Difference between revisions of "Tsukumodo Bahasa Indonesia:Jilid 2 Diri"

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search
m
(13 %)
Line 134: Line 134:
   
 
"Oke!"
 
"Oke!"
  +
  +
Bola ditendang ke arahku. Aku hanya ingin mengopernya kepada seorang teman timku dan tidak mengurusinya lagi. Tetapi Kishitani, seorang pemain lawan, mencuri bola dariku dan menggiringnya memutariku ke arah gawang.
  +
  +
"Kurusu, lakukan yang benar, dong!"
  +
  +
Meski teman-teman setimku mengomplainku, aku tidak mengejarnya. Lawanku anggota klub sepak bola; walaupun aku berhasil menyusulnya, aku tidak akan bisa merebut kembali bola. Seperti mendukung keputusanku, Kishitani dengan mudah menghindari para pemain bertahan, satu demi satu.
  +
  +
"Wah, kekanak-kanakan sekali, sih, dia? Orang itu masuk klub sepak bola dan masih bermain 110% melawan kita..."
  +
  +
"Orang-orang yang dia kalahkan juga klub sepak bola," kata teman setimku Shinjou sambil mendekatiku.
  +
  +
Dia benar – para pemain yang melawan Kishitani juga anggota klub sepak bola yang sama, tetapi sama sekali gagal merebut bola.
  +
  +
"Hei, percaya nggak, dia itu sebenarnya memaksakan diri!"
  +
  +
"Beneran, tuh? Maksudku, lihat, mereka sudah tidak ada apa-apanya dibandingkan dia!"
  +
  +
"Dia dulunya seorang pemain tidak berguna yang cuma berlarian ke sisi lapangan lawan seperti orang bodoh, tapi akhir-akhir ini dia jadi hebat, lho! Dia berlatih seperti orang yang berbeda, dan terus melakukannya sendirian, bahkan setelah semuanya pulang. Mungkin sesuatu membuatnya mengubah dirinya? Aku dengar sekarang para senior dari tim jaringan pertama pun sulit mencuri bola darinya."
  +
  +
Saat pemain bertahan nampak hendak mengunggulinya dengan mengepungnya, ia dengan cekatan mengoper bola ke seorang teman timnya.<!--libedit-grr-->
  +
  +
"Dia bahkan mulai melakukan beberapa permainan tim yang bagus – seperti yang barusan itu."
  +
  +
"Apa dia baru meningkat akhir-akhir ini?"
  +
  +
"Ya. Dia seperti orang yang benar-benar berbeda."
  +
  +
"Seperti orang yang berbeda, ya?" kataku sembari memandang Kishitani, yang sedang berlari menuju gawang kami.
  +
  +
Tepat sebelum peluit berbunyi, Kishitani menerima sebuah operan dan menyarangkan bola ke gawang.
  +
  +
"Tim yang kalah bertugas beres-beres!" guru mengumumkan tepat setelah meniup peluit tanda pertandingan berakhir.
  +
  +
  +
Sekembalinya di Toko Barang Antik Tsukumodo, Saki menyiapkan the hitam pada kami. Ia bertanya, "Jadi, apa kau menemukan sesuatu?"
  +
  +
"Ya, aku sudah lumayan menyempitkan daftar tersangkaku."
  +
  +
"Begitu, ya."
  +
  +
Setelah aku duduk di sebelah Saki, Towako-san masuk ke ruang tamu dan duduk di belakang konter, menungguku untuk bercerita.
  +
  +
Sekitar seminggu yang lalu, Towako-san mengatakan bahwa seseorang di sekolahku memiliki sebuah Relik.
  +
  +
Rupanya, ketika ia mampir di toko kolega kami, ia kebetulan melihat seorang pelanggan yang memakai seragam sekolahku. Pemilik toko kolega kami mengatakan pada Towako-san bahwa pelanggan itu baru saja membeli sebuah Relik.
  +
  +
Nama Relik itu adalah 'Masquerade'<ref> artinya ‘Topeng’</ref>, dan seperti namanya, ia terlihat seperti sebuah topeng. Ketika topeng putih tanpa ekspresi itu dipasang di sebuah boneka atau manekin, topeng itu akan berubah menjadi kopian sempurna dari penggunanya. Tidak hanya akan memiliki penampilan yang sama, tetapi juga kemampuan dan sifat yang sama dengan penggunanya.
  +
  +
Penggunanya berisiko menjadi sangat malas sampai kemampuannya berinteraksi dengan masyarakat akan menghilang. Jika ia terus menggunakan ''Masquerade'', dia mungkin akan membebankan sampai tugas-tugasnya yang paling kecil kepada kopiannya, yang akan mengantarkannya pada kehancuran.
  +
  +
Meski demikian, awalnya aku ingin mengabaikan insiden ini karena kupikir seseorang yang cuma menjadi malas bukanlah masalah yang serius, dan cukup setimpal kalau dirinya hancur akibat kemalasannya sendiri.
  +
  +
Tapi aku tidak bisa melepaskannya dari pikiranku, jadi akhirnya aku diam-diam menyelidiki teman-teman sekelasku.
  +
  +
Selain lencana sekolah, seragam kami juga memiliki lencana kelas yang menunjukkan tahun angkatan siswa dengan warna dan juga angka kelas. Towako-san belum sempat melihat dengan jelas wajah si pelanggan, tetapi ia melihat badge kelasnya. Kebetulan sama denganku.
  +
  +
Kalau mempertimbangkan kekuatan ''Masquerade'', hampir tidak mungkin aku bisa membedakan kopian dengan aslinya – lagipula itu adalah kopian yang sempurna. Meskipun demikian, aku masih mengawasi sekecil apapun tindak-tanduk yang aneh.
  +
  +
Dan setelah menyelidiki kelasku selama satu minggu, aku menarik kesimpulan sebagai berikut:
  +
  +
Kishitani sangat mencurigakan.
  +
  +
  +
  +
<div style="text-align: center;">◆</div>
   
