Seirei Tsukai no Blade Dance:Jilid2 Bab2

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Bab 2: Siang Hari Para Gadis[edit]

Bagian 1[edit]

“Mugugug......”

STnBD V02 049.jpg

Claire Rogue tengah menjejalkan roti krim kedalam kerongkongannya.

Adegan tak biasa baginya, yang mengabaikan sebuah pepatah — bahwa bangsawan selalu elegan.

“Jangan rakus, nanti kamu bisa gemuk.”

Kamito menatapnya dengan mata setengah terbuka dan Claire memukul meja seperti orang frustasi.

“Tapi, tapi, urghhhh....”

“Claire, itu roti selaiku.”

Est memprotes dengan tenang.

Tempat ini adalah kafe salon yang terletak di dalam Akademi.

Dari bangunan yang terbuka, cahaya matahari yang hangat bersinar kedalam.

Mereka bertiga duduk dan menikmati makan siang yang sedikit terlambat di meja bundar dekat jendela.

Di dalam keranjang bambu, yang terletak tepat di tengah meja, tersedia tumpukan roti selai, roti melon, roti sosis, dan lain-lain; semua jenis roti.

Semua siswa bisa menggunakan kafe dan yang terpenting yaitu semua roti yang baru matang adalah kalian-semua-boleh-makan. Kopi dan Teh hitam juga disediakan secara gratis.

Memang terdapat kantin di Akademi namun harga makanannya sebanding dengan Restoran kelas tinggi. Bagi Kamito, yang memang bukan bangsawan, dan Claire, yang kekayaan dan wilayahnya sudah disita Kerajaan, mereka tak mungkin bisa menggunakannya.

“Peringkat tim kita jatuh lagi.”

Claire berbaring, dengan lesu, di atas meja sambil menggerutu.

“Kita bukan tandingan tim mereka. Apa boleh buat.”

“Itu mungkin benar........tapi kekuatan sejati kita jelas-jelas lebih tinggi.”

Claire dengan kencang menggigit dan menutup bibirnya. Meski mereka kalah dalam jumlah, ia tampaknya tak bisa memahami dan menerima kekalahan pada Kontraktor Roh yang levelnya lebih rendah.

Memang benar kalau level mereka sebagai Kontraktor Roh lebih tinggi.

Penyebab kekalahan mereka adalah kegagalan mereka melakukan koordinasi diantara keduanya. Claire terlalu mengandalkan kekuatannya dan mengejar lawannya terlalu jauh dan Kamito juga tak bisa mengandalkan skenario asal asalan Claire.

Dengan hanya bidak Ratu, mustahil bisa menang—dengan kata lain, itulah kekurangan mereka.

“Meskipun begitu, sekarang bukan waktunya berleha-leha di tempat begini.......”

Ada alasan kenapa Claire menjejalkan roti sampai penuh seolah dia terlihat terburu buru.

Aturan dalam Tarian Pedang dua bulan mendatang berbeda dari pertarungan individual tiga tahun silam, kalau mereka tak segera membentuk tim lima orang, mereka tak bisa ikut serta. Dan juga, hanya tim berperingkat tiga besar dalam sekolah yang bisa berpartisipasi dari Akademi Roh Areishia.

Kamito, yang baru masuk Akademi, tak punya prestasi apa-apa yang bisa menaikkan peringkatnya.

Untuk meningkatkan peringkat seseorang, ia harus menjalani latihan praktek normal seperti tadi pagi atau menyelesaikan misi yang diberikan oleh Akademi; namun, dia belum berhasil di keduanya.

Mengalahkan Roh Sihir raksasa tempo hari, berduel dengan Pemimpin Ksatria Sylphid Ellis Fahrengart atau bahkan menghabisi Roh Militer yang mengamuk, itu semua adalah pertarungan informal dan tidak mempengaruhi peringkatnya.

Di sisi lain, bagi Claire, yang jelas lebih unggul dan mungkin salah satu Kontraktor Roh terbaik diantara siswa sekelasnya—

Cukup mengejutkan kalau ternyata dia memiliki hasil terendah di kelasnya.

Hanya ada satu alasan. Itu karena dia selalu menyelesaikan semuanya seorang diri.

Ia gagal saat ia menantang misi yang seharusnya diselesaikan oleh sebuah tim dan ia kalah ketika ia menantang lawan seniornya sendirian dalam pertandingan Kejuaraan. Kalau ia melakukan hal seperti itu, tak peduli seberapa hebatnya ia sebagai Kontraktor Roh, tak mungkin peringkatnya akan naik.

Ada alasan mengapa Claire begitu terisolir dalam Akademi.

Rubia Elstein.

