Shinigami wo Tabeta Shoujo Indo:Bab 09

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Chapter 9 - Terkadang Rumput Juga Enak[edit]

Didalam Kastil Belta, didepan kantor Sidamo.


Dua pendatang baru yang baru saja diangkat berdiri diam sembari bertanya-tanya apa yang harus dilakukan. Lebih spesifiknya, mereka bertanya-tanya apa yang harus dilakukan dengan benda yang ada didepan mata mereka.


".....Aku penasaran apa ini?"


"Gak peduli dari sudut mana kau melihatnya, bukankah itu adalah roti?"


"Yang aku tanyain adalah, kenapa ada sepotong roti di sini... Aku bertanya-tanya apakah ini adalah suatu ujian buat kita. Lebih baik kita menganggapnya begitu."


Gumam seorang wanita yang mengenakan seragam perwira baru saat dia menekan kacamatanya. Mungkin itu adalah cara dia menghadapi situasi yang membingungkan.


Pria yang satunya mengamati dan menatap roti tersebut. Tak ada yang spesial, hanya sepotong roti biasa. Tak kurang maupun lebih.


—Dengan kata lain,


"Seseorang mungkin menjatuhkannya. Kau terlalu banyak berpikir."


"Menjatuhkannya disini? Siapa sih yang akan melakukannya?"


"Terserahlah, kita pungut aja. Yang menjatuhkannya mungkin Pak Staf Perwira. Aku akan memegangnya secara gak wajar dan mungkin dia akan menyadarinya."


"......Lakuin aja sesukamu. Jangan libatin aku."


Setelah menampilkan suatu ekspresi tak percaya, wanita muda itu mengetuk pintu. Suara tajam dari seorang pria menjawab dari dalam.


“—Siapa?”


Dia menarik nafas panjang dan berkata.


"Saya pak- Letnan Kedua Katarina Nudes yang ditugaskan pada Pasukan Ketiga hari ini! Saya datang untuk memperkenalkan diri!"


"Sama pak, saya Letnan Kedua Vander Hafiz!"


"Masuk."


"Permisi!"


Mendengar jawaban singkat itu, mereka meluruskan punggung mereka agar terlihat sopan dan memasuki ruangan. Yang ada didalam adalah seorang pria mengerjakan tugasnya dengan banyak kerutan diantara alisnya.


Kedua pendatang baru itu menebak bahwa ini mungkin adalah Kepala Staff Perwira dari Pasukan Ketiga, Sidamo Arte. Bagaimanapun juga, kesan pertama sangatlah penting. Mereka menegapkan punggung mereka, menghentakkan tumit mereka, dan memberi hormat seperti yang telah mereka latih berkali-kali sebelumnya.


—Ketika mereka secara tak sengaja melihat ke bawah, ada kepingan-kepingan dari vas bunga yang hancur di lantai.


"Kerja bagus telah datang ke Kastil Belta, barisan depan dari Kerajaan Yuze. Mulai dari sini, aku mengharapkan kerja yang bagus dari kalian, adalah apa yang ingin aku katakan, tetapi..."


Sidamo memotong perkataannya.


“……?”


"Belum lama ini, telah diputuskan bahwa kita akan disatukan dengan Pasukan Keempat. Sayangnya kalian menjadi bagian dari Pasukan Ketiga hanya sebentar saja.... Kesampingkan dulu hal itu, apa yang kau pegang ditanganmu?"


Dia menunjuk roti yang dipegang Valder. Alisnya mengerut dan berkedut lagi.


"Benda ini ada didepan pintu, jadi saya mengambilnya. Apa mungkin ini adalah milik Kepala Staff–"


"Salah.... Buang saja kalau kalian melihatnya. Itu adalah sesuatu yang dijatuhkan seorang Pahlawan. Kalau kau lapar, aku nggak keberatan kalau kau memakannya. Asalkan setelah pembicaraan ini selesai."


"S-Siap pak."


