Shinigami wo Tabeta Shoujo Indo:Bab 15

From Baka-Tsuki
Revision as of 16:09, 2 November 2019 by Narako (talk | contribs) (→‎Bab 15)
(diff) ← Older revision | Latest revision (diff) | Newer revision → (diff)
Jump to navigation Jump to search

Chapter 15 - Bahkan Buah Busuk Dari Jauh Kelihatan Enak[edit]

Salah satu penyebab penurunan Kerajaan bisa dikatakan karena perpajakan yang berat. Yang kaya hidup mewah, tapi mayoritas warga Kerajaan terdiri dari para petani yang sangat tertindas. Pengumpul pajak yang kejam sering kali berbuat seenaknya dan mengambil properti yang ada. Hukuman akan diberikan pada orang-orang yang tak membayar sesuai jumlah yang ditetapkan. Sama halnya jika mereka menolak wajib militer. Para petani sudah muak akan hal itu.


Meski demikian, orang-orang yang memberontak sangat sedikit, karena mereka sudah terbiasa ditekan. Meskipun berada dibawah kerja keras yang mematikan, meskipun semua orang akan kelaparan dan mati, mereka tak akan membunuh. Tapi, saat bahaya pada nyawa seseorang benar-benar mendekat, siapapun akan angkat senjata.


Manusia bukanlah makhluk yang akan menyerahkan leher mereka begitu saja. Mereka tak akan mau jadi korban.
Apa yang mengubah ratapan orang-orang ini menjadi amarah adalah satu kejadian.
–Itu adalah Pemberontakan Tenang.
(Tl note: "Tenang" itu bukan bahasa indonesia hasil terjemahan, tapi memang namanya "Tenang Rebellion")


Setelah memenangkan pertempuran beberapa hari lalu, Pasukan Pembebasan Ibukota Kerajaan memindahkan markas dari Benteng Salvador ke Kastil Antigua Branch. Mereka melakukan itu karena ada himbauan tentang perlahan mendekat ke ibukota kerajaan. Mereka juga telah menguasai Jembatan Besar Sulawesi. Saat ini, mereka sedang merebut setiap benteng dan kota di area Belta. Lalu, jika Kastil Belta dimana David mengasingkan diri juga jatuh, Zona Perbatasan Tengah akan sepenuhnya dikuasai Pasukan Pembebasan. Itu akan memperkokoh pijakan mereka, dan itu juga semakin memungkinkan untuk melancarkan serangan kearah Ibukota Kerajaan.


Karena Pasukan Pembebasan terus menang secara beruntun, kekuatan dari para perwira serta anak buah mereka akan semakin kokoh. Meski korban yang jatuh tidaklah sedikit, demi warga yang tertindas, mereka secara sukarela akan masuk kedalam pertempuran. Semua orang membawa harapan dan mimpi dari simbol muda mereka. Putri Altura.


–Ruang Pertemuan Kastil Antigua Branch. Para perwira militer dan para perwira sipil berkumpul.


Disini, topik berkaitan dengan masalah militer, masalah finansial, pemerintahan dan diplomasi diperdebatkan, dan dimana Altura akan memberi putusannya. Karena mereka saat ini memperluas lingkup pengaruh mereka, ada banyak sekali rintangan. Apa yang mereka diskusikan sekarang adalah mengenai akibat dari pertempuran Sungai Alucia.


"–Dalam pertempuran sebelumnya, apakah benar ada banyak korban warga sipil ? Kenapa Borjek harus mati?"


Altura bertanya. Kolonel Borjek melayani jauh sebelum dia membuat sebuah pasukan dan merupakan seorang pria yang sangat berjasa, selalu mengurus dia. Borjek unggul dalam kepemimpinan dan merupakan seorang prajurit yang bisa Altura percayai. Altura ingin bertempur bersama dia. Altura ingin Borjek memperhatikan dirinya.


Para jenderal yang hadir pada saat itu juga memasang majah muram. Pada masalah itu, Diener sang Ahli Taktik melaporkan bahwa itu adalah "Yang Sebenarnya".


"Ya. Para warga sipil tak bersenjata yang berada di tempat aman di belakang diserang oleh kavaleri Kerajaan. Melakukan serangan kejutan, kelompok dari Kerajaan itu mulai menyerbu mereka, membantai para warga. Memutuskan untuk menghentikan kekejaman ini, Kolonel Borjek maju, dan meski dia dengan gagah berani melawan, dia terbunuh dalam pertempuran tersebut. Akan tetapi, berkat pengorbanan mulianya, dia berhasil menyelamatkan banyak warga. Kolonel Borjek tidak mati sia-sia."


