Sword Art Online Bahasa Indonesia:Jilid 4 Bab 8
Bab 8
Bagian 1
Setelah dengan susah payah berusaha mengambil kedua kedang yang terhempas ke udara, Kirito dan Lyfa mendarat di depan dua patung yang berjaga di depan gerbang. Recon, yang secara tak terduga sepertinya terus menunggu diam-diam, menyerbu kea rah mereka. Melihat seorang Springgan hitam di samping Lyfa, ekspresinya berubah dan dia menoleh ke arah Lyfa sambil mengusap-usap lehernya.
“Well… bagaimana jadinya?”
Lyfa membalas sambil tersenyum manis:
“Kita akan menyerang World Tree. Kau, aku, dan orang ini, kita bertiga.”
“Be, begitu…Hei… Apa!?”
Lyfa menepukkan satu tangannya ke pundak Recon yang wajahnya berubah pucat dan dia mundur, mengatakan ‘Ayo bekerja keras, lalu berbalik untuk melihat ke pintu batu yang besar. Berdiri diantara kedua patung Lyfa menyadari keduanya seperti mengeluarkan udara dingin, seakan melarang bagi mereka yang ingin masuk.
Mereka mempertimbangkan untuk menyerangnya, tapi kalau boleh jujur setelah melihat seseorang dengan kekuatan seperti Kirito dikalahkan dengan telak oleh ksatria-ksatria penjaga, tambahan sebanyak 2 orang tidak akan begitu merubah hasil akhirnya. Lyfa melirik singkat ke Kirito disebelahnya – dia memperlihatkan ekspresi yang sangat serius, mulutnya tertutup.
Kirito mendongak, terlihat sedang memikirkan sesuatu.
“Yui, apa kau disana?”
Sebelum kata-katanya selesai, partikel cahaya di udara mulai berkumpul dan seorang pixie kecil manis yang familiar muncul. Kedua tangannya pada pinggang, ia cemberut marah. “Oh, lambat! Kalau Papa tidak memanggilku, aku tidak bisa muncul!”
“Maaf, maaf. Aku sedikit sibuk.”
Dengan senyuman pahit Kirito mengulurkan tangan kirinya dan sang pixie duduk di atasnya dengan serius. Recon mengulurkan lehernya dengan kecepatan yang luar biasa untuk melihat pixie itu, seakan-akan dia ingin melahapnya.
“Wow, i-ini pixie pribadi!? Ini pertama kalinya aku melihatnya!! Oh, luar biasa, manis banget!!”
Mendengar ini, mata Yui membesar dan ia mundur.
“A, apa-apan sih orang ini?!”
“Hei, kau membuatnya takut.”
Lyfa memegang telinga Recon dan menariknya menjauh dari Yui.
“Jangan hiraukan orang ini.”
“…A, ah.”
Kirito berdiri disitu kebingungan oleh adegan didepannya. Dia mengedipkan matanya dua, tiga kali menatap Yui lagi.
“- Jadi, apa kau mempelajari sesuatu dari pertarungan sebelumnya?”
“Iya.”
Yui memperlihatkan ekspresi sungguh-sungguh di wajahnya yang cantik sembari mengangguk.
“Monster-monster penjaga itu, sementara Health[1] dan STR[2] -nya tidak begitu tinggi, pola spawning[3] mereka tidak normal. Kecepatan spawn-nya meningkat sebanding dengan kedekatan jarak dengan gerbang dalam dan saat kau sampai di depan gerbang mereka akan muncul dengan kecepatan dua belas monster per detik. Itu… ini diatur pada tingkat kesulitan yang mustahil untuk ditangkap…”
“Hmm.”
Kirito mengerutkan dahinya, dan mengangguk setuju.
“Aku tidak menyadarinya karena para penjaga masing-masing tidak begitu kuat, tapi kalau kau melihatnya sebagai sebuah kesatuan mereka adalah bos yang tidak terkalahkan. Ini didesain untuk mengipasi semangat penantang, untuk mempertahankan ketertarikan mereka sampai akhirnya mereka menyerah. Benar-benar sulit…”
“Tapi kalau dipikirkan, keahlian skill Papa yang luar biasa juga sama. Dengan kekuatan yang dahsyat itu penerobosan singkat merupakan hal yang mungkin.”
“………”
Kirito diam dalam berpikir untuk beberapa saat, lalu dia mengangkat kepalanya dan menatap Lyfa.
“…Maaf. Sekali lagi saja, bisakah kau menolongku dengan permintaan egoisku? Walau aku mengerti ini mungkin mustahil, aku ingin mengumpulkan lebih banyak orang atau mencari cara lain. Tapi… firasatku mengatakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi. Aku kehabisan waktu…”
Lyfa mendengarnya dan untuk beberapa saat berpikir untuk mengirimkan pesan ke kediaman penguasa Sylph di ibukota, Sylvain, meminta Sakuya apakah ia dapat mengirimkan pemain-pemain berlevel tinggi untuk datang sebagai bala bantuan.
Tapi segera setelah Lyfa menggigit bibirnya karena menyerah atas ide tersebut, pikirannya kembali ke pagi itu, dalam Jötunheimr. Mengingat insiden dengan kelompok Undine mengembalikannya pada akal sehatnya. Mereka memprioritaskan efisiensi dan keamanan, dan mereka menyerang evil-god yang tidak melawan tanpa mempertimbangkan permintaan Lyfa.
Tentu saja, Sakuya adalah seorang teman dan tidak akan berpikir senada dengan para Undine. Tapi Sakuya adalah seorang pemimpin yang memiliki tanggung jawab yang besar. Pada situasi-situasi tertentu dia akan membiarkan keputusan-keputusan yang wajar mempertimbangkan seluruh ras mengungguli perasaannya. Meskipun dia akan menantang World Tree suatu hari nanti, itu hanya akan terjadi setelah menghabiskan waktu yang cukup untuk persiapan penuh. Jika Sakuya mendengarkan permohonan pertolongan Lyfa, dia mungkin tidak akan datang mengetahui itu akan berarti pembinasaan total pasukannya.
Setelah keheningan yang singkat Lyfa mengangkat wajahnya dengan suara yang cerah dan berkata:
“OK. Ayo kita lakukan yang terbaik. Aku kan melakukan apapun yang kubisa… terus, orang ini juga.”
“Eh, apa…”
Membuat suara seperti itu, Lyfa menyodok Recon dengan sikutnya, elisnya yang selalu terlihat seperti orang kesusahan memberengut sampai batasnya. Lalu mengatakan “Lyfa-chan dan aku adalah sama, tubuh dan pikiran.”, dan hal lain, lalu akhirnya mengangguk setuju. Gerbang batu terbuka dengan suara gerumuh rendah yang terdengar seperti datang dari dasar jurang dan afmosfir yang berat, dan mengerikan keluar dari sisi lainnya, yang menyebabkan Lyfa mengepakkan sayapnya ringan. Sebelumnya saat ia terbang masuk begitu saja untuk menolong Kirito, ia tidak menyadari atmosfir yang meluap-luap ini, tapi sekarang menghadapi gerbang batu itu, ia merasakan tekanan psikologis yang kuat.
Akan tetapi, hatinya secara tidak biasa sangat tenang.
Saat ini rasanya seperti berada di tengah badai. Baik di dunia nyata ataupun dunia maya, semuanya berubah dengan suara yang gemericik dan mengalir. Dia ia tidak mengetahui kemana ia akan dibawa dalam aliran yang deras ini; yang bisa ia lakukan hanyalah mencoba mencapai cahaya yang ada dikejauhan.
