Silver Cross and Draculea (Indonesia):Jilid04 Bab2

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Chapter 2 - Kediaman Penyihir[edit]

Dalam kegelapan, hanya tangan pucat yang bisa terlihat samar-samar.

Disamping lampu jalan, sosok gelap terbalut dalam jubah hitam.

Melebur dalam bayangan, bahkan garis luar sosok tersebut sulit untuk dibedakan.

Hanya tangan pucat dan halus yang terulur keluar dari jubah tersebut, yang bisa terlihat dibawah pencahayaan yang redup, seakan memamerkan eksistensinya yang menyilaukan ditengah-tengah kegelapan.

Jari-jari ramping itu memegang botol kecil.

"Ah, aku telah memperoleh sesuatu yang menarik."

Bisikan tenang menggema dalam kegelapan.

Suara seorang wanita. Itu terdengar mempesona namun memberi rasa dingin pada tulang.

Jika bisikan itu disamping telinga pendengar, sudah pasti orang akan merinding dalam teror yang menjalar keseluruh tubuh.

"Mungkin, hal ini bisa digunakan untuk mengkonfirmasi apakah rencana itu akan berhasil atau tidak. Namun, tampaknya sedikit lebih awal untuk event utama untuk segera dimulai."

Suaranya terdengar sedikit bingung.

Setelah hening sejenak, hawa kehadiran seseorang muncul.

Beralih ke sudut adalah seorang siswa SMA dalam perjalanan pulang.

Berpakaian dalam seragamnya, gadis itu berjalan dengan kepala tertunduk.

Melihat kemunculannya, sosok dalam kegelapan itu tersenyum, bibir merahnya membentuk bentuk bulan sabit.

"Suatu kesempatan yang menakjubkan."

Siapa yang baru saja datang sama sekali bukanlah masalah.

Dia hanya ingin mengambil kesempatan untuk menguji hal itu.

Ini bukanlah nasib atau takdir yang tak terhindarkan.

Hanya karena gadis ini kebetulan lewat.

Gadis itu tidak menyadari ancaman yang bersembunyi disamping lampu jalan dan hendak berjalan lewat sana.

Lengan ramping gadis itu diraih oleh sebuah tangan pucat.

"....?"

Saat sedikit kewaspadaan melintas pada mata gadis itu, dia melihat kearah sosok tersebut.

...Hanya untuk melihat botol terbuka dihadapkan didepan matanya.

Tak ada cairan yang dituangkan. Sebaliknya, gas merah memasuki lubang hidungnya.

"....!?"

Tangan dibawah jubah itu memegangi gadis tersebut tanpa melepaskannya, mengabaikan batuknya yang terus-menerus.

Sesaat setelahnya, gas putih seperti kabut dihembuskan dari mulut gadis itu.

Gas tersebut meluas dalam kegelapan dan secara bertahap memperoleh kesadaran diri.

Kemudian mengambil bentuk humanoid dan khas, sampai pada yang paling detail.

"Sangat baik."

Setelah mengkonfirmasi efeknya, sosok gelap itu meninggalkan gadis tersebut.

Kemudian melebur kedalam kegelapan, dia menghilang tanpa jejak.

Ditinggalkan sendirian, gadis tersebut menutupi mulutnya saat dia memeriksa sekeliling.

Mungkin karena menghembuskan gas itu, kesadarannya sedikit kabur.

Meskipun dia tak mampu untuk mengetahui apa yang telah terjadi, pada akhirnya, dia masih melanjutkan berjalan pulang.

Pejalan kaki menunjukan tatapan terkejut saat melihat gadis itu.

Sebuah adegan aneh.

Seperti sebuah gambaran cermin, sebuah sosok tengah berjalan dalam arah yang berlawanan dari punggung gadis itu.

Pakaian, gaya rambut, fisik—semuanya identik.

Mengenai klon ini yang berjalan dibelakangnya...

Gadis itu sama sekali tak menyadari.

※※

Pada hari sabtu sore, Hisui tiba dirumah Kirika sebagaimana yang disetujui.

Beruntungnya, dia tidak tersesat dan tiba tepat waktu.

Sebuah rumah barat yang menonjol bahkan dalam lingkungan perumahan kelas tinggi—pada kesan pertama, itu sudah jelas bahwa itu adalah rumah Kirika.

Sebuah taman bergaya barat yang luas dan megah sepenuhnya terlihat bahkan dari luar.

Dengan sedikit kegugupan, Hisui menyesuaikan dasi santainya yang dilonggarkan dan menekan interkom disamping gerbang.

Penghuni tersebut tampaknya telah menunggu untuk waktu yang lama—

"Pintu akan terbuka dengan segera."

Kirika menjawab kemudian mengarahkan Hisui melalui taman ke pintu masuk yang luas.

Semuanya baik-baik saja sampai saat ini.

Tetapi ketika Kirika membuka pintu dan menyambut dia, ketidaksenangan yang jelas muncul diwajahnya seketika.

"...Selamat datang."

"Terimakasih atas keramahanmu."

"Ya, kami disini untuk menikmati keramahanmu!"

Rushella tersenyum sambil berbicara disamping Hisui.

Bahkan yang lebih buruk, dia melilitkan lengannya pada lengan Hisui.

Meskipun takut tersesat bisa dianggap sebuah alasan, baru-baru ini, kapanpun mereka pergi keluar, Rushella selalu bersikeras berjalan bergandengan lengan.

"Umm.... Senpai..."

"...Lupakan. Perkembangan semacam ini bisa digambarkan sebagai tak terelakkan. Itu salahku karena tidak menentukan dengan jelas sebelumnya. Aku seharusnya telah menduga bahwa kamu tidak mungkin meninggalkan dia sendirian di rumah tanpa pengawasan pada hari libur. Ini adalah pandanganku. Namun.... Kenapa kalian disini!?"

Disamping Rushella... adalah Mei dan Eruru juga.

"Oh dear~ senpai, mencuri pergerakan bukan sebuah hal yang baik untuk dilakukan, bukan? Bahkan aku belum pernah mengundang Hi-kun ke rumahku, apa kamu menempatkan dirimu sendiri didepan?"

