Silver Cross and Draculea (Indonesia):Jilid05 Bab2

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Chapter 2 - Crimson Confusion[edit]

Malam penuh dengan keheningan.

Cahaya bulan purnama jatuh pada permukaan air, memantulkan sinar bulan yang tenang, seakan mewarnai gelombang dengan lapisan ketenangan.

Kediaman barat bergaya retro berdiri tegak disamping pantai yang sedikit menonjol sementara suara menyegarkan dari ombak yang pecah bisa terdengar di kejauhan.

Kediaman tipe ini tampak sedikit aneh dalam penampilan, tetapi itu adalah sebuah rumah perawatan yang berperlengkapan penuh.

Dibangun secara sengaja disamping laut, rumah megah ini membuktikan milik seseorang yang kaya.

Meski demikian, pemiliknya tidak punya banyak waktu yang tersisa untuk menikmatinya.

Karena dalam waktu dekat yang sebentar lagi, dia ditakdirkan untuk pergi ke surga.

Setidaknya, wanita tua tersebut sangat memahami fakta ini. Duduk disamping jendela, merajut, dia melihat laut dengan ekspresi lembut diwajahnya.

Setelah hidup sampai hari dan usia ini, dia benar-benar berdamai dengan dunia tanpa perasaan was-was. Tak seorangpun layak membenci. Begitu pula dia tidak menyimpan keluhan apapun pada nasib. Sambil mendengarkan ombak yang tenang, dia dalam diam terus merajut.

Seorang pengunjung yang tiba-tiba mengganggu malam yang tenang itu.

Suara primitif dari ombak tengah memainkan sebuah serenada yang elegan.

Melihat langkah kaki anggun mendekat, wanita tua itu—Welfica—tersenyum ramah dan membuka jendela.

"Sudah cukup lama, nona vampir muda."

Tatapannya mengarah dimana sang ratu malam hari yang tengah berdiri dalam diam.

Kulit seputih salju itu muncul dalam kegelapan yang mencengangkan.

Bibir merah.

Mata merah.

Rushella Dahm Draculea.

"Cucuku sangat khawatir tentang kamu. Kamu menghilang secara tiba-tiba, bukan?"

Nenek Kirika—dan guru dalam seni sihir—telah mendengar tentang menghilangnya Rushella.

Cucunya telah memintanya untuk menyampaikan berita apapun pada dia. Meski begitu, Welfica tidak menduga Rushella untuk datang berkunjung sendirian.

"Aku punya sesuatu untuk ditanyakan padamu."

menjaga jarak tertentu dari Welfica, Rushella berbicara.

Dia tampaknya telah kehilangan berat tubuhnya. Kelelahan pada wajahnya juga cukup dalam.

"Apa itu?"

Tangan Welfica melanjutkan pekerjaannya sambil dia menanggapi Rushella.

Sikap santainya sedikit mengejutkan Rushella.

"Jadi kau mau menjawab aku. Aku telah berpikir kau akan memanggil cucumu terlebih dulu."

"Kamu akan pergi jika aku melakukan itu... Atau bahkan mencoba menghentikan aku, menggunakan kekerasan juga, bukan?"

Menyadari bahwa Welfica telah memprediksi rencananya, Rushella tak punya pilihan selain menyembunyikan tangan kanannya, memegang belati miliknya dibelakang punggung.

"Melawan seorang vampir di malam hari akan sedikit terlalu berlebihan bagi tulang-tulang tua ini. Jadi, apa yang mau kamu tanyakan?"

"Tentang diriku sendiri."

Rushella menunjuk dirinya sendiri.

Dengan bulan purnama dibelakang dia, gadis yang tampak lembut itu bertanya penuh kesedihan.

Draculea V05 - BW03.jpg

"Siapa aku?"

Pertanyaan ini dipenuhi dengan rasa sakit yang menyayat hati.

Ini adalah perasaan kehilangan asal-usul dari tidak pernah memiliki sebuah kepribadian pada mulanya daripada kehilangan itu.

Tanpa bukti apapun untuk menanggung kesaksian pada pemahaman dirinya, eksistensi Rushella begitu transparan, hampir menghilang dalam kegelapan malam hari.

Melihat gadis ini yang di usia yang sama dengan cucunya, Welfica menggeleng meminta maaf.

"Aku tidak punya jawaban. Siapa kamu adalah sebuah pertanyaan yang kamu dan anak laki-laki disampingmu yang seharusnya tau, bukan?"

"Wanita itu menyebut aku seorang penipu."

Tentu saja, Rushella tidak menerima jawaban tersebut dan mengatakan kebenaran yang menyayat hati.

"Jika apa yang dia katakan adalah benar, lalu siapa aku? Seseorang tanpa nama yang berpura-pura menjadi seorang Leluhur Sejati? Lalu bagaimana penjelasan lambang dari darah segar itu? Kenapa aku tidak punya ingatan? Kenapa aku tertidur sampai baru-baru ini? Kenapa——"

"Kenapa kamu tidak menemui dia. Itulah apa yang ingin kamu tanyakan, bukan?"

Welfica tersenyum ringan.

Wajah tersenyumnya yang menyenangkan membuat Rushella merasa tidak tau apa yang harus dilakukan, jatuh terdiam.

Tetapi segera, dia menggelengkan kepalanya untuk menolak saran Welfica.

"Diam... Aku sudah melupakan dia."

"Lalu kenapa kamu datang kesini? Jika kamu sudah memutuskan komunikasi dengan dia, maka itu akan lebih baik jika kamu tidak melihat aku."

"...Karena tak ada orang lain lagi yang bisa aku tanyai. Aku sudah mencoba mencari asal-usulku sendirian. Entah itu para peneliti ilmu gaib dan para sejarawan, aku menggunakan mata mistik untuk membuat mereka berbicara tetapi tidak pernah mendapatkan tanggapan yang memuaskan. Mau bagaimana lagi, satu-satunya pilihanku adalah datang padamu."

"Aku mengerti. Tetapi kurasa aku akan mengecewakan kamu. Terakhir kali, aku sudah mengatakan segalanya yang aku ketahui."

"Para Leluhur Sejati sudah tidak ada lagi... Leluhur Sejati yang terakhir adalah Miraluka, kan? Dalam hal ini, siapa aku!?"

"Kenapa kamu tidak bertanya pada Miraluka secara langsung?"

"....!"

Rushella membuat penampilan yang bertentangan.

Memang.

Itu sudah pasti akan menjadi cara yang tercepat.

Orang yang harus dia temukan terlebih dulu adalah Miraluka.

"Aku sudah mengetahui dari pesan teks Kirika bahwa dia sudah kembali. Dan dia saat ini berada di rumah Kujou-kun... lebih tepatnya, dia saat ini berada dirumahnya sendiri."

"....."

Wajah Rushella menjadi marah.

Mengepalkan tinjunya mati-matian, dia menggertakkan giginya.

"Aku selalu berpikir bahwa kata 'kematian' adalah hal yang terjauh yang orang akan asosiasikan dengan dia... Seperti yang orang akan menduga, dia masih hidup. Bukankah ini sempurna? Itu juga memberi kamu sebuah alasan untuk kembali."

"Seperti ada yang akan melakukannya saja...."

Rushella tak mampu menolak gagasan tersebut sepenuhnya.

Welfica melanjutkan, mencoba membujuk dia.

"Seandainya aku atau seseorang yang lain mengetahui kebenaran dari identitasmu dan memberitahumu—meski demikian, kamu masih tidak akan menemukan keselamatan."

"Bagaimana kau tau?"

