Oregairu (Indonesia):Jilid 4 Bab 8

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Bab 8: Dan kemudian Mobil yang Yukinoshita Yukino Naiki Melaju Pergi[edit]

8-1[edit]

Suasana di dalam mobil hening pada perjalanan pulang.

Kursi belakang benar-benar kacau balau. Bahkan belum tiga puluh menit berlalu dan kami sudah jatuh pada kondisi umum dalam perjalanan mobil – artinya, semua orang sudah mulai tertidur. Aku duduk di kursi kenek, dan sama seperti yang lain, pikiranku sudah melayang-layang dan aku mulai mengantuk. Namun, aku merasa tidak enak dengan Hiratsuka-sensei kalau aku tertidur di sampingnya, jadi aku berusaha sebisaku untuk tetap terjaga.

Jalan raya kosong. Kami murid yang sedang liburan, jadi kami tidak bisa merasakannya dengan baik, tapi bagi sisa dunia ini hari ini adalah hari kerja. Masih belum waktunya Festival Obon, jadi tidak ada yang menghalangi jalan menuju Chiba.

Aku mungkin harus menahannya selama dua atau tiga jam sampai kami tiba.

“Aku berencana menurunkan kalian semua di sekolah, oke? Mengantar kalian satu per satu ke rumah agak merepotkan, kurasa.”

Aku bertanya-tanya apa Hiratsuka-sensei sudah menentukan dengan persis jalur pulang kami. Begitulah yang kudengar. “Anda tidak perlu melakukan itu,” jawabku, sambil mengangguk.

Hiratsuka‐sensei pasti juga lelah, jadi aku merasa dia lebih baik menurunkan kami secepat mungkin.

Selagi Hiratsuka-sensei melihat lurus ke depan, dia berbicara dengan lembut. “Kamu… melakukan sesuatu yang sangat berbahaya kali ini. Kalau kamu salah langkah sedikit saja, ini mungkin akan menjadi masalah besar.”

Aku tidak ingat mendiskusikan masalah ini dengannya, tapi kelihatannya dia mendengarnya entah dari mana. Dia sedang menyinggung masalah mengenai Tsurumi Rumi.

Aku menghela. “Maaf.”

“Aku tidak menyalahkanmu untuk itu atau apa. Kamu mungkin melakukan apa yang harus kamu lakukan. Malahan, kurasa kamu melakukannya dengan baik mengingat keterbatasan waktumu.”

“Namun aku memakai cara yang paling buruk.”

“Ya, kamu memakainya. Kamu parah sekali.”

“Kenapa anda mengkritik kepribadianku…? Kita sedang membicarakan caraku.”

“Kamu pastilah parah sekali untuk terpikirkan cara tersebut saat itu. Namun mungkin karena kamu yang terparah dari yang terparah, sehingga kamu bisa dekat dengan orang yang terpuruk. Itu sifat yang cukup bernilai untuk dimiliki.”

“Sungguh cara yang tidak mengenakkan untuk memuji orang…”

Aku luar biasa letih.

Tapi Hiratsuka-sensei, kebalikannya, menyenandungkan sesuatu dengan riang. “Baaaaaaaiklah, sekarang aku heran jatuh pada siapa poinnya kali ini.”

“Sudah pasti kemenangan besar bagi Hachiman.”

Toh, aku yang merencanakan konsepnya dan memproduksi hasilnya kali ini. Er, yah, kalau berbicara soal hasilnya dan apakah kami benar-benar menghasilkan sesuatu yang bagus, memang itu sebuah masalah yang teramat sensitif, tapi itu masuk akal kalau kamu mempertimbangkan niat dan sikapku.

Hiratsuka‐sensei mendengus. “Tapi kalau Yukinoshita tidak mendengarkanmu dan membuat keputusan, kamu mungkin tidak akan melakukan apapun. Ditambah lagi, kalau Yuigahama tidak membujukmu dari awal, kamu tidak akan menemukan alasan untuk melakukan apapun.”

“Sial, jadi kami semua juara satu…”

Dan begitu nyaris juga. Atau begitulah yang kupikir, ketika dia menampilkanku seringaian yang lebar.

“Sejak kapan kamu merasa juara satu?”