Pada kata-kata Diener, para perwira militer menampilkan ekspresi kemarahan. Orang-orang itu merupakan sebuah aib bagi militer. Kerajaan sudah membusuk sampai sejauh ini? pikir mereka. Satu kelompok orang tentunya menyadari bahwa "Kebenaran" tersebut telah berubah saat dilaporkan. Tapi, mereka tidak angkat suara. Mereka menganggap bahwa itu tidaklah sepenuhnya kebohongan.


“……Diener. Kau bilang tak akan ada cidera pada warga. Itu sebabnya aku menyetujui rencana prajurit palsu milikmu. Lalu, bagaimana bisa kita berujung pada hasil semacam itu?”


“Aku tidak menyangka bahwa seorang perwira dari Kerajaan akan berinisiatif dan menargetkan para warga saja. Mereka memburu yang lemah, dan mereka menikmat pembantaian sesuka hati mereka. Itu seperti kelakuan binatang. Mereka mungkin tak memiliki harga diri sebagai ksatria. Itu sepenuhnya salahku.”


Tentunya, dia sudah menduga kemungkinan bahwa akan ada korban diantara warga sipil. Jika rencana miliknya berjalan lancar, dia akan memperlakukan para warga sebagai pahlawan. Jika mereka terjebak pertempuran dan menjadi korban, dia akan menyebutnya sebuah tragedi. Itu akan meningkatkan moral, dan dia akan menggunakannya sebagai bahan untuk menyebarkan rumor tak berdasar, pikirnya.


Itu memang kebenaran bahwa mereka, para warga tak bersenjata dan warga kerajaan, terbunuh. Dia akan menggunakan "kebenaran" itu seraya dilebih-lebihkan, dan menyebarkannya, menyebarkan lebih jauh lagi reputasi buruk Kerajaan. Dia sudah memberi perintah rahasia dan mengirim agen-agen miliknya ke area Belta. Cepat atau lambat buah dari kerja kerasnya akan terlihat.


“Beri keluarga-keluarga korban tunjangan. Mereka membantu impian kita dan kehilangan nyawa mereka yang berharga. Kita harus menghormati pengorbanan mereka dan mewujudkan ideal kita. Diener, bantu kami.”


“Siap- serahkan padaku. Aku akan memberi keluarga duka tunjangan yang setimpal.”


“……Laporan berikutnya.”


Mendengar ucapan Putri Altura, seorang perwira sipil membaca dokumen dengan keras.


“Sebuah permintaan bantuan datang dari sebuah desa dibawah kekuasaan Pasukan Pembebasan. Itu merupakan sebuah permintaan yang mengatakan mereka ingin barang dan perbekalan karena mereka dilanda kemiskinan. ....Masih ada banyak yang seperti ini.”


Banyak surat tentang kondisi malang yang ditujukan pada Altura.


“Diener. Apa kita punya barang surplus?”


Pandangannya mengarah pada Diener si Ahli Taktik, yang menanggapi tanpa perubahan ekspresi.


“Tak mungkin kita punya surplus sebanyak itu, namun kita tak boleh mengabaikan mereka. Bagaimanapun juga, penyebab terbesar yang kita hadapi adalah menjatuhkan monarki saat ini dan menyelamatkan warga Kerajaan yang menderita. Masa depan itu tak akan menghampiri mereka yang tak peduli pada orang-orang dibawah.”


“Lalu, memberi mereka sumbangan. Menujukkan pada mereka moralitas dari Pasukan Pembebasan kita. Sesegera mungkin, kita harus melengserkan Kristoff yang tak kompeten itu dari singgasana.”


“Aku paham. Serahkan masalah barang padaku. Kita telah menerima dukungan panjang dari Kekaisaran–sebagai hasil dari Putri yang tak pernah goyah dan menghianati keyakinannya.”


Banyak perwira sipil mengarahkan tatapan mereka pada Diener dengan tatapan yang bertanya, "apa yang kau katakan?", tapi, Altura tak menunjukkan tanda-tanda menyadari sikap mereka. Jika seseorang berbicara soal para perwira sipil, mereka semua tau bahwa mereka tak punya surplus pada keuangan mereka saat ini. Karena mereka ingin menguasai Belta, pendapatan pajak mereka tidak terlalu tinggi. Masih butuh beberapa saat sampai kekacauannya mereda dan mereka mengatur sistem pemerintahan.


Diener mengabaikan tatapan dari kelompok perwira sipil itu.


“Aku mohon padamu, Diener. Aku akan menekankan kerja keras padamu.”


“Kata-kata itu saja sudah cukup buatku, Diener.”


Diener memejamkan matanya dan menundukkan kepalanya. Melihat itu, Altura mengangguk.


“Apakah ada laporan lain?”


“………..”


“Kalau begitu, kita akhiri disini hari ini. Jika ada sesuatu yang terjadi, segera beritahu aku.”


“—-Siap-, 86.”