Katarina dan Vander saling bertukar tatap penuh keraguan. Tetapi Sidamo mengabaikan hal itu dan melanjutkan.


"......Kembali ke topik pembicaraan, seperti yang aku katakan sebelumnya, segera setelah Pasukan Keempat tiba, kita akan bergabung dengan mereka. Kemungkinan besar, kita akan ditugaskan pada dukungan."


Mereka akan bekerja dibalik layar dan tak bisa memperoleh pencapaian yang spektakuler. Tak diragukan lagi bahwa mereka mungkin memiliki tugas yang sangat berat yang dibebankan pada mereka. Menggunakan sumber daya dari yang lain, bukan milik seseorang, pastinya.


"Lalu, bagaimana dengan penugasan pada unit Mayor Schera......?"


Katarina bertanya dengan takut-takut. Ini adalah peluang terbaik untuk bekerja disamping seorang pahlawan masa depan. Dia tak mau melewatkan peluang ini. Disisi lain, Vander berpikir bahwa tak ada yang bisa dilakukan mengenai hal itu.


"Tak ada masalah. Seperti yang sudah diatur, kalian akan terdaftar sebagai ajudan. Mungkin akan lebih baik bagi kalian untuk menyapa Mayor Schera sambil membawa makanan setelah ini. Dengan begitu dia pasti akan mendengarkan kalian dengan serius."


"Dimengerti."


Mendengar kata makanan, sebuah tanda tanya mengapung diatas kepala Katarina, tetapi dia tidak berani menyuarakan pertanyaan. Tampaknya ada suatu hubungan dengan roti yang sebelumnya, tetapi ini bukanlah saat yang tepat untuk menanyakannya.


"......Mengenai Mayor Schera yang akan menjadi perwira atasan kalian, dia adalah mahluk yang agak menyusahkan. Dia suka bertindak seenaknya menggunakan wewenangnya, dia memiliki pengalaman mengkomando suatu unit yang kacau, dan dia tak mengetahui dengan baik mengenai seni perang. Meski demikian, dia adalah orang yang tangguh dan merupakan pemegang catatan pembunuhan perwira musuh yang banyak."


Sidamo menyatakan dengan kata-kata apa adanya tanpa menambah ataupun menguranginya. Tak ada gunanya berbohong, sehingga dia secara acuh tak acuh hanya menyampaikan kebenarannya.


"N-Namun. Dia di promosikan menjadi Mayor pada usia 18 tahun. aku yakin ini adalah suatu kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya bahkan dalam pasukan kita...."


Ketika Vander bertanya, Sidamo mengangguk serius.


"Memang. Dia menjadi relawan diusia 16 tahun selama perekrutan, dan pada kesempatan itu, dia lolos karena dia membawa kepala-kepala dari Pasukan Pemberontak. Setelah serangan kejutan dalam pertempuran pertamanya, di pertengahan pertempuran, dia memusnahkan suatu pleton musuh dan di promosikan menjadi Letnan Kedua. Dia menyusup diantara para pembelot dari Antigua, menyusup ke basis mata-mata musuh, dan membunuh seorang Kolonel dari Pasukan Kekaisaran."


"L-Luar biasa."


Katarina memuji dengan tulus. Ini adalah suatu karir yang sangat sesuai dengan seorang Pahlawan. Jika dia terus begitu, suatu promosi menjadi Jenderal mungkin bukanlah sebuah mimpi belaka. Dia akan menyaksikan perkembangan tersebut sedekat mungkin. Dia gembira menjadi seorang ajudan demi hal itu.


"Terlebih lagi, pada Pertempuran di Alucia, dia memimpin kavaleri yang komandannya gugur dalam pertempuran, menghancurkan gudang penyimpanan makanan milik musuh, dan setelah itu, menerobos pengepungan musuh dan kembali dengan selamat. Dia adalah pemilik dari prestasi semacam itu. Jika kita memiliki 100 orang yang seperti dia, tak diragukan lagi bahwa kemenangan adalah milik kita."


