Sword Art Online Bahasa Indonesia:Jilid 2 Bab 3

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Status: Incomplete

Gadis Embun Pagi (Lantai ke-22 Aincrad, Oktober 2024)

Bagian 1

Asuna selalu menyetel alarm paginya ke pukul tujuh lewat lima puluh.

Jika kamu bertanya mengapa pada pukul tersebut, ini karena alarm pagi Kirito yang berbunyi tepat pada pukul delapan.

Pagi ini, Asuna sekali lagi terbangun dengan suara lembut dari instrumen tiup kayu dan terus berbaring, menatap wajah tidur Kirito sambil merebahkan kepalanya di atas tangannya.

Dia jatuh cinta setengah tahun yang lalu. Mereka menjadi partner clearing dua minggu yang lalu. Dan baru enam hari berlalu semenjak mereka menikah dan pindah ke tempat ini, di dalam hutan lantai ke dua puluh dua. Meskipun sebagai pasangan tercintanya, masih banyak hal tentang Kirito yang tidak dia ketahui. Sempat, sambil mengintip wajah tidurnya, dia pelan-pelan menjadi ragu akan usianya.

Baru beberapa waktu lalu, karena sifatnya yang tidak peduli dan suka menyendiri, ia menduga bahwa dia seharusnya lebih sedikit tua darinya. Namun, melihat kirito, lelap dalam tidur, dengan kepolosan yang begitu naif, membuat dirinya hanya dapat dilihat seperti anak yang masih kecil, tidak lebih tua dari dia.

Menanyakan hal seperti usia mungkin— bukanlah masalah. Namun, melanggar batas ke permasalahan di dunia nyata kuranglah disukai, dan lagipula, keduanya telah menjadi suami istri. Daripada usia, bertemu lagi setelah kembali ke dunia nyata, bertukar informasi dari nama dan alamat asli sampai ke rincian kontak, akan lebih meyakinkan.

Namun tetapi, Asuna kurang cukup berani untuk mengatakannya dengan suara keras.

Dia takut kalau membicarakan permasalahan dunia nyata, «kehidupan pernikahan» ini akan terasa hanyalah seperti khayalannya yang bukan-bukan. Untuk Asuna yang sekarang, satu kenyataan yang paling penting baginya, adalah hari-hari lembut di rumah hutan ini; bahkan jika tidak bisa lari dari dunia ini, dengan tubuh mereka yang di dunia nyata menyambut kematian, ia masih akan tetap puas, dapat terus hidup seperti ini sampai akhir, meninggalkan dunia ini tanpa penyesalan.

Itulah sebabnya dia enggan untuk bangun dari mimpi ini dulu— Berpikir demikian, Asuna perlahan mengulurkan tangannya dan membelai wajah tidur Kirito.

Biarpun begitu, wajah tidur itu memanglah kekanak-kanakan.

Pada saat ini, sudah memang sewajarnya kemampuan Kirito tidak perlu diragukan. Dengan jumlah pengalaman yang sangat besar dari saat bermain pada masa beta test, serta status numerik yang didapat lewat pertempuran yang tidak ada hentinya, dan menggunakan semua itu secara efektif, penilaian dan tekad. Dia mungkin kalah kepada pemimpin Knight of the Blood, «Holy Sword» Heathcliff, tapi Kirito adalah pemain terkuat yang pernah di kenal Asuna. Meski bagaimanapun meburuknya kondisi di medan perang, dia tidak akan pernah merasa takut dengannya yang berada di sisinya.

Namun, saat ia menatap Kirito yang baring tergelung, entah bagaimana ada satu perasaan yang dengan begitu kuat berusaha untuk keluar dari dadanya bahwa dia hanya seperti adik kecil yang naif dan rapuh. Perasaan bahwa ia harus melindunginya.

Sambil bernafas dengan lembut, Asuna membungkuk, menyelubungi tubuh Kirito dengan tanganya. Dengan pelan dia kemudian berbisik.

“Kirito… Aku cinta kamu. Tinggallah bersamaku selamanya, oke?”

Pada saat itu, Kirito bergerak dengan pelan, dan perlahan membuka kelopak matanya. Pasangan itu saling bertukar pandang, dengan wajah mereka yang didepan satu sama lain.

“Waa!!”

Asuna segera mundur dengan panik. Mengalihkan dirinya ke sikap berlutut pada tempat tidur, dia kemudian berbicara dengan wajah yang tersipu malu.

“Se-Selamat Pagi, Kirito, …Apakah kamu… dengan yang baru aku bilang…?”

“Selamat pagi. Tadi… eh, emang ada apa?”

Menghadap Kirito yang bangkit dan menjawab sambil menahan menguap, Asuna dengan kuat menggoyangkan-goyangkan tangannya.

“T-Tidak, tidak ada apa- apa!”

Menyelesaikan sarapan pagi telor ceplok dengan roti gandum, salad dan kopi dan merapikan meja dalam beberapa detik, Asuna kemudian menepuk kedua tangannya.

“Baiklah! Kemana kita akan bermain hari ini?”

"Oh, kamu."

Dan Kirito tersenyum kecut.

"Jangan membicarakan hal itu dengan begini,"

"Tapi setiap hari telah sangatlah menyenangkan!"

Ini adalah pemikiran Asuna yang nyata dan murni.

Berpikir kebelakang hanyalah membawa duka, tetapi dalam satu setengah tahun, dari saat ia menjadi tawanan SAO sampai ia jatuh cinta dengan Kirito, Asuna telah menempa dan mengeraskan hatinya.

Mengorbankan tidur untuk meningkatan skillnya, dipilih menjadi sub-leader dari clearing guild, Knights of the Blood, dia telah terjun ke banyak labirin dengan begitu cepatnya bahkan cukup untuk membuat anggotanya menyerah pada sesekali.

Semua yang ada dihatinya itu hanyalah semata mata untuk menyelesaikan game ini dan melarikan diri; sehingga ia berkesimpulan bahwa semua aktivitas lain yang tidak berhubungan dengan itu adalah sia sia.

Dengan pemikiran yang seperti ini, Asuna tidak bisa berbuat apa apa kecuali menyesal tidak bertemu Kirito lebih awal. Hari- hari setelah bertemu dengan Kirito sangatlah berwarna, penuh dengan begitu banyak kejutan yang bahkan melewati kehidupannya yang lalu di dunia nyata. Jika bersama Kirito, semua waktu yang telah dihabiskan disini dapat dianggap sebagai pengalaman yang langka.

Itulah sebabnya bagi Asuna, akhirnya bisa mendapakatkan hari dimana mereka berdua dapat menghabiskan waktu bersama, tiap tiap detik dapat dianggap perhiasan berharga dengan sendirinya. Dia ingin pergi, sebagai pasangan, ke banyak dan lebih banyak tempat lagi bersama dan membicarakan banyak hal yang berbeda.

Asuna meletakkan tangannya di pinggang dan berbicara sambil cemberut.

“Apakah Kirito-kun tidak ingin pergi ke suatu tempat dan bermain?”

Dalam menanggapi itu, Kirito tersenyum lebar dan melambaikan tangan kirinya, memanggil peta. Mengubahnya menjadi modus visible, dia menunjukkannya kepada Asuna

"Tepat disekitar ini."

Apa yang ditunjuk adalah sudut hutan, tidak terlalu jauh dari rumah mereka.

Menjadi salah satu dari lantai bawah, Lantai ke-dua puluh dua cukuplah luas. Diameter dari seluruh wilayah ini mungkin lebih dari delapan kilometer. Sebuah danau raksasa berada di tengah dan sampai ke pantai selatan, disana terdapat kota utama, «Coral» Village. Di pantai utara terdapat labyrinth. Sisa dari wilayah tersebut ditutupi oleh hutan konifera yang indah. Rumah kecil milik Asuna dan Kirito berada di dalam sebuah area di tepi selatan lantai ini, dan apa yang sekarang ditunjuk Kirito sekitara dua kilometer jauhhnya, di arah timur laut.

"Ini adalah tentang rumor yang aku dengar di desa kemarin.. Dibagian ini, dimana hutan menebal...”itu” tampaknya akan keluar."

"Hah?"

Kepada Kirito yang sedang tersenyum halus, Asuna dengan ragu menjawab.

"Apanya?"

"...H-Hantu."

Asuna diam sejenak, dengan takut dia bertanya

"...Itu berarti, seekor monter dari tipe Astral?Sesuatu seperti roh atau banshee?"

"Bukan, ini hantu asli. Seorang player... jadi, roh manusia. Sepertinya seorang wanita."

"Aah..."

Asuna tanpa sadar menjengit. Mengarah ke topik seperti ini, Asuna hanya yakin bahwa dia akan terpengaruh jauh lebih buruk dari rata-rata orang. Dia cukup tidak baik dengan itu bahkan sampai memikirkan alasan yang sembarangan untuk tidak mengikuti clearing labirin kastil tua, membentangi lanti enam puluh lima dan enam puluh enam yang terkenal karena tema horornya.

“T-Tapi lihat, ini adalah dunia maya permainan. Sesuatu seperti— hantu keluar, sesuatu seperti ini tidak akan pernah terjadi.”

Memaksa dirinya untuk tetap tersenyum, dia mulai memprotes dengan suara keras.

“Paling cuma sedikit dari itu yang benar, ya…”

Namun untuk Kirito, yang tahu bahwa Asuna lemah terhadap hantu, ia dengan antusias lanjut menyerang.

“Misalnya… Seorang pemain yang mati dengan penyesalan, merasuki NervGear yang masih dipakai dan aktif… mengeluyuri wilayah, malam demi malam…”

“Hentik--!”

“Wahahaha, maaf, ini hanya lelucon buruk. Yah, aku ragu kalau roh akan benar-benar muncul, tapi kalau kita mau pergi ke suatu tempat, lebih baik menuju ke tempat yang lebih tinggi memiliki kemungkinan untuk terjadi sesuatu, kan?”

“Aaah…”

Mengerutkan bibirnya memberi muka masam, Asuna mengganti fokusnya ke luar jendela.

Meskipun musim dingin yang mendekati, cuacanya sangat baik. Sinar matahari terasa hangat dan lembut, membasuh halaman kebun. Waktu yang paling tidak cocok untuk acara seperti penampakan hantu. Karena bagaimana Aincrad terancang, meskipun tidak mungkin untuk melihat matahari secara langsung kecuali pada awal pagi dan sore, berkat pencahayaan sekitar yang memadai, wilayahnya jelas ternyala.

Asuna berbalik ke arah Kirito dan menjawab, dengan kepalanya yang terangkat tinggi.

“Baiklah, Mari kita pergi. Untuk membuktikan kalau sesuatu seperti hantu tidaklah nyata.

“Jadi begitu, --Kalau kita tidak menemukannya hari ini, lain kali kita akan pergi di tengah malam, oke?”

“Tidak mungkin!! ….Aku tidak akan membuatkan makanan untuk orang yang jahat seperti itu.”

“Gah, lupakan itu. Kau tidak mendengar apa-apa.”

Bercemberut kepada Kirito untuk terakhir kalinya, Asuna kemudian tersenyum lebar dan tertawa.

“Nah, mari kita selesaikan persiapan. Aku akan memanggang ikan, jadi Kirito-kun potong rotinya, oke?

Dengan cepat memasukkan kotak makan siang dengan burger ikan,sekitar jam sembilan pagi ketika mereka meninggalkan rumah.

