Shinigami wo Tabeta Shoujo Indo:Bab 13

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Chapter 13 - Buah Kenari Hias Saus Merah Rasanya Sangat Lezat[edit]

Satu minggu setelah operasinya telah ditetapkan, David berangkat dari Belta, memimpin 15.000 pasukan dibawah komandonya. Dia membuat perkemahan di sisi Jembatan Besar Sulawesi dan mengibarkan bendera pasukan komandan.


Sebagai tanggapan seolah menyambut mereka, Pasukan Pembebasan juga menyebarkan pasukan mereka di tepi sungai yang bersebrangan. Mereka menunjukkan niat 'Jangan harap bisa menyebrang'. Mereka tak akan membiarkan Antigua yang mereka ambil alih dengan susah payah, jatuh dengan mudah.


Melihat kamp mereka, David mendengus.


"Dari yang terlihat, mungkin 40.000? Nampaknya penarikan pasukan utama telah berjalan sesuai rencana."


"Kita juga sesuai rencana akan berpura-pura memiliki pasukan bala bantuan yang terus-menerus datang. Itu akan membuat musuh tetap ditempat."


Kata Kepala Staf Perwira, dan David mengangguk.


"Kita harus mengatur para perwira dan prajurit agar tidak ada yang lalai... Kita juga harus melarang mereka menyebrangi sungai secara paksa. Memperketat pengawasan."


"Seperti yang telah kuberitahukan. Mata-mata telah dikirim ke pesisir sungai, dan persiapan pemantauan kita telah selesai."


"Seperti yang kuharapkan darimu, Kepala Staf Perwira. Kau bekerja cepat seperti biasanya."


"Terimakasih atas pujianmu."


Kepala Staf Perwira dengan hormat membungkukkan kepalanya.


"Mulai dari sini, itu akan jadi perjalanan yang panjang. Aku akan memperhatikan dengan cermat pelaksanaan rencananya dari markas ini."


David kembali, dan para staf perwira mengikuti dia. Tatapan terus diarahkan. Terkadang, terompet atau gendang terdengar, dan tanda-tanda bahwa mereka akan menyerang diulangi lagi dan lagi. Tanpa adanya satupun anak panah yang ditembakkan, Siang berlalu dan malam menjelang.


–Sungai Alucia, tempat Penyebrangan Sungai.
Para prajurit pembangun, menunggu sampai malam datang, membariskan perahu-perahu kecil sampai ke tepi seberang, dan membangun sebuah jembatan kayu. Sampai sekarang, tak ada tanda-tanda prajurit musuh.
Mereka belum terdeteksi.


Setelah beberapa jam, beberapa jembatan apung telah dibuat. Wajah-wajah dari para prajurit pembangun menunjukkan sedikit ketidaksabaran. Jika mereka ketahuan sekarang, maka jembatan yang telah mereka bangun akan ditenggelamkan dengan mudah. Mereka mungkin akan dihadapkan dengan pembantaian. Meski begitu, mereka dengan selamat menyelesaikan tugas mereka. Saat jembatan terakhir selesai, para prajurit pembangun pergi ke daratan. Mereka akan menjaga jembatan-jembatan itu sampai kereta-kereta melintas, dan mengirim sinyal pada unit kavaleri dari Divisi Pertama.


Langit semakin terang. Tak lama lagi matahari akan terbit.


"Pembangunan jembatan-jembatan apung telah selesai. Sisanya terserah anda. Kami, segera setelah Divisi Pertama menyeberangi sungai, akan membentuk formasi di ujung jembatan."


"Kerja bagus karena telah menyelesaikan tugasmu. Serahkan sisanya pada kami. Kami akan memporak-porandakan mereka dalam sekali serbu, perhatikan saja!"


Komandan kavaleri, Mayor Jenderal Alexei mengangguk. Pemimpin prajurit pembangun meluruskan punggungnya dan memberi hormat.


"86– Semoga nasib baik bersama anda!"


Meskipun udaranya sejuk, ketegangannya meningkat.


–Yang akan memulai pertempuran adalah kami.
Mayor Jenderal Alexei menghunus pedangnya dan memberi perintah pada para prajurit dibawah komandonya.


"Divisi Pertama, Kavaleri Penggebrak, maju! Target, Kastil Antigua Branch!"


“Ou!”


"Mulai maju! Tetap dalam barisan–!!"