Berpakaian dalam kamisol musim gugur berpotongan rendah, Mei tersenyum menggoda.

Demikian pula mengenakan pakaian penentu, Kirika memakai blus berkelas tinggi dan rok mini.

"...oh yah, aku juga telah menduga kamu untuk datang tanpa diundang. Tetapi Kariya-san, aku tak pernah menyangka bahwa kamu akan datang..."

Kirika menatap kesal, tetapi Eruru tak terpengaruh oleh tatapannya.

"Aku hanya ingin tahu hasil dari analisanya. Yah, jika Hisui-san datang sendirian, aku tak punya niat berkunjung awalnya, bagaimanapun juga, aku tak berharap ditatap oleh kamu seperti ini... Tetapi karena Rushella ikut juga, untuk mencegah dia menyebabkan masalah, aku harus hadir untuk mengawasi dia. Lebih tepatnya, aku disini dalam pertimbangan untuk kamu, kan?"

"Memang, karena mereka berdua ada disini, itu lebih baik bahwa kamu datang juga. Ngomong-ngomong, itu sudah cukup untuk sekarang, masuklah."

"Oke... Ah, aku telah membawa sesuatu yang kecil."

Mengatakan itu, Hisui menyerahkan teh dan gula barat yang dia bawa.

Kirika menerimanya tanpa ekspresi dan menyuruh maid disampingnya memimpin kelompok Hisui kedalam rumah.

"Hmm, rumah ini begitu luas.... Aku ingin tinggal ditempat seperti ini! Lebih tepatnya, aku seharusnya tinggal disini! Rumah semacam ini lebih sesuai untuk aku!"

"Seorang vampir tinggal di rumah semacam ini akan menarik sangat banyak perhatian. Ngomong-ngomong, aku tak pernah tahu sungguh seorang gadis kaya yang manja dirimu. Pada perbandingan, hadiahku tampak terlalu murah. Apa senpai marah karena itu?"

"Jelas-jelas bukan."

"Sudah pasti bukan."

Kedua pelaku yang menimbulkan ketidaksenangan Kirika—Mei dan Eruru—membantah spekulasi Hisui secara bersamaan.

"Sungguh... Kemarin ketika aku mengirim pesan teks untuk mengkonfirmasi waktu dan tempatnya, dia menggunakan seluruh emoticon dalam balasannya dan tampak sangat senang."

"Aku sudah menduga itu."

"Anak yang malang."

"Apa tepatnya yang kalian berdua ketahui...?"

Hisui tetap gelisah. Kelompok itu melewati rumah dan tiba di sebuah taman.

"Wow...."

Meskipun Hisui tak punya rasa artistik pada bunga, bunga-bunga mekar yang tak terhitung jumlahnya, berpusat disekitar mawar, masih menyebabkan dia untuk terkesiap dengan takjub.

Menggunakan ciri-ciri bunga yang berbeda dalam kombinasi yang sempurna, tempat ini menghasilkan perasaan harmoni.

Dibandingkan dengan sebuah aula resepsi biasa, tempat ini tak diragukan lagi lebih sesuai untuk menjamu tamu.

Dibawah hangatnya sinar matahari, cuaca saat ini sempurna untuk megobrol diluar ruangan.

Melewati jalan kecil yang dipenuhi dengan aroma bunga, mereka mencapai satu set meja dan kursi-kursi putih.

Seorang wanita duduk di kursi roda sudah menunggu mereka. Menyadari kedatangan kelompok tersebut, dia tersenyum hangat.

"Selamat datang, selamat datang. Ayo, silahkan duduk disini."

Dengan demikian, kelompok Hisui mengambil tempat duduk mereka.

Saat pertama dia menatap wanita itu, Hisui mengerti bahwa dia adalah nenek Kirika.

Seperti yang Kirika sebutkan, dia penduduk asli Inggris. Ramah dan lembut, dia berbagi kemiripan tertentu dengan Kirika. Di masa mudanya, dia pasti tidak kekurangan pengejar kisah cinta.

Meskipun dia berusia lanjut, dia jenis orang tua yang ketenangan dan kehadiran yang luar biasa itu adalah sesuatu yang mungkin semua orang cita-citakan untuk dicapai ketika mereka mencapai berusia lanjut.

Karena dia adalah guru Kirika, tentu saja, dia pasti juga seorang "penyihir". Meski demikian, dia didominasi pakaian putih dan selendang yang memberi kesan cukup menghilangkan identitas itu. Merajut sambil duduk dengan hati yang hangat dan menceritakan kisah masa mudanya pada cucunya mungkin akan lebih sesuai dengan penampilannya saat ini.

"Umm, senang bertemu anda. Nama saya Kujou Hisui. Cucu anda telah membantu begitu banyak saya selama ini..."

"Halo, kamu sangat baik. Senang bertemu dengan kamu juga, namaku Welfica. Kamu adalah putranya... Miraluka? Menganggap seperti itu mungkin terdengar sedikit aneh. Mungkin itu akan lebih cocok jika aku menyebutmu adiknya... Iya kan?"

"Anda mengenal... dia...?"

Hisui menatap terkejut pada wanita tua dihadapannya.

Mendengar nama yang tak terduga, wajah Rushella menjadi muram.

Bahkan vampir "Murni dari yang Murni" terakhir kali itu tidak pernah melihat Miraluka secara pribadi sebelumnya.

Pada akhirnya, Miraluka hanya ada dalam kenangan Hisui saja.

Sebuah tempat dimana tidak mungkin terlampaui, sebuah susunan kenangan yang tidak mungkin dibagi.

Meski demikian, hari ini mereka akhirnya bertemu seorang manusia yang mengenal dia.

"Anda... kapan anda bertemu dia...?"

"Dahulu sekali... saat itu, aku sekitar usiamu. Aku hanya melihat dia sekali. Ngomong-ngomong, itu sungguh ironis bahwa dia akan meninggal lebih awal daripada manusia seperti aku."

Welfica mengenang.

Bagi orang tua ini yang telah mengalami semua perilaku realitas yang keras dari dunia ini dan pemisahan yang ditimbulkan oleh kematian, pertemuannya dengan Miraluka sang 'Leluhur Sejati' masihlah sebuah kenangan spesial.

