Rokujouma no Shinryakusha!? (Indonesia): Jilid 8.5 Bab 2

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Sumpah dan Lencana Gelar[edit]

Part 1[edit]

Rambut keemasan Charl berayun-ayun saat dia sedang berlari.

"Ksatria Biru! Dimana kau!? Tunjukkan dirimu!" teriaknya sambil terus berlari melewati kerumunan orang-orang yang terlihat bingung. Dibandingkan dengan orang-orang disekitarnya, Charl betul-betul pendek, jadi dia tidak bisa melihat apa yang jauh berada di depannya. Yang bisa dilakukannya saat itu adalah terus berteriak sambill terus mencari.

Saat itu dia berada di benteng di kota Raustor. Beberapa hari lalu benteng itu merupakan markas pasukan kueta, tapi sekarang benteng itu berada dibawah kendali pasukan Forthorthe baru. Mereka telah berhasil mengusir pasukan kudeta dari tempat itu kemarin.

Karena itulah, ada banyak orang di benteng itu. Kalau seseorang berpikir tentang benteng, orang itu pasti akan membayangkan kalau benteng itu dipenuhi dengan ksatria dan prajurit, tapi hal itu tidak sepenuhnya benar. Saat pasukan militer sedang bergerak untuk menjalankan misinya, mereka akan membutuhkan orang-orang untu membawa perbekalan mereka, karena truk atau pesawat tidak ada di zaman ini. Karena itulah, ada banyak relawan dari kota yang membantu pasukan itu dan juga para pedagang yang betul-betul menambah perbekalan yang mengisi benteng itu.

Wajah mereka semua nampak cerah, semangat mereka begitu tinggi dan mereka memiliki tekad yang kuat untuk merebut kembali tanah kelahiran mereka.

Kudeta di negeri itu berawal dari terbunuhnya sang kaisar dan istrinya. Dari kejadian itu, situasi ekonomi dan pemerintahan mulai menjadi kacau. Kehidupan rakyat pun menjadi memburuk hanya dalam beberapa bulan. Namun, berkat kemenangan berulang kali dari pasukan Forthorthe baru, rakyat merasa kalau ada angin perubahan yang datang. Sebagai hasilnya, banyak orang yang mulai bergabung dengan pasukan itu dan memutuskan untuk menyelesaikan krisis nasional ini dengan menyatukan kekuatan mereka.

Dalam benak semua orang, sesuatu yang bisa disebut sebagai harapan itu ada, dan berwujud seorang ksatria muda. Dia tidak mempunyai tandingan di medan pertempuran, namun dia tidak pernah menyombongkan dirinya dan bahkan menunjukkan belas kasih pada musuhnya. Dialah gambaran ideal bagaimana seorang ksatria harus bersikap, dan seorang yang setia melindungi puteri Alaia. Saat orang memanggil namanya, orang akan selalu menaruh hormat sebagaimana mereka memanggilnya sebagai "Ksatria Biru Forthorthe, Layous Fatra Veltlion".

Puteri Charl bisa menemukan si Ksatria Biru itu di tempat latihan para prajurit tepat di sebelah bagian pertahanan benteng.

"Yang Mulia, jika anda mencari Layous-sama, aku melihatnya di tempat latihan."

"Oh! Kau benar! Ksatria Biru bersembunyi sampai kesana!"

"Fufu, aku rasa dia tidak sedang bersembunyi...kelihatannya dia sedang berlatih dengan para prajurit baru."

"Mary, kerja bagus, terimalah pujian dariku!"

"Aha, suatu kehormatan bagi saya, Yang Mulia."

Setelah mendengar keberadaan si Ksatria Biru dari Mary, Charl berlari menuju tempat latihan. Orang-orang pun memberikan Charl jalan saat dia berlari, dan mereka hanya bisa memandanginya sambil tersenyum. Pemandangan dimana seorang anak kecil terlihat ceria bisa memberi semangat bagi siapapun, tidak peduli seberapa tua mereka.

"Ksatria Biru!" teriak Charl dengan lantangnya, namun kelihatannya suaranya tidak terdengar oleh orang yang dimaksud, karena orang itu tidak memperhatikan kehadiran Charl. Rupanya, orang yang dimaksud sedang berlatih dengan Flair, seorang ksatria wanita yang juga dikenal oleh Charl.

"Veltlion, caramu memainkan pedang terlalu bagus. Aku rasa gerakanmu akan lebih sulit dibaca kalau kau melemaskan pundakmu sedikit..."

"Guru saya tegas dalam hal itu...jadi sulit untuk merubah kebiasaan ini."

Karena Flair berasal dari keluarga Pardomshiha, yang terkenal sebagai penghasil ksatria-ksatria hebat dari generasi ke generasi, dia ahli dalam hal berpedang. Untuk bisa mengakomodasi badannya, Flair menggunakan pedang yang tipis dan menyerang titik-titik lemah musuhnya dengan serangan yang cepat dan tajam.

Namun, serangan-serangannya tidak mengenai si ksatria berzirah biru. Ksatria itu sendiri mengenakan zirah yang menutupi hampir seluruh badannya dan menggunakan pedang khas ksatria, sementara Flair sendiri hanya menggunakan zirah yang ringan dan pedang yang tipis. Meskipun perbedaan mobilitas mereka begitu besar, ksatria berzirah biru itu selalu menghindari serangan Flair di saat-saat terakhir. Selain itu, mereka sudah bertarung selama beberapa menit. Si ksatria berzirah biru itu pasti memiliki stamina yang luar biasa banyaknya dan kemampuannya berpedang begitu hebat. Tentu saja, hal yang sama bisa dikatakan pada Flair, yang juga belum terkena serangan sama sekali.

"Ksatria Biru!"

Namun, saat Charl memanggil nama si ksatria, pertarungan itu pun berakhir.

"Yang Mulia?"

Ksatria yang namanya dipanggil itu pun akhirnya memperhatikan keberadaan Charl dan menghadap ke arahnya.

"Kau lengah!"

Tepat pada saat itulah pedang milik Flair mendekat ke arahnya, namun pedang itu berhenti tepat sebelum mencapai leher si ksatria. Kalau pedang itu terus maju, lehernya pasti sudah tertembus pedang itu.

"...Itulah sebabnya aku terus berkata kalau kau terlalu jujur, Veltlion."

"Bagus sekali, Nona Flairhan."

Flair pun tersenyum kecut saat ia menyarungkan pedangnya, dan para prajurit yang telah menyaksikan latihan pertarungan antara mereka berdua pun bersorak. Beberapa bersorak atas kemenangan Flair, sementara beberapa merasa kecewa dan beberapa lagi memuji pertarungan hebat mereka berdua. Keriuhan itu pun memuncak setelah mereka menyaksikan kemampuan kedua komandan mereka sedekat itu.

"K-Ksatria Biru! Ah, ooohhh! Hee~i!"

Charl pun memaksa melewati kerumunan prajurit yang masih bersorak dan akhirnya tiba di area latihan. Dia sudah oleng karena terus didorong-dorong oleh para prajurit di sekitarnya, namun dia dengan cerianya kembali berlari saat dia menemukan si ksatria berzirah biru.

