Seirei Tsukai no Blade Dance:Jilid4 Bab1

From Baka-Tsuki
Revision as of 14:15, 20 March 2013 by Victorrama (talk | contribs)
Jump to navigation Jump to search

Chapter 1: Persiapan Perjalanan

Part 1

*Chirp, Chirp ....*

Terdengar kicau burung dari «Hutan Roh» yang mengelilingi akademi.

“Mm...”

Membuka mata dan bangkit dari tempat tidurnya, wajahnya yang masih setengah tidur terpantul di jendela.

Rambut hitamnya acak–acakan setelah tidur. Matanya pun juga terlihat sayu.

Dibandingkan dengan penampilannya yang polos di dalam mimpi, kesannya telah berubah jauh.

Empat tahun yang lalu... ya?

Sudah lama sekali sejak ia terakhir kali mendapat mimpi tentang periode waktu itu.

Mungkin ini adalah yang pertama kalinya sejak ia datang ke akademi ini.

Sejujurnya, ini adalah kenangan yang tidak ingin diingatnya.

Kamito secara tidak sengaja melihat tangan kirinya, di mana sebuah segel roh terukir.

Segel dari roh kegelapan – tangan kiri yang menggenggam kemenangan di Festival Tarian Pedang tiga tahun lalu.

Sekarang aku mencoba untuk kembali ke arena itu sekali lagi.

Dengan Festival Tarian Pedang yang semakin dekat, ia mungkin merasa gugup tanpa menyadarinya.

Pasti itulah sebabnya ia memimpikan periode waktu itu.

Ketika ia akan turun dari tempat tidurnya—

“.....”

Kamito menyadari sesuatu

Tubuhnya terasa berat sekali.

Sesuatu yang lembut dan nyaman terletak di atas pinggangnya.

“.....?!”

Terkejut , Kamito membuka selimutnya dengan penuh semangat.

Dan kemudian.

“Fuah... Selamat pagi, Kamito.”

“E-Est?!”

Terdengar suara yang merdu, seperti suara lonceng.

Yang menduduki pinggang Kamito—adalah seorang gadis cantik berambut perak.

Ia mempunyai mata yang berwarna violet dan terkesan misterius. Kulitnya berwarna putih seperti susu yang baru diperah.

Sosok ini, yang sedang mengusap matanya yang terlihat ngantuk, terlihat seindah peri salju.

Sang roh pedang Est. Ia adalah roh yang dikontrak oleh Kamito, dan juga disebut «Pembasmi Iblis».

Tampaknya, ia menyelinap ke tempat tidur Kamito tanpa Kamito mengetahuinya.

Terlebih lagi, pakaiannya—

“Ada apa, Kamito?”

Masih menduduki pinggan Kamito, Est memandangnya tanpa ekspresi.

“H-hei, pakaianmu...”

Est telanjang bulat—Tidak, ia tidak.

Dia memakai pakaian.

Namun—

“Kamito?”

Est memiringkan kepalanya. Kamito mengalihkan pandangannya dengan gugup.

Est mengenakan seragam Kamito untuk menutupi tubuhnya yang telanjang.

Est mungkin tidak mengenakan pakaian dalam. Pakaiannya adalah apa yang disebut dengan kemeja-terbuka (hanya mengenakan kemeja tanpa pakaian lain).

Dari bagian dada yang terbuka, kulitnya yang putih dan sedikit terlihat sungguh menggoda.

Bagian pergelangan tangan dari pakaiannya besar dan terlihat longgar, tapi ini malah memberikan Kamito hasrat dan pikiran yang tidak perlu.

“Apa-- ? Est, mengapa kamu memakai seragamku?”

“Kamito memberitahuku bahwa aku tidak boleh tidur telanjang denganmu.”

Est menjawab dengan tanpa ekspresi.

Kamito langsung terkaget ketika Est menggenggam erat bagian dada dari pakaiannya sendiri.

“Yah, aku memang mengatakannya padamu.”

Berada pada batas kesabarannya, Kamito mengerang.

“Tapi tolong, setidaknya pakailah celana dalam.”

“...celana...dalam?”

“Kenapa kamu membuat wajah kebingungan seperti itu ?!”

Mungkin para roh mempunyai kebiasaan untuk memakai kaus kaki panjang, tapi tidak terbiasa memakai celana dalam.

...tidak, Restia memakai celana dalam dengan benar.

Tepat ketika ia sedang memikirkan hal tersebut—

“Hm?”

Tiba-tiba, Kamito merasa ada yang aneh dengan penampilan Est.

Tidak hanya ia memakai kemeja-terbuka—Tampaknya ada sesuatu yang sangat berbeda pada Est pagi ini.

Kamito memeriksa seluruh tubuh Est dengan seksama.

Est yang biasanya tanpa ekspresi kini tersipu malu, menggeliat di atas pinggangnya dan mengusap kedua lututnya.

Pada saat itu, akhirnya Kamito nenyadarinya.

Dari ujung bawah kemejanya, paha Est yang putih sedikit terlihat.

Begitu pula pergelangan kakinya yang langsing dan mulus bagaikan pahatan dari marmer.

Apa yang Est pakai—bukanlah kaus kaki sepanjang lutut yang biasanya .

Ia memakai kaus kaki pendek, yang hanya menjangkau pergelangan kakinya.

“Est, ada apa gerangan dengan kaus kaki itu?”

“Yah, aku pikir Kamito akan menyukai kaus kaki seperti ini.”