Empat tahun lalu, di mana ia memiliki posisi sebagai Tuan Putri Roh yang melayani Raja Roh Api, ia mengkhianati Raja Roh Api dan lenyap serta membawa bencana tak terduga kepada Kerajaan—Sang Ratu Bencana.

Claire, yang merupakan adik perempuannya, dipandang dengan mata penghinaan dan ketakutan dari kebanyakan siswa di Akademi.

Alasan Claire ikut serta dalam Tarian Pedang adalah mengembalikan nama keluarga Elstein dan—di atas semuanya—mengetahui kebenaran tentang kakaknya Rubia Elstein.

--Sekarang memang bukan waktunya bersantai di tempat seperti ini.

Emosi penuh semangat terisi dalam kata-kata keras Claire.

“Untuk sekarang, kita harus menemukan rekan tim secepatnya. Aku memahaminya dari pertandingan tadi pagi. Kalau kita tetap seperti ini saja, jangankan memenangkan Tarian Pedang, kita bahkan nggak mungkin masuk peringkat tiga besar dalam Akademi.”

Pria ini, yang disebut sebagai Penari Pedang Terkuat tiga tahun silam, menerima kelemahan terbesarnya dengan jujur.

Awalnya dia datang ke Akademi lantaran permintaan Greyworth namun sekarang ia jelas memiliki alasan sampai dia harus mengembalikan kekuatannya dari tiga tahun silam.

Yakni Sang Roh Kegelapan, Restia—mantan Roh Terkontraknya.

Agar bisa membawanya kembali dengan tangannya sendiri.

Gadis yang memberi cahaya bagi Kamito untuk yang pertamakalinya, yang terjebak dalam kegelapan sebelumnya.

Dan kemudian, gadis itu, yang memberikan Claire yang putus asa Roh Sinting dan mencoba membuat gila Roh Militer di tengah tengah kota.

Restia, yang ia temui lagi, benar-benar berbeda dari gadis yang Kamito pernah kenali dulu.

--Apa yang sebenarnya terjadi padanya?

Jadi, demi mengetahui hal itu, ia jelas-jelas harus bisa memenuhi syarat keikutsertaan dalam Tarian Pedang.

“Kamito, ada apa? Mendadak wajahmu jadi serius.”

“Apa kamu lupa menuangkan gula dalam kopimu?”

Claire dan Est melirik dengan wajah mereka disertai tatapan khawatir.

“Maaf, hanya saja........”

“Ngomong-ngomong, apa tentang mantan Roh Terkontrakmu?”

Claire entah kenapa sangat tajam di saat saat seperti ini.

Kamito lekas membuang pandangannya dari mata merah delima yang menatapnya.

“......Yaa, nggak apa-apa. Nanti kuceritakan padamu kalau aku merasa perlu.”

Claire mencoba tak menggalinya lebih dalam. Meski selalu bersikap arogan, kadang-kadang ada saat dimana ia menunjukkan sikap pengertian.

“—Ah, aku paham.”

Kamito mengangguk dan kemudian—

“Ah, kalian semua, sedang makan siang ya?”

Suara tsun elegan terdengar.

Kamito menoleh, dan disana terdapat—

Gadis cantik berambut perak platina berkilauan tengah berdiri.

Penampilan sejati seorang nyonya muda.

Dengan kulit putihnya yang lembut, mata emeraldnya nampak mengeluarkan pancaran kemilau.

Penampilan itu, di mana dia menyibakkan rambutnya dengan tangannya di pergelangan tangannya anehnya terlihat sangat menawan.

Rinslet Laurensfrost.

Siswa yang sekelas dengan Kamito dan Claire di kelas Raven dan mengaku ngaku saingan Claire.

Karena persaingannya dengan Claire, ia mencoba menjadikan Kamito sebagai pelayannya. Nyonya muda yang menyusahkan.

Berada di sampingnya adalah—

“Fufu, sungguh bau yang lezat.”

Si gadis, yang mengenakan seragam maid, tengah berdiri disana dengan senyuman lembut.

Ia mengenakan rok panjang yang tersusun atas renda renda mungil, rambutnya dipotong membentuk bob pendek dan ia mengenakan bando yang manis di atas kepalanya.

Ia adalah maid eksklusif Rinslet, Carol.

Kamito tak paham kenapa ada maid dalam Akademi tapi ia tak melihat maid selain Carol di tempat ini; mungkin ada perkecualian bagi keluarga Laurensfrost.

“........Kenapa kamu datang kesini, Rinslet?”

Claire menelan rotinya dan melotot tajam pada Rinslet.

“Aku cuma kebetulan lewat. Makan siangnya sederhana sekali, cuma makan roti.”

Rinslet menyibakkan rambutnya dan memandang rendah mereka bertiga dengan kalem.

