak mencurigakan. Tak peduli siapa mereka, eksekusi mereka."


"Siap 86–"


Mayor Konrad memberi hormat. Sebagai orang militer murni, dia secara pribadi tak memahami hal-hal yang rumit. Dia hanya akan mengikuti perintah atasannya. Setelah ini, dia tak punya niat merendahkan diri demi bertahan hidup.


".....Kepala Staf Perwira. Jadi seperti inilah. Bebanmu akan bertambah, aku minta maaf."


"86. jenderal dan aku akan berbagi nasib yang sama. Aku akan mengikutimu sampai akhir."


Dia telah mempertaruhkan segalanya pada David. Jika mereka kalah sekarang, dia telah bertekad untuk menerimanya. Setelah semua yang dia lalui, dia tak punya rencana berpindah pada pihak pemenang.


"....Maaf, biarkan aku istirahat sejenak. Hmph, aku tak menyangka bahwa aku akan jatuh serendah ini. Tak peduli seberapa tingginya menara, butuh waktu sebentar saja untuk rubuh. Dengan ini aku tak bisa mengolok-olok Sidamo."


Seraya menerima topangan dari Konrad, David kembali ke kamarnya. Kejayaannya telah jatuh dan berhamburan dari tangannya. Sebagai gantinya, dia telah mendapatkan nama buruk yang akan diwariskan ke generasi-generasi berikutnya. Seorang bangsawan sadis yang membantai warga sipil. Bagaimana dia akan menyambut ajalnya?


Dia hanya bisa tertawa. Jika dia akan jatuh, dia akan membuat orang-orang yang menghianati dia menemui nasib yang sama. Dia mendengar bahwa orang mati berusaha menyeret yang masih hidup. Jika demikian, haruskah dia menirunya? Untungnya, ada orang dibawah komandonya yang pas untuk peran itu.


“……Dewa Kematian, huh?”


“Jenderal David?”


“……Tidak, bukan apa-apa.”


Dia merasa sabit itu mengincar lehernya. Dia merasa monster itu secara tak sabaran dan gelisah menunggu waktu untuk menuainya. Sosok dewa kematian itu adalah Schera Zade.

Sebelumnya Halaman Utama Selanjutnya