Skeleton Knight Going Out to the Parallel Universe (Indonesia): Jilid 1 Bab 11

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

「Bentuk Kota」 – Bagian 1[edit]


Aku berkelana melalui jalan di samping sungai peri dari hulu menggunakan 【Dimensional step】. dalam perjalananku, aku melewati beberapa desa kecil, yang dikelilingi oleh tembok kayu berukuran kecil. Setelah beberapa saat, aku melihat Kota Koruna yang lebih kecil daripada Rubierute. Kota ini dikelilingi dengan tembok batu. Sembari melihat sekelilingku, aku terus berjalan menyusuri jalan.


Pegunungan Calcutta dapat terlihat dari arah barat daya, saat aku tiba di sungai utama yang terbagi menjadi sungai peri, yaitu Sungai Rydell. Sungai Rydell mengalir ke arah timur Pegunungan Calcutta dan sepertinya hingga melewati ibukota juga. Terus berjalan ke hilir sungai, tujuan utamaku, Diento, mulai nampak.


Sebuah perjalanan yang memakan waktu 3 hari menggunakan kereta kuda, bisa aku tempuh kurang dari setengah hari dengan metode berkelanaku.


Kota Diento terletak di hulu sungai peri sebelum sungainya menyambung ke sungai utama, Sungai Rydell. Ukuran kota ini mungkin 3 kali lebih besar dari Rubierute? Ladang yang mengelilingi kota ini juga terbilang luas. Di kejauhan, tembok besar yang melindungi kota bisa terlihat. Selain itu, temboknya berlapis dua, dan terdapat beberapa rumah pribadi di antara kedua lapis tembok. Di dalam tiap tembok terdapat parit yang mengelilingi perumahan tersebut. Kota itu sendiri hampir terlihat seperti sebuah benteng.


Tembok kota yang disinari warna cahaya matahari terbenam, aku menatap pemandangan daratan yang tak terhalang oleh siapa pun. Kalau sebuah kota seperti ini ada di waktu modern, mungkin akan dicantumkan sebagai situs warisan dunia, karena keindahannya yang bisa menangkap hati siapa pun yang melihatnya.


Kuatur kembali isi pikiranku, aku melanjutkan ke pintu masuk Diento. Orang-orang yang bekerja di ladang di sekitar kota tengah bergegas pulang ke rumah mereka. Dari sini, aku menuju ke kota dengan berjalan kaki. Perpindahan instan yang mencolok mungkin akan terlalu menarik perhatian.


Akan tetapi, dari sini jaraknya sangat jauh dari kota. Mungkin aku harus berjalan cepat?


Aku mulai berjalan cepat dengan tenaga yang membuat mantelku berhembus. Orang-orang di depanku berteriak dan memberi jalan saat mereka mendengar langkah kakiku. Kecepatan seperti ini bagiku biasa saja, namun kurasa sedikit menakutkan bagi orang lain.


Seorang pria tinggi 2 meter dengan full body armor bergerak dengan kecepatan tinggi......, tak heran mengapa mereka histeris......


Tak terasa gerbang kota sudah terlihat di depan mata, jadi aku kembali berjalan dengan kecepatan biasa. Kalau aku berjalan menuju gerbang seperti tadi, tak diragukan lagi aku akan dianggap sebagai orang yang mencurigakan. Tinggi tembok kotanya sekitar 7 meter, dan para prajurit melakukan patroli di atas tembok. Setelah aku melewati gerbang yang besar, gerbang satunya lagi mulai terlihat. Gerbang yang ini terletak tepat di dasar bukit. Aku menaiki daratan yang agak miring dan tiba di tembok kota kedua, untuk memasuki kota, kutunjukkan sertifikat petualangku.


Semua bangunan di kota kelihatannya terbuat dari batu. Bangunan berlantai tiga berjejer di samping jalan, dan setiap jalan dipenuhi oleh orang yang datang dari pergi. Untuk pertama kalinya semenjak aku datang di dunia ini, aku dikelilingi oleh suara kota yang hidup oleh para pedagang jalanan dan penjaga bar yang terus mengundang para pengunjung dan orang-orang melakukan bisnis mereka.


Aku merasa sedikit nostalgia.


Tata letak jalan di kota ini sepertinya cukup rumit, dan mungkin memakan beberapa saat untukku mengingat semuanya. Saat aku masuk ke bar terdekat, aku menemukan beberapa orang yang tengah minum di tengah hari kerja. Aku menanyakan lokasi sebuah penginapan pada seorang paman di belakang meja bar.