Melangkah ke rumput di kebun, Asuna berbalik kembali ke Kirito dan berbicara.

"Hei, biarkan aku naik di bahumu."

"Biarkan kamu naik di bahuku!?"

Kirito menjawab liar, kembali bertanya.

"Kau lihat, selalu melihat dari ketinggian yang sama serasa membosankan seharusnya menjadi lebih mudah dengan status kekuatan fisik Kirito-kun, kan?."

"Baiklah, mungkin itu benar ... Ya ampun, berapa umurmu ..."

"Usia tidak ada hubungannya dengan itu Bukankah itu benar? Lagipula tidak ada yang melihat."

"Ba-baiklah, kurasa .."

Terkejut, Kirito berjongkok dan berbalik ke arah Asuna sambil geleng-geleng kepala. Mengangkat roknya, dia mengangkat kakinya ke bahu.

"Di sana kita pergi. Tapi aku akan pastikan untuk memukulmu jika kamu melihat ke belakang, Ok.."

"Bukankah jadi tidak masuk akal ...?"

Menggerutu tentang situasi, Kirito dengan gesit berdiri, sehingga tampak kenaikan dalam sudut pandang.

"Waa! Lihat, kamu bahkan dapat melihat danau dari sini!"

"Aku tidak bisa melihatnya!"

"Kalau begitu aku akan melakukannya untukmu nanti juga."

"..."

Menempatkan tangannya di atas kepala Kirito, yang telah merosot lebih karena kelelahan atas kejadian tersebut, Asuna berbicara.

"Sekarang, saatnya untuk berangkat!"

Tertawa riang kapal bahu Kirito, yang terus berjalan ke depan, Asuna mampu memahami betapa berharganya hari ini, mampu hidup bersama. Dia sepenuh hati bisa percaya bahwa ini adalah saat ia merasa paling «hidup» di semua tujuh belas tahun dari hidupnya.


Berjalan di sepanjang jalan-Kirito adalah satu-satunya yang benar-benar berupaya, tapi-Setelah sekitar sepuluh menit, salah satu danau yang menghiasi lantai dua puluh dua akhirnya datang di hadapan. Mungkin tergoda akan cuaca lembut, sudah ada beberapa player yang berada di sana sejak pagi, casting ke danau, umpan menggantung di air. Jalan meringkuk di sekitar danau, menuju tanjakan, cukup jauh dari tepi danau. Tapi saat mereka mendekat, melihat player yang berpaling ke arah mereka dan melambaikan tangan. Tampaknya setiap orang yang mereka lihat tersenyum pada mereka dan beberapa bahkan tertawa keras.

"... Ini tidak seperti yang banyak orang lihat!"

"Ahaha, sehingga ada orang-orang di sekitar ... Hei, Kirito-kun, lambaikan tangan pada mereka juga."

"Tidak ada cara aku akan melakukannya."

Meski mengeluhkan, Kirito tidak menunjukkan tanda-tanda ingin membiarkan Asuna turun. Asuna mengerti bahwa dia benar-benar geli oleh pergantian peristiwa.

Jalan ke bawah yang miring, ke arah kanan, menuju ke dalam hutan. Tentu melalui celah antar pohon konifer besar yang menyerupai cedar, menjulang di atas segalanya, mereka berjalan beriringan. Gemerisik daun, dan kicau burung kecil terdengar di sungai kecil. Semua suara ini menjabat sebagai pelengkap untuk pemandangan hutan, yang menjadi satu dalam warna-warna musim gugur.

Asuna berpaling matanya ke arah puncak pohon, yang lebih dekat daripada biasanya.

"Pohon itu pasti besar ... Hei, apakah kamu pikir kamu bisa mendaki itu ...?"

"Hm ... Mm ..."

Dalam menanggapi permintaan Asuna tersebut, Kirito memikirkannya untuk sementara waktu.

"Ini mungkin dalam batas-batas dari sistem ... Ingin mencobanya?"

"Nah, mari kita tinggalkan itu untuk waktu berikutnya-Sekarang. Aku berpikir tentang mendaki."

Asuna membentangkan tubuhnya yang berada pada bahu Kirito dan memandang ke arah tepi luar Aincrad, melalui celah-celah di antara pepohonan.

"Hal-hal di sekitar tepi, orang-orang yang terlihat seperti mendukung, mereka terhubung sepanjang jalan ke lantai berikutnya, benar? aku bertanya-tanya ...? Apa yang akan terjadi jika kita naik dari situ?"

"Ah, aku pernah mencoba itu sebelumnya."

"Eeh!?"

Mengendalikan tubuhnya, dia berbalik dan menatap Kirito.

"Kenapa kau tidak mengundangku juga."

"Yah, itu ketika kita tidak mengenal satu sama lain dengan baik."

"Apa, itu hanya karena Kirito-kun terus melarikan diri."

"... A-Apakah aku benar-benar melakukan hal tersebut?"

"Itu benar aku selalu mencoba mengundangmu,. Tapi kau bahkan tidak mau menemaniku untuk minum teh."

"I-Itu ... Ba-baiklah, jika seperti itu."

Kemudian percakapan yang mulai aneh kembali ke topik semula, Kirito melanjutkan.

"Jika kau menilai berdasarkan hasil murni, itu adalah kegagalan. Memanjat dari bagian batu-batu yang kasar sangat mudah,. Tapi setelah naik sekitar delapan puluh meter, pesan kesalahan muncul, 'Anda tidak bisa melampaui daerah ini' dan membuatku jengkel. "

"Ah ha ha, jadi seperti yang diharapkan, kecurangan tidak bekerja, ya."

"Ini bukan bahan tertawaan, tanganku tergelincir. terkejut dan aku jatuh dari ketinggian ...."

"E-Eh!? Bukankah kamu bisa mati karena sesuatu seperti itu?"

"Ya. Aku pikir aku akan ditakdirkan mati dan tertulis dalam daftar pemain yang tewas dalam aksi, akan tetapi aku dengan segera menggunakan kristal teleport.."

"Ya ampun, itu berbahaya. Pastikan dirimu tidak mengulanginya, Ok?."

"Itulah yang ingin kukatakan!"

Berjalan-jalan sambil bertukar percakapan tanpa tujuan, hutan berangsur-angsur menjadi lebih padat. Bahkan teriakan burung yang mulai samar-samar, serta sinar matahari melalui pepohonan mulai memudar.

Asuna memandang berkeliling sekali lagi, ia mempertanyakan Kirito.

"Hei, itu ... tempat dalam rumor, apakah jalan itu?"

"Yah, itu ..."

Kirito melambaikan tangannya, memeriksa posisi mereka di peta.

"Ah, kita cukup dekat dengan tujuan kita dan akan mencapainya dalam beberapa menit.."

"Hmm ... Hei, tentang kasus ini, apakah ada rincian tentang hal tersebut?"

Dia tidak benar-benar ingin mendengar tentang hal itu, tapi tidak tahu apa yanng membuatnya seperti gelisah, dan mendorong dia untuk bertanya.

"Nah, sekitar seminggu yang lalu, seorang pengrajin kayu (woodcraft) telah datang ke sini untuk mengumpulkan beberapa kayu. Kayu yang dapat dipanen dari hutan ini adalah kualitas yang cukup bagus,. Dan sementara pemain sibuk dalam tugasnya , hari mulai gelap ... Pemain bergegas untuk kembali, tetapi tertutup oleh naungan pohon-pohon ... dan ada pemandangan sekilas putih. "

"..."

Ini sudah batas untuk Asuna, namun Kirito tanpa ampun melanjutkan.

"Pemain bingung berpikir bahwa itu adalah sebuah monster, tapi rupanya bukan itu, itu adalah manusia, atau lebih tepatnya, seorang gadis kecil, sebagai pemain telah disebutkan.. Panjang, rambut hitam pada pakaian putih. Perlahan berjalan menuju rumpun pohon. Kalau bukan rakasa, itu hanya bisa menjadi pemain, pemain berpikir, menatap padanya. "

"..."

"-Tidak ada kursor."

"Ee ..."

Sebuah teriakan lembut sengaja bocor keluar dari tenggorokannya.

"Tidak ada cara yang mungkin Meskipun berpikir bahwa, pemain semakin dekat.. Dan bahkan memanggilnya. Melakukan hal itu, gadis itu berhenti semua gerakan ... dia secara bertahap berbalik ke arahnya ..."

"Th-Th-Itu e-eno ..."

"Lalu, pria itu akhirnya melihat Gadis itu,. Sebagai cahaya bulan bersinar turun ke baju putihnya, pohon-pohon di sampingnya-bisa dilihat langsung melalui dirinya."

"-!!"

Menyesakkan jeritan, Asuna mencengkeram rambut ke Kirito erat-erat.

"Ini adalah akhir dari saya jika dia berbalik, dia berpikir dan lari. Akhirnya mendapatkan pergi cukup jauh untuk melihat cahaya dari desa, ia menduga bahwa ia aman dan berhenti ... mengi, ia berbalik untuk melihat ke belakang .. . "

"- H!?"

"Dan tidak ada siapa pun di sana Dan dia hidup bahagia selamanya.."

"... Ki-Ki-Kirito-kun, idiot-!!"

Melompat turun dari bahunya, dia mengangkat tinjunya, serius bersiap-siap untuk melepaskan pukulan di punggungnya-saat itu.

Jauh di dalam kedalaman hutan, suram, meskipun itu masih tengah hari, pada jarak dari pasangan, sesuatu yang putih mengintip mereka dari sisi batang pohon konifer.

Diserang oleh aura menyenangkan, Asuna menjadi membeku ketakutan. Bahkan jika itu tidak sebanyak itu Kirito, keterampilan persepsi Asuna itu juga, agak disempurnakan melalui pengalaman. Pasif Toggling penggunaan keterampilan, dia bisa meningkatkan kejelasan apa pun yang dia berfokus pada.

Sesuatu putih tampak berkibar tertiup angin. Itu bukan tanaman. Atau batu. Tapi kain. Atau dengan kata secara rinci, itu adalah salah satu bagian gaun dengan garis-garis yang berbeda. Mengintip keluar dari hem dua ramping, panjang kaki.

Gadis itu masih berdiri. Hampir sama Kirito telah dijelaskan, dia adalah seorang gadis muda mengenakan gaun satu potong putih, tidak bergerak, diam-diam menatap pasangan.

Merasa pingsan karena kesadarannya luntur, Asuna agak berhasil membuka mulutnya. Dia membiarkan keluar bisikan serak.

"Ki ... Kirito-kun, di sana."

Kirito segera diikuti tatapan Asuna itu. Segera, dia juga, membeku.

"Th-Ini harus menjadi kebohongan ..."

Gadis itu tidak bergerak. Berdiri kira-kira sepuluh meter dari pasangan, tatapannya tertuju pada mereka. Pada saat itu, Asuna menguatkan dirinya sendiri, berpikir bahwa ia pasti akan pingsan jika gadis itu datang lebih dekat.

Tubuh gadis itu bergoyang-goyah. Seperti boneka mekanis yang telah kehabisan energi, ia jatuh ke tanah, dengan gerakan seperti itu dari makhluk hidup. Sebuah bunyi cahaya lembut bergema keluar.

"Ada ..."

Saat itu, Kirito menyipitkan matanya.

"Tidak ada cara seperti itu hantu!"

Dan berlari sambil berteriak.

"Wa-Tunggu, Kirito-kun!"

