Seirei Tsukai no Blade Dance:Jilid16 Bab 9

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Bab 9 – Leviathan[edit]

Bagian 1[edit]

Sebelum fajar. Setelah bersantai di air panas, kemudian kembali ke kamarnya untuk tidur dengan nyaman, Kamito membuka mata dan merasakan gerakan di tempat tidurnya.


"...A-Apa yang terjadi!?"


Dia tiba-tiba duduk dan dengan panik mengangkat selimutnya—


"Oh, kau sudah bangun. Sayang sekali."


Sambil mengenakan gaun bergaya Theocracy, Restia tertawa dengan senyum nakal, dan bersandar pada Kamito di tempat tidur.


"A-A-A-Apa yang kau lakukan!?"


Yang bisa Kamito lakukan hanyalah berteriak panik.


"Karena aku harus terus berwujud pedang, aku tidak bisa memainkan peran dalam sandiwara selir Raja Iblis, iya kan? Tidak adil kalau hanya cewek-cewek itu yang merasakan peran selir—"


Restia perlahan bangkit, dan menyeka rambut hitam indah yang menggantung pada lehernya.


Dihiasi dengan renda indah, pakaian tipisnya menerawang kulit putih bersih tanpa cacat. Penampilannya, sungguh mempesona dan memikat, membuat Kamito menatapnya tanpa berkedip, dan dia pun tidak ingat apa yang sekarang sedang terjadi.


"Bagaimana, Kamito? Apakah aku terlihat cocok mengenakan ini?"


"Y-Ya, sangat... sangat cocok..."


Dengan kepala yang masih pusing dan setengah mengantuk, dia mengutarakan pendapatnya dengan jujur.


"Fufu, terima kasih—"


Bibir Restia terbuka oleh senyuman menawan, kemudian dia meletakkan kepalanya dengan lembut pada bahu Kamito.


Helai rambutnya yang halus menyentuh pipi Kamito, sehingga membuat jantungnya semakin berpacu.


"H-Hei, Restia!?"


Semakin memerah, Kamito pun berteriak. Lalu—


"Kamito, lihat aku juga."


"...!?"


Setelah mendengar suara dari sisi berlawanan, dia memutar kepalanya, kemudian semakin tersentak.


"Aku juga mengenakan gaun seorang putri—"


"E-Est!?"


STnBD V16 193.jpg


Kamito langsung kembali terhuyung-huyung.


Yang dia lihat adalah—


Est yang hampir tanpa busana, dia hanya mengenakan kaus kaki selutut untuk menutupi kakinya.


"A-Apa, a-apa...!"


"...? Kamito, ada apa?"


Masih tanpa ekspresi, Est memiringkan kepalanya dengan bingung.


Kamito buru-buru mengalihkan pandangannya.


"A-Apanya yang gaun seorang putri... Bukankah kau hampir tidak mengenakan apa-apa !?"


Dia langsung menunjukkan pokok permasalahannya disini.


...Yah, ini bukan pertama kalinya bagi Est masuk tempat tidurnya tanpa mengenakan apa-apa selain kaus kaki selutut, tapi meskipun demikian, ini masihlah bukan sesuatu yang biasa.


Lagipula, Est mengatakan bahwa dia sedang mengenakan gaun putri sekarang.


Tapi, yang Kamito lihat adalah, Est mengenakan kaus kaki selututnya seperti biasa, apa yang sedang terjadi sih...?


Namun—


"...? Kamito, apa yang kau bicarakan?"


Matanya yang bersih dan sayu menatap tepat ke arah Kamito.


...Dia tampaknya tidak bercanda.


Lagipula, sejak awal kelihatannya Est tidak bercanda. Tentu saja, dia juga tidak berbohong.


"Fufu, gaun itu benar-benar terlihat cantik padamu, Nona Roh Pedang."


Pada saat yang sama, Restia berkomentar.


"...Hah?"


Kamito sekali lagi memeriksa penampilan Est.


...Namun tak peduli berapa kalipun dia periksa, yang dia kenakan hanyalah kaus kaki selutut seperti biasanya. Tidak ada baju sama sekali.


"A-Apa yang terjadi?"


Melihat Kamito memiringkan kepalanya, Est berputar-putar di tempat.


"Kamito, ini adalah gaun tenunan dari kekuatan suci, dan hanya kau yang bisa melihatnya."