“Permisi, aku mencari sebuah penginapan. Apa kau tahu tempat yang bagus?”

“Lantai kedua dan ketiga kami sediakan sebagai penginapan! 2 sek per malamnya, bagaimana, tuan?”


Pemilik bar menyarankan penginapannya. Aku penasaran apakah aku bisa memesan makanan dari bar dan memakannya di ruanganku di lantai dua?


“Apa kau bisa mengatarkan makanan ke ruangannya?”

“Tak masalah. Ah! Pastikan saja anda mengembalikan barangnya setelah anda selesai makan. Satu porsinya 3 sok, tiap waktu!”


Kuberikan paman itu 2 kojn perak dan 3 koin perunggu, dan dengan segera dia mulai menaruh sepaket makanan. Dengan nampan di tanganku, kunaiki tangga menuju ruanganku yang ditunjukkan. Kubuka pintu ruang yang ada di lantai tiga, dan merasakan atmosfer ruangan yang lebih baik dari penginapan yang biasa aku tempati. Kasurnya empuk, dan selimutnya juga berkualitas baik. Terdapat sebuah meja kecil dengan tak hanya kursi namun juga sebuah jengkok di sana.


Terduduk di salah satu kursi, kutaruh makananku dan melepaskan helmku.


Setelah sekian lama, ini adalah makanku yang benar. Paket makannya terdiri dari sup, salah, dan sebuah roti berwarna hitam, yang tersedia dalam sebuah nampan. Kelihatannya di sini tak tersedia daging. Roti hitam itu terasa sama seperti roti yang kumakan sebelumnya. Namun roti ini bisa dimakan saat kucelupkan ke sup untuk melembutkannya. Supnya adalah sup kacang yang dimasak dengan kaldu ayam. Cukup lezat. Dan untuk saladnya, terdiri dari dua jenis sayur dibumbui dengan cuka dan garam. Apakah ini selada dan endive? Tidak, cukup diragukan mereka menggunakan sayuran yang sama bersamaan.


Setelah memakai kembali helmku, kubawa peralatan makannya kembali ke lantai satu. Paman itu menatapku dengan aneh saat kukembalikan peralatan makannya. Mungkin aneh untuk seorang tamu berarmor kembali dengan peralatan makan tetap memakai armor, setelah memakan makanannya di ruangannya. Namun tak sepatah kata pun terucap.


Setelah aku kembali ke ruanganku, kusandarkan punggungku ke tembok dan tertidur seperti biasanya. Selimutnya masih rapi di kasur, karena tak ada gunanya aku berselimut dengan armorku.


Pagi harinya, suara dari sebuah lonceng terdengar entah dari mana. Terbangun oleh suaranya, aku turun ke lantai satu di mana paman bar itu tengah mengerjakan sesuatu di dapur. Tak seperti sebelumnya, tempat ini tak ramai di pagi hari.


Kutaruh kunci kamarnya di counter dan memanggil paman di dapur sebelum pergi.


Setelah sedikit bertanya-tanya, aku tiba di gedung guild petualang kota ini. Gedungnya berlantai tiga, namun strukturnya tak berbeda dengan gedung guild lainnya. Namun di sini terdapat lebih banyak pegawai di belakang counter. Walau tak satu pun dari mereka yang terlihat seperti seekor beruang dalam kandang. Di sini terdapat banyak petualang di depan papan permintaan. Para staf dan petualang semuanya laki-laki, mungkin saja ada tak banyak petualang wanita.


Paling tidak kupikir mereka akan mempekerjakan seorang wanita cantik sebagai resepsionis......


Di depan papan permintaan, aku menangkap sebuah percakapan di antara dua petualang saat aku tengah melihat-lihat plakat permintaan.


“Sebuah grup lima orang dari korpsku pergi berburu empat hari yang lalu, dan aku belum mendengar kabar mereka semenjak itu.”

“Mungkin mereka diserang oleh bandit atau monster? Lagian tempat ini dekat dengan hutan elf. Monster-monster di sana biasanya cukup kuat, kan?”

“Tidak, mereka seharusnya pergi ke kaki Pegunungan Calcutta di dekat ibukota......”


Di dunia ini, daerah di luar kota adalah daerah penuh bahaya. Hidup dan mati sudah tak dapat dipastikan saat kau pergi keluar.


Meskipun begitu, pergi ke sini akhirnya memberikanku kepastian akan adanya ras elf. Walau aku masih belum menjumpai non-manusia satu pun di kota ini. Lagi pula, para elf tinggal di dalam hutan, sebuah tempat yang berada di luar jarak kemampuan bertahan hidup dari manusia.