“Maksud Nyonya adalah beliau ingin makan bersama kalian semua.”

“Ap.....Carol, bicara apa kamu!”

Poka! Poka![1] Wajah Rinslet menjadi kemerahan dan ia memukul bahu Carol.

Memang maid yang eksklusif, bisa menerjemahkan ucapan majikannya.

“Kalian berdua duduklah. Sudah datang kesini, lebih baik kita makan bersama.”

Saran Kamito dan Claire menginjak kakinya keras-keras.

“Ouw! Apa yang kamu lakukan!”

“Bukan apa-apa! Aku hanya berpikir kalau kamu nggak tahu malu........idiot!”

“I....ini......bu.....bukan berarti aku mau duduk bersama dan makan dengan kalian semua!”

“Maksud Nyonya beliau ingin duduk di samping Tuan Kamito.”

“Carol!”

Carol membujuk Rinslet, yang wajahnya semakin memerah, agar duduk di kursi.

Rinslet, yang duduk disamping Kamito, membuang tatapannya dan berbicara,

“......Ba.....bagaimana kondisi lukamu?”

“Ah, sudah hampir sembuh. Semuanya berkat kemampuan Roh Penyembuh.”

Tentang luka yang diperolehnya ketika menghadapi Roh Raksasa. Mungkin karena dia berlebihan, akan perlu lebih lama dari dugaannya, namun sudah diduga, Penyembuhan Roh di Akademi memang luar biasa.

“Fufu, Nyonya selama ini terus menerus khawatir tentang Tuan Kamito.”

Rinslet belingsatan dengan suara bergeretak,

“Namun, sudah alami kalau Nyonya cemas. Apalagi, Tuan Kamito tinggal seatap dengan Nona Claire, sehingga tidak aneh kalau sesuatu terjadi.”

“Ap....apa katamu, dasar maid bodoh! Nggak mungkin hal semacam itu akan terjadi!”

Kali ini Claire yang belingsatan.

“.......Kekhawatiran macam apa itu?”

Est tengah mengunyah dan memakan roti melon disamping Kamito, yang mendesah.

Dengan hanya itu, Rinslet dan Carol pun ikut makan siang juga.

Bahkan Claire, yang awalnya tampak jengkel, pada akhirnya mengobrol tentang pertandingan pagi ini, setelah itu tentang betapa enaknya roti di kafe dan betapa menjemukannya pelajaran tentang pengenalan dari pendirian pembelajaran Roh. Obrolan-obrolan ala gadis normal terus bermunculan.

Entah kenapa mereka berdua nampak sangat rukun. Khususnya Claire, yang terisolir dalam Akademi, bisa dikatakan kalau Rinslet adalah satu-satunya temannya.

“Saya jadi ingat, sepertinya ada murid pindahan baru yang datang ke kelas Raven.”

“Kelas kita? Selain Kamito yang datang baru-baru ini?”

“Iya, kudengar dia adalah putri dari status Keluarga Bangsawan.”

“Hmm, biar begitupun ada banyak yang berstatus bangsawan di Akademi ini. Misalnya keluarga Fahrengart dan keluarga Laurensfrost, ini bukan obral status sosial bangsawan.”

“Hei! Tolong jangan kelompokkan keluarga militer Fahrengart dengan keluarga silsilah sejati Laurensfrost!”

“Aku nggak peduli dengan hal seperti itu.......ada apa Kamito?”

Yang jelas, kelas Raven terkenal karena berisi siswa-siswa paling bermasalah di Akademi.

Kamito hanya berpikir kalau orang-orang seperti Claire dan Rinslet bertambah jumlahnya, akan makin merepotkan.

“Di Ujian Masuk Kemampuan Praktikal yang diselenggarakan pagi hari ini, ia sepertinya menggunakan tipe Roh Suci.”

Si maid, Carol, mengeluarkan memo dari dalam dadanya sambil berbicara.

Buku memo maid Carol—‘Catatan Carol’ terisi penuh oleh data tentang siswa Akademi dan para Guru.......Kamito tak paham untuk apa dia menggunakannya.

“Hmm, pengguna Roh Suci......?”

Roh Suci adalah satu dari kelima Roh Elemen besar dimana tak ada banyak Kontraktor Roh, yang bisa benar-benar menggunakannya,

Itu adalah Roh, yang harga dirinya sangat tinggi dan memilih penggunanya sendiri.

Diantara Gadis Tuan Putri, dikatakan kalau mereka hanya membuka hatinya pada gadis berdarah bangsawan murni yang spesial.

Karena dalam kompetisi tiga tahun silam, Pengguna Roh Suci membuatku cukup kerepotan......

Selain itu, Pengguna Roh Suci memiliki kompatibilitas yang sangat buruk dengan Roh Kegelapan yang Kamito gunakan.

