Skeleton Knight Going Out to the Parallel Universe (Indonesia): Jilid 1 Bab 16

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

「Menunggu untuk Menyerang」‒ Bagian 1[edit]


“Kalau begitu, pertama-tama, aku akan pergi bergabung dengan Danka yang telah berada di Diento. Ikuti aku.”

“Mengenai itu... Apa aku bisa mengusulkan sesuatu?”


Dalam rangka untuk memperkuat hubunganku dengan para elf, mungkin akan lebih baik untukku tunjukkan salah satu kemampuanku. Di samping itu, penampilanku ini membuat jalannya operasi ini mustahil dilakukan. Akan tetapi, dengan menggunakan 【Dimensional Step】 yang bisa kugunakan untuk berpindah dalam jarak yang dekat, menyusup ke manapun tanpa diketahui seseorang akan menjadi hal yang mudah.


Jikalau aku yang ada dalam full body armor perak ini berada di depan tempat di mana para elf tersebut akan membebaskan para tahanan, aku pasti akan terlalu mencolok dan kemungkinan aku akan menjadi orang yang diincar, tak bisa bergerak bebas, sangatlah mungkin. Untuk itulah, dengan menggunakan sihir ini untuk menyusup diam-diam, tak perlu khawatir akan ada saksi mata yang melihatnya saat penyelamatan nanti.


“Sebuah usul? Kau sedikit terlalu santai, ya; sebelum kita sampai Diento, malam akan jatuh di hutan ini.”


Sembari ia sedikit menahan rambut putihnya yang cantik yang terhembus angin itu, sepertinya dia agak ragu dengan usulku.


“Ariane-dono, apakah kau tahu tentang sihir perpindahan?”

“...? Aku tahu itu, tapi apa hubungannya hal tersebut dengan kita?”


Aku melihat secercah cahaya kewaspadaan tersebar di dalam matanya. Apakah topik mengenai sihir perpindahan ini adalah sebuah hal yang tabu? Tapi aku sudah sampai sejauh ini, tak mengatakan hal sesungguhnya bukanlah pilihanku... Bersiap untuk hal yang terburuk, aku melanjutkan.


“Aku bisa menggunakan sihir perpindahan ini; dengan sihir tersebut, kita bisa segera sampai di Diento. Menyerang, begitu juga dengan kabur dari penjara mestinya akan lebih mudah kalau kita memanfaatkan penggunaannya ke dalam rencana penyelamatan ini.”

“Sihir perpindahan!? Tidak mungkin?! Untuk seseorang bisa menggunakan kekuatan yang dikisahkan dalam legenda?! Bahkan kami para elf harus yang mengandalkan penggunaan peralatan sihir nyaris tak bisa menggunakan sihir semacam itu...!!”


Kedua mata emasnya melebar; ekspresinya menggambarkan suatu syok yang jelas sembari ia terus menerus menggerutu. Setelah beberapa saat, dalam keadaan tersadar secara tiba-tiba, ia menutupi mulutnya dengan cepat dengan kedua tangannya.


Sepertinya walau para elf mempunyai pengetahuan mengenai sihir perpindahan, sihir tersebut bukanlah tipe sihir yang bisa digunakan hanya berdasar pada kemampuan sihir seseorang saja. Akan tetapi, dengan menggunakan peralatan sihir mereka, para elf bisa menggunakan sihir perpindahan tersebut... dan berdasarkan dari nadanya tadi, para manusia sepertinya tak memiliki alat semacam itu untuk sihir perpindahan; sebaliknya, mungkin masalahnya terletak pada mereka tak bisa menggunakannya. Melihat wajah paniknya, fakta bahwa para elf bisa menggunakan sihir perpindahan mungkin sebuah rahasia yang sangat dijaga.


“Lupakan apa yang baru saja kau dengar! Tidak... buktikan kalau kau bisa menggunakan sihir perpindahan. Kalau itu benar, kami takkan menyebarkannya, begitu juga dirimu, berjanjilah untuk tak menyebarkan hal yang kau dengar barusan!”


Nada bicara dan kelakuannya sungguh tiada henti, dengan sebuah intensitas yang tak membolehkan sebuah penolakan, memintaku sebuah jawaban yang cepat. Jikalau saja para manusia yang bermusuhan itu mengetahui tentang adanya sebuah teknologi super yang dapat digunakan untuk sesuatu seperti sihir perpindahan, keinginan untuk teknologi ini pastinya akan memulai sebuah perang antar dua ras; tentunya itu adalah hal yang harus dihindari. Berurusan denganku yang telah mengetahui keberadaan tentang teknologi itu bisa saja memungkinkan hal tersebut terjadi, namun...