Unit kavaleri berjumlah 10.000 mulai menyebrangi Sungai Alucia lewat jembatan apung. Meskipun beberapa penunggang yang kurang terlatih jatuh ke sungai, bisa dikatakan penyebrangannya sukses. Mereka bergerak ke Dataran Alucia, tak diketahui oleh musuh. Unit kavaleri milik Schera menyebrang terakhir sebagai penjaga belakang.


"Cukup bergoyang. Aku merasa seperti muntah."


"Apa boleh buat, ini hanya sebentar. Berhati-hatilah agar nggak jatuh."


"Itu akan menjadi sebuah cerita lucu jika seorang Letnan Kedua jatuh, Letnan Kedua Katarina. Berhati-hatilah."


"Aku nggak akan jatuh!"


"Kau akan menakuti kuda-kudanya, jadi jangan berteriak keras. Berani kau lakukan lagi, maka aku yang akan mendorongmu sampai jatuh."


Ditegur oleh Schera dengan nada memerintah, bahu Katarina merosot. Vander yang ada disampingnya menenangkan dia dengan cara santai, "Nah kan."


Tak satupun unit kavaleri milik Schera yang jatuh. Mereka tidak memasang bendera baru mereka. Kedua ajudan itu melarangnya, menganggap itu tidak pantas. Meski begitu para anggota kavaleri itu berniat mengganti benderanya saat mereka punya kesempatan.


Memastikan bahwa Divisi Pertama telah sukses menyeberangi sungai, para prajurit pembangun melanjutkan pekerjaan dan mulai membangun sebuah perkemahan di tepi sebrang Sungai Alucia.


Mereka mulai memberi panduan pada unit persediaan. Secara bersamaan, pasukan utama dari Divisi Kedua, percampuran divisi infanteri Pasukan Keempat, mulai menyebrangi sungai. Mereka merupakan pasukan besar berjumlah 50.000, dan sepertinya membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menyelesaikan penyebrangan.


Mayor Jenderal Alexei yang ditugaskan sebagai barisan depan siap bergerak menuju Dataran Alucia. Secara misterius, tak satupun prajurit musuh yang ditemukan. Mungkin seluruh pasukan militer mereka telah menuju ke Jembatan Besar. Atau begitulah yang dipikirkan Alexei. Divisi Kedua masih berada dibelakang mereka, dan saat ini, mereka membentuk formasi lajur yang panjang. Satu-satunya hal yang harus diperhatikan unit kavaleri itu adalah pergerakan pasukan utama musuh yang berada di Jembatan Besar Sulawesi. Pada suatu situasi dimana mereka mengubah arah, unit kavaleri tersebut akan menyerbu mereka. Dalam kebuntuan itu maka tugas unit milik David, yang mana bertujuan mengalihkan perhatian musuh pada sisi lain dari jembatan, untuk menyerang mereka dari belakang.


"Baiklah, seseorang! Pergi periksa apakah pasukan utama musuh bergerak atau tidak dari Jembatan Besar!"


"86– Serahkan pada saya!"


"Penunggang lain, periksa kondisi pergerakan dibelakang kita. Bergegaslah!"


"86!"


Dua penjaganya dikirim untuk mengintai, dan untuk saat ini, Divisi Pertama berhenti bergerak. Karena tak ada perlawanan dari musuh, pergerakan mereka berjalan sangat mulus. Dalam interval ini, mereka akan mengistirahatkan kuda mereka, dan semua anggota kelompok beristirahat makan.


Schera juga memakan bekalnya yang dia bawa dengan rakus.


Sekarang ini sudah lewat tengah hari. Sebelum merebut Antigua dan sebelum malam, mereka ingin membentuk formasi tempur agar unit infanteri bisa segera melakukan penyerbuan.


Seorang penunggang bergegas mendatangi Alexei yang sedang duduk di kursi sederhana dan mengatur pergerakan mereka bersama dengan para ajudan dan merentangkan sebuah peta. Tanpa menundanya lagi, penunggang itu turun dari kudanya dan melapor.


"Mayor Jenderal Alexei! Pasukan musuh terlihat di Daratan Alucia didepan kita! Itu adalah lambang dari pemimpin Pasukan Pemberontak, Altura! Dia memimpin beberapa ribu infanteri!"


"Apa kau bilang!? Gadis pemberontak itu datang kesini begitu saja!?"


Alexei berteriak dan langsung berdiri. Tepat didepan matanya, jalan menuju kejayaan telah terbuka. Pilihan yang tersedia hanyalah menangkap gadis itu. Jika dia mendapatkan kepala gadis itu, dia sudah pasti akan dipromosikan. Dia harus pergi. Alexei memutuskannya tanpa pikir panjang.