Meskipun permohonan untuk berhenti dari Asuna yang tertinggal, Kirito bergegas menuju gadis jatuh, bahkan tanpa melihat ke belakang.

"Ya ampun!"

Asuna enggan berdiri dan mengejarnya. Meski hatinya masih gemetar, ia belum pernah mendengar tentang hantu yang bisa pingsan dan jatuh. Itu tidak bisa apa-apa kecuali pemain.

Terlambat beberapa detik, setelah mencapai tempat teduh di bawah pohon konifera, dia menemukan gadis itu sudah membuai dalam lengan Kirito itu. Dia masih tak sadarkan diri. Matanya, dinaungi oleh bulu mata yang panjang, masih ditutup, dengan tangan lemah tergantung lurus ke bawah. Menatap dengan sungguh-sungguh atas sosoknya, dibungkus gaun, bagian satu Asuna menegaskan kembali bahwa itu tidak tembus dengan cara apapun.Rambut hitam panjang dengan pakaian putih. Perlahan berjalan menuju rumpun pohon. Jika bukan rakasa, itu hanya salah seorang player, player berpikir, dan melihat padanya. "

"..."

"-Tidak ada kursor."

"Ee ..."

Sebuah teriakan lembut sengaja keluar dari tenggorokannya.

"Tidak ada cara untuk memastikan. Meskipun berpikir, player tersebut semakin dekat.. Dan memanggilnya. Melakukan hal tersebut, membuat gadis itu ... dam dia secara bertahap berbalik ke arahnya ..."

"I-I-Itu cu-cuku ..."

"Lalu, pria itu akhirnya melihat Gadis itu,. Sebagai cahaya bulan bersinar turun ke baju putihnya, pohon-pohon di sampingnya-bisa dilihat langsung melalui dirinya."

"-!!"

Asuna mencengkeram rambut ke Kirito erat-erat.

"Ini adalah akhir dariku jika dia berbalik, dia berpikir dan lari. Akhirnya setelah pergi cukup jauh untuk melihat cahaya dari desa, ia menduga bahwa ia aman dan berhenti ... Kemudian, ia berbalik untuk melihat ke belakang .. . "

"- H!?"

"Dan tidak ada siapa pun di sana Dan dia hidup bahagia selamanya.."

"... Ki-Ki-Kirito-kun, idiot-!!"

Melompat turun dari bahunya, dia mengangkat tinjunya, bersiap-siap untuk melepaskan pukulan di punggungnya saat itu.

Jauh di dalam kedalaman hutan, yang suram, meskipun itu masih tengah hari, pada jarak dari pandangan, sesuatu yang putih mengintip mereka dari sisi batang pohon konifer.

Diserang oleh aura tidak menyenangkan, Asuna menjadi membeku ketakutan. Walaupun itu tidak seperti Kirito, keterampilan persepsi Asuna juga agak disempurnakan melalui pengalaman. Ketika <<Pasif Toggling>> digunakan , dia bisa meningkatkan kejelasan apa pun yang dia berfokus pada.

Sesuatu berwarna tampak berkibar tertiup angin. Itu bukan tanaman. Atau batu. Tapi kain. Atau dengan kata secara rinci, itu adalah salah satu bagian gaun dengan garis-garis yang berbeda. Sambil mengintip keluar dari hem sepasang kaki.

Gadis itu masih berdiri. Hampir sama sperti yang Kirito jelaskan, dia adalah seorang gadis muda mengenakan gaun satu potong putih, tidak bergerak, diam-diam menatap pasangan tersebut.

Merasa pingsan karena kesadarannya luntur, Asuna agak berhasil membuka mulutnya. Dia membiarkan keluar bisikan serak.

"Ki ... Kirito-kun, di sana."

Kirito segera diikuti tatapan Asuna itu. Segera, dia juga, membeku.

"I-Ini pasti bohongan ..."

Gadis itu tidak bergerak. Berdiri kira-kira sepuluh meter dari mereka, tatapannya tertuju pada mereka. Pada saat itu, Asuna menguatkan dirinya sendiri, berpikir bahwa ia pasti akan pingsan jika gadis itu datang lebih dekat.

Tubuh gadis itu bergoyang-goyah. Seperti boneka mekanis yang telah kehabisan energi, ia jatuh ke tanah. Sebuah bunyi cahaya lembut bergema keluar.

"Itu ..."

Saat itu, Kirito menyipitkan matanya.

"Tidak mungkin itu hantu!"

Dan berlari sambil berteriak.

"Tu-Tunggu, Kirito-kun!"

Meskipun permohonan untuk berhenti dari Asuna yang tertinggal, Kirito bergegas menuju gadis yang jatuh itu, bahkan tanpa melihat ke belakang.

"Ya ampun!"

Asuna dengan enggan berdiri dan mengejarnya. Meski hatinya masih gemetar, ia belum pernah mendengar tentang hantu yang bisa pingsan dan jatuh. Itu tidak mungkin kecuali pemain.

Terlambat beberapa detik, setelah mencapai tempat teduh di bawah pohon konifera, dia menemukan gadis itu sudah membuai dalam lengan Kirito itu. Dia masih tak sadarkan diri. Matanya, dinaungi oleh bulu mata yang panjang, yang tertutup, dengan tangan lemah tergantung lurus ke bawah. Menatap dengan sungguh-sungguh atas sosoknya, dibungkus gaun, dan Asuna menegaskan kembali bahwa itu tidak tembus dengan cara apapun.

Sword Art Online Vol 02 - 191.jpg

"Ap-apa dia baik-baik saja?"

"Hmm..."

Kirito berbicara, mengintip ke wajah gadis itu.

"Nah, jujur.. tidak perlu bernapas di dunia ini, begitu pun detak jantung"

Dalam SAO fungsi fisiologis manusia dapat direproduksi, tetapi dihilangkan. Hal ini dimungkinkan untuk sengaja menarik nafas, bersama dengan sensasi udara yang berhembus melalui saluran pernafasan, tetapi avatar tidak perlu bernapas secara sadar dan tidak akan melakukannya. Demikian juga detak jantung, meskipun detak jantung terasa semakin kencang melalui ketegangan dan kegembiraan, tidak ada cara untuk merasakan yang lain.

"Tapi tetap saja, dia tidak menghilang... jadi kurasa dia masih hidup. Tapi ini... jelas saja aneh..."

Setelah Asuna selesai berkomentar, Kirito memiringkan kepalanya ke samping.

"Apa yang Aneh?"

"Dia tidak mungkin hantu, berhubung aku bisa menyentuhnya seperti ini. Tapi kursornya... masih belum muncul..."

"Ahh..."

Asuna sekali lagi mengkonsentrasikan pengelihatannya ke badan gadis itu. Bagaimanapun, kursor berwarna akan segera muncul ketika objek di Aincrad, seperti player, monster, maupun NPC ketika ditargetkan, tidak terjadi disaat ini. Itu fenomena yang tidak pernah terjadi sampai sekarang.

"Apakah mungkin bug, atau semacam itu?"

"Mungkin benar. Dalam situasi seperti ini, Seseorang biasanya menghubungi GM di permainan online lain, tapi tidak ada GM dalam SAO... Tetap saja, bukan kursornya saja. Untuk seorang pemain, dia masih sangat muda."

Itu benar. Tubuh yang ditahan Kirito luar biasa kecil. Dia tidak terlihat lebih tua dari 10 tahun. Seharusnya ada batasan usia ketika menyeting Nerve Gear, sebelum bisa sign up, melarang anak kecil, mungkin dibawah 13 tahun, untuk bisa menggunakannya.

Asuna mengulurkan tangannya dengan lembut, mengusap dahi gadis itu. Rasanya agak dingin dan halus saat disentuh.

"Mengapa.. ada gadis semuda ini didalam SAO..?"

Menggigit bibirnya dengan kuat, Kirito berbicara saat ia bangkit berdiri.

"Untuk saat ini, kita tidak bisa hanya meninggalkan dia sendirian. Kita harus mendapat sesuatu ketika dia bangun. Ayo kita membawanya kembali bersama kita."

"ya, Itu benar."

Kirito berdiri sambil membawa gadis itu di tangannya. Asunai santai menoleh sekitarnya, namun tidak mampu menemukan apapun selain tunggul kayu besar yang busuk, dia tidak berhasil mengetahui alasan keberadaan gadis itu di daerah ini.

Mereka berlari hampir seluruh jalan, tapi gadis itu tidak sadar, bahkan setelah mereka keluar dari hutan dan kembali ke rumah. Meletakkan gadis itu di tempat tidur Asuna dan menyelimutinya, pasangan itu duduk, berdampingan, di tempat tidur yang berdekatan milik Kirito.

Ada keheningan sesaat di udara, sebelum Kirito dengan santai memecah kesunyian.

"Nah, ada satu hal yang kita bisa yakin, itu adalah dia bukan NPC karena kita bisa membawanya kesini."

"Ya... itu benar."

NPC dibawah kendali sistem memiliki posisi tetap mereka masing-masing dam rentang koordinat tertentu dan dengan demikian, tidak dapat dipindahkan sesuai dengan keinginan pemain. Jika pemain mencoba menyentuh atau memegang mereka, jendela laporan pelecehan akan muncul dalam hitungan detik, memberi pemain kejutan menyakitkan dan meniup mereka pergi.

Mengangguk ringan setuju dengan kesepakatan Asuna, dilanjutkan dengan potongan oleh Kirito.

"Juga, hal seperti itu tidak mungkin seperti awal mula terjadinya suatu quest. Jika pembukaan suatu quest, maka jendela quest seharusnya akan muncul begitu kita menyentuhnya… Dengan kata lain, anak ini pastilah seorang pemain yang tersesat...Atau setidaknya, pasti ada kesimpulan yang masuk akal."

Menggeser tatapannya ke tempat tidur secara cepat, kirito melanjutkan pemikirannya.

"Tidak memiliki kristal, mungkin tidak khawatir tentang cara berkelana, aku yakin dia tidak pernah berani keluar menuju field, dan hanya menetap di «Starting City». Aku tak tau mengapa dia datang sejauh ini ke suatu tempat seperti ini, namun di Starting City, kita mungkin menemukan seseorang yang mengenalinya... mungkin juga kita bisa menemukan orang tuanya atau pengasuhnya."

"Yeah. Aku berpikir seperti itu juga. Aku tak percaya bahwa anak sekecil ini berkeliaran sendiri. Dia seharusnya datang bersama keluarganya atau seorang seperti itu... Meskipun, aku berharap mereka aman."

Setelah mengucapkan kalimat terakhir dengan kesulitan, Asuna berbalik dan menghadap Kirito.

"Hey, gadis ini akan bangun kan?"

"Ah. Jika dia belum menghilang, dia seharusnya masih mengenakan Nerve Gear. Kondisinya pasti tidak jauh berbeda dengan tidurnya. Itulah mengapa, cepat atau lambat, dia akan bangun... aku percaya."

Menganggukkan kepalanya dengan penuh semangat, kata – kata Kirito penuh dengan harapan.

Karena Asuna bangun, dia berlutut di depan tempat tidur dimana si gadis sedang tertidur, dia mengulurkan tangan kanannya dan dengan lembut membelai kepala si gadis tersebut.

Dia memang gadis yang cantik. Dibandingkan dengan anak - anak, kehadirannya bisa dikatakan lebih menyerupai seorang peri. Kulitnya mirip dengan batu pualam, halus dan putih bersih. Rambut panjang hitamnya yang berkilau elegan, dan wajahnya yang enak dipandang, tanpa keraguan, dia akan mempesona jika telah membuka matanya dan tersenyum.

