Shinigami ni Sodaterareta Shoujo wa Shikkoku no Ken wo Mune ni Idaku (Indonesia) Jilid 1 Bab 3

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Bab 3 - Pertempuran di Iris[edit]

[edit]

Pasukan Kekaisaran, kastil Kaspar, Markas Utama

Ada pergerakan dari Pasukan Ketujuh!

Jaringan pemantau yang terus memantau sekitar Benteng Gallia mengirim sebuah laporan mendesak pada markas utama, dan Jenderal Osborne memanggil semua perwira untuk mengadakan rapat perang.

"Kemana perginya musuh?"

"Tuan, Pasukan Ketujuh telah menyeberangi Sungai Ecstasy, dan bergerak menuju Canaria."

Utusan itu melaporkan pergerakan dari Pasukan Ketujuh. Suara bising dentuman logam bisa terdengar di luat, dan suasananya cukup tegang. Seluruh unit telah mengetahui bahwa Pasukan Ketujuh sedang bergerak, dan para prajurit bersiap untuk bertempur.

"Tuan, menilai dari pergerakan musuh, mereka pasti mengincar kastil Kaspar ini.... Sepertinya mereka mendahului kita."

"Sepertinya begitu. Mereka mungkin lelah meringkuk didalam markas mereka."

Semua perwira tertawa pada ucapan sarkas Osborne. Paris lah satu-satunya orang yang mengalihkan tatapannya dan mendesah. Dia tau kalau Osborne terdengar agak jengkel.

(Kenapa Kaisar menyetujui rencana untuk menyerang Benteng Gallia? Aku sudah melihat rencana Yang Mulia, dan itu sempurna. Jenderal Felixus juga sangat menekankan rencana itu. Inisiatifnya ada pada kami....)

Paris mendecak lidahnya dalam benaknya saat tawa melengking dari para perwira bergema. Lalu dia menanyai utusan itu dengan tenang:

"Berapa jumlah musuh?"

"Siap pak, mata-mata melaporkan jumlah mereka sekitar 50.000."

“““Hahaha… Ha?”””

Wajah dari para perwira yang tertawa langsung berubah.

"50.000.... itu tak terduga. Nampaknya mereka memiliki lebih banyak cadangan dari yang kita duga."

Tak seorangpun menanggapi perkataan Paris. Mereka juga tak menyangka pasukannya sebesar itu. Kebanyakan perwira mengernyitkan alis mereka atas berita itu.

Setelah mendapatkan bala bantuan, sekarang kastil Kaspar memiliki 55.000 pasukan.

Paris mengomentari perkembangan itu sebagai "tak terduga", tapi dia tak terlalu terkejut. Namun dia memang mengakui bahwa dia meremehkan jumlah musuh.

Sebelumnya dia memperkirakan Benteng Gallia memiliki 40.000 prajurit, atau paling banyak 45.000. Tapi mempertimbangkan pasukan penyerang dan unit garis depan yang ditempatkan pada benteng itu, dia perlu merevisi jumlah itu menjadi sekitar 60.000.

''(Mata-mata kami di Benteng Gallia belum melapor. Entah itu dia tertangkap atau terbunuh. Kurangnya pengintai membuat semuanya jadi sulit.)''

Paris berasal dari biro pengintai, dan menempatkan banyak hal penting pada pengintaian. Dia sangat paham bahwa satu bidak pengintai bisa saja senilai dengan 10.000 prajurit, dan bisa menentukan hasil dari pertempuran. Akan tetapi, banyak perwira meyakini hal yang sebaliknya. Banyak menganggap bahwa pengintai merupakan yang kedua, dan pertempuran selalu ditentukan oleh kekuatan tempur.

Dan Letjen George merupakan penganut teguh dari keyakinan ini.

Dia memiliki badan kekar dan merupakan kepala keluarga Bachstein yang terkenal yang membantu pembangunan Kekaisaran. Dengan kuasa yang sangat berpengaruh dari klan'nya yang terkenal, dia mendapatkan adapun yang dia inginkan.

Untuk menyaingi pencapaian miliknya di medan peperangan, George memimpin Korp Ksatria yang naik daun selama Pertempuran Swaran – Ksatria Baja.

Di tahap-tahap awal Panggung Perang Selatan, dia secara pribadi memimpin Korp Ksatria miliknya untuk menghancurkan Pasukan Keenam, dan kinerjanya yang luar biasa semakin menambah kepercayaan dirinya.

George melirik Paris, lalu berkata pada Osborne dengan senyum samar:

“Jenderal, musuh mungkin berjumlah banyak, tapi mereka hanyalah sekumpulan kaum lemah. Tak ada yang perlu kita takutkan, dan ini merupakan peluang bagus untuk menghancurkan mereka, dan menunjukkan pada mereka kekuatan Pasukan Kekaisaran."

George menghentak meja menampilkan kekuatannya. Para perwira sependapat dengan dia dan mendukung dis, termasuk orang-orang yang mengernyitkan alis mereka.

"Antusiasmu membangkitkan semangatku. Baiklah, mari kita tunjukkan kekuatan kita pada Pasukan Ketujuh–Paris, menurutmu dimana kita harus menghadapi mereka?"

Osborne bertanya. Paris mengalihkan tatapannya pada peta di meja.

"Disini.... Menurutku, dataran Iris merupakan tempat yang paling cocok."

"Alasannya?"

"Sederhana. Itu adalah tempat paling sesuai untuk mengerahkan pasukan dalam jumlah besar. Hutam Ark dan lembah Grox yang berada dikedua sisi dataran itu tidaklah cocok. Melewati dataran Iris merupakan rute tercepat menuju kastil Kaspar, jadi mereka tak mungkin menempuh rute lain."

"Hmm, jadi pertempuran ini akan jadi sebuah konfrontasi langsung, huh."

Osborne berkata sambil mengangguk.

"Itulah yang kita inginkan. Ksatria Baja milikku akan menghancurkan Pasukan Ketujuh secara menyeluruh!"

George tersenyum sinis. Semangat tempur dari para perwira berada di puncaknya. Paris merasakan adanya bahaya saat dia melihat reaksi mereka.

(Ini cukup bahaya. Pertempuran besar setelah jeda yang panjang ini membuat mereka cemas akan pencapaian perang. Ini bukan pertanda yang bagus.)

Saat ini, situasi di wilayah selatan kerajaan berada dalam keadaan buntu. Karena Pasukan Ketujuh terus mempertahankan Benteng Gallia, pasukan di medan perang selatan tak punya peluang untuk mendapatkan pencapaian perang. Disisi lain, rekan-rekan mereka telah memenangkan pertempuran di medan perang utara dan pusat, yang mana membuat mereka sangat iri.

Dan sekarang, laporan tentang Pasukan Ketujuh menyerang telah sampai. Wajar saja para prajurit bersemangat. Akan tetapi, jika mereka kalah dalam pertempuran karena mereka terlalu cemas, itu sama saja menepatkan kereta didepan kudanya. Sebagai seorang ahli strategi, dia harus mempertimbangkan skenario terburuk sepanjang waktu.

Dengan memikirkan hal itu, Paris memberi usulan pada Osborne:

"Jenderal. Untuk amannya, kita harus meminta bala bantuan dari Benteng Kiel. Dengan demikian kita bisa–"

"Omong kosong apa itu?"

Perkataan Paris dipotong sebelum dia menyelesaikannya, dan dia menatap kearah orang yang berbicara–Letjen George. George melotot pada Paris, tubuhnya gemetar penuh amarah.

"Aku akan menanyakannya lagi. Omong kosong apa yang barusan kau ucapkan? Aku paham kalau kita berada dalam situasi yang tak diuntungkan, tapi jumlah kita setara. Apa kau mau mempermalukan kita dengan meminta bala bantuan yang tak perlu?"

"Letjen George, maafkan aku, tapi kita bisa mengintimidasi musuh lebih mudah lagi jika kita memiliki jumlah yang sangat besar. Opiniku, ini adalah cara terbaik untuk meminimalisir kerugian kita."

Saat dia mendengar bantahan Paris, George menggebrak meja.

"Dasar bodoh! Dimana kehormatan kemenangan melalui jumlah? Dan kau menyebut dirimu sendiri seorang prajurit terhormat dari Pasukan Kekaisaran? Dasar tidak tau malu!!"

George menyatakan secara terang-terangan bahwa kehormatan lebih penting daripada nyawa para prajurit. Paris tau bahwa tak ada gunanya berkata lagi.

"....Kau benar, Letjen, maafkan aku karena membuat usulan yang tak penting."

Paris membungkuk. Dari suara dengusan mereka, itu mungkin orang-orang dari faksi George. Komplotan George merupakan para perwira dari bangsawan atas, dan sebagai seorang bangsawan dengan tingkat lebih rendah, Paris sudah terbiasa dengan perlakukan semacam itu, dan tak mempedulikannya.

"Letjen George. Ahli strategi Paris hanya menyuarakan pendapatnya. Tak ada perlunya semarah itu."

"Siap, ndan...."

George menerimanya dengan berat hati. Osborne dengan lembut menepuk bahu Paris, dan berkata dengan sangat sopan:

"Pendapatmu aku tampung, Paris. Kita akan menghadapi musuh pertama, dan melihat apa yang akan mereka lakukan. Kita bisa memutuskan apakah kita harus meminta bala bantuan setelah itu."

".....Dimengerti."

"Baiklah kalau begitu– Tuan-tuan, angkat gelas kalian."

Osborne berdiri sambil mengangkat gelasnya, dan para perwira lainnya mengikutinya.

"Semoga Kejayaan Kekaisaran Arsbelt Bersinar Cerah!!"

""Kesetiaan Abadi untuk Kaisar Agung Ramza!!"

–– Keesokan harinya.

50.000 pasukan berdiri siap tempur di medan, dan terompet yang menyatakan dimulainya pertempuran menggema di langit biru.

"Komandan, kami siap."

"Bagus. Beritahu pasukan bahwa kita akan menuju dataran Iris." 

II[edit]

Pasukan Kerajaan, Jalan Canaria

Unit campuran dibawah komando Paul dan Lambert sedang bergerak menuju Benteng Gallia.

Hampir tak ada perlawanan dari Pasukan Kekaisaran selama pergerakan mereka, saat mereka bergerak ke barat disepanjang jalan Canaria. Untuk menyembunyikan fakta bahwa Pasukan Pertama merupakan bagian dari operasi, mereka hanya mengibarkan bendera-bendera Pasukan Ketujuh. Niat mereka adalah untuk menipu musuh supaya berpikir bahwa Pasukan Pertama masih mempertahankan kota.

Paul dan Lambert berada dipusat formasi, dan mereka bertukar pikiran sambil menunggangi kuda. Para penjaga mereka yang memakai zirah perak berada disekitar mereka, dan sebuah kelompok infanteri berat elit mengelilingi kedua komandan itu. Para penjaga tetap waspada sepanjang waktu seraya mereka bergerak penuh kewaspadaan.

Sementara itu, Neinhart memimpin barisan depan, dan Otto mengkomando barisan belakang.

"–Semuanya berjalan mulus sejauh ini."

"Itu benar, unit-unit kekaisaran disekitar melarikan diri dengan segera."

Lambert menatap sekelilingnya, dan melihat sisa-sisa perkemahan dan lambang-lambang dengan pedang bersilangan. Tak diragukan lagi sebelumnya tempat ini merupakan perkemahan Pasukan Kekaisaran. Unit barisan depan melaporkan bahwa kota Canaria telah dibebaskan dari Kekaisaran.

"Tetapi, aku terkejut bahwa Paduka menyetujui rencana ini."

"Hmmm....? Yah, itu berkat Marsekal sangat menekankan ini...."

Lambert menyimpulkan begitu saja, tapi dalam proses meyakinkan Alphonse sangatlah merpotkan. Alphonse berencana untuk menolak nasehat Cornelius, dan bersikeras bahwa Pasukan Pertama harus bergegas menguasai Benteng Kiel. Tapi Cornelius tidak menyerah, dan menekankan agendanya berulang kali selama berhari-hari.

Alphonse sangat menjengkelkan, dia kemudian melarang Cornelius masuk istana. Pada akhirnya, Cornelius diancam agar mengundurkan diri, yang mana mendorong Alphonse untuk segera mengubah taktik dan menyetujui rencana tersebut.

Marsekal terhormat sudah berusia 70'an, tapi dia masih dikenal sebagai jenderal pembawa kemenangan, dan pengunduran dirinya akan menyebabkan suatu kegemparan. Suara dari luar dan dalam istana akan meragukan kemampuan Alphonse sebagai seorang Raja. Itu akan membuat semuanya semakin sulit bagi Kerajaan.

Lambert menyimpulkan bahwa Alphonse menyetujui rencana tersebut hanya karena itu.

"....Haaaa. aku tidak tau rinciannya, tapi itu pasti sangat sulit."

Paul membelai dagunya. Pandangannya masih tajam meski sudah usia lanjut. Lambert mendecak lidah dalam benaknya.

"Mungkin begitu. Tapi berkat hal itu, Pasukan Pertama tak perlu mati sia-sia di dinding Benteng Kiel."

Lambert mengangkat bahu.

"Oh~ jarang sekali melihatmu begitu sedih. Apa kau kuatir pada reputasimu?"

"Paul, itu adalah sebuah kebiasaan buruk untuk menanyakan sesuatu yang sudah jelas."