Mengikuti Kirito, Lyfa dan Recon menarik keluar pedang mereka. termasuk Yui, mata keempat orang bertemu dan meraka menaikkan sayap mereka bersamaan.
“…Ayo!”
Dengan teriakan Kirito mereka semua bertolak dari tanah, memasuki ruangan yang membulat.
Seperti yang diputuskan sebelumnya, Kirito mulai mencoba mencapai gerbang dan berada di tengah ruangan berakselerasi dengan kecepatan luar biasa. Lyfa dan Recon tetap berada di dekat lantai dan mulai membaca mantra penyembuhan.
Dari pancaran cahaya di kanopi raksasa-raksasa putih terbentuk dari cairan kental yang menetes-netes. Mereka menyerbu Kirito dengan sebuah teriakan yang berani dan aneh. Saat barisan depan ksatria penjaga dan Kirito terlihat kecil bertemu, sebuah kilatan cahaya dan ledakan yang menderu diseluruh ruangan.
Beberapa raksasa terpotong-potong dengan satu tebasan dan terpencar ke semua penjuru. Melihat pemandangan seperti itu, Recon berbisik di sebelah Lyfa.
“…Luar biasa.”
Itu memang kekuatan pedang pada level yang mengerikan. Meskipun begitu, menyaksikan adegan Kirito bertarung dengan monster dalam jumlah besar mengirimkan rasa dingin ke bawah tulang belakangnya.
Jumlah musuh terlalu banyak. Banyaknya jumlah ksatria penjaga yang turun dari kanopi yang seperti jala merupakan situasi yang melebihi keseimbangan permainan. Walau dalam dungeon dunia bawah tanah paling buruk, Jötunheimr, spawning rate[4] monsternya masih lebih moderat daripada ini.
Para ksatria penjaga mengelompok dengan rapat, mengeluarkan pita-pita bergelombang untuk menyerang Kirito. Serangkaian kilatan muncul di atas, dan setiap waktu tubuh sebuah ksatria tercerai-berai cahaya menari seperti salju. Akan tetapi, setiap satu dihancurkan tiga yang lain akan muncul.
Saat Kirito sudah setengah jalan menuju pintu di atas ruangan, HP Bar-nya hanya berkurang 10 persen. Lyfa dan Recon melepaskan matra penyembuhan yang telah mereka siapkan dan dimasukkan dalam keadaan siap. Tubuh Kirito diselubungi oleh cahaya biru dan health-nya kembali penuh.
-Tapi.
Sebuah hal yang buruk terjadi pada waktu yang bersamaan.
Sekelompok ksatria penjaga yang terbang rendah berbalik ke arah Lyfa dan Recon dengan teriakan yang ganjil.
“Ua…”
Recon mengeluarkan suara gelisah.
Lyfa merasakan dibalik topeng-topeng kaca ksatria-ksatria penjaga berfokus pada mereka. ia secara tidak sadar mengepitkan giginya dengan rapat.
Untuk menghindari dijadikan sebagai target, Lyfa dan Recon hanya menggunakan sihir untuk menyembuhkan Kirito. Umumnya, monster hanya menyerang pemain yang berada dalam zona deteksi mereka. Itu berarti, mereka tidak menyerang pemain dengan jangkauan jauh jika mereka tidak menggunakan panah atau sihir penyerang.
Akan tetapi, para ksatria penjaga itusepertinya berbeda dengan monster-monster di dunia luar, mereka menggunakan algoritma dengan maksud jahat juga. Jika mereka bereaksi terhadap sihir penunjang dari jauh lalu menggunakan sebuah formasi ortodoks seperti penyerang terhadap barisan depan dan penyembuh di belakang formasi menjadi tidak berguna.
‘Itu grup lima atau enam ksatria, berbalik sana!’ harapan Lyfa menjadi harapan kosong, mereka mulai mengepakkan keempat sayap mereka dan para ksatria menukik turun. Masing-masing dari mereka memegang pedang yang dengan mudah lebih tinggi dari Lyfa di tangan kanan mereka. pedang mereka terlihat bersinar dengan cahaya lapar ingin memangsa mereka.
Lyfa berseru pada Recon:
“Aku akan mengalihkan perhatian mereka, kau lanjutkan saja penyembuhannya seperti ini!” Lyfa naik tanpa menunggu jawaban. Meskipun begitu, walau biasanya selama pertarungan-pertarungan sampai saat ini Recon selalu mendengar perintah Lyfa, kali ini dia berkata ‘Tunggu’, lalu memegang tangan kanan Lyfa. Terkejut, Lyfa menoleh ke arahnya dan dihantam oleh ekspresi serius yang jarang terlihat, bahkan suaranya juga tegang.
“Lyfa-chan… walau aku tidak begitu mengerti, ini adalah pertarungan yang penting ‘kan?”
“- Iya. Sekarang ini mungkin sudah bukan game lagi.”
“…Walau tidak mungkin aku bisa menyamai Si Springgan itu… aku akan lakukan sesuatu untuk mengatasi para penjaga itu…”
Segera setelah dia selesai bicara, Recon bertolak dari tanah dengan flight controller[5] ditangannya. Sementara Lyfa berdiri disitu terheran, dia terbang jauh ke depan, langsung ke arah kumpulan ksatria penjaga.
“I-idiot…”
‘- Dia bukan lawan yang sebanding’, pikir Lyfa, tapi ia tahu ia tidak dapat mengejarnya lagi. Melihat ke samping, HP Kirito yang penuh mulai menurun sekali lagi. Lyfa terpaksa mulai membacakan mantera penyembuhan. Walau ia dengan cepat memberikan sihirnya, Lyfa dengan cemas terus memperhatikan Recon dari belakang.
Recon mengeluarkan sihir ber-atribut angin yang memiliki cakupan daerah yang luas yang dia siapkan selama ia terbang untuk menyerang para ksatria penjaga. Banyak pedang berwarna hijau menebar dalam bentuk kipas dan menyerang para penjaga, mengoyak mereka. HP para ksatria tidak turun begitu banyak, tapi mereka semua menargetkan Recon.
Para raksasa putih mengeluarkan lolongan yang terdistorsi saat mereka berkonfrontasi dengan pemuda hijau kecil. Recon terbang di sekitar pedang raksasa yang berbahaya, sebagaimana dia bergerak seperti daun yang dipermainkan angin, dan keluar dari belakang mereka. para ksatria segera berbalik, mengikutinya.
Lyfa menyelesaikan manteranya dan cahaya sihir penyembuhan mengelilingi Kirito. Beberapa ksatria penjaga bereaksi dan mulai turun. Para ksatria itu bergabung dengan grup yang mengejar Recon, menyebabkan gerombolan itu menjadi dua kali lebih besar.
Meskipun tidak begitu mahir dalam pertarungan udara Recon menghindari pedang yang menyerbu kearahnya dengan konsentrasi yang luar biasa. Dia kadang-kadang terkena serangan dan HP-nya perlahan-lahan mulai turun, tapi tidak ada luka yang fatal.
“…Recon…”
Cara terbang Recon terlihat putus asa dan Lyfa merasa tersentuh, namun ia tahu Recon tidak mungkin bertahan. Setiap ia memberikan sihir penyembuh pada Kirito, sekelompok baru ksatria turun, menambah jumlah yang berkerumun di sekitar Recon.
Akhirnya, ksatria penjaga yang mengejar Recon terbagi menjadi dua tim. Mereka sepertinya akan menggencetnya. Satu dari banyak ujung pedang yang turun seperti hujan mengenai punggung Recon, melemparnya jauh.
“Recon, cukup! Pergilah keluar!!”