"Apakah tehnya siap?"

Sementara Hisui masih tenggelam dalam kenangannya, Kirika kembali dengan sebuah nampan teh.

"Oh... Terimakasih."

"Silahkan menikmati teh terlebih dulu. Tak perlu terburu-buru dalam percakapan."

Seperti saat-saat di ruang klub, Kirika mengeluarkan peralatan teh dan memulai pesta teh berskala kecil.

Teh yang dia seduh itu lezat seperti biasanya. Diatas piring juga ada beraneka makanan ringan yang dipersiapkan dengan cermat.

"Kirika-chan, kemampuanmu menjadi lebih baik dan lebih baik. Apakah kamu sudah menemukan seseorang yang kamu sukai?"

"S-Serius, tolong jangan berbicara tentang itu..."

Candaan sang nenek menyebabkan Kirika merona.

Meski sosok dari kesempurnaan dia tampilkan disekolah, didepan neneknya, Kirika hanya seorang gadis diusia berkembang.

Melihat siswa teladan itu menunjukkan sisi baru dari dia, Hisui hanya tersenyum sambil meminum teh.

Melihat percakapan semakin dan semakin melenceng, Eruru angkat bicara untuk kembali ke topik utama.

"Ngomong-ngomong, Welfica-san, apa anda mendapat kesimpulan mengenai fragmen yang saya serahkan pada anda sebelumnya? Saya yakin bahwa anda pasti telah mendengar keseluruhan ceritanya dari cucu anda..."

"Ya... Aku sudah melihatnya. Kedua fragmen itu tampaknya berasal dari peti mati yang terukir dengan baik. Bahkan ketika aku masih muda, tipe pengerjaan kelas atas seperti itu masih sangat langka. Namun..."

"Namun...?"

"Sebenarnya, salah satu fragmen itu masih baru... Meskipun aku mengatakan baru, itu mungkin telah dua puluh atau tiga puluh tahun. Bagi peti mati seorang vampir, itu sangatlah baru."

"Peti mati vampir biasanya merupakan barang antik. Itu berlaku bagi semua vampir peringkat tinggi. Semakin lama usia peti mati, semakin kuat kekuatan magis yang meresap didalamnya dan berfungsi untuk meningkatkan reputasi si pemilik. Peti mati yang anda sebutkan sebagai baru, yang mana itu?"

"Bukan yang dimiliki oleh 'Murni dari yang Murni' tetapi yang satunya lagi. Aku rasa... itu mungkin milik nona kecil yang disini?"

Welfica dengan tenang menunjuk orangnya.

Menilai dari nada suaranya, Kirika mungkin belum mengungkapkan semuanya pada dia. Lebih tepatnya, dia mengetahui sendiri tentang identitas Rushella.

Pada saat ini, Rushella mengangguk, saat ini duduk di tempat teduh yang telah dipersiapkan Kirika.

"....Tepat. Jadi, apa kesamaan antara peti mati milik Fergus dan milikku?"

"Dibuat oleh pengrajin yang sama... Sebagaimana aku ingin menganggapnya seperti itu, faktanya tidak sesederhana itu. Kedua peti mati ini dibuat setidaknya terpisah seratus tahun. Atau mungkin... mereka membuat di lokasi yang sama melalui metode yang serupa.... atau lebih tepatnya...."

"Lebih tepatnya?"

Eruru mencondongkan tubuhnya kedepan dan bertanya.

Dia cukup tertarik dengan hal ini.

"Peti mati miliknya didasarkan pada milik vampir 'Murni dari yang Murni' itu... atau paling tidak, sebuah tiruan yang diciptakan dengan referensi dari tipe peti mati berkelas tinggi itu untuk membuat ulang keahlian yang sama.... Itulah kesan yang diberikan."

"Apa yang terjadi?"

Hisui bergumam, sangat tertarik.

Namun, di tengah topik pembicaraan, Rushella berkomentar dengan tidak senang.

"Kenapa peti matiku adalah sebuah tiruan ketika aku sendiri adalah seorang 'Leluhur Sejati'? Bukankah urutannya benar-benar salah? Ini sangat tidak menyenangkan!"

"'Leluhur Sejati'....? Kamu....? Bagaimana itu mungkin, selain Miraluka, mereka semua sudah...."

Wajah Welfica dipenuhi keterkejutan.

Mungkinkah bahwa dia, seperti Hisui, mengetahui sedikit tentang kebenaran dari 'Leluhur Sejati'?

"Orang itu lagi...."

Mendengar nama Miraluka, Rushella mengeluh kesal dengan tangannya terkepal.

Memang, tak peduli dimana, nama itu selalu muncul untuk menimbulkan masalah.

"Harap tenang. Entah itu peti matimu baru atau tidak, hal itu tidak mengurangi eksistensimu. Selain itu, sangat mungkin bahwa peti mati itu rusak dan diperbaiki kerena suatu alasan. Hanya sebuah peti mati belaka tidak akan memperngaruhi prestise dan posisimu, kan?"

Eruru menyela untuk meredakan ketegangan dan mencegah bencana.

Rushella mendapati penjelasannya masuk akal dan mendinginkan amarahnya.

"Yah... Itu benar juga."

"Welfica-san, ada yang lain?"

"Tak ada yang spesial... Kemungkiinan besar, hanya membandingkan peti mati tidak akan menghasilkan petunjuk yang lebih lanjut. Setidaknya, peti mati miliknya, sebagai milik seorang vampir, itu benar-benar gaya terbaru. Namun, pembuatnya pasti juga telah meneliti peti mati yang diturunkan sejak zaman dahulu, menyaring esensi mereka pada pembuatan peti mati ini. Aku sangat yakin tentang itu."

"Dengan kata lain, kita perlu menemukan sudut yang berbeda huh. Katakanlah, siapa sebenarnya kamu?"

"Tidak tau...."

Rushella memalingkan wajahnya dan merajuk.

Justru karena dia tidak tau, itu sebabnya mereka datang kesini untuk menyelidiki.

Tetapi sekarang, asal-usulnya telah menjadi lebih misterius. Bahkan yang lebih buruk, nama dari orang tua Hisui, yang tak seorang pernah bertemu, muncul lagi tanpa peringatan.