Saat Altura meninggalkan kursinya, para jenderal memberi hormat dan mengikuti dia. Yang tersisa adalah Diener, masih duduk di ruangan pertemuan, dan wakil komandan Pasukan Pembebasan, Pangeran Alan.


Alan mendekat ke samping Diener, dan berbicara dengan suara pelan.


“……Diener. Kau, apa kau berencana melakukan itu lagi? Apa kau benar-benar menganggap ini benar? Kau tidak tau kapan Altura akan mengetahuinya.”


Alan mengetahui kegiatan Diener dari sebuah agen Kekaisaran. Itu bukanlah suatu hal yang bisa diungkapkan, dan ada suatu syarat yang ketat pada orang-orang yang ikut serta. Para agen mata-mata itu merupakan kawan-kawannya Alan, jadi dia bisa mempercayai mereka. Tentu saja dia tidak memberitahu kampung halamannya, Kekaisaran, karena di masa depan, hal itu bisa menjadi suatu kelemahan.


Tapi, jika itu sudah tak bisa ditoleransi, dia berencana membuang Diener. Alan tak bisa membiarkan dia menjadi penyebab hancurnya Pasukan Pembebasan.


“Sudah pasti, aku sangat berhati-hati supaya aku tidak ketahuan. Aku hanya mengijinkan tentara bayaranku sendiri yang melakukannya. Asalkan mereka dibayar dengan uang yang besar, mereka tak akan buka mulut. Nyatanya mereka menikmati melakukannya.”


Dia tidak tau berapa banyak dusun yang mereka serang. Mereka akan menjarah sambil menyamar sebagai prajurit Kerajaan. Sejak awal mereka memang orang-orang yang kerjanya merampok. Dengan senang hati mereka menjalankan tugas mereka. Itu cuma berujung pada penjarahan, mereka telah diberi instruksi untuk tidak membunuh jika memungkinkan.


Karena pada akhirnya, para warga ini akan berada dibawah kendali Pasukan Pembebasan. Tenaga kerja mereka sangat berharga. Jika tentara bayaran miliknya menjadi sangat kurang ajar dan tak bisa dikendalikan, yang perlu dia lakukan adalah menyingkirkan mereka dan menyewa tentara bayaran lain. Itu merupakan hal yang sangat sederhana. Para tentara bayaran bukanlah rekan Pasukan Pembebasan, hanya bidak sekali pakai.


“………..”


Alan mendengarkan dalam diam.
Diener melanjutkan perkataannya secara acuh tak acuh.


“Terlebih lagi, aku tak bisa memunculkan barang begitu saja. Dunia ini tidak sebaik itu. Tak peduli cara apa yang aku gunakan, aku pasti akan mendapatkannya. Demi Pasukan Pembebasan kita yang semakin besar, dan demi mendukung warga memasuki yurisdiksi kita. Untuk membawa perdamaian membutuhkan investasi. Ini adalah langkah-langkah darurat sampai kita bisa mengharapkan pendapatan pajak yang stabil. ....Meski demikian, seharusnya ini adalah yang terakhir.”


Dengan tenang tapi cepat Diener menjelaskan. Zona Perbatasan Tengah merupakan awal dari wilayah yang subur. Jika mereka meningkatkan moral dari para petani dan menciptakan pemerintahan yang sesuai, itu pasti akan menjadi kaya raya. Mereka juga bisa mengharapkan perdagangan dengan masing-masing perbatasan negara. Mereka akan memperbaiki tingkat pajak yang berlebihan, melakukan pembersihan harta para perwira pemerintahan dan para penguasa feodal, dan melakukan pembaharuan secara menyeluruh.


Pasukan Pembebasan telah memikat mereka, menjamin posisi sosial mereka, mencabut campur kekuasaan politik mereka, dan mencuri kemampuan mereka untuk melawan. Saat mereka menyadari bahwa mereka telah tertipu, segalanya mungkin akan berakhir. Pasukan Pembebasan Ibukota Kerajaan telah mengambil langkah drastis dalam tugas mereka untuk menghilangkan duri dalam daging.


Namun, untuk mencapainya, mereka membutuhkan dukungan besar dari warga, jika tidak, itu akan berujung sebagai mimpi belaka.


Suatu dorongan diperlukan untuk mengubah kebencian warga terhadap Kerajaan menjadi dukungan bagi Pasukan Pembebasan.


“Kali ini adalah terakhir? Apa maksudmu Diener?”


“Jika kita menguasai Zona Perbatasan Tengah, tak perlu lagi menggunakan sesuatu yang merepotkan ini. Dan juga, "Operasi Pengadaan Komoditas" yang terakhir ini akan menjadi pukulan terakhir pada Kastil Belta. Setelah mengalami kekalahan yang memilukan, saat ini adalah peluang terbaik untuk menghapus otoritas Kerajaan atas wilayah ini.”


