Rokujouma no Shinryakusha!? (Indonesia): Jilid 8 Bab 5

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Pengejaran dan Syarat menjadi Pasangan[edit]

Part 1[edit]

Rabu, 3 Februari

Ada sebuah tempat permainan game arcade[1] di dalam hotel di resor ski itu, namun mesin-mesin gamenya sudah menjadi mesin-mesin antik yang berumur lebih dari sepuluh tahun, membuat banyak pengunjung yang mengunjungi hotel itu hanya sekedar melewati tempat itu saja.

"Ayo, power up, power up."

"Kamu mengambil itu sekarang!?"

Ada pengecualian untuk para penggemar seperti Koutarou dan Theia yang suka dengan game-game lama. Karena itulah, Koutarou, Theia dan Ruth dapat dijumpai di tempat bermain itu. Mereka bertiga menemukan tempat itu setelah makan malam dan sekarang sedang bersenang-senang disana. Yang saat itu sedang bermain adalah Koutarou dan Theia, sementara Ruth menyaksikan mereka berdua bermain dari belakang.

"Lihat apa yang terjadi. Adalah kesalahan besar saat kau mengambil power up pada saat itu."

"Ya kali aku bisa ngambil itu pas lagi hujan peluru tadi!"

"Aku tidak mau mendengar alasanmu. Yang lebih penting lagi, cepat lanjutkan bermain. Seorang ksatria tidak boleh membiarkan aku bertarung sendirian."

Nyawa permainan Koutarou sudah habis, tapi Theia masih bermain. Theia sedang mengendalikan sebuah pesawat tempur kecil di tengah layar dan melawan para penjajah yang datang dari angkasa.

"...Yah, lagian, lucu juga sih, ngelihat kamu ngelawan penjajah-penjajah kayak gitu."

"Aku tidak bisa tertawa walaupun aku ingin saat aku sedang sibuk bertarung sendiri. Cepat lanjutkan bermain."

"Bentar, koinku habis."

"Jangan kuatir, aku sudah membelikannya."

Ruth lalu menunjukkan tangannya di hadapan Koutarou yang baru saja berdiri, dan didalamnya terdapat banyak sekali koin.

"Makasih ya, nanti aku ganti."

"Tidak usah, silahkan gunakan sesuka anda."

"Aku nggak bisa--"

"Cepat, Koutarou! Aku hampir kalah!"

"Oke, oke."

Koutarou lalu memasukkan koin yang didapatnya dari Ruth ke dalam mesin game itu dan melanjutkan bermain bersama dengan Theia. Sesaat kemudian, sebuah pesawat tempur biru muncul tepat di sebelahb pesawat tempur merah muda milik Theia. Mereka berdua lalu bekerja sama untuk melawan para penjajah.

Setelah beberapa saat, mereka berdua akhirnya mencapai boss terakhir dari permainan itu.

"Koutarou, waktunya serangan gabungan!"

"Oke, biar aku yang nembak terus! Kamu yang kendaliin pesawatnya!"

"Serahkan padaku! Percayalah padaku dan teruslah menembak!"

"Siap!"

Dengan kombinasi yang cemerlang, mereka berdua berhasil menghancurkan kapal tempur milik musuh sedikit demi sediki. Koutarou terus berkonsentrasi menembak dan memencet tombol secepat yang dia bisa terus menerus, sementara Theia dengan lihainya menghindari serangan musuh. Pertarungan yang indah itu hanya bisa terjadi karena gabungan keahlian mereka masing-masing.

Pada akhirnya, kerja sama mereka berdua pun membuahkan hasil dan kapal tempur raksasa milik musuh pun hancur.

"Ooh!?"

"Apa kita berhasil!?"

Layar mesin game itu pun menampilkan daftar nama-nama pembuatnya, dan pada akhirnya menampilkan pesan terima kasih kepada para pemain yang sudah memainkannya sampai akhir.

"Kita berhasil, Theia, kita berhasil namatin!"

"Ooooooooh, kita menang!"

Sambil melihat daftar para pembuat yang terus berjalan, Koutarou dan Theia mulai bersorak dengan penuh semangat, sambil sesekali menunjuk ke arah layar dan lalu berkata bahwa berkat merekalah permainan itu bisa mencapai akhir. Sementara itu, Ruth menonton mereka berdua melakukan itu dengan sebuah senyuman.

"Baik, aku akan memberikan padamu hadiah sebagai kontribusimu kepada keluarga kekaisaran."

"Hadiah?"

"Ya. Aku akan membelikanmu soda. Apa cola yang biasanya cukup bagimu?"

"Boleh. Kamu kok baik banget hari ini?"

"Sudah menjadi tugas bagi para bangsawan untuk mengapresiasi para pengikutnya saat mereka pantas untuk diapresiasi."

"Siapa yang kamu bilang pengikut?"

"Tentu saja kau. Meskipun sekarang tidak, tapi pada akhirnya nanti pasti akan terjadi!"

Theia, yang masih merasa senang, berdiri dan mulai berlari ke arah mesin penjual minuman tanpa memberi Koutarou waktu untuk membantah.

"Nanti pasti, ya..."

Theia masih tidak berubah sedikitpun sejak hari saat mereka pertama kali bertemu. Theia begitu memaksa dan berbicara dengan nada yang merendahkan Koutarou. Pada saat itu, Koutarou tidak akan pernah sedikitpun berpikir untuk tunduk padanya, namun sekarang, semuanya mulai berbeda. Karena Koutarou sudah tahu alasan mengapa Theia ingin menjadikan Koutarou sebagai pengikutnya, keinginan Koutarou untuk tidak melawan Theia sudah hampir hilang.

Tapi...aku kenapa ya...

Hari ini, Koutarou merasa ada yang salah semenjak mereka tiba di resor ski. Theia terlihat seperti mengkhawatirkan sesuatu sejak beberapa hari yang lalu, tapi saat mereka tiba di resor ski, dia kembali menjadi dirinya yang biasanya.

Dia masih jadi Theia yang biasanya, tapi....rasanya..kayak...?

Theia masih terlihat seperti biasanya. Baik kata-kata maupun tindakannya masih sama seperti biasanya, tapi Koutarou merasa ada yang lain, entah apa itu. Koutarou tidak bisa menemukan apa yang aneh itu, dan hal itu membuatnya bingung.

"Apa ada yang salah, Satomi-sama?"

Ruth, yang memperhatikan kelakuan Koutarou, memanggilnya dan bertanya.

