Ero Manga Sensei (Bahasa Indonesia):Jilid 1 Bab 1

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Ero Manga Sensei (Indonesia): Jilid 1 Bab 1 (10%)

Menilik kembali saat adik perempuanku pulang ke rumah.

Saat itu bulan Maret. Cuacanya bagus dan hangat. Namun, pada hari itu bersalju.

Dia bersembunyi di belakang punggung Ibuku, kepalanya menunduk dan diam-diam melirikku.

Mulai hari ini, dia adalah adik perempuanmu.

Aku menerima permintaan Ibuku, aku tersenyum dan mengatakan ‘Tentu’

Ibu mendorongnya maju kedepan. Dengan agak malu dia maju beberapa langkah, menunduk, dan berbisik.

“Senang bertemu denganmu, Onii-san”

Setelah itu, aku jarang bertemu dengannya.


Bab 1

Ero Manga Sensei v01 009.jpg

Suatu hari di bulan April, aku sedang membuat makan malam di dapur. Tiba-tiba terdengar *Bang*! Plafon rumah tergoyang sedikit.

“Tunggu sebentar”

*Bang bang bang bang*

“Iya iya! Ini sudah siap kok!”

Aku memegang panci panas dengan satu tangan, dan satunya memecah telur lalu kumasukkan ke atas panci.

*Zzzzzhhtttttt* Aku mengambil telur lain dan mendesah,

--- Sungguh merepotkan.

Untuk mengerti apa yang terjadi di sini, kalian harus tahu tentang kami.

Namaku Izumi Masamune. Lima belas tahun. Kelas satu SMA.

Adik perempuanku bernama Izumi Sagiri. Dua belas tahun.

Saat ini, entah kenapa, aku hidup hanya berdua dengan adik perempuanku.

Dia merupakan satu-satunya keluarga yang aku miliki sekarang. Dia jarang meninggalkan kamarnya --- dalam kata lain, hikikomori [1]. Tentu saja dia pun tidak pergi ke sekolah.

Bukan hanya itu, bahkan dia tidak membukakan pintu untukku – kakaknya sendiri, sebagai orang tua yang menjaganya.

Aku pikir hikikomori sudah tidak ada lagi.

Dia orang yang sangat suka kebersihan, tapi jika aku tidak pergi keluar rumah, mungkin dia tidak akan mandi.

Percakapanku dengan adikku hanyalah kejadian itu – suara berisik dari atas plafon.

Yap, benar-benar merepotkan.

Meskipun demikian, aku juga punya permasalahan sendiri. Tapi, sejujurnya mungkin hal itulah yang membuatku bermasalah.

“Bagus, sudah selesai”

Telur goreng dobel di kedua sisi dengan tomat dan daun selada – sepiring salad. Bumbu penyedap yang aku gunakan hanyalah sedikit garam karena aku tidak yakin dengan cita rasa adikku.

“Makan malam seperti biasa”

Setelah satu tahun, aku selalu membuat makanan ini. Aku meletakkan semuanya di atas piring dan kubawa menuju kamar adikku. Melewati lantai pertama yang kosong, lalu menaiki tangga.

Tiap langkah, lantai yang kuinjak mencicit. Ini merupakan bel makan malam untuk adik perempuanku.

Hidup hanya berdua, rumah ini terlalu besar untuk dua orang.

Di pintu kamar adik perempuanku – si hikikomori – ada cap tulisan dengan bentuk menyerupai hati bertuliskan “Sagiri”.

Dengan lembut aku mengetuk pintu.

“Sagiri, ini makan malamnya.”

Aku menunggu.

Satu menit yang sunyi ~ lalu aku menaruh piring di depan pintu.

“Makanannya kutaruh di sini, selamat makan.”

Sudah tak terhitung ketika aku menggaruk pelipisku dan mendesah. Lalu aku mengambil selembar kertas dan bolpoin dan mulai menulis.

Aku menulis pesan di kertas dan kutaruh di samping piring – hari ini juga begitu, aku melakukan hal tersebut untuk berkomunikasi dengan adik perempuanku.

--- Keluarlah, aku ingin melihatmu.