"Akhirnya aku menemukanmu, Ksatria Biru! Kau sudah membuatku berada dalam masalah!"

Setelah akhirnya menemukan orang yang dicarinya setelah berkeliling mencari-cari ke seluruh pelosok benteng, Charl pun tersenyum dengan lebarnya sampai-sampai senyumnya terlihat seperti bersinar.

Koutarou berjongkok setelah mendengar itu dan mereka menjadi saling memandang, dan Charl pun tiba-tiba melimpat dengan cepat layaknya anak panah.

"Ksatria Biru!"

"Yang Muli---a!?"

Rokujouma V8.5 033.jpg

Saat dia berada tepat di depan Koutarou, Charl menjejakkan kakinya dari tanah dan melompat ke arah Koutarou. Itulah caranya mengungkapkan rasa cintanya. Koutarou pun menangkap badannya yang mungil saat dia masih melayang. Karena Charl tidak peduli sama sekali kalau Koutarou selalu memakai zirahnya, kalau Koutarou tidak menghentikannya seperti itu, Charl akan menabrak zirahnya. Berkat kekuatan dari zirah dan kemampuannya untuk melihat aura, Koutarou bisa membuat Charl tidak terluka, tapi yang dilakukan Charl selalu saja membuatnya was-was.

"...Yang Mulia, saya sudah mengatakan ini pada anda. Anda seharusnya datang lebih pelan lagi atau anda akan terluka."

"Ksatria Biru...apa itu artinya kau tidak mau menangkapku lagi?" tanya Charl dengan wajah yang sedih setelah diperingatkan oleh Koutarou. Koutarou pun merasa kalau dialah yang telah berbuat jahat setelah melihat wajah sedih Charl dari dekat.

"Bukan begitu, tapi---"

"Kalau begitu tidak apa-apa. Aku akan melompat dan kau akan menangkapku. Apa ada masalah soal itu?"

"Tidak, tidak masalah."

Percakapan seperti ini sudah terjadi berulang kali, dan selalu berakhir dengan Koutarou yang mengalah. Pada akhirnya, Koutarou tidak bisa menolak perasaan Charl yang begitu jujur dan tulus.

"Yang lebih penting lagi---"

Dan kali ini, Koutarou kembali kalau. Charl mengesampingkan seluruh percakapan mereka sebelumnya dengan 'yang lebih penting lagi', dan lalu melompat ke atas tanah. Dia lalu mengeluarkan sesuatu dan memberikannya pada Koutarou dengan kedua tangannya.

"Ksatria Biru, aku akan memberikan ini sebagai hadiah bagimu."

Di tangan Charl terdapat sebuah perhiasan kecil, yang terbuat dari kayu yang dibentuk persegi dengan tali pengikat dari wol.

"Yang Mulia, apa in?" tanya Flair yang melihat isi tangan Charl dari samping Koutarou sambil tersenyum. Sebagai balasannya, Charl dengan bangganya membusungkan dadanya.

"Ini adalah lencana gelar yang dibuat oleh aku dan kakakku."

"Sebuah lencana gelar ya?"

Setelah diberitahu apa sebenarnya perhiasan itu, Koutarou memeriksa potongan kayu itu, yang mempunyai tulisan yang terbuat dari tinta. Karena Koutarou tidak bisa membaca huruf Forthorthe, dia memiringkan kepalnya dan zirahnya mulai menerjemahkan huruf-huruf yang ada pada potongan kayu itu padanya.

"Lencana Ksatria Biru Forthorthe, Pelindung Super Penting bagi Charl dan Alaia."

Sekilas, bisa diketahui bahwa tulisan itu ditulis oleh anak kecil, tapi Koutarou mengerti kalau mereka sudah membuat lencana itu dengan sungguh-sungguh. Sebuah pita wol berwarna disulamkan pada potongan kayu itu dan menghiasinya. Meskipun lencana itu terlalu sederhana, Koutarou tahu kalau lencana itu dibuat oleh Alaia.

"Aku dan kakak mempersembahkan ini padamu sebagai rasa terima kasih kami atas jasamu."

Charl dan Alaia telah bekerjasama untuk membuat lencana ini setelah Charl berkata ingin membuatnya. Setelah memandangi lencana itu selama beberapa saat, Koutarou akhirnya menyadari itu dan tersenyum pada Charl.

"Terima kasih banyak, puteri Charl. Tolong sampaikan ucapan terima kasih saya pada puteri Alaia juga."

"Kau bisa melakukannya sendiri nanti, Ksatria Biru."

Charl pun tersenyum ceria saat melihat Koutarou yang tersenyum padanya. Dia lalu mengulurkan tangannya ke arah dada Koutarou dan memasang lencana itu.

"Nah. Berbanggalah untuk waktu yang lama, Ksatria Biru."

"Saya akan membuat lencana ini menjadi warisan keluarga, Yang Mulia."

"Bagus!"

Charl, yang polos namun cerdas, tahu kalau tidak ada jaminan bahwa Koutarou akan puas mendapat lencana seperti itu, namun Charl sendiri tidak tahu cara lain yang bisa dilakukannya untuk menunjukkan rasa terima kasihnya. Itulah sebabnya dia memberikan lencana itu pada Koutarou sambil merasa gugup. Untungnya, Koutarou menyukai lencana buatan tangan itu, dan sebagai hasilnya, senyuman Charl menjadi lebih ceria dari biasanya.

"Baik, kalau begitu mari kita pergi."

Setelah merasa puas, Charl memanjat punggung Koutarou, yang masih berjongkok. Setelah Charl berada di atas punggung Koutarou, dia menepuk pundak Koutarou dua kali.

"Kau bisa berdiri."

"Saya mengerti...tapi kemana kita akan pergi?" tanya Koutarou yang memegangi Charl dan bangkit berdiri. Charl lalu menunjuk ke sebuah bangunan ditengah benteng, yang terlihat besar, kokoh dan terbuat dari batu bata. Bangunan penting itu berfungsi sebagai markas dan barak.

"Seperti yang sudah kukatakan. Katakan pada kakakku rasa terima kasihmu secara langsung."

"Jadi, ke tempat puteri Alaia?"

"Ya, kakak membutuhkanmu. Aku sendiri juga punya urusan denganmu, itu sebabnya aku mencarimu."

Sambil berkata demikian, Charl melingkarkan tangannya ke leher Koutarou dan memeluknya erat-erat.

"Begitu rupanya", balas Koutarou yang sudah mengerti dengan situasinya. Alaia memiliki urusan dengan Koutarou, jadi selain memberi Koutarou lencana gelar itu, Charl bertugas untuk membawa Koutarou pada Alaia.

"Bagus. Jadi, seperti yang kau lihat, Flair, aku akan meminjam Ksatria Biru."

"Baik. Veltlion, tolong jaga Yang Mulia."

"Baik."

"Kenapa lama sekali? Ayo kita berangkat."