"Mayor Jenderal, ini adalah sebuah peluang yang tak akan muncul dua kali. Jika kita membunuh gadis itu disini, semuanya akan tamat. Bahkan mungkin tak perlu lagi menjatuhkan Antigua."


"Pencapaian terbesar akan menjadi milik anda, Mayor Jenderal Alexei!"


"Aku tau! Beritahu para penunggang. Kita akan segera memulai serangan!"


"86–!


"Kepala Altura akan jatuh ditangan kita!! Kita akan mendapatkan hadiah apapun yang kita mau!!"


Dibawah perintah Alexei yang sedang bersemangat membara, kavaleri Divisi Pertama bergerak penuh semangat kearah unit milik Altura.


Seolah mereka sudah menduganya, Pasukan Pembebasan mulai mundur seperti kelinci yang melarikan diri tanpa bertemu dengan mereka.


Pleton yang lambat dihancurkan oleh unit kavaleri itu. Momentum unit kavaleri tersebut sangat ganas, dengan umpan tepat didepan mereka.


Alexei tak menyadarinya, tapi Divisi Pertama dan Divisi Kedua telah terpisah jauh. Karena Divisi Kedua merupakan percampuran dari unit-unit, rantai komando mereka berantakan, dan sulit untuk bergerak maju begitu saja. Ada banyak yang tak mematuhi perintah dan moralnya rendah.


Karena penjaga belakang tak perlu berpartisipasi dalam pertempuran, unit kavaleri milik Schera tetap diam di tengah area. Bagaimanapun juga, itu sangat tak masuk akal, bahkan tak layak sebagai lelucon bagi kepala Altura direnggut oleh seorang gadis kecil. Menganggap bahwa sekarang adalah satu-satunya peluang yang mereka miliki, prajurit kavaleri milik Schera mengganti bendera. Tertiup angin, bendera bergambar seekor gagak putih dengan latar belakang hitam dengan anggun berkibar diatas kepala mereka.


Area itu diterangi oleh matahari yang akan terbenam. Tak lama lagi akan menjadi malam yang berbahaya.


".....Apa kita nggak mengejar mereka? Mayor Schera."


"Kita nggak boleh melanggar perintah. Kita menyerah saja dan berkeliaran disekitar sini. Kita nggak boleh lalai ngerjain tugas pengawasan terhadap serangan kejutan."


Dia memberi sinyal pada penunggang didekatnya, memerintahkan mereka untuk melakukan pengawasan.


"Namun, jika anda memenggal kepala gadis itu di wilayah Pasukan Pemberontak, semua orang akan mengakui anda!"


"Nggak ah, males makan makanan yang udah dicampur racun. Disaat kayak gini, lebih baik ngebiarin orang lain memakannya."


Turun dari kuda, Schera mengeluarkan buah kenari yang dia taruh didalam tas miliknya. Dia jongkok dan memecahkan cangkang buahnya menggunakan sabit besar miliknya, isinya juga hancur, jadi dia mulai memunguti pecahannya dan memasukkan kedalam mulutnya.


Vander berbisik pada telinga Katarina agar perwira atasannya tak bisa mendengarnya.


"Saat Mayor melakukan itu, beliau seperti seekor binatang kecil."


"Tutup mulutmu!"


Dari kejauhan, penunggang yang dikirim oleh Alexei sebagai pengintai kembali dengan ekspresi mendesak. Pasukan utama di Jembatan Besar Sulawesi mungkin sedang menuju kearah mereka.


"M-Mayor Jenderal Alexei pergi kemana!?"


"Beliau pergi ke bagian barat mengejar pemimpin musuh. Ada apa? Tenanglah dan beritahu aku apa yang kau lihat."


Saat Schera berdiri dan bertanya, dia menerima kabar perubahan situasi yang mengejutkan.


"Pasukan utama di Jembatan Besar Sulawesi itu palsu. Memang benar jumlah mereka banyak, tapi setengah dari mereka adalah warga sipil yang didemiliterisasi. Pasukan utama dari Pasukan Pemberontak berada di tempat lain!"


"Segera laporkan pada Mayor Jenderal Alexei."


"Tak perlu kau beritahu aku juga sudah tau! Kalian juga bergegaslah berkumpul!"


Dia memacu kudanya dan mengejar unit utama dari pasukan Alexei. Melihat dia pergi, Schera menyilangkan tangannya.


"Hmmm, aku penarasan apa yang harus kita lakukan."