"Lalu, jika demikian kenapa anda menganggap bahwa ada suatu masalah?"


"Tentunya, Schera handal dalam pertempuran. Tetapi, dia tak pernah menerima pelatihan sebagai seorang perwira militer. Pengetahuannya dangkal, dia memimpin atas dasar naluri, yang dia miliki hanyalah kekuatan yang luar biasa. Untuk seorang prajurit tunggal, itu memang hebat, tetapi aku memiliki masalah besar tentang ketidakamanan mempercayakan 3.000 nyawa kavaleri pada dia. Pada saat yang sama, kalian bantulah dia, aku ingin kalian membatasi kesembronoan dia."


"Jadi maksud anda adalah....."


"Berpikirlah seperti ini. Dia sepenuhnya jatuh kedalam perangkap musuh, kau menjaga dia agar tidak terbunuh dengan segala cara. Jangan biarkan dia jatuh kedalam perangkap yang sama karena kita adalah Pasukan Ketiga, itulah maksudku.... ——Bagaimana. Apa kalian mengerti? Jika mengerti anggukkan kepala kalian."


Menyelesaikan dengan pidatonya yang hampir merendahkan diri sendiri, Sidamo mendesak mereka berdua yang telah dibombardir kata-kata.


"Di-Dimengerti. Saya akan membantu dengan segala yang saya punya."


"Sama. Saya, Vander, akan mencurahkan segalanya!"


Katerina dan Vander, meskipun dibombardir kata-kata, memberi hormat dan menyampaikan pemahaman mereka. Karena suatu alasan, mereka merasa seperti mendapatkan suatu pekerjaan yang teramat sulit ditekankan pada mereka.


Sidamo mengeluarkan ekspresi lega, meski hanya sedikit.


".....Bagus. Jika demikian, kalian boleh pergi. Aku mengharapkan prestasi mulai dari sekarang."


"86!"


Kedua ajudan itu undur diri dengan hormat dan berulang kali bertukar tatap.


Seperti, mereka bertanya-tanya apa yang baru saja terjadi.


"Untuk saat ini, mari kita sapa Mayor Schera. Kita nggak akan memahami apapun kalau kita nggak bertemu dia secara langsung. Pertimbangan bisa ditunda belakangan, kan?"


"Y-Ya. Seperti yang kau bilang. Lebih baik kita mengambil tindakan daripada hanya cemas saja.... Tidak, kita nggak bisa bertindak tanpa berpikir. Sudah pasti tidak. Tindakan apa yang nggak bisa dikerjakan—"


Katarina bergumam sendiri dan menekan kacamatanya. "Begini lagi?" pikir Vander saat dia berjalan maju.


"Buat apa kau bergumam sendirian. Aku duluan ya."


"Tu-Tunggu!"


"Jangan bicara terlalu keras. Orang akan mendengarmu."


"Itu karena kau ninggalin aku!"


Karena dia sadar, Katarina tidak memiliki orang tua, dan dia adalah seorang anak ajaib yang melewati upaya keras dan belajar keras sampai sejauh ini. Dia lebih suka belajar daripada bertarung, dan jika dipaksa untuk bilang, dia tak menyukai orang-orang yang bertindak tanpa berpikir.


Orang tua asuhnya yang tak biasa juga merupakan orang-orang yang bertindak sebelum berpikir.


Setelah menyesuaikan kacamatanya yang merosot, Katarina mengejar rekannya.


* * * * * *


Kastil Belta, didalam kandang kuda.


Mereka berdua memulai percakapan dengan prajurit yang merawat kuda-kuda tempur.


Mungkin Katarina lelah berjalan, tubuhnya tampak lesu.


"....Dimana Mayor Schera?"


"Dia memimpin kavaleri dan pergi mengerjakan tugasnya beberapa saat yang lalu. Palingan dia ngambil kesempatan saat berpatroli untuk pergi menyerang kereta persediaan seperti biasanya."


