Silver Cross and Draculea (Indonesia):Jilid02 Epilog

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Epilog[edit]

"Oh my, aku benar-benar berpikir aku akan mati dengan pasti."

Beberapa hari setelahnya, di sebuah ruangan perawatan — Hisui berkomentar acuh tak acuh.

Dia hampir mati.

Setelah itu, Kirika sepertinya melakukan semacam ritual untuk dia, tetapi dia tak bisa mengingat apa yang terjadi.

Oh yah, bagaimanapun juga, itu adalah happy ending — pemikiran dia yang seperti ini membuat Rushella marah.

Selain itu, sebelumnya—

"Kau orang yang kurang ajar... Untuk berpikir kau berani mencuri ci...ci...ciuman pertamaku itu...."

"Tetapi siapa yang tau apakah itu yang pertama atau bukan. Kamu telah kehilangan ingatanmu yang sebelumnya."

—Berkat bantahannya yang paling bodoh ini, Hisui diperlakukan dengan kasar.

Lebih jauh lagi, Mei dan Eruru menambahkan bahan bakar pada api tersebut.

"Ini semua kesalahan Hi-kun, oke."

"Setuju. Sebagai sesama perempuan, aku menyatakan rasa simpati ku."

...Pada akhirnya, serangan terus berlanjut.

"Mau bagaimana lagi itu karena situasi darurat, oke!? Selain itu, bukankah itu sama bagiku... Ah, tetapi dalam kasusku..."

Tatapan Hisui goyah dan berpaling kearah Mei, meminta pendapatnya.

"Sudou-san, mencium keluarga tidaklah dihitung, kan?"

"Tentu saja itu tidak dihitung. Jika dihitung, segalanya akan benar-benar berantakan." Mendengar jawaban Mei, Hisui mengangguk keras dan menyatakan pada Rushella.

"Lalu itu ciuman pertamaku juga!"

"Brengsek!!"

Dipukuli dengan serangkaian pukulan, Hisui selamat sampai hari ini tetapi dalam suasana hati yang jatuh.

Meskipun mereka akhirnya diijinkan untuk menggunakan ruang kelas itu, klub masih belum membuat aplikasi yang resmi. Ataupun mereka memutuskan namanya.

Hisui duduk menatap pada ruang kosong ketika Kirika membuka pintu dan berjalan masuk.

Eruru telah menginterogasi dia dengan ketat, tetapi untuk menghormati harapan dari korban utama, Hisui, Kirika dibebaskan tanpa tanggung jawab pada akhirnya.

Tentu saja, Rushella dan para gadis tidak akan melepaskan dia begitu mudah.

"Apa urusanmu untuk datang kesini?"

"Jika kau berani menyakiti Hi-kun lagi, aku akan benar-benar marah, oke?"

Mengabaikan kedua gadis itu, Kirika menyerahkan sebuah kotak kertas pada Hisui.

"Ini... Umm... untuk menyatakan permintaan maafku padamu."

"Apa?"

Membukanya, dia menemukan pie apel yang baru dipanggang. Itu jelas buatan tangan.

"Oh, terimakasih. Aku mulai merasa sedikit lapar sebenarnya."

Hisui memasukan sepotong kedalam mulutnya tanpa kewaspadaan apapun.

Tentu saja, gempuran kritik dimulai.

"Hei, tunjukan beberapa kewaspadaan, oke!?"

"Bagaimana jika itu diracuni lagi!?"

"Apa gunanya meracuni aku lagi? Ini cukup lezat. Atau kalian berbicara tentang apel beracun milik penyihir? Ini tidak seperti aku adalah Putri Salju."

Setelah Hisui mulai makan, Kirika menolak untuk pergi dan duduk di sampingnya.

Kemudian membuka buku dan dokumennya, dia mulai bekerja pada tugasnya sendiri dengan cara yang paling alami.

"Ummm..."

"Ada apa? Memilih tempat kerjaku untuk menyelesaikan tugas untuk dewan mahasiswa adalah kebebasanku, bukan? Meja di kantor dewan mahasiswa tidak terlalu nyaman dan kursinya tak nyaman juga...."

"Tetapi kenapa kamu harus duduk disebelahku?"

"A-Apa masalahnya!? Dan jangan bersandar seenaknya, oke!?"