Kirito juga lebih mendekat, menurunkan tubuhnya di samping Asuna. Menjulurkan tangan kanannya dan membelai rambut si gadis dengan ragu – ragu.

"Dia tidak terlihat berusia sepuluh tahun... Mungkin sekitar delapan?"

"Seharusnya sekitar segitu... Dia pemain termuda yang pernah aku temui."

"Benar. Aku bertemu beast tamer perempuan sebelumnya, namun tampaknya dia berusia sekitar tiga belas tahun."

Mendengar sesuatu yang belum pernah dia dengar, secara naluri Asuna menatap Kirito.

"Hmm, jadi kamu memiliki teman imut seperti itu, huh."

"Ah, kami hanya bertukar email hingga sekarang dan... ti- tidak, Cuma itu, tak ada hal lain!"

"Aku heran. Kirito-kun itu menyebalkan."

Dan Asuna berbalik dengan emosi mengerikan.

Karena merasa pembicaraan telah menuju arah yang aneh, Kirito berdiri dan berbicara.

"Ah, sudah selarut ini. Ayo kita makan."

"Tentang cerita itu, aku akan memastikan bahwa kamu harus menjelaskan semua detailnya di lain hari, okay."

Memelototi Kirito sekali lagi, Asuna juga berdiri, tertawa karena dia tidak mempermasalahkan masalah tersebut untuk saat ini.

"Well, mari kita makan. Aku akan membuatkan teh."

Sore hari di musim gugur dilalui dengan damai, bahkan ketika langit memerah karena matahari terbenam di ufuk timur, si gadis masih belum terbangun dari tidurnya.

Ketika menutup tirai dan menyalakan lampu di dinding, Kirito telah kembali dari perjalanannya ke desa. Menggelengkan kepalanya perlahan, dia gagal menemukan petunjuk tentang si gadis.

Tidak dalam kondisi menyenangkan untuk menikmati makan malam untuk memilih sepasang sop atau roti, lalu Kirito memulai berusaha setelah melihat berbagai macam Koran yang dia bawa.

Meskipun disebut koran, namun tidak seperti koran yang ada di dunia nyata dimana lembaran kertas diikat secara bersamaan, namun sebaliknya, merupakan selembar perkamen yang ukurannya mirip dengan majalah. Koran ini dapat digambarkan seperti sistem layar jendela, dan dengan mengeditnya seperti website, dapat digunakan untuk mengatur serta menampilkan informasi yang telah dikumpulkan.

Isi korannya juga mirip dengan situs walkthrough game yang diatur oleh pemain, yang terdiri dari : berita, petunjuk bagi pemula, FAQs, daftar item, dll. Disamping itu, ada juga bagian Hilang & Temukan / Q&A, dimana mataku tertuju. Aku berfikir bahwa ada kemungkinan jika ada seseorang yang mencari seorang anak perempuan. tetapi—

"...Tak ada, eh..."

"tidak ada, huh..."

Menghabiskan sepuluh menit melihat seluruh isi koran, dua kali melihat lagi dan akhirnya merilekskan ketegangan yang ada di bahuku. Tak ada yang bias kulakukan hingga si gadis terbangun dan menjelaskan seluruh kejadiannya.

Pada malam yang biasa, Kirito dan Asuna akan terjaga hingga larut malam dan berbincang – bincang, bermain game, bahkan berjalan – jalan di malam hari, atau aktifitas tak terhitung lainnya yang jarang mereka lakukan, tapi keduanya tidak dalam mood untuk melakukan hal – hal itu malam ini.

"Sepertinya satu hari telah terlewat."

"Hm. Aku kira juga begitu."

Asuna merespon kata – kata Kirito dengan anggukan.

Mematikan lampu yang berada di ruang tamu, mereka berdua menuju ke dalam kamar tidur. Karena si gadis menempati salah satu tempat tidur, salah satu dari Kirito atau Asuna harus tidur harus tidur satu sama lain— well, hal seperti itu sudah pernah dilakukan setiap malam, tapi— dan mereka berdua cepat - cepat berganti pakaian tidur.

Lampu di kamar tidur juga dipadamkan, dan keduanya berbaring ke kasur.

Kirito benar – benar memiliki beberapa skills unik dan aneh; Namun, skill mudah tidur tampaknya termasuk ke dalam skill aneh yang dimilikinya. Ketika Asuna mempunyai mood untuk mengobrol, dia berbalik ke arah kirito, dan telah terdengar suara nafas ktika tidur.

"Ya ampun."

Sedikit berguman atas ketidakterimaannya, Asuna berbalik ke sisi lain, menghadap kasur dimana si gadis kecil masih tertidur. Dalam pucatnya malam, si gadis berambut hitam masih tetap tertidur seperti sebelumnya. Meskipun Asuna belum pernah melakukan upaya nyata untuk mengungkap masa lalu si gadis ini, pikirannya secara perlahan memikirkan ke arah itu ketika Asuna tetap menatap si gadis.

Jika si gadis ini tinggal dengan pengasuhnya sampai sekarang, seperti orang tua ataupun saudaranya, hal itu masih baik. Tetapi, jika kasusnya bahwa dia datang ke dunia ini sendiri dan menghabiskan dua tahun dalam ketakutan dan pengasingan— untuk anak usia delapan atau Sembilan tahun, hari – hari itu pastilah tidak menyenagkan. Jika gadis ini dalam situasi seperti itu, dia mungkin tidak bias mempertahankan kewarasannya.

Mungkinkah— Asuna memperkirakan kesimpulan terburuk. Mungkin, alas an mengapa dia berkeliaran di tengah hutan dan tak sadarkan diri karena beberapa alas an yang disebabkan kondisi mentalnya. Tentunya, tidak ada psikoterapi dalam Aincrad; juga tidak ada sistem administrator untuk hal seperti itu. Prediksi paling optimis untuk menyelesaikan game ini masih setengah tahun lagi setidaknya, dan tidak bisa dicapai hanya oleh usaha Asuna dan Kirito saja. Berdasarkan fakta, keduanya masih absen dari garis depan, jumlah pemain pada level yang setingkat dengan Asuna dan Kirito akan berkurang dua, serta menciptakan party yang seimbang pasti juga lebih sulit.

Terlepas dari seberapa dalam penderitaan yang dilalui gadis ini, Asuna tidak mempunyai kemampuan untuk menyelamatkannya— Menyadari hal itu, Asuna merasakan sakit dalam dadanya. Dia secara sadar berpindah ke sisi si gadis kecil yang masih tidur.

Membelai rambut si gadis untuk sesaat, Asuna berbalik secara lembut untuk menyelimiti dan berbaring di sampingnya. Dengan kedua tangannya, Asuna memeluk tubuh kecilnya dengan erat. Meskipun gadis tersebut tidak bergerak bahkan satu inci pun, ekspresinya telihat tampak nyaman, lalu Asuna berbisik secara pelan.

"Selamat malam. Pasti akan menyenangkan jika kamu segera bangun besok..."

Bagian 2

Bermandikan cahaya pagi, sebuah nada merdu terdengar dalam kesadaran Asuna yang masih mengantuk. Suara itu adalah suara jam alarm dengan nada yang memainkan oboe[1]. Berada dalam sensasi di ujung bangunnya, Asuna menikmati melodi tersebut, entah mengapa berisi bernostalgia. Belum lama ini, gema menyegarkan yang berasal dari instrument senar dan klarinet saling berkaitan satu sama lain, bersamaan suara senandung samar

—Senandung?

Asuna bukanlah orang yang bersenandung. Asuna membuka matanya.

Dalam pelukannya, kelopak mata si gadis berambut hitam masih tertutup... namun, dia bersenandung bersamaan dengan melodi yang berasal dari jam alarm milik Asuna.

Si gadis bahkan tidak melewatkan satupun nada. Bagaimanapun, hal itu mustahil. Karena Asuna mengatur alarm tersebut hanya untuk didengarkan olehnya saja, tak mungkin orang lain dapat menghafal nada seperti bernyanyi bersamaan melodi di dalam pikirannya.

Setidaknya, Asuna memilih untuk mengesampingkan keraguan tersebut untuk saat ini. Dibandingkan itu—

"Ki- Kirito-kun, ya ampun, Kirito-kun!!"

Tanpa bergerak satu inci pun, dia memanggil Kirito yang sedang tertidur di kasur belakang. Ada tanda dari Kirito yang berguman sedikit menandakan dia terbangun.

"...Selamat pagi. Ada sesuatu?"

"Cepat, kesini!"

Terdengar derit lantai kayu. Mengganti tatapannya pada Asuna yang berada di kasur, Kirito membuka matanya lebar – lebar dengan segera.

"Dia bernyanyi...!?"

"Y- Yeah..."

Asuna secara pelan menggoncangkan si gadis dengan kedua tangannya dan memanggilnya.

"Hei, bangun... buka matamu."

Si gadis menghentikan gerakan bibirnya. Segera, bulu matanya yang panjang bergetar lemah dan perlahan terangkat.

Dengan matanya yang berair, dia mengintip langsung ke dalam mata Asuna, tepat sebelum melihat Asuna. Berkedip beberapa kali, dia hampir membuka bibirnya yang sedikit kecil dan tak berwarna.

"Aa... uu..."

Suara si gadis terdengar, seperti perak yang sedikit bergetar, sebuah suara yang indah. Asuna berdiri, masih memegang si gadis.

"...Syukurlah, kamu akhirnya bangun. Apakah kamu mengetahui sesuatu, well, apa yang terjadi padamu?"

Ketika berbicara seperti itu, si gadis tetap terdiam setelah beberapa detik lalu menggelengkan kepalanya sedikit.

"Aku paham... Siapa namamu? Bisakah kamu memberitahunya?"

"N... aama... nama.. ku... "

Karena si gadis memiringkan kepalanya, rambut hitamnya yang berkilau jatuh ke pipinya.

"Yu... i. Yui. Itu... namaku..."

"Owh, Yui-chan? Sungguh nama yang cantik. Aku Asuna. Dan orang itu adalah Kirito."

Karena Asuna berbalik, si gadis yang memanggil dirinya sendiri Yui mengikuti dan menggeser pandangannya. Melihat kesana kemari di antara Asuna dan Kirito yang setengah membungkuk ke depan, lalu ia membuka mulutnya.

"A... una. Ki... to."

Dengan bibirnya yang goyah, dia berbicara dengan suara terputus – putus. Ketakutan Asuna dari malam sebelumnya kembali. Penampilan luar si gadis setidaknya berusia delapan tahun; jika kamu mempertimbangkan waktu yang telah berlalu sejak dia log in, usia sebenarnya seharusnya mencapai usia sepuluh tahun sekarang. Namun, kata – kata gemetar si gadis ini, seolah – olah keluar dari seorang bayi yang baru saja memperoleh kesadaran.

"Hei, Yui-chan. Mengapa kamu berapa di lantai dua puluh dua? Apakah ayah atau ibumu mungkin, berada di sekitar sini?"

Yui menggerakkan bibirnya kebawah dan tenggelam dalam diam. Tetap terdiam selama beberapa saat, dia menggelengkan kepalanya kebelakang dan depan.

"Aku tidak... tahu... Aku tidak...tahu, apapun..."