Lyfa tidak tahan lagi melihatnya dan berteriak. Sekali seorang pemain menyelamatkan diri keluar, dia tidak akan bisa masuk lagi selama masih ada pertarungan di dalam. Ia memutuskan untuk bertahan sampai batas kemampuannya, lalu terbang sambil membaca mantera penyembuhan.
Tapi sebelum itu, Recon menoleh dan menatapnya. Wajah Recon tersenyum yakin. Melihatnya, Lyfa berhenti membuka sayapnya.
Recon mulai membaca mantera baru sambil menerima berlapis-lapis serangan pedang. Tubuhnya dengan cepat dikelilingi oleh sebuah efek cahaya berwarna ungu gelap.
“…!?”
Menyadari bahwa itu adalah sebuah atribut sihir kegelapan, Lyfa terkesiap. Sebuah lingkaran sihir yang rumit tiba-tiba muncul. Dinilai dari ukurannya, itu adalah mantera yang cukup tinggi. Sangat jarang untuk melihat sihir kegelapan di wilayah Sylph, Lyfa tidak tahu efek seperti apa yang dimilikinya.
Lingkaran sihirnya menjadi besar sejenak, berputar pada sumbunya sambil menyelubungi ksatria-ksatria yang berkumpul ke arahnya. Pola rumit cahaya itu memadat dalam sekejap – lalu semuanya dihantam oleh kilatan yang dahsyat.
“Wah…!!”
Lyfa dibutakan oleh kilatan itu dan secara refleks memalingkan wajahnya. Sebuah ledakan yang terdengar seperti akan menghancurkan surga dan bumi terjadi, menggoyahkan seluruh ruangan. Dibutuhkan sedetik penuh untuk pulih dari cahaya putih yang membutakan. Lyfa berusaha untuk melihat ke pusat ledakan sambil mengepalkan tangannya. Ia begitu terkejut sampai kehilangan kata-kata. Para ksatria penjaga yang mengelilingi Recon telah tidak ada. Satu-satunya sisa keberadaan mereka hanyalah cahaya ungu yang tipis yang menggantung di udara.
Kekuatannya sangat mengerikan. Tidak begitu banyak mantera sekuat itu dalam atribut angina tau api. ‘Si Recon itu, kapan dia mempelajari mantera rahasia seperti ini?’ Lyfa berseru dalam kegembiraan dan rasa terkejut. Kalau serangan seperti ini digunakan beberapa kali lagi maka menerobos menuju gerbang di atas menjadi mungkin. Lyfa berencana untuk menyembuhkan Recon sekarang dan menggerakkan tangannya – tapi lagi-lagi ia membeku di tempat.
Setelah ledakan sosok kecil Recon tidak ada. Sebagai gantinya, «Remain Light[6] » mengapung di udara.
“- Sihir Penghancuran Diri…?” Lyfa berbisik dalam keterkejutan. Benar juga – dia ingat pernah mendengar tentang sihir kegelapan seperti ini dulu. Tetapi, sihir itu punya death-penalty[7] yang beberapa kali lebih buruk daripada kematian yang normal, jadi sihir itu bisa digolongkan sebagai sihir terlarang.
Lyfa memejamkan matanya rapat-rapat, kehilangan kata-kata untuk beberapa detik. Walau hanya sebuah permainan; pengalaman, waktu, dan usaha yang Recon curahkan membuatnya menjadi sebuah pengorbanan sungguhan. Dari sini sampai selanjutnya, ‘menyerah’ bukanlah pilihan. Ia membuka matanya dengan tekad yang bulat lalu melihat ke atas. Lalu –
Saat ia melihat pemandangan didepannya ia merasa tenaga meninggalkan kakinya.
Atap ruangan melengkung itu begitu penuh dengan warna putih sampai ia tidak bisa melihatnya sama sekali.
Kirito adalah titik hitam kecil ditengahnya. Setelah setiap ayunan pedangnya, tubuh-tubuh berjatuhan. Itu terlihat seperti menusukkan jarum ke bukit pasir. Lubang pada dinding yang terbuat dari badan ksatria penjaga putih yang Kirito buat segera terisi, sepenuhnya menghalanginya.
“Uoooooo!!”
Kirito bertarung seperti setan dan mengaum seakan ia akan muntah darah, teriakan menantangnya samar-samar mencapai telinga Lyfa.
“… Ini mustahil onii-chan… hal seperti ini…”
Sejujurnya, gagasan bahwa jiwa seseorang terperangkap di dunia ini, meskipun Kirito yang memberitahunya, merupakan sesuatu yang masih tidak bisa ia percayai. Ini adalah sebuah game, sebuah dunia game virtual[8] untuk dinikmati. Ia tidak bisa membantah merasakan penolakan terhadap cerita yang menghubungkan dunia ini dengan «Dunia SAO» yang seperti mimpi buruk.
Bagaimanapun, Lyfa merasa ini pertama kalinya ia melihat apa yang disebut «Sistem yang Jahat». Dunia game virtual memiliki keseimbangan yang adil, tetapi tempat ini penuh dengan nafsu membunuh terhadap pemain. Seperti sabit dewa kematian yang diayun-ayunkan – perasaan seperti itu. Memang tujuan sang dewa untuk membunuh. Tak seorangpun bisa menentang.
Tiba-tiba sebuah suara rendah, piuh, seperti kutukan bergema dalam dome[9].
Sebagian dari ksatria penjaga berhenti bergerak, tangan kiri mereka terulur ke depan saat mereka membaca mantera. Itu adalah mantera yang mengunci gerakan Kirito pertama kalinya dia datang kesini. Saat terkena, sihir itu akan menimbulkan efek ‘stun[10]’, membuat korbannya terbuka untuk serangan pedang.
Membayangkan melihat adegan Kirito ditusuk oleh pedang yang tak terhitung jumlahnya membuat Lyfa membeku.
Pada saat itu…
Mendadak, dari belakang muncul sebuah ombak, tidak, sebuah tsunami suara yang memukul sayap Lyfa yang melayu.
“Ap…!?”
Lyfa dengan segera berbalik – dalam formasi yang rapat mereka datang melalui pintu yang terbuka berpakaian dalam armor[11] baru berwarna hijau yang berkilauan. Itu adalah pasukan Sylph.
Sekali lihat menunjukkan Lyfa bahwa perlengkapan mereka adalah kelas senjata kuno. Kelompok pemain yang besar itu, berpakaian lengkap dalam peralatan baru yang sama, menyerbu melewati Lyfa seperti angin musim semi dan terbang ke arah kanopi. Ada sekitar 50 orang dari mereka.
Sambil terkagum-kagum Lyfa memusatkan perhatiannya pada mereka, dan satu per satu cursor nama bermunculan. Ia tidak bisa melihat wajah mereka karena tertutup pelindung kepala, tetapi nama yang ditampilkan semuanya merupakan nama para pemain elit dari wilayah Sylph. Mendengar raugan heroic dari kelompok itu para ksatria penjaga menghentikan sementara mantera yang ditujukan untuk Kirito dan mulai bergerak. Perasaan ngeri dan kegembiraan menyelimuti Lyfa. Namun, mereka bukan satu-satunya kelompok yang bergabung dalam usaha menundukkan dome ini.
Beberapa detik setelah pasukan elit Sylvain terakhir masuk, sebuah seruan perang lain terdengar. Saling menindih, teriakan mereka bercampur menjadi seperti raungan behemoth[12] , seperti halilintar yang menyambar dikejauhan.
Pasukan baru yang menyerbu masuk lumayan lebih kecil daripada Pasukan Sylvain. Lyfa memperkirakan ada sekitar 10 orang. Meskipun begitu, setiap anggota dari kavaleri[13] berukuran luar biasa besar.