Lambert menjawab dengan ekspresi masa bodoh. Paul berkata seraya sudut bibirnya terangkat:

"Fufu, maaf. Bahkan bagi para elit Pasukan Pertama, menyerang Benteng Kiel seperti ini sama saja dengan bunuh diri."

"Itu benar. Aku ingin mati di medan perang, tapi tidak mati sia-sia."

Paul dan Lambert saling bertatapan sebentar, lalu tertawa.

"Jadi kita tak boleh kalah kali ini. Kita akan mengikuti Pasukan Ketujuh, jadi kau akan mendapatkan prestasinya, Paul.... tapi apa kau yakin? Kau tau, soal gadis itu?"

"Maksudmu Letda Olivia?"

"Ya ya, Letda Olivia. Kudengar dia baru berusia 15 tahun? Dan cucumu seumuran dia juga?"

Lambert berpikir tentang gadis yang dia lihat di pesta dansa satu dekade lalu, dan menghela nafas.

"Oh~ tak disangka ternyata kau ingat. Ya, dia seumuran Letda Olivia."

"Hmmp. Aku memang tua, tapi ingatanku masih tajam."

"Bukankah kau baru 50'an?"

"Itu sudah cukup untuk dipanggil pria tua. Abaikan soal itu. Seorang gadis yang seumuran cucunya Paul merupakan kunci rencana pertempuran? Aku akui dia sangat terampil.... Tapi bukankah itu terlalu gegabah?"

Lambert tau tentang kemampuan Olivia, dimulai dengan dia membunuh Samuel. Dan itu sangat sulit dipercayai karena semua itu terjadi hanya dalam waktu dua bulan. Terutama cerita tak masuk akal tentang membunuh seekor mahluk bertanduk dengan satu tikaman, yang mana Lambert hanya bisa tertawa saja mendengarnya.

"Aku paham kekhawatiranmu, tapi tak masalah menyerahkan ini pada Letda Olivia. Kami menugaskan seorang deputi luar biasa untuk mendampingi dia."

"Perwira Claudia, huh... kau betul-betul memadukan perwira unggulan dari Pasukan Pertama."

Lambert melirik Paul. Claudia lulusan Akademi Militer Kerajaan, dan berpengetahuan luas serta mahir dalam ilmu pedang. Dia mungkin masih belum matang karena dia masih muda, tapi faktanya tetaplah dia jauh lebih unggul daripada para perwira lain yang seumuran dengannya.

Lambert memiliki harapan yang tinggi pada Claudia, dan sangat tidak senang bahwa Claudia dipindahkan ke Pasukan Ketujuh.

"Aku tidak tau apa-apa. Adujanmu lah yang merekomendasikan dia, jadi jangan ngajak ribut deh."

Paul berkata sambil memasang ekspresi masa bodo.

"Ya, aku tau.... Haaaaa, Neinhart melakukan sesuatu yang tak perlu."

Lambert menatap pemuda yang berada agak jauh. Lalu, seorang prajurit berjalan menerobos formasi infanteri berat dan berhenti didepan kedua jenderal itu. Epolet* merah miliknya memiliki tujuh bintang perak, menandakan dia adalah seorang pembawa pesan dari Pasukan Ketujuh.

''(Epolet: ornamen pakaian yang dipasang pada pundak)''

Paul menarik tali kekang miliknya dan mengangkat tangan kirinya untuk menghentikan pergerakan pasukan.

"Letjen Paul, saya minta maaf karena mengganggu diskusi anda."

"Tak masalah. Ada tanda-tanda dari musuh?"

"Lapor, Pasukan Kekaisaran bergerak menuju dataran Iris. Mereka berjumlah sekitar 50.000."

"Jadi medan perangnya di dataran Iris. Yah, sepertinya memang tak ada pilihan lain sih."

Paul mengangguk, dan Lambert menyimpulkan dari berita tersebut:

:50.0000, huh. Jika kita mengurangi detasemen pasukan, kita setara. Jadi mereka meninggalkan 5.000 orang untuk menjaga benteng mereka?"

"Kurang lebih begitulah. Itu masih didalam perkiraan."

"Hmm, kalau begitu tak masalah–Ada pergerakan dari Benteng Kiel?"

Ini merupakan masalah yang krusial untuk rencana ini. Lambert bertanya agak tegang.

"Siap ndan, tak ada tanda-tanda pergerakan dari Benteng Kiel untuk saat ini."

Lambert lega mendengar laporan itu. Jika Benteng Kiel mengirim bala bantuan di waktu yang genting ini, maka operasinya akan segera dihentikan. Dia menatap Paul, yang juga tampak lega.

"Sepertinya kekhawatiran terbesar kita tidak terjadi."

"Itu benar, tak ada gunanya berperang jika mereka memanggil bala bantuan."

"Jika demikian, semuanya akan bergantung pada kinerja dari detasemen unit."

Lambert berkata seolah dia ingin memastikan hal ini, dan Paul tampak percaya diri saat dia mendengar itu.

"Letda Olivia pasti akan datang. Bagaimanapun juga, dia adalah sang 'Valkyrie Berambut Perak'."

".....Valkyrie Berambut Perak? Apa itu?"

Lambert kebingungan oleh istilah aneh ini.

"Kau tidak tau? Para Valkyrie adalah wanita cantik yang bertugas di medan perang dipenuhi dengan keanggunan dan kemuliaan. Itulah yang dikatakan para prajurit yang mendampingi Letda Olivia untuk merebut Benteng Lamburg. Tidakkah kau menganggap itu adalah penggunaan yang tepat untuk istilah itu?"

Lambert mulai meragukan matanya pada pemandangan ekspresi hangat dari Paul. Dia sudah mendengarnya dari Neinhart, tapi setelah melihatnya dengan mata kepalanya sendiri, dia menyadari bahwa Paul sudah melampaui itu. Ini bukanlah wajah tak seharusnya dimiliki seorang pria yang akan pergi ke medan perang.

Ini merupakan wajah dari seorang kakek penyayang memanjakan cucunya. Bahkan para prajurit disekitar mereka memasang wajah rumit.

(Paul, yang dulu disebut seorang iblis, sekarang sudah seperti ini, huh....)

Lambert menenangkan kudanya yang meringkik dan menghela nafas dalam-dalam.

Satu minggu sebelumnya pasukan gabungan yang dipimpin Paul dan Lambert berangkat menuju Benteng Gallia.

Untuk menghindari mata pengintai dari Pasukan Kekaisaran, para prajurit dikirim dengan tingkat pleton menuju Benteng Lamburg, sampai 5.000 prajurit dikerahkan. Lalu Olivia memimpin pasukan detasemennya sebesar 3.000 kavaleri menuju hutan Ark secara sembunyi-sembunyi.

Saat ini, Olivia menunggangi seekor kuda hitam dan bergerak didalam hutan dengan kecepatan santai. Disampignya adalah deputi Olivia yang baru ditunjuk, Claudia. Dia mengawasi sekelilingnya penuh kewaspadaan, dan terus waspada.

"Claudia, kau nggak perlu sewaspada itu sambil memasang wajah menakutkan. Nanti cantikmu ilang lho."

Olivia menepuk punggung Claudia sambil tertawa.

"Maafkan aku karena terang-terangan, tapi dipuji oleh Letda Olivia mengenai penampilanku rasanya seperti sindiran."

"Ehh? Tapi kenapa? Aku nggak nyindir lho?"

Olivia memiringkan kepalanya kebingungan. Claudia menghela nafas, itu lebih buruk karena Olivia nggak menyadari alasannya.

"Tataplah cermin dan lihatlah dirimu sendiri.... Kesampingkan itu, misi yang dipercayakan pada kita akan sangat mempengaruhi peperangan. Kita tak boleh ceroboh sebelum kita sampai di belakang Pasukan Kekaisaran."

Rencana pertempurannya dirancang untuk serangan kejutan ini. Kelompok Olivia tengah melintasi hutan Ark, dan menuju ke belakang Pasukan Kekaisaran yang dikerahkan pada dataran Iris. Mereka akan meluncurkan serangan pada markas pusat Pasukan Kekaisaran bersamaan dengan serangan unit utama, dan menghabisi musuh dalam sekali serang, sebuah rencana yang sangat nekat.

Misi Olivia adalah untuk membunuh komandan musuh secepatnya. Tugas Claudia adalah untuk membawa Olivia kedalam jangkauan serangan. Waktu pelaksanaan serangan krusial ini diserahkan sepenuhnya pada kebijaksanaan mereka.

"Ngomong-ngomong, Letda Olivia, kemampuan berkudamu menakjubkan. Kudengar kuda hitam itu cukup sulit diatur."

Kuda hitam itu memiliki badan yang lebih kekar daripada kuda-kuda yang lainnya, dan lebih cepat juga. Secara teori, kuda jenis ini sangat cocok sebagai kuda perang, tapi jarang terlihat dalam pertempuran. Itu karena temperamen galak dari kuda hitam, yang mana membuatnya sulit ditunggangi.

Dari apa yang diketahui Claudia, para penunggang yang bisa menunggangi kuda-kuda hitam sangatlah jarang. Meski begitu, kuda hitam ini betul-betul jinak pada Olivia.

Kuda itu akan meringkik dari waktu ke waktu layaknya seorang anak menginginkan perhatian. Itu merupakan perilaku yang tak terduga yang membuat Claudia berpikiran apakah warna hitam itu merupakan cat rambut.

Olivia membelai surai kuda hitam itu dengan lembut dan berkata:

"Eh~ begitukah. Kurasa kuda ini betul-betul jinak. Saat aku masih kecil, aku menunggangi punggung seekor binatang bertanduk satu, dan binatang itu gak bisa tenang."

"––Hah.....? Apa binatang bertanduk satu yang kau maksud itu <Binatang Berbahaya Tipe 2>?"

"Aku nggak tau apa itu seekor Binatang Berbahaya Tipe 2, tapi itu adalah seekor binatang bertanduk putih dikepalanya. Dan rasa dagingnya nggak enak."

Olivia menempatkan tangannya pada keningnya dengan jari telunjuknya di acungkan, dan meniru teriakan dari binatang bertanduk satu dengan suara "rawr". Dia terlihat sangat mengemaskan. Kesampingkan itu, Claudia tertegun oleh kata-kata Olivia yang tiba-tiba. Tak ada anak kecil di dunia ini yang menunggangi punggung binatang bertanduk satu. Bahkan orang dewasa pun tak ada. Mereka akan dimakan sebelum bisa menungganginya.

Shinigami ni Sodaterareta Shoujo V1 7.jpg

(Apa Letda Olivia mengerjaiku?)

Claudia menatap mata Olivia seraya berpikir demikian, tapi dia tak melihat 'warna' yang mengindikasikan bahwa Olivia berbohong. Saat Claudia terlihat terkejut, Olivia dengan lembut membelai leher kuda hitam itu, dan kemudian dengan lincah berdiri di punggung kuda itu.

"Hei, kudanya betul-betul jinak, kan?"

"A-A-Apa yang kau lakukan!?"

Caludia mengulurkan tangannya untuk menghentikan dia, tapi kuda hitam itu menjauh, seolah untuk menghentikan dia mengganggu tuannya. Olivia berputar di udara, dan menunggangi tanpa berpegangan. Para prajurit disekitar mereka bersorak takjub.

"Kemampuan fisikmu memang luar biasa, tapi tolong tahanlah dirimu dari melakukan ini. Kita sedang mengerjakan misi penting, dan tolong diingat bahwa lau adalah komandan dari 3.000 prajurit."

Claudia memperingatkan dengan dingin. Olivia menjawab: "Baik~ Ehehe, aku membuat Claudia marah." lalu dia menjulurkan lidahnya. Para prajurit disekitar mereka tersenyum dan berkata: "Kapten melakukannya lagi, huh." Pemandangan hangat itu menghilangkan ketidaksenangan Claudia. Nampaknya beberapa prajurit sudah kenal dengan Olivia.

"Apa kau sudah kenal Letda Olivia sebelumnya?"

"Siap ndan, kami mendampingi Danton Olivia untuk merebut Benteng Lamburg."

Seorang pemuda berambut hitam bernama Guile menjawab dengan bangga.

"Oh~ begitukah."

"Iya ndan. Tapi kami hanya bisa berdiri gemetaran saja, dan sama sekali tak bisa berbuat apa-apa.... Tapi berkat pelatihan Kapten, kami telah menjadi lebih kuat. Kami pasti akan berguna kali ini."

Guile berkata sambil mengangkat kepalanya, dan rekan-rekannya mengangguk penuh percaya diri.

(Sungguh naif. Gak semudah itu menjadi lebih kuat. Mereka nggak mengerti bahwa menjadi kuat membutuhkan upaya terus-menerus dalam jangka panjang.)

Ilmu pedang Claudia merupakan hasil dari pelatihan keras bertahun-tahun.

Berkat hal itu, dia memahami sulitnya jalan ilmu bela diri.

Akan tetapi, dia gak akan mengecilkan hati para prajurit yang telah membulatkan tekad mereka. Mengatakan hal yang gak penting tepat sebelum pertempuran akan menurunkan moral, dan gak ada untungnya.  

“Hmm~ Guile, kau belum terlalu kuat sih. Atau lebih tepatnya, kalian terlalu lemah, jadi hati-hati jangan sampe mati, oke?"

Tapi Olivia malah menyiramkan air dingin pada mereka tanpa berpikir dua kali.