"Siapapun akan tau setelah hidup begitu lama, bahkan jika aku seorang manusia yang berumur pendek. Kamu hanya berharap mencari tau tentang masa lalumu untuk mengisi kekosongan dalam hatimu. Dan tak peduli siapa kamu, yang sekarang ini tidak akan berubah."

"Apa bedanya jika aku kembali?"

Dia bergumam acuh tak acuh.

Karena dia sudah membulatkan tekad dalam hatinya.

Jika dia kembali sekarang tanpa tau malu bahwa semuanya telah menjadi seperti ini, dia tidak akan memutuskan untuk menghilang.

"Hal itu hanya akan mengulangi seperti dulu. Itu lebih baik aku tidak ada disana, terutama dengan wanita itu ada disana. Kami tidak akan saling melihat lagi."

"Sungguh pesimis dirimu. Terakhir kali aku melihatmu, kecerahan memancar dari seluruh tubuhmu, hampir seperti kamu bukanlah seorang vampir."

"......"

"Ikuti pilihanmu sendiri, tetapi jangan menyesalinya. Namun, kamu harus lebih memberi perhatian untuk mengurus tubuhmu, bukan?"

"Apa yang kau bicarakan?"

Melihat Rushella berpura-pura bodoh, Welfica mengulurkan tangan kirinya kearah Rushella.

Ada setitik tetesan darah pada jari telunjuk kirinya.

Ini adalah luka kecil tertusuk oleh jarum rajut yang dia pegang ditangannya.

Tetesan darah itu, merembes melalui kulit, menyebabkan sebuah perubahan pada mata Rushella.

Matanya menjadi merah.

Hidungnya bergetar saat dia menunjukkan taringnya yang tajam.

Didorong oleh naluri, Rushella merasa terdorong untuk mendekati Welfica. Dengan susah payah, dia menghentikan dirinya sendiri, menutupi hidung dan mulutnya kemudian mundur.

"Menginginkan darah bahkan dari seseorang yang tua dan jompo seperti aku... Kamu pasti cukup haus, sudah jelas. Aku mendengar dari Kirika bahwa kamu tidak membawa persediaan cadangan darah Kujou-kun. Aku tidak bisa percaya kamu benar-benar menahan diri dari meminum darah setetespun selama ini?"

"....."

Rushella tidak menjawab. Memeluk dirinya sendiri erat-erat, dia mencengkeram lengannya mati-matian, kuku-kukunya menggali jauh kedalam dagingnya, berusaha keras untuk mengendalikan nafasnya.

"Kamu pasti memahami. Tak ada vampir yang bisa lepas dari takdir darah. Menentang nalurimu hanya akan membunuh pikiranmu. Kenapa kamu begitu keras kepala?"

"...Siapa yang tau."

Rushella akhirnya mendapatkan kembali kewarasannya. Meninggalkan Welfica, dia berdiri ditempat yang bahkan lebih jauh.

"Maaf mengganggumu. Jika memungkinkan, tolong jangan beritahu Hisui dan yang lainnya tentang kunjunganku."

"Aku tidak bisa menjanjikan itu. Jika temannya tidak kembali, Kirika akan merasa sedih."

"......"

Rushella tidak mengatakan apa-apa lagi.

Berbalik, dia melompat, melompat keluar dari bangunan dan berlari menuruni tebing.

Seperti yang diduga dari seorang vampir di malam hari, kecepatan itu sangat luar biasa.

Tak ada harapan mengejar dia. Menghubungi kelompok Hisui sekarang adalah tak berguna juga.

Dengan sedikit kesedihan, Welfica melihat dia pergi kemudian kembali pada pekerjaan di tangannya.

Sekeliling kembali menjadi tenang dengan cepat saat malam yang gelap menjadi semakin gelap.

Fajar masih jauh.

※ ※

"Lihatlah wajah gelisahmu itu. Ada apa? Sesuatu membuatmu tidak senang?"

"Kenapa tidak bertanya pada dirimu sendiri dengan jujur? Tolong jangan datang kesekolah lagi."

Di meja makan, dua orang tengah duduk berhadapan. Hisui menggerutu dengan cemberut pada wajahnya.

Menu malam ini termasuk daging dan rebusan kentang, acar dan bayam sebagai lauk. Sudah lama sejak Hisui makan jenis masakan tradisonal jepang ini.

Dengan Miraluka sebagai juru masak, tak perlu dikatakan lagi, rasanya sangat lezat—lebih tepatnya, bagi Hisui, ini termasuk sebagai rasa nostalgia dari masakan rumah sehari-hari. Tak peduli seberapa banyak mulutnya mengeluh, sumpit ditangannya tidak pernah berhenti memberikan makanan.

Setelah hidup begitu lama, keterampilan memasak vampir ini telah mencapai tingkat master koki. Bahkan masakan jepang sangatlah mudah bagi dia.

Sejak Hisui sudah SMP, Miraluka jarang memasak sendiri, tapi hari ini adalah sebuah kesempatan langka ketika dia melakukannya setelah sekian lama.

"Apa yang salah dengan orang tua pergi untuk melihat pembelajaran anak mereka? SMA bukanlah pembelajaran wajib dan membutuhkan biaya untuk dibayar. Dengan kata lain, orang yang membayar punya hak untuk mengetahui sikap belajar seperti apa yang ditunjukkan oleh orang yang pergi kesekolah, bukankah kamu setuju?"

Tidak mampu menemukan argumen balasan terhadap kata-katanya, wajah Hisui menjadi semakin buruk.

Meskipun dia telah mengalami hidup sendiri, hal ini bukanlah kebebasan sepenuhnya karena dia menikmati warisan yang ditinggalkan oleh Miraluka.

Itu masuk akal jika dia benar-benar mati, tetapi sekarang dia ternyata masih hidup... Hisui tak punya kata-kata untuk membantah dia.

"...Itu benar-benar membuat aku kesal bahwa masakanmu begitu lezat."

"Apa katamu?"

"Bukan apa-apa."

Hisui diam dan melanjutkan makan.

Ini benar-benar rasa yang membawa kembali kenangan.

Hanya Miraluka yang asli yang bisa membuat rasa seperti ini.

Berpura-pura membantu di dapur, Hisui telah mengamati setiap gerakan dia sebelumnya. Bahkan tekniknya yang berpengalaman sangat identik dengan apa yang telah dia lihat dimasa lalu.

Hisui tidak meragukan keaslian dari orang didepan matanya, tetapi dia hanya tidak bisa percaya Miraluka kembali sepenuhnya.

Cukup terguncang, hatinya merasa kekurangan rasa realitas.

Sedikit demi sedikit, perasaan ini mengubah kehidupan normal sehari-hari yang mereka berdua berbagi bersama-sama.

Namun.

Ada sesuatu yang hilang dalam hati Hisui.

"Ada apa? Kau melamun, menatap wajahku."

"....Bukan apa-apa. Aku kenyang. Biarkan aku yang membersihkan."

Menghindari tatapan Miraluka, Hisui mengambil peralatan untuk dicuci.

Meskipun Miraluka yang seperti ratu bisa memasak, dia meninggalkan semua tugas-tugas lain pada Hisui.

Sambil mencuci piring, Hisui dengan santai menanyai dia.

"Ngomong-ngomong, kau benar-benar tidak tau kemana perginya Rushella?"

"Tidak tau, aku ingin menanyai kamu, sebenarnya. Tampaknya dia cukup keras kepala tentang kamu. Kenapa dia pergi begitu saja?"

"Siapa yang tau."

Hisui pura-pura tenang dan menjawab tanpa emosi.

Bukannya bertanya saling berhadapan secara langsung, dia menanyakan pertanyaan tersebut sambil melakukan pekerjaan lain sehingga bisa menyembunyikan kegelisahan dalam hatinya.