“Naga Terbang…!”
Lyfa berteriak kaget. Dari kepala hingga ekor, mereka beberapa kali lebih besar daripada pemain dan ditutupi oleh sisik warna abu-abu besi. Sebagai bukti bahwa mereka bukanlah monster liar dahi, dada, dan ujung menonjol pada sayap mereka yang sangat panjang dilengkapi dengan armor besi berkilauan.
Dari kedua sisi armor di dahi naga tersebut, kekang yang terbuat dari rantai perak memanjang, dipegang erat oleh pemain yang duduk pada pelana dipunggungnya. Para penunggangnya pun dilindungi oleh armor baru, telinga-telinga segitiga menonjol dari kedua sisi kepala mereka, dari bawah armor punggung mereka sebuah ekor yang tidak bisa diabaikan.
Tidak diragukan lagi mereka adalah Senjata terakhir Cait Sith, para Ksatria Naga. Mereka biasanya digunakan sebagai pertolongan terakhir. Para pejuang legendaris yang disimpan dalam kerahasiaan penuh, tidak pernah terlihat dalam screeshot, dan sekarang, mereka beterbangan di depan mata Lyfa.
Tertangkap dalm euphoria, dengan darahnya mendidih, Lyfa berdiri disana dengan sayapnya terbentang tegang. Tiba-tiba, ia mendengar seseorang memanggil dari belakangnya:
“Maaf, kami terlambat.”
Ia segera berputar dan berdiri disana adalah sosok sang Penguasa Sylph, Sakuya, mengenakan bakiak ber-hak tinggi dan berpakaian santai. Disebelahnya adalah Alicia Rue, Pemimpin para Cait Sith, yang berkata sambil menggerak-gerakan telinganya:
“Maaf, para penempa Leprechaun harus menempa armor naga sesuai jumlah yang dibutuhkan, jadi baru bisa diselesaikan barusan. Walau dengan uang yang diberikan oleh si Springgan, kas kami, dan kas bangsa Sylph sekarang kosong!”
“Dengan kata lain, kedua ras akan bangkrut kalau kita dimusnahkan disini.”
Sakuya tertawa dingin dengan kedua tangannya menyilang.
-mereka datang. Keduanya, walau berisiko kehilangan status mereka sebagai penguasa, mereka datang dengan segera. Pasukan gabungan dari kedua ras ini, mengatasi perebutan sumber daya yang merupakan esensi dari MMORPG, melemparkan semua perhitungan risiko pada angin, pasti akan dengan efektif mengungguli ekspektasi para GM[14].
“…Terima kasih… Terima kasih, Anda berdua.”
Lyfa hanya dapat mengatakan kata-kata itu dengan suaranya yang bergetar. Pastinya, di dunia ini ada hal-hal yang lebih penting daripada peraturan, dan sikap, dan akal sehat – pikiran itu memenuhi hatinya, dan ia tidak bisa berkata apa-apa lagi.
Meskipun keduanya bicara dengan suara yang berbeda mereka menggunakan nada yang sama saat berkata ‘kita impas sekarang’, lalu mentap kearah kanopi dengan ekspresi serius. Sakuya menyentakkan kipas tangan di tangan kanannya. “Well – kita juga akan pergi!”
Melihat dinding ksatria penjaga putih mengirimkan kelompok untuk menyerang barisan depan pasukan Sylph, Lyfa mengangguk kuat, dan ketiganya bertilak dari tanah. Kirito berada di tengah dome sibuk dalam pertarungan sengit, tapi sepertinya dia menyadari datangnya bala bantuan dan berhenti mencoba untuk menerobos sendirian, meninggalkan sedikit ruang antara dirinya dan dinding penjaga.
Dengan anggun meluncur ke bagian tengah ruangan, Alicia Rue mengangkat tangan kanannya dan berseru dalam suara yang cantik dan berwibawa.
“Unit Naga! Bersiap untuk serangan napas!”
Kesepuluh pasukan penunggang naga melayang dalam sebuah lingkaran besar disekitar mereka bertiga, termasuk Lyfa. Dengan sayap mereka terbentang dan lehernya membentuk huruf S, ia bisa melihat cahaya berwarna jingga di belakang gigi mereka.
Selanjutnya, Sakuya dengan cepat mengangkat kipas merah yang terlipat.
“Regu Sylph, bersiap untuk serangan spesial!”
Tersusun dalam bujur sangkar yang padat, para pasukan Sylph mengangkat pedang mereka di atas kepala mereka menggunakan tangan kanannya, cahaya hijau zamrud menyelubungi pedang mereka seperti filigree[15].
Para ksatria penjaga terlihat seperti kerumunan cacing putih berkumpul begitu banyak dan meneriakkan teriakkan ganjil yang menggelegar seraya mendekat. Alicia Rue menggigit bibirnya dengan taringnya yang panjang, lalu menunggu para ksatria penjaga untuk batas serangan, melambaikan tangan kanannya, menaikkan suaranya, dan berteriak.
“Fire Breath[16], serang!”
Lalu semua semua napas dari sepuluh naga yang terakumulasi dilepaskan dalam kobaran api. Garis-garis api merah menyala keluar dari mulut mereka, meninggalkan bekas di udara. Sepuluh pilar api menghantam pada ksatria naga yang mengelilingi Kirito dan prajurit Sylph.
Cahaya yang menyilaukan menerangi seluruh ruangan. Beberapa saat kemudian, bola api tiada henti menciptakan dinding api besar. Suara ledakan yang dahsyat menggoncang ruangan. Sisa-sisa ksatria penjaga tertiup ke segala arah, meninggalkan api putih yang berkobar.
Tapi seakan tidak ada habisnya, gerombolan baru menerobos dinding sisa-sisa tubuh penjaga sebelumnya, dengan paksa menerobos neraka api yang menyala. Pertama-tama, seperti ingin menelan Kirito, yang berada di depan, mereka membuka mulut besar-besar, terlihat seperti cairan yang menyebar.
Saat massa putih seperti hendak membanjir Sakuya dengan tajam mengayunkan kipasnya ke bawah, berteriak:
“Fenrir Storm[17], serang!”
Pasuka Sylph menusuk tajam pedang panjang mereka dalam irama yang sempurna. Dari masing-masing dari 50 pedang sebuah kilat hijau yang menyilaukan menyembur keluar dan memotong udara secara zig-zag, penembus dalam pada gerombolan ksatria penjaga.
Lagi, dunia diwarnai putih oleh kilatan cahaya yang menyilaukan. Sekarang tidak terjadi ledakan, sebagai gantinya petir tebal menyambar dengan bebas. Ksatria penjaga yang tersambar meledak menjadi potongan-potongan kecil.
Setelah kelompok besar kedua dihancurkan bagian tengah dari dinding ksatria penjaga jatuh. Namun, seperti permukaan suatu cairan, lubang yang dibuat dalam dinding itu segera terisi dari sisi-sisinya.
Ini adalah ‘sekarang atau tidak sama sekali’, Lyfa yakin. Ia segera menghunuskan katananya dan bertolak ke udara untuk menyerbu ke depan. Para pemimpin masing-masing ras sepertinya juga membuat keputusan yang sama. Suara Sakuya melengking di udara seperti pecut.
“Seluruh pasukan, maju!”
Itu pastinya merupakan pertempuran paling besar yang pernah terjadi di dunia itu. dari belakang datang napas api yang terus menerus, ksatria-ksatria penjaga terbakar sampai mati dan terus berjatuhan satu per satu. Formasi hulu ledak[18] prajurit Sylph menebas raksasa-raksasa yang berkumpul dengan pedang mereka yang kuat, menciptakan lubang besar pada dinding tubuh itu.