Itulah satu-satunya keinginanku.

Satu tahun yang lalu, aku bertengkar. Tentu saja itu hanya perumpamaan.Tapi, jika kalian bertanya terhadap apa aku bertengkar, yah...

Terhadap adik perempuanku yang menolak untuk keluar dari kamarnya. Terhadap pengasuh kami yang baru saja datang. Saat masih murid SMA – seperti itulah pertengkarannya.

Kami bukanlah kakak adik yang terjalin oleh hubunga darah. Kami hanya anak yang mengikuti orang tua kami saat mereka menikah lagi. Lalu mereka meninggalkan kami untuk berbulan madu.

Tidak peduli bagaimana aku melihatnya, mereka bertingkah seperti pasangan siswa SMA yang sedang dimabuk cinta. Bagian selanjutnya aku agak lupa, jadi kita lewati saja. Singkatnya, saat ini, kami kakak beradik yang hanya tinggal disini.

Setelah itu... adik perempuanku satu-satunya bersembunyi di dalam kamarnya... dan tidak pernah mencoba berkomunikasi dengan orang lain lagi.

“Apa yang kau lakukan?”

Aku berbisik, tidak yakin apakah aku bertanya pada diriku sendiri atau pada adik perempuanku. Mungkin dua-duanya.

Seusai makan malam, aku kembali ke kamarku di lantai pertama dan duduk di depan meja.

“Hmm, saatnya bekerja.”

Aku memulai membuka laptop berukuran B5. [2]

Sekarang aku bekerja sebagai novelis profesional. Bahasa gaulnya, kalian bisa memanggilku penulis light novel. Sewaktu tahun pertamaku di SMP, aku mendapatkan hadiah di perlombaan menulis light novel. Sejak saat itu, selama tiga tahun, aku bekerja dan pergi ke sekolah di waktu yang sama.

Hal itu termasuk jarang bagi penulis yang masih duduk di bangku SMP, jadi tidak orang yang lebih muda dariku di bidang ini.

Karena aku mendapatkan hadiah dari usaha pertamaku, ada banyak permasalahan dan penderitaan yang dialami penulis lain yang tidak aku mengerti. Saat itu, aku berpikir ‘Aku orang genius’ dan agak sedikit sombong. Meski begitu, kepercayaandiriku yang dusta segera hancur.

Sekarang, yang hanya aku pikirkan adalah ‘Hanya keberuntunganku’.

Bolpoinku bernama Izumu Masamune. Seperti nama asliku.

Aku merahasiakannya dari keluargaku dan teman kerja yang membantuku. Demikian pula dengan teman sekelasku, bahkan mereka tidak tahu ada seorang pengarang di SMA sepertiku.


---Hingga...

“Apa yang akan terjadi jika aku terekspos?”

Aku bergumam dengan rasa risau.

Ini karena kemarin, untuk pertama kalinya aku mengikuti ambil bagian suatu event. Event autograf [3] pertama setelah tiga tahun aku berdebut.

Aku akan merasa sangat malu jika teman sekelasku mengetahuinya, jadi aku selalu menolak event seperti itu. Tapi, kemarin merupakan kasus yang istimewa.

Bulan kemarin, aku menulis novel tentang pertarungan dengan kekuatan spesial. Setelah itu, akhirnya aku menetapkannya sebagai waktu bagi ‘Izumi Masamune’ untuk muncul di hadapan publik.

Itulah sebabnya, kemarin, aku pergi ke sebuah tempat di Ikebukuro, Sunshine.

Disana menyenangkan.

Meski awalnya aku takut akan pengagumku, segera aku menyesuaikan diri. Bagaimanapun juga, hal ini merupakan kesempatan jarang untuk melihat bagaimana karyaku diterima oleh masyarakat.

Menyenangkan! Aku sangat bahagia! Benar-benar bahagia! Aku sangat menyukai karakter ini – seperti itu.

Bisa mendengar langsung penggemarku begitu memberikanku dorongan percaya diri dan keberanian yang sangat besar. Itu seperti seluruh jendela baru terbuka di depan mataku. Aku sangat bersukur kepada editorku yang berkata padaku untuk melakukan ini.