Diener membuka peta di meja dan menunjuk Kastil Belta. Dibelakangnya adalah kota Tenang dengan tanda merah pada peta. Itu merupakan sebuah tempat yang tidak termasuk dalam rencana penguasaan mereka.


“Kita sudah menguasai benteng-benteng di garis depan Belta. Apa lagi yang kau rencanakan? Apa tidak menunggu waktu yang tepat saja dan mengepung kastil utama Belta?”


“—-Tidak cukup. Masih tidak cukup. Sudah pasti belum cukup. Demi kebangkitan kita, itu harus menjadi suatu api yang cukup kuat untuk membakar seluruh Kerajaan hingga rata dengan tanah.... Komandan David mungkin tak lagi bisa bergerak. Dia ketakutan dan hanya memperkuat pertahanan, prajurit Kerajaan dalam keadaan kacau, warga yang dipenuhi ketidakpuasan, dan penyebaran keburukan–semua penyebab telah terkumpul. Setelah itu, hanya perlu menyalakan apinya.”


“……Kau, apa-apaan yang kau pikirkan?”


Saat Alan menatap dia dengan tatapan waswas, Diener menjawab acuh tak acuh dengan ekspresi tenang.


“Tentu saja, hanya kemenangan untuk Pasukan Pembebasan, dan melengserkan penguasa saat ini. Tujuan hidupku hanyalah ini. Pasukan Pembebasan Ibukota Kerajaan segalanya bagiku.”


“Apa idealis Altura benar-benar ada dalam dirimu? Bukankah ini terlalu sembrono? Orang paling menyesatkan idealis Altura, Diener, bukankah itu kau?”


“Peperangan yang bersih tidaklah ada di dunia ini, Yang Mulia Pangeran Alan. Itu karena, hanya kenyataan yang kejam yang membuat seseorang ingin memalingkan matanya... Akan tetapi, juga ada hal-hal yang perlu diketahui. Putri Altura mulia sebagaimana mestinya. Orang-orang melihat aspirasi mereka didalam diri Putri. Begitu pula dengan manusia yang berlumuran dosa seperti diriku.”


Dia berdiri dari kursinya, menghadap Pangeran Alan, dan menatap matanya.


"....Pangeran Alan. Kerjasamamu diperlukan. Aku ingin kau memikul pekerjaan kotor ini bersamaku. Aku ingin kau mengotori dirimu sendiri dengan aib yang cukup untuk menodai jiwa serta darahmu. Kita akan melumuri diri kita dengan dosa. Setelah perang ini berakhir, aku yang akan menanggung semua dosanya sendirian."


Diener memasang taruhan. Dia sudah mengetahui bahwa pria ini memiliki perasaan pribadi terhadap Altura. Diener juga menyadari bahwa emosi-emosi ini jauh melebihi rasa sayangnya terhadap kampung halamannya. Dia akan memanfaatkan hal itu dan menarik Alan ke pihaknya. Dia akan mengikat Alan agar dia tak bisa kembali lagi. Pria ini bisa diharapkan untuk memainkan peran negosiator dengan Kekaisaran. Diener ingin memikat dia dengan segala cara.


“………..”


“………..”


Alan tak mau segera menjawab. Butuh tekad dan ketetapan hati untuk menerima tawaran ini. Dia harus memastikan dia memilikinya. Untuk segera menghentikan motif-motif egois yang mungkin dia miliki, tangannya menggapai pedang miliknya.


“………..Apa ini benar-benar demi Altura?”


“Dengan begitu ideal milik Putri Altura akan tetap murni. Seseorang harus melindungi dia dari lumpur kotor ini. Kita akan menjadi perisai. Aku ingin kau memikul peran itu di sisi Putri.”


“………..Aku mengerti. Akan kudengarkan. Lakukan sesuai yang kau inginkan.”


Setelah keheningan panjang, Alan setuju.
Diener berbicara pelan. Altura pasti akan murka jika dia mendengar rencana ini. Ini merupakan suatu tindakan yang sangat berkebalikan dengan idealis Altura. Itu mengorbankan beberapa orang demi menyelamatkan lebih banyak orang. Tak akan aneh jika Altura mengeksekusi dia dalam situasi semacam itu. Para perwira bertugas yang lain mungkin tak akan tinggal diam juga. Sebenarnya, mendengar masalah ini, Alan sendiri juga emosi, dan dia meraih kerah Diener.


–Demi kemenangan untuk Pasukan Pembebasan Ibukota Kerajaan, Diener menjual jiwanya.