"B-baiklah, kita berangkat sekarang", jawab Koutarou dengan terbata-bata karena didesak oleh Charl, dan kemudian mereka berdua meninggalkan area latihan. Dengan begitu, Flair dan Mary ditinggalkan oleh mereka berdua di area latihan itu.

"Ayo, cepat! Kakak sudah menunggumu!"

"Saya mengerti, jadi tolong tenanglah!! Ah, awas!!"

Koutarou pun berlari menuju pusat benteng dengan Charl yang berada di punggungnya. Kedua gadis yang ditinggal di area latihan itu hanya bisa memandangi mereka berdua sambil melanjutkan pembicaraan mereka.

Setelah Koutarou dan Charl sudah tidak tampak lagi, Flair tersenyum kecut dan bergumam:

"...Tidak kusangka dia seorang ksatria yang tiada duanya di medan perang. Dunia ini memang penuh dengan misteri."

Saat Flair memandangi Koutarou dan Charl, dia hampir lupa kalau Koutarou adalah ksatria yang berperan besar dalam kemenangan-kemenangan mereka. Intuisi Flair berkata padanya kalau Koutarou tidak memiliki atmosfir seorang ksatria.

Flair hanya bisa merasa heran saat melihat Koutarou bersama Charl, dimana Koutarou tidak terlihat seperti ksatria yang sangat hebat, meskipun sebenarnya dia memang hebat.

Sementara itu, Mary yang berada di sebelah Flair memiliki opini yang sedikit berbeda. Setelah Koutarou dan Charl tidak tampak lagi, dia menoleh ke arah Flair dan tersenyum.

"Tapi, bukankah justru karena itu kita menang?"

"Apa maksudnya?" tanya Flair yang tidak mengerti maksud dari perkataan Mary, yang mana Mary percaya kalau yang terjadi adalah apa yang berlawanan dari apa yang dipikirkan oleh Flair.

"Kalau Layous-sama hanya terus membunuh musuh yang ada, kita tidak akan memiliki bantuan sebanyak ini, dan kita mungkin tidak akan terus menang..."

Koutarou tidak membunuh orang selama pertempuran. Memang, mungkin ada yang mati sebagai hasil pertempuran, tapi Koutarou sendiri tidak pernah membunuh satu orangpun yang mencoba membunuhnya. Dan karena mereka masih menang, semua orang memuji dan meniru Koutarou. Dengan begitu, pasukan Forthorthe baru mencoba untuk tidak begitu banyak membunuh musuh mereka.

Karena mereka tidak membunuh orang tanpa alasan, pasukan Forthorthe baru tidak mendapat ujaran kebencian, dan justru banyak orang yang beralih dan bergabung dengan mereka. Tidak peduli apapun landasan keadilannya, tidak akan ada orang yang mau bekerja sama dengan seseorang yang bisa membunuh keluarga mereka sendiri tanpa mengenal takut.

Sebagai hasilnya, sebagai ksatria yang terkenal di zaman ini, keberadaan Koutarou membuat pasukan Forthorthe baru terus memenangi setiap pertempuran.

"Itu mungkin benar. Tidak peduli seberapa kuat dirimu, itu tidak akan membantu banyak saat perang...", angguk Flair yang merasa kalau semuanya mungkin memang seperti yang dikatakan oleh Mary.

Kalau Koutarou melakukan hal yang sebaliknya, yakni membunuh semua musuhnya, pasukan Forthorthe baru mungkin sudah akan tertekan sekarang. Meskipun dia bisa membunuh ratusan orang sendirian, Koutarou tidak bisa mengalahkan pasukan kudeta sendirian. Tanpa bantuan dari orang banyak, dia tidak akan bisa melindungi Alaia dan Charl. Koutarou akan menjadi sumber ketakutan, dan akan mati tanpa adanya rekan dan bantuan yang menyertainya dalam peperangan.

Memang, membunuh musuh sebanyak mungkin adalah hal yang efektif untuk dilakukan dalam jangka pendek, tapi jumlah itu akan menjadi masalah nantinya. Hal yang sama bisa juga dilihat pada sejarah Bumi, dimana Kerajaan Romawi bisa menjadi contoh. Semua bangsa yang membantai musuh-musuh mereka dengan kekuatan besar untuk memperluas wilayah mereka pada akhirnya akan musnha.

Meskipun hal itu hanya sekedar bayang-bayang belaka, Alaia dan yang lainnya bisa menganggap kalau mereka beruntung Koutarou tidak melakukan hal seperti itu.


Part 2[edit]

Keadaan di dalam bangunan itu lebih hangat daripada di luar. Batu bata yang kokoh menangkap hangatnya udara dan menghambat masuknya angin yang dingin di saat yang bersamaan.

"Ksatria Biru, kakak menunggumu di kamarnya."

"Baik."

Setelah menutup pintu, Koutarou melangkah menuju kamar Alaia dengan Charl yang berada di punggungnya. Bunyi dering besi bisa terdengar setiap kali Koutarou melangkahkan kakinya, yang menggema memenuhi penjuru bagian pintu masuk, tangga panjang yang mengarah ke lantai tiga dan lorong yang panjang di lantai tiga itu.

Koutarou lalu berhenti di depan sebuah pintu yang besar, yang merupakan pintu masuk ke dalam sebuah kamar yang dulu dipakai sebagai ruang komandan benteng itu. Pasukan Forthorthe baru pun melakukan hal yang sama, dan sang komandan pasukan, Alaia, sekarang menggunakan kamar itu. Koutarou sudah pernah mengunjungi ruangan ini beberapa kali, termasuk kemarin dan hari ini.

Sebelum Koutarou bisa mengetuk pintu ruangan itu, pintu itu terbuka dari dalam. Beberapa orang pemerintahan yang membawa tumpukan dokumen keluar dari dalam ruangan itu.

"Yang Mulia!? Suatu kehormatan bisa bertemu dengan anda!"

"Tuan Veltlion! Kami sedang terburu-buru saat ini, jadi kami permisi dulu!"

Saat mereka melihat Koutarou yang ada di depan mereka, mereka dengan sigap membetulkan sikap mereka, tapi itu hanya bertahan sesaat sebelum mereka mulai berlari.

"Mereka kelihatannya sibuk."

"Ya. Kakak juga sudah bekerja terus menerus."

Koutarou lalu mengalihkan pandangannya dari orang-orang itu dan mengintip dari balik pintu. Koutarou bisa melihat Alaia yang berada di balik meja di ujung ruangan itu, dikelilingi oleh berbagai tumpukan dokumen.

"Jangan hanya berdiri dan melihat saja, masuklah. Aku sudah bilang kalau kakak membutuhkanmu."

"Baiklah, tuan puteri", balas Koutarou sambil tersenyum pada Charl dan lalu mengetuk pintu itu beberapa kali. Meskipun pintu itu sudah terbuka, Koutarou merasa kalau dia setidaknya mengetuk dahulu sebelum masuk.

"...Kau sungguh formal."

"Kita tidak datang kesini untuk bermain."

"Justru itu."

"Anda bercanda."