Dengan adanya dua orang yang saling berbagi rahasia mereka tentu dapat memberikan kedua belah pihak perasaan tenang.


“...Aku mengerti. Berkenaan dengan pembicaraan mengenai sihir perpindahan para elf, aku janji aku akan menjaga mulutku tetap rapat.”


Kata-kata janji bombastis kuberikan padanya.


“Bagus. Kalau begitu, bisakan kau tunjukkan sihir perpindahan tersebut padaku sekarang?”


Dengan jubah abu-abunya yang berhembus, Ariane berdiri dengan tangannya bersandar di pinggangnya, memasang sebuah pose menakutkan, tatapannya menuntut sebuah tindakan.


Sepertinya Ponta mengerti keadaannya. Merapalkan sihir angin dengan sebuah raungan, Ponta terbang ke tempatnya yang biasa, terduduk di atas helmku.


Setelah selesai mengumpulkan semua barang bawaanku dan bersiap untuk pergi, aku memanggul tasku dan memanggil Ariane sebelum mengaktifkan mantranya.


“Seperti yang telah kita sepakati. Baiklah, membuka sebuah jalur menuju kota Diento.【Transfer Gate】!”


Saat mantranya diaktifkan, sebuah lingkaran sihir selebar tiga meter yang memancarkan cahaya putih kebiruan muncul, melebar di bawah kaki kami. Hari telah berlalu dengan cepat, dengan bayangan dari pepohonan di dalam lebatnya hutan. Sebuah cahaya misterius fantasi mewarnai pepohonan itu, dan secara tiba-tiba, pemandangan di depan mataku sepenuhnya masuk ke dalam kegelapan.


Kemudian, dalam sekejap mata, menyadari bahwa pemandangan hutan sebelumnya telah menghilang, kami kini tengah berdiri di tempat yang benar-benar berbeda.


Dengan tangannya yang tersingkap, Ariane memasang tampang terkejut yang jelas di wajahnya setelah melihat hasilnya. Kedua mata emasnya terbelalak saat dia melihat pemandangan di sekelilingnya.


Senja telah menampakkan sosoknya, dengan bayang-bayang ungu muda mewarnai langit. Sebuah hembusan angin berhembus pelan melalui bukit, menggoyang rerumputan, dan memberikan sebuah gemeresik menyegarkan yang menggelikan telinga.


Jauh di depan sana, terdapat sebuah jembatan batu dengan enam lengkungan, di bawahnya di mana Sungai Rydell mengalir dapat terlihat. Di balik titik tersebut, sebuah pemandangan mencolok dari tembok kota yang menutupi Diento menunjukkan sosok kokohnya.


“Aku terkejut... tidak, untuk seseorang benar-benar bisa menggunakan sihir perpindahan bahkan tanpa merapalkan mantra... bahkan sekarang, aku merasa seperti berada dalam mimpi... Tentu saja ini adalah kekuatan terhebat untuk menyelamatkan rekan-rekanku.”


Sembari melihat sekelilingnya dengan sebuah tampang takjub terus menerus, dia berbalik dan memberikan sebuah senyum lebar kepadaku. Sepertinya dia sangat bahagia bahwa prospek dari misi penyelamatan nanti akan menjadi lebih cerah.


“Meskipun ini adalah sihir yang pas, namun bukannya sihir ini tak punya kelemahan. Berpindah ke suatu tempat mengharuskanku untuk telah mengunjunginya dulu, tentu dengan sebuah ingatan yang jelas mengenai tempat itu juga. Untuk sebuah tempat dengan pemandangan yang sama seperti suatu hutan atau di dalam sebuah dua, mungkin sihir ini takkan berhasil...”

“Meskipun begitu, ini sudah cukup! Sihir perpindahan yang kami, para elf gunakan, bahkan, tak bisa tersambung ke wilayah di luar dengan beberapa kondisi, selain itu, kami juga harus mengeluarkan mana dalam jumlah yang besar...”


Sepertinya ada beberapa macam keterbatasan dalam penggunaan sihir perpindahan kaum elf; akan tetapi, meski begitu, kemampuan tersebut masihlah jauh lebih maju dibandingkan dengan teknologi transportasi masa kini.


“Yah, aku tak bisa terus tampak terkejut seperti ini. Secepatnya, aku harus menyusup ke Diento.”