Claudia cuma bisa menepuk jidat. Sekarang moralnya akan turun–

Namun, para prajurit cuma tersenyum canggung. Mereka gak terlihat depresi dan tampak sudah terbiasa dengan ini.

Olivia masih belum selesai bicara.

"Terutama Ashton, kau nggak akan berguna sama sekali. Kalau aku harus menggunakan sebuah analogi, maka yang pas adalah kau akan mati kalau kau menoleh sebentar saja."

"––!? A-Apa maksudmu!? Aku juga sudah berusaha sangat keras lho!!"

Ashton memprotes marah, dan Olivia tertawa kecil saat dia melihat reaksi Ashton. Claudia menatap Ashton. Jadi orang misterius yang Olivia sebutkan sepanjang waktu ini adalah seorang rekrutan baru.

"Mau gimana lagi, setiap orang punya kecocokan pada hal-hal yang berbeda. Kalau aku harus menyebutkannya, kurasa Ashton punya bakat sebagai ahli strategi. Saat kita main catur di benteng, kau lumayan handal."

"B-Begitukah? Aku cocok untuk menjadi ahli strategi?"

Ashton bertanya penuh kegembiraan, dan Olivia mengangguk: "Tapi kau kalah terus melawanku." Olivia lalu memegang perutnya dan tertawa keras. Para prajurit lainnya tersenyum melihat interaksi mereka, dan Ashton memasang ekspresi rumit di wajahnya.

"Apa kau membicarakan saat-saat di Benteng Lamburg?"

"Ya. Semua orang memintaku untuk melatih mereka disana. Tapi nggak lama setelah itu kami malah diusir, jadi hasilnya nggak banyak."

Meski Olivia bilang begitu, Claudia gak sependapat. Dia menyadari langkah kaki dari para prajurit ini tegas dan kokoh. Mereka juga terus memperhatikan sekeliling seraya mereka mengobrol.

Bagi Claudia ini adalah hal sepele, tapi sudah pasti bukanlah sebuah standar yang dia duga dari rekrutan baru.

(Kudengar para prajurit yang ikut serta dalam operasi perebutan Benteng Lamburg adalah para rekrutan baru yang gak berpengalaman. Apa mereka meningkat sebanyak itu dibawah pengawasan Letda...? Darimana sih Letda berasal?)

Saat Caludia merasa bingung, Olivia berkata dengan nada penuh harap: "Aku penasaran hadiah apa yang akan diberikan Letjen Paul padaku untuk penyelesaian misi ini?" 

III[edit]

Dataran Iris

Pasukan Kekaisaran bagian Selatan yang dipimpin Jenderal Osborne mencapai daratan Iris sebelum Pasukan Ketujuh sampai. Sesuai saran Paris, markasnya ditempatkan pada tempat yang tinggi yang bisa melihat ke seluruh medan pertempuran. Dipusat adalah 20.000 Ksatria Baja, dikomando oleh Letjen George. Disayap kiri adalah Mayjen Heit, dan disayap kanan adalah Mayjen Minits. Bendera bergambar pedang bersilangan milik mereka berkibar di langit, dan pasukan berjumlah 50.000 menunggu kedatangan Pasukan Ketujuh.

Disisi lain, pasukan gabungan dari Letjen Lambert dan Paul tiba sehari setelahnya. Menilai bahwa pasukan utamanya berada di tengah, Lambert memimpin 25.000 prajuritnya dari Pasukan Pertama dan ditempatkan di tengah. 20.000 prajurit lainnya di bagi menjadi dua sayap, dipimpin oleh Mayjen Elman dan Mayjen Hosmund. Markasnya yang dijaga 5.000 prajurit ditempatkan di belakang formasi pusat, dipimpin langsung oleh Paul.

Kedua pasukan dikerahkan dalam barisan formasi dasar, yang mana memanfaatkan luasnya dataran tersebut dan mengurangi ancaman serangan dari samping. Saat terompet dan genderang berbunyi, Ksatria Baja berencana memulai pertempuran dengan sebuah serbuan.

Dan dengan demikian dimulailah apa yang akan disebut 《Pertempuran Iris》 di masa mendatang.

"Komandan, kau terlalu dekat dengan bagian depan! Pelankan kecepatanmu!"

Letkol Cyrus ajudan George menasihati dia. Tapi George mengabaikan dia, dan malah memacu kudanya lebih cepat lagi.

Cyrus melesat ke samping George, dan George berteriak padanya.

"Bacot! Gimana bisa aku mundur didepan para kaum lemah Pasukan Kerajaan? Aku akan menghabisi siapapun yang berani menghentikan pergerakan Ksatria Baja milik kami!"

George memasang senyum sinis saat dia meluncur kearah para prajurit musuh. Letjen memimpin serangan secara pribadi membuat moral para kavaleri membumbung tinggi.

Beberapa jam setelah pertempuran dimulai.

Pertempuran di daratan Iris sangat sengit.

Ksatria Baja milik George merupakan unit kavaleri berat, dan hal yang gak biasa dari mereka adalah tombak mereka. Gak seperti tombak-tombak pada umumnya, tombak ini terspesialisasi untuk penetrasi, dan dengan gaya inersia dari serbuan kuda perang, mereka bisa dengan mudah menembus zirah. Ksatria Baja menampilkan kekuatan serangan dan pertahanan mereka yang luar biasa, mendominasi medan perang.

"Terlalu lemah! Sungguh penampilan yang gak sedap dipandang! Sama seperti Pasukan Keenam, sepertinya Pasukan Ketujuh hanyalah sekumpulan kaum lemah juga! Bahkan Kerajaan Swaran memiliki kekuatan tempur yang lebih besar daripada mereka."

George mencela dan melemparkan seorang prajurit musuh yang ada di tombaknya. Cyrus tiba-tiba berteriak:

"Komandan, musuh tiba-tiba mundur!"

Mengikuti arah yang ditunjuk Cyrus, dia bisa melihat para prajurit kerajaan mundur. Para prajurit lainnya juga bergerak mundur sangat terkoordinasi.

"Hmmp.... Ajudan Cyrus, bagaimana menurutmu soal pergerakan Pasukan Kerajaan? Sampaikan pendapatmu."

Tatapan dingin dari George membuat Cyrus meluruskan punggungnya. Jika dia tak memberi sebuah jawaban yang memuaskan George, bahkan ajudan itu akan menerimanya amarah dari sang Jenderal. Itulah yang diisyaratkan oleh tatapannya.

"Siap ndan, menurutku, musuh berusaha mundur untuk menjaga jarak diantara kita, dan kemudian berkumpul kembali!"

"Lalu apa yang harus kita lakukan?"

"Ini merupakan peluang bagus. Kurasa kita harus memanfaatkan kesempatan ini dan menerobos barisan tengah mereka, dan menyerang markas mereka."

George senang mendapatkan jawaban yang dia inginkan. Seperti yang dikatakan Cyrus, musuh mungkin ingin mundur dan berkumpul kembali. Jika dia memanfaatkan peluang ini untuk menyerbu kearah markas milik musuh, maka dia akan mendapatkan semua pencapaian. Setelah itu, hanya masalah waktu saja sampai dia dipromosikan menjadi Jenderal.

George mengayunkan tombaknya untuk membersihkan darah yang menempel, dan mengambil keputusan:

"Cyrus! Kita akan menerobos barisan tengah musuh, dan menyerbu markas mereka!"

"Siap ndan!"

"Dengarkan aku, Ksatria Baja yang gagah perkasa! Ikuti aku dan serbu! Orang yang memenggal kepala komandan musuh akan diberi hadiah setimpal!"

“““Wooaahhh!!”””

Disemangati oleh George, Ksatria Baja mengeluarkan teriakan yang sangat keras. Pada sinyal Cyrus, seluruh unit melesat layaknya sebuah gelombang yang tak bisa dihentikan. Sebaliknya, meski Lambert dan Pasukan Pertama berusaha mempertahankan barisan, Ksatria Baja menerobos dengan mudah.

Barisan tengah porak-poranda, dan para ksatria itu mulai mengancam markas pusat barisan tengah.

Saat Ksatria Baja memporak-porandakan barisan tengah, Neinhart memperhatikan dengan tenang. Dia memerintahkan  unit-unit yang dikalahkan untuk mundur, dan terus menembakkan panah. Akan tetapi, anak panah tidak terlalu efektif. Karena kuda perangnya dijuga memakai zirah, mereka tak bisa membendung serbuan kavaleri itu dengan membunuh kuda-kuda perang mereka.

"Komandan, itu adalah Ksatria Baja yang tersohor."

"Aku bisa melihatnya dengan jelas. Unit ini merupakan personifikasi dari istilah "serbuan sembrono" . Mereka mungkin memang musuh, tapi kinerja mereka layak dipuji."

Lambert mengangguk penuh kekaguman. Memang benar bahwa moral dan daya gempur unit itu luar biasa. Bahkan Pasukan Pertama yang elit didorong mundur semudah itu, yang mana hal itu mengejutkan Reinhart. Gak heran Pasukan Keenam yang dipimpin Letjen Sera kalah.

"Mengagumi mereka tak akan mengubah situasi kita. Apa yang harus kita lakukan tentang ini? Mengerahkan pasukan cadangan kita?"

Neinhart menatap ke belakang mereka, dimana markas utama dimana bendera Pasukan Ketujuh berada. Lambert berkata sambil mendengus:

"Hmmp, kau punya kebiasaan buruk menanyakan sesuatu yang sudah jelas. Kau sudah merencanakan ini sejak awal, kau pikir aku gak menyadarinya?"

"Maafkan aku, aku akan melaksanakannya."

Dengan itu, Neinhart mengangkat tangan kirinya. Pada sinyal ini, sekelompok pemanah yang telah menunggu, menunjukkan diri. Panah mereka berlumuran minyak, dan setelah seorang prajurit menyalakannya, panah api siap ditembakkan.

Saat api tersebut berkobar, Neinhart mengayunkan tangannya ke bawah.

"Tembak!"

Dengan komandonya, panah-panah api itu ditembakkan ke area didepan Ksatria Baja. Tujuannya bukan untuk membakar pasukan kavaleri itu, tapi untuk membuat kuda-kuda perang mereka panik. Semua hewan di dunia ini takut api. Rencana Neinhart sangat efektif, dan kuda-kuda perang itu mulai meringkik, dan mulai menjadi liar.

"Tenang!!"

Para penunggang menenangkan kuda mereka, tapi ujung-ujungnya tetap jatuh. Infanteri berat memanfaatkan kesempatan ini untuk menyerang para penunggang yang jatuh dari tunggangan mereka.

Mereka berusaha bangun dan melawan musuh, tapi zirah berat mereka menjadi rantai yang membebani mereka. Pada akhirnya, mereka tak bisa melakukan perlawanan dan dibunuh oleh infanteri berat.

Neinhart bergumam saat dia melihat pemandangan ini.

"Kita bisa menghentikan serangan musuh untuk sekarang ini."

"Memang benar, tapi kita harus tetap siaga. Sekarang giliran kita untuk menyerang, tapi masih masih kokoh."

Dengan itu, kedua orang itu terus mengamati pertempuran tanpa berbicara sepatah kata pun.

Pertempuran di bagian tengah berada dalam keadaan buntu. Pertempuran di kedua sayap juga sama sengitnya, dan peperangan itu perlahan menjadi seimbang.

Akhirnya, mentari senja menyinari dataran Iris. Dengan tanda itu, kedua belah pihak menarik pasukan mereka.

Pertempuran di hari pertama berakhir.

Pasukan Kekaisaran kehilangan 2.000 prajurit, dan Pasukan Kerajaan kehilangan 3.000 prajurit.

Meski bagian sayapnya seimbang, ada perbedaan yang besar di bagian tengah.

Pasukan Kerajaan, Markas Utama

Otto dan beberapa stafnya dibanjiri laporan dari medan perang. Kebanyakan laporan menyatakan kegagahan Ksatria Baja, yang mana memuat Otto stres mengenai seberapa kuatnya Pasukan Kekaisaran.

"Semuanya, kita lembur malam ini."

Dengan itu, Paul perlahan berjalan ke kelompok itu. Para bawahannya memberi hormat.

"Komandan, bukankah anda beristirahat di tenda anda?"

Otto bertanya penuh kekhawatiran. Paul dengan santai melambaikan tangannya, dan duduk di kursi yang dipersiapkan untuknya.

"Santai saja. Otto, kau sudah tau kan kalau aku jarang tidur saat pertempuran. Darah dipompa ke otakku, dan itu tak berubah meski usiaku sudah tua–Jadi, berapa banyak korban yang jatuh?"

Paul menatap dengan tatapan tajam, menampilkan kilasan dari masa lalunya saat dia disebut iblis. Meski usianya lanjut, sifatnya tetap tak berubah. Otto merasa sedikit nostalgia, dan melaporkan informasi yang dia kumpulkan sejauh ini pada Paul.

"– Mereka menyudutkan Letjen Lambert, huh. Ksatria Baja memang sesuai dengan nama mereka."

"Itu benar. Pasukan Pertama menghentikan serangan musuh dengan cara membuat panik kuda-kuda mereka menggunakan panah api, akan tetapi...."

Otto berhenti berbicara, dan menengadah. Rembulan terang yang berada diatas dataran Iris ditutupi oleh awan gelap. Paul menengadah dan berkata:

"....Cuacanya berubah."