Namun kemudian, pada waktu itu, kekuatan Kamito akhirnya berhasil melampaui Kontraktor Roh lawannya, itulah mengapa ia tidak kalah.

“Ah, ngomong-ngomong, sepertinya dia adalah gadis cantik berdada besar.”

“Carol, darimana kamu mendapatkan informasi itu?”

“Ah, Tuan Kamito, apa kamu tertarik?”

Carol menempatkan tangannya di mulutnya dan tersenyum.

“Hmm, kamu begitu penasaran dengan informasi tentang siswa pindahan berdada besar itu ya?”

“Eh?”

*Gogogogogogogo*[2].....!

Kamito menoleh dan Claire mengangkat alisnya sambil melotot tajam ke arahnya.

“Sungguh, semua laki-laki memang idiot!”

“Kamito, apa matamu itu tak berguna? Apa kamu hanya hewan buas tanpa akal sehat?”

Entah kenapa, bahkan Rinslet dan Est juga ikut memelototinya.

Gyuuuuuuuuu!

Pipi Kamito dicubit oleh mereka bertiga.

Ini tak beralasan.........


Bagian 2[edit]

Setelah beberapa hal, makan siang akhirnya selesai dan sekarang waktunya beristirahat.

“Ahh, aku jadi teringat—“

Ahem! Rinslet berdehem sejenak kemudian berujar,

“Apa kalian sudah mengumpulkan anggota untuk Tarian Pedang?”

“.......B.....belum.”

Claire menggeleng kepalanya dengan malu pada Rinslet, yang bertanya.

Sepertinya dia sudah tahu jawaban itu sebelumnya, Rinslet tersenyum,

“Ah, ternyata belum ya? Aku sudah menanyakan hal yang buruk.”

Fufun! Dia mengangkat cangkir tehnya dengan gaya elegan.

Claire dengan cemberut membalas ucapannya.

“Ini cuma gara-gara belum ada orang yang cocok dengan level kami. Kamu sendiri, apa kamu sudah punya?”

“It....itu......aku cuma belum menemukan orang yang seimbang dengan kemampuanku.”

“Eh? Rinslet, kamu belum dapat anggota juga?”

Kamito memiringkan kepalanya ke samping.

Kemampuan Rinslet, yang menggunakan Roh Es ‘Fenrir’ sebetulnya sebanding dengan Claire.

Kamito berpikir seandainya itu adalah dia, dia pasti bisa menjadi anggota yang bisa diandalkan.

“Un.....untuk sementara, masih belum, untuk sekarang!”

Wajah Rinslet memerah dan ia membuang wajahnya.

“Tuan Kamito, Nyonya—“

“Uh huh?”

Carol menarik lengan Kamito dan mendekat ke sampingnya, mengatakan alasannya di telinganya,

“Sebenarnya adalah (bisik-bisik)......”

“Hmm.......”

Menurut ucapan Carol—

Sepertinya dia sudah mencoba mengumpulkan anggota tim berkali-kali, sejauh ini, level yang ia harapkan dari anggotanya terlalu tinggi dan usahanya tak berjalan mulus karena harga dirinya yang kelewat tinggi. Tim yang ia kumpulkan, berkali-kali terpecah dan karena itulah, tak ada siswa tersisa yang bisa dia undang lagi.

......Kamito menganggap, itu memang alasan ala-Rinslet.

“Hmm, harga dirinya memang tinggi tapi......dia sebenarnya gadis yang baik kok.”

“Aku paham......”

Carol mengangguk setuju,

“Carol, apa yang kamu bicarakan dengan Kamito!”

“Kami membahas tentang urutan tempat Nyonya membasuh tubuhnya saat mandi.”

“Carol!”

Menatap Nyonya dan maid yang sangat akrab itu, Carol mendesah dalam,

“Haa.....apa mungkin nggak ada sama sekali ya. Kontraktor Roh superior yang mau bergabung kedalam tim kita.”

“.....Y....yaa, kondisi kalian sedang nggak bagus saja.”

Chiraa.

Rinslet terbatuk batuk dan melihat Claire dengan satu mata.

“Benar juga. Mungkin, aku harus mencoba dekati murid pindahan baru yang datang pagi ini. Mungkin, bisa dapat anggota yang tak terduga.”

“Itu benar. Tapi mungkin saja ada anggota yang lebih baik di dekat sini.”

Chiraa. Chiraa.

.......Kamito akhirnya sadar.

Ahh begitu—jadi itu alasan dia membahas topik tentang tim

“Hei, Claire, minta waktu sebentar—“

“Apa? Faa.....ja......jangan tiba-tiba bernafas di telingaku.”