"Apa dia merasa takut padaku...? Aku meragukannya. Tetapi itu sedikit merepotkan bahwa dia menghilang."

"Apa maksudmu?"

"Hoh."

"...Kau tidak kenal Rushella, kan? Kemarin, kau bahkan menanyai aku bagaimana aku bisa mengenal dia... Apa hal itu benar-benar mungkin bagimu untuk tidak mengenal vampir lain?"

"Tentu saja. Bagiku, semua vampir adalah orang asing selain diriku sendiri. Leluhur Sejati yang lain mungkin merasakan perasaan tanggung jawab terhadap pelayan dan keturunan mereka, tetapi aku tidak punya keluarga selain kamu. Oleh karena itu, aku tidak peduli."

Setelah berpindah tempat ke ruang tengah, didepan televisi, Miraluka menjelaskan secara acuh tak acuh.

Seperti Hisui, dia tidak tertarik pada topik ini ketika mengerjakan tugas lain.

"Lalu... apa identitas Rushella? Seorang vampir yang bukan Leluhur Sejati... tetapi dia memiliki karakteristik dari Leluhur Sejati yang kau beritahukan padaku. Noda darah yang secara otomatis membentuk sebuah lambang, mata mistik yang bisa mengendalikan semua mahluk. Dia... siapa sebenarnya dia?"

Setelah menyelesaikan mencuci piring, Hisui melepas apronnya dan kembali ke ruang tengah.

Tetapi Miraluka tidak melihat dia.

"Kamu benar-benar peduli tentang dia. Selama aku tidak ada, apa kamu mulai memiliki perasaan untuk dia?"

"Jawab pertanyaanku. Kenapa dia, seorang penipu seperti yang dituduhkan olehmu, memiliki karakteristik yang sama sebagai seorang Leluhur Sejati seperti kamu?"

"Cobalah sedikit berpikir sendiri."

"....Hei."

Mendengar itu, Hisui tidak bisa tidak merasakan kemarahan meningkat pada hatinya, tetapi Miraluka tetap tidak terpengaruh.

Mungkin karena tidak ada yang layak ditonton pada saat ini, Miraluka mematikan televisi dangan cara kebosanan. Matanya masih terpaku pada layar yang gelap tersebut, dia mulai berbicara tanpa lelah seolah-olah membaca sebuah puisi.

"Aku selalu sendirian, tetapi para Leluhur Sejati yang lain berbeda. Garis keturunan mereka sendiri, atau lebih tepatnya, apa akan disebut kesejahteraan dari ras vampir—Mereka akan menganggap hal ini sebagai prioritas yang penting. Aku rasa Leluhur Sejati seperti ini telah ada. Dalam hal ini, mereka harus mempertimbangkan langkah-langkah penanggulangan: bagaimana seharusnya mereka mempertahankan aturan dari para vampir setelah kehancuran mereka? Didalam kerabat darah mereka sendiri, bagaimana mereka bisa memelihara penerus? Mereka pasti telah mendedikasikan banyak pemikiran pada masalah-masalah ini. Jika tidak, mereka pasti akan meminta bantuanku kemudian mencela aku karena menolak mereka."

"Apa-apaan itu!? Apa yang dilakukan para Leluhur Sejati yang lain? Vampir itu, Murni dari yang Murni, orang yang kami lawan sebelumnya, dia mengatakan dia ingin memintamu untuk membantu menghidupkan membangkitkan klannya. Apa ini berhubungan!?"

"Ini adalah pertama kalinya aku mendengar hal itu. Untuk berpikir kamu melawan seorang Murni dari yang Murni dan selamat, seperti yang diharapkan dari keluargaku... lebih tepatnya, hal itu berkat konstitusimu, kan?"

"Entah bagaimana, itu adalah pemberianmu, kan? Apa sekarang, kau mulai membual?"

Hisui membalas tidak senang sementara Miraluka tersenyum samar.

"Memang, aku ingin sedikit membual sekarang dan selanjutnya. Aku sudah membesarkan kamu begitu baik, untuk menjadi pasangan yang bagus untukku."

Sebelum Hisui mengetahuinya, Miraluka sudah ada didepan matanya.

Sebagai seorang vampir, menyembunyikan hawa kehadirannya sambil bergerak adalah semudah bernafas. Tanpa memberi Hisui waktu untuk berreaksi, dia memeluk Hisui.

"Putra kebanggaanku... Bisakah aku menyebutmu begitu? Atau itu akan lebih baik untuk menyebutmu adikku?"

"Dalam hal usia, aku bahkan tidak memenuhi syarat sebagai seorang cucu..."

"Sungguh berisik, diamlah."

Memeluk Hisui erat-erat, dia membenamkan wajah Hisui pada payudaranya yang menggairahkan.

Sebuah aroma wangi dan terkonsentrasi memenuhi lubang hidungnya. Aroma dewasa yang gadis-gadis lain sama sekali tidak bisa dibandingkan.

Berbeda dari Rushella.

"Lepaskan....!"

"Baiklah."

Secara tak terduga, dia melepaskan Hisui dengan mudah... kemudian Miraluka membawa bibirnya mendekat.

Hisui menduga dia bertujuan pada bibirnya... Tetapi Miraluka mencium keningnya.

"Aku tidak tau apa yang kamu pikirkan, tetapi aku tidak pernah melakukan apapun pada si penipu itu. Jika kamu punya sesuatu untuk dikatakan, itu akan lebih baik jika kamu menyuarakan kekhawatiranmu dan berbicara padaku dengan jelas."

"...Ini tidak seperti apa yang kamu pikirkan. Meskipun aku ingin memahami sampai ke dasar dari semuanya, jika kamu tidak tau... maka lupakan saja."

"Kamu percaya aku?"

"Jika aku tidak percaya kamu, lantas siapa yang akan percaya?"

Hisui menjawab kasar, membawa senyum masam pada wajah Miraluka.

Melihat senyumnya yang tenang dan santai, Hisui tiba-tiba merasa kegelisahan dalam hatinya meningkat secara drastis, sehingga dia meninggalkan ruang tengah.

Sampai pada kamarnya di lantai dua, dia berbaring pada tempat tidur dan menatap langit-langit tanpa apapun yang lebih baik untuk dilakukan.

Miraluka mengetahui sesuatu.

Dia pasti mengetahui sesuatu tentang asal-usul Rushella.

Jika dia dengan keras kepala menanyai dia, Hisui mungkin akan bisa membuat dia untuk menjawab.

Namun demikian, Hisui tidak bisa melakukannya.

Entah itu tentang masa lalu Rushella atau kecurigaannya pada Miraluka, Hisui tidak bisa menyuarakan keraguannya.

Bahkan ponsel disamping dia merasa benci—Dia tidak ingin bercerita pada Eruru dan gadis-gadis yang lain.

Kenapa?

Rangkaian mempertanyakan pada diri sendiri ini membuat Hisui sangat gelisah.

Pencahayaan neon diatas kepala tampaknya mengganggu dia secara sengaja. Hisui mengangkat lengannya untuk menutupi matanya, menenggelamkan dirinya sendiri kedalam kegelapan.

"Apakah aku takut?"

Bergumam sendiri, tak ada yang menjawab dia.

Meskipun dengan hadirnya orang tua yang dia telah menghabiskan bertahun-tahun bersama-sama dan ruangan yang telah dia tinggali selama bertahun-tahun, Hisui merasakan kesepian yang tak terelakkan.

※ ※

Di ruang bawah tanah yang gelap, cahaya lilin berkedip-kedip dari lilin kuno.

Lilin wangi menyala dengan tenang, memenuhi ruang bawah tanah dengan warna dan aroma dari fantasi, mengubah tempat tersebut menjadi benteng milik vampir.