"Ya, siapa yang--Layous-sama!?"

Setelah memeriksa dokumen yang ada, Alaia menoleh untuk melihat siapa yang mengetuk pintu. Saat dia melihat Koutarou dan Charl, matanya menjadi terbelalak karena kaget.

"Puteri Alaia, saya datang kesini untuk memenuhi panggilan anda."

"Eh? Tapi saya tidak ingat sudah memanggil Layous-sama...?" balas Alaia dengan wajah yang terlihat bingung, yang juga membuat Koutarou ikut kebingungan.

"Tapi...puteri Charl datang memanggil saya, dan mengatakan bahwa anda meminta saya untuk datang."

"Charl yang meminta?"

Koutarou dan Alaia lalu menoleh ke arah Charl, yang masih berada di punggung Koutarou. Charl lalu menutup pintu di belakangnya sambil tersenyum.

"Aku tidak pernah berkata kalau kakak memanggilmu."

"Tapi..."

"Aku hanya berkata kalau kakak membutuhkanmu. Kau sudah salah memahaminya."

Dalam kata lain, Charl sudah mengelabui Koutarou untuk datang ke ruangan itu. Charl pun tersenyum riang seakan berkata 'Kena, kau!'

"Charl, Layous-sama adalah orang yang sibuk, kau tahu?"

"Justru itu, kakak!"

Meskipun dia diperingatkan oleh Alaia, Charl tidak terlihat akan mendengarkan peringatan itu dan malah tersenyum pada mereka berdua.

"Yang dilakukan kakak dan Ksatria Biru hanyalah bekerja. Kalian terlihat lebih santai saat kalian kabur dari para pengejar! Kalau kakak tidak istirahat, kakak akan sakit lagi!"

Namun, ternyata alasan dibalik itu sangat serius. Charl mengepalkan tangannya dan melihat ke arah Koutarou dan Alaia dengan raut wajah yang serius saat berkata seperti itu.

"Charl..."

Alaia, yang sudah berniat menegur Charl, membatalkan niatnya setelah mendengarkan alasannya. Dia tidak bisa begitu saja menegur Charl yang sudah peduli terhadap dirinya dan Koutarou.

Jadi itu sebabnya...Sekarang kalau aku pikir lagi, dia memang bilang kalau kita datang ke sini buat main...

Koutarou, seperti halnya Alaia, merasa puas dan lega setelah mendengar alasan Charl, dan di saat yang sama merasa kalau kepedulian Charl tidak seperti halnya anak-anak pada umumnya. Saat Koutarou mengenang kembali masa kecilnya, dia tidak bisa membayangkan dirinya bisa melakukan hal seperti itu.

"Ayo, jangan hanya berdiri disana. Pergilah ke tempat kakakku."

"Baiklah, tuan puteri", jawab Koutarou sambil membetulkan posisi Charl di punggungnya dan lalu melangkah mendekati Alaia. Koutarou ingin menghargai perasaan sang puteri yang begitu tulus dan jujur, dan Alaia sendiri memang terlihat kelelahan. Koutarou yakin kalau Alaia juga memerlukan istirahat.

"Layous-sama....apa tidak apa-apa?"

Namun, Alaia tidak merasa seperti itu, dan justru merasa bersalah karena menganggap adiknya sudah menghabiskan waktu Koutarou yang berharga.

"Tidak apa-apa. Ini juga salah satu tugas seorang pelindung", jawab Koutarou sambil menunjuk ke arah dadanya. Di tempat dimana dia menunjuk, sebuah lencana gelar yang terbuat dari kayu dan wol bisa terlihat.

"Lencana Ksatria Biru Forthorthe, Pelindung Super Penting bagi Charl dan Alaia."

Lencana itu adalah lencana yang dibuat oleh Charl, yang mana Alaia juga dibujuk oleh Charl untuk membantu membuatnya.

"Layous-sama..."

Melihat lencana itu berada di dada Koutarou, sebuah rasa yang begitu hangat menyebar ke seluruh tubuh Alaia. Lencana yang terbuat dari kayu dan wol itu memang hanya mainan anak-anak semata, dan meskipun seorang anggota keluarga kerajaan yang memberikan lencana itu, tidak banyak ksatria yang akan senang menerima lencana seperti itu. Alaia senang karena Koutarou adalah salah satu dari ksatria-ksatria itu.

"...Kalau begitu, mari kita beristirahat sejenak."

Alaia pun merasa kalau dia perlu menghabiskan waktu bersama Koutarou dan Charl.

"Seperti yang dikatakan Charl, saat-saat seperti ini memang lebih melelahkan dari saat kita sedang kabur."

"Kakak! Lihat, Ksatria Biru! Seperti yang aku bilang, benar!?"

"Pengamatan yang luar biasa, puteri Charl."

"Fufun, kau boleh memujiku lebih lagi, wahai ksatriaku."

"Kita tidak bisa menang melawan Charl...fufufu..."

Kalau saja Alaia memperhatikan adanya lencana itu saat dia sedang sendirian dengan Koutarou, Alaia mungkin sudah mengatakan sesuatu yang betul-betul mengejutkan. Itulah yang berada dibenaknya saat Koutarou dan Charl menyiapkan teh untuk mereka bertiga.


Part 3[edit]

Sepanjang waktu minum teh, diantara Charl, Koutarou dan Alaia, Charllah yang berbicara paling banyak.

"....Lalu, Mary menghentikanku dan berkata bahwa menunggangi kuda yang besar itu berbahaya. Lalu aku bertanya padanya, kuda seperti apa yang harus aku tunggangi? Tidak ada kuda lain yang lebih kecil selain kuda itu. Dia jahat, benar?"

Charl membicarakan banyak hal, mulai dari kejadian-kejadian lucu, cerita sedih, kejadian-kejadian terbaru, apa yang ingin dilakukannya nanti dan semacamnya. Dia berbicara sambil menggambarkan berbagai hal dengan gerakan tangannya.

"Charl, kau masih terlalu muda untuk menunggangi kuda."

"Yang Mulia, anda bisa menunggangi seekor kuda poni."

"Ksatria Biru, apa kau baru saja mengejekku?"

"Saya tidak akan berani mengejek Yang Mulia."

"Kalau begitu, biarkan aku menunggangi kuda lain kali. Baru setelahnya aku akan memaafkanmu."

"Baiklah, tuan puteri."

"Bagus."

"Fufu..."

Koutarou dan Alaia mendengarkan cerita-cerita itu sambil menanggapinya sesekali. Memang, cerita-cerita Charl tidak begitu penting, tapi hal seperti itulah yang bisa membuat Koutarou dan Alaia beristirahat.

Mereka bertiga melanjutkan itu selama sekitar satu jam. Setelah membicarakan semua yang ada di pikirannya, Charl terlelap dengan puas diatas pangkuan Koutarou, mempercayakan sepenuhnya badannya pada Koutarou.

"...Kelihatannya dia sudah tertidur."

Koutarou, yang menyadari kalau Charl sudah tidur, berdiri dan membawanya ke sofa di pojok ruangan. Setelah Koutarou membaringkannya, Alaia menyelimuti tubuh Charl dengan selimut.