Semakin Rushella berpikir tentang itu, semakin marah dia jadinya. Yang bisa dia lakukan hanya memakan dengan cepat camilan itu tanpa mengatakan apa-apa.

Melihat suasana mendingin dengan tiba-tiba, Kirika berdiri.

"Oh, Kujou-kun... Perantara pemblokir cahaya sudah siap, biar aku berikan padamu terlebih dulu untuk berjaga-jaga aku lupa nanti."

"Oh terimakasih..."

"Ikut aku untuk mengambilnya. Oh, juga, mengenai festival olahraga, bisakah aku membahas sesuatu dengan kamu? Terakhir kali, kamu bilang kamu bersedia untuk membantu, apa itu benar?"

"Ya, itulah yang aku katakan...."

"Bahan-bahannya ada di kamarku. Mari kita berbicara disana."

Mengatakan itu, Kirika meninggalkan meja tersebut.

Meskipun Hisui sedikit bingung, dia merasa bahwa menolak tidaklah benar.

Setelah menatap Rushella, pada akhirnya, dia berdiri dan mengikuti Kirika untuk memasuki rumah.

Rushella hendak bangkit dan memanggil Hisui tetapi Mei dan Eruru menghentikan dia.

"Apa yang kalian berdua lakukan!?"

"Mari kita menutup mata sekali ini. Sekali-kali seharusnya baik-baik saja."

"Jika kamu berusaha mengikuti, kamu kemungkinan akan berakhir menderita kutukan penyihir. Ambil kesempatan ini tanpa adanya Kujou-san. Sekarang kamu bisa sepenuhnya menanyakan semua yang kamu mau—tentang keluarganya."

Mendengar saran Eruru, Rushella dengan enggan duduk lagi.

Wanita tua dihadapannya terus tersenyum penuh kasih.

"Bolehkah aku... bertanya? Tentang.... Miraluka...."

"Aku akan memberitahumu segalanya yang aku tahu."

Welfica dengan segera menyetujui dan terkikih ramah.

※ ※

"Duduklah dimanapun yang kamu suka."

"Oke..."

Meskipun menjawab dengan jelas, Hisui masih berdiri ditempat.

Kirika telah membawa dia ke kamar tidurnya.

Meskipun perabotannya tidak semewah kamar Rushella, semuanya masih cukup berkelas tinggi. Kamar dan ranjangnya cukup besar.

Tidak, poin utamanya adalah... ini adalah kamar seorang gadis.

Selain kamar Miraluka dan Rushella, Hisui tidak pernah melangkahkan kaki kedalam kamar perempuan lain.

Mungkin kerena perasaan baru ini, Hisui hanya bisa memandangi sekeliling.

Sepenuhnya tanpa hiburan kasual seperti poster selebriti atau majalah fashion, kamar yang rapi dan tepat yang sangat sesuai dengan gaya Kirika.

Buku teks dan buku referensi disusun rapi diatas mejanya, bukti sempurna untuk nilai-nilainya yang mengagumkan.

Memutar pandangannya, Hisui menemukan ranjangnya penuh dengan kemewanan yang manis. Disamping bantalnya ada boneka beruang.

Apakah beruang itu adalah bantal tubuh...? Saat pemikiran ini melintasi pikiran Hisui, kemanisan Kirika telah meroket.

Itu sangat cocok dengan dia, sungguh tak terduga.

Sejujurnya, Hisui benar-benar ingin bertukar tempat dengan beruang itu.

"Apa ada masalah, kenapa kamu melamun sambil berdiri disana?"

"Oh, bukan apa-apa..."

Gemetar, Hisui tak punya pilihan selain duduk dimana dia berdiri.

"Kenapa kamu duduk disana? Benar, meskipun satu-satunya kursi disini adalah yang ada didepan meja... Kenapa kamu tidak duduk di ranjang?"

"...Bolehkah?"

"Boleh."

Hisui dengan hati-hati mendekati sisi ranjang dan duduk pada pinggiran dekat kaki ranjang tersebut.

Tubuhnya langsung tenggelam kedalam kasur tersebut. Itu tampak seperti sangat nyaman untuk tidur.

"...Hei, omong kosong apa yang aku pikirkan?"

Hisui diam-diam menegur dirinya sendiri dan menggelengkan kepalanya untuk menghilangkan pikiran-pikiran tak senonoh.

Kirika segera mendekat dan duduk disamping Hisui.

Sebuah aroma segera menduduki indra penciumannya.

"Kenapa kamu bersandar begitu dekat?"

"Ini adalah kamarku. Itu adalah kebebasanku untuk duduk dimanapun yang aku mau, kan?"

"....Benar."

"Ini, perantara pemblokir cahaya. Aku membuat lebih dari biasanya, jadi itu seharusnya cukup untuk festival olahraga dan selama latihan."

"Oh terimakasih."

Hisui menerima dari tangan Kirika sebuah botol tersegel, cukup besar untuk ditaruh pada telapak tangan seseorang. Cukup memadai dalam kuantitas.

"Aku tidak tau kenapa, tetapi gadis itu begitu bersemangat pada lari estafet... Dia bahkan berbicara tentang melakukan latihan. Kurasa dia menyukai olahraga tetapi kelas PE kebetulan menjadi satu-satunya pelajaran yang dia hanya bisa menonton. Pasti ada banyak frustasi yang terpendam yang telah dia tekan didalam, kan?"

"Kata-katamu cukup cabul. Apa maksudmu dengan frustasi terpendam?"

"Oh aku tidak bermaksud seperti itu."

Sebelum dia menyadarinya, wajah Kirika sangat dekat, tetap didepan wajahnya.

Sangat dekat.

Terlalu dekat.

"Umm, senpai... bukankah kamu punya sesuatu untuk dibicarakan tentang festival olahraga?"

"Masalah itu tidaklah penting. Sekarang ini, kami tidak kekurangan dalam tenaga kerja. Jika kamu dibutuhkan... aku akan memberitahumu."

"Kalau begitu... kenapa kita datang ke kamarmu? Kamu bisa memberi hal itu pada perjalanan kembali..."

"Kamu tidak mengerti?"