"T-Tapi, Staf Perwira Sidamo memberitahu dia agar berhenti melakukan hal itu."


"Hahahaha, percuma bilang sama aku. Katakan saja pada Mayor Schera secara langsung. Yah, kalau dia mau berhenti hanya dengan diberitahu saja, kurasa Staf Perwira tak akan kerepotan seperti sekarang ini."


Si prajurit tertawa dan kembali mengurus kuda lagi. Dia juga merupakan salah satu dari unit kavaleri milik Schera. Mungkin karena dia telah melihat kekuatan dari komandannya secara langsung, moralnya relatif tinggi. Melihat prajurit itu kembali mengerjakan pekerjaannya, Vander mendesah ringan.


"Entah kenapa aku merasakan adanya masalah yang menunggu kita. Mungkin itu adalah suatu kesalahan untuk menjadi relawan."


".....Diem. Biarpun kau berpikir begitu, jangan mengatakannya."


"Sudah jadi kepribadianku untuk mengatakan apa yang aku pikirkan."


"Segera perbaiki sifat itu."


"Akan aku usahakan, Letnan Kedua Katarina."


Setelah datang mengunjungi kantor Schera, mereka mendapati ruangan itu kosong, sehingga mereka mencari disekitar Kastil Belta. Mereka akhirnya mendengar jejak dari dia di barak, dan bergegas menuju kandang saat mereka diberitahu.


Namun, mereka terlambat, dan hanya diberitahu bahwa dia pergi keluar untuk berpatroli di wilayah itu, Schera memimpin 100 kavaleri.


—Tampaknya Schera telah sepenuhnya lupa tentang ajudan baru itu.


Disaat yang hampir bersamaan, ditempat yang berbeda.


Schera pergi ke barat Belta dengan kecepatan penuh sesuai dengan yang diatur, dan setelah mereka menyeberangi sungai Alucia, mereka tiarap diatas bukit yang agak tinggi, mengawasi Kastil Antigua Branch. Tentunya, mereka turun dari kuda, dan kuda-kuda mereka disembunyikan dibalik bayangan pepohonan.


"Coba kulihat.... Aku penasaran jadi seperti apa rumah kita dulu, Antigua..... Seperti biasa bendera itu sungguh merusak pemandangan. Bendera hijau itu sungguh menjengkelkan. Aku jadi makin dan makin jengkel saat melihat bendera itu. Kurasa aku akan mendapatkan keriput pada alisku sama seperti Staf Perwira Sidamo."


Schera melihat kastil itu melalui teropong yang dia curi dari pasukan intel Kekaisaran sambil tengkurap.


Lengan zirah Keluarga Kerajaan Yuze dengan latar belakang hijau– itu adalah bendera Pasukan Pembebasan. Lalu lengan zirah Keluarga Kerajaan dengan latar belakang merah, mungkin adalah bendera milik Pasukan Kerajaan.


Schera dengan keras mencabut segenggam rumput yang ada disekitar dia, memasukkan kedalam mulutnya, dan mengunyah seperti seekor kuda. Pahit. Gak menyenangkan. Berbau tajam.
"Aku seharusnya gak makan ini," dia segera menyesal.


Dengan penampilan yang sangat bengis yang mana akan membuat seseorang sulit mendekatinya, Schera melihat melalui teropong dan memeriksa kondisi saat ini. Didalam kastil itu tampaknya tenang, tetapi itu sama sekali tidak tampak keamanannya rentan. Kota didalam benteng dipenuhi dengan orang seperti para prajurit atau pedagang, wajah-wajah ceria bisa terlihat pada warga kota yang keluar dan masuk. Setengah tahun telah berlalu, dan ketenangannya telah sepenuhnya dipulihkan. Sebenarnya, mungkin itu adalah kemakmuran yang lebih baik daripada ketika berada dibawah kekuasaan Kerajaan. Ada kegembiraan karena telah dibebaskan dari kemungkinan peraturan yang kejam. Schera yang tidak senang, meludahkan rumput itu.