Setelah duduk di kursi pada meja makandan menawarkan segelas susu manis hangat, si gadis memegang cangkir di dada dengan kedua tangannya lalu meminumnya. Mengawasinya dari sudut matanya, Asuna mendiskusikan situasi ini dengan Kirito dengan jarak terpisah dari si gadis.

"Hei, Kirito-kun. Apa yang kamu pikirkan...?"

Kirito menggigit bibirnya dengan ekspresi serius, tapi segera berbicara dengan wajah tertunduk.

"Tampaknya... dia telah kehilangan ingatannya. Tetapi, dengan reaksi seperti itu... seperti, pikirannya juga mendapat kerusakan atau..."

"Yeah... kamu juga berpikir seperti itu kan, huh..."

"Sial."

Wajah Kirito berubah, tampaknya hendak mengeluarkan air mata.

"Di dunia ini... aku telah melihat banyak hal mengerikan... tapi, hal ini... yang paling buruk. Ini terlalu kejam..."

Melihat mata Kirito berair, Asuna juga merasakan sesuatu yang meledak dari dadanya. Menggenggam tangan Kirito, dia berbicara.

"Hal ini pasti akan baik – baik saja kan, Kirito-kun. ...jika itu kita, pasti ada sesuatu yang bisa kita lakukan."

"...Yeah. benar..."

Kirito mengangkat kepalanya dan tersenyum kecil, menepuk tangannya ke pundak Asuna dan kembali ke meja makan. Asuna mengikuti di belakangnya.

Pindah ke kursi dengan dentuman, Kirito duduk di samping Yui lalu memulai percakapan dengan suara menyenangkan.

"Aah, Yui-chan....Bolehkah aku memanggilmu Yui?"

Mengangkat mukanya dari cangkir, Yui mengangguk.

"Aku mengerti. Lalu, Yui bisa memanggilku, Kirito."

"Ki... to."

"Itu, Kirito. Ki, ri, to."

"..."

Yui memasang ekspresi rumit dan tetap terdiam untuk beberapa saat.

"...Kiito."

Kirito tersenyum lebar dan meletakkan tangannya di kepala Yui.

"Mungkin itu sedikit sulit. Kamu bisa memanggilku dengan nama lain yang lebih mudah kamu inginkan."

Yui sekali lagi terdiam untuk sementara waktu. Dia tidak mengaduk isi gelasnya sedikitpun, bahkan ketika Asuna mengambil cangkir dari atas meja dan mengisi kembali dengan susu.

Cukup lama menunggu, Yui menaikkan wajahnya perlahan dan menatap Kirito, dengan takut - takut, dia membuka mulutnya.

"...Papa."

Lalu, Yui berbalik kearah Asuna dan berbicara.

"Auna adalah... Mama."

Asuna tak bisa mengendalikan gemetarannya. Dia tidak tahu jika gadis ini salah paham jika Kirito dan Asuna adalah orang tua sebenarnya, atau mungkin— bahwa orang tuanya tidak ada di dunia ini sama sekali, dan dia menginginkan keduanya; tapi sebelum berurusan dengan kecurigaan tersebut, Asuna dengan panik mencoba untuk menahan perasaan yang mengisi hatinya dan mencoba untuk keluar, lalu Asuna mengangguk sambil tersenyum.

"Betul... Ini Mama, Yui-chan."

Mendengar itu, Yui tersenyum untuk pertama kalinya. Di bawah rambutnya yang lurus, matanya yang berseri tanpa ekspresi, dan dalam waktu singkat, warna tampaknya telah kembali ke wajahnya seperti boneka.

"...Mama!"

Melihat lengan yang terentang ke arahnya, Asuna merasakan sakit di dalam dadanya.

"Uu..."

Dengan sungguh – sungguh menahan air mata yang akan keluar, Asuna entah bagaimana berhasil untuk mempertahankan senyumnya. Dia membawa Yui dari atas kursi dan memeluknya, Asuna meneteskan sebuah air mata yang terisi dengan berbagai macam emosi, lalu menetes di pipinya.


Setelah selesai meminum susu hangat dan menghabiskan roti kecil miliknya, Yui tampaknya telah mengantuk sekali lagi, karena kepalanya bergoyang kesana kemari sambil duduk di atas kursi.

Melihat tingkah laku si gadis sambil duduk di sisi lain meja, Asuna mengusap matanya dengan tangannya lalu melihat kearah Kirito yang duduk di sebelahnya.

"A- Aku..."

Meskipun membuka mulutnya, Asuna tak bisa membentuk kata – kata yang ingin ia ucapkan.

"Maaf, aku tak tahu harus aku lakukan..."

Kirito menatap Asuna dengan mata iba, tapi segera berbicara dengan suara mendesah.

"...Hingga anak ini mendapatkan kembali ingatannya, kamu ingin tinggal dan menjaganya kan? Aku mengerti... perasaan tersebut. Aku juga merasakan hal yang sama... hal ini sungguh menyakitkan... jika kita melakukannya, kita tak bisa kembali untuk menyelesaikan game sementara waktu, dan dengan hal tersebut, waktu untuk membebaskan anak ini juga akan tertunda..."

"Yeah... itu semua benar..."

Menyandarkan dirinya kesamping, Asuna mulai berpikir. Bukannya melebih - lebihkan, tapi kehadiran Kirito sebagai seorang clearing player berada di atas rata - rata, dia menyediakan peta perjalanan di dalam area labirindengan jumlah di atas rata – rata guild terkemuka sambil menjadi seorang solo player. Sementara merencanakan hal tersebut hanya terlewat beberapa minggu karena bulan madu setelah menikah, memonopoli Kirito oleh dirinya sendiri seperti ini cukup membuatnya merasa sedikit bersalah.

"Untuk sekarang, mari lakukan apa yang kita bisa."

Melihat ke arah Yui yang telah tertidur, Kirito melanjutkan perkataannya.

"Pertama - tama, mari pergi ke Starting City dan lihat apakah kita bisa menemukan orang tua atau saudaranya. Dengan kehadirannya sebagai pemain, aku yakin setidaknya ada sekelompok orang yang mengenalinya."

"..."

Hal itu sebuah kesimpulan yang alami. Namun, Asuna menyadari perasaannya yang tidak ingin berpisah dari gadis ini. Ini adalah kehidupan dimana ia bisa hidup berduaan dengan Kirito, yang mana pernah ia impikan; tapi entah mengapa, Asuna tidak keberatan jika hidup bertiga bersama Yui. Hal ini mungkin disebabkan karena ia merasa jika Yui bisa menjadi putri dari Kirito dengannya...Mendapat pikiran seperti itu, Asuna terkejut dan kembali ke kesadarannya, dan tersipu.

”...? Kenapa sih?"

"B- Bukan apa - apa!!"

Asuna berbalik dari Kirito yang tampak curiga, dan menggoncangkan kepalanya ke belakang dan depan.

"I- Itu benar. Ketika Yui-chan bangun, mari pergi ke Starting City. Kita juga bisa mencari sesuatu di pojok Q&A pada koran ketika dalam perjalanan."

Masih tidak bisa melihat wajah Kirito, Asuna berbicara dengan cepat sambil merapikan meja makan dengan tergesaa - gesa. Ketika ia melihat ke arah Yui yang tertidur di atas kursi, mungkin ini hanya imajinasinya saja, namun wajah tertidurnya terlihat berbeda dari kemarin, kali ini tampak lebih cerah.

Dipindahkan ke kasur, Yui tertidur sepanjang pagi, dan bertanya – tanya apakah dia kembali koma, Asuna benar – benar khawatir; tapi untungnya, dia terbangun ketika persiapan untuk makan siang telah selesai.

Meskipun memanggang kue buah – buahanyang jarang Asuna buat. Karena untuk Yui, ketika Yui menduduki tempatnya di meja makan, daripada kue, Yui menunjukkan ketertarikan lebih pada sandwich penuh mustard yang digigit oleh Kirito hingga menjadi dua.

"Ah, Yui, yang ini benar – benar pedas lho."

"Uu... Yui ingin punya makanan yang sama dimiliki Papa."

"Aku mengerti. Aku tidak akan menghentikanmu jika Yui telah membuat pilihan. Pengalaman adalah segalanya."

Setelah menyerahkan sandwich, Yui melebarkan mulut mungilnya dengan sekuat tenaga lalu mengambil gigitan pertama tanpa ragu - ragu.

Kirito dan Asuna menahan nafas mereka ketika melihatnya mengunyah makanan dengan ekspresi rumit, dan akhirnya Yui berhasil menelannya menuju tenggorokan dengan tegukan lalu berseri riang.

"Yummy."

"Anak ini punya nyali juga."

Kirito tersenyum lalumengusap kepala Yui.

"Ayo kita coba tantangan dengan memakan hidangan makan malam yang sangat pedas."

"Ya ampun, jangan terbawa! Tak mungkin aku membuat makanan seperti itu!"

Tapi jika Kirito dan Asuna menemukan pengasuh Yui di Starting City, orang yang kembali ke sini hanya mereka berdua. Berpikir seperti itu, Asuna merasakan kesepian yang berada di hatinya.

Asuna menatap ke arah Yui yang telah selesai memakan sisa sandwich dan sedang meminum susu dengan tatapan puas, sebelum berbicara.

"Oh, Yui-chan, ayo pergi keluar di sore ini."

"Pergi keluar?"

Menatap lurus ke arah wajah Yui yang kebingungan, Asuna berhenti sejenak, bertanya – tanya bagaimana menjelaskannya ketika Kirito memotong.

"Kita pergi mencari teman – teman Yui."

"Teman... Apa itu?"

Bereaksi atas jawaban tersebut, keduanya bertukar pandang secara reflek. Ada banyak keganjilan pada «sindrom» yang diderita Yui. Bukan hanya kemunduran mental, sindrom ini lebih memberi kesan bahwa kepingan ingatannya hilang.

Untuk memulihkan kondisinya, menemukan pengasuh sebenarnya pastilah cara terbaik... mengatakan hal seperti itu pada dirinya sendiri, Asuna menatap Yui lalu menjawab.

"Well, teman itu adalah orang yang bisa membantu Yui-chan. Sekarang, ayo siap - siap."

Ekspresi Yui masih menunjukkan sedikit keraguan, namun ia mengangguk lalu berdiri.

Baju putih satu setel yang di kenakan gadis ini memiliki lengan pendek dan terbuat dari bahan tipis, pastilah dingin jika pergi keluar ketika musim seperti ini, awal musim dingin. Tentunya, merasa dingin, atau mungkin bisa masuk angin, menderita karena damage, hal seperti itu tak akan terjadi— well, namun akan lain ceritanya jika kamu telanjang dan pergi ke area dingin, tapi— fakta bahwa seseorang biasanya akan merasa gelisah tidaklah berubah.

Asuna menggerakkan daftar item miliknya, mematerialkan pakaian tebal satu persatu, dan akhirnya Asuna menemukan sebuah sweater yang cocok untuk Yui, ia mendatanginya lalu tiba – tiba berhenti.

Umumnya, ketika mengequipkan pakaian, seseorang akan memanipulasi equipment melalui jendela status. Baju, cairan dan benda – benda halus lainnya tidak dibuat secara baik di SAO, oleh karena itu, dibandingkan sebuah benda terpisah secara sendiri, pakaian dianggap sebagai bagian dari tubuh itu sendiri.

Menyadari keragu – raguan Asuna, Kirito menanyai Yui.

"Yui, tentang jendela milikmu, dapatkah kamu membukanya?"