Sembari Ariane mengatakan hal tersebut, menguatkan dirinya, ia menarik tudungnya turun hingga menutupi matanya dan menutupi diri seutuhnya dengan jubahnya, memakainya leyaknya sebuah pakaian, sebelum mulai berjalan menuju kota Diento.


Sebagai seorang dark elf, kulit semulus kristalnya yang berwarna keunguan tentu berbeda dengan para manusia dan elf normal, yang mana membuatnya cukup mencolok. Tanpa menutupi seluruh tubuhnya seperti itu, mungkin dia akan ditemukan dengan cepat.


Sedang untukku, karena armorku menutupi tubuh terngkorakku, tak ada seorangpun yang dapat melihatnya. Terdapat sedikit kemiripan di antara kita, meskipun situasinya sedikit berbeda denganku karena dia memiliki daging dan darah sesungguhnya di tubuhnya.


Mengenakan jubah hitamku, armor perak yang mewah ini tertutupi seluruhnya sebelum aku mulai berjalan di belakangnya, mengikuti arahannya.


Meskipun senja telah menyinari kota Diento, seperti yang diduga dari sebuah titik lalu lintas utama, segerombolan banyak orang dalam kereta kuda masih menyeberangi jembatan berlengkung enam dalam rangka memasuki kota tersebut. Pada saat ini, dengan tak adanya orang yang keluar dari kota, arus kerumunannya bergerak ke satu arah saja.


Menyeberangi jembatannya, kami pun melewati gerbang pertama bersamaan dengan segerombolan orang hingga akhirnya kami tiba di gerbang kedua. Berjalan sembari bersenjata lengkap dan tertutup dari kepala hingga ujung kaki dalam sebuah jubah hitam entah mengapa membuat kerumunan orang menjauh dariku. Karena itu bukanlah hal yang terlalu mengusikku, aku perlahan melangkah maju melewati gerbang kedua.


Sembari menunjukkan identifikasi petualangku, aku berbicara tentang Ariane yang sepenuhnya tertutup.


“Di belakang adalah rekanku. Berapa banyak biaya masuknya?”


Si penjaga gerbang memberikan Ariane di belakangku sebuah lirikan acuh, menunjukkan ketidaktertarikannya terhadap begitu banyaknya orang yang mencoba memasuki kota, dan membuka mulutnya, menjawab dengan sebuah perilaku kasar.


“Biayanya 1 sek.”


Dari kantung kulit di pinggangku, kukeluarkan sekeping koin perak dan menyerahkannya pada si penjaga, setelah itu aku masuk ke kota bersama dengan Ariane.


Dengan terbenamnya matahari, cahaya dari lampu-lampu yang bertebaran menyinari jalanan ini, bercampur dengan energi yang meluap-luap dari gerombolan orang yang terlihat hidup. Saat kami menyelinap melewati kerumunan orang yang berada di plaza di depan gerbang bagian selatan, aku menanyakan Ariane mengenai tindakan kami selanjutnya.


“Yah, kita telah berhasil masuk ke Diento, tapi apa yang harus kita lakukan selanjutnya, Ariane-dono?”

“Masuk melalui gerbang tepat setelah menyeberangi jembatannya mestinya berakhir ke plaza... Ini adalah titik temu di mana aku akan menunggu Danka. Kurasa ia akan menemukan kita di sini.”


Dengan itu, dia menyelinap di antara kerumunan orang menuju ke sebuah sudut plaza, ia menyandarkan punggungnya ke dinding sebelum ia terfokus kepada kerumunan orang kemudian. Mengikuti tindakannya, aku bersandar ke dinding dan mengalihkan pandanganku ke kerumunan orang yang sama.


Danka adalah elf yang waktu itu aku temui di luar kota ini. Terakhir kali, untuk menyembunyikan telinga panjang khas elfnya, ia mengenakan sebuah tudung. Akan tetapi, kali ini aku tak bisa menemukan seseorangpun yang menyerupai deskripsi tersebut di depan mataku.


Tak lama kemudian, seseorang mendekat ke arah kami. dengan sebuah jubah berwarna rami, tudungnya ia kenakan rendah hingga menutupi matanya, orang tersebut mendekat pada kami.


Ketika Ariane melihatnya juga, ia menegapkan badannya, memisahkan diri dari dinding sebelum menyambutnya.


“Ariane, mengapa ada orang ini di sini?”


Berhenti di depan kami, pria yang mengenakan jubah berwarna cokelat kelabu menanyakan Ariane pertanyaan tersebut dalam nada pelan. Aku mengenali suara tersebut; suara itu sama seperti suara pria yang aku temui di luar kota.