Dia dengan bangga membusungkan dada mungilnya.


"..."


"Karena aku juga tidak bisa melihatnya, maka roh kegelapan lah yang membantuku mengenakannya."


Kamito perlahan menoleh ke arah Restia.


Disana terlihat Restia yang menutupi mulutnya, dan tertawa dengan licik.


(...Aku mengerti sekarang.)


Kamito mendesah dan menghadapi Est lagi.


"Uh, Est, sulit bagiku untuk mengatakan ini, tapi mungkin kau telah ditipu."


"...?"


"—Aku tidak melihat apa-apa."


"...?"


"Est, kau tidak mengenakan apa-apa."


"......"


Setelah beberapa detik tidak berkomentar—


Tanpa emosi sama sekali, mata sayu Est menatap Restia yang ada di sebelah Kamito.


"Roh kegelapan, apakah kau telah menipuku?"


"Fufu, bagaimana mungkin ada gaun seperti itu?"


Restia mengangkat bahu, dan menanggapinya, "oh ya ampun".


Pada saat itu, rambut Est bersinar dengan cahaya kuat, dan selimut di kasur terangkat dengan ringan.


Gruk gruk gruk gruk gruk gruk gruk gruk gruk gruk gruk gruk gruk gruk gruk gruk gruk gruk gruk gruk gruk gruk...!


"Roh kegelapan, kau memang perlu dihancurkan—"


"Oh ya ampun, sungguh menakutkan. Itu hanya lelucon."


Restia tersenyum tanpa rasa takut, lantas dia memeluk lengan Kamito erat-erat.


"R-Restia!?"


"Singkirkan tanganmu, roh kegelapan. Kamito adalah kontraktorku."


Tak mau kalah dengan Restia, Est memeluk lengan Kamito lainnya.


"Est!?"


Suara Kamito berubah menjadi melengking.


Bagaimanapun juga, Est hampir telanjang saat ini. Sesuatu yang lembut tertekan pada lengannya.


Sementara itu, Restia juga merangsangnya, dan Kamito bisa merasakan dua tonjolan terbalut gaun tipis tertekan pada lengannya.


Terjepit di antara dua roh terkontrak, seluruh tubuh Kamito membeku dan tidak bisa bergerak.


...Ini bukan roh sandwich seperti yang waktu itu.


Sensasi ini sangatlah berbahaya—


(... Mungkinkah ini roh mille-feuille?) [1]


Ketika istilah itu muncul dalam pikirannya ...


"Kamito, b-berita buruk—Apa!?"


Tiba-tiba pintu terbuka.


Yang masuk melalui pintu itu adalah Claire berpakaian piyama.


"A-Apa, a-apa y-y-yang kau lakukan!?"


Melihat Kamito dipeluk oleh dua roh, twintail milik Claire berdiri di hadapannya layaknya pilar kobaran api.


"T-Tidak! P-Pada dasarnya, mereka berdua membuat roh mille-feuille—"


...Kamito memberikan penjelasan koheren dan tak bisa dimengerti.


"B-Berubahlah j-jadi arang!!"


"Tunggu, Claire, sekarang bukan waktunya!"


Kali ini, giliran Rinslet tiba. Bagaikan menyingkirkan kucing, dia menangkap Claire pada bagian kerah bajunya.


"...K-Kau benar."


Claire batuk ringan, kemudian memasang ekspresi serius di wajahnya.


"Kamito, cepatlah kemari kita punya berita buruk —"


Bagian 2[edit]

"—Zohar mendekat!?"


Mendengar laporan itu, Kamito hanya bisa bertanya dengan kaget.


Kelompok ini berkumpul di ruang konferensi bawah tanah Demon Fist. Di sekitar meja itu duduklah Ellis, Fianna yang mengenakan seragam Akademi, dan juga Rubia.


"—Memang. Menuju ke sini, ke Mordis, secara langsung."


"Eh, aku tidak mengerti—"


Kamito menunjukkan ekspresi bingung. Claire dan Rinslet, yang telah pergi untuk memanggil Kamito, mungkin melewatkan penjelasan detail, dan mereka pun menunjukkan ekspresi bingung juga.


"Sebuah kota yang bergerak menuju ke sini, bagaimana mungkin hal seperti itu terjadi?"