   

Revision as of 09:24, 12 August 2013

Pernahkah kalian berharap bisa hidup sebagai dua orang yang berbeda?

Aku tidak membicarakan tentang kembaran atau semacamnya. Aku bicara tentang "dirimu" yang kedua yang bisa menggantikanmu

Kalau dipikir-pikir, dulu pernah ada robot-kopian dalam sebuah acara anime yang terkenal[1] yang biasa kutonton waktu kecil.

Supaya dapat beraksi sebagai superhero misterius, sang tokoh utama menyuruh robot itu menggantikannya pergi ke SD. Robot itu memiliki beberapa kemampuan yang hebat : ia mempunyai keinginan sendiri, dapat bertindak dengan mandiri, dan dapat membagi memorinya dengan tokoh utama.

Kalau kalian punya akses untuk melakukan hal seperti itu, kalian bisa menyuruhnya mengerjakan PR kalian ketika kalian lelah, pergi ke sekolah saat kalian sedang tidak ingin, atau mendapatkan uang untukmu untuk kau hambur-hamburkan untuk apapun yang kau mau.

Aah, itu pasti praktis sekali.

Memang kedengarannya seperti kalian akan bertingkah seperti tukang suruh-suruh budak yag kejam, tapi bukan itu masalahnya. Lagipula, kalian berdua berbagi segalanya, dari yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan - pada akhir hari.

Mh? Simpan saja bagian yang tidak menyenangkan untuk dirimu sendiri, kata kalian?

...Itu lain masalahnya.

Yah, tidak ada gunanya berkhayal. Memiliki benda seperti itu terlalu bagus untuk jadi kenyataan, dan meski itu mungkin pun, pasti ada kelemahannya.


"Aku pulang."

"Yaa," jawab gue sambil mem-pause game yang sedang gue mainin. Gue menengok orang yang baru saja masuk kamar.