“Kenapa wajahmu mesti memerah? Pinjam telingamu sebentar dan dengarkan dulu.”

Kamito berbisik ke telinga Claire dengan suara kecil.

“Menurutku, nyonya muda ini sebenarnya mau bergabung ke tim kita, kira-kira bisa tidak?”

“Pokoknya tidak!”

Claire menjawab seketika.

“Kenapa? Kemampuan tempur Rinslet cukup bagus.”

“Itu.......aku memang mengakui kemampuannya. Namun, nggak bisa! Kita kesusahan dalam duel melawan Ellis tempo hari kan? Karena dia nggak berpikir tentang kerja sama tim sama sekali.”

“Y-yaa.....”

Memang benar dalam duel melawan kelompok Ellis tempo hari, meski menjadi sniper, Rinslet entah kenapa justru berdiri di tempat yang mudah terlihat dan dijatuhkan sejak awal pertandingan.

“Se......selain itu, Rinslet.......tentang kamu.....”

“Hn? Kamu bilang apa?”

“Bu....bukan apa-apa. Pokoknya, nggak bisa! Rinslet nggak akan kuizinkan!”

“Nggak, tanpa mengatakan hal seperti itu, kamu nggak kasihan dengannya?”

“Ap.....apa yang kalian berdua bicarakan diam-diam?”

Sambil memainkan ke depan rambut pirang platinanya dengan jari telunjuknya, Rinslet menatap mereka dengan sikap cemas dan agak was-was.

“Ap.....?”

“...........”

Claire menggerutu, sepertinya kurang senang.

“...........Aku paham. Aku akan coba menanyakannya.”

Claire mendesah dan mengangguk. Masih dua bulan tersisa sampai pembukaan Tarian Pedang. Dia mungkin sudah sadar kalau sekarang bukan waktu untuk menuruti kemauan pribadinya lagi.

“Hei, Rinslet.”

“Ad....ada apa, Claire Rogue?”

Suara Rinslet terdengar tegang namun terselip nada senang diantaranya.

“Apa kamu, kalau nggak keberatan, bergabung kedalam timku?”

“Be....bego! Jangan tanya langsung ke Rinslet!”

Kamito berteriak dalam suara kecil.

Bertanya pada Rinslet, yang penuh dengan harga diri, dengan cara seperti itu—

Jemari Rinslet, yang sejak tadi memainkan rambutnya, mendadak berhenti.

“Hm, kalau berpikir tentang yang kamu katakan tiba-tiba tadi—“

Ia menempatkan tangannya di pinggangnya dan menunjuk pada Claire, dengan tegas.

“Bukannya kamu yang ingin bergabung dalam timku?”

“Hah?”

Alis mata Claire terangkat seketika,

“Bicara apa kamu!? Apa kamu idiot!? Kamu yang masuk kedalam timku!”

“Ditolak, ditolak, ditolak, kalian berdua yang akan masuk kedalam timku!”

Dua nyonya muda ini bertengkar karena persoalan sepele.

.......tapi sebenarnya mereka serasi.

“Yang manapun sama saja kan........”

Kamito menyela,

“Sangat berbeda!”, ”Sangat berbeda!”

Mereka berteriak dalam mode stereo. Hanya di saat seperti ini nafas mereka begitu sinkron.

“.....Uhm, nggak bagus, cewek-cewek ini, sesuatu seperti tim benar benar mustahil.”

“Astaga, tak bisakah kalian tenang? Ini tempat umum!”

Suara dingin menggema di dalam kafe salon.

Semua orang menoleh—

Di pintu masuk kafe, seorang gadis cantik berkuncir kuda, yang mengenakan armor ringan, tengah berdiri.

“Ellis.......”

Claire langsung cemberut......muncul lagi si pengganggu. Wajahnya menjadi seperti itu.

Ellis Fahrengart.

Pemimpin Ksatria Sylphid, yang mengawasi moral publik Akademi.

Ia memiliki penampilan mempesona yang tak cocok dengan pribadi tegasnya. Hubungannya dengan kelompok Claire, dari kelas Raven, yang umumnya membuat masalah, sepertinya buruk.

Meski bagi Kamito, bukan berarti dia orang yang cukup-susah-untuk-ditangani.

Awalnya, saat Kamito memasuki Akademi, hanya karena ia seorang Kontraktor Roh laki-laki, Ellis berlaku semena-mena padanya namun akhirnya ia meminta maaf karena perbuatan tidak menyenangkannya.

Bahkan meski ada waktu dimana dia terlalu serius dengan kepribadian tegasnya, di mana ia memegang rasa kepercayaan yang kuat, Kamito bisa menghormati bagian itu darinya yang membawa harga diri para Ksatria.

Ellis datang berjalan, dengan tegap, ke arah meja.