"....Pasukan utama tidak berada di Jembatan Besar, yang mana artinya mereka mementingkan mempertahankan Antigua? Tidak, itu tak memiliki nilai strategi.... Jangan bilang kita terkepung?"


Vander membuka peta yang dia miliki dan memeriksa. Katarina sependapat dan mengatakan pendapatnya.


"....Mayor. Aku yakin kita berada dalam posisi yang cukup berbahaya. Sebelumnya, kurasa pasukan Altura yang tadi sangat besar kemungkinannya bahwa itu adalah umpan."


"Jadi gitu."


"Jika kita bergerak secara gegabah, ada bahaya kita akan kena serangan sergapan. Segera, pengintai–"


Penunggang lain datang mendekat. Wajahnya juga sangat gelisah.


"Kemana perginya Mayor Jenderal Alexei!!!? Aku punya berita gawat!!"


"Beliau bergerak maju untuk mengejar pasukan musuh! Apa yang terjadi!?"


"Tempat penyebrangan kita diserang! Mereka sepenuhnya terkepung–!!"


"–tidak, nggak mungkin."


Kastil Antigua Branch adalah dasar dari sebuah tas. Tempat penyebrangan Alucia merupakan pintu masuk tas tersebut.
Pasukan Kerajaan, dengan kemauan mereka sendiri telah memasuki "tas" besar ini. Fakta bahwa pasukan dari unit milik David di Jembatan Besar Sulawesi yang merupakan pengalihan telah sepenuhnya diketahui. Sebagai sebuah rencana, itu tidaklah buruk, tapi dengan bocornya rahasia ini, rencana tersebut tak ada gunanya lagi.


Sejak awal rencana ini memang sangat tidak cocok untuk Pasukan Kerajaan yang memiliki banyak pembelot serta orang yang memiliki tujuan licik. Terlebih lagi, karena percampuran unit-unit yang baru-baru ini dibentuk, tak seorangpun yang curiga meski ada mata-mata yang menyusup kedalam. Informasi mereka telah sepenuhnya diketahui pihak lawan.


Kavaleri dari Divisi Pertama dipancing oleh Altura. Divisi Kedua menyebrangi sungai, dan saat mereka baru saja selesai menyebrang, para penyergap menyerang pleton jembatan tersebut, dan mereka dihancurkan. Bersama dengan Divisi Ketiga, kereta persediaan, mereka terpecah. Sepenuhnya terkepung, dengan Sungai Alucia dibelakang mereka dan Pasukan Pembebasan yang bersembunyi berada didepan mereka, mereka menerima serangan dahsyat. Infanteri dari Divisi Kedua yang berusaha melarikan diri menjadi korban. Ada juga orang-orang yang didorong ke sungai dan tenggelam. Karena mereka memakai armor, mereka tak bisa berenang dengan baik di air yang dalam. Perkemahan yang seharusnya menjadi markas, saat ini seperti gambaran dari neraka.


"Apa yang harus kita lakukan? Vander, Katarina, katakan pendapat kalian."
(TL note: nada bicara dan sikap Schera berubah 180 derajat, menjadi sangat serius)


"B-Baik. Pasukan kita hanya 1.000. Tak ada gunanya kita pergi membantu tempat penyebrangan. Lebih baik kita bergabung dengan Mayor Jenderal Alexei yang kutakutkan hampir di sergap. Saat ini, Divisi Ketiga tak bisa bergabung dengan kita, penyerbuan Antigua akan gagal. Jika kita tidak berpikir tentang mundur...."


Katarina mengatakan pendapatnya, dan Vander juga menyampaikan pendapatnya.


"Selain itu, juga ada kemungkinan kita dihancurkan. Kami tak bisa memikirkan tentang bagaimana menangani kavaleri yang telah terpancing."


"Sudah tak ada waktu lagi, Mayor Schera, keputusan ada ditangan anda."


"Baiklah, kita–"


"Mayor! Unit kavaleri musuh mendekat–! Jumlah mereka sekitar 1.000!"


Seorang penunggang yang sedang mengintai melihat awan debu dari kavaleri musuh. Schera melompat menaiki kudanya dan mengangkat sabit besar miliknya.


"Kita hadang mereka!! Ikuti aku! Bunuh mereka, jangan biarkan satupun Pasukan Pemberontak yang hidup–!!"


“Ou-!!”