"Mungkinkah tim pengintai melakukan kesalahan...?"


"Aku sih tidak ingin mempercayainya, tapi sepertinya itu benar—"


Rubia dengan tenang menggeleng, kemudian mengulurkan tangannya ke arah cermin proyeksi di meja.


"Ini adalah gambar yang dikirim oleh Lily melalui Telepati satu jam yang lalu—"


Setelah diresapi dengan kekuatan suci, cermin proyeksi bersinar dengan cahaya putih. Ini adalah artefak sihir yang mampu menampilkan gambar dari jauh, dan juga digunakan oleh penonton selama Blade Dance berlangsung.


"...I-Ini adalah!?"


Melihat gambar yang ditampilkan di cermin, semuanya menatap dengan takjub.


Yang ditunjukkan disana adalah sebuah kejadian yang tidak masuk akal dan menakjubkan.


Sebuah kota raksasa, dikelilingi oleh dinding, menghasilkan kepulan debu di belakangnya, kota itu bergerak menyusuri tanah.


Tentakel yang tak terhitung jumlahnya menjuntai dari belahan tembok, dan maju perlahan-lahan seolah-olah melahap pasir.


Merangkak di tanah, kota itu mengingatkan kita pada jamur berlendir, dan membuat orang-orang yang melihatnya merasa jijik.


"...A-Apa ini...!?"


Claire mengerang dengan suara kaku.


"...Mungkinkah mereka melepaskan segel Leviathan?"


Sambil duduk di samping Kamito, Restia berbicara pelan dengan ekspresi serius.


"Leviathan?"


"Roh militer kelas strategis yang dikerahkan selama Perang Ranbal. Kelasnya sama seperti Jörmungandr yang tidur di tambang gunung Ordesia, itu adalah senjata pemusnah massal yang bahkan melebihinya—"


"...Roh? Zohar adalah roh?"


"Leviathan adalah roh militer tipe perasuk. Tugasnya adalah bergabung dengan sebuah kota, dan mengubahnya menjadi benteng raksasa bergerak. Menurut catatan perang, Leviathan menghancurkan sebuah kota hanya dalam tujuh belas jam beroperasi."


Rubia menjelaskan dengan tenang.


"Roh yang menyatu dengan kota..."


"...B-Bagaimana ini bisa... s-sesuatu seperti itu masih bisa disebut roh!?"


Ellis menggebrakkan tinjunya yang gemetaran di atas meja. Karena kehilangan martabat sebagai roh, dia diubah menjadi senjata yang begitu menakutkan, tentu saja dia merasa kesal melihat roh berpenampilan seperti itu.


"Namun, tujuh roh militer kelas strategis seharusnya telah disegel berdasarkan ketentuan perjanjian internasional. Kalau melanggar larangan tersebut, apakah artinya Sjora Kahn berniat untuk memusuhi negara-negara di sekitarnya?"


"...Sesungguhnya, aku tidak memperkirakan hal ini."


Menghadapi pertanyaan Fianna, Rubia hanya bisa mengangguk.


"Satu-satunya kesimpulan adalah, dia sudah tidak mempedulikan dirinya sendiri. Namun, fakta bahwa pasukan pemberontak telah berkumpul di Demon Fist, memberikan kesempatan yang sempurna baginya."


"Dia bermaksud untuk menghancurkan mereka sekaligus..."


Gambar di cermin proyeksi terlihat kabur karena gangguan dari badai pasir, kemudian transmisi segera terputus.


"Hanya inilah yang dikirim oleh Telepati. Menurut kecepatan gerakan benda itu, yang aku takutkan kota itu akan tiba disini dalam beberapa jam."


Mendengar apa yang dikatakan Rubia, semuanya terdiam.


Dari sudut pandang Kamito, dia merasa sangat khawatir akan keselamatan Muir dan Lily, meskipun dia pikir mereka berdua tidak akan membuat kesalahan fatal. Mudah-mudahan, mereka tidak terperangkap oleh benda itu—


"Apa yang seharusnya kita lakukan untuk menghentikan roh militer kelas strategis itu?"


Claire menanyakannya.


"Setelah diaktifkan, Leviathan tidak akan berhenti sampai pasokan kekuatan suci terputus. Selanjutnya, benda itu kemungkinan besar akan mencuri kekuatan suci warga Zohar—"


"Apa katamu!?"