Pada ujung formasi adalah Springgan hitam kecil. Kelas perlengkapannya jauh lebih lemah daripada para pejuang Sylph, tapi dengan pedangnya bergerak melebihi kecepatan yang seperti dewa, apapun yang disentuh pedangnya terpotong dan meledak.
Lyfa terbang ke celah yang dibuka pejuang Sylph, segera sampai di belakang Kirito. Setelah menahan pedang dari satu ksatria penjaga yang akan menyerang punggung Kirito, Lyfa menghujamkan katananya pada topeng kaca monster tersebut. Memegang katananya sambil berputar, leher dari si penjaga terlepas dari tubuhnya, dan tubuhnya terbakar dalam api putih. Kirito menoleh pada Lyfa, dan berkata dengan hanya menggerakkan bibirnya.
“Sugu, aku serahkan bagian belakang padamu.”
“Kau bisa mengandalkanku!!”
Matanya bertemu mata Kirito dan merespon tanpa kata, lalu menempelkan punggungnya pada punggung Kirito. Keduanya berputar-putar, menebas ksatria penjaga yang terus menerus muncul dihadapan mereka.
Satu lawan satu, ksatria-ksatria raksasa seharusnya tidak mudah dibunuh baginya. Akan tetapi, saat ia menempel ke punggung Kirito dan menyamai kecepatannya, Lyfa merasa para ksatria itu terus melambat. Tidak – mungkin system sarafnya yang berakselerasi? Ini terjadi di pertandingan kendo juga sebelumnya, Lyfa diselimuti perasaan bahwa ia bisa mengetahui semua yang terjadi disekitarnya.
Ia merasa dirinya dan Kirito telah menjadi satu. Dengan system saraf mereka terhubung langsung, sinyal-sinyal listrik mengalir dari satu ke yang lain. Tanpa melihat, ia mengetahui bagaimana Kirito bergerak dibelakangnya. Saat pedangnya memotong ke leher salah satu ksatria penjaga, sambil berputar, Lyfa menebas leher ksatria yang sama dan menghabisinya. Pada topeng ksatria lain yang Lyfa rusak, Kirito menyerang bagian yang sama, memotong dalam.
Kirito, Lyfa, para pejuang Sylph, dan pasukan naga bergerak seperti kesatuan putih yang panas, terus menerus menyentuh dan melelehkan dinding ksatria penjaga tanpa batas, maju semakin dalam dan semakin dalam. Jumlah ksatrianya tidak terbatas, tetapi banyaknya ruang dalam dome sudah tetap. Selama mereka terus maju, saatnya akan segera tiba.
“Seraaaa!!”
Dengan teriakannya yang bersemangat Lyfa memotong seorang ksatria penjaga menjadi dua, ksatria itu roboh dan menghilang.
Dibalik beberapa ksatria terakhir, walau hanya sekejap, ia melihat puncak dome.
“Oooo!!”
Dengan teriakan, Kirito bergerak dari belakang Lyfa saat kilatan cahaya hitam menyerbu ke celah pada dinding badan itu. gerombolan terakhir ksatria penjaga mendekatinya dari semua penjuru sambil meneriakkan teriakan penuh kebencian untuk mencegah penyusup. Mereka berjumlah hamper tiga puluh.
“Kirito-kun!!”
Lyfa secara refleks mengayunkan pedangnya dan melemparnya pada tangan kiri Kirito dengan sekuat tenaga.
Pedang hijau itu berputar di udara dan mendarat di tangan Kirito seakan ditarik ke arahnya.
“U…oooooo—!!”
Dengan teriakan yang menggoncang seluruh ruangan, Kirito memegang pedangnya di tangan kanan dan katana di tangan kiri. Mereka menghambur dengan kecepatan yang menakutkan dalam serangan ganda.
Memotong dari kanan atas. Menebas dari kiri bawah. Dua pedang berkilauan merubah sudut sedikit dan membuat lingkaran seputih salju yang terlihat seperti korona pada gerhana matahari. Tubuh para ksatria yang terperangkap dalam tebasannya yang amat sangat cepat terpotong-potong seperti kertas, menyebar ke sekeliling.
Sekarang, terlihat jelas dibalik End Flame dari lingkaran api putih. Terjerat dalam ranting-ranting pohon yang seperti jaring di tengah kanopi ruangan, adalah gerbang melingkar yang terbagi dalam potongan-potongan oleh sebuah persilangan seperti salib. Menjangkau sampai ke dalam batang World Tree, gerbang terakhir menuju Alfheim, kastil di atas pohon.
Sosok kecil berpakaian hitam terus terbang menuju gerbang, menciptakan ekor cahaya dibelakangnya. Dia sampai. Akhirnya.
Di depan mata Lyfa, tubuh-tubuh ksatria penjaga dengan cepat dan berulang menumpuk dan mengisi setiap ruang terbuka dalam sekejap. Sakuya, yang menyadari Kirito menembus garis pertahanan, berseru dari belakang:
“Semuanya kembali, mundur!”
Menghindar bersama dengan regu Sylph sembari menukik dengan bantuan dari serangan napas api, Lyfa, untuk sesaat, melihat ke belakang kea rah kanopi. Ia tidak bisa melihat sosok Kirito karena dinding penjaga, tapi terpantul dalam mata hatinya, naik sosok yang menuju ke tempat yang tak seorangpun pernah mencapainya, naik semakin tinggi dan semakin tinggi.
Terbanglah – Pergilah – Pergilah kemanapun! Melalui pohon raksasa, membubung di langit, ke pusat dunia -!
Bagian 2
Kupikir urat sarafku akan terbakar, memikirkan kecepatanku menyerbu melewati jarak terakhir itu.
Di depanku adalah gerbang berbentuk lingkaran yang besar terbuat dari empat bagian yang tertutup rapat digambari oleh litograf[19] berbentuk salib. Dibelakangnya, dia – Asuna menunggu. Tertinggal di dunia itu, bersama dengan separuh jiwaku.
Dari belakang, teriakan para ksatria penjaga bergema, penuh amarah. Mereka berbalik, dan sepertinya mereka akan mengejarku. Lalu banyak ksatria muncul dari kanopi di sekitar gerbang bahkan tanpa kilatan cahaya dan menyerbu ke arahku seketika mereka melihatku dalam jarak pandangnya.
Bagaimanapun, aku lebih cepat. Gerbangnya hanya tinggal berjarak satu lengan dariku.
Tapi – akan tetapi.
“…Gerbangnya tidak bisa dibuka…!?”
Aku secara tidak sadar berteriak pada situasi yang tak terduga ini.
Gerbangnya tidak mau terbuka. Sebelumnya, aku berpikir jika aku mendekat sedikit lagi saja, gerbang besar menyebalkan itu akan terbuka, tapi ia tertutup rapat, menghalangi jalanku dan bagian yang berbentuk salib tidak bergerak sedikitpun.
Mulai saat itu, tidak ada waktu untuk melambat. Aku bersiap dengan pedangku di tangan kanan setinggi pinggang, dan berharap dapat menghancurkan gerbangnya dengan satu tebasan, menyerbu ke arahnya, bersatu dengan pedangku.
Segera setelah itu, aku mengenai gerbang itu dan sangat terkejut. Ujung pedangku menusuk potongan batu itu, menebarkan bunga api yang intens. Namun – permukaannya tidak tergores sama sekali.
“Yui – apa yang terjadi!?”