Meja hitam tersebut akhirnya menyambut tuannya yang sejati yang telah menghilang begitu lama—Miraluka.

Larut malam, lewat tengah malam, dia datang ke ruang bawah tanah.

Koleksi buku, wine, serta pedang salib suci, Tzara Blade, tertidur disini. Ini hampir seperti kastil miliknya.

Dia biasanya menghabiskan malam-malamnya tidur dikamar dimana Rushella telah tinggal, tetapi selain dari itu, dia akan selalu datang ketempat ini.

Memegang gelas ditangannya seperti sebuah karya seni berkelas tinggi, Miraluka membuka sebuah botol wine merah dari koleksinya yang berharga.

Aroma yang kaya mulai menyebar didalam ruang bawah tanah, lebih kuat daripada aroma lilin wangi, namun aroma itu tidak bercampur satu sama lain.

Memandangi, mencium dan merasakan—Dia menenggelamkan dirinya sendiri dalam kenikmatan dan rasa yang dibawa oleh wine tersebut sambil memeriksa lengannya sendiri.

Jika seseorang cukup beruntung untuk menemukan lengan yang hilang dari Venus de Milo, sudah tentu itu adalah lengan didepan matanya—sempurna tanpa cacat—tangan bebas miliknya akan menginspirasi fantasi semacam itu pada orang yang melihat.

Kulit bersih yang begitu pucat bahwa itu akan tampak sedikit patologis.

Siapapun akan merasakan keinginan untuk menyentuh dia, namun takut bahwa kecantikannya mungkin akan rusak, pada akhirnya memutuskan hanya menatap dalam diam dari kejauhan, mengagumi kulit sempurna yang hanya ada dalam fantasi.

Kulit ini, milik puncak dari semua vampir, melarang semua tindakan perambahan.

Ada retakan kecil pada telapak tangan dari tangannya.

Daripada hasil pecah-pecahnya kulit yang kasar, noda ini tampak sealami celah dalam mineral.

Bagi seorang vampir yang memiliki kekuatan regenerasi mutlak, apalagi Miraluka yang berdiri sebagai seorang Leluhur Sejati, luka semacam ini tidak seharusnya ada.

Menatap tangannya, Miraluka dengan santai menggulurkan tangannya kedalam panci porselen putih diatas meja.

Seketika, aroma bau mulai menyebar didalam ruang bawah tanah.

Aroma dari darah segar.

Panci tersebut penuh dengan darah merah.

Berserakan di sekitar panci tersebut adalah paket darah yang kosong yang digunakan untuk transfusi.

Volumenya terlalu banyak jika tujuan darah tersebut adalah untuk mengurangi rasa haus seorang vampir.

Daripada meminumnya, Miraluka merendam tangannya kedalam darah tersebut.

Setelah beberapa saat, dia menarik tangannya.

Mengelap tangannya yang berlumuran darah, dia mengungkapkan tangan putih yang halus itu.

Meski demikan, lukanya masih ada.

Mungkin menduga hasil ini, Miraluka tidak menunjukkan kesuraman apapun pada wajahnya yang cantik.

Suara filosofisnya hanya bergema samar-samar didalam ruang bawah tanah.

"Seperti yang kuduga, darah lama tidak bekerja eh?"

Miraluka menjilat darah pada tangannya.

Ujung lidahnya yang merahnya, melingkar pada jarinya, tampak sangat cabul.

Matanya berwarna dengan cahaya merah sementara taring menonjol dari sudut bibirnya berkilau dingin.

"Sungguh rasa yang mengerikan. Sudah kuduga, darah harus diminum secara langsung."

Mengatakan kata-kata yang semua vampir akan setuju, Miraluka berdiri.

Memakai jubah yang tergantung di dinding, dia pergi dengan langkah kaki cepat dan lebih hidup.

Malam hari adalah saat-saat miliknya.

Sang ratu mulai berjalan-jalan.

Larut malam—Reina berjalan menuju sebuah toko.

Tentu saja, ini bukanlah waktu yang sesuai untuk pergi keluar.

Namun, dia kebetulan sulit tidur malam ini. Selain itu, minuman telah habis dirumah. Dalam hal ini, karena berbagai alasan, dia pergi keluar malam ini.

Sejak orang tuanya berada jauh dari rumah karena bekerja, Reina bebas untuk pergi keluar dimalam hari.

Toko terdekat dari rumahnya hanya berjarak lima menit berjalan kaki. Masih ada banyak pejalan kaki di malam hari dan hanya ada sedikit kesempatan untuk mengarah pada kejahatan.

Meski demikian, pada malam ini, jalanan sangat sepi.

Udara yang menusuk tulang menyengat tubuhnya, membuat Reina merasa lebih kesepian.

Membeli minuman di toko, dia segera berbalik untuk pulang.

Tetapi disepanjang jalan, sebuah bayangan tinggi melewati dia, saling bertabrakan bahu.

"Oh my."

Orang tersebut menyadari dia terlebih dulu dan berhenti, berbalik.

Mendengar seseorang memanggil dia, Reina melihat kebelakang juga.

Dia masih bisa ingat wajah cantik itu.

Reina telah melihat dia sebelumnya hari ini selama open house sekolah. —kemungkinan besar kerabat jauh Hisui.

Tetapi bertemu dia pada malam hari, dia memberikan sebuah kesan yang sepenuhnya berbeda dibandingkan dengan siang hari. Tingkat menggodanya jauh lebih tinggi.

Tekanan yang tak terlihat memancar dari seluruh tubuhnya membuat Reina mundur.

"....."

Sedikit tersandung, Reina hampir jatuh.

Dia mengulurkan tangannya untuk menopang dirinya sendiri pada dinding beton di sebelah kanannya, dengan demikian berhasil mempertahankan keseimbangan. Tetapi sayangnya, kebetulan ada retakan kecil pada dinding tersebut. Beton tajam tersebut menggores kulit telapak tangannya, menyebabkan pendarahan.

"...."

Bahkan seekor anjing akan mengalami kesulitan mendeteksi itu, mungkin ini bahkan tidak bisa disebut bau darah.

Meski demikian, wanita didepan matanya menciumnya.

Cahaya merah menyala dalam matanya, dia berjalan mendekat.

"Apa kamu baik-baik saja?"

Tersenyum, dia menggulurkan tangannya yang ramping. Tetapi bukannya menatap tangan Reina, mata wanita itu menatap tetesan darah segar tersebut.

Menjilati bibir merahnya secara terbuka, jelas-jelas dengan motif tersembunyi, dia mendekati Reina.

"Aku bisa mengatakan hanya dari aromanya... Kamu adalah seorang perawan. Harap beri sedikit darahmu padaku."

Meskipun bahasa yang sopan, nada suaranya mirip dengan sebuah perintah.

Seluruh tubuh Reina membeku, terlalu ketakutan untuk bergerak.

Ditatap oleh mata merah itu, tubuhnya terasa terpaku ditempat.

Namun, Reina punya beberapa ingatan tentang tatapan itu.

Mata itu sedikit mirip dengan milik Rushella... Tidak, itu adalah sebelum itu. Hilang dalam ingatannya, kejadian yang terjadi dimalam sebelum festival olahraga.

Tidak, melacak kembali kebelakang yang bahkan lebih awal—itu adalah hari pertama sekolah ketika dia melihat Hisui untuk pertama kalinya.

Pada saat itu, dia juga berada dalam lingkungan yang gelap semacam ini, melihat kebelakang karena seseorang memanggil dia, kemudian——

Masa lalu yang mengerikan muncul samar-samar dalam pikirannya, kemudian menghilang seperti pecahnya gelembung sabun.

