Oregairu (Indonesia):Jilid 6 Bab 0

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Bab 0: Seperti yang Diduga, Drama Musikal Ebina Hina itu Busuk.[edit]

…Baguuuuuuuuus sekali kisahnya. [1]

Yang benar saja.

Aku meletakkan proposal naskah pertunjukkan yang sedang kubaca ke atas mejaku.

Proposal itu sangat padat dan dialiri oleh sejenis aura janggal yang mengerikan. Kalau Necronomicon[2] itu benar-benar ada, pasti beginilah rasanya…

Tertulis pada judulnya adalah “Drama Musikal – Pangeran Kecil”. Itu adalah nama mengagetkan yang terdengar seperti pencetus suatu pertandingan tenis[3].

Musim sekarang adalah musim gugur. Pada musim gugur, ada Festival Budaya. Dan Festival Budaya, dimana semua orang saling berpegangan tangan sebagai lambang kesatuan, adalah musim yang agak membosankan bagi mereka yang mematuhi isolasi.

Aku tidak cukup akrab ataupun suka dengan kelasku sampai aku akan memanggilnya kelasku, tapi kelas tempatku berada, 2-F, mulai dari hari ini memulai persiapan mereka dengan sungguh-sungguh.

Setelah beberapa kesulitan, kelas 2-F memutuskan untuk memainkan sebuah drama. Itu adalah keputusan yang muncul dari mayoritas, jadi aku tidak berhak untuk mengatakan apapun. Dimanapun dan kapanpun, aku selalu termasuk ke dalam golongan minoritas.

Satu per satu gagasan mengenai drama apa yang akan dimainkan, hasilnya adalah suatu karya yang terpilih.

Dan karya itu dinamakan “Pangeran Kecil”[4].

“Pangeran Kecil” adalah sebuah novella yang ditulis oleh Saint-Exupery. Kurasa ada banyak orang yang mengetahuinya dari namanya saja meskipun mereka tidak pernah membacanya. Seringkali orang salah sangka “Pangeran Kari”[5] itu ada kaitannya, tapi sebenarnya itu sesuatu yang lain, jadi hati-hatilah.

Berikut ringkasannya:

Tokoh utamanya, “narator”, adalah seorang pilot yang melakukan pendaratan darurat pada Gurun Sahara dimana dia bertemu “pangeran kecil”. Dengan berbagai bentuk komunikasi, mereka akhirnya mempelajari sesungguhnya apa yang terpenting.

Untuk sesuatu yang dapat dikatakan sebagai suatu mahakarya yang terkenal di seluruh dunia, itu adalah naskah yang pantas untuk siswa SMA.

Tapi jika ada sesuatu yang berbeda… itu pastilah menugaskan Ebina-san untuk menulis naskahnya…

Sedari awal saja, latar tokoh dan ringkasan yang tertulis dalam jalan cerita Ebina-san sudah cukup kuat untuk mematahkan semangatku, tapi aku menguatkan hatiku dan memaksa diriku untuk membacanya. Hanya ketika aku menemukan kalimat “tahu tidak, planet yang kukunjungi ada 108 tingkatan!”[6] dan “seorang pilot dan pengeran hentai” aku berhenti membacanya.

Apa-apaan yang diisi gadis itu dalam kepalanya selama ini…? Aku melihat ke arah Ebina-san dengan ngeri dan dia bersikap malu dan tersipu-sipu.

“Itu agak memalukan…”

Tidak, tidak, tidak! Itu sangat memalukan, kamu tahu! “Agak” itu sama sekali tidak cukup untuk menjelaskannya!

Aku melipat salinan tersebut dan memutuskan untuk tidak melibatkan diriku ke dalamnya lagi.

Suasana muram menyeliputi homeroom yang lama tersebut.

“Apa kira-kira semuanya sudah selesai?”

Ketika hampir semua siswa kelas telah selesai membaca naskah tersebut, Hayama memandang seisi kelas dan mengatakannya. Sebenarnya, ini adalah tugas ketua kelas, tapi bagi ketua kelas yang polos itu, dia hanya bisa terpatung melihat naskah yang tidak bisa dipahaminya.

“U-Um… jadi apa yang sebaiknya kita lakukan? Jika ada yang ingin bertanya atau menemukan sesuatu yang bisa diperbaiki, maka…” tanya ketua kelas.

Semuanya perlu diperbaiki, kamu tahu…

Seorang gadis di kelas mengacungkan tangannya.

“Apa yang perempuan ikut main?”

“Eh? Untuk apa?” kata Ebina-san, memiringkan kepalanya karena bingung. Hentikan sekarang juga, Fraulein busuk (artinya nona busuk).

Dalam “Pangeran Kecil”, tidak ada tokoh manusia perempuan yang muncul. Tapi bunga mawar itu ditulis dengan gambaran seorang wanita, jadi yang perempuan bisa memainkan itu. Tapi bukan hanya peran bunga mawar yang harus kami pertimbangkan, karena ada juga rubah dan ular. Mungkin kami bisa memainkan sesuatu yang mirip seperti cara Shiki Theatre Company memainkan “Lion King”.

Tangan lain diacungkan.