“Jangan ini lagi…”

“Kamu mungkin begitu menjengkelkan sejak hari pertama. Karena itu aku akan mengurangi nilaimu. Yukinoshita dan Yuigahama masing-masing mendapat satu poin dan kamu mendapat nol.”

“Entah kenapa, aku sudah menduganya…”

“Bagaimanapun, kamu melakukannya dengan baik kali ini.”

Mendadak sebuah tangan meraihku dari kursi pengemudi. Mengendalikan setirnya dengan satu tangan, Hiratsuka-sensei menepuk kepalaku dan membelainya.

“Itu memalukan untuk diperlakukan seperti anak kecil, jadi tolong hentikan,” kataku.

“Aww, jangan malu-malu.” Hiratsuka‐sensei bersikeras membelai kepalaku, seakan dia mendapati bahwa mengerjaiku merupakan olahraga yang menyenangkan.

“Ah, aku bukan membicarakan soal aku. Maksudku itu memalukan bagi Sensei. Yang benar saja, setua apa anda untuk memperlakukan seorang murid SMA seperti an‐”

“Hikigaya. Kamu sebaiknya tidur.” Tangannya terbang ke leherku seperti sebilah pedang.

“Aaah.”

Dan dengan begitu, aku mendapati diriku menghadap terowongan yang gelap tanpa sadarkan diri.

8-2[edit]

Seseorang menggoyang tubuhku dengan kasar.

“Hikigaya. Kita sudah sampai, bangun.”

“Mm…”

Ketika aku membuka mataku, sebuah pemandangan yang kukenal terbentang di depanku. Itu adalah sekolah yang kumasuki setiap hari.

Waktunya menunjukkan sedikit lewat siang.

Aku pastilah benar-benar letih, karena aku tertidur seperti bayi. Siapa tahu berapa lama aku tertidur? Ketika aku bangun aku merasa benar-benar segar.

“Maaf, kelihatannya aku jadi ketiduran.”

“Hm?” Lalu dia berkata, “Oh, ya. Tidak usah kuatir. Kamu mungkin letih. Baiklah, sekarang waktunya keluar.”

Dibujuk oleh Hiratsuka-sensei yang tidak biasanya lembut, aku keluar. Teriknya panas di pertengahan musim panas menyelimuti kulitku. Cuaca semacam ini tidak begitu jarang kalau kamu tinggal di dekat laut. Baru dua atau tiga hari berlalu dan namun aku merasa teramat kangen.

Di pinggir jalan, masing-masing kami semua merenggangkan diri dan menguap. Kami mengambil tas dari minivan dan dengan mengantuk bersiap-siap untuk pulang. Panas yang membumbung dari aspal sama sekali tidak membantu menghilangkan kantuk kami.

Setelah semua orang memeriksa untuk memastikan tidak ada yang tertinggal, kami membentuk sebuah barisan. Hiratsuka-sensei menatap ke arah kami dengan puas.

“Kalian semua melakukannya dengan baik. Perkemahan ini berlangsung sampai kalian sampai ke rumah. Hati-hati sewaktu pulang. Baik, semua bubar.”

Entah kenapa dia memasang tampang bangga di wajahnya. Aku tebak dia pasti sudah mempersiapkan semua kalimat ini bahkan sebelum kami berangkat…

Merapikan tas yang tersandang pada bahunya, Komachi mendongak ke arahku. “Onii‐chan, bagaimana kita pulang?”

“Kurasa kita akan naik bus jalur Tokyo-Chiba. Ayo kita berbelanja sewaktu pulang.”

“Siap, pak!” jawabnya dengan riang dengan salam hormat. “Kalau kita menaiki bus jalur Tokyo‐Chiba, bukankah Yukino-san juga ikut pulang bersama kita?”

“Benar… kalau begitu aku akan menemani kalian sampai setengah jalan.” angguk Yukinoshita dengan kuat.

Yuigahama dan Totsuka bertukar pandangan. “Oh, baik. Sampai jumpa lagi,” kata mereka berdua sebagai ucapan perpisahan sambil melangkah selangkah untuk pulang.

Sekitar saat itulah hal tersebut terjadi.