Karena aku berada di dunia paralel, aku ingin melihat apa saja yang ada di dalamnya. Pikiran tersebut terlintas di benakku setelah memastikan isi dari plakat permintaannya. Karena populasinya yang lebih besar, di sini terdapat lebih banyak permintaan, namun permintaan itu masih sekedar pekerjaan sederhana. Sepertinya aku tak bisa menemukan pekerjaan yang bagus kecuali aku bergabung dengan sebuah korps petualang.


Sepertinya aku akan berburu sesuatu di hutan hari ini dan menjualnya. Aku mempertimbangkan tentang korps petualang saat aku pergi.


Seorang pedagang jalanan menjual manisan buah dan kuputuskan untuk membelinya. Karena buahnya terlihat seperti stroberi, sebut saja stroberi. Pedagang itu bilang stroberi liar biasa tumbuh di sebelah barat. Pedagang itu menyendok beberapa ke dalam gelas, setelah kuberikan 8 koin perunggu padanya. Sepertinya beri-beri tersebut hanya ada setengah tahun saja, dan tak tahan segar untuk setengah hari. Kutaruh manisan itu ke dalam sebuah tas kecil dan menaruhnya ke dalam kantongku.


Saat menuju ke gerbang, kupastikan diriku mendengar percakapan orang-orang di sekitarku. Tak terasa aku telah tiba di gerbang selatan di tembok bagian dalam. Menunjukkan sertifikatku ke penjaga gerbang, aku diperbolehkan keluar dari gerbang.


Jembatan batunya terbentang sepanjang sekitar 300 meter dan memiliki enam lengkungan indah yang membentang dari ujung ke ujung. Mungkinkah lebar jembatan ini bisa mencakup tiga kereta kuda sekaligus? Di sini terdapat banyak orang datang dan pergi, kebanyakan mereka masuk dan keluar dari sebuah kereta kuda. Mungkin itu sudah menjadi kendaraan umum.


Setelah menyeberangi jembatan tersebut, Pegunungan Calcutta dapat terlihat di sebelah kananku dan pintu masuk ke hutan berada di depanku. Di sebelah kiri terdapat sebuah ladang gembala, terlihat dari binatang-binatang yang bersantai di balik pagar di tiap sisinya. Di sana ada sapi, domba, dan bahkan ada kuda. Di sana terdapat juga ladang lainnya yang terbentang. Sungai Rydell mengalir dari hulu menuju ke hutan, namun sungainya cukup terbuka.


Mustahil bagiku untuk berburu di dekat kaki Pegunungan Calcutta karena di sana terdapat banyak orang. Aku berbelok dari jalan utama, dan mulai bergerak ke arah barat daya. Aku mulai kehilangan pandangan dari Sungai Rydell saat aku berjalan.


Lebatnya pohon-pohon di sekitar tumbuh hingga menutupi cahaya matahari, membuatku sulit untuk melihat. Tak seperti hutan di kaki pegunungan wild dragon, tebal tiap pohon tak terlalu lebar, namun di sini hanya ada sedikit jarak di antaranya. Mungkin aku tak bisa mengayunkan pedang dua tanganku di sini. Tidak, aku bisa mengayunkannya, namun aku akan menumbangkan semua pohon di sekitarku. Di tempat seperti ini, mungkin akan sulit untuk menangkap sesuatu tanpa adanya perangkap.


Aku telah melihat beberapa hewan kecil dari tadi, namun mereka selalu menghilang ke dalam semak-semak.


Dengan pohon-pohon yang berhimpit rapat, akan sulit untuk menggunakan 【Dimensional step】 di sini. Aku berkeliling hutan tanpa arah di sekitar hutan selama satu jam sebelum aku menyadari tanda dari 5 makhluk lain yang mengarah padaku. Kurasa mereka mungkin serigala atau semacamnya karena mereka berpencar untuk mengepungku saat mereka mendekat.


Akan tetapi, apa yang mendatangiku adalah sebuah grup perampok lima orang, yang memasang senyum vulgar di wajah mereka. Rambut mereka tak tertata, terdapat janggut di wajah mereka, dan tiap-tiap mereka memegang sebuah belati di tangan.


“Oh, anda mau pergi ke mana? Kishi-sama, hehehe.”

“Mari kita lihat, kau bisa menyelamatkan dirimu, kalau kau mau menyerahkan semua perlengkapanmu? Harga yang murah, kan? Hahaha.”