"Nggak, cuma...apa Theia lagi ada masalah?"

Koutarou dengan jujurnya mengatakan pada Ruth apa yang ada dipikirannya, karena dia merasa kalau Ruth pasti memperhatikan perubahan itu dan mengetahui penyebabnya.

"...Kenapa anda berpikir demikian, Satomi-sama?"

Namun, Ruth menjawab pertanyaan Koutarou dengan kembali bertanya, dan entah mengapa, Ruth mulai tersenyum.

Kayaknya memang habis ada sesuatu...

Setelah melihat Ruth yang tersenyum, Koutarou dengan cepat mulai berpikir.

"Gimana ya...dia kelihatannya sama kayak biasanya, cuma...hawanya? Kayaknya beda dari biasanya..."

Saat itu Theia sedang memasukkan koin ke dalam mesin penjual minuman. Dia memang masih terlihat sama seperti yang sebelum-sebelumnya, namun ada sesuatu yang terasa berbeda. Koutarou sulit untuk mengungkapkan itu ke dalam kata-kata, tapi dia bisa merasa bahwa ada sesuatu yang betul-betul diluar dari yang biasanya.

"Apa hal itu membuat anda tidak nyaman?"

"Nggak. Rasanya bikin tenang,tapi nggak bikin nggak nyaman."

Ruth pun mengangguk dengan puas setelah mendengar jawaban Koutarou dan senyumnya pun menjadi sedikit lebih lebar.

"Begitu rupanya...Satomi-sama, Yang Mulia sempat mengkhawatirkan dirinya selama beberapa saat. Tapi setelah menyelesaikan kekhawatirannya itu, kelihatannya pikirannya juga menjadi berubah sedikit."

"Kuatir...jadi bukan gara-gara ada peristiwa gede yang terjadi?"

"Benar. Tidak ada yang terjadi, tapi tentu saja, hal itu bisa jadi merupakan peristiwa yang besar bagi Yang Mulia."

"Gitu ya, jadi itu sebabnya..."

Koutarou lalu melihat ke arah Theia, dan seakan merasa bahwa Koutarou sedang melihat ke arahnya, Theia menengok ke arah Koutarou.

"Koutarou. Ada cola dengan 0 kalori, dan ada juga yang kelihatannya tidak sehat. Yang mana yang kau inginkan?"

"Terserah kamu aja."

"Baik, kalau begitu biar aku yang pilihkan."

Setelah membalas dengan senyuman, Theia berbalik menghadap mesin penjual minuman itu dan kembali memasukkan koin. Setelahnya, dia kembali dengan membawa tiga botol plastik.

"Ini, Ruth. Karena semua tehnya terlihat manis, aku membelikanmu teh Jepang."

"Terima kasih, Yang Mulia."

Theia memberikan sebuah botol kepada Ruth. Meskipun mereka belum saling biara, Theia sama sekali tidak melupakan Ruth.

Tapi, kalau Theia jadi beda, berarti Ruth-san juga jadi sedikit beda...

Adalah hal yang jarang sekali terlihat, dimana Ruth membiarkan Theia pergi membeli minuman. Dari hal itu, bisa terlihat adanya perubahan kecil yang tidak terjadi hanya pada dalam diri Theia tapi juga di dalam diri Ruth. Sementara Koutarou masih memikirkan hal itu, sebuah botol plastik muncul di hadapannya.

"Koutarou, ini untukmu."

"Ah, makasih."

Theia memberikannya cola dengan 0 kalori dan tanpa gula.

"Karena kita sedang dalam studi tur dan ini merupakan hadiah untukmu, aku sempat memikirkan untuk membelikanmu cola yang tidak sehat, tapi..."

Koutarou lebih suka cola yang tidak sehat yang rasanya manis, karena cola yang punya 0 kalori menurutnya punya rasa yang berbeda.

"Kau nantinya akan menjadi seseorang yang berdiri memimpin yang lain, jadi aku membelikanmu cola yang ini, karena kau harus lebih memperhatikan kesehatanmu seperti diriku."

Theia juga membeli soda yang sama dengan Koutarou.

"Memimpin yang lain..."

Theia membelikan Koutarou cola dengan 0 kalori karena dia memikirkan kesehatan Koutarou, yang akan menjadi pengikutnya.

"Apa kau merasa tidak senang?" tanya Theia yang membuka tutup botolnya sambil tersenyum pada Koutarou.

"Ah..."

Koutarou tidak bisa segera menjawabnya. Dia bergumul dengan perasaannya, karena saat itu dia merasa senang dan tidak dengan Theia yang sekarang. Namun, sebelum dia bisa menjawab, Ruth justru angkat bicara.

"Aku tidak senang. Yang Mulia, mengapa anda tidak membelikanku cola juga?"

"Ruth, kau tidak suka cola, benar?"

"Kalau Yang Mulia yang membeli, aku juga pasti ingin minuman yang sama."

"Ah, baik, tunggulah! Aku akan beli satu lagi!"

Theia lalu memberikan botolnya pada Ruth dan kembali ke mesin penjual minuman. Koutarou, yang sedari tadi memandangi mereka berdua, pada akhirnya melihat ke botolnya sendiri dan membukanya.

Kayaknya nggak masalah deh...

Tidak peduli perubahan apa yang telah terjadi pad Theia ataupun Ruth, tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan. Koutarou merasa yakin akan hal itu setelah melihat percakapan mereka yang ceria.

"Nah, ini punyamu."

"Terima kasih, Yang Mulia. Aku akan berusaha meminumnya."

"Aku ngerasa ada yang salah...tapi ya sudahlah."

Sambil mendengarkan percakapan mereka berdua, Koutarou mulai meminum isi botol miliknya. Cola yang dingin itu terasa enak saat mengalir melewati kerongkongannya yang kering.

"Ngomong-ngomong, teh Jepangnya mau diapain?"

"Karena Yang Mulia sudah membelikannya untukku, aku akan meminumnya nanti."

Setelah Koutarou meminum sebagian besar colanya, dia melihat Yurika yang berjalan melewati pintu masuk ruangan permainan itu saat dia sedang melihat-lihat ke sekitarnya.

"....Dia mau kemana jam segini?"

"Ada apa, Koutarou?"

"Yah, kayaknya Yurika mau pergi keluar."

Koutarou hanya bisa melihat Yurika selama beberapa saat saja dari tempatnya berada, tapi dia bisa melihat bahwa Yurika memakai pakaian tebal untuk diluar. Karena penghangat di hotel itu masih bekerja, Yurika yang membenci dingin sekalipun pasti tidak akan memakai pakaian setebal itu. Jadi, Yurika yang memakai pakaian seperti itu pasti berencana untuk pergi ke luar.