Claire tersentak.


Roh militer biasanya dikendalikan oleh tim elementalist terlatih. Namun, menurut penjelasan Rubia, Leviathan mampu memperoleh kekuatan sucinya sendiri, itulah sebabnya dia bisa terus beroperasi tanpa akhir.


(Dia tidak akan berhenti sampai semua penduduk Zohar telah kehilangan nyawanya—)


"Bagaimana kalau kita mencari tempat untuk mengungsi?"


Saran Rinslet.


"Menurut kami, itu akan berguna. Tapi, mengungsikan seluruh penduduk ke tempat ini adalah suatu hal yang mustahil."


"Oh tidak..."


Memang, Rubia benar. Mengevakuasi begitu banyak pengungsi dalam waktu sesingkat ini hanya mungkin terjadi di dalam teori. Lagipula, bahkan jika mereka berhasil melarikan diri, tempat ini bagaikan jalan buntu bagi mereka. Hanya dua takdir yang menanti mereka, mati di atas padang pasir terik, atau dihancurkan oleh Leviathan ketika memusnahkan Mordis—


(...Bagaimana bisa kita membiarkan mereka mati?)


Di bawah meja, Kamito diam-diam mengepalkan tinjunya.


Para pengungsi memberikan kepercayaan sepenuhnya pada Kamito — atau yang lebih dikenal sebagai Raja Iblis yang telah bangkit.


Tidak mungkin baginya mengkhianati kepercayaan itu.


"...Apakah ada cara untuk menghentikannya?"


"Hanya ada satu cara untuk menghentikan roh militer kelas strategis, yaitu menyusup ke dalam Zohar untuk menghancurkan pusat yang mengkatalis penggabungan Leviathan dan Zohar."


"Dimanakah pusat itu berada?"


Ketika Kamito bertanya, Rubia menyebar peta di atas meja.


"Apa ini?"


"Desain lantai Scorpia, yaitu kediaman keluarga kerajaan Theocracy. Aku diam-diam memperolehnya selama bergabung dengan aliran pemuja Raja Iblis."


"Kau memang hebat, selalu saja cekatan—"


"Anggaplah ada sesuatu yang mengoperasikan Leviathan, maka fasilitas militer yang disebut Demon Circuit terletak di bawah Scorpia, tak diragukan lagi disitulah intinya—"


"...Demon Sirkuit?"


"Itu adalah reaktor amplifikasi kekuatan suci yang dibuat oleh Raja Iblis Solomon ribuan tahun yang lalu. Memang, dengan menggunakan itu, bahkan seorang Princess Maiden setingkat Sjora Kahn mampu melepaskan Leviathan—"


Restia berbicara pelan dengan ekspresi misterius di wajahnya.


"...Paham. Apapun itu, yang perlu kita lakukan adalah menghancurkannya."


Claire menjadi bersemangat sambil menyatakan itu.


"Namun, menyusup ke markas musuh adalah tindakan sembrono."


"B-Benar..."


"Aku setuju pada rencana yang sembrono, karena tidak ada cara lain untuk menghentikan Leviathan—"


"..."


Mendengar Rubia, Claire dan yang lainnya membisu seribu bahasa.


"Kalau begitu, aku saja yang menghentikannya. Bagaimanapun juga, aku sudah berjanji sebagai Raja Iblis."


Pada saat itu, Kamito berdiri.


"Aku tidak akan membiarkanmu pergi sendirian. Aku juga ikut."


"Aku juga."


"A-Aku juga akan pergi."


"Dan aku, tentu saja. Sebagai selir Raja Iblis ini, tentu saja aku akan melakukannya—"


Claire, Ellis, Rinslet dan Fianna berdiri satu demi satu, kemudian mereka melihat Kamito.


"Tidak, aku bisa melakukan ini sendirian…."


Kamito menghentikan kalimatnya di tengah-tengah.


Mata para gadis memohon dengan tekad yang kuat.


—Kau tidak akan meninggalkan kami, kan?


(Uh...)


Itu adalah tatapan intens yang membuat Kamito goyah.


Dia sudah tau bahwa hal ini pasti akan terjadi, meskipun Rubia jelas-jelas menyatakan ini adalah rencana yang sembrono. Tentu saja, cewek-cewek ini adalah partner yang dapat diandalkan, tetapi pada saat yang sama, mereka juga cewek-cewek berharga yang layak dilindungi.