"Iya ndan. Jika hujan, keefektifan panah api akan menurun. Ini akan sangat mempengaruhi pertempuran Pasukan Pertama."

"Yah, ini Lambert yang sedang kita bicarakan, dia akan menemukan cara. Kapan unit detasemen itu sampai di posisi?"

"Menurut jadwal mereka, mereka seharusnya sudah berada di posisi sekarang...."

Menurut rencana, unit detasemen itu akan mengirim sinyal asap jika serangan kejutan mereka berhasil. Pada sinyal itu, seluruh pasukam akan melancarkan serangan besar-besaran. Saat Paul mendengar jawaban Otto, dia bergumam "Begitu kah." Lalu dia mengeluarkan sebatang rokok dan menyalakannya. Asap abu-abu perlahan naik ke langit malam.

Masih ada beberapa jam sampai pagi menjelang.

Hari kedua pertempuran, langitnya mendung

Belajar dari kegagalan mereka kemarin, Pasukan Pertama milik Lambert mempersiapkan para pemanah api terlebih dahulu. Untuk bertahan dari serbuan Full Metak Knight, mereka menggunakan formasi bertahan. Disisi lain, Ksatria Baja yang telah mendapatkan pencapaian besar kemarin, tidak mempersiapkan pencegahan apapun terhadap panah api, dan serangan mereka lebih matang daripada kemarin.

Dan dengan demikian, pertempuran di bagian tengah tidak terlalu sengit dibandingkan kemarin, meski terkadang terjadi bentrokan disana-sini. Pertempurannya berlatih ke bagian sayap.

Yang bertugas pada sayap kiri Pasukan Kerajaan adalah Mayjen Elman Hark. Aslinya dia adalah seorang rakyat jelata, tapi menarik perhatian Paul, dan naik ke peringkat Mayjen. Seorang talenta langka yang menguasai pertempuran bertahan.

"Komandan, kavaleri musuh menyerbu kita!"

Ajudannya, Kapten Louis berteriak. Saat pertempuran sengit terjadi, 500 kavaleri kuat menyerbu kearah mereka secara terang-terangan.

"Tetap tenang. Musuh memakai formasi segitiga, sudah jelas bahwa mereka berniat membelah baris pertahanan kita. Sampaikan perintahku pada para pemanah di kedua sayap, dan suruh mereka menyerang dengan panah api."

Para pembawa pesan pergi membawa perintah Elman, dan menyampaikan pesan tersebut pada para komandan pemanah. Para pemanah menyiapkan panah mereka dengan pergerakan yang terlatih, dan menembak bersamaan. Anak panah melesat di udara dan menghujani kavaleri musuh.

Kuda-kuda perang meringkik dan mengangkat kaki depan mereka, menjatuhkan para penunggang mereka ke tanah. Tapi unit kavaleri itu tidak membatalkan serbuan mereka, seolah dikejar sesuatu dari belakang.

"Hieee! M-Musuh nggak berhenti! Mereka tetap menyerbu kearah kita!"

Seorang pemanah berkata, dan nampak sudah diambang menangis.

"Diam dan terus menembak!"

Pada perintah penuh amarah dari kapten, para pemanah menembakkan panah kedua dan ketiga. Masing-masing tembakan menghasilkan banyak mayat, dan saat korban kavaleri mencapai lebih dari 50%, para penunggang berbalik dan melarikan diri.

"Komandan, musuh telah ditaklukkan, kita harus mengejar mereka."

Louis memberi saran, dan Elman bergumam setelah mendengar itu:

"–Memang. Jika kita tidak mengejar sekarang, musuh akan curiga...."

Biasanya, Elman akan memberi perintah pengejaran sebelum Louis memberi saran. Tapi kali ini dia ragu-ragu.

"Hmm? Boleh aku bertanya apa maksudnya?"

"Nggak ada, itu masalahku. Kau tak perlu kuatir– Baiklah kalau begitu, kirim unit kavaleri untuk mengejar. 400 kavaleri sudah cukup. Jangan mengejar terlalu dalam, dan segera mundur setelah menunjukkan diri."

"Siap ndan! Aku akan mengaturnya!"

Louis segera menurunkan perintah pengejaran pada pembawa pesan. Elman memperhatikan pergerakan bawahannya dan teringat pada isi dari operasi ini. Kunci dari rencana ini berada pada Olivia, dan hanya sedikit orang yang tau rinciannya. Karena keberhasilan dari rencana ini bergantung pada serangan kejutan itu, sangat diperlukan untuk menghindari bocornya informasi ini pada musuh.

Strategi mereka bukan untuk sangat agresif sebelum serangan kejutannya berhasil dan semua komandan harus mengikuti rencana ini dengan ketat. Ini merupakan pertimbangan yang dibuat Paul untuk menghemat pasukan mereka untuk serangan pada kastil Kaspar.

Akan tetapi, akan mencurigakan jika mereka bertindak terlalu pasif. Jadi mereka harus bertempur dengan segala yang mereka bisa untuk menahan musuh, dan tidak menimbulkan kecurigaan dari musuh saat menyerang. Elman menghela nafas pada seberapa sulitnya hal ini, dan menggaruk kepalanya.

(Karena Letjen Paul mempercayai gadis itu, harusnya gak masalah... Tapi seorang gadis berusia 15 tahun akan menentukan nasib pertempuran ini. Aku bertanya-tanya apa yang akan musuh pikirkan saat mereka mengetahui hal ini.)

Elman berpikir tentang gadis berambut perak yang dia jumpai saat berjalan di koridor Benteng Gallia, dan memberi perintah lanjutan pada Louis.

Pasukan Kekaisaran, Markas Sayap Kanan

"Kau berani menunjukkan wajahmu didepanku, dasar gak tau malu!"

Seorang pria mengenakan aksesoris berkilauan yang tampak tak sesuai di medan perang memaki dengan suara serak. Dia adalah Mayjen Minits O'Stocks, seorang bangsawan besar yang dikenal tukang pamer. Dia pengecut dan gak berani pergi ke medan perang secara langsung. Dia akan menegur para bawahannya saat mereka membuat kesalahan, dan akan mengambil prestasi mereka saat mereka berhasil. Minits bukanlah seseorang yang bisa dipercayakan untuk mengkomando unit sayap, tapi karena dia adalah kerabat jauh dari Kaisar, dia diberi tugas sebagai komandan Sayap Kanan.

"Mayjen, itu harusnya sudah cukup. Dia juga frustasi karena kehilangan pasukannya."

Ajudannya, Mayor Reoness memohon untuk pria yang kepalanya diinjak oleh Minits. Serbuan untuk menerobos sayap kiri musuh berujung kehilangan 70% pasukan penyerang, dan pria ini entah bagaimana bisa selamat. Akan tetapi, sangat gak adil menekankan semua kesalahan pada dia.

Bagaimanapun juga, rencana Minits untuk menerobos musuh hanya dengan 500 kavaleri merupakan tindakan bodoh.

"Diam! diam! Jika aku gak bisa mendapatkan pencapaian perang pada pertempuran ini, ayahku akan memaki aku habis-habisan. Kirim lebih banyak kavaleri untuk menyerbu mereka!"

"M-Mayor Jenderal! Sebuah serbuan sembrono hanya akan berujung pada kegagalan yang sama! Anda harusnya memahaminya setelah melihat ini."

"Menjengkelkan! Serangan Letjen George dihentikan, jadi ini merupakan sebuah peluang bagus untuk mendapatkan pencapaian perang! Jika kau paham, maka kirim lebih banyak kavaleri. Kau dengar itu, ini adalah perintah!"

Minits berkata histeris seraya memegang kepalanya dan berulang kali bilang "Serang, serang!" Dia gak bisa diajak berunding, tapi karena Osborne meminta Reoness untuk mengawasi Minits, Reoness gak bisa meninggalkan dia begitu saja.

Reoness mendesah berat dalam hatinya, lalu memberi usulan pada Minits:

"Mayor Jenderal, bagaimana kalau begini. Kita bagi 3.000 kavaleri menjadi tiga unit, dan mengirim salah satu unit untuk menyerang sayap kiri musuh seperti sebelumnya."

Reoness membentangkan peta di meja, lalu mengeluarkan tiga bidak catur. Dia menempatkan salah satu bidaknya di tengah-tengah sayap kiri musuh.

".....Bukankah aku barusan memerintahkan begitu."

Minits berkata penuh amarah. Jadi dia masih sadar. Reoness tersenyum masam dalam hatinya, dan melanjutkan:

"Anda benar, tapi yang berbeda adalah kelanjutannya. Musuh akan lengah jika mereka melihat serangan yang sama. Bagaimanapun juga, mereka sudah mengalahkan kita satu kali."

Lalu dia menempatkan dua bidak lainnya pada kedua sisi musuh.

"Saat kewaspadaan mereka turun, kita akan mengirim dua unit lainnya untuk menyerbu."

"Jadi unit kavaleri pertama adalah umpan, dan menciptakan celah untuk dua unit lainnya? Jadi kita akan menyerang tiga posisi disaat yang bersamaan?"

"Ya, Mayor Jenderal. Tapi bukan itu saja, langkah selanjutnya adalah yang utama."

Reoness mengangkat sudut bibirnya dan menjelaskan perlahan-lahan supaya Minits paham.

"Komandan, kavaleri musuh menyerang."

Saat dia mendengar laporan Loius, Elman mendesah dalam hatinya dan berpikir:

"Lagi?" Lalu dia mengambil teleskop di pinggangnya.

"–Hmm? Mereka mengirim lebih banyak kali ini... Sekitar seribu kavaleri. Formasi segitiga lagi, jadi mereka masih berusaha menerobos barisan kita."

"Sepertinya begitu. Musuh benar-benar keras kepala."

Elman menegur Louis karena kata-katanya yang sembrono. Dalam sekejap mata, situasi medan perang bisa saja berubah, dan sembrono bisa berakibat fatal. Elman memberi perintah melalui para pembawa pesan, menyuruh para komandan pemanah untuk bersiap bertempur.

"Mereka datang!"

Kavaleri musuh masuk kedalam jangkauan serang, dan mengacungkan tombak mereka.

Nampaknya tak ada trik licik saat mereka mengulangi taktik yang sebelumnya. Elman merasa agak bingung saat dia memberi perintah pada para pemanah untuk menyerang saat mereka masuk kedalam jangkauan panah. Anak panah yang tak terhitung jumlahnya jatuh layaknya hujan, membunuh para kavaleri satu persatu.

"....Sepertinya kekhawatiranku gak terbukti."

"Hah? Apa kau mengatakan sesuatu?"

"Tidak."

Elman menyerahkan komando pada Louis, dan kembali ke tenda untuk beristirahat sejenak. Akan tetapi, Louis menerobos masuk kurang dari 10 menit kemudian.

"K-Komandan!"

"Ada apa?"

"Sebuah unit kavaleri baru telah muncul! Mereka menyerang untuk menerobos formasi kita!"

Saat dia mendengar laporan Louis, Elman bergegas keluar dengan panik, dan melihat pasukannya kacau karena serbuan musuh.

"Jadi itu bagian dari sebuah rencana. Aku termakan begitu mudahnya."

Elman menggertakkan giginya. Gelombang pertama mungkin sebuah umpan, dan musuh menurunkan kewspadaan Pasukan Kerajaan dengan berpura-pura mengulangi taktik yang sama. Ini menciptakan celah bagi dua unit lainnya untuk menyerang dari samping.

"Menurutku, kita harus mundur dan berkumpul kembali."

Louis memberi saran dengan wajah masam.

"....Tarik mundur unit pemanah, dan kirim unit perisai ke depan, dan suruh unit tombak menyerang kavaleri musuh dari celah unit perisai."

"Siap ndan!"

Elman memberi instruksi pada Louis saat dia mengamati pergerakan musuh dengan teleskop miliknya. Dia bisa melihat pergerakan musuh untuk menyerang.

(Aku paham, jadi seluruh serangan kavaleri hanyalah umpan. Pasukan utama mereka akan maju saat pasukan kami dalam keadaan kacau, dan menghancurkan formasi kami. Mereka betul-betul meremehkan aku.)

Elman tersenyum mengejek diri, dan Louis merasa gelisah saat dia melihat itu.

"Tak masalah, aku belum kehabisan akal. Serangkaian serangan ini hanyalah sebuah pengalihan. Pasukan utama musuh sudah siap menyerang."

"Apa kau bilang!?"

Louis mengambil teleskop miliknya dengan panik.

"Ughh, itu benar... Aku minta maaf. Kau menyerahkan komandonya padaku, tapi aku ceroboh."

"Begitu pula dengan aku. Tempo mereka sangat pas, sepertinya aku salah memprediksi. Tapi itu adalah akhir dari taktik miliknya. Jika demikian, giliran kita untuk menyerang balik."

"A-Apa maksudmu?"

Elman menampilkan senyum sinis dalam menanggapi pertanyaan Louis.

"Fuhaha, lihat! Lihatlah Pasukan Kerajaan yang kocar-kacir layaknya tikus got. Rencanaku berhasil!"

"Seperti yang diharapkan dari Mayjen Minits. kelicikan anda memang tiada bandingannya."

"Pasukan Kerajaan sudah kehabisan keberuntungan sekarang karena mereka telah menghadapi komandan kami, Minits yang agung."