"Pada jam seperti ini?" tanya Ruth sambil melihat jam di ruangan itu, yang menunjukkan waktu lebih dari jam 21.30 - waktu bagi para murid untuk tidur.

"Aneh...aku tanya dia dulu deh."

Fakta bahwa Yurika yang benci dengan dingin akan pergi ke luar sudah menimbulkan pertanyaan. Koutarou, yang merasa bahwa ada sesuatu yang akan terjadi, menghabiskan minumannnya dan berjalan menuju pintu keluar ruangan bermain itu.

"Ruth, mari kita bergegas."

"Baik, Yang Mulia."

Theia dan Ruth pun ikut serta dan mereka bertiga akhirnya mengejar Yurika.


Part 2[edit]

Koutarou dan yang lainnya berhasil mengejar Yurika yang sedang menuruni tangga dari lantai dua ke lantai satu.

"Tunggu, Yurika, kamu mau kemana jam segini?"

"Satomi-san!?"

Mata Yurika langsung terbelalak saat dia terkejut karena dipanggil.

"Ke-kemana, aku nggak kemana-mana kok."

"Jangan bo'ong. Kamu pakai pakaian kayak gitu kayak ngasih tahu kalau kamu bakal pergi keluar."

"Auuu."

Yurika memakai pakaian tebal, menghindari lift dan memilih berjalan melalui area hotel yang sepi seperti memberitahu bahwa dia akan menyelinap ke luar hotel, dan untuk waktu yang cukup lama. Kalau dia hanya sekedar keluar untuk mengambil sesuatu yang jatuh keluar dari jendela kamarnya, Yurika tidak perlu menyelinap seperti itu.

"Yurika-sama, anda mau pergi kemana?"

"Berdasarkan jawabanmu, mungkin kami akan membantumu. Katakan saja pada kami."

"U-uhm...itu..."

Yurika menjadi bingung untuk menjawab karena diberondong pertanyaan oleh Ruth dan Theia, dan setelah berpikir keras, dia memutuskan untuk hanya mengatakan pada mereka apa yang bisa dia katakan.

"Se-sebenarnya, Maki-chan hilang."

"Aika-san hilang?"

"Iya. Jadi aku mau nyari dia diam-diam..."

Setelah menyembuhkan luka dari pertarungan sebelumnya, Yurika mulai mencari dimana Maki berada. Karena Yurika tahu kalau Maki sedang merencanakan sesuatu, Yurika tidak bisa membiarkannya begitu saja. Namun, dia tidak bisa menemukan Maki dimanapun di sekitar tempat main ski. Bahkan setelah jam bermain ski berakhir, Maki tidak juga kembali ke hotel. Jadi, Yurika menyimpulkan bahwa Maki berada di luar hotel dan memutuskan untuk pergi mencarinya.

"Cuma kamu sendiri?"

"I-iya. Bakal jadi masalah kalau orang-orang tahu, jadi kalau aku pergi sendiri..."

Kalau teman-teman sekelas atau guru mereka tahu tentang hilangnya Maki, maka akan terjadi sebuah keributan. Jadi, jika Yurika pergi sendiri, dia akan bebas menggunakan sihirnya untuk mencari Maki. Ada juga kemungkinan kalau mereka berdua akan bertarung lagi, jadi Yurika yang pergi sendirian adalah keputusan yang tepat untuk alasan-alasan itu.

Aaauuuu. Aku harus gimana? Satomi-san bakal marah lagi~

Namun, Yurika tidak bisa mengatakan hal-hal itu. Karena dia akan menjelaskan semuanya pada Koutarou, dia pasti akan khawatir dengan dirinya yang akan pergi sendirian. Koutarou bukanlah seorang laki-laki yang akan membiarkan seorang gadis pergi sendirian pada malam hari di gunung. Yurika, yang takut kalau akan menerima pukulan dan teguran dari Koutarou, menutup matanya dengan takut.

"Jadi gitu rupanya, ide bagus, Yurika."

"...E-eh?"

Namun, tidak peduli berapa lama Yurika menunggu, tidak ada pukulan ataupun teguran yang menuju ke arahnya. Yurika lalu membuka matanya dengan perlahan dan melihat Koutarou yang mengangguk sambil tersenyum.

"Dalam situasi ini, memang kamu yang cocok buat pergi."

"S-Satomi-san?"

Yurika begitu terkejut dengan reaksi Koutarou yang tidak biasanya.

Kenapa!?

Keterkejutannya saat itu jauh lebih besar daripada biasanya sampai membuatnya ragu akan apa yang dilihat dan didengarnya.

"Apa maksudnya? Tidak mungkin Yurika bisa menemukan Maki jika dia pergi sendirian ke gunung."

Theia, yang sama-sama merasa ragu seperti Yurika, menggantikan Yurika menanyakan hal itu. Ruth yang berada di belakangnya terlihat khawatir karena dia memikirkan hal yang sama seperti Theia.

"Kalian lupa? Sekarang, Yurika udah bisa pakai sihir beneran, jadi dia pasti bisa nemuin Aika-san duluan sebelum ditemuin sama polisi atau tim SAR."

"Kau benar!!" balas Theia yang akhirnya mengerti alasan Koutarou.

Yurika memiliki tongkat yang dibawa Koutarou ke kamar 106. Kalau dia menggunakan kekuatan tongkat itu, dia pasti bisa menyelesaikan situasi itu sebelum menjadi masalah serius. Namun, karena itulah Yurika harus pergi sendriian. Kalau teman-teman kelas atau gurunya mengikutinya, Yurika tidak akan bisa menggunakan sihir.

"Yurika, maafkan kata-kataku yang kasar. Keputusanmu memang benar."

"Maafkan aku, Yurika-sama."

"N-nggak apa-apa, kalian nggak perlu minta maaf..."

Theia dan Ruth meminta maaf dan membuat Yurika merasa bersyukur.

H-huh!? A-ada yang aneh!! Mereka kenapa!?

Situasi saat itu berkembang jauh dari sebelum-sebelumnya. Beberapa hari lalu, tidak ada orang yang menghormati tindakan Yurika, tapi sekarang mereka bertiga menunjukkan sikap yang begitu berbeda. Karena itulah, Yurika menjadi semakin kebingungan.

"Tapi, Yurika", lanjut Koutarou dengan wajah yang mulai serius.