“Menemukan seorang kesatria penyendiri di dalam hutan, keberuntungan kita pasti lagi bagusnya! Hahaha.”


Mereka mengejekku. Sepertinya mereka menjadi lengah karena keuntungan tempat mereka. Mata mereka terselimuti oleh ketamakan, saat mereka menilai penampilanku dari kepala ke ujung kaki.


Walau kalian pikir aku tak bisa menghunuskan pedangku, masih terlalu cepat untuk lengah. kugunakan 【Dimensional step】 untuk berpindah dengan cepat ke belakang perampok terdekat. Mengumpulkan tenaga di kepalan tanganku, dengan cepat pukulanku menghantam kepala rampok tersebut. Sebuah suara “buak” terdengar saat pecahan dan kepingan kepala terbang ke mana-mana, dan tubuh rampok tersebut terjatuh. Sepertinya aku menaruh terlalu banyak tenaga. Aku tak berpikir kepalanya bisa sampai pecah.


Seperti melihat sebuah video slow motion, wajah para perampok itu berubah menjadi pucat. Kuambil kesempatan ini untuk menghantamkan pukulanku ke dagu dua orang lainnya di dekatku. Rahang keduanya terpental. Darah mengucur keluar dari mata, telinga, dan sisa-sisa mulut mereka, saat mereka terjatuh ke tanah.


“Mon-Monsterrrrr!!!!!!!!!”

“Di-Dia bukan manusiaaa!!!”

Para perampok yang berada agak jauh dariku menunjukkan punggungnya padaku. Dari tempatku, kurapalkan 【Rock Bullet】, dan sebuah batu seukuran ikat melesat tepat ke punggung perampok itu. Meskipun itu sebuah mantra biasa seorang Mage, kekuatannya sangat bagus. Lubang terbentuk di armor kulit yang perampok itu kenakan.


Itu yang keempat. Berpikir demikian, aku mencari ke sekelilingku dan menemukan yang terakhir meliuk-liuk di antara pepohonan sembari ia melarikan diri.


Di dalam hutan lebat ini, aku tak bisa menggunakan 【Dimensional step】 untuk menangkap perampoknya, itu adalah kemampuannya menghindari pepohonan seperti seekor monyet. Aku harus bergantung pada kemampuan fisikku untuk mengejarnya.


Saat aku menyingkirkan semak-semaknya, perampok itu, yang mengerti tempat ini dengan baik, dengan cepat menjaga jaraknya dengan menghindari pepohonan. Untuk mencoba dan memperpendek jarak, aku mulai berlari di daerah yang lebih terbuka, lalu kakiku tersandung oleh sesuatu. Aku terangkat ke atas, saat kakiku terikat dengan sebuah tali, yang mengangkatku ke udara dengan menjatuhkan sebuah batu.


“Ha! Kau sungguh idiot, terkena perangkap sederhana semacam ini!!”


Perampok yang melarikan diri berhenti berlari dan menengok ke arahku, dengan sebuah tampang bangga di wajahnya. Akan tetapi gaya gravitasi dari batu yang terjatuh dengan cepat membalik saat talinya putus dan terpental ke arah terbitnya matahari. Tali itu putus karena aku menarik kakiku yang terikat dengan paksa.


Saat aku mulai berlari lagi, perangkap lainnya diaktifkan. Kali ini adalah sebuah dinding tombak yang dimaksudkan untuk mencabik mangsanya saat diaktifkan. Kutangkis dinding itu yang menyebabkan tombak-tombaknya terpental saat menabrakku. Selanjutnya, sebuah balok besar melayang ke arahku. Dengan satu pukulan kuat, balok kayu itu meledak dan serpihan kayu tersebar ke mana-mana, bahkan tali yang mengikatnya menciut.


Jebakan-jebakan ini sepetinya telah dipasang di area terbuka sebelumnya. Karena keadaan ini, aku hanya harus lari melalui area yang lebih lebat dengan tenaga yang lebih kuat.


“Hyaaaaaaaaaaaa!!! Mon-monsteerrrrrr!!”


Melihatku memecahkan semua jebakannya dengan tenaga besar membuat perampok itu melarikan diri dan berteriak lagi. Walau dia terganggu olehnya, dia tetap meliuk-liuk di antara pepohonan dengan baik.


Aku mengejarnya dengan cepat dari belakang. Seperti sebuah tank aku menerjang terus ke depan, walau sebuah pohon atau batu menghalangi jalanku, langsung hancur oleh tenaga doronganku.


“Hahaha, mau pergi ke mana kau?”