Seperti yang diduga, si gadis menggelengkan kepalanya sebagai tanda ketidaktahuan.

"Well, coba gerakkan jari pada tangan kananmu. Seperti ini."

Kirito mengayunkan jarinya, lalu sebuah jendela persegi berwarna ungu muncul di bawah tangannya. Melihat hal itu, Yui meniru gerakan tersebut dengan tangan gemetar, tetapi jendela miliknya tidak terbuka.

"...Seperti dugaanku, ada semacam bug pada sistemnya. Tetapi, tidak bisa membuka jendela status milik sendiri itu masalah serius... kamu tidak bisa melakukan apapun jika seperti itu."

Karena Kirito menggigit bibirnya, merasa terganggu, Yui yang baru saja melambaikan jari pada tangan kanannya, kini melambaikan tangan kirinya. Tepat pada saat itu, sebuah jendela keunguan muncul di bawah tangannya.

"Jendelanya keluar!"

Diatas Yui yang menyeringai penuh kepuasan, Asuna bertukar pandang dengan Kirito, yang melihat kembali sambil terkejut.Asuna tak tahu apa yang baru saja terjadi.

"Yui-chan, bolehkah aku melihat – lihat."

Asuna membungkuk dan memandang dengan tajam ke dalam jendela milik Yui. Bagaimanapun juga, status pemain biasanya tersembunyi untuk semua orang, kecuali pemiliknya, dan apa yang bisa Asuna lihat hanyalah layar sederhana yang kosong.

"Maaf, bolehkah kupegang tanganmu sebentar."

Asuna memegang tangan Yui dengan tangannya, menggerakkan jari kecilnya, mengklik di sekitar tempat dimana ia pikir tombol visibility mode berada.

Tujuan utama Asuna adalah agar fitur layar jendela segera terlihat keluar dengan efek suara kecil. Biasanya, melihat status orang lain bisa dianggap suatu etika paling buruk, meskipun dalam situasi yang tidak biasa, Asuna mencoba yang terbaik agar bisa melihatnya dan yang terbuka hanya penyimpanan, tatapi...

"Ap- Apa ini!?"

Memandang untuk kedua kalinya pada bagian atas layar, ia benar – benar kaget.

Bagian atas menu jendela memang terlihat normal, terbagi menjadi tiga bagian. Bagian pengaturan ada di bagian paling atas, nama ditampilkan dalam bahasa inggris bersamaan dengan bar HP dan EXP yang panjang dan tipis, lalu dibawahnya, pada bagian kanan tengah, merupakan bagian equipment figure, sedangkan bagian kiri sisanya merupakan rangkuman dari tombol perintah. Ada begitu banyak contoh desain untuk memodifikasi icon dan semacamnya, tetapi layout default tak bisa diganti. Dengan kata lain, pada bagian paling atas dari jendela milik Yui, hanya nama aneh yang ditampilkan yaitu «Yui-MHCP001», dengan tidak adanya bar HP ataupun bar EXP, dan juga level yang tidak ditampilkan. Meskipun bagian equipment figure ada, jumlah tombol perintah sangat sedikit dari biasanya, hanya ada «Item» dan «Option».

Menyadari Asuna yang terdiam membeku, Kirito juga mendekat dan mengintip kedalam jendela milik Yui, dan menahan nafasnya ketika ia melihat. Yui, yang tidak mengetahui keanehan jendela miliknya, menatap keduanya dengan tatapan ingin tahu apa yang terjadi.

"Apakah ini juga... sebuah bug pada sistem...?"

Asuna berguman, dan erangan keluar dari tenggorokan Kirito.

"Untuk beberapa alasan... dibandingkan sebuah bug, tampaknya jendela ini lebih terlihat seperti sebuah desain yang benar – benar awal... Sial, aku tak pernah berfikir untuk lebih kesal karena tidak ada GM sebelumnya, namun hal ini."

"Umumnya, di dalam SAO, jarang ada bug ataupun lag untuk dibicarakan, jadi kita jarang membutuhkan bantuan GM... Aku kira tidak ada gunanya merenung akan masalah ini lagi sekarang..."

Mengangkat bahunya, Asuna menggerakkan jari Yui sekali lagi, membuka penyimpanan. Menempatkan sweater yang ia ambil dari atas meja kedalamnya, item akan tersimpan kedalam jendela penyimpanan dengan sekejap. Selanjutnya, Asuna menyeret nama sweater menuju menu equipment figure, dan menjatuhkannya disana.

Bersamaan efek suara yang terdengar seperti sebuah bel, tubuh Yui diselimuti cahaya, menampilkan sweater berwarna pink ke dalam bentuk nyata pada Yui.

"Waah..."

Memperlihatkan ekspresi senang, Yui melebarkan tangannya dan melihat ke seluruh bagian tubuhnya sendiri. Asuna mengikuti, memakai baju yang memiliki warna yang agak mirip dengan celana hitam, dan sepatu merah lalu mengequipkan item tersebut satu sama lain, akhirnya setelah mengembalikan baju satu setel miliknya kedalam penyimpanan, Asuna menghilangkan jendela miliknya.

Selesai berpakaian, Yui terlihat senang, lalu ia menggosok pipinya dengan sweater lembut dan menarik roknya.

"Sekarang, ayo berangkat."

"Um. Papa, gendong."

Menanggapi reaksi Yui yang membuka kedua tangannya tanpa peduli, Kirito dengan malu memberikan senyum masam lalu mengangkat tubuh si gadis. Ketika melakukan itu, ia memandang Asuna lalu berbicara.

"Asuna, dalam masalah ini, bersiaplah untuk bertarung kapanpun. Kita tidak seharusnya pergi ke kota, tetapi... karena kota itu adalah daerah kekuasaan milik « The Army»..."

"Hm... lebih baik tidak menurunkan kewaspadaanmu."

Dengan satu anggukan, Asuna mengecek kembali penyimpanan miliknya lalu berjalan menuju pintu dengan Kirito. Pastilah baik jika pengasuh gadis ini berhasil ditemukan; hal ini adalah perasaan jujur milik Asuna, tapi membayangkan membuat party dengan Yui membuatnya merasa tidak nyaman. Mereka baru saja bertemu satu hari bertemu, namun tampaknya Yui telah mengambil sebagian hati milik Asuna.


Sebenarnya telah berbulan – bulan berlalu sejak kunjungannya menuju lantai pertama, «Starting City».

Merasakan emosi yang komplek dalam hatinya, Asuna masih berdiri di dekat gerbang keluar teleport, menatap plaza yang besar ini dan jalan – jalan membentang diluarnya.

Tentu saja, karena ini adalah kota terbesar dalam Aincrad, membandingkan fasilitas penting untuk berpetualang disini dengan kota – kota lain, benar – benar tak ada kompetisi disini. Harga – harga secara umum rendah, dan segala macam penginapan bisa ditemukan disini. Dilihat dari segi efisiensi, kota ini adalah tempat yang paling cocok untuk digunakan sebagai kota awal.

Akan tetapi, jika kamu pergi bersama Asuna, tidak ada seorangpun yang berlevel tinggi tinggal di Starting City hingga sekarang. Penindasan dari «The Army» menjadi salah satunya, tapi mungkin lebih disebabkan karena fakta ketika berdiri di central plaza dan melihat ke atas langit, ia tak bisa mengingat apa yang terjadi pada waktu itu.

Awal dari semua itu adalah suatu kehendak.

Terlahir dari hubungan dari ayah seorang pebisnis dan ibu seorang sarjana, Asuna—Yuuki Asuna, telah dididik untuk mematuhi harapan orang tuanya sejak pertama kali ia memperooleh kesadaran. Kedua orang tuanya adalah orang yang tanpa ampun jika berurusan dengan mereka, sementara bertindak dengan lembut terhadap Asuna, dan karena itulah, Asuna menjadi khawatir atas reaksi mereka jika ia tidak bisa hidup atas harapan keduanya.

Kakaknya juga mungkin sama. Asuna dan kakanya telah memilih sekolah privat atas kehendak orang tuanya, dan tanpa hambatan, secara bertahap mereka mendapatkan hasil yang memuaskan.

Sejak kakaknya akhirnya mencapai umur untuk diterima di universitas dan meninggalkan rumah, ia hidup tanpa apa – apa dalam pikirannya, tetapi semata – mata hanya hidup untuk memenuhi harapan orang tuanya. Mengambil pelajaran untuk beberapa kegiatan, bersosialisasi dengan teman yang hanya diterima oleh orang tuanya, namun karena ia melalui hidup seperti itu, Asuna akhirnya merasa jika dunianya lama – lama menjadi semakin kecil. Jika ia terus berjalan pada jalan yang telah ditentukan— masuk ke SMA dan universitas yang telah ditentukan oleh kedua orang tuanya, menikah dengan pasangan yang ditentukan oleh kedua orang tuanya, ia yakin nahwa ia telah terjebak dalam cangkang yang benar – benar sangat keras, meskipun lebih kecil ketika sebelumnya, dan tidak bisa untuk lari darinya; hal ini adalah ketakutan yang selalu ia derita.

Itulah mengapa, ketika kakaknya telah bekerja di perusahaan yang di kelola ayahnya dan pulang kerumah, ia berbicara penuh antusias tentang Nerve Gear dan salinan game SAO yang ia peroleh melalui koneksinya, tentang seperti apa dunia «VRMMO» pertama, meskipun Asuna belum pernah memainkan suatu konsol permainan sebelumnya, ia merasakan ketertarikan tentang dunia tersebut.

Tentunya, jika kakaknya menggunakan Nerve Gear di dalam kamarnya, Asuna mungkin akan segera lupa dan tidak akan merasa terganggu tentang suatu hal seperti Nerve Gear. Akan tetapi, karena momen yang tak begitu baik, kakaknya harus pergi dalam perjalanan bisnis keluar negeri pada hari pertama dimulainya SAO, dan begitulah, Asuna akhirnya meminjam Nerve Gear dari kakaknya hanya untuk satu hari karena keinginannya. Merasakan hasrat untuk melihat dunia yang belum pernah ia lihat sebelumnya, semua itu penyebabnya—

Lalu, semuanya berubah.

Hingga sekarang, Asuan masih mengingat keisengan pada hari itu, ketika ia beubah dari Asuna menjadi "Asuna", mencari jati dirinya sendiri di jalanan yang tak dikenal, diantara orang – orang yang tak mengenalnya.

Tetapi secara tiba – tiba setelahnya, ketika dewa kekosongan turun dan mengumumkan tentang game kematian ini, dengan ketidakmungkinan untuk melarikan diri dari dunia ini, hal pertama yang Asuna pikirkan adalah tugas matematika miliknya yang belum ia kerjakan.

Jika ia tidak segera kembali dan mengerjakannya, ia akan dimarahi oleh gurunya pada saat pelajaran. Demi kehidupan Asuna yang telah ia tempuh sejauh ini, pastilah menjadi suatu kegagalan yang tak bisa ia maafkan... tapi tentu saja, kerasnya situasi tersebut bikanlah hambatan.

Satu minggu, dua minggu, bahkan tiap hari terlewati dengan santainya, tak ada tanda – tanda adanya bantuan dari luar. Mengasingkan diri sendiri di salah satu penginapan di Starting City, meringkuk di atas tempat tidur, Asuna terus menerus mengalami kepanikan. Menjerit setiap saat,bahkan memukul tembok ketika ia meratap. Hari tersebut adalah musim salju pada tahun ketiganya di SMP. Ujian sekolahnya akan segera dimulai, dan setelah itu, ujian masuk SMA. Menjadi seorang yang telah tergelincir dari jalan yang ditempuh sama saja merupakan kehancuran bagi hidup Asuna.