Schera dan pasukannya mulai meluncur kearah kavaleri musuh. Bendera perang bergambar gagak putih, terpapar matahari sore, berwarna merah seperti darah. Kedua ajudan juga mengikuti dia, meskipun sambil kebingungan pada penampilan perwira atasan mereka yang bersikap berbeda daripada biasanya. Apakah dia ini orang yang sama? Mereka tak punya kepercayaan diri untuk menyebutkannya.


Kavaleri yang mengangkat bendera perang berwarna hitam menyerbu bagian samping dari kavaleri yang mengangkat bendera Pasukan Pembebasan. Schera dengan lincah memenggal kepala empat orang, dan sekali lagi berteriak keras. Dalam sebuah formasi ujung tombak* dengan komandan mereka sebagai ujungnya, unit Schera membagi musuh menjadi dua.
(TL note: aku nggak tau formasi apaan itu namanya, karena bentuk formasi itu segitiga dan englishnya sendiri cuma menyebutkan "wedge formation" jadi aku menggantinya jadi "formasi ujung tombak". Toh ujung tombak juga segitiga bentuknya. Dih panjang amat tl note'nya :v)


"w-wha siapa kalian–!"


"Unit milik siapa! Kalian, Pasukan Kerajaan–!??"


"Kami kavaleri Dewa Kematian. Sekarang kau tau, matilah!"


Seraya menggerakkan semua orang dibelakangnya, dia menebas kavaleri yang terkejut. Seorang penunggang yang telah kehilangan bagian atas tubuhnya didorong kedepan. Schera berputar diatas kudanya dan mengayunkan sabit miliknya kesegala arah, menebas dengan ganas.


Sebuah tombak yang ditusukkan terpotong ujungnya, dan kepala prajurit itu terpenggal oleh sabit yang diayunkan. Seorang pria yang mengangkat pedangnya diatas kepalanya, terbelah secara vertikal dari helmnya. Darah dan zat abu-abu saling bercampur dan berhamburan layaknya cairan yang menetes saat menggigit ceri.


Sensasi itu ketika dia menghancurkan tengkorak–itu seperti buah kenari yang dia makan sebelumnya, dan nafsu makannya secara tak sadar terangsang. Keras diluar, namun lembut didalam. Makanan memang misterius. Ngomong-ngomong, masih ada buah kenari didalam tasnya.


Schera mengeluarkan sebuah buah kenari, mengerahkan kekuatan pada tangannya, dan menghancurkan cangkang buah itu.
Buah kenari tersebut bercampur dengan darah seseorang, dan itu terlihat seperti saus.
Dia mencoba menjilatnya, dan rasanya seperti besi. Apa itu enak? Dia tidak betul-betul tau.
Dia memutuskan untuk menjilatnya lagi.


Dan kemudian sebuah gangguan muncul. Schera mengusap mulutnya dan berpaling.


"Kau komandanya!? Pasukanmu sudah hancur! Menyerahlah! Setidaknya itu akan menyelamatkan nyawamu!"


Seorang komandan yang menganggap dirinya sendiri berstatus tinggi mendekat pada dilema Schera sambil berteriak.


"Ahaha–! Lucu sekali!!"


"–Hentikan perlawananmu yang sia-sia-!!"


Tombak dan sabit saling bersilangan. Kudanya berhenti, mereka saling mengunci senjata. Mereka memperkuat genggaman pada senjata mereka. Wajah pria itu berubah menjadi tersiksa.


"K-Kuat, a-apa-apaan kau ini-!"


"Ayolah ayolah, sabitku perlahan semakin mendekat. Kalau kau nggak kuat, kau akan tertikam lho."


"Kuh, h-hentikan. T-tolong hentikan-"


"Itu mustahil. Karena kau adalah Pasukan Pemberontak."


–Orang yang mendominasi penguncian senjata itu adalah Schera.


Terus-menerus memukul mundur dia, ujung sabit itu menusuk wajah si komandan. Schera mendorongnya kuat-kuat, dan wajah si komandan tertikam.


“U, guge-”


tubuh jenderal Pasukan Pembebasan itu mengejang karena kesakitan. Dia masih hidup.


"Sekarang wajahmu sudah jadi lelucon. Selamat."


Saat dia perlahan mencabutnya, darah menyembur. Schera basah kuyub cairan berwarna merah gelap. Tak memberi si komandan serangan penghabisan, Schera menjatuhkan dia dari kudanya. Beberapa detik kemudian, dia akan kehilangan kesadaran dan mati. Schera menganggap dia yang mengejang layaknya ikan yang dilempar ke darat.
Saat komandan mereka terbunuh, unit itu bersiap melarikan diri. Unit Schera, setelah kehilangan kesabaran, menghabisi unit kavaleri musuh.