Auu, dia bener-bener bakal marah.

Yurika langsung menutup matanya mengikuti intuisinya. Dia pasti akan segera dijatuhkan beberapa saat setelah dipuji, dan itulah yang terjadi beberapa kali saat dulu.

"Aku kesel karena kamu nggak mau ngobrol sama kita dulu. Meskipun kamu udah bisa pakai sihir, kamu pergi ke gunung sendirian malam-malam itu bahaya. Lagian, kamu bisa pakai sihirmu di depan kita", kata Koutarou sambil meletakkan tangannya yang besar di kepala Yurika.

"...Eh?"

Yurika mulai menengadahkan kepalanya dan membuka matanya dengan perlahan, dan apa yang dilihatnya adalah Koutarou yang masih tersenyum padanya.

D-dia beneran...nggak marah...?

Kalau Yurika dimarahi atau dipukul, dia pasti tidak akan seterkejut itu. Namun, Yurika betul-betul keheranan dengan perkembangan yang betul-betul tidak diduganya itu.

"Oke, aku ngerti situasinya."

"Satomi-san?"

Yurika masih tidak mengerti dengan perkembangan situasi saat itu, tidak seperti halnya Koutarou.

"Yurika, aku ikut sama kamu. Tunggu disini, aku ganti baju dulu."

"O-oke..."

Karena itulah, Yurika hanya bisa menurut saja.

"Koutarou, aku akan ikut denganmu."

"Nggak, bakal bahaya."

"Kenapa?"

"Karena aku, Yurika sama Aika-san pergi, itu berarti bakal ada tiga orang dari kelas 1-A yang nggak ada di tempat. Kalau jumlahnya nambah, pasti guru-guru bakal curiga."

"B-benar juga..."

"Yang Mulia, aku rasa ada baiknya kita tetap disini dan menjaga rahasia perginya mereka."

"Aku mengerti. Tapi, segera hubungi aku kalau situasinya menjadi berbahaya."

"Oke! Ngomong-ngomong, aku ganti dulu ya! Yurika, jangan pergi dulu!"

"O-oke!"

Koutarou lalu bergegas menaiki tangga dan meninggalkan Yurika dan yang lainnya.

Satomi-san muji aku...dan bakal nolong aku...

Sambil melihat ke arah Koutarou, Yurika masih bingung mengapa ini semua terjadi. Dia masih tidak bisa mengerti, tapi Yurika tahu kalau suasana di sekitarnya sudah mulai berubah.

Apa ya, rasa yang nyaman ini...

Koutarou masih menganggap Yurika sebagai gadis biasa, tapi walau begitu, Koutarou mulai sadar bahwa Yurika bisa menggunakan sihir.

Dan kenapa jantungku jadi deg-degan begini...?

Yurika bisa menjalankan tugasnya sebagai gadis penyihir sementara terus diperlakukan sebagai gadis biasa. Terlebih lagi, dia mendapat bala bantuan dan pujian. Tidak ada hal yang lebih membahagiakan daripada itu bagi Yurika, dan kelihatannya jantungnya tidak akan berhenti berdebar.

Tidak lama setelah meninggalkan hotel, Yurika melepakan semua pakaian tebalnya dan menyisakan baju gadis penyihirnya. Biasanya, dia akan mengeluhkan dinginnya malam itu di tengah gunung dengan pakaian setipis itu, tapi kali ini, Yurika tidak merasa kedinginan. Malah, bisa terlihat kalau dirinya terlihat bersemangat.

"Satomi-san, Satomi-san, lihat, aku keluarin mantra selanjutnya!"

"Udah kubilang, cukup."

"Nggak usah malu-malu, yang ini hebat loh ♪ "

"Kamu udah bilang hal yang sama buat mantra yang sebelumnya."

"Lihat nih! Eee~~ii!"

Yurika memegang Encyclopedia di atas kepalanya dengan kedua tangannya sambil tersenyum. Setelahnya, cahaya merah dan kuning keluar dari tongkat itu di saat yang bersamaan dan menyelimuti Koutarou dan Yurika.

"O-Oh? Aku melayang!"

"Hebat kan? Yang ini namanya Limited Levitation ♪"

Kaki mereka berdua pun menjadi terangkat sedikit di atas tanah, hampir seperti ada pijakan tak terlihat setinggi lima sentimeter dari tanah yang membuat mereka melangkah di atasnya.

"Kelihatannya kekuatannya nggak cukup buat bikin kita bisa terbang, tapi kalau dipakai buat tempat-tempat kayak gini, yang pijakannya nggak enak, jadinya enak kalau buat jalan."

"Oh, hebat juga..."

Berkat mantra itu, kecepatan berjalan Koutarou dan Yurika pun meningkat cukup banyak. Langkah mereka menjadi ringan dan kaki mereka tidak lagi terjebak masuk ke dalam salju.

"Oke, kalau gitu aku keluarin mantra selanjutnya ya ♪"

"Yurika, cukup. Bakal jadi masalah kalau kita kehabisan kekuatan sihir pas kita lagi butuh, ya kan?" ujar Koutarou yang menghentikan Yurika saat dia kembali mengangkat tongkatnya.

Sejak mereka berdua pergi meninggalkan hotel, Yurika sudah menggunakan sepuluh mantra, yang dia yakini akan berguna untuk menjelajah gunung di malam hari seperti: melayang, cahaya, perlindungan terhadap dingin, penglihatan malam, dan yang lainnya.

Karena itulah, meskipun Koutarou tahu kalau tongkat itu memang dibuat untuk menggunakan sihir-sihir lemah, dia tetap merasa kuatir tentang kekuatan sihir yang tersisa.

"Nggak apa-apa. Tongkat ini belum kehilangan sedikitpun kekuatannya setelah ngeluarin mantra sebanyak ini."

"Semoga aja..."

Karena Yurika mengerti lebih baik bagaimana tongkat itu bekerja daripada Koutarou, dia tahu kalau kekuatiran Koutarou itu tidak beralaskan. Ditambah, bukannya Yurika menggunakan sihir tanpa alasan. Dia menggunakan banyak mantra-mantra lemah untuk menyimpan staminanya dan mempersiapkan dirinya untuk pertarungan melawan Maki. Lalu, dengan merapal mantra berulang kali, Koutarou nantinya akan menjadi lengah terhadap mantra yang akan digunakannya dan membuatnya bisa membuat Koutarou tertidur sebelum dia berhadapan dengan Maki. Dengan begini, Yurika bisa menjaga Koutarou agar tidak masuk ke dalam pertarungan mereka berdua.