Minits sangat gembira, dan para perwira pengiringnya memanfaatkan kesempatan ini untuk menyanjung Minits. Semua perwira menatap mereka dengan tatapan dingin.

"Baiklah, aku akan mengambil alih komando sekarang! Terus pertahankan serangan kita, hancurkan formasi musuh, dan serang markas pusat mereka. Kita akan memenggal kepala komandan mereka dalam sekali serang!"

"Mayor Jenderal!? Memisahkan musuh dan menghabisi mereka satu per satu merupakan taktik ortodoks. Itu mungkin bisa dilakukan bagi Ksatria Baja, tapi unit kita tak memiliki kekuatan penggebrak seperti mereka. Mohon dipertimbangkan ulang, Mayor Jenderal."

"Tidak! Ini adalah kesempatan bagus untuk memperoleh pencapaian perang!"

Minits berteriak seraya menggebrak meja.

"Mayor Jenderal! Mohon dipertimbangkan ulang–"

"Mayor Reoness, tolong tahan dirimu. Mayjen telah memberi perintah. Jika kau terus membantah beliau, kau akan dianggap melakukan penghianatan."

Pengiring Minits menghentikan Reoness, dan mengancam dia dengan tuduhan penghianatan.

Wajah dari para perwira menjadi merah karena emosi, tapi Reoness menghentikan mereka sebelum mereka bisa memprotes.

".....Sesuai titah anda."

"Bagus. Aku senang kau mengerti."

Minits mengangguk puas, dan memerintahkan penyerangan pada markas utama musuh.

Sudah satu jam sejak pasukan Minits melancarkan serangan kuat pada sayap kiri musuh. Saat sekutunya bertempur dengan gagah berani, Reoness yang mengkomando barisan depan merasa ada yang janggal.

(Ini aneh. Musuh seharusnya sudah jatuh kedalam perangkap kami. Memang gak ada peluang kami mendapatkan kepala komadan mereka, tapi kami seharusnya bisa menimbulkan pukulan berat pada sayap kiri mereka. Namun semuanya berjalan terlalu mulus. Akan masuk akal kalau Pasukan Kerajaan memang gak kompeten, tapi dari apa yang kulihat kemarin, musuh tidaklah selemah itu... Nampaknya aku harus memeriksa situasinya.)

Reoness menepis anak panah yang mengarah padanya seraya dia berkata pada bawahannya, Mars:

"Kuserahkan komando disini padamu sekarang. Ada sesuatu yang harus kupastikan."

"Siap ndan, serahkan padaku."

Mars membungkuk hormat, dan Reoness memutar kudanya.

"Baiklah! Seratus orang ikuti aku!"

“““Siap Ndan!”””

Reoness memacu kudanya ke tempat yang lebih tinggi.

"B-bagaimana bisa begini.....?"

Setelah mencapai tempat yang tinggi, Reoness terkejut pada pemandangan didepannya. Unit miliknya dikelilingi oleh pasukan musuh.

"Mayor.... Apa yang terjadi?"

Salah satu dari kavaleri miliknya bertanya. Itulah yang ingin Reoness ketahui, dan merenung.

Lalu dia mendapatkan sebuah jawaban.

(Apa musuh menyadari rencana kami, dan berpura-pura kebingungan!? Dan kami jatuh kedalam perangkap mereka. Pasti begitu, gak ada penjelasan lain dari situasi nggak masuk akal ini.... Fufu, bisa dibilang, aku sudah gagal.)

Dia kalah dalam pertempuran penuh trik, dan satu-satunya hal yang bisa dia lakukan sekarang adalah meminimalisir kerugian. Pengepungan musuh terhadap pasukan mereka semakin rapat disaat mereka berbicara.

"Cepat mundur ke markas. Akan terlambat jika kita menunggu lebih lama lagi."

"Siap ndan!"

Pasukan Kekaisaran, Markas Sayap Kanan

Setelah bergegas kembali ke markas, Reoness melihat Minits meminum anggur kuning dari gelas dan bersuka ria.

"Mayor Jenderal! Apa yang anda lakukan di medan perang!?"

"–Hmm? Oh, Reoness ternyata. Gak ada, aku hanya minum untuk merayakan kemenangan kita. Kau mau?"

"Sekarang bukan waktunya untuk ini! Musuh mengurung pasukan kita, harap mengeluarkan perintah untuk mundur!"

"Perintah mundur? Kenapa kau seperti orang mabuk padahal nggak minum? Bukankah musuh kalang kabut karena mereka jatuh kedalam perangkapku?"

"Itu tipu daya musuh! Mereka mempermainkan kita layaknya mainan!"

Kemudian, seorang prajurit bergegas masuk kedalam tenda. Dari sikap paniknya, Reoness bisa menebak bahwa situasinya sudah menjadi sangat buruk.

"Sungguh gak sedap dipandang. Penampilan yang sungguh memalukan untuk seorang prajurit kekaisaran."

"S-Saya minta maaf. T-Tapi...."

"Tak masalah, cepat laporkan."

"Siap ndan, p-pasukan kita telah dikepung oleh musuh!! Jika ini berlanjut, hanya masalah waktu saja sampai mereka menyerbu markas pusat!!"

"Kau juga, huh. Cukup sudah omong kosongnya, atau kepalamu akan–"

Minits gak menyelesaikan kata-katanya, karena sebuah anak panah melintas disamping pipinya.

Reoness bisa mendengar jaritan dan teriakan samar, dan menyadari bahwa sudah tak banyak waktu.

Minits tampak kebingungan awalnya, dan kebenaran perlahan muncul didepannya. Dia mulai gemetar dan celananya mulai basah. Para pengiringnya jatuh terduduk dan berteriak.

"Mayor Jenderal! Tenanglah!"

"R-Reoness! A-Apa yang terjadi!? Bukankah kita mengungguli musuh!? Kenapa panah musuh bisa sampai sini!?"

"Seperti yang kulaporkan sebelumnya, kita telah jatuh kedalam perangkap musuh. Maskas berada dalam bahaya, harap segera mundur."

"I-Ini semua salahmu sampai bisa seperti ini!!"

"Anda boleh marah setelah semuanya aman– kalian segera kawal Mayor Jenderal dari sini. Aku akan tetap disini dan mengulur waktu sebanyak mungkin."

Kedua pengiringnya mengangguk, dan memaksa Minits menaiki kuda, dan mundur dengan Minits berada diantara mereka berdua.

Setelah melihat mereka pergi, Reoness menaiki kuda perang miliknya dan menghunus pedangnya.

"Mayor, kami akan bertindak sebagai barisan belakang bersamamu."

"....Terimakasih."

Hanya ada 50 penunggang yang tersisa, yang bergabung dengan Reoness.

"Komandan, musuh telah termakan trik kita."

"Ya, nampaknya begitu."

Musuh telah terkepung, dan para pemanah mengkonsentrasikan tembakan pada mereka dari kejauhan. Mereka berulang kali menyerang musuh dengan unit tombak.

"Haruskah kita merapatkan pengepungan?"

Tanya Louis, dan Elman menggeleng.

"Jangan, itu kurang bijak. Beri mereka celah untuk kabur. Memotong rute kabur dari para prajurit akan membuat mereka bertarung layaknya tikus yang tersudut. Kerugian kita akan meningkat karena hal itu."

"Siap ndan!"

(Ini aneh. Strateginya sangat bagus diawalnya, tapi serangannya setelah itu gak fleksibel dan hanya mengandalkan kekuatan brutal. Itu terlalu amatir. Kupikir aku menghadapi lawan yang tangguh, tapi ternyata mengecewakan. Aku gak bisa memahami apa yang mereka pikirkan.)

Karena kinerja luar biasa dari unit Elman di sayap kiri, hari berakhir dengan kemenangan telak Pasukan Kerajaan.

Kerajaan kehilangan 2.000 prajurit.

Kekaisaran kehilangan 5.000 pasukan.

Olivia dan unit detasemennya masih belum menunjukkan diri.

Hari ketiga pertempuran, langitnya mendung

Kedua belah pihak tak bisa melancarkan serangan mematikan dan hari berakhir setelah beberapa pertempuran kecil. Serangan dari sayap kanan Pasukan Kekaisaran tidak terlalu besar, dan tetap bertahan. Rumor mengatakan bahwa Mayjen Minits bersembunyi didalam tendanya sepanjang hari dan gemetaran.

Dan dengan demikian, fajar hari keempat menyongsong.

Awan gelap yang terkumpul beberapa hari akhirnya meluap dan hujan turun.

"Haha, sepertinya langit berpihak pada Ksatria Baja."

George tertawa. Cyrus tersenyum lega dan mengumumkan:

"Siap ndan, kamu siap bergerak!"

Prajurit dan perwira dari Ksatria Baja berdiri dalam formasi yang rapi didepan George, semua orang sudah siap bertempur. Hujan lebat akan menghentikan keefektifan panah api. Dengan moral mereka yang membumbung tinggi, mereka pasti bisa meruntuhkan pertahanan musuh.

George menaiki kudanya dengan gagah, mengangkat tombak miliknya tinggi-tinggi dan berteriak:

"Dengarkan aku, para prajurit Ksatria Baja yang agung! Kita akan menyerang barusan tengah musuh, dan menghancurkan markas mereka. Kita akan menghabisi siapapun yang ada didepan kita–dan tak perlu menangkap mereka!"

“““Siap ndan!!”””

George memimipin Ksatria Baja dalam penyerang ganas pada barisan tengah formasi Pasukan Kerajaan.

“Komandan——”

Neinhart menatap langit dan ragu-ragu untuk berbicara.

"Aku tau. Musuh kita tak akan melewatkan kesempatan ini. Sampaikan perintahnya, kita akan menghadapi mereka dengan formasi sayap bangau."

Lambert sudah memiliki taktik untuk pertempuran saat hujan. Neinhart juga memiliki beberapa formasi dalam benaknya, tapi dia tidak mempertimbangkan formasi sayap bangau.

".....Apa kau secara sengaja melemahkan bagian tengah kita untuk memancing musuh masuk?"

"Itu benar. Mereka berniat menerobos barisan pertahanan kita secara paksa dan menyerang markas kita. Kau harusnya sudah menyadarinya kan?"

"Dari perilaku mereka di hari pertama, aku bisa menebak sampai sejauh itu. Tapi meski demikian, cara berpikir komandan mereka terlalu kaku."

Neinhart mengalihkan tatapannya dari Lambert, dan menatap kearah markas musuh.

"Ya, dengan kekuatan penggebrak dari Ksatria Baja, ini merupakan taktik yang bagus bagi mereka. Mereka seperti seekor binatang buas, jadi mereka pasti akan memakan umpan yang lezat semacam itu."

"Kau benar-benar percaya diri."

"Tentu saja. Jika aku berada dalam posisi mereka, aku juga akan memakan umpannya. Meski aku tau ini adalah sebuah jebakan."

Lambert tersenyum sinis. Neinhart mengangkat bahu setelah mendengar itu, dan segera mengirim pembawa pesan untuk menyampaikan perintah untuk mengubah formasi.

(Aku paham rencana miliknya, tapi bukankah Letjen tau bahwa dia menggambarkan dirinya sendiri sebagai binatang buas juga?)

Neinhart tersenyum masam dalam hatinya, dan menyarankan sebuah rencana pada Lambert.

Setelah mengatakan rencananya, Lambert berkata pahit:

"Neinhart..... meski tampangmu tampan, pemikiranmu betul-betul parah. Tapi aku senang kau ada dipihak kami."

"Aku merasa terhormat oleh sanjunganmu, Jenderal Bengis Lambert."

"Kau betul-betul berkulit tebal, seperti yang diharapkan dari ajudan Pasukan Pertama."

Sebagai tanggapan dari sindiran Lambert, Neinhart menepatkan tangannya pada dadanya dan membungkuk.

"Pujian komandan memberiku kebanggaan. Baiklah kalau begitu, aku undur diri untuk melihat persiapannya."

Neinhart memimpin beberapa prajurit menuju gudang persediaan, dan Lambert menghela nafas dibelakangnya.

– Saat ini, di tempat yang berbeda.

Dibelakang Pasukan Kekaisaran, Olivia dan Claudia tiarap di padang rumput ditempat yang tinggi, dan mengamati pertempuran menggunakan teleskop.

"Sudah kuduga, pertempurannya sudah dimulai beberapa hari lalu. Sungguh kesalahan yang besar, bagaimana caranya kita menutupi ini?"

Claudia yang merasa bersalah meretakkan teleskop ditangannya tanpa menyadarinya. Olivia menatap bingung dan berkata:

"Mau gimana lagi, jangan menyalahkan diri karena ini, Caludia."

Menurut jadwal, detasemen mereka harusnya sampai di dataran Iris sejak lama. Akan tetapi, mereka menghadapi sesuatu yang tak terduga di sungai Xymus setelah keluar dari hutan Ark. Karena hujan kemarin, sungainya banjir, dan menyebrangi sungai itu menjadi sebuah tugas yang berbahaya.

Karena jalan mereka terpotong, unit detasemen itu gak punya pilihan selain berkemah agak jauh daru sungai Xymus, dan menunggu selama tiga hari.

"Seperti yang kau bilang.... Tidak, sekarang bukan waktunya untuk ini. Dari apa yang bisa kulihat, situasinya nampak buruk untuk sekutu kita."

"Ya. Kavaleri Kekaisaran di bagian tengah sepertinya pihak yang mendominasi pertempuran. Mereka kuat dan terlatih."