Dengan deruman yang bernada rendah dan pelan seakan sedang melaju diam-diam dengan laju yang disengaja, sisi sebuah mobil hitam sewaan muncul di hadapan kami.

Seorang pria paruh-baya duduk di kursi pengemudi di sisi kiri. Aku melihatnya dari atas dan ke bawah dari topi seragamnya sampai rambut abu keperakannya. Jendela kursi belakang gelap, sehingga aku tidak bisa melirik ke dalam dari luar.

“Kelihatannya mobil orang kaya…” ujarku.

Terdapat benda mirip-ikan terbang keemasan yang berkilau pada ujung kap mobil. Kap mobil tersebut dipoles dengan sempurna. Entah kenapa, aku merasa aku pernah melihatnya sebelumnya…

Saat aku melihat dengan cermat pada mobil tersebut, supir yang rapi tersebut keluar dari mobil, membungkuk pada kami dengan sopan dan membuka pintu belakang dengan gerakan yang telah terlatih.

Dari sana keluar seorang nona yang memberikan semacam kesan yang nyaman seperti cuaca musim gugur yang sejuk, meskipun sekarang pertengahan musim panas.

“Haiiii, Yukino‐chan!”

Yukinoshita Haruno, dibalut dalam gaun putih cerah, melangkah keluar dari dalam mobil dengan anggun.

“Nee‐san…”

“Huh, apa itu… kakak Yukinon?” Yuigahama mengedip dengan kuat dan melihat bolak balik dari Yukinoshita ke Haruno-san.

“Whoa, mereka begitu mirip…” tutur Komachi. Totsuka mengangguk kuat padanya. Mereka berdua mirip meskipun bertolak belakang, persis seperti Nega dan Posi[1].

“Yukino‐chan, kamu bilang kamu akan pulang ke rumah saat liburan musim panas tapi kamu sama sekali tidak pernah pulang. Kakakmu begitu kuatir dan datang untuk menjemputmu!”

“Bagaimana dia bisa tahu kita ada di sini…?” tanyaku. “Mengerikan sekali.”

“Aku rasa dia membuntutiku dengan GPS di ponselnya. Dia selalu melakukan sesuatu dengan cara paling buruk yang tersedia.”

Selagi aku sedang berbicara pelan dengan Yukinoshita, Haruno-san menyela. “Ah, Hikigaya‐kun! Wow, jadi kalian benar-benar pergi bersama. Hmm? Kencan, bukan? Pasti kencan! Aku ceeemburu sekali! Oh masa muda!”

“Jangan ini lagi… bukankah kubilang padamu kamu keliru?”

Dia menyikuku terus menerus – dia orang yang paling menjengkelkan, sumpah. Sama sekali tidak menghalanginya, wajah cemberutku membuat sikuannya bertambah sampai seluruh tubuh kami melekat. Dia begitu menjengkelkan dan lembut dan baunya manis dan jujur saja, dia teramat merangsa-menjengkelkan.

“Pe-permisiǃ Kamu membuat Hikki tidak nyaman!” Yuigahama menarik lenganku, melepaskanku dari Haruno‐san.

Seakan atas aba-aba, Haruno-san berhenti di tempat. Haruno-san menatap keras Yuigahama dengan bingung. Tapi tidak luput dari pandanganku ketajaman tatapannya selama sekilas.

Dengan senyuman kalem pada bibirnya, Haruno-san berpaling pada. “Er, uh… karakter baru, huh? Apa kamu… pacar Hikigaya‐kun?”

“Sa-sama sekali bukan! Kami tidak seperti itu!”

“Yaa, aku lega. Aku sedang memikirkan apa yang mesti kulakukan kalau kamu menghalangi Yukino-chan. Aku Yukinoshita Haruno, kakak Yukino-chan.”

“Ah, senang berkenalan denganmu… Aku teman Yukinon Yuigahama Yui.”

“Teman, huh…” Terbalik dengan ekspresi menyeringainya, hanya suaranya yang terdengar tidak nyamannya dingin. “Oh ya, bahkan Yukino-chan punya teman. Bagus sekali, sungguh melegakan.”

Kata-katanya dan nadanya mungkin baik, tapi ada sesuatu yang menusuk dari suasananya.

“Oh, tapi kamu tidak boleh menyentuh Hikigaya‐kun. Dia itu punya Yukino‐chan.”