“Nyonya Pemimpin Ksatria, ada keperluan apa dengan kami?”

“Kalau mau duel ulang, akan kuterima kapan saja!”

Rinslet dan Claire, kedua mata mereka memancarkan cahaya berbahaya.

Tentang subyek itu, duel tempo hari menjadi tak terselesaikan karena campur tangan tiba-tiba dari Roh Raksasa.

Kamito berpikir kalau hasil pertandingan waktu itu harus ditentukan lagi—

..........Ampuni aku. Duel lagi? Nggak, makasih.

Datang ke arah sini, Ellis memandang rendah Claire dengan sorot tajam.

“Hmm, aku tak punya masalah menyelesaikannya disini dan sekarang, Claire Rogue.”

“Itulah yang kuinginkan.”

Ellis mencabut pedangnya dan Claire juga mengeluarkan cambuk kulit dari bawah roknya.

Dalam suasana yang sangat panas, para gadis, yang duduk mengelilingi meja, berdiri dengan garang.

“Hei, Claire--......”

Kamito mencoba menghentikannya.

“Ke....ketua, tenanglah.”

“Ka.....kamu tidak boleh mencabut pedangmu di sini.”

Dari pintu masuk kafe, dua orang gadis menyerbu masuk dengan ekspresi panik.

Mereka mengenakan armor Ksatria yang sama dengan Ellis.

Mereka adalah gadis berambut pendek yang tomboi dan gadis berambut kepang yang berwajah serius.

Kamito masih mengenali mereka berdua. Mereka adalah gadis Ksatria yang ia lawan dalam duel tempo hari.

Kalau ia ingat baik-baik, nama mereka adalah—Rakka, yang berambut pendek, dan Reishia, yang berambut kepang.

Terhenti oleh rekan Ksatrianya, Ellis dengan malu menyarungkan pedangnya.

“....Ma.....maaf, anak buah Ksatriaku.”

Merasa malu, ia berdehem dan meminta maaf pada kedua gadis—

Kali ini dia menoleh ke arah Kamito.

“Kazehaya Kamito.”

“Aku?”

Kamito memiringkan kepalanya ke sisi, merasa bingung. Kesampingkan Claire, ia tak ingat berbuat sesuatu yang membuatnya harus berurusan dengan Ksatria.

“Sepertinya kamu kalah telak melawan kelas Wolverine pagi ini.”

“Apa!? Sudah kuduga, kamu mau mengajak bertarung!”

Claire berdiri dengan suara ‘klank’.

“Bukan itu, se....sebenarnya, Kazehaya Kamito, kamu—“

Ellis menggeleng kepalanya, dan terus menerus merona kemerahan sambil menunduk.

“Hn, ada masalah apa?”

“Jadi, emm......”

“Ayolah, Ketua, sebaiknya cepat katakan saja.”

“Meskipun kamu selalu tegas, kamu lamban dalam hal seperti ini.”

Reishia dan Rakka berbisik di samping Ellis.

“Namun, Ketua yang malu-malu sungguh manis.......”

“Ahh, begitu rupanya, hampir seperti gadis yang tengah jatuh cinta—“

“Ja.....jangan permainkan aku! A.....aku nggak pernah memikirkan orang tak tahu diri macam dia!”

Ellis berteriak dengan wajah membara kemerahan.

Setelah itu dia terbatuk-batuk dan—

“Aku memang mendapat opini yang lebih baik tentang kamu karena kejadian hari itu,tapi......itu saja. Orang yang aku kagumi adalah wanita tangguh,seperti Ren AshbellPenari Pedang Terkuat. Pastinya bukan pria macam kamu!”

“..........”

Kamito menatap Ellis, yang bersuara dengan nada dingin, dengan matanya setengah terbuka.

.....Maaf, wanita yang kamu kagumi itu hanyalah ilusi

“Unh.....ad....ada apa dengan tatapan itu!”

Ellis mengarahkan pedangnya di belakang leher Kamito.

“Apakah aneh bagiku untuk mengagumi Ren Ashbell!?”

“.....Ti....tidak, bukan itu......”

Kamito panik dan menggeleng kepalanya.

Pada Tarian Pedang tiga tahun silam—Tarian Pedang, yang ditampilkan oleh Penari Pedang terkuat, meninggalkan kesan mendalam pada gadis-gadis di generasi yang sama. Karena itulah, dia menjadi aspirasi para Gadis Tuan Putri, yang berniat menjadi Kontraktor Roh.

Sepertinya Ellis juga bukan perkecualian.

“Sudah cukup. Cepat katakan apa urusanmu!”

“Diam, aku tahu itu!”

Setelah menoleh dan membalas ucapan Claire, Ellis menatap Kamito lagi—

“Kazehaya Kamito.”