Asuna menghabiskan hari – harinya penuh masalah, merasa sangat malu, merasa tak percaya.

Daripada mengkhawatirkan kondisi tubuh anaknya, orang tua Asuna pasti sangat kecewa atas putrinya yang telah gagal atas ujiannya karena sebuah konsol game. Teman- temannya, daripada bersedih, mungkin mereka mengasihaninya yang di keluarkan dari kelompok mereka, atau mungkin malah mencibirnya.

Ketika ia melalui saat – saat kritis dengan pikiran kelam, Asuna akhirnya membuat sebuah keputusan—untuk meninggalkan penginapan. Tidak menunggu untuk di selamatkan, tetapi untuk melarikan diri dari dunia ini dengan kekuatannya sendiri. Untuk menjadi seorang penyelamat yang mengakhiri insiden ini. Tanpa menempuh jalan itu, ia kemungkinan besar tidak akan mampu menahan kehadirannya bersama orang – orang disekitarnya tak lama lagi.

Asuna menyiapkan beberapa equipment, mengingat seluruh referensi manual, dan menuju ke field. Waktu untuk tidur setiap hari ia batasi selama dua jam, tiga jam, dan sisa waktu miliknya ia kerahkan untuk meningkatkan levelnya. Sebagai hasil memfokuskan kebijakan miliknya dan keinginan kuat untuk menyelesaikan permainan, hal tersebut tidak terlalu lama sebelum ia masuk dalam daftar pemain tingkat atas. Inilah bagaimana si swordswoman yang bersemangat, Asuna the «Flash» terlahir.

Kembali ke masa kini— dua tahun telah berlalu, dan saat ini Asuna telah berusia tujuh belas tahun, ia menatap kembali pada saat – saat itu dengan peresaan pahit. Bukan, tidak hanya ketika waktu permainan ini dimulai. Semua hal yang terjadi sebelumnya, bahwa dirinya hidup dalam dunia yang keras dan sempit, ia teringat bahwa sebagian besar masa lalunya penuh dengan kesedihan.

Asuna rasanya tidak mengerti arti dari, «untuk hidup». Semua hal yang pernah ia lakukan hanyalah tentang masa depan yang ideal, pengorbanan masa kini. «Masa Kini» Adalah suatu hal yang sia – sia untuk mewujudkan masa depan yang sempurna, dan karananya, dengan hilangnya hal tersebut, tak ada yang tersisa. Hal tersebut menghilang dalam ketiadaan.

Hal tersebut tidaklah baik jika satu sama lain. Menghadapi dunia SAO, ia menyimpulkannya secara serius.

Ia yang mengejar masa depan akan menjadi seorang Asuna yang dulu, maju ke depan untuk menyelesaikan permainan ini, sementara ia yang menempel di masa lalu akan tetap menjadi seseorang yang meringkuk di kamar penginapan lantai pertama. Dan ia yang hidup untuk saat ini akan mencari kesenagan sementara sebagai seorang kriminal.

Tetapi meskipun berada di dunia ini, ada orang – orang yang menikmati masa kini, membuat suatu kenangan satu sama lain sementara bekerja keras untuk lari dari dunia ini. Seseorang yang mengajarinya adalah si pendekar pedang berambut hiram yang ia temui setahun lalu. Cara hidupnya— ketika hal itu memasuki pikirannya, warna dari kehidupannya telah berubah.

Sekarang, jika dunia ini adalah dunia nyata, ia merasa seperti bisa untuk menghancurkan cangkang yang menutupi hidupnya. Ia percaya jika ia akan bisa hidup untuk dirinya sendiri. Selama orang ini berada di sisinya—

Asuna perlahan mendekati Kirito dengan malu menyembunyikan perasaan terdalamnya sambil menatap jalanan. Rasa sakit yang ia rasakan lagi, ketika menatap atap lantai di atasnya kini telah sedikit berkurang.

Menggelengkan kepalanya sekali lagi seolah – olah ingin menghilangkan pemikiran tadi, Asuna mengintip ke wajah Yui yang masih digendong oleh Kirito.

"Yui-chan, apa kamu memiliki ingatan tentang bangunan- bangunan, atau hal seperti itu?"

"Uu..."

Dengan ekspresi rumit, Yui melihat sekeliling pada struktur bangunan, lalu memandang keluar dari plaza, dan akhirnya ia menggelengkan kepalanya.

"Aku tak tahu..."

"Well, Starring City memang sangat luas."

Kirito berbicara sambil mengusap kepala Yui.

"Well, suatu hal pasti akan membuatnya teringat sesegera jika kita tetap berkeliling. Ayo kita cek pusat tempat belanja untuk sekarang ini."

"Mungkin ada benarnya juga."

Mengangguk sepakat, keduanya mulai berjalan menuju jalan utama di selatan.

Akan tetapi— ketika ia berjalan, Asuna memandang plaza sekali lagi sengan suatu keraguan. Hanya ada beberapa orang di sekitar.

Gerbang plaza dari Starting City sungguh lebar seperti yang kira, bisa menampung sepuluh ribu pemain dua tahun yang lalu pada acara pembukaan server SAO. Di tengah jalan berbatu adalah tempat kosong dalam bentuk bulat sempurna, terdapat subuah menara jam yang menjulang tinggi dengan gerbang teleport yang berkedip kebiruan di bagian yang lebih rendah. Bunga – bunga bermekaran ditanam di sekeliling menara, dan dengan elegan, bangku putih berada di antara keduanya. Tidaklah mengherankan jika plaza ini akan penuh dengan orang – orang yang mencari tempat untuk istirahat di sore hari; namun, tak ada orang – orang yang berada di sekitar gerbang ataupun menuju keluar plaza, dan hampir tidak ada orang yang duduk di bangku yang berada di sini.

Untuk jalan utama dari kota lantai atas, gerbang plazanya akan selalu ramai karena para pemain yang sangat banyak. Menggosip, mencari anggota party, berkumpul di toko pinggir jalan, sebagai hasilnya karena orang yang berkumpul sungguh banyak, untuk berjalan saja sungguh menyulitkan, tetapi—

"Hey, Kirito-kun."

"Hm?"

Asuna bertanya pada Kirito yang berbalik.

"Sekitar berapa jumlah pemain yang berada di lantai pertama saat ini?"

"Hmm, well... jumlah pemain yang masih hidup sekitar enam ribu, dan tiga puluh persen diantaranya masih berada di Starting City jika kita menghitung « The Army»; jadi seharunya jumlah para pemain di bawah angka dua ribu, kan?"

"Menyadari jumlah itu, bukankah menurutmu ada sedikit pemain di sini?"

"Ketika kamu berkata seperti itu... Mungkin mereka hanya berkumpul di sekitar toko?"

Bagaimanapun juga, ketika memasuki jalan utama plaza, bahkan ketika mereka mendekat ke area belanja dengan toko dan gerobak berbaris, jalanan masih tetap sepi. Teriakan – teriakan promosi dari NPC penjaga toko bergema sia – sia melewati jalanan.

Meskipun begitu, keduanya akhirnya bisa menjumpai seseorang yang sedang duduk di bawah pohon besar di tengah jalan, lalu Asuna menghampiri dan mencoba memanggilnya.

"Ah, permisi."

Si pria, menatap ke atas puncak pohon dengan ekspresi yang sangat aneh, dan berbicara tanpa menyesuaikan pandangannya meskipun hal tersebut terlihat mengganggu.

"Ada apa."

"Well... Di sekitar sini, apakah ada tempat untuk mencari orang hilang?"

Mendengar ucapan tersebut, si pria akhirnya menggeser pandangannya menuju Asuna. Ia memandang wajah Asuna tanpa berbalik.

"Apa, jadi kamu orang luar."

"Ah, iya. Well... kami sedang mencari pengasuh dari anak ini..."

Asuna menunjuk Yui, yang masih tertidur sementara di lengan Kirito.

Karena mengenakan seragam sehingga sulit untuk mengetahui tingkat class miliknya, si pria melebarkan matanya sedikit ketika ia memandang sekilas pada Yui, tapi ia segera berpaling ke pandangan awalnya pada puncak pohon.

"...Seorang anak hilang, huh, sungguh jarang terjadi.... Pada gereja di sisi lain sungai pada distrik ke tujuh di timur, ada sekelompok pemain anak – anak yang berkumpul dan tinggal disana, jadi cobalah kalian mencari di sana."

"Te- Terima kasih."

Mendapat informasi yang benar – benar mengejutkan, Asuna menundukkan kepalanya dengan cepat. Setelah melakukan hal itu, ia mencoba mengajukan pertanyaan lain.

"Ahh... Sebenarnya apa yang kamu lakukan di sini? Dan juga, mengapa hanya ada sedikit pemain di sekitar?"

Si pria tersebut hanya membuat senyuman kecil, ia menjawab, tampaknya ia tidak terganggu.

"Info ini mungkin sangat rahasia, atau seperti itulah aku menyebutnya. Well, melihat kamu orang luar... Lihat, kamu bisa melihatnya kan? Cabang pohon tertinggi yang berada di sana."

Asuna mengikuti arah jari yang si pria tunjuk. Cabang – cabang yang menjorok dari pohon yang cukup besar dengan jalan yang cukup jelas berwarna kecoklatan, tapi jika kalu lebih fokus dan menatap mereka, kamu bisa melihat beberapa buah berwarna kuning bermunculan dalam bayang – bayang dedaunan.

"Tentunya, karena pohon – pohon yang berada di pinggir jalan adalah objek yang tak bisa dihancurkan, meskipun kamu mencoba menaikinya, kamu tak akan bisa mendapatkan selembar daunnya sekalipun."

Si pria melanjutkan perkataannya.

"Setiap hari, ada beberapa saat ketika buahnya terjatuh dari pohon... Hanya ada beberapa menit sebelum buah tersebut membusuk lalu menghilang, namun jika kamu tidak melewatkan kesempatan dan berhasil mengambilnya, kamu bisa menjualnya ke NPC dengan harga murah. Belum lagi rasanya sungguh enak."

"Ohhh."

Untuk Asuna, yang telah menguasai skill mamasaknya, berdiskusi tentang bahan – bahan adalah suatu kesenangan tersendiri.

"Sekitar berapa harga buah itu kalau dijual?"

"...Jangan menyebarkan info ini. Setiap satu buah bisa laku lima coll."

"..."

Melihat tatapan bangga si pria, Asuna tak bisa berkata - kata. Ia terkejut karena betapa murahnya harga terebut. Dalam hal ini, bekerja keras dengan bersandar di pohon ini dan menunggu buah terjatuh sepanjang waktu tidaklah sesuai dengan hasil yang didapat.

"Ah, well... jika seperti itu, sepertinya usahamu sungguh sia - sia, atau lebih tepatnya... jika kamu mengalahkan satu ekor worm di field, kamu bisa mendapat tiga puluh coll."

Pada saat ia berkata seperti itu, si pria memandang penuh tanya kali ini. Dia tidak menyalahkan Asuna karena tidak benar dalam pikirannya, tetapi ia berbalik menuju Asuna dengan ekspresi yang menunjukkan betapa tak jelasnya apa yang telah ia lakukan.