* * * * *


Di sebuah tempat yang berada di timur agak jauh dari Kastil Belta merupakan sebuah kota bernama Tenang. Dilindungi oleh benteng-benteng pendek, itu merupakan sebuah desa biasa dan sederhana tanpa fitur-fitur yang mencolok.
Di desa itu, para petani desa-desa tetangga tiba-tiba berkumpul dan berteriak-teriak marah. Masing-masing orang memegang senjata ala kadarnya dan dipenuhi dengan kemarahan, mereka berjalan mendekat ke kediaman penguasa feodal. Itu adalah sebuah kota tanpa pertahanan yang kokoh selain benteng-benteng miliknya. Para prajurit yang berusaha menghadang mereka terdorong mundur dan dihajar habis-habisan. Warga kota betul-betul terkejut dan tidak meninggalkan rumah mereka. Mereka tak mau terlibat.
Saat sosok penguasa feodal yang kebingungan muncul dari teras kediaman, para petani berteriak.


“““Kami sudah membayar pajak kami seperti yang sudah kami katakan. Kami sudah mematuhi tuntutan yang berulang kali. Namun, kenapa kau membunuh kami? Apa kau berniat mencuri jiwa kami?”””, kata mereka.


Sang penguasa feodal tak memahami apa yang mereka katakan. Memang, dia memasang pajak yang tinggi. Dia juga meminta barang-barang karena perintah dari Kerajaan dan mendanai perang.


Tapi, tak ada perintah yang menyebutkan pembunuhan. Mereka bagian dari pasukan pekerja yang berharga milik kerajaan bukan tanpa alasan. Para petani diperas sampai kering, sampai-sampai mencukupi keseharian saja sudah berat. Jika tidak, maka mereka tak akan punya penghasilan pajak. Itu sebabnya mereka tak akan dibunuh.


"Aku tidak paham apa yang kau katakan. Tapi, apa yang kau lakukan tak bisa dimaafkan. Segera bubar dan kembali kerjakan pekerjaan kalian. Tindakan lebih jauh lagi akan dianggap sebagai penghianatan terhadap Kerajaan, dan semua orang akan ditangkap." tanggapan si penguasa.


Para petani tidak peduli. Saat ini pembantaian tengah terjadi di desa perkebunan tetangga. Yang selamat sangatlah sedikit. Dan juga, semua orang telah melihat sosok dari para prajurit Kerajaan. Bagaimana bisa mereka mempercayai perkataan seseorang yang selalu menekan mereka?


Meskipun dia seorang penguasa feodal, sulit bagi dia untuk memaksa para petani pensiun. Para prajurit telah kalah pada pertempuran sebelumnya, dan para penjaga kota jumlahnya sedikit, para petani datang jumlahnya jauh melebihi penjaga. Disaat dia berpikir bagaimana caranya menipu dan menenangkan mereka.


Dari bangunan miliknya sebuah anak panah melesat. Panah itu menancap pada dada seorang wanita yang sedang menggendong bayi di tengah kerumunan. penguasa feodal itu tidak memberi perintah untuk menyerang. Tapi sebuah anak panah ditembakkan.


Keheningan menyelimuti sekeliling, sekarang dipenuhi haus darah. Lalu, segera meledak.


"Bunuh dia, bunuh dia!" perintah diturunkan, dan para petani menyerbu ke kediaman si penguasa feodal.


Tubuh para prajurit ditikam oleh peralatan bertani, dan mereka mati. Barang-barang mewah dan semua karya seni dihancurkan. Si penguasa beserta kerluarganya diseret keluar dan dibakar hidup-hidup. Kediamannya dibakar, dan kota Tenang sepenuhnya dikuasai oleh petani. Orang-orang lemah yang memperoleh kemenangan atas kemalangan mereka dengan tangan mereka sendiri berteriak gembira. Saat seseorang berteriak "Horeeeee!", semua orang mengikuti dan berteriak berulang kali.


–Pada akhirnya, bendera yang dikibarkan tinggi-tinggi adalah bendera dari Pasukan Pembebasan Ibukota Kerajaan.


* * * * *


David dalam keadaan panik, mendengar bahwa mereka telah kehilangan Tenang yang ada dibelakang kota. Terlebih lagi, seorang penguasa feodal dibunuh oleh para petani dan membuat sebuah kota dari Kerajaan jatuh.


Dia panik karena jalur mundur mereka telah terputus, "Sangat tak masuk akal para petani bisa membunuh penguasa feodal. Bunuh semuanya", dia mengeluarkan perintah sewenang-wenang, dan segera mengirim 2.000 infantri ke Tenang. Para petani melawan, tapi pada akhirnya, mereka hanyalah orang awam yang tak pernah mendapatkan pelatihan. Dalam beberapa jam saja, gerbangnya jebol dan kotanya diserang. Semua orang yang ikut serta dalam pemberontakan dibantai, itu adalah pembantaian tanpa pandang bulu, baik itu muda atau tua, pria atau wanita. Juga ada warga kota didalamnya. Semua orang yang mencurigakan dibunuh.