Seraya terkejut, Katarina mengakui kemampuan perwira atasannya. Kekuatan Schera, seperti yang dia bayangkan, tidak, bahkan melebihi yang dia bayangkan, meneror dia. Lidahnya tak bisa bergerak dengan baik. Otaknya sebagai seorang ajudan tidak berfungsi.


"I-Itu sungguh luar biasa Mayor Schera! Kerusakan unit kita sangat sedikit. Ini adalah kemenangan yang luar biasa!"


"Baiklah, kita akan melanjutkan dan bertemu dengan unit kavaleri Mayor Jenderal Alexei, ikuti aku!"


"86-!"


Unit Schera meluncur. Tubuh Schera berlumuran darah, dan gagak yang terukir pada armornya telah berubah warnanya menjadi merah. Darah terus menetes dari sabitnya. Hari ini, berapa banyak nyawa yang telah dia renggut? Dia sendiri juga tidak tau.


* * * * *


Kelompok lain, unit kavaleri yang dipimpin oleh Alexei, sekitar 10.000 penunggang, menyerbu ke dekat Antigua, terpancing oleh pengalihan Altura. Ambisi miliknya yang ingin membunuh Altura dengan segala cara yang diperlukan kini tak bisa dihentikan.


"M-Mayor Jenderal Alexei, apa menurut anda kita tidak terlalu jauh? Pasukan dibelakang kita–"


"Aku gak peduli. Bukankah target kita Antigua? Bisa menghilangkan gangguan merupakan fakta yang bagus untuk kita."


"M-Memang benar."


Dipertengahan peringatan dari Ajudan, jembatan tarik dari Kastil Antigua Branch diturunkan, dan unit kavaleri keluar dari dalam kastil.


Itu adalah unit elit milik Fynn, mengibarkan bendera singa. Mereka telah menyimpan kekuatan mereka dan menunggu kesempatan sepanjang waktu ini. Unit Altura yang berpura-pura terkepung bergabung dengan mereka, berbalik, dan ikut serta dalam serangan balik.


"Mayor Jenderal! Musuh mengarah pada kita!"


"Jangan gentar! Musuh hanyalah sebuah pasukan kecil, tetap tenang dan serang balik!"


Mengikuti arahan dari Alexei, kavaleri barisan depan bergerak. Unit kavaleri itu mengubah formasi mereka, seolah berusaha mengepung mereka, menjadi formasi ujung tombak. Lalu sebuah laporan datang lagi.


"Kabar buruk Mayor Jenderal! Rencana kita telah diketahui!"


"Apa maksudmu!??"


"Pasukan utama musuh telah menyerang tempat penyebrangan. Divisi Kedua telah terkepung!! Divisi Ketiga tak bisa menyebrangi sungai dan tak bisa berbuat apa-apa!! Kita telah sepenuhnya terisolasi!"


"A-Apa kau bilang!?"


"Bala bantuan pasukan musuh! M-Mereka datang dari kanan dan kiri!!"


Menyebar dua sayap–binatang buas meluncur seraya memperlihatkan taringnya untuk mengoyak mereka.


"–I-Itu gak masuk akal. Kenapa. K-Kenapa pasukan utama musuh ada disini...."


Alexei terkejut, dan saat dia tengah dikuasai keterkejutan, para penyergap dari kiri dan kanan memukul gendang mereka dan dengan tegas memulai sebuah serangan.


Prajurit musuh mendekati mereka yang kekurangan orang. Dibawah komando Komandan Behrouz dari Pasukan Pembebasan, mereka merupakan pasukan pilihan yang bisa dia gerakkan layaknya anggota badannya sendiri.


Karena Altura yang mengkomando pasukan, moral mereka telah meningkat sampai maksimum. Tak seorangpun yang memiliki rasa kecemasan.
Dibawah tekanan dari kanan dan kiri, barisan depan dari unit kavaleri itu dipaksa membuat formasi yang berdekatan, dan jumlah mereka perlahan berkurang.


Mobilitas adalah nyawanya seorang kavaleri. Mereka rentan jika dikepung. Kuda-kuda perang yang telah kehilangan penunggang mereka berlarian tanpa tujuan.


Suaranya kering, Alexei memutuskan untuk mengkomando, tapi pertempuran ini tak lagi menguntungkan dia. Menstabilkan para prajurit yang telah jatuh dalam keadaan kacau merupakan hal yang sulit tak peduli seberapa hebat atau terkenal komandannya.