Aku berteriak dalam kebingungan. Tak mungkin, barusan itu tidak cukup? Apa kita tidak hanya harus menerobos ksatria penjaga, tapi juga membutuhkan sejenis item atau flag[20]?
Hampir mengikuti keinginan untuk mengayunkan pedangku lagi, Yui terbang keluar saku pakaianku dengan suara lonceng kecil. Dengan lembut ia meletakkan tangannya pada gerbang batu.
“Papa.”
Ia segera memutar kepalanya, dan dengan cepat berkata:
“Pintunya tidak dikunci oleh quest flag atau yang lainnya! Ini seperti ini karena administrator sistem.”
“A – Apa maksudmu!?”
“Dengan kata lain… pintu ini tidak akan pernah bisa dibuka oleh pemain!”
“Ap….”
Aku terdiam.
Ini artinya petualangan besar – bahwa ras yang memanjat World Tree[21] dan mencapai Kota di Langit akan terlahir kembali sebagai peri sesungguhnya, seperti menggantungkan wortel didepan hidung seekor kelinci tahu kelinci itu tidak akan pernah bisa mencapainya? Di luar fakta bahwa tingkat kesulitannya kelewat batas, lalu ada pintu yang tidak akan pernah bisa dibuka tanpa kunci yang bernama otoritas sistem…?
Aku merasa tubuhku kehilangan tenaga. Dibelakangku, teriakan para ksatria penjaga menyerbuku seperti tsunami. Namun, tekad yang membuatku dapat memegang pedang lagi tidak mau keluar.
‘- Asuna, aku sudah sampai sejauh ini… tinggal sedikit lagi, sampai aku bisa mencapaimu… sepotong kehangatanmu waktu itu, apa itu yang terakhir bagi kita…?’
‘- Tidak. Tunggu. Itu, kalau tidak salah…’
Mataku membuka lebar. Dengan tangan kiriku, aku meraba-raba dalam kantung belakangku. Ada. Sebuah kartu kecil. Apa yang Yui katakan sebelumnya, bahwa ini adalah kode akses sistem…
“Yui – pakai ini!” Aku mengeluarkan kartu berwarna silver itu di depan mata Yui. Matanya melebar lalu ia mengangguk dalam.
Tangan kecilnya menyapu permukaan kartu. Beberapa garis cahaya mengalir dari kartu ke dalam Yui.
“Menyalin kode!”
Ia berseru, lalu mengempaskan kedua telapak tangannya ke permukaan gerbang.
Aku disilaukan oleh cahaya yang terang dan menyipitkan mataku. Tempat dimana tangannya menyentuh, garis-garis biru terang memancar, dan segera setelahnya, gerbang itu sendiri mulai bersinar.
“- Kita akan ditransfer!! Papa, pegang tanganku!!”
Yui mengulurkan tangan kanannya dan menggenggam erat ujung jari tangan kiriku. Garis cahaya itu disalurkan melalui tubuhnya mengalir ke dalam tubuhku. Tiba-tiba, suara aneh dari ksatria penjaga bergema dari tepat di belakang kami. Walaupun aku menyiapkan diri, lusinan pedang besar meluncur ke arahku. Tetapi, pedang-pedang itu hanya menembusku seperti mereka sudah kehilangan substansi. Bukan, akulah yang mulai menjadi transparan. Tubuhku menghilang perlahan-lahan ke dalam cahaya.
“―!!”
Tiba-tiba, aku merasa seperti ditarik kedepan. Yui dan aku berubah menjadi aliran data dan dihisap ke dalam gerbang, yang telah berubah menjadi tabir putih yang bersinar.
Kesadaranku segera kembali.
Ku gelengkan kepalaku beberapa kali berusaha membuang sensasi yang tertinggal akibat perpindahan tadi sambil mengedip-kedipkan mata. Ini sama dengan penggunaan Kristal teleportasi di Aincrad, tetapi bukannya oleh kesibukan alun-alun gerbang teleportasi yang kukenal, aku dikelilingi oleh kesunyian.
Aku perlahan bangkit dari postur dimana aku menemukan diriku dengan satu lututku menyentuh tanah. Didepanku adalah Yui dengan wajah cemas. Dia tidak lagi dalam wujud pixie kecil, tapi yang asli, dengan penampilan anak perempuan berusia sekitar 10 tahun.
“Papa tidak apa-apa?”
“Iya… Ini…?”
Aku melihat ke sekelilingku sambil mengangguk.
Bagaimanapun kau mengatakannya – tempat ini sangat ganjil. Sama sekali berbeda dengan jalan-jalan yang dihias di Sylvain dan Aarun dengan perasaan ‘game’ baru dengan detil yang berlebihan. Segala yang kulihat memberikan kesan kosong, hanya ada dinding putih tanpa tekstur atau detil.
Aku berada di suatu tempat ditengah semacam jalan. Daripada lurus, jalan ini menikung ke kanan. Sama halnya dengan dibelakangku. Sepertinya tikungan ini sangat panjang, atau mungkin jalan yang melingkar.
“… Aku tidak mengerti, sepertinya tidak ada peta untuk navigasi tempat ini…”
Kata Yui dengan wajah bingung.
“Apa kau tahu dimana Asuna berada?”
Ketika ditanya, mata Yui terpejam sebentar, lalu ia mengangguk dalam.
“Iya. Tempatnya sudah – sudah dekat… ke arah sini.”
Bertolak dari lantai dengan bertelanjang kaki, ia berputar dan mulai berlari tanpa suara. Aku kembalikan pedang di tangan kananku ke punggungku lalu segera mengikutinya. Katana yang seharusnya ada di tangan kiriku telah menghilang. Kemungkinan, ketika aku ditransfer kesini, katana itu kembali ke tangan Lyfa, yang merupakan pemilik dari data sistem aslinya. Kalau dia tidak melemparkan pedang itu padaku, aku pasti tidak akan bisa menembus dinding terakhir itu. aku menutup mataku sebentar dan dalam diam menyampaikan terima kasihku pada sensasi yang tersisa di tangan kiriku.
Setelah mengikuti Yui untuk beberapa lusin detik, sebuah pintu persegi dapat terlihat dari sebelah kiri, dinding sebelah luar tikungan. Pintu itu sama-sama tidak dihias juga.
“Sepertinya memungkinkan untuk mencapai puncak dari sini.”
Aku mengangguk pada kata-katanya saat Yui berhenti dan mengamati pintu itu dengan seksama – badanku menjadi kaku seketika.
Terdapat dua tombol berbentuk segitiga berbaris, satu menunjuk ke atas, yang lain menunjuk ke bawah. Ini merupakan sesuatu yang tidak pernah aku lihat di dunia ini, tetapi tidak diragukan lagi, sangat aku kenal di dunia nyata. Aku hanya bisa memikirkan bahwa tombol-tombol ini adalah tombol untuk elevator.
Tiba-tiba dan anehnya, dengan tubuhku dibungkus baju tempur dan pedang di punggungku, aku mengerutkan dahi merasa salah tempat. Tidak – tempat inilah yang aneh. Jika tombol-tombol ini merupakan apa yang kupikirkan, maka tempat ini tidak dapat dikatakan sebagai dunia game lagi. Kalau begitu… tempat apa ini?
Namun keraguan itu melintas di pikiranku hanya sesaat saja. Segera, pintunya terbuka dengan efek suara ‘pong’, memperlihatkan ruangan kecil berbentuk kontak dibaliknya. Memasuki ruangan itu bersama Yui, aku berbalik dan tentu saja, terdapat panel dengan tombol-tombol berbaris di sebelah pintu. Tombol yang menandakan lantai ini menyala dan sepertinya ada dua lantai lagi di atas lantai ini. Meskipun sedikit ragu, aku menekan tombol yang paling atas.