".....Mayor. Tak seorangpun memakan rumput saat merasa jengkel."


Seorang prajurit yang bersiaga di belakang berkata pada Schera, merasa takjub.


"Semua makananku aku tinggalin di kuda. Jadi aku nggak punya apapun yang bisa aku makan sekarang ini. Perutku berada dalam kondisi krisis."


"Harap tenanglah. Ambil ini. Aku memperolehnya beberapa saat yang lalu."


Dia merayap ke sebelah Schera dan menyerahkan sesuatu sambil tersenyum. Dipertengahan melewati Dataran Alucia, dia mengambil beberapa tanaman dari ladang. Karena ini sudah berada dalam wilayah musuh, dia tanpa ragu-ragu mengambil satu.


".....Aku penasaran apa ini. Itu tampak lebih kenyal daripada rumput yang aku makan."


"Ini adalah suatu tanaman yang merupakan bahan mentah untuk gula. Potong tangkainya dan tahanlah didalam mulutmu. Rasanya manis dan lezat lho."


Seperti yang dibilang si prajurit, ketika dia memotongnya dan memasukkan kedalam mulutnya, cairan yang mengandung rasa manis memenuhi mulutnya. Schera mengeluarkan senyum lebar dan menggigitnya.


"Rasanya manis dan lezat. Ini adalah suatu pencapaian yang besar untukmu. Aku akan mentaktirmu makanan setelah kita pulang."


"Makasih banyak."


"Coba lihat, perutku, pertahanan kastil lawan sangat solid– apa yang harus dilakukan selanjutnya, haruskah kita pergi mencari makanan seperti biasanya? Mereka telah datang dari jauh, jauh-jauh membawa semua itu kesini untuk kita. Kita harus bersyukur."


Dia mengalihkan teropong tersebut dari kastil ke Dataran Alucia, mulai mencari kereta persediaan yang membawa barang.


"Meski begitu, kita terus mengulangi penyerangan tersebut lagi dan lagi, jadi kenapa kita tidak pernah mengalami gangguan sekalipun?"


"Di suatu tempat tak berguna semacam ini, mungkin mereka hanya tak punya waktu luang untuk penjagaan. Tampaknya mereka mencoba mengkonsentrasikan kekuatan mereka disekitar Belta. Tetapi bukankah sesuatu seperti memberi penjagaan pada kereta persediaan harus dilakukan dengan kemampuan terbaik mereka? —Oh, aku telah menemukan makanan untuk malam ini. Aku penasaran dengan pertahanan mereka."


Schera menemukan barisan kereta di kejauhan. Dia bisa melihat bahwa perjagaannya kurang. Dengan demikian, tak akan ada masalah. Saat dia memutuskan untuk bertindak, dia merasakan suatu rasa haus darah yang kuat. Dia segera mengalihkan teropong ke arah itu.


"Mayor? Ada apa?"


"......Tampaknya rekan kita sangat bebas. Atau mungkinkah kita yang keterlaluan melakukannya. Nih, kau lihatlah juga."


Dia berkata dan secara tak terduga melemparkan teropongnya pada prajurit yang ada disebelahnya. Prajurit itu panik, dan setelah dia memegangnya, dia melihat kearah yang ditunjuk Schera.


.....Awan debu yang ganas berputar-putar. Itu adalah unit kavaleri yang membawa Bendera Pasukan Pembebasan, dan terlebih lagi, Bendera Singa. Jumlah mereka mungkin sekitar 100. Mereka bergerak kearah bukit dimana Schera dan kelompoknya berada. Selain itu mereka meluncur dengan cukup cepat.


"Mereka jelas-jelas bergerak kearah kita. Mayor, menurutmu apakah kita sudah ketahuan?"


Dia bertanya sambil mengembalikan teropong itu pada Schera. Dia tidak panik karena dia memiliki keyakinan bahwa mereka akan lolos.