Ingatan yang kacau membuat bingung kesadarannya, mencegah dia dari menyadari wanita didepan dia yang telah mengusap tetesan darah dari jarinya dan mendekati lukanya.

Seperti seorang pria, si cantik ini mengangkat tangan gadis muda tersebut secara hormat, mendekatkan bibirnya padanya.

Sebelum adegan cabul semacam itu bisa diwujudkan, hal itu diganggu oleh penyusup lain yang menggemaskan.

"Ini berakhir disini."

Miraluka berpaling untuk melihat Eruru berdiri disana dengan ekspresi yang serius.

"Kariya...-san...?"

Reina bergumam dengan bingung.

Masih merengut, Eruru mendesak Reina untuk segera pulang.

"Seorang gadis tidak seharusnya keluar sendirian pada jam ini. Cepat pulang sekarang."

Meskipun kata-kata ini diterapkan pada dirinya sendiri juga, nada suara Eruru tidak mengijinkan untuk setiap perkataan balasan.

Masih ragu-ragu, Reina tetap terpaku ditempat.

Dia benar-benar tidak tau tentang situasinya, tetapi suara gelap yang berasal dari kenangan masa lalu tengah terdengar dalam hatinya.

Tak mau Eruru terjebak, pikiran ini terlintas dalam benaknya.

"Umm...."

"Cepat!"

Eruru berteriak tegas, membuat Reina menelan sisa dari kata-katanya.

Teman sekelas dan orang tua teman sekelas yang lain—Reina menatap khawatir pada mereka berdua yang saling berhadapan, kemudian menunduk dan dengan cepat dia pergi.

Segera setelah Reina keluar dari pandangan, Eruru mengarahkan Argentum tanpa ragu-ragu pada Miraluka.

"Kenapa kamu mengeluarkan mainan yang menakutkan seperti itu? Apa aku melakukan sesuatu?"

"Tidak ada belas kasihan bagi vampir yang akan menghisap darah manusia."

"Aku tidak berpikir tentang meminum darahnya."

Menghindari Eruru, Miraluka diam-diam membawa punggung tangannya yang telah mengusap darah Reina ke tempat kulitnya yang retak.

Seperti tanah kering yang menyerap kelembaban, tetesan darah tersebut dengan cepat terhisap kedalam kulit, meresap kedalam retakan pada telapak tangannya.

Kulit tersebut segera memulihkan kesempurnaannya, tetapi hal ini hanya berlangsung sesaat. Setelah darah tersebut kering, retakan muncul sekali lagi.

"Bahkan darah segar dari perawan tidak cukup?"

"...Apa maksudnya ini? Sudah kuduga, kau tidak bisa melawan sifat vampirmu dan kau terutama terobsesi dengan darah perawan murni, apa begitu?"

"Jika kau berbicara tentang preferensi, aku lebih suka darah laki-laki. Selain itu, darah dari seorang pahlawan yang gagah atau seseorang yang akan mati. Keterikatan yang tersisa, rasanya sangat spesial."

"Sungguh kotor. Pada akhirnya, kau tidak lebih dari seorang vampir."

"Hal itu bukanlah sesuatu yang ingin aku dengar darimu, putrinya John."

Niat membunuh seketika berkobar dalam mata Eruru. Dia meningkatkan tekanan jarinya terhadap pelatuk.

"Jangan menyebutkan nama itu dihadapanku lagi...!

Draculea V05 - BW04.jpg

"Seseorang tidak bisa mengubah sifat seseorang, sama seperti aku. Ngomong-ngomong, bertemu denganmu disini tidak bisa dianggap kebetulan, mungkinkah...."

"Aku datang untuk menanyaimu tentang situasinya karena kau telah menjadi semakin mencurigakan. Kau telah mengumpulkan sejumlah besar volume darah, bukan? Jumlahnya terlalu besar untuk rasa haus seorang vampir. Karena kau begitu suka darah segar, hal itu tidak mungkin bahwa kau akan menyimpan begitu banyak sekaligus. Apa tujuanmu? Juga, kenapa kau kembali?"

Eruru dengan hati-hati menilai jarak diantara mereka sambil melancarkan pertanyaannya.

Meskipun lawan adalah seorang Leluhur Sejati, sebuah tembakan pada kepala atau jantung dengan sebuah peluru perak masih akan menghasilkan luka kritis.

Tetapi itu akan tak berguna jika dia menghindar.

Ancaman dari peluru perak cukup untuk mengintimidasi atau menekan keberanian vampir, tetapi mengingat Miraluka sebagai lawan, Eruru tidak akan mungkin kembali tanpa cidera tanpa satu tembakan pembunuh.

"Apa aku perlu alasan untuk kembali? Apa yang salah dengan pulang? Dan apa yang aneh tentang seorang vampir menginginkan darah segar?"

"Aku tidak begitu naif bahwa aku akan menerima segala sesuatu yang kau dan Kujou-san katakan. Kembalinya seorang vampir yang seharusnya telah musnah.... aku mengerti, hal ini tidak langka sama sekali. Tetapi bagimu untuk kembali bahkan ketika Kujou-san dengan tegas percaya pada kehancuranmu, hal itu mustahil. Siapa sebenarnya kau?"

"Kau benar-benar mempercayai putraku, bukan?"

".....!"

Wajah Eruru menjadi merah.

Miraluka tersenyum dan melanjutkan.

"Hisui mengatakan aku telah hancur dan kau mempercayai dia. Tetapi ketika aku kembali, kau mencurigai aku. Dan sekarang, kau mengarahkan pistolmu padaku. Kenapa begitu, gadis kecil? Bahkan jika aku seorang penipu, apa yang kau dapatkan dengan menembak aku dengan pistolmu? Untuk siapa kau melakukan ini, gadis kecil?"

"Diam....!"

Eruru menekan pelatuknya.

Sedikit penyimpangan lintasan peluru tersebut mencerminkan gejolak batinnya.

Peluru berkecepatan tinggi masih ditembakkan kearah diantara alis Miraluka.

Tetapi tidak mengenai.

Tanpa menghindar, Miraluka dengan santai mengangkat tangan kanannya didepan dia, dengan mudah menghamburkan kekuatan peluru tersebut dengan kepalan sederhana, dengan mudah menangkap peluru tersebut.

"Kemampuan yang bagus. Sepertinya ada beberapa manfaat pada gagasan bahwa dhampir membuat pemburu vampir yang terbaik."

"Hai itu hanyalan tahyul. Mengarang alasan yang terdengar masuk akal untuk membuang garis kotor pekerjaan ini secara alami pada orang-orang dengan darah kotor mengalir dalam pembuluh darah mereka....!"

"Dalam hal ini, untuk siapa kau bertarung? Bahkan ketika dicemooh oleh masyarakat, akankah kau tetap berdiri dipihak manusia? Atau mungkin, sekarang ini... kau bertarung untuk anak laki-laki itu?"

"Diam!!"

Eruru mengangkat tangan kanannya, mencoba untuk menindak lanjuti dengan serangan yang lain tetapi Miraluka mengulurkan tangan kirinya dan meraih dia seolah-olah mencoba untuk menghancurkan tangan Eruru bersama dengan pegangan pistol.

Tanpa menunjukkan rasa takut, Eruru menekan pelatuk pada saat yang sama.

Tetapi hasilnya sama saja. Bahkan menembak pada jarak mati, peluru tersebut masih dihentikan oleh tangan kanan Miraluka.

"Memang kemampuan yang mengagumkan. Kali ini, kau mengincar jantung tanpa ragu-ragu. Kau telah menguatkan hatimu untuk menghancurkan aku, namun——"

"'Kau pasti bermimpi jika kau mau mengadu kemampuan tingkat ketiga ini dengan seorang Leluhur Sejati'.... Apa itu yang ingin kau katakan? Itu akan benar-benar mirip kata-kata penjahat iblis."