"...Terima kasih, Layous-sama."

Setelah membetulkan letak kaki Charl yang tidak tertutupi selimut, Alaia berdiri dan memandang ke arah Koutarou dengan pandangan yang penuh akan rasa percaya dan penuh kasih, seolah-olah mereka adalah sebuah keluarga.

"...Tidak apa-apa."

Koutarou hampir tenggelam dalam pandangan itu, namun dia segera teringat akan tugasnya. Setelah menoleh ke arah pintu, dia berbicara pada Alaia dengan nada berbisik agar tidak membangunkan Charl.

"...Baiklah, Yang Mulia, saya rasa ini sudah waktunya bagi saya untuk pamit."

Mereka sudah beristirahat cukup lama. Sudah waktunya bagi mereka untuk kembali melakukan tugas mereka masing-masing. Baik Koutarou maupun Alaia punya banyak hal untuk dilakukan. Alaia sadar akan hal itu, namun dia memilih untuk melakukan yang sebaliknya.

"...Layous-sama, bolehkah saya meminta waktu anda sedikit lebih lama lagi?"

"...Tidak masalah, tapi..."

"...Kalau begitu, silahkan duduk disini."

"...Baik."

Koutarou, yang mengikuti arahan dari Alaia, kembali ke meja teh yang masih terisi dengan cangkir-cangkir teh dan duduk berseberangan dengan Alaia. Karena meja itu berada agak jauh dari sofa, mereka bisa berbicara tanpa perlu kuatir akan membangunkan Charl. Setelah melihat ke arah Charl sekali lagi, Koutarou berbalik ke arah Alaia.

"Dia betul-betul tertidur nyenyak."

"Charl hanya bisa tidur seperti itu saat anda berada didekatnya, Layous-sama", kata Alaia sambil memandang Charl sejenak di saat yang sama dengan Koutarou. Namun, saat Alaia berbalik menghadap Koutarou, raut wajah Alaia terlihat sedih.

"Saya yakin...bahwa Layous-sama mengingatkannya pada ayahnya. Dia bergantung pada anda sama seperti dia bergantung pada ayah. Meskipun dia tidak pernah mengatakannya pada saya karena dia peduli pada saya, saya yakin bahwa dia juga kesepian."

Dia juga kesepian, ya...itu sih udah jelas, ya kan...

Koutarou mengerti makna tersembunyi dibalik kata-kata Alaia, yakni Alaia juga berduka atas kepergian kedua orangtuanya.

Aku lemah. Aku betul-betul nggak bisa ngelakuin apa-apa...

Koutarou sendiri tidak punya kekuatan apa-apa. Sekilas, Koutarou terlihat seperti membantu Alaia dan yang lainnya, tapi apa yang sebenarnya telah membantu mereka adalah kekuatan yang dipinjam. Selain itu, Koutarou tidak bisa menghibur Alaia dan Charl yang masih berduka. Karena dia sudah hidup dalam dunia yang damai sepanjang hidupnya, Koutarou tidak bisa menemukan kata-kata yang tepat untuk menghibur kedua gadis yang orangtuanya telah terbunuh itu.

Koutarou sendiri, dalam hal dirinya sendiri, betul-betul tidak berguna. Dia tidak bisa membantu Alaia maupun Charl, dan itulah yang membuatnya kesal dan sedih.

"Jadi, Layous-sama."

Saat Koutarou sedang berpikir dalam-dalam, kata-kata Alaia menariknya kembali ke kenyataan.

"Setelah perang ini berakhir, saya ingin anda terus membantu kami."

Alaia menghentikan Koutarou karena dia ingin mengatakan itu. Dia tidak bisa mengatakan itu padanya kalau mereka tidak sendirian.

"Yang Mulia..."

Koutarou menjadi bingung mendengar perkataan Alaia. Dia tahu lebih dari siapapun bahwa dirinya betul-betul lemah, dan Koutarou punya tempat dimana dia harus kembali dan melakukan sesuatu.

"Saya tidak akan bisa membantu banyak. Saya yakin anda sudah menyadari hal itu, Yang Mulia", balas Koutarou yang yakin bahwa saat mereka masih berkelana, entah kapan, gadis cerdas ini sudah memperhatikan bahwa dirinya tidak memiliki kekuatan apapun.

"Layous-sama"

Dan itulah yang sebenarnya. Setelah melihat bagaimana Koutarou bertarung dan senjata yang digunakan Clan, Alaia sudah mengerti bahwa hal seperti itulah yang memang terjadi. Kenyataan bahwa Alaia tidak menentang hal itu membuat Koutarou mengerti.

"Saya lemah. Berkat kekuatan banyak oranglah saya bisa bertarung. Namun, bahkan kekuatan itu pun memiliki batasan. Pada akhirnya, saya akan kehilangan kekuatan-kekuatan ini dan kembali menjadi manusia yang lemah. Setelah hal itu terjadi, saya hanya akan memberatkan Yang Mulia."

Kemampuan memanipulasi energi spiritual yang diberikan Sanae padanya sudah menjadi semakin lemah. Sanae sudah membuat jalur dalam badan Koutarou agar Koutarou bisa menggunakan kekuatan itu, tapi setelah terpisah dari Sanae, kekuatan itu menjadi semakin lemah.

Zirah milik Theia pun juga tidak akan bertahan selamanya. Tidak ada tempat di zaman ini dimana mereka bisa menemukan suku cadang untuk memperbaikinya. Clan sudah mengusahakan yang terbaik dengan apa yang dimilikinya saat itu, tapi pada akhirnya dia pasti akan menghabiskan apa yang dimilikinya dan tidak akan bisa meneruskan perbaikannya pada zirah itu.

Hal yang sama berlaku bagi pelindung tangan milik Kiriha dan sihir milik Yurika. Sebentar lagi, Koutarou juga akan mencapai batasnya dan tidak akan bisa mempertahankan kekuatannya saat ini untuk waktu yang lebih lama lagi.

Itulah mengapa Koutarou yakin bahwa dia akan berpisah pada akhirnya dengan Alaia dan yang lainnya, persis seperti Ksatria Biru yang asli. Alasan mengapa kekuatannya bisa bekerja pun sangat berbahaya, dan Koutarou tidak ingin hal itu menjadi sumber pertempuran. Karena Koutarou sendiri tidaklah kuat, dia tidak memiliki pilihan lain.

"Layous-sama, tidak masalah bagi Charl apakah anda kuat atau tidak. Dia mengagumi anda karena siapa anda", jawab Alaia yang mengerti akan semua itu.

Charl tidak bergantung pada Kotarou karena kekuatannya. Dia hanya mencintai Koutarou, itulah sebabnya Charl memberikan lencana itu padanya.

"Dan dia mengagumi anda karena anda masih memiliki lencana itu pada dada anda."

Lencana gelar itu masih tesemat di dada Koutarou. Charl mengagumi Koutarou karena sifatnya yang seperti itu, dan Charl tahu kalau Koutarou mengerti perasaannya.