Berita tentang "Pemberontakan Tenang" dan "Kekejaman Tenang" menyebar ke seluruh wilayah Belta, dan banyak penguasa feodal gemetar ketakutan menerima kebencian dari para petani. Banyak penguasa feodal yang berada di ujung tanduk, cemas bahwa mereka akan terbunuh juga, menyatakan dukungan untuk pada Pasukan Pembebasan. Para prajurit yang menjaga benteng-benteng juga kehilangan semangat bertempur mereka, dan mereka membuang pedang mereka dan membuka gerbang. Kebanyakan dari mereka merupakan para petani yang kena wajib militer dari suatu desa pertanian di wilayah Belta.


Kurang dari setengah bulan, Pasukan Pembebasan telah menguasai kota-kota dan benteng-benteng di wilayah Belta, dan yang tersisa hanyalah Kastil Belta. Kerajaan telah kehilangan kekuasaan di Zona Perbatasan Tengah sampai sejauh itu. Pasukan Keempat telah sangat melemah karena serangkaian pembelotan dan penyerahan, dan sekarang hanya ada pasukan sebesar 10.000 yang harus mempertahankan kastil.


David mengirim permintaan bala bantuan darurat pada Ibukota Kerajaan, tapi tanggapan yang didapat adalah "Pertahankan Belta sampai titik darah penghabisan." Karena Kekaisaran yang berada di Barat Laut meningkatkan pergerakan mereka, tak ada pasukan nganggur yang bisa dikirim sebagai bantuan.


Panglima Sharov menyarankan Pasukan Pertama harus dikirim, tapi Menteri Utama Farzam menolaknya, mengatakan itu tidak perlu. Apa yang harus dipertimbangkan adalah pertahanan Ibukota Kerajaan, dan tak akan menyetujui apapun yang akan melemahkan pertahanan tersebut.


Setelah mempertimbangkannya, Sharov memutuskan untuk mengirim 5.000 pasukannya sebagai penjaga belakang. Mereka melakukan ekspedisi ke Benteng Roshanak, yang mana ditafsirkan menjadi dinding luar untuk area Ibukota Kerajaan. Setelah Belta jatuh, bisa jadi Pasukan Pembebasan langsung menuju ke Ibukota Kerajaan. Untuk mengulur waktu, mereka harus menahan Pasukan Pembebasan disana untuk sementara waktu.


Roshanak merupakan sebuah benteng yang hanya sebatas nama saja. Dindingnya rendah, dan berada di dataran rendah. Jenderal Yalder ditunjuk sebagai komandannya. "Jangan bertindak gegabah dan hindari hasrat yang berlebihan," dia diberi perintah yang ketat. Tak ada suara penentangan yang diucapkan dari para jenderal. Mereka menganggap dia sebagai sebuah batu sekali pakai.


Disisi lain peta, David yang berada dalam keadaan yang tidak menguntungkan telah membulatkan tekadnya. Dia tak akan menyetujui evakuasi sampai titik darah penghabisan. Barang-barang terus dibawa ke Kastil Belta, dan mereka memperkuat persiapan mereka untuk penyerangan. Itu akan menjadi pertempuran penyerbuan tanpa adanya bala bantuan. Sebelum pertempuran, moral terus menurun.


* * * * *


Adapun untuk Schera, dia menggunakan semua uang yang disediakan untuk penyerbuan dan membeli makanan dalam jumlah banyak.


Laporan bahwa Pasukan Pembebasan melakukan ekspedisi dan perlahan mendekati Kastil Belta telah masuk. Tentunya, mereka tak bisa belanja dari kota-kota tetangga, karena kota-kota tersebut tak lagi berada dibawah kekuasaan Kerajaan. Karena tak ada jalan lain, mereka memanggil para pedagang dari Sungai Alucia, dan membeli dari para pedagang yang berasal dari Union. Mereka dieksploitasi sepanjang waktu ini. Orang-orang itu menjual murah pada partner mereka, Pasukan Pembebasan, dan menaikkan harganya terhadap saingan mereka, Pasukan Kerajaan. Sehingga calon pelanggan mereka akan beranggapan baik terhadap mereka, tentu saja mereka akan begitu. Mereka akan menutupi defisit mereka dari partner dagang mereka, Kerajaan.


Harganya melonjak sampai lima kali lipat dari harga normal. Jika kau tak menyukainya, jangan beli. Itulah yang mereka katakan.


Ruang kantor Schera dipenuhi dengan kantong makanan kering dan gandum. Semuanya menumpuk sampai-sampai seseorang tak bisa lewat, bahkan Katarina terkejut melihatnya.


"Dengan sebanyak ini. Meskipun persediaan kastil habis, kita bisa bertahan selama sebulan. Kita udah kehabisan uang karena hal ini. Sungguh menyegarkan."


Kata Schera sambil menepuk puas kantong gandum, seolah mengatakan, "Lihat ini."
Katarina mendorong kacamatanya dan melihat sekeliling. Itu memang simpanan yang bagus, pikirnya.
–Tapi.