Seorang siswa SMA. Baru saja pulang sekolah, jadi masih memakai seragam dan menenteng ransel resmi dari sekolah. Potongan rambutnya yang pendek, kulitnya yang terbakar matahari, dan postur tubuhnya yang kuat menunjukkan kalau dia sering berolahraga.

Kalau ada orang ketiga di kamar ini, orang itu pasti akan kaget sekali.

Wajah siswa itu terlihat identik denganku. Bukan mirip, tapi sama persis.

Dan wajah kami bukan satu-satunya hal yang identik—ukuran-ukuran tubuh kami, potongan rambut, lebar bahu, berat badan, warna kulit, panjang kaki, ukuran sepatu—semuanya sama.

Kami bukan kembar identik. Bahkan yang disebut kembar “identik” pun bisa saja terlihat sangat mirip, dan sebenarnya tidak identik.

Tetapi, penampilan kami, sama persis dari berbagai sudut.

Dia seperti bayangan cermin gue, itu sebabnya gue menyebutnya "kopian."

"Sini tasnya."

Setelah menerima tas dari si kopian, gue menggeledahnya untuk mencari sebuah manga yang baru keluar hari ini. Gue sudah menyuruh dia membelikannya di perjalanan pulang. Saat mengeluarkan manga itu, tanpa sengaja gue merobek selembar kertas, yang kemudian jatuh ke lantai.

"Itu apa?"

"Hasil kuis yang kuceritakan kemarin."

"Lo cerita ke gue?"

Gue melihatnya. Di sebelah nama gue, Jirou Kishitani, tertera angka 100. Nilai yang sempurna.

"Sama sekali tidak buruk."

"Tes itu mencakup hal-hal yang kita pelajari kemarin. Terbayar, 'kan?"

"Lo yang belajar, sih."

Tapi gue yang terima hasilnya. Heh, kayaknya bisa, nih, gue berharap pada rapot tahun ini.

Gue melemparkan lembaran itu dan melemparkan diri ke kasur bersama manga baru gue. Kopian gue memungut lembaran itu dan duduk di tempat gue duduk tadi.

"Oh? Lo sudah main sampai jauh, ya?" katanya tiba-tiba saar melihat layar TV.

Gue bermain game seharian sementara kopian gue ke sekolah. Tentu saja perkembangan gamenya sudah lumayan jauh.

Karena kedua orang tua gue bekerja dari pagi-pagi buta sampai gelap malam, tidak ada yang bakal ngomelin gue lantaran bolos sekolah. Nggak, gue sekolah, kok, kayaknya. Atau mungkin, kopian gue yang berangkat. Tapi intinya sih, itu sama saja.

"Latih karakter game gue selama gue membaca manga ini, dong!"

Tsukumodo V2 93.jpg

"Aku tidak keberatan, tapi bagi dulu memori kita sebelum kau mulai membaca manga."

Kopianku merujuk dirinya dengan "boku," tapi hanya saat dia bersama gue, tentunya. Gue juga sudah membuatnya mengubah gaya bicaranya sedikit. Bakalan terasa sangat canggung jika kami berbicara dengan cara yang persis sama. Setelah pengaturan-pengaturan kecil itu, aku tidak lagi merasa seperti berbicara sendiri dan bisa rileks.

Kopian gue naik ke atas kasur, menempatkan dirinya di atasku dan menyentuhkan dahinya pada dahi gue.

Ini pemandangan yang bisa membuat orang salah paham. Tetapi kami tidak melakukan apapun yang perlu dipertanyakan; inilah cara untuk memasukkan ingatan si kopian ke dalam ingatan gue.

Sementara gue menenangkan diri, gue merasakan sesuatu mengalir ke dalam kepala gue. Itu adalah ingatan-ingatan yang dialami kopian pada hari itu.

Gue melihatnya berangkat ke sekolah dan mengikuti pelajaran. Dia mengejutkan semua orang dengan nilai sempurna yang diperolehnya pada ulangan singkat itu. Tebak saja—aku belum pernah mendapat satu pun nilai sempurna selama hidupku. Itu tidak mengherankan, karena aku tidak pernah mengerjakan PR-ku dengan benar, apalagi mempersiapkan diriku dengan benar untuk berangkat sekolah. Lucu rasanya melihat reaksi-reaksi dari guru dan murid-murid lain.