“Hanya sedikit penambahan... Kali ini, aku merekrut seorang petualang untuk sedikit membantu kita.”

“Apa kau serius?!”


Suara Danka dipenuhi dengan kejutan dan cercaan.


Tak bisa dipungkiri; melakukan perekrutan sepihak dengan seorang manusia untuk menyelamatkan para elf yang ditangkap oleh para manusia adalah sesuatu yang tak masuk akal.


“Berdiri sambil melakukan percakapan semacam ini rasanya kurang pas... ayo kita cari tempat untuk duduk dulu.”


Setelah mengatakan hal itu, Ariane dengan cepat meninggalkan plaza. Danka pasti merasa tak ada gunanya menyanggahnya di sini lalu ia mengikutinya dengan malas dari belakang. Menyamai tindakan Danka, aku mengikuti di belakangnya.


Setelah meninggalkan plaza, kami menapaki jalan utama, sebuah lokasi bisnis di mana banyak kedai berjejeran di sini. Di depan kedai-kedai tersebut, tertata meja dan kursi untuk para pelanggan, membuat seisi tempat ini seperti suatu desa kedai.


Di sini dan di sana, terduduk mengelilingi meja, orang-orang dari sekeliling kedai bergembira sembari memesan makanan dan alkohol.


Ariane duduk di sebuah meja yang kosong, meminta Danka untuk membelikan makanan ringan dan minuman keras.


“Danka~, Aku ingin makan sate daging itu! Dan alkohol yang cocok bersamaan, tolong. Arc, bagaimana denganmu?”

“Aku tak usah.”


Daging panggang dari kedai tersebut memberikan sebuah aroma sedap yang memikat, tapi tak mungkin aku bisa melepaskan helmku di depan kerumunan orang ini. Walau aku tak merasa lapar dengan tubuh ini, aku tak punya pilihan lain selain menahan keinginanku untuk makan dengan normal.


“Mengapa aku...”


Meskipun Danka menggerutu, dia tetap pergi untuk memesan di kedai sesuai dengan pesanan Ariane. Sembari melihatnya dari belakang, aku duduk di kursi pada meja yang sama dengan Ariane, sedang Ponta yang tadi berada di atas kepalaku telah turun ke atas meja dan duduk di sana.


Sepertinya aroma-aroma harum itu telah menggoda rasa laparnya.


“Kyu~n”


Setelah ia mengeluarkan sebuah erangan yang terlihat sedikit menyedihkan, Danka membawakan alkohol di dalam sebuah wadah kayu yang terlihat seperti sebuah gelas bir dan daging giling dalam tusuk sate, sembari membawakan sepiring kacang mirip kacang tanah sebagai tambahannya. Setelah meletakkan semuanya di meja, dia pun mengambil duduk.


“Semenjak aku melawan para penculik di hutan, perutku lapar sekali. Arc, pria ini adalah Danka Neil Maple. Sepertiku, dia juga seorang pejuang kaum elf, dan, akhir-akhir ini, adalah orang yang telah mengumpulkan informasi di kota ini. Danka, pria di dalam armor ini adalah Arc. Dia tanpa sengaja bergabung dengan kami dan membantuku dan Donnaha dalam pertarungan dengan para penculik di hutan.”


Hmm? Ia tadi baru saja bilang Maple... nama yang terdengar manis itu sepertinya familier. Itu adalah, nama keluarga yang sama dengan orang yang tengah memenuhi mulutnya dengan sate daging giling di depan mataku, Ariane Glenys Maple.


“Kalau aku tak salah, aku ingat Ariane-dono juga memiliki nama Maple sebagai nama belakangmu, tapi apakah kalian berdua bersaudara?”


Danka sedikit mengangkat alisnya saat mendengar pertanyaanku, sedang Ariane hanya memberikan sebuah tawa lepas, menggoyangkan sate dagingnya. Mata Ponta bergerak ke kanan dan kiri, mengikuti tiap gerak-gerik sate yang bergoyang itu.


“Standar nama kaum elf adalah sebuah kombinasi dari nama seseorang, lalu nama dari orang tua dari gender yang sama, lalu nama dari desa kelahiranmu. Meskipun aku memiliki kakak laki-laki dan perempuan dari desa yang sama, namun kami berdua tak berasal dari keluarga yang sama. Mudahnya, itu berarti kami lahir di ibukota Hutan Besar Canada, Maple.”


Sistem penamaannya sungguh berbeda dengan orang Jepang.