"Hal yang sama juga berlaku bagi saya. Kalau saya tidak bertemu dengan anda, saya mungkin tidak akan bisa berbicara dan tersenyum seperti ini."

Alaia punya bayangan pemikiran yang sama seperti Charl. Tidak peduli seberapa kuat Koutarou, dukungan moralnyalah yang lebih penting bagi diri Alaia. Ada saat-saat dimana Alaia merasa hancur hati. Namun, setiap kali hal itu terjadi, kata-kata Koutarou dan keberadaannya telah mendukung Alaia. Seorang ksatria yang hanya sekedar kuat saja tidak akan bisa melindungi Alaia. Hal itu hanya bisa terjadi karena siapa Koutarou sebenarnya.

"Tolong, lebih percaya dirilah dengan diri anda sendiri. Layous-sama, kalau anda menjaga sumpah anda sebagai manusia biasa, andalah ksatria yang bisa kami percaya untuk selamanya."

Pedang adalah jiwa seorang ksatria. Namun, sumpah yang ada pada pedang itulah yang lebih penting daripada pedang itu sendiri. Jadi, berdasarkan itu, Koutarou adalah ksatria terkuat di Forthorthe bagi Alaia.

"Yang Mulia...kata-kata anda terlalu baik bagi saya."

Koutarou hampir menangis bahagia karena dia mengerti perasaan Alaia, yang menjelaskan padanya bahwa yang dibutuhkan oleh Alaia dan Charl bukanlah kekuatannya, namun dirinya sendiri. Kata-kata itulah yang menyelamatkan Koutarou saat dia merendahkan diri karena lemahnya dirinya.

"Yang Mulia, saya akan memegang teguh kata-kata itu selama saya hidup."

"Kalau begitu--"

Raut wajah Alaia terlihat bahagia saat dia dengan pelan bangkit berdiri. Baginya, apakah Koutarou akan selalu berada disisinya atau tidak adalah pertanyaan yang sangat penting.

"Tidak, Yang Mulia. Saya tidak bisa melakukan itu."

Namun, Koutarou menggelengkan kepalanya. Hanya itulah yang bisa dijawabnya.

"L-Layous-sama...?"

Alaia kembali terduduk di kursi dengan mata yang terbelalak, yang mulai basah mempertanyakan mengapa Koutarou tidak mau berada disisinya.

"Saya juga memiliki tempat dimana saya harus kembali, dan disana saya memiliki sebuah janji..bukan, sumpah yang harus saya penuhi."

"Sebuah sumpah..."

Ksatria terkuat yang didambakan oleh Alaia dan Charl adalah seorang ksatria yang selalu melakukan yang terbaik untuk bisa memenuhi sumpahnya. Karena itulah Koutarou harus kembali, karena dia sudah membuat banyak janji dan sumpah.

Koutarou sudah memutuskan untuk membuat Theia berhasil menyelesaikan ujiannya, berjanji pada Kiriha kalau mereka akan bersama-sama mencari orang yang dicintai Kiriha, berencana lulus SMA bersama-sama dengan Yurika dan tidak bisa membiarkan Sanae sendirian. Dia juga sudah bersumpah bersama para gadis penjajah, Harumi dan klub drama bahwa mereka akan membuat pementasan drama mereka menjadi sukses.

Karena banyaknya janji dan sumpah itu, Koutarou tidak bisa tetap berada di tempat itu. Kalau Alaia dan Charl mendambakan seorang ksatria terkuat, dan kalau Koutarou adalah sang ksatria terkuat itu, Koutarou harus kembali ke tempat dimana para gadis penjajah itu berada.

"Begitu...rupanya..."

Alaia pun terduduk lemas saat badannya bersandar pada kursi. Kekecewaan nampak jelas pada dirinya. Namun, Alaia mengerti apa yang dikatakan Koutarou. Semua tindakannya sesuai dengan apa yang selama ini telah dilakukannya. Itulah sebabnya mengapa Alaia mencintai Koutarou, dan bagian yang paling dicintainya adalah alasan mengapa Koutarou harus pergi, dan Alaia tidak bisa menghentikannya.

"Maafkan saya, puteri Alaia."

"Tidak apa-apa. Memang orang seperti itulah anda, Layous-sama..."

Alaia berusaha keras menahan dirinya agar tidak menangis dan lalu tersenyum pada Koutarou. Dia betul-betul tidak ingin menjadi beban bagi Koutarou.

"Se...sebagai gantinya, tolong katakan pada saya satu hal."

Alaia menahan kesedihannya dan cintanya pada Koutarou, namun perasaan yang tidak bisa ditahannya muncul sebagai sebuah pertanyaan.

"Apapun yang anda minta."

Koutarou pun berniat menjawab apapun yang ditanyakan oleh Alaia dengan sejujur-jujurnya. Dia tidak ingin berbohong pada Alaia. Mungkin, itulah yang bisa disebut sebagai kesetiaan.

"Tolong maafkan saya karena mengulangi sesuatu yang sudah saya tanyakan sebelumnya."

Alaia lalu menatap lurus ke arah Koutarou dan lalu bertanya:

"Lambang kekaisaran yang terukir pada lempeng dadamu. Penampilan anda, tingkah laku anda dan rasa percaya diri anda. Anda, tanpa saya ragukan lagi, adalah seorang ksatria Forthorthe yang sebenarnya."

"Puteri Alaia...."

Kata-kata itu adalah kata-kata yang ditanyakan Alaia saat mereka berdua pertama kali bertemu. Sudah beberapa bulan berlalu semenjak hari itu, tapi Koutarou bisa mengingat dengan jelas kata-kata itu. Peristiwa itu meninggalkan kesan yang sangat mendalam pada dirinya.

"Tapi...tapi saya tidak mengingat pernah melihat lambang yang terukir pada pedang anda. Darimanakah anda berasal?"

Alaia ingin mengetahui darimana Koutarou berasal, dan kemana dia akan pergi. Kalau Koutarou tidak bisa berada disisinya, setidaknya dia ingin tahu kemana Koutarou akan pergi.

"Saya---"

Koutarou pun ragu saat akan menjawab, bukan karena dia memikirkan apakah dia harus mengatakan yang sebenarnya atau tidak, tapi karena bagaimana dia harus menjawab pertanyaan itu tanpa harus membuat Alaia salah paham. Setelah berpikir sesaat, dia melihat ke arah luar jendela dan menatap langit.

"Saya berasal dari sisi lain langit itu....dari dunia bintang..."

Dari balik jendela itu, Koutarou bisa melihat merahnya langit senja dan bintang pertama yang mulai bersinar. Yang dilihatnya bukanlah bumi, namun pandangan Koutarou dan Alaia terpaku kesana.

"....dunia...bintang..."

Hal itulah yang Alaia pikir sebagai hal yang sebenarnya. Setiap kali Koutarou melihat ke arah langit, dia menunjukkan raut wajah yang mengenang sesuatu. Meskipun Alaia sudah merasa yakin kalau memang itu sebabnya, dia tetap terkejut saat mendengar jawaban itu.