"Iblis, katamu? Apa itu sebuah kejahatan bagi para vampir untuk menginginkan darah segar?"

"Apa yang coba kau lakukan pada Sera-san barusan!?"

"Bukan apa-apa. Aku hanya kebetulan bertemu seorang perawan muda dan ingin menguji keefektifan darahnya. Itu saja."

Miraluka menjawab secara acuh tak acuh.

Eruru mengernyit dan menilai ulang perilakunya.

Sejumlah besar darah yang tak bisa dijelaskan. Itu akan terlalu banyak jika digunakan sebagai sumber makanan.

Lalu untuk tujuan apa?

Menguji keefektifan dari darah?

Untuk apa?

Selain meminum, apa tujuan lain yang vampir miliki pada darah?

Dari sudut pandangnya sebagai seorang dhampir, Eruru merenungkan tujuan Miraluka. Tentu saja, dia tidak akan pernah mencoba untuk berpikir dengan cara ini.

Tetapi sebelum dia bisa mencapai kesimpulan, itu adalah giliran Miraluka untuk bertanya.

"Dimana vampir itu yang dipanggil Rushella?"

"Kenapa kau menanyakan itu? Sudah kuduga, menghilangnya dia ada hubungannya denganmu!?"

"Apa kau khawatir tentang seorang vampir?"

Miraluka melancarkan pertanyaannya, tak mampu menekan senyum mengejek pada wajahnya.

Eruru tidak menyangka dirinya sendiri untuk mengatakan sesuatu seperti itu. Meskipun merasa canggung, dia masih melanjutkan pertanyaannya.

"Cepat jawab pertanyaanku. Kenapa kau ingin tau tentang dia...? Dan apa tepatnya asal-usulnya!?"

"Aku sudah mengatakannya sebelumnya, dia adalah seorang penipu. Tetapi sekarang ini, aku ingin menemukan dia untuk menguji sesuatu. Seorang kandidat cadangan bisa dianggap sebagai sebuah pilihan."

"....."

Eruru secara reflek mengerakkan lebih banyak tekanan pada pelatuk pada jarinya.

Tangan kiri Miraluka terus mencengkeram dia.

Kekuatan besar ini tidak memberi Eruru pilihan selain menggertakkan giginya menahan rasa sakit. Kekuatan Miraluka menjangkau secara dalam kedalam tulangnya.

Meski begitu, Eruru mati-matian berusaha menekan pelatuk. Pada saat yang sama, Miraluka bertindak.

Dengan keempat jari-jarinya bersama-sama, tekanan dari kuku tajam melintas dengan dingin.

Pistol dan kuku tajam, senjata-senjata yang menimbulkan luka mematikan saling bersebrangan dan melewati satu sama lain.

Namun demikian, sebuah suara malas menghentikan pertikaian ini.

"Hentikan itu."

Kedua gadis menatap ke arah suara tersebut.

Hisui berdiri dihadapan mereka.

Mengenakan piyama, dia meninggalkan rumah hanya dengan menggunakan jaket pada bagian atas.

Menghembuskan nafas putih, Hisui berdiri dalam udara yang menusuk tulang dibawah langit malam.

"Aku tak percaya kau tidak malu untuk bertarung dijalanan mengingat usiamu. Berhenti membuat masalah bagi para tetangga."

Meskipun nada suaranya lemah dan malas seperti biasanya, wajah Hisui sangat serius.

Melihat teman sekelasnya bertarung dengan orang tua angkat yang membesarkan dia, dia tidak bisa diam saja dan tidak melakukan apa-apa.

"Berkeliaran pada malam hari bukanlah sesuatu yang seharusnya kamu lakukan. Berhati-hatilah atau kamu akan ditangkap untuk di didik ulang."

"Apa kamu punya hak untuk mengatakan itu? Bukankah kamu yang membawa aku keluar berjalan-jalan setiap hari ketika aku masih kecil? Juga, lepaskan dia sekarang. Sebagai seorang Leluhur Sejati yang agung, berhenti menurunkan dirimu sendiri sampai ke tingkat dhampir anak kecil, oke?"

Berhadapan dengan Miraluka, Hisui tidak mundur sama sekali.

Diceramahi oleh Miraluka adalah kejadian sehari-hari bagi Hisui sehingga dia tidak bisa meninggalkan Eruru begitu saja.

Bahkan ketika dia tidak punya kesempatan menang.

"Kenapa kamu datang kesini? Bukankah itu sangat wajar bagiku untuk keluar pada malam hari? Aku tidak bisa percaya kamu mengikuti aku secara sengaja. Aku masih ingat bagaimana kamu berlari kejalanan, menangis, mencari aku karena kamu sangat kesepian di malam hari ketika kamu masih kecil. Sejak saat itu, ini pasti yang pertama kalinya."

"....Jangan secara santai mengungkapkan masa laluku yang memalukan! Anak kecil manapun akan ketakutan jika mereka terbangun mendapati mereka sendirian di tengah malam! Ayolah, cepat lepaskan. Eruru, kau juga, berhenti mengarahkan benda menakutkan itu pada keluargaku."

Eruru tidak berkompromi bahkan setelah mendengar saran Hisui.

"Dia mencoba untuk meminum darah Sera-san. Kamu adalah orang yang seharusnya menjaga dia dengan tali yang erat. Jangan biarkan keluargamu yang menakutkan ini berkeliaran diluar."

"....Apa yang dia katakan itu benar?"

Hisui melemparkan pertanyaan pada Miraluka dengan setengah skeptis.

Miraluka hanya menjawab secara acuh tak acuh dengan santai.

"Aku mengakui bahwa aku tertarik dengan rasa darah tersebut, tetapi aku tidak akan meminum dari gadis yang duduk di sampingmu di kelas. Aku hanya meminjam sedikit darah dan dia sudah berdarah sebelumnya. Kamu bisa memeriksa lukanya jika kamu tidak percaya aku."

"...Apa yang dia katakan. Sebuah gigitan sudah pasti tidak-tidak, tetapi tak ada masalah jika dia hanya menghisap sedikit darah yang mengalir keluar, kan? Meskipun itu tampak sedikit tak sedap dipandang. Ngomong-ngomong, pendarahan akan berhenti lebih cepat jika luka tersebut dijilat oleh seorang vampir. Hal itu sama prinsipnya kenapa luka gigitan pada leher tidak berdarah."

"Tak satupun dari fakta-fakta ini adalah relevan! Pada pihak mana kamu berada, lagian!?"

Eruru dengan panik menutupi mulutnya dengan tangan kirinya setelah kata-kata ini keluar dari bibirnya.

Kata-kata semacam itu tidak dimaksudkan untuk dikatakan.

Memilih antara dia dan ibu angkatnya, Eruru seharusnya tidak memaksa dia untuk membuat keputusan semacam itu.

Juga, memperlakukan Hisui sebagai teman, memperlakukan Hisui sebagai dukungan—dia tidak pernah menganggap semua itu sebelumnya.

Namun, Hisui mengabaikan tuntutan Eruru dan dengan malas menggaruk kepalanya, menjawab secara acuh tak acuh.

"Jika ada, aku berdiri pada pihak yang sama dengan kalian berdua. Tetapi itu benar-benar menyebalkan bahwa kamu bertarung di jalanan. Seperti kata pepatah, kamu tidak bisa bertepuk tangan dengan satu tangan. Kalian berdua layak untuk dihukum."

Hisui mendesah lagi dan mengangkat didepan dia adalah benda yang telah dia bawa pada punggungnya.

Dengan rasa berat yang mutlak, dia menusukkan ujungnya yang tajam pada tanah.