Menyerbu kearah mereka, Kavaleri Singa itu membagi pasukan mereka dan terus maju. Barisan depan mereka adalah Letnan Kolonel Fynn. Dia menyerang sambil memutar tombaknya. Dia menghabisi penjaga elit Alexei dan mendekat dengan kekuatan layaknya gelombang dahsyat.


"Wooooiii-! Jangan terpengaruh! Bangsat, apa kalian dengar perintahku-!! Jangan biarkan prajurit musuh mendekatiku, bertahan, bertahan bagaimanapun caranya-!!"


"Ketemu kau, Mayor Jenderal dari Pasukan Kerajaan, Tuan Alexei! Akan kupenggal kepalamu!!"


"D-Diam kau pembelot-!"


Alexei menghunus pedangnya dan bertarung melawan dia, tapi tombak panjang milik Fynn menikam jantungnya. Ambisi Alexei lenyap beserta nyawanya. Sebagai sebuah serangan penghabisan sederhana, kepalanya ditebas secara horisontal. Medan perang itu penuh dengan sorakan, dan pada batas mereka, kavaleri kerajaan yang moralnya telah kandas berhamburan ke segala arah.
Pasukan Pembebasan terus mengejar dan membunuh setengah dari mereka. Bisa dikatakan Divisi Pertama telah dimusnahkan. Banyak prajurit Kerajaan dan bendera perang yang ditinggalkan dengan tragis.


* * * * *


Bergerak untuk bertemu dengan unit kavaleri yang telah maju, Schera dan rekan-rekannya menemukan kavaleri Kerajaan yang telah dikalahkan. Beberapa puluh kavaleri Pasukan Pembebasan yang mengejar dihabisi. Dia bertanya soal situasinya.


"Dimana Mayor Jenderal Alexei? Apa dia selamat?"


"....Mayor Jenderal Alexei terbunuh dalam pertempuran. Kami jatuh dalam keadaan kacau balau karena pengepungan musuh, dan kabur menyelamatkannya diri ke segala arah. Apa yang akan terjadi selanjutnya aku tidak tau."


Gumam si prajurit yang selamat dari keadaan sulitnya sambil mengatur nafasnya. Para kavaleri yang selamat semuanya terluka. Tak ada yang tak bisa bergerak. Para prajurit yang tak bisa bergerak sudah ditinggalkan dan mungkin sudah berada ditangan musuh.


"Jadi begitu, jadi dia tewas huh. Kau berhasil kembali dengan selamat. Kau beruntung. Kemarilah, kau harus diobati. Akan sangat disayangkan jika kau mati. –Seseorang, kemarilah obati orang ini!"


Sang Dewa Kematian dengan lembut menepuk pundaknya, dan prajurit yang terluka itu mengejang dan menegang. Seorang prajurit mendekat dan membungkuk hormat.


"Siap-! Dimengerti."


Setelah memberi arahan pengobatan pada sisa pasukan yang telah dikalahkan, Schera menghadap para ajudannya.


"Apa yang harus kita lakukan setelah ini? Katakan pendapat kalian."


"...Matahari akan terbenam sebentar lagi. Kita hanya bisa menyelinap saat malam, bergerak, dan mencari tempat yang sekiranya kita bisa menyeberangi sungai."


"Akan tetapi, tempat-tempat dimana kita bisa menyebrang jumlahnya sangat sedikit. Kurasa kita harus menahan diri dan memperhatikan. Tempat-tempat yang akan kita tuju kemungkinan besar ada penyergapnya."


Vander menunjuk beberapa tempat di peta miliknya. Dia adalah seorang pria yang pragmatis, dan mulai berpikir bahwa menyerah sudah tak terelakkan lagi. Dia hampir tak memiliki kesetiaan pada Kerajaan, itulah perasaan sejatinya. Dia tidak tau apa yang dipikirkan rekannya, Katarina, menurut dia Katarina memiliki kepribadian yang mudah dipahami, tapi ada sesuatu yang aneh tentang Katarina.
Dia bisa mengatakan hal yang sama tentang pahlawan muda atasannya yang dia hormati. Ada sesuatu yang luar biasa.


"Bagaimana menurutmu tentang tempat penyebrangan sungainya?"


"...Aku tidak tau. Namun, akan berbahaya jika berpikir optimis. Kita harus bertindak seraya mengasumsikan hal terburuk."


"Bagaimana dengan kemungkinan bahwa mereka telah melintasi jembatan, mengetahui bahwa Jenderal David adalah sebuah pengalihan?"