Lagipula, apakah Hutan Besar Canada adalah hutan yang umumnya dikenal sebagai ‘Hutan Para Elf’ dan ‘Hutan Tersesat’? Terlebih lagi, ibukota dari hutan itu dinamakan Maple... apakah tempat itu terkenal akan produksi sirupnya yang melimpah atau semacamnya?


“Apakah ‘Hutan Besar Canada’ ini adalah tempat yang para manusia kenal dengan ‘Hutan Para Elf’?”

“Para manusia sepertinya menyebutnya seperti itu. Setelah kami membangun sebuah kota besar kaum elf di sana, leluhur Patriarch-sama menamainya dengan, ‘Hutan Besar Canada’. Nama dari ibukota hutan tersebut, Maple, adalah apa yang telah ditetapkan oleh Saisho no Shuuchou-sama.” [TL Note: Saisho no Shuuchou = First Chieftain (Eng) / Kepala Suku Pertama (Idn)]


...Apakah keberadaan orang sepertiku telah tersebar di dunia ini beberapa kali? Tak peduli bagaimanapun aku memikirkannya, nama 『Canada』 dan 『Maple』 terlihat bukanlah sebuah kebetulan semata. Akan tetapi, saat ia menceritakan tentang kepala suku pertama itu... hal tersebut terdengar seperti telah terjadi dalam waktu yang sangat lampau.


“Kira-kira kapan ibukota hutan tersebut, Maple, dibangun?”

“Mungkin sekitar delapan ratus tahun yang lalu?”


Sembari berbicara, Ariane memiringkan kepalanya ke samping, terlihat sedikit ragu, dan mengalihkan pandangannya pada Danka, yang lalu memberikannya sebuah anggukan. Setelah itu, dengan sebuah batuk, dia mengubah topik pembicaraannya.


“Hal semacam itu bukanlah hal yang terlalu penting, bukan begitu? Mari beralih dari hal itu, apakah kau benar-benar ingin membawa orang ini dalam operasi kali ini?”


Danka berhasil mengembalikan alur pembicaraannya kembali ke masalah tentang misi saat ini.


Ariane mengisyaratkan Danka untuk mendekat padanya dengan tangannya. Setelah ia cukup dekat, Ariane membisikkan sesuatu di telinganya.


Setelah ia selesai berbisik, di dalam tudungnya itu, ekspresinya berubah menjadi sebuah kekaguman. Mendekat padaku, Danka dengan lihai menanyakan padaku dengan suara pelan yang sama dengan sebuah bentakan.


“Kau, apakah hal mengenai menggunakan sihir perpindahan itu benar?!”

“Ya, meskipun terdapat beberapa batasan, aku bisa menggunakannya.”


Meskipun kupikir takkan ada seseorang yang bisa mendengar pembicaraan kami di antara kegaduhan ini, aku masih menjawabnya dengan suara pelan.


Danka menatap bergantian antara aku dan Ariane dengan sebuah ekspresi tak percaya. Ariane memberikan Ponta sepotong daging dan mulai memainkan kuping segitiganya, tak memedulikan Danka...


“Jadi? Kau bilang kau telah menemukan markasnya? Bagaimana situasinya?”


Sembari menarik telinga Ponta, menjewernya, dan mengelus kepalanya, Ariane bertanya pada Danka mengenai markas tersebut.


“Ah, ya. Markas para penculik itu terletak di distrik lampu merah di dekat gerbang bagian timur. Karena di sana masih terdapat banyak orang sesaat setelah matahari terbenam, kita akan menunggu hingga jalanan mulai sepi di malam hari untuk menyerangnya. Sebagai tambahan, di sana juga terdapat beberapa penjaga; sepertinya sejumlah orang juga berada di tempat itu...”


Daripada berada di distrik para bangsawan yang berada di sekitar kastil pemimpin feodal di jantung kota, markas tersebut sepertinya terletak di distrik lampu merah di dekat gerbang bagian timur. Area tersebut adalah area yang aku hindari karena aku tak ingin terkena masalah dengan banyak hal aneh di sana.


“Apa kau telah mengetahui jumlah orang yang tertangkap di sana?”

“Berdasarkan informasi yang kudapat dari informanku, di sana ada empat. Dengan kemungkinan ada lebih banyak yang telah terjual sebelumnya...”

“Karena kita telah menggagalkan rencana mereka untuk suplai tambahan hari ini, maka kali ini hanya tersisa empat di markas mereka. Karena kali ini kita punya sihir milik Arc, melarikan dari sana pastinya akan mudah.”

“Jadi, kita harus menunggu di sini hingga waktunya tiba...”




Mundur ke Bab 15 Kembali ke Halaman Utama Teruskan ke Bab 17