Melihat wajah Kirika menjadi merah, Rushell dan Mei punya firasat buruk.

Mungkinkah gadis ini...

Berbicara tentang itu, Hisui memang mempertaruhkan nyawanya sendiri untuk menyelamatkan dia.

"Kalian diperbolehkan menggunakan ruangan ini. Aku akan menjelaskan pada guru."

"Ah, terimakasih. Ngomong-ngomong, apa kamu menemukan orang yang bermain-main dengan sihir tersebut?"

"...aku tidak terlalu yakin. Selain itu, ini bahkan tidak jelas apakah itu satu atau banyak orang... Dan siapa yang tau berapa banyak orang yang telah membaca intisari itu... mungkin ada lebih dari satu yang tersisa di sekolah. M-Mungkin... kamu bisa datang dan membantu? Meskipun itu mungkin sedikit berbahaya... dari sudut pandang dewan mahasiswa... umm...."

Meskipun nada suaranya sedikit angkuh, Hisui tidak keberatan dan menjawab.

"Oh tentu, ini tak seperti aku sibuk."

"Hal ini bertumpang tindih dengan kegiatan dari Badan Investigasi Supranatural. Sekolah ini sepertinya masih punya banyak rahasia. Klub seharusnya dijalan secara tak resmi, atau hanya berada dibawah nama 'Badan Investigasi Supranatural', dan mengungkap misteri yang tersisa secepat mungkin."

Eruru dengan tenang memutuskan arah mereka.

Menghentakkan kakinya dengan marah, Rushella menunjuk Hisui dan berteriak :

"Jangan memutuskan begitu mudah! Jangan bilang bahwa ada semacam ramuan cinta tercampur dalam pie apel itu!?"

"Apa gunanya menggunakan ramuan semacam itu!? Benar, senpai?"

Hisui tetap santai tetapi Kirika mendecah lidahnya.

"Oh yeah, ada juga metode semacam itu...!"

Kemudian Rushella dan Mei bertukar tatap sekali lagi.

Seperti yang mereka pikirkan, gadis ini...

"Berikan padaku!"

"Hei, apa yang kamu lakukan? Itu pie apelku!"

"Diam! Dalam hal ini, aku akan makan ini bersama dengan dia, minuman ini cukup bagus untuk kamu!"

Mengatakan itu, Rushella memberikan sebuah kantong kertas pada Hisui.

"Apa ini? Ngomong-ngomong, kamu memegang ini malam itu.... Apa yang kamu beli?"

"Jus anggur."

"Huh?"

"Aku meminta ketua kelas untuk menemukan... botol wine milikmu. Tetapi kami tak bisa menemukannya. Ketika kami bertanya pada penjual, tentang minuman keras apalah itu...."

"Itu sudah jelas. Botol itu dari tahun panen yang buruk sehingga produksinya pasti cukup terbatas. Tetapi beberapa botol di pasar cukup tinggi dalam kualitas dan harga mereka terus merangkak naik. Jika tak ada persediaan, maka kamu tak bisa membelinya tak peduli seberapa banyak uang yang kamu punya."

"Itu sebabnya, itu sebabnya... ini yang aku beli. Ketua kelas juga bilang, meminum itu tidak baik, itu sebabnya, aku membeli jus yang paling mahal yang bisa aku temukan! Cepat... berterimakasih padaku...."

Mengatakan itu, Rushella memalingkan kepalanya dan menolak untuk menatap Hisui.

Hisui mengangkat bahu dan membuka penutup dari jus anggur tersebut.

Seperti kata pepatah, tak ada gunanya menangisi susu yang tumpah. Demikian juga dengan botol wine itu.

Bahkan jika hal-hal dari masa lalu tidak bisa kembali, ada kenangan baru yang menunggu untuk dibuat.

"Kenapa kamu tidak merasakan juga? Ini ada cangkirnya."

"....Ya."

"Cheers."

Meskipun janji dengan orang tua asuhnya untuk ulang tahun ke duabpuluhnya tak lagi bisa dipenuhi, ikatan tuan dan pelayan telah terukir.

Mengulurkan dan menabrakkan cangkir secara ringan dengan Rushella, Hisui mengangkat cangkirnya dan menikmati anggur berwarna ungu yang sangat nikmat tersebut.


Sebelumnya Bab 6 Kembali Ke Halaman Utama Selanjutnya Penutup