"Mereka mungkin mencari kita dengan benda ini juga. Sebelumnya, aku membuat kontak mata dengan seseorang yang tampak seperti komandan."


Schera berdiri perlahan-lahan, merentangkan tangan dengan penuh semangat, dan menuju ke tempat dimana para prajurit bersembunyi. Akankah mereka memulai serangan, atau akankah mereka mundur tanpa perlawanan. Schera berpikir sambil menahan tangkai tanaman tadi di mulutnya.


"Apa yang akan kita lakukan?"


“—Coba kita lihat. Jumlah kita kira-kira sama, jadi aku akan pergi menyapa mereka. Kalian tetaplah tidak menunggang kuda dan persiapkan penyergapan. Pastikan untuk mempersiapkan tombak panjang. Jika tamu kita datang, kita akan memberi sambutan yang tegas."


"Seorang penunggang kuda tunggal dalam keadaan apapun sangatlah berbahaya! Jika kau mau pergi, kami akan pergi bersamamu!"


"Jika unit mengalami cidera, Staf Perwira akan mengurangi upahku lagi. Aku hanya akan melakukan sapaan cepat doang, jadi kalian nggak perlu kuatir."


Schera memakai helmnya, melompat keatas kuda coklat tersayangnya, dan mempersiapkan sabit besarnya. Rambutnya yang tak bisa disembunyikan semuanya, terulur keluar dari helmnya. "Mungkin Ini adalah saatnya aku memotongnya", Schera berpikir ngawur sambil mengayunkan sabitnya dengan ringan. Suara tak menyenangkan yang tercipta bergema disekitar.


Anggota kelompok itu secara reflek menahan nafas mereka. Mereka benar-benar senang bahwa sabit itu tidak akan diayunkan pada mereka. Schera menendang perut kudanya, dan kuda itu mulai meluncur maju mendekati Bendera Singa dengan segala tenaganya.


Menampilkan Bendera Singa, pasukan ini telah menemukan schera. Mereka diberi tugas yang sulit untuk menjaga kereta persediaan karena kereta itu diobrak-abrik oleh penyerangan yang terus-menerus. Layaknya para serigala kelaparan, korp kavaleri musuh menyerang mereka dengan sungguh-sungguh. Dengan digunakannya unit elit ini sebagai penjaga, membuktikan seberapa parahnya Schera dan kelompoknya. Dapur milik Pasukan Pembebasan juga tidak berada dalam posisi yang bagus, dan mereka tak memiliki cadangan untuk didonasikan pada pasukan musuh.


"Letnan Kolonel Fynn. Pada jarak ini, mereka mungkin akan bisa melarikan diri."


Pria muda yang bernama Fynn mengangguk ringan ketika seorang ajudan perempuan yang meluncur bersama kuda berbicara pada dia.


Sekilas, dia adalah seorang pria dengan sosok lembut, tetapi dia memiliki lengan yang kuat dan telah membunuh dua Mayor Jenderal musuh pada Pertempuran yang sebelumnya. Dengan cara bertempur yang mengejutkan yang sebelumnya, orang yang memusnahkan divisi Jira adalah pria ini juga. Dia diberi lencana singa, dan dia adalah prajurit terkuat dalam Pasukan Pembebasan.


Nama pria muda ini adalah Fynn Kattef. Dia nantinya akan dipuji sebagai "Sang Jenderal Singa".


"Meski demikian, menurutmu itu bukanlah masalah kan? Bagaimanapun juga tugas kita adalah untuk melindungi kereta persediaan sampai titik darah penghabisan."


"Dewa Kematian yang dikatakan dalam rumor benar-benar merekasahkan. Sampai-sampai kita dipanggil untuk tugas pengawalan."


"Monster kejam yang memegang sabit besar, kan? Jika memang benar, entah kenapa aku nggak mau ketemu dengannya. Yah, yang bisa ku katakan, itu nggak lebih dari sebuah rumor."