"Itu, aku tidak tau, tapi yang kutakutkan mereka sudah saling berhadapan."


Dalam semua kemungkinan, mereka mungkin tak bisa bergerak. David berpegang teguh pada strategi pertamanya, dan dia tak akan melintasi jembatan. Dan juga, bala bantuan mungkin tidak datang dari tempat penyebrangan, ungkap Katarina, mengatakan pendapat pribadinya.


".......Baiklah, kita akan bergerak ke utara dan beristirahat sebentar. Kita akan memulihkan sisa-sisa dari Divisi Pertama, dan kemudian mundur."


"U-Utara? Tapi Jembatan Besar Sulawesi berada diarah itu....."


"Itulah niatku. Kalau kita bisa kembali, maka itu sangat bagus. Meskipun sesuatu seperti sebuah jembatan apung tidak dibuat, bukankah kita sudah melihat hal yang lebih besar? Aku juga sudah pernah menggunakannya sendiri untuk kabur. Jadi kalau kau paham, maka kita akan segera berangkat. Pertama, aku harus makan dulu."


Schera memanggul sabit miliknya dan mulai meluncur sebagai barisan depan. Para gagak putih dalam diam mulai mengikuti dia. Mengangkat tombak kedepan secara diagonal, mereka memulai parade. Mungkin mereka tak lagi merasa takut–cahaya pada mata para kavaleri telah lenyap. Mereka hanya mengikuti instruksi dari Schera, perwira atasan mereka. Tak ada satupun suara ketidakpastian. Formasi mereka kokoh, dan kuda kuda mereka melesat kedepan, berfokus pada kegelapan yang ada didepan mereka.


Vander menganggap itu sangat menakutkan.
Katarina gemetar gembira. Matanya tidak salah. Gadis ini sudah pasti seorang Dewa Kematian, pikirnya. Dia telah yakin. Dia membersihkan darah yang menodai kacamatanya, dan menggerakkan kudanya di barisan di samping Schera. Dia senang bisa hidup. Begitu senang. Katarina ingin berteriak keras-keras.


Unit Schera berkemah di sebuah tempat yang sulit ditemukan oleh musuh, dan bertemu serta memulihkan para kavaleri dari Divisi Pertama yang dikalahkan. Totalnya mereka sekarang berjumlah 2.500, dan mereka berencana mengubah jalur ke Sulawesi. Para kavaleri yang dikalahkan itu, mereka semua adalah orang-orang yang diambil dari unit Schera, dan mereka seolah telah dituntun oleh Dewa Kematian dan datang ke perkemahan Schera.


Vander tak bisa berkata apa-apa, dan dia merasa merinding. Hal tak masuk akal semacam itu tak mungkin terjadi, pikirnya. Bagaimana bisa para prajurit yang dikalahkan ini tau tempat ini? Itu tak terbayangkan tak peduli bagaimana seseorang menggunakan akal sehat. Padahal mereka juga tidak memberitahukan lokasi ini, tak mungkin mereka menyalakan api. Mereka mengatur nafas mereka agar tidak mencolok. Kenapa? Bagaimana? Dia tenggelam dalam keraguan.


–Dan kemudian, hal yang paling menakutkan adalah tak seorangpun menganggap ini aneh. Seolah ini adalah sesuatu yang sudah jelas, para kavaleri menyambut mereka dengan senyum. Orang-orang yang kabur juga, lebih senang bahwa mereka bisa berkumpul lagi daripada saat nyawa mereka selamat.


Vander tak bisa memahaminya tak peduli bagaimana dia memikirkannya.
Katarina menganggapnya wajar. Ternyata begini, jadi memang harus begini, kata dia.


–Bendera perang milik unit Schera melebur kedalam kegelapan, tapi mereka mengangkatnya tinggi-tinggi seolah pamer.
Para prajurit mengangkat bendera itu diatas kepala mereka, sambil tersenyum seolah mereka telah gila.
Seolah tak merasa lelah, mereka melanjutkan. Dan terus melanjutkan.
Setiap prajurit selain Vander, menatap bendera itu. Seekor burung berkeliaran didalam kegelapan–seekor burung menakutkan yang mengatur kehidupan dan kematian. Orang-orang ini telah pulang, dengan bendera hitam ini sebagai tujuan mereka.
Schera mengunyah daging kering sambil memperhatikan mereka, dan dia tertawa senang dan nakal.

Sebelumnya Halaman Utama Selanjutnya