"Mayor Schera. Meskipun Mayor bisa mengasingkan diri, kami tak punya persediaan sebanyak itu."


Jika itu adalah Schera, misalkan kastil jatuh, dia akan mengunci diri didalam kantornya sendirian dan pasti akan menunjukkan kehendak untuk bertarung. Asalkan ada makanan, dia bisa bertarung. Katarina punya suatu harapan: dia ingin berada dalam situasi semacam itu jika memungkinkan.


Seperti apa Schera menyambut saat-saat terakhirnya? Wajah seperti apa yang terpampang pada tubuh matinya? Itu memang kurang ajar, tapi dia tak bisa mengatakan kalau dia tidak tertarik. Meskipun kemungkinan besar dia juga akan mati setelah itu, dia akan berhati-hati agar tidak mati sampai saat itu, pikir Katarina. Akankah dia akan jadi terkenal? Ataukah dia akan hancur? Mana yang akan terjadi masih tidak jelas. Yang bisa dia lakukan adalah mendukung perwira atasannya dengan segala yang dia punya. Katarina memperkuat tekadnya.


"Kau gak perlu kuatir. Aku akan memberimu jatah makanan juga. Makanan terasa lebih enak saat dimakan bersama. Tapi, kalau pasukan kavaleriku ikut makan, jumlah ini kayaknya akan segera habis."


Saat dia tidak lapar, Schera punya humor yang bagus.


"Terimakasih atas kebaikan Mayor. Namun, kita–"


"Yah, kita pikir nanti saja setelah makanannya sudah habis, karena aku merasa lapar saat aku berpikir. Oh ya, apa yang terjadi pada Letnan Kedua Vander?"


"Siap-, dia mengurung diri didalam kamarnya. Dia bahkan tidak mau menunjukkan diri. Aku dengar kondisi fisiknya buruk."


"Oh. Kalau begitu nggak apa-apa. Aku akan pergi ke tempat Staf Perwira Sidamo setelah ini. Lakukan saja apa yang menurutmu tepat. Istirahatkan tubuhmu supaya kau nggak tumbang di saat yang krusial."


"Dimengerti!"


* * * * *


Schera menuju ke ruangan Sidamo dan mengetuk pintu. Sidamo telah diturunkan dari jabatan Kepala Staf Perwira dan dipindahkan ke kantor staf perwira. Dia diberi tugas mengatur bahan oleh David.


"Saya Mayor Schera. Anda memanggil pak?"


"Masuk."


"Permisi!"


Setelah mengangkat suara, dia membuka pintu, dan disana ada Sidamo dengan wajah muram. Dibandingkan dengan saat pertama kali Schera bertemu dia, wajahnya kacau. Sidamo mungkin sedang kuatir. Schera tidak bertanya karena dia tidak peduli. Hari ini dia tidak membawa roti sebagai hadiah. Dia sudah memakannya sebelumnya.


"Lama tak jumpa, Mayor Schera. Seperti biasa, aku sudah mendengar tentang gaya bertarungmu. Kau mungkin juga sudah melindungi kehormatan Jenderal Yalder yang merekomendasikanmu.... Nampaknya tak ada gunanya memberimu ajudan."


"Tidak, mereka sangat membantu."


"Yah baguslah. Aku mengerti sekarang bahwa kau merupakan eksistensi yang tak akan terbunuh dengan mudah. Keburukanmu juga sudah menyebar. Dewa Kematian dari Kerajaan, Mayor Schera Zade. Seorang komandan wanita keji yang telah membantai banyak perwira, prajurit, dan warga sipil. Bukankah itu seperti kau dijadikan musuh oleh Pasukan Pemberontak?"


Bendera hitam bergambar burung putih–Di Pertempuran Penyebrangan Alucia sebelumnya, nama Schera langsung menyebar luas. Sekarang ini, dia yang paling banyak membunuh komandan Pasukan Pembebasan. Orang-orang dari Pasukan Pembebasan tak ada lagi yang tidak tau tentang dia. Dia dikenal sebagai musuh terburuk yang harus dilenyapkan.


"Siap pak, saya membunuh orang-orang dari Pasukan Pemberontak. Apakah ada masalah pak?"


"Nggak ada. Keburukan merupakan sebuah bagian yang diperlukan dari seorang pahlawan. Jika kita menang, keburukan itu akan berubah menjadi kebalikannya. Kau harus bersikap sebagaimana sikapmu sampai sekarang."


Sidamo tertawa sinis, lalu kembali memasang ekspresi serius.


"Siap 86."


"Lanjut ke masalah utamanya, sayangnya, Kastil Belta ini mungkin akan jatuh. Tak ada tanda-tanda bala bantuan. Dan jika musuh mengepung kita, kita tak bisa menghentikan mereka. Dari sudut pandang objektif. Kita hanya punya waktu sebulan saja. Ada banyak kejanggalan. Yang aku kuatirkan adalah bahwa akan ada lonjakan pemberontakan dalam jumlah besar. Hanya tuhan yang tau berapa lama kita bisa bertahan."