Itu sebagian alasan mengapa Yurika mengeluarkan begitu banyak mantra. Sebagiannya lagi adalah karena Yurika tidak bisa menahan kegembiraannya.

"Satomi-san, Satomi-san, mantra apa yang harus aku keluarin selanjutnya!?"

"Yurika, jangan berlebihan. Lihat ke depan kalau jalan, bahaya kalau kamu terus begitu."

"Tenang aja ♪ Aku pasti bakal--uuf."

Tepat saat itu, Yurika menabrak pohon di sisi jalan yang tertutup salju. Salju-salju yang bertumpuk di dahan pohon itu pun jatuh menghujani Yurika.

"Baru aja aku bilangin. Sini tanganmu."

"M-maaf."

Koutarou mengulurkan tangannya pada Yurika yang jatuh terduduk tertimbun salju dengan wajah cemberut yang mulai memerah karena berbenturan dengan pohon. Yurika lalu menggenggam tangan Koutarou dan bangkit berdiri, lalu dengan malu-malu menyingkirkan salju dari tubuhnya.

"Hei, Yurika."

"...Apa?"

"Soal mantramu selanjutnya, keluarin mantra buat benerin wajahmu atau ngeringin bajumu."

"Oke..."

Yurika sudah bisa menggunakan sihir dengan bebas di hadapan Koutarou dan yang lainnya, tapi kelihatannya hubungan mereka berdua akan tetap tidak berubah.


Part 3[edit]

Maki mulai mengejar iblis yang berada di puncak gunung segera setelah dia menyembuhkan luka-luka yang didapatnya saat bertarung melawan Yurika. Namun, karena sihir deteksi miliknya tidak sebagus Dark Green yang punya keahlian meramal, Maki kehilangan jejak iblis itu. Setelah itu, dia berjalan tanpa tujuan sambil mengelilingi puncak gunung itu. Tapi beberapa saat lalu, dia berhasil melacak iblis itu sekali lagi.

"Tidak salah lagi...dia ada di dekat sini..."

Maki sedang memakai baju gadis penyihir miliknya yang terlalu tipis untuk dipakai berjalan menjelajah gunung salju, tapi hawa dingin yang ada tidak mempengaruhinya. Seperti halnya Yurika, Maki juga menggunakan beberapa mantra untuk melindungi dirinya dari dingin. Tentu saja, langkahnya juga sama ringannya.

"Disana...apa dia ada di dalam gua itu...?"

Ada sebuah gua di arah jalan yang dilalui Maki dengan mulut gua yang selebar tiga meter, cukup bagi seseorang untuk masuk.

Sihir deteksi yang digunakan Maki menunjukkan bahwa ada kekuatan sihir yang besar jauh di dalam gua itu. Maki menyimpulkan bahwa iblis yang dikejarnya menjadikan gua itu sebagai sarangnya.

"...Kekuatan sihirnya memang betul-betul besar."

Saat Maki berdiri di pintu masuk gua itu, bahkan tanpa memakai sihir deteksi sekalipun, dia bisa merasakan besarnya kekuatan sihir yang ada, yang bahkan membuatnya gemetaran. Dengan kekuatan sihir sebesar itu, kalau dia bisa membuatnya menjadi miliknya, iblis itu akan menjadi alat yang bagus untuk dipakai bertarung. Namun, Maki merasa ada sesuatu yang mengganggu dirinya.

"...Aku penasaran, perasaan apa ini..."

Maki ahli dalam menggunakan sihir untuk mengendalikan pikiran dan juga merupakan seorang penyihir yang menggunakan sihir nila. Karena itulah dia bisa menyadari adanya perasaan yang tercampur di dalam kekuatan sihir yang besar itu.

"Apa ini...ketakutan, mungkin...?"

Maki bisa merasakan adanya ketakutan yang begitu besar dari apa yang dianggapnya sebagai pemilik gua ini. Perasaan yang kuat itu membuat gelombang-gelombang besar di dalam kekuatan sihir yang terpancar keluar.

"Sense Emotion, Mana Shield, Resist Magic..."

Maki merasakan ada yang tidak beres mengenai ketakutan yang datang dari dalam gua itu dan lalu menggunakan beberapa mantra. Dia yang berada dalam gua itu tidak sekuat Maki, tapi masih cukup berbahaya untuk membuat Maki harus bersiap siaga, dan membuatnya harus membuat persiapan.

"Nah, apa yang ada di dalam gua ini?"

Dengan menggunakan cahaya yang dibuatnya dari tongkatnya, Maki dengan hati-hati mulai masuk ke dalam gua. Gua itu membentuk jalan yang lurus dengan sedikit belokan, membuatnya tidak perlu kuatir akan tersesat.

Hak sepatu Maki membuat suara keras saat mengenai lantai gua. Karena dinding dan lantai gua itu tertutup oleh es, suara langkah Maki menggema sampai jauh ke dalam gua.

"Kelihatannya pemilik gua ini bisa mengendalikan es..."

Ada sisa-sisa kekuatan sihir yang terdapat di dalam es di gua itu, membuat Maki yakin bahwa penghuni gua itulah yang membuatnya. Saat Maki terus melanjutkan langkahnya masuk ke dalam gua, dia menjalankan mantra lain untuk melindungi dirinya dari es.

"Guh-guuuuuuuuu..."

Setelah berjalan beberapa meter ke dalam gua, sebuah erangan layaknya hewan buas dapat terdengar. Suara itu menggema dan terdengar lebih keras dari yang seharusnya. Tubuh Maki yang lemah pun terguncang saat terkena gema suara yang kuat itu ditambah dengan besarnya kekuatan sihir yang terpancar.

"Kelihatannya dia ada di depan sana."

Manusia atau binatang biasa pasti akan lari setelah mendengar erangan seperti itu. Namun, Maki justru tersenyum dan mempercepat langkahnya. Gertakan seperti ini tidak akan mempan terhadap Maki.

"Ketemu!"

Setelah terus melangkah beberapa meter setelah mendengar erangan itu, Maki sampai di sebuah area yang cukup luas, dengan diameter sekitar 20 meter. Maki menemukan iblis yang dicarinya di bagian paling belakang area itu.