Olivia memuji dengan tepukan tangan, Claudia menjadi jengkel karenanya.

"Kau pikir itu hal yang bagus untuk kagum pada hal itu? Kita harus segera bertindak, dan menyerang maskas utama musuh!"

Claudia berdiri dan bersiap menyerang, tapi Olivia menarik tangannya agar tiarap lagi. Kekuatannya yang besar menarik Claudia kuat-kuat ke tanah, wajahnya jatuh ke lumpur.

"Bleah! A-Apa yang kau lakukan!?"

"Ahaha, wajahmu penuh lumpur."

Olivia pura-pura bego.

"Ini kelakuanmu, Letda Olivia!"

"Yah, masih terlalu dini buat kita untuk bergerak. Kita amati aja dulu sebentar lagi."

"Bagaimana bisa ini terlalu dini? Sekutu kita sedang terdesak!"

Ini bukanlah waktunya menonton dengan santai. Claudia membersihkan hidungnya dan mengarahkan tatapan jengkel pada Olivia. Tapi Olivia menjawab tanpa adanya ketegangan pada suaranya:

"Claudia, cemas dalam pertempuran merupakan hal tabu. Hal itu akan menghambatmu. Kesampingkan itu, coba kau pakai teleskop ini untuk melihat pertempuran yang terjadi di bagian tengah lagi."

Claudia yang ditawari teleskop dengan enggan mengikuti perintahnya. Dia nggak bisa menerima semua yang dia dengar, tapi memang benar kalau serangan kejutannya akan gagal kalau dia bertindak penuh kecemasan.

".....Nggak ada yang berubah. Pasukan kita menggunakan formasi sayap bangau untuk bertahan terhadap serbuan kavaleri Kekaisaran."

"Itu benar. Dan tidakkah kau merasa itu aneh?"

"Aneh? Apa maksudmu?"

Ungkapan samar dari Olivia membuat Claudia jengkel, dan dia mendesak Olivia untuk menjelaskan.

"Yah~ seperti yang kau tau, kekuatan penggebrak dari kavaleri Kekaisaran itu kuat, kan? Jadi kenapa pasukan kita malah menggunakan formasi sayap bangau yang mana bagian tengah formasi itu relatif tipis? Sewajarnya, bukankah seharusnya mereka menempatkan lebih banyak prajurit di bagian tengah untuk menghentikan musuh menerobos barisan?"

".....Betul juga....."

Sebagai sebuah formasi yang bertujuan untuk mengepung dan menghancurkan musuh, kelemahan formasi sayap bangau adalah bagian tengahnya cukup lemah. Seperti yang dikatakan Olivia, musuh memiliki kekuatan penggebrak yang kuat. Jika musuh menerobos bagian tengah sebelum sayapnya mengepung mereka, semuanya akan berakhir.

"Hei, bukankah itu aneh? Meski begitu, sekutu kita masih menggunakan formasi sayap bangau, jadi mereka pasti punya rencana– Menilai dari situasinya, mereka mungkin memasang suatu perangkap."

"Perangkap.... Perangkap apa itu?"

Claudia bertanya, tapi Olivia hanya mengaruk pipinya dengan penampilan bingung.

"Hmm~ aku nggak tau perangkap macam apa itu. Tapi kalau perangkapnya berhasil, musuh pasti akan goyah. Mereka sepertinya pasukan elit di Kekaisaran, jadi kalau kita melancarkan serangan kejutan disaat yang tepat, itu akan mengguncang seluruh Pasukan Kekaisaran juga. Membunuh dua burung dengan satu batu."

"........"

Lalu, Olivia meluruskan punggungnya, berdiri, mengibaskan lumpur yang menempel. Claudia menatap Olivia dan bercermin pada pemikirannya sendiri yang dangkal.

(Aku terlalu terpaku pada apa yang kulihat, dan mengabaikan untuk mempertimbangkan hal yang besar. Rasa bangga karena diberi tugas penting ini telah menyempitkan pandanganku.)

Untuk menyadarkan dirinya sendiri, Claudia menampar pipinya sendiri, dan berkata pada Olivia:

"Letda Olivia. Untuk bersiap saat perangkapnya berhasil, mari kerahkan beberapa pengintai di tempat yang tinggi. Dengan demikian kita bisa melancarkan serangan kejutan sebelum musuh bisa pulih."

"Oke. Aku nggak tau kenapa kau menampar dirimu sendiri, tapi kuserahkan ini pada Claudia."

"Siap ndan, laksanakan!"

Sebagai tanggapan pada hormat Claudia, Olivia membalasnya dengan senyuman canggung. Dia memiringkan kepalanya sebentar sebelum kembali ke tempat unit kavaleri bersembunyi.

Dengan segala macam pemikiran dalam benak semua orang, pertempuran di dataran Iris mendekati klimaksnya.

Saat hujan turun, George menyerbu seraya memasang wajah seringai.

"Komandan, pelankan kecepatanmu! Pergerakan musuh aneh!"

Cyrus bergegas ke sampingnya. George menepis tombak didepannya, dan menghancurkan kepala prajurit tombak itu menggunakan tombak miliknya. Dia menghempaskan otak yang menempel pada tombak miliknya, menghentikan kudanya dan bertanya pada Cyrus sambil melotot:

"Pergerakan aneh? Jelaskan dengan ringkas."

"Serangan musuh terlalu lemah. Ini gak sebanding dengan hari pertama. Kurasa ini adalah sebuah jebakan."

George mendengus pada pendapat Cyrus.

"Hmmp. Terus kenapa?"

"Huh? Tapi jika itu jebakan...."

"Maka kita hanya perlu menghancurkan jebakan itu. Atau kau menganggap bahwa Ksatria Baja adalah pasukan lemah yang bisa dihentikan oleh jebakan konyol dari Pasukan Kerajaan?"

Saat dia berkata begitu, George mengarahkan tombak miliknya yang berlumuran darah pada leher Cyrus. Cyrus berkata dengan gugup:

"T-Tidak, aku tidak bermaksud begitu!"

"Kalau begitu gak ada masalah. Hentikan ocehanmu, dan fokuslah menyerang markas musuh. Jangan memberi saran kecuali aku memintanya."

Sebelum Cyrus bisa menanggapi, George memacu kudanya dan menyerbu kearah musuh. Dia gak punya waktu untuk omong kosong ini, kejayaan dan kehormatan sudah didepan mata.

Saat Ksatria Baja menyerbu ke bagian tengah, Neinhart menaruh kembali teleskopnya ke pinggangnya.

"Sama seperti yang diprediksi Letjen."

"Betul kan? Mereka tak bisa mengabaikan umpan yang ada didepan mereka. Itulah sifat menyedihkan dari binatang."

Lambert berkata dengan nada suram. Neinhart hanya bisa tertawa pada pemandangan itu.

"Hmm? Apa aku mengatakan sesuatu yang lucu?"

Lambert menatap dia kebingungan. Itu sangat lucu– Tentu saja Neinhart tak bisa mengatakannya, dan dia menggeleng.

"Tidak, bukan apa-apa. Karena kita sudah memancing musuh, mari kita mulai."

"Apa sekutu kita sudah menyebar?"

"Siap ndan, tak ada masalah."

"Baiklah kalau begitu– laksanakan operasinya."

Saat Lambert berkata demikian, Neinhart memberi isyarat pada seorang pemanah. Dia adalah pemanah terbaik di Pasukan Pertama. Setelah menarik busurnya sampai mentok, dia menembakkan panah api ke udara.

Panah api itu melesat indah di langit, dan menancap pada tanah didepan para Ksatria Baja. Lalu, tanahnya diselimuti api.

Shinigami ni Sodaterareta Shoujo V1 8.jpg

— Serangan api.

Neinhart telah menuangkan minyak ke seluruh tempat dimana musuh dipancing. Ksatria Baja yang tak mengetahuinya ditelan oleh api. Aroma tubuh terbakar hangus menyebar di udara, dan daratan itu berubah menjadi lautan api.

Disaat yang sama, Olivia dan Claudia sedang menikmati mustar buatan Ashton yang ditaruh diatas roti. Claudia mengangguk saat dia menatap takjub pada roti yang dibuat Ashton untuknya. Seperti biasa, Olivia mengayunkan kakinya saat dia menikmati makanannya. Tiba-tiba, para pengintai masuk kedalam tenda.

"Lapor! Datarannya telah berubah menjadi lautan api! Itu pasti jebakan dari sekutu kita!"

"Dimengerti. Sampaikan berita ini pada semua orang, dan suruh mereka bersiap."

"Siap ndan!"

Pengintai itu meninggalkan tenda, dan Claudia berkata terkejut:

"Sama seperti yang kau katakan, Letda Olivia. Tapi bagaimana caranya menggunakan serangan api saat hujan lebat begini...."

"Sebuah penerapan mengagumkan dari kecerdasan dan nyali. Aku penasaran siapa yang memikirkan rencana ini? Berkat hal ini, serangan sergapan kita akan lebih mudah sekarang. Pasukan utama musuh saat ini terjepit ditengah medan perang."

Olivia memasukkan sisa rotinya kedalam mulutnya, dan merenggangkan punggungnya. Lalu dia keluar dari tenda. Sekarang masih hujan lebat, jadi hujannya akan membasuh darah yang terciprat padanya.

Olivia tersenyum saat dia memikirkan hal itu, dan beberapa prajurit yang sedang menatap dia langsung mengalihkan tatapan mereka. Olivia nggak yakin apa yang membuat mereka ketakutan, dan saat dia memiringkan kepalanya, dia mendengar Claudia berteriak: "Tolong jangan tinggalkan aku!"

Pasukan Kekaisaran, Markas Utama

Paris menghela nafas, menaruh teleskop yang dia pegang dan melapor pada Osborne:

"Komandan, Ksatria Baja dihadang serangan api, dan dalam keadaan kacau balau."

"Apa kau bilang!? Serangan api ditengah hujan lebat begini!?"

"Mereka mungkin menuangkan banyak minyak, dan menutupinya dengan jerami. Letjen George telah termakan trik ini."

Laporan tak terduga dari Paris membuat Osborne mengerang. Dia sudah tau tentang masalah panah api yang dihadapi George. Itu sebabnya George menganggap hujan ini sebagai peluang bagus untuk menyerang, dan Osborne tidak menghentikan dia.

"Tapi tak mungkin George tidak menyadari jebakan musuh...."

"Tidak.... Kurasa Letjen George melakukan serangan meskipun doa tau bahwa ada jebakan."

"Apa!? Dia secara sengaja membiarkan dirinya terkena perangkap?"

George tidakkah bodoh sampai-sampai masuk kedalam perangkap secara sengaja. Melihat Osborne kebingungan, Paris menghela nafas dan berkata:

"Dia mungkin merasa jebakan Pasukan Kerajaan hanyalah jebakan sepele."

Kemungkinan besar begitu, pikir Osborne. George memiliki keyakinan yang teguh pada Ksatria Baja miliknya. Hal itu tidaklah aneh bagi seseorang seperti dia yang mengedepankan kekuatan tempur diatas segalanya.

".....Haruskah kita memerintahkan mereka untuk mundur?"

"Ya. Tapi dengan kacaunya situasinya, perintahnya mungkin tak bisa tersampaikan dengan baik–"

Lalu, seorang prajurit masuk dengan panik.

"Apa yang terjadi?"

"U-Unit musuh tekah muncul dibelakang kita! Mereka menyerang markas kita!"

–Sedikit memutar waktu ke belakang.

"Letda Olivia, sepertinya musuh telah mendeteksi kita."

Claudia berkata seraya menunggangi kudanya. Didepan dia adalah barisan belakang dari markas musuh yang dengan panik memasuki formasi bertahan.

"Sepertinya begitu. Tapi sudah terlambat."

Olivia menghunus pedangnya sambil tersenyum, dan memacu kuda miliknya.

Dia memenggal kepala seorang musuh, lalu membantai para Prajurit Kekaisaran dengan cepat. Asap hitam perlahan mengepul dari pedang hitam miliknya.

Para prajurit dari unit detasemen yang melihat Olivia untuk yang pertama kalinya langsung terkesiap pada kekuatannya yang besar dan pembantaian yang dia lakukan. Claudia juga terkesiap. Dia sudah membaca laporannya sebelumnya, tapi dampak dari menyaksikannya untuk pertama kalinya sangatlah berbeda. Kekuatan Olivia yang mengerikan membuat jantung Claudia berdetak liar.

Akan tetapi, gak ada gunanya terkejut saja. Claudia menghabisi musuh yang ada didepannya, dan bergegas ke samping Olivia.

"Letda Olivia! Harap jangan menyerbu secara tiba-tiba seorang diri!"

"Ahaha, maaf. Mereka penuh dengan celah, dan tubuhku bertindak sendiri sebelum aku menyadarinya~"

Olivia menjulurkan lidahnya, lalu, seorang penunggang mendekati mereka.

"Komandan Olivia, kelompok lain dari musuh mendekat!"

Diarah yang ditunjuk si penunggang, sebuah divisi yang terdiri dari 2.000 infanteri bergerak untuk menyerang sayap mereka. Claudia membuat keputusan cepat dan berkata:

"Letda Olivia, silahkan lanjutkan seranganmu pada markas musuh! Aku yang akan menahan mereka!"

"Apa nggak apa-apa?"