Sidamo dengan datar mengatakan kejatuhan dari kastil. Jika perkataannya terdengar oleh polisi militer, dia pasti akan ditahan. Tapi berbohongpun tak akan mengubah apapun, jadi dia mengatakan yang sebenarnya.


Hal yang penting untuk pertempuran penyerbuan adalah: barang-barang, moral prajurit, dan bala bantuan yang bisa diharapkan. Tak peduli seberapa tingginya pertahanan dari sebuah kastil, tak akan ada gunanya jika bagian dalamnya sudah busuk. Dalam keadaan dimana kurang satu saja, bisa dikatakan kejatuhan hanyalah masalah waktu saja.


Schera mendengarkan dengan tenang. Tak ada keterkejutan yang terlihat. Wajahnya menunjukkan bahwa dia benar-benar tak peduli. Sidamo perlahan-lahan mulai merasa jengkel.


"Ketika dorongan sudah berat, bawalah para prajurit dan pergilah ke Benteng Roshanak. Sungguh sia-sia dan bodoh jika membiarkan kavaleri mati didalam kastil. Waktu yang dihabiskan untuk melatih mereka, uang, dan biaya pemeliharaannya–semua itu akan sia-sia. Jika kau mau mati, matilah diluar kastil."


“Siap pak- saya akan berusaha semampu saya untuk mati di luar kastil!”


Kuatir bahwa Schera mungkin tidak paham, Sidamo menyatakan ulang dengan cara yang bahkan bisa dipahami cewek ini.


"....Dalam istilah yang sederhana, jangan menganggap nasib dari kastil ini sebagai nasibmu. Merayaplah, berjuanglah sampai akhir. Konsultasilah dengan para ajudanmu secara terperinci. Itulah tujuannya mereka ditugaskan padamu."


“86-, Saya, Mayor Schera paham!”


"Bagus. Kau boleh pergi!"


"Permisi!"


Sidamo melihat sosok Schera yang tengah berjalan menjauh. Seperti bisasa, dia tidak tau apakah Schera memperhatikan seseorang yang sedang berbicara, tapi dia merasakan dorongan unik yang dimiliki oleh prajurit pemberani dengan pelayanan militer yang panjang. Jika dia melihat gaya bertarung yang menakutkan dari Schera, dia menganggap itu wajar. Jika mereka kalah dalam pertempuran ini, Schera tak akan mendapatkan promosi, tapi bagaimanapun juga, dia layak mendapatkan medali. Unit milik David bisa lolos berkat serangan yang dilakukan Schera dari Jembatan Besar Sulawesi.


Bicara soal David, dia terpuruk setelah kalah dalam pertempuran itu, dan nampaknya tak lagi bisa bangkit. Kejayaannya telah padam, dan keburukan bahwa dia adalah pelaku kekejaman telah tersebar luas. Namanya yang ternoda pasti akan diturunkan sampai anak cucu. Sejarah ditulis oleh pemenang.


Sidamo menebak bahwa David berencana mati disini. Jika dia mau pergi, dia pasti sudah kabur sejak lama.
Dia mungkin akan bertarung penuh harga diri sampai akhir seperti seorang bangsawan, dan kemudian mati dengan puas tanpa adanya penyesalan.


Sidamo menganggap seolah itu bukanlah urusannya. Tubuhnya sudah mengalami penurunan. Dia nyaman dengan fakta itu. Tapi, dia tidak berniat mati ditempat seperti ini. Itu akan jadi kematian yang sia-sia. Dia akan merangkak naik lagi bagaimanapun caranya.
Dia berencana selamat dari Belta dengan segala cara.


(Aku belum boleh mati. Masih ada hal yang harus kulakukan.)


* * * * *


–Vander, mengurung diri dalam kantornya.


Sejak pagi, dia terus menatap secarik surat.


Dia galau. Ini akan mempengaruhi seluruh sisa hidupnya. Dia harus memikirkan ini. Dia mengerahkan tenaga pada tangannya yang memegang kuas, dan perlahan menulis sebuah balasan. Setelah stempelnya kering, setelah dia melihat sekeliling, dia meninggalkan ruangannya.


"....Dengan ini, aku tak lagi bisa kembali huh. Yang tersenyum padaku nanti, akankah itu seorang Dewi, ataukah seorang Dewa Kematian?"


Vander bergumam sendiri, dan dia teringat sosok perwira atasannya. Dia menarik nafas panjang, dan dengan matanya terpaku pada suatu tempat tertentu didalam kastil, dia mulai berjalan.


Sebelumnya Halaman Utama Selanjutnya