"Dan."

Koutarou lalu melepas pedang beserta sarungnya dari pinggangnya dan menunjukkan lambang yang berada pada gagangnya pada Alaia. Sebuah bunga emas bisa terlihat terukir pada gagang itu.

"Pedang ini diberikan kepada saya oleh puteri Theiamillis Gre Mastir Sagurada Von Forthorthe. Lambang pada pedang ini bukanlah lambang keluarga, tapi lambang pribadi puteri Theiamillis."

"Mastir...?"

Raut wajah Alaia pun berubah kebingungan, karena ada bagian dari nama yang diucapkan Koutarou yang membuatnya bingung.

"Itu bukan...tidak ada seorang pun yang bernama Theiamillis dalam keluarga Mastir."

Saat ini, hanya ada dua orang dari keluarga Mastir yang masih hidup, yakni Alaia dan Charl. Karena saat ini juga sebelum keluarga kekaisaran terpecah, hanya Alaia dan Charllah yang memiliki darah kekaisaran. Jadi, puteri kekaisaran ketujuh dari keluarga Mastir, Theiamillis, seharusnya tidak ada.

"Tapi, dia memang ada, 2000 tahun dari sekarang..."

"2000...tahun...?"

Kata-kata yang tidak terduga dari Koutarou membuat Alaia kembali terkejut. Kalau dia menerima jawaban bahwa seorang tuan puteri bernama Theiamillis ada 2000 tahun dari sekarang, itu berarti dia harus menerima satu masalah besar lainnya. Dan dengan nalar yang dimilikinya, Alaia merasa bahwa hal itu tidak mungkin.

"Tepat sekali, puteri Alaia. Saya berasal dari masa depan, 2000 tahun yang akan datang."

Namun, Koutarou mengatakan apa yang dianggap oleh Alaia sebagai suatu hal yang mustahil.


Part 4[edit]

Setelah itu, Koutarou mengatakan pada Alaia segala sesuatunya, detil seperti bagaimana dia bisa datang kesini, tanpa menyembunyikan apapun. Koutarou yakin kalau Alaia pantas menerima hal itu.

Koutarou lalu bercerita bagaimana dia bertemu dengan Theia, bagaimana mereka bertengkar setelah mulai hidup bersama-sama, dan pada akhirnya bekerjasama. Koutarou juga bercerita saat dia bertarung melawan Clan, mereka berdua terlempar ke tempat dan waktu ini secara tidak sengaja. Dia berkata bahwa dia mengganggu pertemuan Alaia dengan sang Ksatria Biru dan sekarang bertindak sebagai pengganti sambil bekerjasama dengan Clan.

Koutarou berhasil menyampaikan seluruh ceritanya pada Alaia walaupun itu sulit. Koutarou sendiri tidak betul-betul mengerti dengan apa yang sudah terjadi, dan Alaia hampir tidak memiliki pengetahuan apapun tentang sains. Saat Koutarou sudah menceritakan segalanya pada Alaia, hari sudah menjadi malam.

"Itulah sebabnya...saya bahkan bukanlah seorang ksatria yang sebenarnya. Saya hanyalah seorang pelajar biasa, tanpa kekuatan apapun. Saya bahkan bukanlah seorang bangsawan. Hanya rakyat biasa."

Untuk menyelesaikan ceritanya, Koutarou mengungkapkan siapa dirinya sebenarnya, bahwa dia tidak memiliki kekuatan sendiri dan hanya meminjam kekuatan-kekuatan itu dari orang-orang lain. Itulah kenyataan pahit yang harus dihadapinya. Koutarou harus mengaku pada orang yang paling dihormatinya bahwa dirinya adalah seseorang yang tidak berharga. Namun, disaat yang sama Koutarou merasa senang bahwa dirinya tidak perlu berbohong lagi pada Alaia.

"Anda salah."

Namun, Alaia justru tersenyum kecut sambil menggelengkan kepalanya.

"Tanpa diragukan lagi, anda adalah seorang ksatria. Perasaan yang dicurahkan oleh Theiamillis pada pedang dan zirah itu adalah perasaan yang sebenanya. Karena kami berdua adalah tuan puteri, saya bisa berkata seperti itu."

Alaia merasa yakin dengan apa yang dikatakannya, meskipun dirinya tidak pernah bertemu gadis bernama Theiamillis itu. Karena mereka berdua adalah tuan puteri, dia bisa mengerti perasaan yang berada pada pedang dan zirah itu. Theiamillis mungkin percaya pada Koutarou seperti halnya Alaia, dan mungkin mencintainya juga. Alaia percaya bahwa lambang bunga emas pada gagang pedang itu dan gelar Ksatria Biru Theiamillis yang terukir pada lempengan dada zirah itu membuktikan hal itu.

"Tuan puteri seperti apa yang akan meminjamkan pedang yang dibuatkan padanya saat hari kelahirannya pada seseorang yang tidak penting? Kalau anda betul-betul seseorang yang tidak penting, dia mungkin akan memberikan pada anda salah satu pedang yang ada disekitar sini."

"Tapi---"

"Dan meskipun bukan itu yang sebenarnya terjadi..."

Alaia mendekapkan tangannya di depan dadanya dan tersenyum pada Koutarou dengan senyuman yang begitu indah, sampai-sampai Koutarou lupa dengan apa yang hendak dikatakannya.

"Saya dan Charl melantik anda menjadi ksatria atas nama keluarga kekaisaran Forthorthe."

Alaia lalu menunjuk pada lencana di dada Koutarou.

"Bahwa anda adalah Ksatria Biru Forthorthe."

Lencana yang berada pada dada Koutarou itu dibuat oleh Charl dan Alaia. Meskipun terlihat seperti mainan, lencana itu memiliki kata-kata yang tertulis seperti demikian:

"Lencana Ksatria Biru Forthorthe, Pelindung Super Penting bagi Charl dan Alaia."

Selama lencana itu berada pada dadanya, meskipun dirinya hanyalah seorang rakyat biasa, Koutarou adalah ksatria sejati, yang telah diakui oleh Alaia dan Charl.

"Berbanggalah. Anda adalah seorang ksatria sejati, yang diakui oleh empat tuan puteri Forthorthe."

Alaia, Charl, Theia dan Clan. Keempat puteri itu mengakui Koutarou sebagai seorang ksatria. Bahkan dalam sejarah Forthorthe hal itu adalah sesuatu yang luar biasa.

"Saya tidak yakin dengan Clan...", balas Koutarou dengan senyuman menyerah. Kalau dia sudah disebut sebagai seorang ksatria oleh tuan puteri seperti Alaia, dia tidak punya pilihan lain selain menerima itu. Lencana gelar yang diberikan oleh Alaia dan Charl pun masih menggantung di dadanya. Hanya Clanlah orang yang tidak diyakini Koutarou sebagai orang yang menganggapnya sebagai ksatria.

"Clan-sama juga mengakui anda sebagai ksatria. Saya tahu akan hal itu."