Terdengar efek suara lagi. Pintunya tertutup dan aku diselimuti oleh, yang tidak salah lagi, sensasi naik.
Elevator segera berhenti. Dibalik pintunya adalah jalan menikung yang sama dengan jalan yang kami tinggalkan sebelumnya. Menghadap Yui yang menggenggam erat tangan kananku, aku berkata:
“Apa ini lantai yang benar?”
“Ya. – Sudah, dekat… di dekat sini.”
Sambil berkata begitu, Yui menarik tanganku dan mulai berlari.
Selama tambahan puluhan detik kemudian, aku mencoba menenangkan detak jantungku yang kalut sambil berlalu melewati jalan ini. Kami tiba di dekat beberapa pintu pada lingkar dalam tikungan, tapi Yui melewatinya tanpa melirik sedikitpun.
Akhirnya, Yui berhenti di sebuah tempat kosong.
“…Ada apa?”
“Dibalik sini… ada jalan…”
Yui mengusap dinding lingkar luar yang halus sambil bergumam. Tangannya mendadak berhenti, dan seperti ketika dengan gerbang sebelumnya, garis-garis cahaya biru berliku-liku dengan berbagai sudut menjalar di permukaan dinding.
Ketika Yui dengan tanpa bicara menginjakkan kakinya ke jalan yang terbuka, dia mulai berlari dengan kecepatan yang lebih tinggi. Melihat kelembutan di wajahnya, tak tahan untuk menunggu bahkan satu detik lebih lama, aku yakin Asuna sudah dekat.
Cepat, cepat. Aku berdoa sepenuh hati dari lubuk hatiku sambil terus melangkah maju dengan sungguh-sungguh. Tidak lama kemudian jalannya berhenti di depan dan sebuah pintu dengan 4 sisi menghalangi kami. Yui, tanpa berhenti, mengulurkan tangan kirinya dan dengan paksa mendorong pintu itu terbuka.
“―!!”
Di depan mata kami, kami dapat melihat matahari terbenam yang besar.
Langit senja yang tak berbatas menyelimuti dunia. Aku menyadari ada sedikit perasaan tidak enak tentang pemandangan tempat ini. Tempat ini dibuat di ketinggian yang luar biasa, kau dapat melihat lengkungan halus horison. Suara angin disini terdengar kencang.
Tanpa bisa kuhindari, aku mengingat saat itu.
Asuna dan aku duduk bersebelahan menyaksikan kastil terapung itu menghilang, mengurai ke langit sore yang abadi. Ia mengangkat suaranya, kata-katanya mengapung di telingaku.
“Kita akan bersama selamanya.”
“Ah – iya. Aku sudah kembali.”
Setelah menggumamkan itu, aku mengalihkan pandangan ke kakiku.
Tempat yang tadinya merupakan lantai kristal, sekarang digantikan oleh dahan pohon yang sangat besar.
Penglihatanku, yang telah disempitkan oleh matahari terbenam yang merah menyala, kembali terbuka lebar. Di atas kepalaku, pohon ini bercabang ke segala arah, membentangkan lapisan dedaunan tebal ke semua sisi, seperti pilar yang menyangga surga. Di bawah, cabang-cabang yang tidak terhitung jumlahnya membentang di jarak pandangku. Bahkan jauh di bawah sana, dibalik samudera awan yang luas, aku samar-samar dapat melihat sebuah sungai mengalir berlika-liku di antara padang rumput.
Ini adalah puncak World Tree. Tempat yang Lyfa… Suguha terus mimpikan untuk melihatnya, puncak dunia.
Meskipun begitu ―.
Aku melihat sekitarku perlahan-lahan. Disana, batang World Tree berdiri teguh seperti dinding yang merentang jauh dan bercabang.
“Tidak ada… Kota di Langit…”
Aku berbisik tercengang. Hanya ada jalanan putih yang hambar. Tidak mungkin ini adalah Kota di Langit yang legendaris. Lagi pula, adalah penting untuk membuat semacam event untuk menandai berakhirnya sebuah petualangan besar. Setelah menerobos gerbang di dome, aku tidak mendengar adanya keriuhan pawai.
Dengan kata lain, itu semua adalah kotak hadiah kosong. Dihias dengan bungkus kado dan dipermanis dengan pita untuk menyembunyikan bahwa semuanya adalah kebohongan. Lalu, apa yang harus aku katakan pada Lyfa, yang bermimpi untuk dilahirkan kembali sebagai peri tingkat atas?
“… Ini tidak bisa dimaafkan…”
Aku bicara tanpa berpikir. Terhadap orang atau organisasi yang menjalankan dunia ini.
Tiba-tiba, aku merasakan tarikan kecil di tangan kananku. Yui menatapku dengan wajah khawatir.
“Ah, benar. Ayo pergi.”
Semua ini adalah untuk menolong Asuna. Aku datang kesini hanya untuk itu.
Didepan mataku, sebuah cabang pohon besar memanjang ke arah matahari terbenam. Di tengah cabang pohon terdapat jalan buatan. Jalan di depan sana, dibalik puncak pepohonan yang berdiri dihadapan matahari – memantulkan cahaya keemasan. Aku dan Yui mulai berlari menuju cahaya itu. Aku berusahan keras menahan rasa kesal dan hasrat yang sepertinya akan terbakar kapan saja, dan melaju menapaki jalanan pohon ini. Daya tanggapku terakselerasi, membuat saat yang sekejap terasa seperti selamanya, sehingga apa yang hanya sesaat dapat menjadi beberapa detik bahkan menit.
Melewati sebuah tumpukan tebal daun yang berbentuk aneh, jalannya berlanjut. Setiap kali dahannya bersilangan dengan dahan lain, akan ada tangga naik dan turun untuk melintasinya. Aku hanya akan mengepakkan sayapku dan melompatinya.
Identitas dari cahaya keemasan yang berkilau itu mulai terlihat. Itu adalah kombinasi dari batangan-batangan logam vertikal dan horizontal membentuk jeruji dari logam – tidak, itu adalah sebuah sangkar.
Di atas dahan yang besar kami berlari pada dahan lain yang paralel dengannya, dan dari dahan itu menggantung sebuah sangkar ortodoks. Bagaimanapun, sangkar itu luar biasa besar. Sangkar itu tidak akan bisa mengurung burung pemangsa, apalagi burung-burung kecil. Benar – itu sepertinya memiliki tujuan lain -.
Aku diingatkan kembali dengan percakapan di tempat Egil, dari ingatan yang sepertinya sangat jauh yang terasa seperti dari dulu kala. Kelima pemain yang saling menggendong untuk melewati batas ketinggian dan mengambil foto. Foto-foto yang mereka ambil memotret seorang gadis misterius terperangkap dalam sangkar. Ya, pasti. Itu adalah Asuna – Asuna pasti ada disana.
Ada keyakinan yang kuat pada tangan kecil yang dengan erat menggenggam tangan kananku, menarik ku maju. Kami berlari begitu cepat seakan meluncur di udara, lalu kami melompati tangga terakhir.
Jalan yang dipahat pada dahan mendadak menyempit saat ia berlanjut ke bawah sangkar dan berhenti.
Aku telah bisa melihat dengan jelas isi sangkar itu. Sebuah tanaman besar dan berbagai bunga dalam pot mengalasi lantai ubin berwarna putih. Ditengahnya adalah ranjang besar dengan kanopi yang mewah. Disebelahnya adalah sebuah meja putih bulat dan sebuah kursi tinggi. Seorang gadis duduk di kursi tersebut dengan kedua tangannya di atas meja dan kepalanya tertunduk dengan aura seperti orang yang sedang berdoa.