Ada juga adegan yang mencolok dari aktivitas klub tempat gue bermain sepak bola. Gue melihatnya mencetak sebuah gol yang mengagumkan pada permainan latihan. Kipernya anak dari tim utama yang menyebalkan. Dia menggertakkan giginya. Menang. Setelah itu, si kopian pergi ke swalayan, membelikanku manga, dan akhirnya pulang.

"Hei, lo hebat juga." Gue harus memujinya setelah melihat nilai tes dan permainan sepak bolanya.

Si kopian bangkit dari tubuh gue sambil tersenyum kecut.

"Kamu memuji dirimu sendiri?"

"Oh, kayaknya iya. Lagian, lo itu gue, 'kan?"

Gue tidak bisa menjelaskan siapa gerangan dirinya.

Gue cuma bisa bilang, dia adalah kopian gue.

Kopian yang mempunyai penampilan dan kemampuan yang sama dengan gue. Yang melakukan hal-hal seperti berangkat ke sekolah, belajar, dan melatih karakter game untuk gue.

Diri gue jadi seperti ada dua orang.

Tapi meskipun dia adalah gue, dia juga agak bukan gue.

Dia adalah versi diri gue yang harus mematuhi setiap perintah yang gue ucapkan.

Betapa praktisnya alat yang gue dapatkan.

Gue bisa melakukan apa saja yang gue mau. Gue tidak pernah harus melakukan apapun yang membosankan atau menyebalkan lagi.

Semenjak gue mendapatkan alat ini, hidup gue sudah terpenuhi.

Adegan manga yang gue baca tidak terlalu lucu, tapi gue tidak bisa berhenti tertawa.

Oh, ya. Harus menyuruh dia mengerjakan PR hari ini.



"Nhaaa," aku menguap saat menonton pertandingan.

Skor satu sama dengan sisa waktu lima menit. Kutebak ini akan berakhir seri.

Pemain-pemain yang bersemangat berjuang keras untuk menguasai bola, sementara pemain-pemain yang tidak bersemangat sepertiku hanya menonton dari kejauhan.

Sedikit latar belakang : Penjaskes hari ini adalah pertandingan sepak bola.

"Kurusu, bolanya!"

"Oke!"

Bola ditendang ke arahku. Aku hanya ingin mengopernya kepada seorang teman timku dan tidak mengurusinya lagi. Tetapi Kishitani, seorang pemain lawan, mencuri bola dariku dan menggiringnya memutariku ke arah gawang.

"Kurusu, lakukan yang benar, dong!"

Meski teman-teman setimku mengomplainku, aku tidak mengejarnya. Lawanku anggota klub sepak bola; walaupun aku berhasil menyusulnya, aku tidak akan bisa merebut kembali bola. Seperti mendukung keputusanku, Kishitani dengan mudah menghindari para pemain bertahan, satu demi satu.

"Wah, kekanak-kanakan sekali, sih, dia? Orang itu masuk klub sepak bola dan masih bermain 110% melawan kita..."

"Orang-orang yang dia kalahkan juga klub sepak bola," kata teman setimku Shinjou sambil mendekatiku.

Dia benar – para pemain yang melawan Kishitani juga anggota klub sepak bola yang sama, tetapi sama sekali gagal merebut bola.

"Hei, percaya nggak, dia itu sebenarnya memaksakan diri!"

"Beneran, tuh? Maksudku, lihat, mereka sudah tidak ada apa-apanya dibandingkan dia!"

"Dia dulunya seorang pemain tidak berguna yang cuma berlarian ke sisi lapangan lawan seperti orang bodoh, tapi akhir-akhir ini dia jadi hebat, lho! Dia berlatih seperti orang yang berbeda, dan terus melakukannya sendirian, bahkan setelah semuanya pulang. Mungkin sesuatu membuatnya mengubah dirinya? Aku dengar sekarang para senior dari tim jaringan pertama pun sulit mencuri bola darinya."