Alaia teringat saat Koutarou dan Clan melawan raksasa besi, dan saat itu Clan berkata seperti ini:

"Ini adalah perintah kekaisaran. Sebagai ksatria Forthorthe, laksanakanlah tugasmu!"

Saat itu Alaia berada jauh dari tempat dimana Clan berada dan sulit untuk mendengarkannya, tapi Alaia yakin mengingat kata-kata itu. Kata-kata itu tidak akan mungkin diucapkan Clan jika Clan tidak mengakui Koutarou sebagai seorang ksatria.

"...Yang Mulia..."

Koutarou merasa bahagia bahwa seseorang sekelas Alaia telah menaruh rasa percaya yang begitu dalamnya pada dirinya. Satu-satunya hal yang masih mengganggunya adalah kenyataan bahwa dia adalah pengganti sang Ksatria Biru. Kalau saja dia bukan sekedar pengganti, Koutarou pasti sudah melonjak menari.

"Tapi, benar juga...kalau anda sudah membuat janji dan sumpah dengan orang-orang di kampung halaman anda...anda harus kembali pulang."

Alaia sendiri juga meraa senang karena dia merasa Koutarou mengungkapkan segala sesuatunya padanya karena Koutarou mengakui dirinya sebagai tuan puteri sejati. Alaia memang tidak bisa membuat Koutarou tetap berada di sisinya, namun hal itu tetap membuatnya bahagia.

"...Anda percaya dengan cerita yang luar biasa seperti itu, Yang Mulia?"

Koutarou hanya bisa heran melihat tanggapan Alaia. Dia tidak percaya bahwa Alaia akan percaya kalau dirinya datang dari dunia penuh bintang dan menembus waktu.

"Seorang tuan puteri yang tidak percaya pada ksatria yang dilantiknya sendiri tidak pantas untuk memimpin sebuah negeri."

Namun, Alaia hanya bisa percaya pada Koutarou. Kalau bukan karena Koutarou, Alaia tidak akan bisa maju sejauh ini. Itulah sebabnya dia akan mempercayai semua yang dikatakan Koutarou, bahkan jikalau Koutarou berkata bahwa matahari akan menghilang tiba-tiba besok hari.

"....Kata-kata anda terlalu baik bagi saya."

Kalau Alaia begitu percaya padanya, tidak ada hal lainnya yang bisa Koutarou lakukan. Tidak peduli apakah dia ksatria yang asli atau palsu, Koutarou meneguhkan dirinya sekali lagi untuk melindungi Alaia dari Maxfern.

"Hanya...bisakah anda mengatakan pada saya satu hal lagi, Layous--"

Alaia hampir menanyakan pertanyaan terakhirnya pada Koutarou, tapi dia teringat bahwa dia memiliki satu pertanyaan lagi untuk ditanyakan. Alaia lalu tersenyum dan memutuskan untuk menanyakan hal itu lebih dulu.

"Sebelum itu, tuan ksatria, bolehkah saya mengetahui nama anda?"

Sekali lagi, Alaia mengucapkan apa yang telah dikatakannya saat mereka berdua pertama kali bertemu.

Koutarou telah mengatakan pada Alaia bahwa dia bukanlah Ksatria Biru yang asli, dan dia sudah percaya padanya. Itulah yang membuat Alaia sadar bahwa dirinya tidak mengetahui nama asli Koutarou.

"Maafkan ketidaksopanan saya. Nama saya adalah--"

Sebagai jawabnya, Koutarou menjawab dengan kata-kata yang sama dengan yang dikatakannya pada hari itu. Namun, pada saat itulah kata-kata yang diucapkannya menjadi berbeda.

"Nama saya adalah Koutarou. Satomi Koutarou. Saya bersumpah demi pedang ini bahwa saya akan melindungi anda."

Tidak seperti sebelumnya, kali ini Koutarou mengungkapkan namanya yang sebenarnya, namun dia bersumpah demi pedangnya sama seperti sebelumnya dengan perasaan yang jauh, jauh lebih kuat daripada sebelumnya.

"Koutarou-sama...jadi nama anda adalah Koutarou-sama..."

Nama itu adalah nama yang asing yang tidak pernah terdengar di Forthorthe. Karena tidak terbiasa mengucapkan nama itu, Alaia mengulangnya beberapa kali.

"Saya betul-betul meminta maaf karena sudah menggunakan nama palsu hingga saat ini."

"Ada saat dimana saya memanggil diri saya sendiri dengan sebutan Cigna, jadi dengan ini kita seri."

"Hahaha, itu juga terjadi, ya..."

Yang dimaksud adalah saat festival panen, yang terjadi beberapa bulan lalu. Namun, karena ada banyak hal yang terjadi setelahnya, peristiwa itu seakan-akan telah terjadi bertahun-tahun yang lalu. Namun, peristiwa itu adalah kenangan yang berharga yang tidak akan dilupakan oleh mereka berdua.

"Jadi, Yang Mulia, apakah pertanyaan terakhir anda?"

Koutarou dan Alaia sama-sama tersenyum dengan senyuman yang sama saat mereka berdansa di malam festival itu. Sejak saat itu, perasaan mereka berdua sudah saling terjalin.

"Itu---"

Alaia pun tersenyum dan kembali mendekapkan tangannya di depan dadanya. Dia lalu berbisik pada Koutarou dengan suara yang sangat lembut.

"Kalau saya yang bertemu pertama kali dengan anda...kalau...saya yang meminta pada anda lebih dahulu...apa yang akan anda lakukan, Koutarou-sama?"

Alaia tahu kalau "kalau" itu tidak ada dan belum terjadi, tapi, "bagaimana kalau".

Bagaimana kalau dia sudah bertemu dengan Koutarou lebih dahulu daripada yang lain? Apakah Koutarou akan tetap berada disini, bersama dirinya?

Alaia tahu bahwa ini adalah hal yang percuma untuk ditanyakan, tapi dia tetap ingin menanyakan hal itu. Itulah seberapa besar rasa cintanya pada Koutarou.

"Kalau hal itu yang terjadi...saya mungkin akan melayani anda selama hidup saya."

Itulah yang diyakini oleh Koutarou. Dia tidak keberatan bersumpah setia pada Alaia, karena dia adalah seorang tuan puteri yang begitu luar biasa, yang bisa membuatnya merasa seperti itu. Ditambah, Koutarou juga sudah membuat banyak kenangan bersamanya. Mungkin, dia merasa nyaman bersamanya sama seperti saat dia berada bersama para gadis penjajah.

"Koutarou-sama, tolong temui saya lebih dahulu lain kali..."

Alaia merasa puas, mengetahui bahwa Koutarou akan pergi karena urutan pertemuan mereka. Meskipun bukan karena perasaannya tidak terungkapkan...

"Baiklah, tuan puteri..."

"...Koutarou-sama..."

....Alaia tetap meneteskan air matanya.

Dia telah mengerti segala sesuatunya, dan meski begitu, dia tetap tidak bisa menahan dirinya untuk tidak menangis.


Kembali ke Bab 1 Ke Halaman Utama Selanjutnya ke Bab 3