Membawa mereka ke dalam bahaya yang mengancam jiwa, agaknya—


Lalu—


"Bawa mereka. Mereka pasti akan membantumu."


"Restia?"


Tak bisa dipercaya, yang pertama kali memecah keheningan adalah Restia yang duduk di sampingnya.


Terkejut, Kamito terus menatapnya, untuk melihat senyumnya yang tenang dan mengangguk tanpa kata.


Claire dan para cewek lain mungkin juga terkejut atas saran roh itu. Mereka tampak sedikit gelisah, dan mereka pun melihat satu sama lain.


Namun, tatapan mereka segera kembali ditujukan pada Kamito—


"Y-Ya, kami sudah banyak berlatih agar bisa bertarung di sisimu."


"Ya, kami tidak akan menjadi beban." "Aku akan menembak jatuh setiap tentakel menjijikkan itu." "Biarkan aku mendukungmu dari belakang."


Mendengar pernyataan Claire, tiga cewek lainnya mengangguk dengan ekspresi percaya diri.


Dengan empat sahabat dan roh terkontrak yang menatap pada dirinya—


Kamito akhirnya membuat keputusan.


(...Aku tidak percaya bahwa tadinya aku berpikir untuk bertarung sendirian. Mungkin aku terlalu egois.)


Bagaimanapun juga, Kamito telah menerima bantuan mereka dalam banyak situasi tanpa harapan.


"Aku mengerti. Ayo bertarung di sisiku."


"Ya—"


Kamito menyetujuinya, dan gadis-gadis pun mengangguk dengan penuh semangat.


"—Kami berlima akan menyusup ke dalam Zohar, tidak masalah ‘kan?"


Kamito menengok ke arah Rubia dan bertanya.


"Aku sih tidak masalah, namun Fianna harus tetap tinggal di sini—"


"Eh?"


"Rubia-sama, kenapa!?"


Fianna protes.


"Untuk melindungi Mordis. Untuk bertahan terhadap serangan Leviathan, kita perlu membangun penghalang berskala besar di sekitar kota."


"Ya, aku mengerti..."


Mengingat laju kecepatan Leviathan, menghancurkan intinya sebelum mencapai Mordis adalah tantangan yang berat. Mungkin mereka perlu memperkuat pertahanan untuk menahan makhluk itu selama mungkin.


"...Mengerti. Kalau begitu, aku akan tinggal di sini untuk melindungi kota."


Meskipun menyetujui rencana itu, Fianna masih tampak kecewa.


"Aku mengandalkanmu, Fianna."


"Kuserahkan padamu."


"Ya, serahkan saja padaku."


Fianna mengangguk dengan tegas untuk menanggapi permintaan Kamito dan Claire.


"—Kalau begitu, pertemuan ini selesai. Ada pertanyaan?"


Rubia menatap mereka semua satu per satu.


"Apakah penyesuaian kakakku belum siap?"


Pada saat itu, Ellis mengangkat tangannya.


"Velsaria Eva masih menjalani penyetelan ulang. Setelah Elemental Panzer siap, aku akan menugaskan dia untuk memperkuat pertahanan kota."


"Dimengerti."


Memang, Juggernaut milik Velsaria mempunyai daya tembak yang luar biasa, tetapi juga terbatasi oleh waktu operasi, sehingga tidak cocok untuk misi penyusupan. Menggunakannya sebagai benteng pertahanan adalah pilihan yang lebih baik.


"Aku juga punya pertanyaan. Dapatkah Revenant menyelinap ke Zohar?"


"Tidak, Revenant tidak dapat digunakan."


Rubia menggeleng. L


"Kapal terbang militer dilengkapi dengan mekanisme roh sebagai sumber tenaga. Itu mengandung reaktor kekuatan suci, lagipula mekanisme roh adalah mangsa yang sempurna bagi Leviathan. Ketika kapal sebesar itu mendekat dari langit, itu pasti akan menjadi sasaran empuk bagi pertahanan anti-udara."


"Bahkan mereka memiliki anti-udara..."


"Tentu saja. Bukankah itulah sebabnya mereka disebut senjata kelas strategis?"


"Benar juga..."