Badan iblis itu tingginya sekitar dua meter dan tertutup dengan rambut putih, berdiri dengan dua kaki layaknya manusia, tapi wujudnya lebih mirip dengan binatang buas ketimbang manusia. Akan lebih tepat jika dikatakan sebagai singa yang dipaksa untuk berdiri dengan dua kaki.Yang paling mencolok dari iblis itu adalah sayap pada punggung dan kepalanya, yang bentuknya mengingatkan Maki pada sayap elang atau rajawali.

Iblis itu rupanya raksasa yang berdiri dengan dua kaki, dengan kepala dan sayap layaknya burung pemangsa, yang merupakan pemilik dari gua ini. Rupanya bisa membuat orang teringat akan setan atau sesuatu dari legenda-legenda.

Dilihat dari badannya yang kuat dan kekuatan sihir yang besar yang dimilikinya, Maki yakin bahwa iblis itu pasti sangat kuat.

"K-kauw, kengapa kauw dakang he zini!! Pa kauw he zini ntuk bunu aku!?

Namun, saat iblis itu melihat Maki, dia justru mulai menjauh. Adalah hal yang langka bagi sebuah iblis untuk mundur bahkan di hadapan musuh yang kuat. Maki sudah menjumpai banyak iblis-iblis yang kuat sebelumnya, tapi baru kali ini dia melihat reaksi seperti ini.

Kelihatannya dia berbicara dengan bahasa Folsaria kuno...

Maki hanya bisa keheranan melihat reaksi si iblis dan lalu mulai berbicara dengan menggunakan bahasa yang sama dengan yang digunakan oleh iblis itu. Bahasa yang digunakan iblis itu adalah bahasa yang dipelajari dan digunakan sehari-hari oleh penyihir tingkat tinggi layaknya Maki.

"Tenanglah. Saya hanya datang ke sini untuk membuat perjanjian denganmu. Jika mungkin, saya ingin menjadikanmu sebagai pelayan saya", kata Maki yang menjelaskan alasan kedatangannya.

"Kauw bohng!"

Namun, iblis itu langsung menolaknya, dan sambil melotot ke arah Maki, dia mulai menggertak.

"Guuuuuuuoooooooooooo!"

"Tunggu! Saya betul-betul datang kesini hanya untuk menjadikanmu sebagai--"

"Diyam! Aku tahu kalu kauw bohng! Fadra zedang he zini! Kauw temahn Fadra benr!?"

"Fadra...?"

Iblis itu mengatakan sesuatu yang Maki tidak tahu. Berdasarkan cara bicaranya, kelihatannya itu sebuah kata benda, tapi karena leher iblis itu tidak dibuat untuk berbicara menggunakan bahasa manusia, Maki tidak mengerti apa maksud kata itu.

"Apa itu Fadra? Apa yang begitu kau takuti?"

Penyebab ketakutan iblis itu kemungkinan besar adalah kata itu. Saat Maki mendekati iblis itu, dia bisa melihat kalau iblis itu begitu ketakutan. Kalau dia tidak melakukan sesuatu untuk meredakan ketakutan itu, Maki tidak akan bisa membuat iblis itu menjadi pelayannya. Untuk itu, dia harus tahu lebih dulu apa itu Fadra.

"Kauw tidk biza menifuku! Aku biza cium bauh Fadra di kauw! Kauw bertuges tahen aku, benr!?"

"Bau Fadra!? Menahanmu?"

"Zini! Fadra hi zini! Dia hampir he zini! Aku bakl mati! Dia bakl bunu aku dengn Signaltin!! Aku haruz bunu kauw dn lari!!"

Namun, Maki masih tidak bisa mengerti apa maksud si iblis. Tanpa menjawab pertanyaan Maki, iblis yang ketakutan dan menjadi panik itu pun menyerangnya.


Part 4[edit]

Koutarou dan Yurika sampai di mulut gua yang sama beberapa menit setelah Maki masuk ke dalam gua itu. Yurika yakin bahwa Maki sedang melakukan sesuatu yang ada hubungannya dengan sihir di gunung ini, jadi dia memutuskan untuk mencari kekuatan sihir yang ada di gunung itu daripada mencari tanpa arah. Sebagai hasilnya, Yurika mendeteksi hal yang sama yang dicari oleh Maki dan sampai ke gua itu.

"Di dalem sini?"

"Kayaknya. Maki-chan kayaknya ada disini."

Koutarou memandangi gua itu dengan penuh rasa penasaran. Sambil melihat Koutarou dari belakang, Yurika mulai berpikir bahwa sekaranglah saatnya untuk membuat Koutarou tertidur.

Maki mungkin berada di dalam gua itu. Meskipun mungkin nantinya dia ternyata tidak ada, tetap saja ada suatu hal yang berhubungan dengan sihir di dalam gua itu. Karena Yurika ingin membuat Koutarou percaya bahwa mereka sedang mencari Maki yang sedang menghilang, Yurika merasa bahwa ada baiknya kalau dia membuat Koutarou tertidur sebelum dia masuk ke gua itu lalu menyembunyikan badannya di tempat yang aman.

Setelah memutuskan untuk melakukan itu, Yurika mengarahkan tongkatnya ke arah Koutarou.

"Satomi-san, karena di dalam gelap, aku keluarin mantra cahaya ya."

"Oh ya, silahkan."

Karena dia sudah mendapat beberapa mantra pada dirinya, Koutarou tidak mempertanyakan tingkah Yurika yang mendekatinya dari belakang dengan tongkatnya.

Aku ngerasa jahat udah nipu dia, tapi...ini juga demi keselamatan Satomi-san sendiri...

Yurika mengarahkan tongkatnya pada Koutarou dan bukannya menggunakan sihir dari tongkat itu, Yurika justru merapal mantranya sendiri. Karena mantra yang akan digunakannya adalah mantra untuk mempengaruhi pikiran, Yurika belum bisa mempercayai Encyclopedia untuk melakukannya, dan lebih memilih untuk memakai kekuatan sihirnya sendiri yang betul-betul bisa dikendalikannya.

Gimana kalau aku bikin dia mimpi indah? Misal, kayak Satomi-san, aku sama Sakuraba-senpai pergi jalan-jalan kemana, gitu...

Dengan dicampur oleh keinginan dan kejahilan dalam pikirannya, Yurika mulai merapal mantranya.

"Deep Sleep - Combined - Control Dream - Modifier - Effective Time - Twice."

Mantra yang membuat orang menjadi tertidur dan mantra untuk mengendalikan mimpi bercampur menjadi satu cahaya nila dan menyelimuti Koutarou.

"Ooh?"