Kirika membungkuk bahkan lebih dekat.

Cukup dekat untuk bibir mereka untuk bersentuhan.

Aroma manis memenuhi lubang hidungnya pada saat yang sama.

Tak seperti aroma dari sampo, itu tampaknya sebuah parfum.

Meski demikian, meskipun saat ini hari libur, menggunakan parfum tidak seperti gaya Kirika karena dia mematuhi dengan ketat peraturan sekolah.

Selain itu, itu adalah sesuatu yang seharusnya digunakan pada sebuah kencan dengan seseorang yang kamu sukai, tetapi sekarang ini, dia hanya mengundang aku ke rumahnya sebagai seorang tamu—tak ada alasan bagi dia untuk menggunakan parfum, kan?

"U-Ummmm...."

Sial.

Jika ini berlanjut, aku dalam masalah besar.

Tetapi... Aku tak bisa mengerahkan kekuatan apapun.

Saat Kirika semakin mendekat, Hisui telah ditekan dibawah tubuh Kirika dan berbaring telentang diatas ranjang.

Karena telah ditekan oleh Rushella dan Mei secara rutin, Hisui menyadari bahwa situasinya saat ini cukup genting.

Ya, dia serius kali ini.

"S-Senpai...?"

Payudara lembut Kirika tengah ditekankan pada dadanya. Meskipun tidak pada tingkat Rushella dan Mei, miliknya sudah cukup menggairahkan.

Sekilas samar-samar pakaian dalam ungu muda berkelas tinggi bisa dilihat dari garis lehernya. Itu sangat sesuai dengan dia.

Kakinya yang panjang dan ramping tengah melilit Hisui.

Selanjutnya, Kirika melepaskan ikatan rambutnya yang panjang dengan hati-hati.

Rambutnya yang indah dan bergelombang memancarkan aroma sampo.

Tetapi suatu macam aroma, bahkan lebih terkonsentrasi, tengah memenuhi ruangan.

Manis, menyihir—sebuah aroma yang melenyapkan rasionalitas seseorang.

Hisui memfokuskan matanya dan menemukan ekspresi Kirika sedikit aneh.

Wajahnya merah cerah karena bergairah dan tatapannya goyah.

Hisui menduga bahwa dia sendiri mungkin kelihatan sama.

Sungguh aneh, jantungnya berdebar kencang seperti menggila.

Tubuhnya terasa mendidih dan kelelahan, mungkin bukan hanya karena Kirika menekan erat pada dia.

Lebih jauh lagi.... Darah saat ini mengalir ke tubuh bagian bawahnya.

"Apa... yang terjadi....?"

Hisui memalingkan wajahnya dengan susah payah dan melihat sekeliling, mencari jawabannya.

Dia segera menemukan penyebabnya.

Disudut kamar, sebuah lilin wangi menyala.

Ditengah-tengah gelas berwarna, api yang berkedip-kedip memancarkan keindahan yang mempesona, penuh fantasi.

Aroma yang naik dari sana dipenuhi dengan rasa manis yang menggoda.

"Senpai, ada apa dengan lilin itu?"

"Grandma... memberi itu padaku. Dipersiapkan secara khusus oleh penyihir... terbuat dari sebuah aphrodisiac yang sangat diperlukan untuk malam-malam bergairah. Beliau bilang... ketika aroma tersebut memenuhi seluruh kamar... itu akan membantu aku..."

"H-Hei....! Bagaimana bisa nenekmu dengan sembrono memberi sesuatu yang begitu keterlaluan pada cucunya... berkat dia, masing-masing kesucian kita berada dalam bahaya disini!"

"Grandma bilang... saat itu, beliau mengandalkan ini untuk menaklukan Granpa juga..."

Draculea V04 - BW03.jpg

"Woah, itu semacam cerita yang gelap. Hei senpai, bisakah kamu tenang sedikit? Mari kita bangun terlebih dulu...."

"Kamu tidak suka aku?"

Kirika bertanya dengan khawatir sementara jarinya bergerak berputar-putar pada dada Hisui.

"Tidak, ini bukan seperti aku tidak menyukai kamu..."

"Kamu menghabiskan semua waktumu dengan Rushella-san, kamu di kelas yang sama dengan Sudou-san, dan kamu selalu berpasangan dengan Kariya-san... hanya aku, yang kamu tinggalkan?"

"Tidak, ini tidak seperti itu..."

Buruk.

Serius, buruk.

Yang paling penting, Hisui merasakan kesadarannya sendiri menjadi kabur.

Sebelum dia mengetahuinya, Kirika sudah membuka kancing kemeja Hisui. Bajunya juga terbuka, memperlihatkan bra unggu muda.

Tangannya yang lain terulur kearah sabuk Hisui. Bibirnya tengah mendekat.

Pengaruh aroma tersebut menyebabkan Hisui kehilangan kekuatan diseluruh tubuhnya.

Bahkan menghindari sebuah ciuman berada diluar kemampuannya.

※ ※

"Jadi.... aku akan mendengarkan sedikit. Cerita tentang Miraluka."

Rushella menyilangkan lengannya, merengut saat dia berbicara.

Welfica menutup matanya sebentar kemudian meletakkan kembali cangkir tehnya ke nampan.

"Harap maafkan aku karena menjawab pertanyaanmu dengan sebuah pertanyaan. Dalam kenyataannya, kamu tidak perlu bertanya padaku... kenapa tidak bertanya pada Hisui-kun secara langsung? Kemungkinan besar, dia akan tahu lebih baik daripada aku. Bagaimanapun juga, dibandingkan aku, dia menghabiskan waktu jauh lebih banyak bersama dia."

"...Tidak."

Rushella menatap tidak senang. Seperti yang Welfica katakan, dia punya banyak kesempatan untuk menanyai Hisui tentang Miraluka.

Meskipun Hisui selalu menutup rapat-rapat tentang masalah ini, jika Rushella bersikeras, dia mungkin akan berkompromi.

Namun, untuk beberapa alasan, Rushella tidak mau mendengar dia berbicara tentang topik ini.

Dia tidak mau mendengar Hisui berbicara vampir yang lain.