Pedang salib suci, Tzara Blade.

Untuk menghindari menarik perhatian, dia membungkusnya dalam sebuah kain. Tetapi Miraluka dan Eruru segera menyadari identitas sejati pedang suci tersebut dari bentuknya yang berbentuk salib.

Meskipun ada perbedaan besar antara vampir dan dhampir, ini adalah senjata mematikan yang bisa menetralisir kekuatan regenerasi mereka, bahkan mampu menyebabkan kematian instan.

"Kalian berdua takut pada ini, kan? Aku bahkan tidak perlu untuk menggunakannya sebagai pedang. Jika kalian ingin menatap penampilannya atau mendengarkan suaranya, jangan sungkan-sungkan untuk melanjutkan."

Melepas kain yang menutupi permukaan Tzara Blade, Hisui mengepalkan tangan dengan tangannya yang lain.

Mengekspose bentuk penuh dari salib tersebut pasti akan mengejutkan mereka berdua. Setidaknya, hal ini akan membuat mereka berhenti bertarung.

Bahkan jika mereka menutup mata mereka untuk menghindari pemandangan itu, dia bisa menggunakan salib tersebut sebagai garpu tala dengan memukulnya dengan tinjunya untuk menghasilkan resonansi. Kekuatan penghancurnya akan setara dengan sebuah paduan suara menyanyikan himne pada telinga seorang vampir.

Tak peduli apa, dia sudah pasti bisa menghentikan pertarungan tersebut.

Dengan asumsi Hisui menempatkan ancamannya kedalam tindakan.

Mereka berdua punya tubuh yang jauh melampaui manusia. Mereka bisa menutup jarak dengan mudah untuk menghentikan Hisui.

Namun, melakukan hal itu akan mengekspos diri mereka sendiri pada serangan dari lawan yang lain.

Mereka bertiga saling menahan satu sama lain, membeku dan tidak bergerak.

Dalam kebuntuan yang tegang ini, Miraluka yang senior adalah yang pertama kali untuk berkompromi.

"Sungguh seorang pengejar rok. Lupakan tentang si penipu itu, aku tidak bisa percaya kamu bahkan jatuh pada seorang dhampir. Aku tidak ingat mengajari anak semacam itu."

"Berhenti membuat pernyataan yang menyesatkan. Selain itu, aku tidak akan terlibat dengan vampir dan dhampir jika aku tidak dibesarkan olehmu."

Miraluka mengejek tidak senang dalam tanggapan dan mundur dari sisi Eruru.

"Aku tidak akan pulang selama beberapa hari kedepan. Tidak perlu memasak untuk aku."

"...."

Tanpa menjawab, Hisui berjalan kearah Eruru. Hal ini adalah untuk melindungi dia, serta untuk mencegah dia dari pengejaran yang tak diperlukan.

Miraluka berbalik dan sosoknya melebur kedalam kegelapan malam dengan kepakan jubahnya.

Eruru mau mengejar dia tetapi Hisui mengulurkan tangan dan meraih dia.

"Jangan mengikuti. Kamu tidak bisa menang."

"Peluruku bekerja. Kamu melihat bagaimana tangan kanannya terbakar."

"Ya."

Wajah Hisui menjadi gelap.

Memang, sebelum Miraluka pergi, dia telah menyadari kondisi tak biasa pada telapak tangannya.

Menilai dari situasinya, Hisui langsung menyimpulkan bahwa dia telah menghentikan peluru dengan tangannya.

Karena dia menggunakan tangannya untuk memblokir peluru yang menghanguskan, menderita terbakar pada tingkat tertentu sangatlah wajar. Selain itu, ini adalah sebuah peluru perak. Selain dari panas yang murni, itu juga bertujuan untuk menghasilkan rasa sakit yang membakar bagi para vampir.

"...Tetapi dia memblokirnya, kan? Apa yang bisa kamu lakukan pada seorang lawan yang bisa menghentikan peluru dengan tangan kosong? Kamu sudah pasti tidak akan menang dalam pertarungan seperti ini."

Meskipun kemampuan fisik milik dhampir jauh melampaui manusia, mereka masih jauh berbeda dari vampir murni.

Jika si orang tua vampir pada kelas yang jauh lebih tinggi daripada vampir musuh, mungkin ada kesempatan jika si dhampir mengerahkan semuanya. Tetapi melawan seorang Leluhur Sejati pada malam hari, harapan untuk kemenangan akan jauh terlalu samar.

"Lalu kamu bisa mengalahkan dia? Menggunakan pedang milikmu itu untuk menusuk jantungnya atau memenggal kepalanya, mungkin ada kesempatan untuk menang. Tetapi apa kamu mampu melakukan itu?"

"...Kenapa aku harus melakukan sesuatu yang begitu berdarah-darah?"

Hisui menghindari menjawab dan merenungkan tindakan Miraluka malam ini.

"Ngomong-ngomong, kenapa kamu disini? Apakah seseorang memperingatkan kamu didalam mimpi?"

"Aku tidak bisa tidur jadi aku turun, kemudian aku mencium darah. Pergi ke ruang bawah tanah untuk melihat, aku menemukan bahwa dia sudah pergi, meninggalkan panci penuh dengan darah. Darah tersebut terlalu banyak untuk diminum dan selain itu, dia tidak meminum darah seperti itu lagian. Mendapati hal itu aneh, aku keluar untuk mencari dia. Hanya untuk amannya, aku membawa Tzara Blade sehingga masalahnya menjadi seperti ini. Apa sih yang terjadi?"

"Aku sudah mengatakan padamu. Dia hanya menginginkan darah perawan... Hal itu tidak tampak benar juga. Dan juga...."

"Juga?"

Juga, dia menanyakan keberadaan Rushella. Tetapi untuk beberapa alasan, Eruru tidak bisa membuat dirinya sendiri untuk menyebutkan hal ini.

Selain itu, fakta bahwa dia menyelidiki Miraluka tentang masalah sejumlah besar volume darah yang dikirim ke kota ini—dia juga tidak mau menyebutkan hal ini pada Hisui.

"B-Bukan apa-apa. Bagaimanapun juga, jika dia mencoba meminum darah manusia lagi, aku akan menembak. Tolong jangan mengganggu."

"....."

"Kamu... Berdirilah pada pihak manusia."

Sementara Hisui masih diam dengan penampilan serius, Eruru menambahkan tanpa menatap dia.

※ ※

"Begitu haus."

Sendirian di sebuah reruntuhan, dia bergumam kosong.

Wajahnya dipenuhi dengan kelelahan yang mendalam.

Hal ini sangat tidak terduga. Bagaimanapun juga, dia belum meminum darah selama lebih dari satu bulan.

Duduk pada kursi tua, dia menundukkan kepalanya.

Dia tampak seperti domba yang tersesat, berdoa dalam penyelasan untuk pengampunan Tuhan.

Seorang vampir yang bertobat akan menjadi sebuah lelucon, tetapi mempertimbangkan lokasinya, hal itu mungkin akan tepat bagaimanapun juga.

Persembunyian Rushella saat ini menggunakan sebuah gereja dimana orang-orang berdoa pada Tuhan.

Meskipun dia telah memutuskan untuk meninggalkan Kota Seidou, dia tidak mau pergi terlalu jauh.

Keterikatan yang tertinggal mungkin bagian dari alasannya. Selain itu, dia merasa bahwa kunci untuk asal-usulnya yang misterius pasti terletak disuatu tempat yang tidak jauh dari tempat dimana dia terbangun.

Oleh karena itu, dia memutuskan untuk menetap di kota tetangga dipinggiran Kota Seidou.