Saat pemain bertahan nampak hendak mengunggulinya dengan mengepungnya, ia dengan cekatan mengoper bola ke seorang teman timnya.

"Dia bahkan mulai melakukan beberapa permainan tim yang bagus – seperti yang barusan itu."

"Apa dia baru meningkat akhir-akhir ini?"

"Ya. Dia seperti orang yang benar-benar berbeda."

"Seperti orang yang berbeda, ya?" kataku sembari memandang Kishitani, yang sedang berlari menuju gawang kami.

Tepat sebelum peluit berbunyi, Kishitani menerima sebuah operan dan menyarangkan bola ke gawang.

"Tim yang kalah bertugas beres-beres!" guru mengumumkan tepat setelah meniup peluit tanda pertandingan berakhir.


Sekembalinya di Toko Barang Antik Tsukumodo, Saki menyiapkan the hitam pada kami. Ia bertanya, "Jadi, apa kau menemukan sesuatu?"

"Ya, aku sudah lumayan menyempitkan daftar tersangkaku."

"Begitu, ya."

Setelah aku duduk di sebelah Saki, Towako-san masuk ke ruang tamu dan duduk di belakang konter, menungguku untuk bercerita.

Sekitar seminggu yang lalu, Towako-san mengatakan bahwa seseorang di sekolahku memiliki sebuah Relik.

Rupanya, ketika ia mampir di toko kolega kami, ia kebetulan melihat seorang pelanggan yang memakai seragam sekolahku. Pemilik toko kolega kami mengatakan pada Towako-san bahwa pelanggan itu baru saja membeli sebuah Relik.

Nama Relik itu adalah 'Masquerade'[2], dan seperti namanya, ia terlihat seperti sebuah topeng. Ketika topeng putih tanpa ekspresi itu dipasang di sebuah boneka atau manekin, topeng itu akan berubah menjadi kopian sempurna dari penggunanya. Tidak hanya akan memiliki penampilan yang sama, tetapi juga kemampuan dan sifat yang sama dengan penggunanya.

Penggunanya berisiko menjadi sangat malas sampai kemampuannya berinteraksi dengan masyarakat akan menghilang. Jika ia terus menggunakan Masquerade, dia mungkin akan membebankan sampai tugas-tugasnya yang paling kecil kepada kopiannya, yang akan mengantarkannya pada kehancuran.

Meski demikian, awalnya aku ingin mengabaikan insiden ini karena kupikir seseorang yang cuma menjadi malas bukanlah masalah yang serius, dan cukup setimpal kalau dirinya hancur akibat kemalasannya sendiri.

Tapi aku tidak bisa melepaskannya dari pikiranku, jadi akhirnya aku diam-diam menyelidiki teman-teman sekelasku.

Selain lencana sekolah, seragam kami juga memiliki lencana kelas yang menunjukkan tahun angkatan siswa dengan warna dan juga angka kelas. Towako-san belum sempat melihat dengan jelas wajah si pelanggan, tetapi ia melihat badge kelasnya. Kebetulan sama denganku.

Kalau mempertimbangkan kekuatan Masquerade, hampir tidak mungkin aku bisa membedakan kopian dengan aslinya – lagipula itu adalah kopian yang sempurna. Meskipun demikian, aku masih mengawasi sekecil apapun tindak-tanduk yang aneh.

Dan setelah menyelidiki kelasku selama satu minggu, aku menarik kesimpulan sebagai berikut:

Kishitani sangat mencurigakan.



Catatan Penerjemah

  1. anime P-Man karya Fujiko F. Fujio(http://id.wikipedia.org/wiki/P-Man). MC-nya yang bisa berubah menjadi superhero P-Man memang memiliki sebuah robot yang bisa berubah menjadi persis seperti sosok orang yang menekan tombol di hidungnya.
  2. artinya ‘Topeng’


Mundur ke Kesunyian Kembali ke Halaman Utama Maju ke Mata Kematian