“Salah,” ujar Yukinoshita dan aku hampir dengan serempak.

“Lihat maksudkuǃ Mereka serempak.” Haruno‐san tergelak geli.

Apa mengerjai kami adalah caranya untuk bersenang-senang, atau bahkan itu juga sebuah sandiwara yang dimainkannya untuk kami?

“Haruno, sudah cukup,” panggil seseorang.

Senyuman Haruno‐san membeku. “Lama tak berjumpa, Shizuka‐chan.”

“Berhenti memanggilku dengan nama itu.” Hiratsuka‐sensei berpaling sambil mendengus seakan dia merasa malu.

Terkejut bahwa mereka berdua saling kenal, aku melemparkan pertanyaan pada Hiratsuka-sensei. “Sensei, kamu kenal dia?”

“Aku mengajarinya dulu.”

“Apa itu artinya‐?” Aku baru saja akan langsung menanyakan arti sebenarnya dari jawaban Hiratsuka-sensei, hanya untuk dipotong oleh Haruno-san.

“Yah, kita bisa mengenang lain waktu, benar, Shizuka‐chan? Baiklah kalau begitu, Yukino‐ chan. Waktunya kita pergi, huh?”

Begitulah yang Haruno-san katakan, tapi Yukinoshita tidak terlihat akan bergerak. Dia kurang lebih mengabaikannya sepenuhnya.

“Ayo, ibu sudah menunggu.”

Yukinoshita, yang sikap melawannya telah tak bergeming sampai sekarang, terlihat tersentak mendengarnya.

Dia terlihat sedikit ragu. Tapi kemudian dia menghela pasrah dan berpaling pada Komachi dan aku.

“Komachi‐san, aku harus mengecewakanmu meskipun kamu sudah bersusah payah mengundangku. Aku tidak dapat pergi bersama denganmu.”

“Apa? Oh, oke… yah, kalau kamu ada urusan keluarga…” jawab Komachi dengan ragu, tercengang betapa jauhnya Yukinoshita terlihat lewat pilihan kata-kata formalnya.

Yukinoshita tersenyum tipis.

“…sampai jumpa,” tuturnya dengan pelan, suaranya memudar.

Didorong oleh Haruno‐san, Yukinoshita menghilang ke dalam mobil.

“Sampai jumpa, Hikigaya‐kun. Bye bye!” Haruno‐san melambai dengan kuat sebelum masuk ke dalam mobil. “Pergi ke pusat kota,” katanya pada sang supir.

Supir itu kemudian membungkuk dengan mulus dan dengan pelan menutup pintunya. Dia masuk ke dalam kursi pengemudi, bersikap acuh tak acuh pada kami. Entah kenapa, aku mendapat kesan bahwa bungkukannya tadi bukan diarahkan pada kami tapi pada Yukinoshita.

Tidak ada cara untuk melihat ke dalam jendela yang gelap itu. Dan namun aku yakin Yukinoshita sedang duduk dengan tegap, hanya matanya yang melihat ke tempat lain.

Mesinnya dinyalakan dengan pelan dan mobil sewaan itu melaju pergi dengan mulus. Mobil itu terus melaju lurus sebelum menghilang di persimpangan.

Dengan linglung, kami melihat mobil itu melaju pergi. Yuigahama menarik lengan bajuku.

“Hei… kamu tahu mobil itu…”

“Yah, mobil sewaan semuanya terlihat serupa. Aku hanya memikirkan soal rasa sakitku saat itu, jadi aku tidak ingat semua detail-detail kecilnya.”

Aku mengatakan sesuatu yang benar-benar tidak kumaksudkan.

Sejujurnya, aku menyadarinya pada saat aku melihat mobil sewaan itu.

Pada liburan musim panas itu, Yukinoshita Yukino dan aku tidak berjumpa lagi.

Mundur ke Bab 7 Kembali ke Halaman Utama Lanjut ke Catatan Penulis

Catatan Tranlasi[edit]

<references>

  1. Nega dan Posi adalah dua hewan familiar dalam anime Creamy Mami, The Magic Angel. Nama Nega dan Posi adalah singkatan untuk ‘negatif’ dan ‘positif’.