“Apa ini tidak masalah dengan norma masyarakat?”

“Ini cocok untuk semua usia jadi tidak masalah!”

Dengan siapa dia membahas ratingnya…?

Kelihatannya reaksi kelas ini gelisah mengenai cara untuk menerima informasi ini. Oda dan Tahara atau siapapun itu dan para lelaki semuanya tersenyum tegang, kelihatannya memiliki sedikit pemahaman mengenai hobi fujoshi, sementara para gadis, kecuali beberapa yang tahu apa yang sedang terjadi, keheranan.

Di dalam kelompok orang-orang tersebut, ada seseorang yang mengacungkan tangannya dengan menjengkelkan dan berseru “aku, aku, akuuu!”

“Hei, itu terdengar bagus bagiku.”

Whoa Tobe, sedikit terlalu bersemangat untuk menarik pesona, ya p’ak? Seorang lelaki yang jatuh cinta itu begitu lugu, mungkin manis, sampai ke dalam batas tidak wajar. Tapi yah, kurasa semua orang seperti itu. Aku juga ada pengalaman seperti itu dulu sewaktu SMP: aku akan heboh sekali ketika berusaha untuk pulang pada saat yang sama dengan gadis yang kusukai, tapi ketika dia menyebutku seorang “penguntit” di belakangku, aku hampir meneteskan air mata… Maksudku, semua orang juga sama, bukan? Melakukan hal semacam itu, maksudku. Bukan cuma aku, kan…?

Tobe memandang reaksi semua orang di sekelilingnya dengan keras dan menegaskannya lagi. “Drama ini sungguh gile, ya!? Memainkan sesuatu yang lebih gila dari drama biasa terdengar lebih menari’k bagiku!”

Siswa sekelasku semuanya melihat satu sama lain, menyadari bahwa itu adalah gagasan yang memungkinkan, dan mempertimbangkannya sedikit.

…Ya, dia ada benarnya. Ini paling cuma sebuah drama musikal dan bukanlah sejenis novel yaoi. Aku yakin bahkan nama judulnya juga akan menghasilkan kesan yang berbeda. Kalau drama ini akan menjadi ajang bagi lelaki kampungan untuk menyatakan cinta mereka dengan pakaian yang eksentrik, itu juga sebaiknya terlihat kira-kira seperti sebuah komedi.

Ketika membuat suatu pertunjukkan dalam acara seperti Festival Budaya ini, standar terpenting adalah pertunjukkan itu “lawak” dan “berbeda dari yang lain”. Kedua persyaratan itu dipenuhi dengan naskah ini. Tentu saja, mengesampingkan komponen yaoi dalam naskah ini dan keyakinan dari Ebina-san sang penulis, bukankah ini saja sudah OK?

“Ya, kurasa kita juga bisa memainkannya seperti itu. Kita juga tidak bisa melakukan sesuatu yang serius pada acara seperti ini… Aku setidaknya tahu sebanyak itu!”

Ebina-san adalah tipe orang yang tahu bagaimana untuk tidak menarik perhatian. Dipikir lagi, bagi orang sepertinya untuk berakhir seperti ini, rasa takut mengetuk pintuku lagi.

“Yah, untuk sekarang bagaimana kalau kita abaikan saja apa yang tertulis di sini untuk latar tokohnya… dan kita akan buat itu lucu. Oke?” tanya Hayama, tapi tidak ada satupun suara yang membantah.

Yah, ini pertunjukkan Festival Budaya. Keputusan untuk memainkan drama itu dengan komedi daripada memainkannya dengan serius adalah pilihan yang tepat. Melakukannya dengan sungguh-sungguh hanya akan memalukan dan kegagalan dapat dimaafkan dengan “itu cuma untuk lucu-lucuan”.

Mungkin lebih baik untuk memainkan drama itu dengan penuh guyonan jika mempertimbangkan hal-hal tersebut.

“Oke, jadi itu yang akan kita lakukan,” kata Hayama.

Dia disambut dengan tepuk tangan. Saat itulah lonceng berbunyi.

Setelah menghabiskan seluruh jam homeroom yang diperpanjang, kelas kami akhirnya dapat memutuskan arah tindakan kami. Masih ada segudang masalah yang perlu kami pikirkan, tapi kami akhirnya bisa mulai membuat kemajuan.

Festival Budaya tinggal hampir sebulan lagi dan festival membosankan ini juga akan datang tahun ini.

Dengan sedikit perasaan murung, aku beranjak dari tempat dudukku.

Mundur ke Prolog Kembali ke Halaman Utama Lanjut ke Bab 1

Catatan Translasi[edit]

<references>

  1. Meme Jepang aslinya adalah “ii hanashi da naa (イイハナシダナー)”. Singkatnya itu artinya “itu bagus”, tapi juga dipakai untuk menyindir.
  2. Buku fiksi dalam cerita H.P. Lovecraft untuk memanggil iblis.
  3. Referensi The Prince of Tennis.
  4. Pangeran Kecil
  5. Pangeran Kari (Makanan)
  6. Gin Ishidia dari The Prince of Tennis memiliki teknik dengan 108 tingkatan.