Ketika Fynn memeriksa menggunakan teropong lagi dari atas kudanya, siluet manusia yang sebelumnya telah lenyap. Kalau dia adalah seorang dewa kematian yang sebenarnya, dia tidak akan melakukan hal-hal seperti mengendap-endap. Bagaimanapun juga sebuah rumor tak lebih dari rumor belaka. Rasa takut dalam diri seseorang disebarluaskan, dan kemudian diperkuat–itulah kebenaran dibalik sang Dewa Kematian. Tepat saat dia meyakinkan dirinya sendiri tentang hal itu—


"Penunggang kuda tak dikenal meluncur kearah kita! ....memakai armor Pasukan Kerajaan, dan memegang sebuah sabit besar!!"


Seorang prajurit mundur dari barisan depan berkata dengan suara yang keras. Ketika Fynn buru-buru memfokuskan matanya ke depan, memang, ada seorang penunggang kuda yang meluncur dengan momentum yang menakutkan.


"......Woy, itu hanya satu penunggang kuda. Apa dia berencana menyerah?"


"Dia memasang postur bertempur. Itu tidak tampak seperti suatu penyerahan diri."


Dia menganggap suatu penyerahan, tetapi karena si penunggang kuda itu memegang sebuah sabit besar yang luar biasa ditangannya, itu tidak tampak bahwa niatnya adalah menyerah. Itu juga tidak tampak seperti suatu pembelotan juga.


"Serbuan hanya dengan satu kavaleri? Konyol sekali! Jatuhkan dia dari kudanya dan ungkap sifat sejati dari dewa kematian yang menyedihkan itu!"


Ajudan perempuan itu berteriak keras, dan dengan sorakan antusias, tiga kavaleri mengacungkan tombak mereka dan menyerbu.


"Siap-! Serahkan pada kami-!!"


"Aku akan menghancurkan dia dengan tombakku!!"


"Aku akan memberi dia hadiah yang sesuai karena sudah meremehkan kita!!"


Ketiga kavaleri muda itu dipenuh semangat disertai keyakinan pada senjata dan moral mereka yang sangat tinggi. Si kavaleri berbadan kecil dan kavaleri dari Pasukan Pembebasan bersilangan senjata. Dalam sekejap, kepala dari kavaleri pertama terlempar. Kavaleri yang lainnya mengeluarkan serangan-serangan ganas untuk melukai lawannya. Serangan-serangannya yang terkoordinasi dengan mudah dihadapi, kuda kesayangan si Dewa Kematian menghantam tubuhnya dengan segala kekuatannya.


Kavaleri terakhir menganggap bahwa musuhnya bukanlah tandingannya, memutar kudanya dan berlari beberapa langkah, lalu dia condong secara tiba-tiba dan terjatuh. Sebuah sabit kecil yang digunakan untuk memotong rumput, menyembul keluar dari kepala pria muda itu. Schera melemparnya seperti sebuah bumerang, dan merenggut nyawa dari mangsanya. Dia menargetkan celah kecil diantara armor dan helm, dan dengan tepat mengenainya.


"I-itu adalah sang dewa kematian. Dewa Kematian yang dikabarkan."


".....S-Sungguh tak menyenangkan."


"Bukan hanya itu, dia adalah seorang gadis muda. Tak salah lagi, itu memang sang dewa kematian."


Kavaleri pemberani secara tak sadar menyuarakan ketegangan. Mereka adalah para pria yang gagah perkasa, tetapi mereka suka percaya pada tahyul. Itu adalah simbol dari Dewa Kematian yang dengan kejam merenggut jiwa. Pada sosok yang ditafsirkan sebagai penjelmaan dari Dewa Kematian, mereka merasakan ketakutan secara naluri.


"Woy kalian, bagaimana bisa kalian menyebut diri kalian sebagai pasukan kavaleri yang membawa Bendera Singa!? Apa yang perlu ditakutkan dari seorang penunggang kuda tunggal!! Sadar diri lah-!!"