Koutarou terlihat keheranan saat dia melihat cahaya nila yang menyelimutinya. Namun, dia hanya bisa melakukan itu sebentar saja, karena efek mantranya bekerja dengan cepat dan membuat Koutarou kehilangan kesadaran. Karena Koutarou tidak berusaha menolak mantra Yurika, efek mantra itu pun langsung bekerja seketika.

"Selamat tidur, Satomi-san", ujar Yurika yang tersenyum pada Koutarou sambil menahan badannya agar dia tidak rubuh.

"Wawa!?"

Rupanya, badan Koutarou jauh lebih berat dari yang dibayangkan Yurika, tapi entah bagaimana, Yurika berhasil menopangnya.

"Fiuh...sekarang tinggal nyembunyiin dia entah dimana deh. Dia pasti bakal baik-baik aja kalau aku pasangin pelindung."

Yurika lalu melihat ke daerah sekelilingnya dan menemukan sebuah batu besar di dekat gua. Dia yakin kalau dia bisa menyembunyikan badan besar Koutarou di balik bayangan batu itu.

Namun, sesuatu terjadi sebelum Yurika bisa membawa Koutarou ke sana.

Sebuah suara yang mirip dengan suara tembakan meriam dapat terdengar dari dalam gua. Di saat yang bersamaan, sejumlah besar salju terbang dengan cepat keluar dari mulut gua tepat di depan Yurika, dimana dia bisa melihat Maki diantara hamparan salju yang beterbangan itu.

"Kyaaaa!? Tunggu, M-Maki-chan!?"

"Nijino Yurika!?"

Meskipun mereka hanya berpapasan hanya sekilas saja, tatapan Yurika dan Maki saling bertemu di saat yang singkat itu. Maki lalu terus melayang dan terjerembab masuk ke dalam salju. Yurika, yang sedari tadi masih menahan badan Koutarou, hanya bisa menonton keheranan.

"Guuuuuuuooooooooooo!!"

Sesaat setelahnya, si iblis putih keluar dari dalam gua dan mengejar Maki. Iblis itu terlihat akan menyerang Maki, tapi saat dia memperhatikan adanya Yurika, dia berhenti bergerak dan melayang di udara.

"Gaaaaaa, Fadra, Fadraaaaaa!"

Iblis itu lalu mengepakkan sayapanya dan melesat menyerang Yurika.

"Bunu! Bunu! Fadra, Fadra!!"

Tangan iblis itu bersinar merah sesaat sebelum diselimuti oleh badai salju keputihan. Rupanya, itulah sihir es yang digunakan iblis itu.

"Gawat!"

Begitu mengetahui bahwa iblis itu mengincar dirinya dan Koutarou, Yurika langsung merapal mantra.

"Quick Cast - Greater Protection!!"

Mantra itu adalah mantra pertahanan terkuat yang bisa digunakan Yurika, menghasilkan cahaya kuning yang menyelimuti dirinya dan Koutarou.

"Matiiiiiiiiiii!!"

Si iblis lalu menyerang dengan menggunakan sihirnya. Badai salju di tangannya pun lepas dari tangannya dan mengelilingi Yurika dan Koutarou.

"Kyaaa!!"

Yurika menjerit saat dikelilingi oleh badai salju itu, yang mulai membungkus dirinya dan mulai berubah menjadi pilar es karena kepadatannya yang berubah dengan cepat. Dalam beberapa detik saja, Yurika sudah membeku dan menjadi sebuah patung es yang besar.

Sementara itu, Koutarou yang masih tertidur hanya mendapat sedikit es yang menempel di badannya. Ini terjadi berkat mantra pertahanan Yurika dan tindakan Yurika yang mendorongnya menjauh sebelum badai salju menyerang mereka. Koutarou, yang dilindungi oleh cahaya kuning, berguling-guling beberapa meter menjauh dari Yurika setelah didorong.

"Y-Yurika..."

Maki berusaha bangkit berdiri dan melihat pilar es yang menjerat Yurika, yang sudah betul-betul membeku dengan mata yang terbelalak. Maki bahkan ragu apakah Yurika masih hidup atau tidak. Dengan kedatangan Yurika yang tiba-tiba dan krisis yang langsung dialaminya, Maki menjadi lupa dengan keberadaan si iblis putih untuk sesaat.

"Mati, matiiiiiiiii! Fadra! Matiiiiiiii!"

Namun, meskipun dia tidak lupa, Maki tidak mungkin bisa menghindar dari serangan selanjutnya dari si iblis yang sudah menjadi gila itu, yakni badai salju yang besar.

Part 5[edit]

Koutarou dan Yurika pergi meninggalkan hotel sekitar pukul 09:30 malam. Sudah satu setengah jam berlalu dan sudah waktunya bagi pihak hotel untuk memberlakukan jam malam. Karena itulah, jumlah orang yang berada di lobi sudah berkurang cukup banyak.

Theia masuk ke lobi saat keramaian yang ada sudah berkurang. Dia khawatir terhadap Koutarou dan yang lainnya yang masih belum pulang hingga saat itu, dan dengan tidak sadar melangkah menuju lobi.

Dimana Koutarou...?

Theia mencari Koutarou di sekitar lobi itu. Kalau dia sudah kembali, Koutarou pasti akan menghubungi Theia lebih dulu. Jadi, meskipun Theia mencari Koutarou di tempat itu sekarang, tidak mungkin dia bisa menemukan Koutarou. Theia sendiri pun sadar akan hal itu.

Bodohnya aku...hm?

Meskipun dia tidak menemukan Koutarou, Theia justru menemukan seorang gadis yang dikenalnya. Dia lalu tersenyum kecil dan menghampiri gadis itu.

"Sanae."

Gadis yang dijumpainya di lobi rupanya adalah Sanae, yang sedang duduk di sofa memandangi pintu masuk otomatis.

"Huh? Ada apa, Theia?"

Karena Sanae begitu fokus memandangi pintu masuk itu, dia tidak menyadari Theia yang menghampirinya sampai namanya dipanggil. Karena itulah, Sanae menjadi sedikit terkejut dengan suara panggilan itu.

"Bukan apa-apa. Aku hanya sedang ingin berjalan ke sini."

Theia lalu duduk di sebelah Sanae, karena dia merasa ingin berada di sini dan berbicara dengan Sanae untuk sementara waktu.

"Hmph. Aku lagi nunggin Koutarou pulang", ujar Sanae dengan ketus sambil menunjuk ke arah pintu masuk. Meskipun dia sedang menunggu kedatangan Koutarou, nampaknya Sanae sedang terlihat kesal.