Sejauh ini, semuanya berlangsung baik-baik saja.

Tapi tetap saja, setelah acara autograf selesai, aku memerhatikan satu hal.

Setelah penggemar Izumi Masamune bertemu dengannya, niscaya mereka akan membicarakannya di internet.

Meski ini hanyalah event penanda tanganan dan dilarang mengambil gambar, fakta aku masih murid SMA akan terbongkar sewaktu aku bicara dengan mereka. Karena nama bolpoinku juga sama dengan nama asliku, ada resiko kalau ada seseorang menemukan kalau aku Izumi Masamune, seorang murid SMA.

Gawat. Benar-benar gawat.

Jika seseorang di sekolah memanggilku ‘Izumi-sensei’ atau lainnya, mungkin aku akan mati dengan keadaan malu.

Itulah sebabnya ----

Aku tidak mencoba mencari namaku sendiri di internet.

“...Ha...fiuh... tenang.....”

Aku mengelap keringat di keningku.

Aku mengingatnya sewaktu debut pertamaku, aku pernah membuat kesalahan sekali. Setelah itu, benar-benar trauma yang buruk sehingga aku berjanji tidak akan pernah mencari nama bolpoinku atau novelku.

Dulu, jiwa psikologisku terserang sangat hebat, bahkan sampai sekarang, aku masih bermasalah ketika memikirkannya. Jadi aku sangat terkesan oleh pengarang itu yang bisa dengan santai membaca semua ulasan tentang karya-karya mereka.

Berganti topik yang lain. Dibawah pengetahuan yang tangguh tentang betapa berbahayanya tindakanku, kemarin aku mulai mencari-cari tentang event autograf.

“Hm...”

Lalu aku browsing <ada plihan kata selain browsing?> berbagai macam blog dan membaca komentar mereka.

“Tadi menyenangkan bisa berbicara dengan Izumi-sensei”

--- Tidak tidak, justru bisa melihat pembacaku mempunyai waktu yang baik, akulah yang merasa senang. Hm, disini bilang “Izumi-sensei sangat muda, ya, seperti yang ledenda bilang”

--- Hm? Legenda apa?


---- Fiuh... Semuanya berjalan baik...untuk sekarang.

Aku menepuk perlahan dadaku dan mulai membaca tentang kesan dari event ini.

Sejauh ini, tidak ada yang terlihat tidak normal...

Hanya saja, saat aku memikirkannya, ada sesuatu yang menangkap penglihatanku.

“Ugh.”

“Tanda tangan Izumi-sensei sangat sulit dibaca.”

“Ughhhhhhhhh”

Aku menjerit.

“Ahhh... ahhh....”

“Tulisan tangan Sensei juga sangat jelek~~”

“Wow...”

“Betul, benar-benar jelek.”

“Sangat jelek.”

“Dimana sih dia mendapatkan pelajaran sekolah dasar?”

“Ughhhhhhhhhhhhh.”

Ada batasnya tentang berapa banyak kata-kata pedas yang kalian berikan padaku. Ini merupakan hal paling buruk yang pernah aku lihat.

*Tap tap tap*

“Blog sialan! Bukannya aku memilih tanda tangan itu! Dari awal aku memang tidak pernah berlatih tanda tangan! Bagaimana aku bisa tahu apa yang harus aku lakukan ketika kalian tiba-tiba menyodorkan selembar kertas padaku yang berisi restumu? Aku penulis, bukan artis, bodoh!”

Aku mengetik dengan marah menggunakan keyboardku.

Lalu---

--- *Bang*

Adik perempuanku menghentak-hentak atap, memberikan tanda protes “Berisik!”



Catatan Penerjemah

  1. Hikikomori (ひきこもり atau 引き籠もり merupakan sebutan yang berasal dari Jepang untuk seseorang yang menarik diri dari masyarakat dan dunia nyata. Bisa dideskripsikan sebagai seorang penyendiri.
  2. Ukuran kertas. | Cek disini
  3. Bisa diartikan penanda tanganan kontrak.
Mundur ke Ilustrasi Novel Kembali ke Halaman Utama Lanjut ke Bab 2