“Ap....apa?”

“Emm, yang ingin aku katakan adalah......”

Ellis sepertinya gugup karena tangannya sedikit gemetaran.

STnBD V02 069.jpg

Selain itu, melihat posisi pedangnya saat ini, apa boleh dikata kalau situasi itu sangat berbahaya.

“Yang aku ingin katakan.......aku......aku ingin kamu!”

“............”

.................

--Kesunyian muncul.

Claire dan yang lainnya, bahkan Rakka dan Reishia, dibuat terbengong bengong.

“Ap......ap.......ap.......ap........”

Claire adalah yang pertama membuka mulutnya.

Wajahnya sangat merah dan mulutnya membuka dan menutup.

“........!?”

Ellis melebarkan matanya, sepertinya menyadari kesalahannya dan menggelengkan kepalanya.

“Bu.....bukan itu......kata itu.......barusan, nggak ada maksud semacam itu!”

“Ma......ma.....maksud semacam itu maksud yang seperti apa?”

“Maksudku.......ah—itu.....”

Setelah Ellis menghirup nafas panjang.

“Kazehaya Kamito, maukah kamu bergabung dalam timku?”

“Eh?”

Kamito tak bisa mempercayai matanya oleh kata-kata diluar dugaan itu.

.....Ellis dan aku, dalam tim?

“Apa katamu?”

Claire dan Rinslet juga menatapnya dalam keheranan.

Rakka dan Reishia melihat Ellis, yang merona kemerahan, dan tersenyum lebar.

“.......Hoi, apa maksudmu?”

“Ma.....maksudku itu. Kazehaya Kamito, aku menyambutmu dalam timku. Karena kamu mengalahkan Roh Militer itu, aku tak perlu meragukan kemampuanmu lagi.”

Ellis mengucapkannya dengan cepat dan lekas membuang tatapannya, melihat ke arah jauh.

Sebenarnya kebenaran dalam niatnya adalah untuk membujuk Kamito.

Dengan pedang diacungkan di belakang lehernya, ketimbang dibujuk, lebih tepat dibilang dia sedang ditodong.

Hasil Ellis sangat diakui oleh para seniornya dan level top. Kalau Kamito bergabung dalam timnya, sudah bisa dipastikan kalau kemungkinan ia berhasil mendapatkan kualifikasi masuk Tarian Pedang akan sangat meningkat.

Namun—

“Ellis, aku—“

“Nggak bisa. Bagaimanapun juga, dia adalah Roh Terkontrakku!”

Seseorang yang menginterupsi balasan Kamito sambil berteriak adalah Claire.

Ia berdiri dari kursinya dan dengan erat menggenggam lengan seragam Kamito.

“Claire, kamu.......”

Kamito menoleh dan menatapnya, dan matanya bertemu mata merah delimanya.

Mata Claire sepertinya penuh berisi kecemasan.

Sepertinya dia sendiri tidak sadar, namun ia memberikan tatapan penuh harap.

Begitu, dia--

Sudah tentu kalau dikhianati oleh kakaknya, Rubia Elstein, menyebabkan hatinya sangat terluka.

Ditelantarkan oleh seseorang—hal seperti itu, sangatlah mengerikan baginya. Apa boleh buat.

Itulah mengapa ia selalu seorang diri. Ia tak bisa bergantung pada siapapun.

Karena ia takut akan dikhianati lagi—

“..........”

Kamito—

Mengambil nafas dalam dan menggaruk kepalanya.

........Diperlihatkan wajah seperti itu......

Sambil tersenyum pahit, ia dengan lembut meletakkan tangannya di atas kepala Claire.

Sejak awal dia sudah memutuskan jawabannya. Claire tak perlu lagi cemas.

“Ellis, maaf,tapi aku adalah Roh Terkontraknya, aku tak berniat berganti tim.”

“.......Kamito!?”

Claire, merasa terkejut, melebarkan matanya dan mengangkat wajahnya.

“.......Begitu.”

Ellis menggigit bibirnya dengan erat.

Namun, pada saat berikutnya, dia sudah kembali pada ekspresi dinginnya semula.

“....Aku paham. Maaf sudah menanyakan hal tak beralasan padamu tiba-tiba.”

“Tidak, aku juga........terima kasih sudah mengajakku.”

Kamito meminta maaf dan Ellis menjadi sedikit tergagap.

“Ng.....nggak apa-apa. K......kamu memang pria seperti itu, makanya, aku—“

“Ya?”

Ellis sepertinya baru mengatakan sesuatu namun suaranya begitu lembut sampai Kamito tak bisa menangkapnya.

“Ahh, ditolak deh.....”

“Nggak apa-apa. Ketua kan masih punya kita.”