"T-Tapi"


Sebuah suara tenang menyela kavaleri yang tertekan.


"Sedikit saja, aku akan menjadi orang yang memastikan hal ini."


“—-Eh?”


Ketika Fynn menggumamkan hal itu, dia menarik busurnya dari punggungnya dengan tenang, dan menarik tali busurnya dengan kuat sampai batasnya. Panah yang ditarik dengan kekuatannya yang besar, mengeluarkan suara keras saat meluncur kearah Schera.


“—–Cih!!”


Karena panah itu berkali-kali lipat lebih cepat daripada yang diperkirakan Schera, dia menangkisnya menggunakan sabit miliknya. Tanpa ada jeda, panah-panah ditembakkan dengan cepat. Dia mengayunkan sabit miliknya dan menepis semuanya, tetapi ada satu panah yang menancap pada armor bahunya.


Schera mendecakkan lidahnya, mencabut panah tersebut, dan kemudian memutar kudanya dan mulai mendaki bukit.


"Tampaknya panah bisa mengenai Dewa Kematian sekalipun. Jika demikian, bahkan kita mungkin bisa menang. Tampaknya dia manusia sama seperti kita."


"Letnan Kolonel Fynn, mari kita kejar dia segera! Ini adalah peluang terbaik untuk membalas semua yang terjadi sampai sekarang! Untuk rekan kita yang terbunuh juga, mari kita kejar-!!"


".....Tidak. Entah kenapa aku punya firasat buruk. Kita akan kembali. Kita telah menyelesaikan misi kita untuk menjaga kereta persediaan. Kurasa tidaklah bagus untuk memaksakan diri kita lebih jauh lagi. Yang lebih penting, kita harus menyatukan mayat mereka."


"86-!"


"Dan juga, didatangi seorang kavaleri tunggal, yang terlintas dalam benakku adalah dia memancing kita. Pastinya ada pasukan yang menunggu untuk menyergap. Aku menolak untuk mati secara tragis dalam pertempuran karena disergap. Ayo kembali, jangan cemberut. Cantikmu hilang lho nanti."


"......Dimengerti."


Melihat si ajudan menggigit bibirnya, dia tanpa sengaja mengeluarkan tawa kasar. Pada saat itu, dia merasakan rasa haus darah yang kuat, raut muka Fynn berubah.


“—–!! Milla, menghindar-!”


“Ap-!!”


Sebelum ajudannya, Milla, bisa merespon, Fynn segera melompat ke kudanya Milla dan mendorongnya. Menerima dorongan yang tak terduga, dia terjatuh dari kudanya.


Sebuah sabit kecil dilemparkan ke tempat dimana Milla berada barusan. Jika Milla tidak terjatuh dari kudanya, sabit itu mungkin telah memotong lehernya. Sungguh akurasi yang mengerikan. Jika saja dia tidak didorong, maka akan ada air mancur darah, tak diragukan lagi.


Melihat dari kejauhan, Schera menggeleng. Setelah itu, sudut dari mulutnya bergerak dan dia menatap Fynn dan kelompoknya. Lalu, setelah memprovokasi mereka dengan menggerakkan jarinya pada lehernya sendiri, dia perlahan-lahan kembali ke puncak bukit. Para kavaleri telah lupa tentang pengejaran dan berdiri terpaku.


".........Julukan Dewa Kematian kurasa bukanlah gurauan belaka."


Setelah melindungi nyawa dari ajudannya yang penting, Fynn dengan jengkel menatap sosok yang sedang mundur sambil mendesah. Mungkin, sosok gadis mungil itu akan membantai beberapa ratus rekan mulai dari sekarang, atau bisa juga Fynn ketakutan. Penampilan dari sabit besar yang disandarkan dengan tenang pada bahunya, tak lain tak bukan merupakan Dewa Kematian itu sendiri.

Sebelumnya Halaman Utama Selanjutnya