"Kujou-san dibesarkan oleh vampir Miraluka, dengan demikian itu tak terelakkan bahwa sudut pandangnya dari rasa baik hatinya akan ditetapkan... Dalam kenyataannya, dia pasti melihat segalanya dengan kacamata berwarna. Dari sudut pandang netral, dalam mencari sifat sejatinya sebagai seorang vampir, kami juga ingin menjernihkan masalah ini."

Eruru mengabaikan conflik dalam hati Rushella dan melengkapi dengan nada suara yang tenang.

Seperti Rushella, dia punya banyak kesempatan untuk bertanya pada Hisui tentang Miraluka. Dia tidak melalukannya, dalam pertimbangan perasaan Hisui... serta alasan yang dia uraikan barusan.

"Seorang anak laki-laki dibesarkan oleh seorang 'Leluhur Sejati'.... memang, sudut pandanganku berbeda dari milikmu."

"Anda pasti telah mendengar tentang keributan sebelumnya yang disebabkan oleh vampir 'Murni dari yang Murni' dijalanan. Meskipun insiden tersebut telah diselesaikan, itu mungkin bahwa masih ada lebih banyak vampir garis keras yang bersikeras dalam mempertahankan garis keturunan vampir. Dan kuncinya terletak pada 'Leluhur Sejati'—jika apa yang anda dan Kujou-san katakan adalah benar, maka seharusnya tidak ada lagi 'Leluhur Sejati' didunia ini. Apa yang terjadi?"

Eruru mendekati inti permasalahan.

Mengabaikan Rushella yang duduk disamping, menundukkan kepalanya dalam kemurungan, Eruru mencondongkan tubuhnya kedepan, berusaha mencari jawaban.

"...Aku tidak tau juga. Lebih akuratnya, rahasia dari 'Leluhur Sejati' hanya diketahui Miraluka sendiri serta keturunan langsung dari garis keturunan. Ketika aku bertemu dia di masa lalu, aku hanya mendengar beberapa kata. Itu adalah dahulu sekali, saat itu terjadi, aku diusia yang sama dengan kamu sekarang—"

Welfica mulai menceritakan tanpa kenal lelah.

Di masa lalu, dia pasti semuda dan secantik Kirika. Selama waktu itu di masa mudanya yang bersemi, dia bertemu seorang vampir.

"Dia benar-benar cantik, sampai pada titik bahwa itu membuat aku enggan menerapkan deskripsi 'cantik' pada siapapun juga. Dari penampilan, dia hanya terlihat dua atau tiga tahun lebih tua daripada aku saat itu, namun kata-katanya menyiratkan kesesakkan, kedalaman dan kegelapan."

"Apa yang dia katakan pada anda?"

"Itu hanya pembicaraan kecil. Tak keluar dari bidang percakapan santai. Mungkin bagi dia, seluruh dunia tidak peduli sama sekali. Kesepian... bukan, kesendirian akan lebih sesuai untuk dia sebagai deskripsi. Para vampir pada umumnya mempunyai perasaan yang kuat tentang kerabat dan akan mencurahkan upaya terbaik mereka untuk memperkuat kekeluargaan, tetapi dia sepenuhnya bertolak belakang. Dia bilang dia tak punya keluarga ataupun bawahan. Seharusnya, dia tidak pernah memberi kelahiran untuk anak ataupun membuat orang lain sebagai pelayannya."

"Dengan kata lain, dia membunuh setiap manusia yang dia minum darahnya?"

Eruru bertanya dengan tajam.

Meskipun dia dipaksa untuk meminum darah untuk bertahan hidup juga, dia tak punya niat melihat nasib terkutuk ini dengan ketidakpedulian yang tenang.

"Mungkin. Dalam kenyataannya, dia melakukan itu didepan mataku. Namun, semua orang yang darahnya dihisap tersenyum semuanya, mati dalam sukacita dan ekstasi. Mengingat mereka adalah orang-orang tunawisma diambang kematian, bagi mereka itu mungkin menjadi keselamatan."

"...Sungguh orang yang aneh. Jika aku adalah dia, aku tidak akan menghisap darah dari orang-orang semacam itu. Rasanya pasti benar-benar mengerikan."

Rushella menggerutu.

Justru sebagai seorang anggota dari ras yang sama, dia mendapati itu semua lebih tak bisa dijelaskan.

Disisi lain, Eruru mengerutkan kening dengan cara yang menakutkan.

"Itu mungkin kemunafikan. Memberi kematian tanpa rasa sakit pada orang sekarat, berpikir itu baik-baik saja untuk membunuh mereka yang tak lagi berkeinginan untuk hidup... Apakah ini merupakan pembenaran?"

"Mustahi. Dia memahami ini lebih jelas daripada apapun. Untuk bertahan hidup, harus meminum darah. Dan dia ingin terus hidup. Meskipun kehilangan segalanya, dia harus hidup dalam kesendirian, hidup di dunia yang Dia(laki-laki) selamatkan—itulah yang dia katakan, bagi dia, mungkin meminum darah manusia lebih seperti semacam penyiksaan mental."

Welfica mendesah sedih dan meneguk teh. Setelah berpergian jauh sepanjang perjalanan dalam kehidupan, hampir mencapai akhir, mungkin persis kerena itu, dia bisa memahami perasaan seorang vampir yang hidup tiada akhir.

"Aku masih muda saat itu, menemukan orang dewasa yang buruk dan membenci dunia ini yang penuh dengan perang dan konflik. Jadi aku meminta dia untuk meminum darahku. Aku memberitahu dia bahwa aku menginginkan untuk menjadi kecantikan yang abadi seperti dia."

"....!"

Eruru menatap dengan mata terbelalak kaget.

Manusia yang secara sukarela menawarkan leher mereka pada vampir sudah pasti tidak sedikit.

Dan justru karena orang seperti itu ada, itulah bagaimana dhampir dilahirkan.

"Tolong maafkan kekasaran saya tetapi itu benar-benar bodoh. Untuk secara sukarela menyerah menjadi manusia, itu tak bisa dianggap hanya sebagai dorongan hati masa muda, kan?"