"Lalu bagaimana cara kita menyusup ke dalam?"


Tanya Claire.


"Gunakan roh naga terbang yang disediakan oleh Dracunia."


"Oh itu..."


Roh militer naga terbang pasti unggul dalam beradaptasi dengan perubahan situasi, dan cocok untuk misi penyusupan.


"Ada pertanyaan lain?"


Ketika semuanya menggelengkan kepala, Rubia pun berdiri.


"Kalau begitu, rapat diakhiri. Setelah kalian siap, berkumpulan di zona pendaratan naga terbang."


Kamito dan yang lainnya bangkit dari kursi mereka, lantas meninggalkan ruangan rapat.


Ketika Claire, orang terakhir, hendak pergi, Rubia menghentikannya.


"Claire Rouge. Jangan pergi dulu, aku ingin mengatakan sesuatu padamu."


"Hah?"


Bagian 3[edit]

Beberapa menit kemudian, Kamito sudah siap dan berdiri di zona pendaratan naga terbang, pada puncak Demon Fist, dia melihat ke bawah di jalan-jalan Mordis.


Berita mendekatnya Zohar membuat seisi kota gempar. Namun, dengan adanya Rubia, dan berbagai upaya dari para pemimpin sekte, mereka berhasil mencegah keadaan semakin panik.


Meskipun situasi ini menyedihkan, kerumunan orang tidak menyebabkan keributan besar. Mungkin ini dikarenakan bangkitnya Raja Iblis, sehingga mereka mendapatkan ketenangan secara moral.


"Hampir waktunya untuk pergi, Kamito—"


Melihat ke kejauhan, disana ada Ellis yang sedang berseru.


Kamito menatap padang pasir, disana hanya terlihat debu yang membumbung di cakrawala.


"Itu cukup cepat ..."


"Ya, dibandingkan dengan apa yang kita lihat dalam gambar, kecepatannya sepertinya telah meningkat."


"Sungguh besar...."


Suara Rinslet sedikit gemetaran.


Bagaimanapun juga, kota itu sendiri telah berubah menjadi senjata bergerak. Jika benda sebesar itu menyerang, bahkan benteng kokoh seperti Demon Fist tidak akan mampu menahannya.


"Terima kasih telah menunggu, semuanya—"


Pada saat ini, Claire datang menaiki tangga, dengan terengah-engah.


"Apa yang kau bicarakan dengan Rubia?"


Tanya Kamito.


"...T-Tidak ada yang penting ..."


Claire memalingkan tatapannya, dia tampaknya malu.


Meskipun Kamito menyadari bahwa tingkah Claire sedikit aneh dan dia mengerutkan kening, dia pun mengabaikannya untuk saat ini. Bagaimanapun juga, seharusnya dia tidak mencampuri urusan keluarga orang lain.


"Kalau begitu, ayo kita bergegas pergi…."


Kamito mengeluarkan sebuah bongkahan batu, kemudian melepaskan Wyvern, yaitu sejenis roh naga terbang.


Rinslet bersama dengan Claire menunggangi naga yang cukup besar, sedangkan Kamito naik naga yang lebih kecil. Bukannya naga terbang, Ellis lebih memilih naik Simorgh.


"Rinslet, apakah kau sudah memiliki surat ijin pengemudi ganda untuk roh terbang?"


"Ya, aku memperoleh surat ijin terbaik dari sebuah sekolah pelatihan Ostdakia tahun lalu."


"Lupakan tentang pengemudi ganda, aku bahkan tak memiliki surat ijin pengemudi tunggal."


Begitulah, Kamito pernah mempelajari skill mengendarai roh naga terbang ketika masih di Sekolah Instruksional.


"Sekarang, waktu semakin sempit—"


Sambil memeluk leher Simorgh raksasa, Ellis berseru dengan tegas.


Malam hari di gurun perlahan-lahan berubah menjelang fajar.

Catatan Penerjemah[edit]

  1. Mille-feuille adalah cake khas Perancis yang terdiri dari 3 lapisan, yaitu pastry, krim vanilla, dan selai. Mungkin Kamito mengumpamakan posisinya saat ini seperti kue ini, karena dia diapit oleh 2 lapisan legit.


Sebelumnya Bab 8 Kembali Ke Halaman Utama Selanjutnya Bab 10