Dia telah menghindari orang sebanyak mungkin untuk mencegah Hisui dan yang lainnya menemukan dia. Sebuah tempat perembunyian yang cocok untuk melindungi dia dari sinar matahari secara langsung selama siang hari. Pada akhirnya, Rushella memilih untuk tinggal disini.

Tak seorangpun akan menduga seorang vampir untuk bersembunyi didalam sebuah gereja.

Sebuah tempat suci yang akan menolak para monster.

Pada awalnya, Rushella merasa ditolak oleh tempat ini juga, tetapi setelah benar-benar datang, dia mendapati itu menjadi tempat yang tenang dan damai.

Tempat ini telah ditinggalkan sejak lama. Simbol suci seperti salib dan patung Madonna telah lama dipindahkan. Ditambah fakta bahwa orang-orang jarang mengunjungi tempat ini, itu adalah sebuah tempat persembunyian yang ideal.

Gelap selama siang hari, tempat ini bahkan memiliki sebuah ruang bawah tanah.

Oleh karena itu, Rushella tidak ragu-ragu dan menyembunyikan peti matinya yang mencolok didalam ruang bawah tanah, menggunakan tempat ini sebagai sarang sambil memulai menyelidiki asal-usulnya.

Meski demikian, dia tidak menemukan apa-apa.

Dalam kenyataannya, dia sudah melakukan segalanya yang dia bisa dengan Hisui.

Setelah bertemu Eruru, mereka bahkan meminjam kekuatan Badan Investigasi Supranatural.

Meski demikian, mereka tidak mendapatkan apapun.

Lebih jauh lagi, Rushella tidak mengerahkan upaya penuhnya.

Dia tidak berani pergi keluar.

Bukannya takut pada sinar matahari, dia takut bertemu manusia.

Dorongan tak tertahankan untuk meminum darah membuat dia takut.

Seminggu setelah meninggalkan Hisui, sebuah "keinginan" intens telah melonjak dari dalam tubuhnya.

Itu adalah sebuah keinginan yang memenuhi seseorang dengan kegilaan yang merobek tenggorokan.

Sebagai hasilnya, dia hampir menghabiskan sepanjang hari bersembunyi didalam peti matinya, membiasakan diri dengan keinginan itu. Namun, ada juga tampaknya menjadi sesuatu yang gelap bergolak dan berubah dalam tubuhnya.

Setelah dia menemukan fakta ini, dia tidak berani pergi keluar.

Bersembunyi sepanjang hari didalam peti matinya, dia memaksa dirinya sendiri untuk tidur.

Sebenarnya, jika dia niat, mendapatkan darah tidaklah sulit.

Hanya dengan menggunakan mata mistik, dia bisa meminum darah tanpa menggigit seseorang.

Tetapi untuk beberapa alasan, dia tidak mau.

Kapanpun pemikiran tersebut muncul, wajah Hisui akan selalu muncul dalam benaknya.

Hisui dalam benaknya tidak menunjukkan tanda-tanda menegur dalam ekspresinya, tetapi malah kesedihan.

Hal ini mencegah dia menggunakan mata mistik. Rushella tidak punya pilihan selain menyerah pada gagasan tersebut.

Pada akhirnya, semua yang berhasil dia lakukan adalah mandi di sebuah kafe terdekat.

Juga, dia menggunakan mata mistik untuk melewatkan registrasi. Dia masih membayar dengan benar.

Dia melakukan hal ini karena dia teringat kata-kata Hisui—Kamu harus mengikuti aturan dan membayar dengan benar.

Tetapi hal ini berarti bahwa uang yang dia bawa menjadi berkurang.

Dia telah mengambil semua uang tunai yang tersisa dari penukaran beberapa koin emasnya, tetapi sisa koinnya ditinggal di rumah Hisui. Dia hampir tidak punya uang sekarang.

Rushella mengetahui bahwa hal ini berarti dalam hal kelangsungan hidup dalam masyarakat manusia.

"...Aku rasa aku akan perlu untuk mengambil pekerjaan."

Dia bergumam pada dirinya sendiri, tetapi tidak ada yang memberi balasan yang cerdas.

Jika Hisui atau Mei mendengar dia, sudah pasti mereka akan mengatakan: "Itu tidak akan berguna bagimu" atau "Kamu akan berakhir menyebabkan lebih banyak masalah daripada membantu, jangan."

"H-Hmph! Kenapa aku harus melakukan sesuatu yang begitu rendah!? A-Aku adalah eksistensi yang manusia seharusnya memberikan persembahan. Uang dalam jumlah sedikit ini, dapatkan sendiri dengan darah dan keringatmu!"

Meskipun tidak ada yang membuat pukulan pada dia, dia mengatakan kata-kata ini sendiri.

"Kau"—Hisui jelas-jelas tidak ada disini.

Pandangannya tiba-tiba menjadi kabur.

Untuk mencegah air mata menetes, Rushella mati-matian menyeka matanya dengan punggung tangannya.

Akhirnya, dia mendesah, bangun dan pergi keluar, mengulangi jalan-jalannya setiap hari yang tanpa tujuan.

Itu sudah senja sehingga dia tidak perlu takut sinar matahari.

Berjalan kosong dalam lingkaran, dia mencapai jalanan perbelanjaan yang lengkap.

Tempat ini sangat hidup dan sejahtera. Hiasan Natal sangat mencolok.

Meskipun ini masih beberapa hari lagi, penjualan Natal sudah dimulai.

"Natal huh...."

Hal ini adalah sebuah hari tabu yang berbahaya bagi para vampir. Bersembunyi sepanjang hari dirumah akan menjadi pilihan yang bijaksana.

Tetapi menurut apa yang Hisui katakan, hal itu hanya berlaku pada kota-kota di Eropa dimana iman yang taat masih ada. Di Jepang, seharusnya tidak ada yang bahaya selama vampir menjauh dari gereja-gereja yang sebenarnya.

Hisui telah mengatakan bahwa orang-orang yang berjalan-jalan di jalanan pada hari itu adalah seperti dia, tidak peduli apapun tentang perayaan dari kelahiran putra Tuhan. Hari Natal tidak lebih dari sebuah alasan bagi pasangan untuk menjadi intim.

Menurut Hisui, ibu angkatnya akan menerima hari ini dengan sungguh-sungguh, bahkan mendesak Hisui untuk segera mendapatkan pacar untuk menghabiskan malam penuh gairah bersama-sama. Ketika Hisui menyinggung topik ini, Rushella menampar dia untuk suatu alasan yang tidak diketahui.

"Hmph, dasar pamer."

Rushella mengutuk pasangan dari masa lalu.

Pembahasan mereka tentang pengaturan Hari Natal telah membuat dia sangat tidak senang.

Hisui... Apa rencananya?

Tahun ini, dia tidak lagi sendirian. Apa dia akan pergi menghabiskan hari libur yang bahagia sebagai sebuah pasangan?

Mengepalkan tinjunya, Rushella terus berjalan tanpa tujuan dijalan dibawah langit malam.

Dia tidak berhenti berjalan.

Mencari tempat yang dia miliki, yang lokasinya tidak diketahui.

"Bahkan si penyihir itu tidak punya apa-apa... Maka hanya ada orang itu yang tersisa."

Rushella mengerutkan bibirnya dan mempercayakan segalanya pada harapan yang kecil.

Beberapa yang langka yang mengetahui tentang kebenaran dari Leluhur Sejati.

Pria itu mungkin masih dipenjara di Badan Investigasi Supranatural.

Murni dari yang Murni—Fergus von Blitz.

Mengepalkan tinjunya, Rushella memutuskan untuk mengunjungi dia.


Sebelumnya Bab 1 Kembali Ke Halaman Utama Selanjutnya Bab 3