Dengan wajahnya yang merah, Est menarik ke bawah ujung kemejanya.

Ini adalah pertama kalinya ia melihat Est dengan ekspresi seperti ini.

Tampaknya bagi Est, memperlihatkan kakinya tanpa ditutupi apapun sangatlah memalukan.

“Kamito, apakah kamu terangsang oleh kaus kaki pendekku ini?”

“Gak, aku tidak punya fetish yang gila seperti itu, kau tahu?”

“....aku mengerti. Berarti ini masih belum cukup untuk memuaskanmu.”

Est merendahkan bahunya, tampaknya ia kecewa.

“Tapi, masih cukup mustahil bagiku untuk memperlihatkanmu kakiku yang telanjang.”

“ Aku sudah bilang, aku tidak punya kelainan seperti itu.”

Kamito mengerang dan menggelengkan kepalanya. Ia tidak bisa memahami rasa malu dari roh ini.

Biarpun demikian--.

Sesungguhnya hatinya berdebar-debar melihat Est yang tersipu dan terlihat malu tidak seperti biasanya.

Si roh pedang ini selalu tenang dan tanpa ekspresi.

Inilah alasan utama mengapa ia ingin melihat lebih banyak lagi ekspresi malu dari Est.

Aku penasaran, apakah yang akan terjadi jika aku menyentuhnya?

Tiba-tiba, pikiran Kamito tergoda untuk melakukannya.

Semua ini karena Est, bukan gadis lainnya, merasa malu sampai sejauh ini.

Apa yang akan terjadi jika ia menyentuh kakinya yang telanjang?—Ia ingin mencoba melihatnya.

“............”

Kamito tanpa suara mengulurkan tangannya—

* kuci *

Ia menggelitik kaki Est yang mungil.

“...Hyan!”

Suara yang imut keluar dari mulutnya.

Tubuh Est membungkuk tiba-tiba.

“...Kamito, apa yang kau lakukan?!”

“Hm? Aku sedang memijatmu.”

* kuci kuci *

“Hya...a-an.”

Menekuk tubuhnya, Est terlihat menderita, tampaknya kegelian.

Reaksi seperti itu terlihat sangat imut yang mengakibatkan Kamito—

* kuci * . * kuci kuci kuci * .

“...A-n, tolong... hentikan...”

“Tidak. Ini adalah hukumanmu.”

“...hukuman?”

“Karena Est adalah gadis nakal yang menyelinap ke kasurku seenaknya.”

* kuci kuci *

“Ann....Kami...to....Ampuni...Aku...”

Air mata keluar dari mata Est yang jernih ketika ia memohon sambil terengah-engah.


... sebagaimana yang diharapkan, sekarang ia terlihat sedikit menyedihkan.

“Apakah kamu sudah menginstropeksi diri atas tindakanmu?”

“Y..ya...”

Kamito berhenti menggelitikinya, dan Est jatuh tertelungkup kelelahan.

Kamito dengan lembut memeluk punggung Est yang menempel kepadanya.

“...Kamito sangat kejam.”

Est mencemberutkan bibirnya tidak seperti biasanya.

“Maafkan kesalahanku. Est terlihat sangat imut....Jadi aku melakukannya tanpa sadar.”

Ia dengan lembut membelai rambut Est yang berwarna perak sambil tersenyum pahit.

Tepat pada saat itu.

Suhu ruangan tersebut melonjak dalam sekejap.

“....?!”

*gogogogogogo.....!*

Dari belakangnya, terpancar nafsu membunuh yang mengerikan....Tidak, hawa panaslah yang terasa.

Ketika ia berbalik ke arah perasaan yang tidak enak ini—

“K-k-k-kalian.....A-a-a-a-Apa yang kalian lakukan?”

Dengan rambut merahnya yang dikuncir dan berdiri pada ujungnya, seorang gadis cantik muncul dengan badan yang gemetaran.

Matanya yang berwarna merah sungguh mencolok. Warna bibirnya seperti bunga ceri yang mekar dengan indahnya. Dadanya sama seperti dengan yang terlihat pada anak-anak, tapi proporsi tubuhnya yang seimbang sangat mempesona.

Claire Rouge.

Jika ditilik dari penampilannya saja, ia sangatlah imut, gadis yang sangat cantik tanpa dilebih-lebihkan.

Namun, pada saat ini, ia lebih menakutkan dari roh buas apapun.

“A-aku telah salah menilaimu. A-aku tidak tahu kamu semesum ini...!”

“K-kamu salah paham Claire. Ini, ya..., begini...”

Kamito berusaha untuk memberikan alasan sesegara mungkin, tapi—

Pada saat ini, ini benar-benar bukan kesalahpahaman. Tidak ada jalan untuk membuat alasan.

“Kamito-kun, kurasa aksi menggelitik-kaki yang kau lakukan memang telihat terlalu maniak.”

Muncul dari belakang Claire, Fianna tanpa suara memandang ke bawah, terlihat sedih.

Tampaknya ia melihat semuanya....Kamito merasa lebih baik mati.

“Kamito, kamu ingin kupanggang sampai sematang apa?”

Claire tersenyum manis sambil memegang Sebuah cambuk apiLidah Api.

Senyum dari malaikat yang akan membuat seseorang terkagum.

“Setengah matang...atau sejenisnya.”

“Sayang sekali. Aku hanya tahu bagaimana cara memanggang sampai menjadi abu.”

Claire mengangkat cambuk apinya ke atas.

“-- -- jadilah abu!”

Kamito terpental keluar melalui jendela.