“Ahhhhhhhhhhhhh!!!”


Sebuah ketegangan aneh terbentuk saat kukejar perampok itu, dan sebuah kalimat seperti seorang kolonel tentara menyelip keluar dari mulutku. Bau dari amonia mulai tercium, saat selangkangan perampok yang melarikan diri itu mulai basah. Sepertinya dia kencing di celana karena takut, namun dia tetap melarikan diri dengan lihai.


Tanpa terasa sebuah tebing dengan tinggi sekitar 7-8 meter muncul saat kami menyingkirkan semak-semaknya. Di sana ada sesuatu seperti gua di sisi tebing, dan dikelilingi oleh pagar untuk menjauhkan dari binatang.


Gua itu sepertinya adalah markas para perampok, namun dua penjaga yang ada di depan memasang tampang melongo.


Lelaki yang kencing di celana terbirit-birit berlari menuju penjaga. Para penjaga kebingungan dengan penampilannya dan membuat jeda sejenak untuk menimbang keadaan. Mengambil kesempatan ini, kugunakan 【Dimensional step】 untuk mendekati lelaki tersebut dan menghunuskan pedangku. Dengan cepat ketiga pria tersebut tertebas dengan satu tebasan. Mudah untuk mengejarnya di tempat terbuka seperti ini.


3 tubuh itu tertebas diagonal, dan membuat darah yang mengucur keluar mewarnai area sekitar merah dan bau besi mulai tercium.


Tiba-tiba, suara dan jejak kaki bisa terdengar dari dalam gua, dan mereka mengarah ke sini. Kulemparkan barang bawaanku di dekat pintu masuk, memegang pedangku dan menunggu bandit yang tersisa untuk muncul. Pasti aku tiba di dunia ini untuk bekerja sebagai pembersih sampah masyarakat.


Kemudian seorang pria botak bertubuh kekar keluar dari gua dan membawa sebuah kampak.


“Huh! Siapa kau, berengsek!!!”


Pria botak itu melihat pemandangan di pintu masuk gua dan berteriak bertanya sebelum mengayunkan kampaknya. Dengan segera, kututup jarak di antara kita dan menusukkan pedangku ke perut pria itu dengan segenap tenaga. Tanpa mengalami halangan apapun, pedangku menembus perut dan mengoyak isi perutnya.


Dengan tubuhnya terbelah dua, pria botak itu menggerutu tentang semacam jenis monster baru, sembari terjatuh ke tanah.


Perampok lainnya menonton dari belakang dengan tercengang. Saat kuinjak isi perut objek yang terjatuh ke tanah, perampok lainnya mulai mengusungkan senjatanya dalam keadaan panik.


Aku menghindari serangan mereka dengan mudah, dan menebas mereka satu per satu dengan sekali serang dengan pedangku. Hanya tiga orang tersisa di dekat pintu masuk gua, dan hanya seukuran dua orang yang bisa menggunakan senjata dengan leluasa.


Saat perampok terakhir tergenang dalam kolam darah, keadaan menjadi hening. Lebih dari selusin tubuh tergeletak dalam gua. Sebuah angin dingin terhembus ke area dan menggoyang dedaunan, lalu aroma darah terbawa bersamanya. Saat kuayunkan pedangku lagi, kepingan lemak dan darah mengalir, membuat sebuah cahaya biru misterius bersinar melaluinya.


Aku lalu melanjutkan masuk ke dalam gua.


Guanya tak terlalu besar, saat aku tiba di ujung gua hanya setelah berjalan 100 meter ke arah kiri. Bagian dalam guanya menjadi mirip seperti sebuah aula, dan di sini masih terdapat beberapa lampu menyala dan tanda orang tertidur di sini.


Di antara barang-barang pokok, kutemukan sebuah kotak kayu yang kuat. Hawa dan penampilannya membuatnya terlihat seperti sebuah kotak harta karun.


Sejumlah banyak koin emas, yang telah dikumpulkan para perampok, terdapat di dalam kotak ini. Kalau kugabungkan dengan koin emas di kantungku, jumlahnya mungkin melebihi 500 keping. Keping-keping koin ini mungkin memang berukuran koin 1 yen, tapi bobotnya sama seperti koin 500 yen. Cukup berat juga karena ada lebih dari 500 koin tersebut.


Di sini juga terdapat banyak senjata yang tersisa, jadi untuk saat ini aku kumpulkan saja yang kelihatannya bagus.



Mundur ke Bab 10 Kembali ke Halaman Utama Teruskan ke Bab 12