"Kalau dia udah pulang nanti, aku mau marahin dia."

"Kenapa?"

"Karena dia nggak ngajak aku buat ngelakuin hal yang menarik."

Sambil mengutarakan kekesalannya, Sanae menunjuk-nunjuk ke arah pintu dengan berirama. Rupanya, Koutarou dan Yurika pergi saat Sanae masih berada di pemandian air panas bersama Kiriha. Sanae tidak suka dengan hal itu dan marah karena Koutarou meninggalkannya.

"Theia, kamu juga bilang sesuatu ke dia dong."

"Aku?"

"Iya. Bukannya ada beberapa hal juga yang mau kamu bilang ke dia?"

"Ada benarnya, tapi..."

Theia hanya bisa tersenyum kecut. Memang, ada hal-hal yang ingin dia utarakan pada Koutarou, tapi hal-hal itu adalah hal-hal berbeda dari apa yang dimaksud oleh Sanae.

Tidak, kalau dilihat dari sudut pandang yang lebih besar, mungkin tetap sama...

Pada akhirnya, alasan mengapa Theia dan Sanae berada di lobi itu adalah hal yang sama.

"Kamu keluarin perasaan yang ketahan itu, terus pakai kekuatan gadis dan keberanianmu buat---"

Pintu masuk hotel terbuka, membuat Sanae dan Theia melihat ke arahnya di saat yang bersamaan dan membuat percakapan mereka terhenti.

"Kita akhirnya sampai, papa."

"Sudah kelewat malam...hhhh."

"Aku daftarin kita dulu ya. Tunggu sebentar."

Sepasang orang tua muda dan anak mereka masuk ke hotel itu. Rupanya, mereka adalah pengunjung hotel dan langsung mendekati meja resepsionis.

Ternyata...hanya pengunjung...keluh Theia sambil melemaskan bahunya. Rupanya, mereka bukanlah orang-orang yang ditunggu-tunggu oleh Theia dan Sanae.

"Sanae?"

"..."

Theia langsung berbalik memandangi Sanae, namun Sanae tidak melakukan hal yang sama. Malah, Sanae terus memandangi keluarga 3 orang itu. Sepasang suami istri muda dan anak kecil, yang kemungkinan besar merupakan anak mereka, adalah hal yang membuat Sanae penasaran.

Rokujouma V8 207.jpg

"..."

"Kenapa, Sanae?"

"Theia...m-maaf, tadi kita ngomongin apa?"

Pada akhirnya, Sanae baru menanggapi Theia setelah keluarga itu masuk ke dalam lift dan menghilang.

"Tidak apa-apa. Yang lebih penting lagi, ada apa denganmu? Apa ada yang salah dengan keluarga itu?"

"Nggak, mereka cuma bikin aku inget sedikit sama papa sama mama."

Sebenarnya, Sanae bukannya tertarik dengan ketiga orang itu, tapi mereka membuatnya teringat akan kedua orangtuanya sendiri. Karena itulah, senyuman ceria Sanae menjadi sedikit memudar.

"Betul juga, itu yang terjadi dengan dirimu...maaf karena sudah bertanya."

"Nggak apa-apa. Lagian, bukan cuma itu sih."

"Maksudnya?"

"Hm...pas aku ngelihat mereka bertiga, aku jadi kepikiran--"

Sanae mengalihkan pandangannya dari Theia ke arah lantai lobi, dan di saat yang sama, senyumannya semakin menghilang. Meskipun dia masih terlihat sedang tersenyum, senyumannya saat itu terlihat begitu sedih.

"Aku nggak bakal bisa nikah, apalagi punya anak...jadi aku iri sama ibu itu..."

Sebagai hantu, Sanae jelas tidak bisa menikah maupun melahirkan. Dalam kata lain, dia tidak akan bisa memiliki keluarga sendiri.

"A....nak...?"

Satu kata dari Sanae itu menghujam menembus hati Theia.

Benar juga...aku, aku sama seperti Sanae...

Theia betul-betul terguncang, seakan-akan dunianya sudah hancur berkeping-keping.

"Theia? Kamu kenapa? Wajahmu jadi pucat."

Panggilan dari Sanae yang terlihat kuatir tidak sampai ke telinga Theia. Keputusasaan yang begitu besar yang datang dengan tiba-tiba membuat Theia tenggelam ke dalam kekelaman.

Aku seorang alien...!! Tidak peduli seberapa besar aku mencintainya dan mengharapkan sebuah keluarga baginya, aku tidak bisa membuat sebuah keluarga bagi Koutarou...!!

Berdasarkan usahanya selama ini, Theia mungkin bisa membuat Koutarou menjadi pengikutnya, bahkan lebih mungkin lagi menjadi kekasihnya. Kalau itu sampai terjadi, maka pernikahan juga sudah pasti akan terjadi.

Namun, hanya sampai disitu saja jalan bagi alien seperti Theia.

Manusia di Bumi dan di Forthorthe terlihat begitu mirip, tapi pada kenyataannya mereka berkembang dalam ekosistem yang berbeda dan faktanya mereka adalah makhluk yang betul-betul berbeda. Bahkan untuk spesies yang punya kemiripan cukup dekat, tetap saja batasnya adalah satu generasi saja. Jadi, kalau sudah berurusan dengan dua spesies yang betul-betul berbeda, kemungkinan mereka akan menghasilkan keturunan adalah tidak ada sama sekali.

Kenapa...kenapa aku tadinya begitu gembira...sebagai alien, aku sama saja seperti boneka yang bisa berbicara bagi Koutarou...

Prinsip utama dari kehidupan adalah mewariskan sesuatu kepada generasi baru. Namun, Theia tidak bisa melakukan hal itu. Menjadi pasangan yang normal saja adalah hal yang tidak mungkin bagi Theia dan Koutarou.

Saat dia menyadari hal itu, hati Theia pun mulai membeku, seakan-akan seluruh keputusannya untuk percaya pada Koutarou dan perasaan hangat yang muncul dari rasa percayanya itu telah betul-betul membeku.


Kembali ke Bab 4 Ke Halaman Utama Selanjutnya ke Bab 6
  1. Lebih dikenal oleh orang-orang dengan sebutan "ding-dong", beberapa tempat seperti T*mez*ne dan Am*zon masih menyediakan mesin-mesin antik seperti ini juga. Bentuknya seperti layar TV besar yang dilengkapi tuas penggerak dan beberapa tombol untuk dua orang pemain.