"...Memang. Pada akhirnya, dia menolak aku. Dia mengatakan dia akan terus hidup tanpa membutuhkan siapapun. Belum terlalu lama sebelumnya, yang terakhir dari teman-temannya telah hancur. Dia adalah satu-satunya yang tersisa diantara orang-orang yang meminum darahnya(laki-laki) pada hari itu. Untuk melestarikan eksistensi-Nya(laki-laki) selamanya, dia harus terus hidup. Tanpa melahirkan anak, tanpa membuat pelayan, karena iitu hanya akan menyebabkan dia menjadi lemah... Setelah mengatakan itu, dia menghilang dihadapan mataku. Sampai hari ini, aku masih sangat berterimakasih pada dia. Tanpa penolakannya padaku, aku tidak akan punya cucu yang manis seperti itu sekarang ini, ataupun aku bisa menikmati teh dengan kalian dibawah matahari."

Welfica tersenyum penuh kasih sayang dan menempatkan cangkir tehnya yang kosong pada nampan.

Setelah keheningan sejenak, Rushella berdiri dan mendesak Eruru dan Mei untuk pergi.

"Mari kita pulang. Kita harus memanggil Hisui juga."

"Ini sudah cukup? Pada akhirnya, kita tidak benar-benar mempelajari apapun tentang Miraluka? Jika aku jadi kamu, dalam persiapan untuk strategi masa depan, itu akan lebih baik untuk terus menggali lebih banyak informasi, kan?"

Mei mengistirahatkan kepalanya pada satu tangan sambil dia bertanya tetapi Rushella mengabaikan nasihatnya.

"Semua yang perlu ditanyakan sudah ditanyakan. Miraluka selalu sendirian. Dia sudah pasti tidak tahu tentang pergerakan Fergus. Bahkan jika dia bertemu Fergus, Miraluka tidak akan membantu dia."

"...Mungkin kamu benar. Aku telah menanyakan tentang semua yang ingin aku ketahui. Tetapi bagaimana dengan kamu? Kenapa seorang 'Leluhur Sejati' penyendiri menyelamatkan seorang anak laki-laki manusia, mengadopsi dia dan akhirnya..."

Pada poin ini, Eruru menghentikan kata-katanya.

Dia tidak memegang rasa hormat apapun untuk para vampir. Namun, melalui penjelasan yang terpisah-pisah dari saat-saat terakhir Miraluka yang telah Hisui berikan, Eruru tidak bisa tidak merasa hormat.

"....Akhirnya, kenapa dia menyelamatkan Kujou-san dan mati sendiri? Apa kamu tidak mau tau?"

Eruru secara sengaja menggunakan kata "mati".

Ini adalah tingkat minimum dari rasa hormat yang dia berikan pada Miraluka.

Daripada diarahkan kepada seorang vampir, itu diarahkan kepada almarhum keluarga Hisui, diarahkan kepada dia sebagai seorang wanita.

"Aku tau tanpa perlu bertanya. Selain itu, aku sudah mendengar kira-kira apa yang terjadi dari Hisui. Wanita itu menyelamatkan dia, membawa dia, membesarkan dia... Semuanya atas sebuah kehendak. Itulah yang Hisui katakan. Seharusnya, itulah yang Miraluka katakan sendiri."

"Lalu kenapa Miraluka melakukan semua itu demi dia?"

Welfica bertanya dengan tenang.

Dia adalah satu-satunya orang yang ada yang pernah bertemu Miraluka secara pribadi dan merasa bingung oleh perubahan yang terjadi dengan yang ada dalam ingatannya.

"Dia memperoleh perasaan. Itu semua ada adalah untuk itu. Dia jatuh karena seorang manusia yang tidak signifikan. Itu saja. Untuk berpikir dia mengoceh begitu banyak kebohongan, sungguh seorang wanita yang konyol."

Kata-kata Rushella penuh dengan duri tetapi tidak dimaksudkan sebagai penghinaan yang disengaja.

Lebih tepatnya, hatinya penuh dengan kesedihan dan empati.

"Mendapatkan perasaan... Itu bukan sepihak, kan? Hi-kun... bukankah dia merasakan hal yang sama?"

Secara khusus tajam mengenai hal-hal diantara jenis kelamin, Mei berbicara tanpa ekspresi.

Rivalnya bukanlah Rushella. Miraluka adalah benar-benar musuh yang paling tangguh—dia sudah merasakannya secara samar-samar sebelumnya tetapi ternyata ketakutannya itu bukanlah tak berdasar.

"Mungkin. Sungguh seorang pria yang tak berguna, selalu memikirkan seseorang yang telah mati. Bagaimana kamu menyebut itu, perasaan yang tertinggal, kan?"

Rushella dengan keras mengakhiri percakapan dan berjalan kedalam rumah.

Mei dan Eruru membungkuk pada Welfica dan mengikuti dia.

"Kalian bebas untuk berkunjung lagi kapanpun. Meskipun aku tidak tau berapa hari tersisa yang aku punya, jadi selama aku masih hidup, biarkan aku membantu sebanyak yang aku bisa."

"Ya, saya akan berkunjung lagi."

Rushella tersenyum dan mereka bertiga pergi.

※ ※

"Selamat, akhirnya..."

Krisis kesucian Hisui telah berakhir.

Lebih akuratnya, krisis telah berhenti untuk sekarang.

Kirika yang menyerang saat ini tengah berbaring dengan damai pada dada Hisui, tertidur lelap.

Tentu saja, ini bukan akibatnya. Kirika tiba-tiba pingsan sebelum dia bisa membuat kontak dengan bibir Hisui.

Alasannya tidak diketahui.

Mungkin karena efek parfum tersebut terlalu kuat... serta kelelahan.

Pembelajaran, kegiatan dewan mahasiswa, permintaan Hisui, semuanya dikombinasikan dengan kepribadiannya yang tak kenal kompromi mungkin mengakibatkan kurangnya tidur Kirika.

"Sungguh.... aku benar-benar minta maaf."

Hisui berhati-hati agar tidak membangunkan Kirika dan diam-diam lepaskan diri. Dia membuka jendela untuk ventilasi.

Udara segar segera masuk kedalam kamar akhirnya mengembalikan tubuh Hisui menjadi normal. Rasa sakit tak tertahankan pada tubuh bagian bawahnya akhirnya mereda.