“K.....kalian.......ini nggak seperti itu!”

Ellis merona merah dan membentak kedua rekannya, yang tersenyum lebar dan menggodanya.

“H....hei.....Kamito....”

“Hn?”

Sambil masih memegang lengan baju Kamito, Claire mengucapkan sesuatu dengan ragu-ragu.

“Ada apa?”

“Te.....terima.....kasih.....”

“.....? Apa?”

Ia mencoba mengatakan sesuatu, namun suaranya terlalu halus, sehingga Kamito tak bisa mendengar apa-apa.

Cukup tak biasa bagi Claire untuk ragu-ragu seperti itu.

“Ja....jadi.....emm......”

Dan pada saat itulah. Bam! Pintu dibuka—

“Apa hewan li—bukan, Kazehaya Kamito ada disini?!”

Seorang gadis Akademi datang berlari ke kafe salon.

Ia sepertinya datang kemari dengan terburu-buru sampai kehabisan nafas.

Tunggu, sepertinya dia mau menyebutkan namaku sebagai hewan liar barusan.....

“Aku disini.”

Kamito mengangkat tangannya dan gadis itu merasa lega karena ia kemudian membusungkan dadanya.

“Direktur Akademi, memanggilmu. Jadi, segeralah datang kesana!”

“Greyworth?”


Bagian 3[edit]

Di sudut Kota Akademi yang dikuasai oleh Akademi Roh Areishia.

Di meja di sebuah warung kopi, yang langsung menghadap ke arah luar, sepasang pengunjung yang aneh sedang duduk.

Salah satu dari mereka adalah gadis berambut hitam dengan dandanan serba hitam.

Roh Kegelapan Restia. Pelaku yang membuat Roh Militer raksasa, yang dibawa kemari dari Ibukota Kerajaan, mengamuk dan menimbulkan kekacauan pada Kota Akademi seminggu yang lalu.

Dan kemudian, seorang lagi adalah—

Rambut hitam keras seperti baja. Seorang pria—tubuh kurus dengan kulit gelap.

Ia memiliki paras yang lumayan namun anehnya matanya tak bisa berekspresi selain tatapan tajam.

Mereka berdua jelas sangat mencolok di tempat seperti itu, tapi bukan hanya tak seorangpun di tempat itu memperhatikan mereka, sepertinya kehadiran mereka bahkan tak terdeteksi.

“—Jadi, aku harus mencuri material tersegel khusus dari perpustakaan Akademi?”

“Iya, karena insiden tempo hari, aku jadi tak bisa mendekat ke Akademi.”

“Cih, merepotkan sekali, memang buat apa lagi kita membutuhkan benda semacam itu?”

Pria itu meludah ke tanah. Namun, tak seorangpun menyalahkannya karena hal itu.

“Benda yang tertidur di Kota Tambang itu memang masalah yang cukup berat. Segel level tinggi yang dibuat Kerajaan Orudeshia berlapis-lapis. Dengan hanya melakukan Upacara, berapa bulan yang diperlukan untuk membangunkannya—“

“Hmm, Roh Militer yang dibuang—apa artinya mengumpulkan benda semacam itu?”

“Kamu tak punya kualifikasi untuk mengetahui prediksinya, Jio.”

Gadis dengan dandanan hitam dengan lembut menggeleng kepalanya. Si pria menjentikkan lidahnya.

“Karena kau bermain main dengan Roh Militer di Ibukota Kerajaan sesukamu, sekarang jadi masalah. Apa ada perintah untuk menyegelnya?”

“Tak apa-apa kan, toh aku bisa mengukur kekuatannya saat ini.”

“Benar juga. Jujur saja, aku kecewa. Cuma segitukah levelnya? Ren Ashbell (Penari Pedang Terkuat)?”

“Dia masih belum bangkit.”

“Kuharap begitu. Biarpun aku mengalahkan pria itu, yang kekuatannya masih belum bangkit, tak akan ada artinya.”

“Ah, kamu cukup percaya diri untuk mengalahkannya?”

“Aku akan mengalahkannya. Dan lalu akan kubuktikan. Bahwa Jio Jinzagi ini adalah penerus sejati dari Raja Iblis.”

Bibir merah pria itu menekuk. Di sekujur tubuhnya yang hitam, tak terhitung jumlah segel Roh tengah bersinar.

Sama dengan Raja Iblis Solomon—segel yang membawa tujuh puluh dua Roh.

Catatan Penerjemah dan Referensi[edit]

  1. Suara memukul mukul kecil seseorang karena malu
  2. Suara bergetar dari tubuh seseorang dengan aura mengerikan seolah ingin membunuhmu (biasanya ditemukan dalam anime)
Back to Bab 1 Return to Halaman Utama Forward to Bab 3