Rambut lurus yang panjang mengalir menutupi punggungnya. Ia mengenakan jenis pakaian yang sama dengan Yui tetapi lebih transparan. Sayap-sayap tipis memanjang dengan elegan dari punggungnya. Semuanya disinari oleh cahaya merah brilian dari matahari yang terbenam.
Aku tidak bisa melihat wajahnya. Meskipun begitu, aku tahu. Tidak mungkin aku tidak tahu. Seperti gaya magnet, jiwaku tertarik padanya dengan kilatan yang hampir terlihat yang tercetus diantara kami berdua.
Pada saat itu, gadis itu – Asuna segera mengangkat wajahnya.
Mungkin karena kerinduanku yang dalam, tapi sosok yang indah itu seperti sudah menyumblim menjadi sosok keakraban yang penuh cahaya(!). Terkadang ia cantik dan cerdas, seperti pedang yang telah diasah. Di waktu lain, sebuah kehangatan yang ramah dan jahil. Wajahnya, yang selalu ada disampingku selama kami bersama di hari-hari pendek namun membuat rindu itu, pertama dipenuhi keterkejutan. Lalu kedua tangannya naik untuk menutup mulutnya sementara matanya yang besar dan berwarna merah kecoklatan berkaca-kaca, meluap membentuk air mata.
Mengambil beberapa langkah terakhir dengan dorongan dari kepakan sayap, aku berbisik dalam suara yang tidak menjadi bunyi.
“- Asuna.”
Yui pun berteriak pada saat yang sama.
“Mama… Mama!!”
Diujung jalan yang berlanjut ke sangkar terdapat pintu persegi yang terbuat dari jeruji logam tebal dengan sisipan pelat logam kecil yang sepertinya merupakan mekanisme pengunci. Walau pintunya tertutup Yui tidak memperlambat langkahnya sambil menarikku. Malah, ia mengulurkan tangannya dan menahannya di atas sisi kirinya. Tangannya diselimuti cahaya biru.
Kemudian, ia melambaikan tangannya ke arah kanan. Pada saat yang sama, pintu itu seketika meledak seakan hanya lembaran logam. Pintu itu segera menjadi partikel cahaya dan terurai, menghilang dengan cepat.
Yui segera melepaskan tanganku dan dengan kedua tangan terentang, berteriak lagi.
“Mama—!!”
Ia langsung menyerbu melalui pintu masuk ke dalam sangkar.
Bertolak dari kursinya, Asuna berdiri. Dia menyingkirkan tangannya dari mulutnya, dan dari bibirnya, sebuah suara yang bergetar namun jelas terdengar.
“- Yui-chan!!”
Lalu Yui bertolak dari lantai, melompat langsung ke dada Asuna. Rambut hitam bercampur dengan rambut coklat kemerahan dan menari di udara, terlihat berwarna merah tua dalam cahaya matahari sore.
Yui dan Asuna berpelukan erat, menciumi pipi satu sama lain dan saling memanggil sekali lagi untuk memastikan.
“Mama…”
“Yui…-chan…”
Air mata mereka berdua mengalir membasahi wajah mereka dan hilang dalam cahaya matahari yang terbenam, bersinar seperti bara api.
Aku menenangkan tenaga yang menggerakkanku maju dan berjalan menuju Asuna dalam diam, berhenti beberapa langkah di depannya. Asuna mengangkat wajahnya, dan mengedipkan matanya untuk menyingkarkan air mata, menatapku langsung.
Pada saat yang sama, aku tidak dapat bergerak. Jika aku bergerak lebih dekat dan menyentuhnya, semuanya mungkin akan menghilang… Lagipula, sosokku sekarang sangat berbeda dengan waktu itu. Kulit gelap Springgan dan gaya rambut spike, tidak ada kesamaan dengan Kirito dari masa itu. Menahan air mataku, aku tak dapat melakukan apapun selain menatapnya.
Tapi seperti sebelumnya, bibir Asuna bergerak, dan memanggil namaku.
“- Kirito-kun.”
Setelah hening sebentar, mulutku bergerak dan memanggil namanya.
“Asuna…”
Aku mengambil dua langkah terakhir, tanganku terbuka. Aku menyelimuti tubuhnya yang lemah dengan tubuhku, memeluknya erat didadaku dengan Yui diantara kami. Wangi yang membuat rindu melayang disekitarku dan kehangatannya yang kurindukan membasuh tubuhku.
“…Maafkan aku karena begitu lama untuk sampai kesini.” Aku bergumam dengan suara yang gemetar. Asuna melihat ke dalam mataku dari jarak sangat dekat dan membalas.
“Tidak, aku percaya padamu. Aku yakin— bahwa kamu akan datang menolong…”
Lebih banyak kata sudah tidak penting lagi. Asuna dan aku menutup mata dan menenggelamkan wajah ke leher satu sama lain. Kedua tangan Asuna di belakang punggungku, memelukku erat. Sebuah desahan puas dari Yui keluar diantara kami.
- Ini saja sudah cukup. Pikirku.
Jika ini menjadi saat terakhirku akan tidak akan punya penyesalan, walau hidupku padam. Hidup yang seharusnya berakhir di dunia itu, akhirnya berakhir disini, hanya untuk ini…
Tidak, bukan begitu. Akhirnya, sekarang dimulai. Disini, dunia pedang dan pertempuran itu akhirnya akan berakhir dan kami akhirnya akan berangkat ke dunia baru bernama kenyataan, bersama.
Aku menengadah dan berkata:
“Ayo pulang. Ke dunia nyata.”
Catatan Penerjemah dan Referensi
- ↑ Istilah gaming, biasanya direpresentasikan oleh HP Bar
- ↑ Istilah gaming, singkatan dari Strength = kekuatan
- ↑ Istilah gaming yang dipakai di MMORPG, spawn dapat diartikan sebagai ‘lahir’. Contoh penggunaan lain dapat dilihat di http://wiki.terrariaonline.com/NPC_spawning
- ↑ lihat ref 3
- ↑ Alat pengendali terbang bagi mereka yang belum dapat terbang dengan leluasa dalam game ALO
- ↑ Istilah dalam ALO. Efek yang muncul saat pemain atau mob mati dalam pertarungan
- ↑ Istilah gaming. Hukuman bagi pemain yang mati dalam permainan. Misalnya mati dalam pertarungan. biasanya berupa pengurangan experience point (EXP) dsb.
- ↑ Vitual = maya → http://id.wikipedia.org/wiki/Realitas_maya
- ↑ Dome=kubah=ruangan melengkung, as in Tokyo Dome
- ↑ Stun= efek paralisis, lumpuh
- ↑ Pakaian untuk melindungi tubuh dari serangan
- ↑ Hewan mitologi yang disebutkan dalam bible? Lengkapnya dapat dilihat disini http://en.wikipedia.org/wiki/Behemoth
- ↑ Pasukan yang menunggang binatang, biasanya kuda
- ↑ Istilah gaming. Singkatan dari Game Master → http://en.wikipedia.org/wiki/Gamemaster
- ↑ Semacam perhiasan yang biasanya terbuat dari emas dan perak. → http://en.wikipedia.org/wiki/Filigree
- ↑ Napas api.
- ↑ Badai Fenrir. → http://id.wikipedia.org/wiki/Fenrir
- ↑ Meruncing seperti bagian depan misil
- ↑ Tulisan atau ukiran pada potongan logam, bisa berisi peta atau pesan.
- ↑ Istilah gaming. Sejenis event kecil disamping garis besar cerita yang mendasari game
- ↑ Pohon Dunia