"Serahkan saja padaku. Kami akan menyusul ke markas musuh nanti– unit ketiga dan keempat, ikuti aku!!"

“““Siap ndan!!”””

Claudia berbalik dan memimpin 1.000 kavaleri kearah infanteri musuh. Olivia memperhatikan mereka pergi, lalu dengan tenang berkata pada para prajurit unit detasemen:

"Yah, jangan kalah sama Claudia, segera serbu markas musuh– oh, kita harus membunuh semua musuh yang ada disini terlebih dahulu."

Dengan penyemangat dari Olivia, moral unit detasemen melambung, dan serangan mereka semakin kuat. Saat pedang diayunkan, darah terciprat ke udara layaknya butiran salju. Pasukan Kekaisaran mulai ngelantur saat mereka menyaksikannya penuh rasa takut:

"Hei, apa itu cewek monster yang disebutkan oleh para prajurit yang menjadi gila? Dia memegang sebilah pedang hitam."

Saat dia berkata begitu, kegelisahan menyebar layaknya riak diantara para prajurit, dan rasa takut perlahan menguasai seluruh unit. Dihadapan teror yang menguasai pasukan, komandan barisan belakang, Mayor Brando, berteriak:

"Apa yang menakutkan dari gadis itu!? Bagaimana bisa prajurit Kekaisaran kehilangan nyali hanya karena seorang gadis!? Perhatikan aku, akan aku bantai dia!"

Brando memutar tombak miliknya diatas kepalanya seraya mendekati Olivia, lalu menikamkan tombaknya pada wajah Olivia. Olivia membalas serangan itu dengan mudah, dan hanya bagian bawah dari tubuh Brando beserta organ-organnya yang terhambur yang tetap diatas kuda.

“Hieee——!! Monster ahhhh!!”

Para prajurit Kekaisaran melarikan diri layaknya air yang keluar dari bendungan jebol. Unit detasemen nggak melewatkan kesempatan ini, dan mengejar musuh yang kabur. Olivia memperhatikannya sebentar, lalu mengarahkan tatapannya pada  markas dimana bendera bergambar pedang bersilangan berkibar.

Dia bergumam pelan:

"Manusia memang mahluk yang agresif dan kejam, Z."

Pasukan Kekaisaran, Markas Utama

Serangan datang entah dari mana.

Perkembangan tak terduga ini sedikit membingungkan Osborne. Akan tetapi, dia tidak menunjukkan rasa bingungnya, dan memberi instruksi Paris untuk mengumpulkan lebih banyak informasi.

Setelah menyimpulkan informasinya– musuh adalah seorang gadis yang mengerikan, dan dia membunuh komandan penjaga belakang.

"Komandan, mungkinkah itu...."

Paris menampilkan wajah pahit.

"Kau mungkin benar, itu pasti gadis yang membunuh Samuel. Sungguh mengejutkan."

"Aku minta maaf, kejadiannya tak akan sampai seperti ini jika aku lebih fokus dalam mengumpulkan informasi."

Paris berkata sambil menundukkan kepalanya, dan Osborne hanya melambaikan tangannya. Itu adalah salahnya Osborne karena tidak memprioritaskan penyelidikan soal gadis itu. Jauh didalam benaknya, dia menganggap kematian Samuel hanyalah masalah sepele, dan menganggap masalah gadis memgerikan ini adalah lelucon.

Itu sebabnya Osborne tidak menyalahkan Paris.

"Jangan panik. Orang-orang mungkin menyebut dia monster, tapi–"

Sebelum Osborne bisa menyelesaikan ucapannya, seorang prajurit masuk sambil berteriak. Paris mengernyitkan alisnya, dan berteriak seraya melotot:

"Apa lagi kali ini!!"

"M-Monster itu–!!"

Prajurit itu tak bisa menyelesaikan ucapannya. Sebuah pedang hitam menikam dadanya, dan dicabut perlahan-lahan seraya bola mata prajurit itu berputar keatas dan darah keluar dari mulutnya. Saat pedang itu sepenuhnya tercabut, prajurit itu jatuh ke tanah.

Dibelakang prajurit itu adalah seorang gadis berambut perak berlumuran darah.

"Siapa kau!?"

Paris berteriak. Dia tau kalau gadis itu adalah musuh, tapi dia tetap bertanya.

"Hmm? Namaku Olivia~. Ngomong-ngomong, komandan disini siapa? Oh, percuma saja sembunyi, aku sudah tau kalau komandannya ada disini."

Olivia memanggul pedangnya, dan mengamati tenda itu dengan santai. Lalu, empat penjaga mengelilingi Olivia seraya mengacungkan pedang mereka. Olivia berputar seolah dia menari sambil mengayunkan pedangnya. Keempat penjaga itu berhenti bergerak dengan posisi pedang mereka berada diatas kepala, seolah mereka membatu.

Semua itu terjadi dalam sekejap mata.

Bagian atas tubuh mereka terpotong secara horisontal, dan jatuh ke tanah, meninggalkan tubuh bagian bawah mereka tetap berdiri. Darah langsung menyembur, dan organ dalam mereka berhamburan. Aroma darah yang tajam memenuhi tempat itu. Osborne cuma bisa terkesiap pada pemandangan mengerikan ini.

Olivia menatap para penjaga yang mati, dan memiringkan kepalanya.

"Hmm~ mereka kelihatan tangguh, tapi ternyata enggak– Oh! Apa komandannya seorang kakek tua seperti Letjen Paul?"

Lalu Olivia berpaling pada Osborne sambil tersenyum samar.

"Komandan, pergilah sekarang. Memang sulit dipercayai, tapi gadis ini memang monster. Aku tak bisa mengulur banyak waktu untukmu."

Dengan itu, Paris menghunus dua pedang pendek di pinggangnya, menyerbu Olivia dan menikam kearah lehernya.

"....Paris.... Maaf, tapi aku tak bisa menuruti permintaanmu."

Osborne dengan lembut membelai kepala Paris yang menggelinding ke kakinya, dan memejamkan matanya. Lalu dia menghadap Olivia dan berkata penuh martabat:

"Aku komandan dari Southern War Theatre, Osborne von Gralvine!”

Markas Utama Pasukan Kerajaan

"Komandan, Pasukan Pertama telah menekan musuh dengan jebakan api."

"Aku terkejut saat mereka bergerak dalam formasi sayap bangau, tapi gak disangka mereka menggunakan trik kejam semacam itu...."

Jika Ksatria Baja ingin kabur dari lautan api itu, mereka harus menghadapi unit tombak elit dari Pasukan Kerajaan. Satu-satunya pilihan yang mereka miliki hanyalah terbakar hidup-hidup, atau tewas karena tombak. Bagian sayap dari formasi itu telah menyelesaikan pengepungan mereka, dan mempererat pengepungannya saat ini.

Paul dan Otto mengamati pertempuran di barisan tengah menggunakan teleskop mereka.

"Aku gelisah saat hujan turun, tapi kekhawatiranku tak terbukti."

"Bukankah sudah kubilang kalau Lambert akan menemukan jalan keluar–? Tapi menyerang dengan api bukanlah gayanya dia."

Paul mengernyitkan alisnya setelah menurunkan teleskopnya. Otto bisa menebak siapa yang membuat rencana serangan api itu, tapi tidak mengatakannya karena dia lebih kuatir pada unit detasemen. Dan dia yakin Paul sudah mengetahuinya.

"Tapi unit detasemen sangat lambat."

"....Mungkin mereka mendapatkan hambatan yang tak terduga."

Sudah empat hari sejak pertempuran dimulai.

Otto merasa bahwa itu kurang bijak untuk menunggu lebih lama lagi. Pasukan Kerajaan memang punya keuntungan saat ini, tapi jika Benteng Kiel mengirim bala bantuan, maka situasinya akan terbalik. Itulah batas dari keunggulan Pasukan Kerajaan. Jika unit detasemen tidak mendapatkan hasil apapun, maka ini akan menjadi peluang untuk meningkatkan keunggulan mereka. Dengan pemikiran itu dalam benaknya, Otto memberi usulan pada Paul:

"Komandan–"

Sebelum dia melanjutkan perkataannya, Paul menggeleng. Dia sudah tau apa yang ada dipikiran Otto.

"Kita sudah bekerja bersama selama dua dekade. Aku bisa menebak apa yang kau pikirkan, Otto."

"Jika demikian...."

"Ini adalah sebuah peluang bagus, tapi komandan musuh juga tidak bodoh, dan akan menarik mundur pasukannya karena situasinya sudah kacau. Dia juga akan meminta bala bantuan dari Benteng Kiel, dan kau tau apa yang akan terjadi selanjutnya."

Otto mengernyitkan alisnya karena tatapan tajam dari Paul, dan tidak berkata apa-apa. Paul tersenyum karena hal itu, dan menepuk pundak Otto.

"Mungkin sudah agak terlambat bagiku untuk mengatakan ini, tapi Letda Olivia akan baik-baik saja. Otto, kau sendiri yang menyarankan rencana ini, kan? Tugas atasanlah untuk mempercayai bawahan mereka mengerjakan misi mereka."

"....Siap ndan."

“Hah, hah, hah— Woi gadis cilik! Apa kau betul-betul manusia!?”  

“Ahaha, kau pasti bercanda. Tentu saja aku manusia.”

Osborne sudah menggunakan serangan mematikan miliknya beberapa kali, tapi pedang hitam itu menangkis dia dengan mudah. Setiap kali dia bersilangan pedang dengan lawannya, tangannya terasa mati rasa. Kesenjangan diantara kemampuan mereka sangat besar, dan dia tak bisa menghilangkan perasaan kematian yang menempel erat pada punggungnya.

"Sudah puas?"

"Hah, hah.... Kalau bilang tidak, apa kau mau menyarungkan pedangmu?"

Osborne hanya bercanda, tapi Olivia menekankan jari telunjuknya pada pelipisnya seraya berpikir secara mendalam. Osborne tersenyum pads sikap riang Olivia dalam pertarungan sampai mati ini.

"Hah~ kau betul juga. Aku nggak pernah memikirkan tentang apa yang harus kulakukan kalau seseorang bilang tidak. Pilihan kata-kataku sangat buruk. Bahasa manusia memang rumit."

Olivia mengubah perkataannya sambil tersenyum cerah: "Lupakan apa yang kukatakan, sudah waktunya mengakhiri ini." Dia mengibaskan pedangnya ke samping, dan bilah yang terselimuti kabut hitam itu terasa familiar bagi Osborne. Lalu Olivia memasang kuda-kuda pedang pertahanan.

"Aku datang!!"

"Ya, majulah, bro!"

Osborne menebas secara vertikal seraya menahan nafasnya, dan suara pedang berbenturan berdentum keras. Dia mengayunkan dengan kekuatan penuh, dan orang biasa gak akan bisa mengikuti gerakan pedangnya– Namun....

"Tuan Osborne, kau punya potensi, tapi sayangnya kau lambat."

Bilah pedang miliknya nggak menyentuh tubuh Olivia, dan tebasan itu terayun sia-sia di udara. Dengan suara tajam dari sebuah ayunan, pedang hitam diayunkan dengan indah dan mengarah pada leher Osborne. Dengan tubuhnya yang masih bergerak karena momentun serangannya sendiri, itu mustahil untuk menghindar.

Osborne tersenyum samar dan memejamkan matanya dengan damai.

Disaat-saat terakhir hidupnya, apa yang melintas dalam benaknya Osborne bukanlah keluarga tercintanya atau para bawahannya dalam militer, tapi pemikiran bahwa kabut pada pedang hitam itu tampak mirip dengan bayangan yang ada dibelakang Konselor Dalmes.

Olivia membersihkan darah dari pedang miliknya dan menyarungkannya. Lalu, Claudia dan beberapa prajurit masuk kedalam tenda seraya nafas mereka tersenggal-senggal.

"Letda Olivia! Apa kau baik-baik saja!"

"Ya, aku baik-baik saja. Gimana denganmu, Claudia?"

"Ini hanya goresan saja, aku baik-baik saja."

Kalau diperhatikan baik-baik, ada beberapa penyokan pada zirah Claudia, anggota badannya mengalami pendarahan, tapi tidak mengancam nyawa, Olivia menghela nafas, dan menepuk bahu Claudia dengan lembut.

"Orang akan mati saat terbunuh, jadi berhati-hatilah."

"Siap ndan, terimakasih atas perhatianmu–! Ngomong-ngomong, apa kau membunuh komandan musuh?"

"Hmm? Kepala yang disana itu milik komandannya. Dia bilang dia adalah Osborne von Gralvine."

Olivia menunjuk kepala berambut abu-abu yang tergeletak di tanah. Claudia mendekatinya dan menelan ludah.

"Kau benar-benar membunuh komandan mereka....."

"Ehh? Bukannya memang itu misi kita. Daripada itu, bukankah kau harus membuat sinyal asap?"

"K-Kau benar!"

Claudia berjongkok untuk bersiap, dan asap merah langsung mengepul.

"Pasukan kita sekarang akan melakukan serangan besar-besaran. Unit kita harus melakukan apa sekarang?"

"Yah... Untuk sepenuhnya menjatuhkan semangat tempur Pasukan Kekaisaran, kita harus menyebarkan berita bahwa komandan mereka sudah mati. Tancapkan kepala itu di tombak dan bawa berputar-putar."

"A-Apa kita harus sampai sejauh itu!?"