Meskipun dia ingin melarikan diri dari tempat kejadian sebelum kecantikan yang tertidur itu bangun, Hisui merasa bahwa dia tidak bisa meninggalkan Kirika yang pakaiannya acak-acakan begitu saja.

Jika dia pergi tanpa melakukan sesuatu, dia akan menderita pembalasan yang setimpal.

"....Ini bukan pelecehan seksual. Tolong maafkan aku."

Bergumam pada dirinya sendiri mencari alasan, Hisui membantu Kirika mengatur rambutnya yang kusut dan dengan lembut menyelimuti dia.

Setelah pemeriksaan lebih jauh, Hisui hanya bisa mengakui bahwa Kirika benar-benar yang paling feminim dari sekelompok gadis ini.

Usianya yang sedikit lebih tua mungkin penyebabnya, Kirika memiliki pesona tertentu yang Rushella dan Mei tidak punya.

Sejujurnya, Hisui sudah hampir menyebrangi batas barusan.

"...Kurasa aku benar-benar menyia-nyiakan kesempatan yang berharga."

Saat Hisui mendesah, seseorang menerobos kedalam kamar tanpa mengetuk.

"Katakanlah, sudah waktunya untuk pulang.... Hei, apa yang kamu lakukan?"

Membuka pintu, Rushella tiba-tiba menunjuk kearah Hisui.

Mei dan Eruru mengikuti dibelakang dia.

"Hei hei... Hi-kun... Apa yang terjadi? Aku dengan enggan mengijinkan kalian berdua untuk mendapatkan waktu sendirian di kamar, kenapa kemejamu terbuka lebar...?"

Mata Mei berkobar dengan permusuhan... lebih tepatnya, itu adalah niat membunuh.

Ketika niat membunuhnya mencapai maksimum, laser akan ditembakkan dari matanya. Ini bukan metafora. Hisui mengetahuinya.

"Mungkinkah... ini adalah apa yang kau inginkan sejak awal?"

Kaclick. Tangan mungil Eruru memegang pistol yang berat.

Meskipun Hisui selalu bingung dengan dimana dia mengeluarkan pistolnya setiap kali, dia tahu cukup baik akurasi dan kekuatan dari tembakan Eruru.

"Tunggu, tenang, kalian semua... I-Ini bukan seperti yang kalian pikirkan!"

"Kalian berduaan selama kira-kira setengah jam... Yah, itu benar-benar cukup untuk satu ronde, kan?"

"Kenapa Uno-senpai tertidur diatas ranjang...?"

Ketiga gadis itu mendekat dengan cara yang menakutkan.

Mungkin terbangun karena suasana mengerikan disekeliling, Kirika menggosok matanya dan duduk.

"Hmm, apa yang terjadi....?"

"Oh, sungguh waktu yang sempurna bagimu untuk bangun! C-Cepat jelaskan! Katakan pada mereka ini hanya lelucon yang kamu mainkan, Senpai!"

Sambil memohon pada saksi, Hisui secara tak sengaja menatap dada Kirika.

Memang, tepat pada dadanya.

Sebelum menempatkan Rencana C dalam pergerakan, Kirika telah membuka kancing pakaiannya untuk mengungkapkan bra ungu muda, yang merupakan pilihan warna yang berani untuk dia.

Kalau hanya itu saja.

Namun, meskipun itu tidak sepenuhnya baik-baik saja, itu tidak seperti Hisui sudah tidak melihat bra berkali-kali.

Tetapi karena bra tersebut sedikit keluar dari posisinya ketika dia duduk, itu tak lagi bisa menutupi payudaranya dengan benar dan hampir mengungkapkannya sepenuhnya.

Merasakan tatapan Hisui, Kirika juga melihat ke dadanya.

Beruntungnya, area paling kritis tidak terekspose, tetapi garis lingkaran dan merah muda tertentu sudah diambang memasuki pandangan.

Bergoyang-goyang pada garis tipis diantara terbuka dan tidak terbuka, pemandangan itu bahkan lebih provokatif.

Tanpa pengecualian, setiap laki-laki akan memfokuskan tatapannya pada situasi semacam ini, mati-matian berusaha menangkap kilasan apa yang terletak dibawahnya.

Ya, Hisui tengah menatap secara tajam.

Kemudian tatapan mereka bertemu.

Wajah Kirika menjadi semakin merah.

Selanjutnya, ketiga perempuan dibelakang Hisui juga menjadi merah untuk alasan yang berbeda.

Dengan seorang penyihir didepan dan para monster dibelakang, Hisui terjebak ditengah-tengah. Dihadapkan dengan pemandangan payudara Kirika yang dia tidak bisa mengalihkan matanya, Hisui memberikan pendapat jujurnya dalam suara yang hampa.

"Payudara yang indah, berukuran sempurna."

Itu menjadi kata-kata terakhirnya.

"Kyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaah!!"

Kirika menjerit nyaring.

Sambil menangis, dia membenamkan diri dibawah selimut sementara teriakan lain terdengar dari samping dia.

"Tidak, tunggu! Ini adalah sebuah kesalahpahaman..."

"Kau berisik, diamlah!"

"Hi-kun... Maukah kamu mati sekali?"

"Kau harus ditembak diantara kaki."

Beberapa menit kemudian, Rushella dan para gadis mulai berjalan pulang.

Kirika tetap mengunci diri dalam kamarnya, jadi Welfica harus mengantarkan tamu-tamu mereka menggantikan cucunya.

"...Dia masih muda. Kenapa tidak menunjukkan belas kasihan pada dia kali ini?"

Wanita tua itu menyarankan dengan kasih sayang. Disisi lain, Rushella dan para gadis membungkuk dan berpamitan tanpa ekspresi.

Empat pengunjung yang datang, tetapi hanya tiga dari mereka yang berpamitan.

Ditangan Rushella adalah sisa-sisa pemuda yang sepenuhnya dipukuli.... Lebih tepatnya, itu adalah tubuh yang menyerupai seseorang tertentu, diseret dengan kasar dibelakangnya. Siapa itu? Orang yang lewat tidak ada yang tahu.


Sebelumnya Bab 1 Kembali Ke Halaman Utama Selanjutnya Bab 3