Claudia terkejut. Sebaliknya, Olivia sangat tenang.

"Menunjukkan aslinya akan lebih meyakinkan, kan? Aku nggak akan memaksakannya kalau kau nggak mau."

"T-Tidak, aku akan melaksanakan perintahmu, dan segera mengaturnya!"

Mengesampingkan Claudia yang memberi perintah pada para prajurit, Olivia merenggangkan punggungnya. Pertempuran telah mencapai titik balik. Berikutnya giliran serangan pada kastil Kaspar.

Saat ini–

"Haaaah, menjadi seorang prajurit memang melelahkan!"

Claudia tertawa pada nada ucapan Olivia yang berlebihan yang terdengar seperti seorang aktris.

Maskas Utama Pasukan Kerajaan

"Komandan! Lihat sebelah sana!"

Otto penuh kegembiraan menujuk ke kejauhan. Ada asap merah mengepul dari markas musuh.

"Haha, kau tak perlu berteriak. Sepertinya Letda Olivia menyelesaikan misinya."

Paul menampilkan senyum menyeramkan, dan memberi perintah:

"Hubungi Lambert, Elman dan Hosmund. Beritahu mereka tombak perak telah berhasil. Lakukan serangan besar-besaran, bunuh siapapun yang menentang kita."

"Siap ndan!"

Otto menyampaikan perintah itu pada para pembawa pesan. Paul naik ke kudanya dengan gerakan yang lihai.

"Kita akan menyerang juga."

Tanpa membuang-buang waktu, Paul memimpin 5.000 prajuritnya untuk menyerang.

–Satu jam setelah asap itu terlihat.

"Ugh, s-sialan. Sungguh trik yang licik."

"K-Komandan....."

Setelah bergegas ke tempat George, Cyrus melihat tempat itu dipenuhi dengan mayat-mayat yang hangus, dan George menatap pemandangan ini dengan mata yang menakutkan. Mayat kuda kesayangan George yang hangus terbaring di samping dia. Cyrus yang membawa berita buruk, ragu-ragu, namun dia menguatkan dirinya sendiri.

"Komandan, markas utama kita telah jatuh karena serangan kejutan oleh musuh. Mereka memutari sayap kanan kita, dan sayap kiri kita tak bisa bertahan lebih lama lagi.... Harap segera mundur ke kastil."

"....Ajudan Cyrus. Aku sedang tidak mood mendengar leluconmu sekarang."

George berkata dengan dingin seraya dia mengarahkan tombaknya yang hangus pada dagu Cyrus. Cyrus menahan rasa takut yang dia rasakan, mengetahui bahwa situasinya semakin memburuk seiring berjalannya waktu, dan tak ada waktu untuk disia-siakan. Selama kastil Kaspar masih berdiri, mereka bisa bangkit dari kekalahan ini. Tapi jika mereka kehilangan nyawa mereka karena keberanian yang sembroni, maka semuanya akan berakhir.

Saat dia berpikir tentang itu, Cyrus mengumpulkan kekuatannya dan berkata lagi:

"Komandan, ijinkan aku mengulanginya lagi. Kita telah kehilangan markas utama kita. Jika ini terus berlanjut, jalur mundur kita akan terputus. Harap keluarkan perintah untuk mundur."

".....Apa Tuan Osborne baik-baik saja?"

"..... Beberapa prajurit musuh mengatakan Tuan Osborne telah tewas dalam pertempuran. Kami tak bisa memastikannya, tapi serangan dari Pasukan Ketujuh menjadi semakin kuat."

"Aku paham.... Kupikir mereka hanyalah sekumpulan orang-orang gak jelas, jadi ini hasil dari meremehkan musuh, huh? Hasil yang berkebalikan dengan pertempuran kita melawan Pasukan Keenam."

George bergumam penuh penyesalan. Cyrus merasa ini tak seperti George yang biasanya, tapi dia nggak mengatakan apapun. Dalam diam dia hanya menunggu kata-kata George yang berikutnya.

"–Berapa banyak Ksatria Baja milik kita yang masih hidup?"

"Kemungkinan kita telah kehilangan 30% pasukan kita.... Dan setengah dari yang selamat tidak dalam kondisi bisa bertempur."

"Dimengerti. Prajurit yang terluka tetap tempatkan didalam formasi kita, dan kerahkan yang lainnya disekitar mereka. Setelah siap, kita akan mundur ke kastil Kaspar."

"Siap ndan!"

Cyrus menghela nafas lega saat dia melihat ada rasionalitas didalam mata George. Setelah persiapannya selesai, unit mereka mundur ke kastil Kaspar.

"Jangan buag-buang waktu! Kita harus mundur ke kastil Kaspar!"

Minits berteriak penuh amarah. Para pejabat pengiringnya berusaha menenangkan dia, sementara itu para perwira mengabaikan Minits, dan segera bersiap untuk mundur secara teratur. Mereka melakukan ini bukan karena perintah Minits, mereka hanya tak mau mati. Mustahil mereka bersedia mati bersama seorang perwira atasan yang mentalnya terbelakang. Mereka tidak mengatakannya secara terang-terangan, tapi sikap mereka menunjukkan hal ini dengan sangat jelas.

Para pejabat yang mengiringi Minits tak senang dengan sikap para prajurit, tapi tak berani menyampaikannya. Mereka takut menyulut kemarahan para perwira jika mereka mengatakannya. Mereka baru menyadari sekarang bahwa Reoness lah orang yang menyatukan semua unit.

Saat persiapan untuk mundur telah selesai, insiden terjadi.

Catatan sejarah menyatakan bahwa Mayjen Minits gugur saat bertugas karena terkena anak panah dari Pasukan Kerajaan. Tapi kebenarannya adalah–

"Ada apa? Dimana kuda Tuan Minits? Apa kau berencana membiarkan Mayjen berlari sendirian?"

Seorang pejabat bertanya dengan jengkel, dan Mars yang bertugas memimpin mundurnya pasukan menjawab dengan dingin:

"Aku bukan pengurus kuda Tuan Minits. Kalau kau memang menginginkan kuda, kenapa kau tidak mencari kuda sendiri, pak pejabat?"

"––!? Beraninya kau....! Apa yang barusan kau katakan bisa dianggap penghianatan. Aku tak akan melepaskanmu kali ini, jadi bawakan kuda Mayor Jenderal kesini sekarang!"

"Kau mau menuduhku berhianat? Silahkan– coba saja!"

Mars berjalan kearah pejabat itu dan memukul dia pada ulu hatinya. Pejabat itu langsung jatuh ke tanah dan mengerang seraya memegang perutnya. Pejabat lain mengayunkan tangannya untuk membalas, tapi dia sangat lambat. Mars berputar untuk menghidar, menjegal dia, dan menendang dia keras-keras sampai pejabat itu muntah.

Para pejabat pengiring Minits hanyalah para perwira sipil, dan bukanlah tandingan Mars yang merupakan seorang perwira militer. Mints akhirnya menyadari keributan itu dan berteriak:

"Dasar tolol! Apa yang kau lakukan pada para pejabatku!? Aku akan memenggal kepalamu!"

"Aku ragu kau bisa melakukannya, Tuan Minits?"

Sebagai tanggapan pada Minits yang menghunus pedangnya, para perwira didalam tenda mengarahkan busur merek pada dia.

"Apa!? Dasar rakyat jelata gak tau diri, beraninya kalian mengarahkan panahmu padaku, yang memiliki darah kekaisaran dalam pembuluh darahku!? Apa maksudnya ini!?"

Minits menyerang, sedangkan Mars sudah memperkirakannya.

"Gak ada yang perlu dijelaskan. Karena komando bodohmu, Mayor Reoness kami gugur. Dan beliau melakukan itu agar sampah sepertimu bisa melarikan diri."

"Terus kenapa!? Rencana miliknya hampir membunuhku! Tentu saja dia harus mati!"

"Kalau kau bahkan gak bisa memahami ini, maka mati saja sana."

Mars menembakkan panahnya tanpa ragu-ragu, dan mengenai Minits tepat diantara alisnya. Minits jatuh ke belakang dan mati ditempat.

"S-Sungguh mengerikan–!"

"Lakukan!"

Pada perintah Mars, para perwira menembak kedua pejabat itu. Mulut mereka terbuka layaknya ikan yang keluar dari air, dan mati penuh penderitaan.

".....Sungguh disayangkan, tapi Tuan Minits dan pengiringnya gugur dengan hormat karena anak panah dari Pasukan Kerajaan. Cepat kembali ke kastil Kaspar dan laporkan ini."

“““Siap ndan!!”””

Mars naik ke kudanya, dan mundur bersama para prajurit yang selamat.

George dan Ksatria Baja miliknya bertempur mati-matian untuk melarikan diri. Saat mereka menjauh dari dataran Iris, mereka kabur dari pengejar mereka lebih dari 20 kali. Ahli Sejarah dari benua Dubedirica mencatat upaya keras yang dihadapi oleh Ksatria Baja adalah salah satu yang terburuk di medan perang.

"–Setelah melintasi area berbatu ini, kita akan sampai di dataran tinggi.... Kita bisa istirahat disana sebentar."

"Sayangnya kau salah."

Seolah mengejek kata-kata George, kelompok baru dari musuh muncul didepan mereka.

"Sungguh sekumpulan orang keras kepala."

"K-Komandan, lihat itu!"

Cyrus menunjuk kedepan penuh kemarahan. Ada seorang gadis menunggangi seekor kuda hitam, dan disamping gadis itu, kepala Osborne menancap pada ujung sebuah tombak dan diangkat tinggi-tinggi.

"Aku paham, mereka adalah unit serangan kejutan yang menyerbu markas utama...."

George menggeretakkan giginya penuh amarah, dan dia sampai bisa merasakan rasa darah pada mulutnya karena dia menggeretakkan giginya sangat kiat.

"Haruskah kita melenyapkan mereka?"

Saat dia mendengar ucapan Cyrus, George tersenyum masam. Mereka memiliki prajurit kurang dari 2.000, dan semuanya kelelahan dan terluka. Tapi meski begitu, semangat tempur mereka tetap tinggi.

"Ajudan Cyrus, sejak kapan kau mulai berbicara seperti itu? Itu bukanlah sesuatu yang seharusnya dikatakan seorang ajudan."

"Aku mungkin sudah terpengaruh olehmu Komandan. Dan tak mungkin aku bisa diam saja melihat Tuan Osborne seperti ini."

Dengan itu, Cyrus menghunus pedang miliknya yang sudah bernodakan hitam. Para penunggang lainnya mengacungkan tombak mereka, siap menyerbu.

"Hmmp, bodoh– tapi yah, para bawahanku memang luar biasa."

George tersenyum, dan menyerbu Pasuka Kerajaan. Dengan sinyal itu, Cyrus dan 2.000 Ksatria Baja mengikuti dia. Formasi rapi dan kerjasama mereka membuatnya terlihat seperti pergerakan dari satu orang saja.

George memacu kudanya kearah gadis yang berada ditengah formasi. Biasanya, dia akan mencemooh Pasukan Kerajaan yang lemah karena mengirim seorang gadis ke medan perang, tapi nalurinya mengatakan bahwa gadis yang menunggangi kuda hitam itu berbahaya. George mempercayai nalurinya, dan menusukkan tombaknya pada kepala kuda hitam itu untuk merampas pergerakan gadis itu.

"Apa!?"

"Sangat menyedihkan bagi kuda kalau sampai mati."

Tombak miliknya dipukul jatuh ke tanah oleh pedang hitam. Pegangannya pada tombolnya merenggang karena kekuatan yang besar dari gadis itu.

Nalurinya benar. Gadis ini–

"Apa kau yang membunuh Tuan Osborne?"

"Tuan Osborne....? Ya, itu benar. Aku yang membunuh dia."

Gadis itu menatap kepala Osborne dan memjawab sambil tersenyum.

"Sudah kuduga.... Siapa namamu?"

"Aku? Aku Olivia."

"Olivia.... Aku akan mengingat namamu. Jadi– pergilah ke dunia lain dengan tenang!!"

George menghunus pedangnya dan menebas Olivia. Tebasan vertikal, ayunan horisontal, serangan tusukan. Olivia menghindari semua serangan itu dengan lincah. George mundur untuk mengatur nafasnya.

“Huff, huff, ini tak masuk akal. Dia menghindari pedangku dengan mudah...."

"Sudah puas–? Tidak, biar aku perbaiki kata-kata itu. Aku akan melakukan serangan penghabisan sekarang."

"Jangan harap!"

George menyerbu Olivia bersama kudanya, dan mengayunkan pedangnya secara diagonal ke kiri sekuat tenaga.

"–B-Bagaimana mungkin!?"

George menengadah ke langit. Olivia melompat dari kudanya untuk menghindari serangan itu. Hal terakhir yang George lihat adalah Olivia mengayunkan pedangnya kebawah secara vertikal dari udara.

Shinigami ni Sodaterareta Shoujo V1 9.jpg

"Komandan!? Sialan kau!!"

Cyrus berbalik dan menebas menggunakan pedangnya. Olivia mengambil pedang milik George dan melemparkannya pada Cyrus. Pedang itu melesat di udara dan menikam wajah Cyrus, menghempaskan dia ke tebing batu.

––Satu jam kemudian.

Ksatria Baja dihabisi.

Pada hari keempat pertempuran.

Hujannya berhenti, dan mentari menyinari daratan melalui celah-celah awan.