"Kamu serius berkata seperti itu. Jika kamu pergi dan bertarung melawan monster di field... kamu mungkin akan benar – benar mati kan."

"..."

Asuna tak bisa memikirkan sebuah jawaban. Itu karena si pria ini telah berkata; bertarung melawan monster selalu menimbulkan bahaya kematian yang selalu menyertainya. Tetapi, dengan mental Asuna saat ini, hal tersebut hanyalah seperti kekhawatiran akan terjadinya kecelakaan ketika menyebrangi jalan di dunia nyata selama siang dan malam; tak ada gunanya takut akan hal seperti itu.

Kalaupun inderanya sendiri telah menjadi tumpul karena menghadapi kematian di SAO, atau kalaupun si pria ini menjadi terlalu gugup, Asuna tak bisa menyalahkannya secara tiba - tiba, Asuna masih berdiri tak bergerak. Mungkin, keduanya tak dapat dianggap sebagai pihak yang benar. Pada Starting City, apa yang dikatakan pria ini adalah hal yang umum.

Tak menyadari kondisi mental Asuna yang rumit, si pria melanjutkan perkataannya.

"Dan, apa ya, alasan mengapa tidak ada orang di sekitar? Itu karena mereka bukan tidak ada di sekitar. Semuanya mengunci dirinya sendiri di kamar penginapan. Mereka mungkin bertemu dengan pasukan The Army penagih pajak di siang hari."

"Pe- Penagih pajak... apa maksudnya itu?"

"Hanya suatu pemerasan dalam cara sopan. Tetap jaga kewaspadaanmu; orang – orang ini tidak akan mengampunimu meskipun kamu orang luar. Oh lihat, tampaknya ada yang jatuh... cukup sekian obrolan kita kali ini."

Menutup mulutnya, si pria mulai menatap langit secara serius. Asuna dengan cepat menunduk sebagai tanda terima kasih, dan menyadari bahwa Kirito telah terdiam selama percakapan tadi, berbalik menghadap Asuna.

Di tempat tersebut, adalah sosok Kirito yang fokus menatap buah berwarna kuning dengan tatapan serius, tidak seperti menatap worn di tengah pertarungan. Tampaknya ia bermaksud untuk menunggu buah selanjutnya terjatuh.

"Hentikan tatapan itu, ya ampun!"

"T- Tapi kamu lihatkan, apakah itu mengganggumu?"

Mencengkram tenguk Kirito, Asuna mulai berjalan sambil menyeretnya.

"Ah, ahh... dan tampaknya buah itu terasa enak..."

Menjewer telinga Kirito, dengan penyesalan yang masih tersisa, Asuna mendorongnya untuk berbalik.

"Dibanding itu, jalan mana yang menuju distrik tujuh di timur? Tampaknya ada pemain – pemain muda yang tinggal disana, ayo segera pergi kesana."

"...Yeea."

Sambil menggendong Yui yang telah benar – benar tertidur, dan berpegang erat padanya, Asuna menatap peta sambil menjaga kecepatan berjalannya di samping Kirito.

Karena Yui memiliki tubuh luar sekitar umur sepuluh tahun, menggendongnya seperti ini di dunia nyata akan menyebabkan lengannya capek dalam beberapa menit, namun bersyukurlah karena ada keuntungan dari parameter kekuatan fisiknya, Asuna tidak merasakan berat apapun dibanding guling yang terisi bulu.

Berjalan menuju tenggara melalui jalan – jalan lebar selama sepuluh menit, dan cukup berpapasan dengan orang- orang sebelumnya, mereka akhirnya sampai ke area taman yang luas. Hutan yang luas- pohon – pohon berdaun dengan warna yang telah berubah, melambaikan kesedihannya karena angin dingin pada awal musim salju.

"Ayo kita lihat, tempat ini menunjukkan distrik timur ketujuh pada peta, namun... aku bertanya – tanya dimanakah gereja itu sebenarnya."

"Ah, bukankah yang itu?"

Dibalik hutan, membentang di sisi kanan jalan, Asuna melihat menara tinggi yang unik dan kokoh dalam arah pandangan yang ditunjuknya. Pada puncak menara yang beratap biru pucat, sebuah logam ankh[2] terbentuk dengan menyatukan sebuah salib dan lingkaran,bercahaya. Itu adalah sebuah tanda dari gereja. Sebuah bangunan yang berdiri setidakanya satu di setiap kotadan melalui altar di dalamnya, tugas – tugas seperti melenyapkan serangan unik dari monster, «Curse», dan memberkati senjata untuk melawan monsters undead menjadi mungkin. Dalam SAO, dimana komponen berbasis sihir ada, gereja bisa dianggap tempat paling misterius.

Juga, selama coll ditawarkan secara teratur, sebuah ruangan didalam gereja bisa di sewa dan digunakan sebagai pengganti sebuah penginapan.

"Tu- tunggu sebentar."

Asuna tanpa disadari memanggi Kirito untuk berhenti, ketika ia hampir berjalan menuju gereja tersebut.

"Hm? Ada apa?"

"Ah, tidak... Well... jika, kita berhasil bertemu dengan pengasuh Yui di sana, kita akan... meninggalkan Yui-chan disini kan...?"

"..."

Mata hitam Kirito melunak penuh simpati terhadap Asuna. Ia menarik tangannya lebih dekat dengan lembut dan merangkul tubuh Asuna bersama Yui yang sedang tertidur.

"Aku juga tak ingin menjadi bagian darinya. Bagaimana mengatakannya ya... dengan kehadiran Yui, rumah kita yang berada di hutan sungguh terasa seperti rumah sesungguhnya... well, seperti itulah rasanya... Namun, ini tidak seperti kamu tak akan pernah bertemu dengannya lagi. Jika Yui berhasil mendapatkan ingatannya kembali, ia pasti akan datang dan berkunjung lagi.”

"Hm... Betul si."

Memberi anggukan kecil, Asuna membawa Yui yang masih di lengannya lebih dekat dan sedikit menyentuh pipinya sebelum berjalan kedepan, setelah perasaanya terasa lebih baik.

Bangunan gereja terlihat kecil jika dibandingkan skala kota ini. Gereja tersebut berlantai dua, dengan puncak menara tunggal sebagai simbolnya. Tetapi, ada berbagai macam gereja didalam Starting City, dan gereja yang ada di dekat gerbang plaza seukuran kastil kecil.

Setelah sampai di depan pintu ganda yang berukuran besar, Asuna mendorong salah satunya dengan tangan kanannya. Menjadi fasilitas umum, suatu gereja pastilah tidak terkunci. Interior didalamnya redup, dan hanya ada penerangan dari lilin yang menghiasi altar di depan dan menerangi lantai dari batu. Tak ada tanda –tanda kehidupan pada awalnya.

Memunculkan tubuh bagian atasnya melalui pintu masuk, Asuna memanggil.

"Ahh, adakah orang di sini?"

Meskipun suaranya bergema, tak seorangpun terlihat keluar.

"Apakah tak ada orang...?"

Saat Asuna memiringkan kepalanya ke samping, Kirito membantahnya dengan suara pelan.

"Nah, tampaknya ada orang di sini. Tiga di ruang sebelah kanan, empat di sebelah kiri... dan masih banyak lagi di lantai dua."

"...Dengan skill deteksi milikmu, kamu bahkan bisa mengetahui jumlah orang – orang yang ada di balik tembok?"

"Tingkat kemahiran skill punyaku sudah sembilan ratus delapan puluh. Skill ini sungguh efisien, kamu seharusnya meningkatkan juga."

"Tak mau, latihan yang membosankannya akan membuatku gila.... Kesampingkan itu, ngomong – ngomong mengapa mereka bersembunyi..."

Asuna perlahan melangkah ke dalam bangunan gereja. Kondisi di dalamnya sungguh sepi, tapi entah mengapa ia bisa meresakan kehadiran orang lain yang sedang menahan nafas mereka..

"Ah, permisi, kami sedang mencari seseorang!"

Ia mencoba memanggil dalam suara keras. Dengan hal itu— pintu di sisi kanan sedikit terbuka, dan suara gemetar seorang perempuan terdengar dari sana.

"...kamu bukan dari the «Army» kan?"

"Bukan. Kami datang dari lantai atas."

Asuna dan Kirito tidak membawa pedang mereka, bahkan tidak mengenakan armor untuk bertarung. Pemain yang masuk ke the Army mengenakan seragam yang terbuat dari armor berat sepanjang waktu, jadi seseorang seharusnya bisa mengenali bahwa Asuna dan Kirito tidak ada hubungannya dengan the Army jika dilihat melalui penampilan.

Cukup lama, pintu tersebut terbuka, dan seorang pemain wanita muncul dengan ketakutan.

Sebuah kepala berambut biru dengan kacamata besar berbingkai hitam, dan mata berwarna hijau terbuka lebar terisi penuh ketakutan muncul. Mengenakan gaun polos sederhana berwarna biru tua,ia memiliki belati yang tertutup sarung belati di tangannya.

"Kamu benar - benar... bukan dari kelompok penagih pajak the Army kan...?"

Asuna memberikan senyuman tenag. Lalu mengangguk.

"Ya, kami hanya mencari seseorang dan baru saja turun dari atas hari ini. Kami benar – benar tak ada hubungannya dengan the Army."

Seketika itu juga—

"Dari atas!? Maksudmu, kamu benar – benar seorang swordsmen!?"

Bersamaan dengan sorakan bernada tingginya, pintu di belakang si wanita terbuka lebar, beberapa sosok pemain berlarian tak berarutan. Secara tiba – tiba, pintu di sebelah kiri altar juga ikut terbuka, beberapa orang lalu keluar secara berdesakan.

Terkejut akan hal itu, Asuna dan Kirito memantau pemandangan tersebut tanpa bisa berkata - kata, yang berbaris di kedua sisi si wanita berkaca mata adalah semua pemain muda yang bisa dikatakan hanya anak - anak laki – laki dan perempuan. Pemain yang paling muda mungkin sekitar dua belas tahun, sementara yang paling tua mungkin sekitar empat belas tahun. Semuanya memandang Asuna dan Kirito dengan penuh ketertarikan.

"Hei, kalian semua, Aku bilang untuk tetap bersembunyi di dalam ruangan kan!"

Hanya si wanita yang mendorong anak – anak tersebut dalam kebingungan, sepertinaya ia berusis sekitar dua puluh tahun. Tampaknya tak seorang pun anak mematuhi perintahnya.

Tetapi setelah itu, anak pertama yang keluar dari ruangan, seorang anak lelaki berambut merah pendek yang sedang berdiri di ujung, berteriak dengan nada penuh kekecewaan.

"Apaan sih, kamu bahkan tidak memegang sebuah pedang. Hei, bukankah kamu dari lantai atas? Seharusnya kamu memiliki senjata?" Hampir separuh perkataan itu ditujukan kepada Kirito.

"B- Bukan, ini tidak seperti yang terlihat, tapi..."

Kirito membalas ketika ia mendaratkan matanya penuh keterkejutan, dan wajah abak – anak tersebut bersinar sekali lagi. Ijinkan aku melihat, ijinkan aku melihat, mereka semua memohon secara bersamaan.

"Lihat, kalian tidak boleh berbicara tak sopan kepada orang yang baru saja kalian temui—

Maaf, kami jarang menerima tamu belakangan ini, jadi..."

Menghadapi si wanita berkacamata yang memohon maaf sambil menunduk, Asuna berbicara segera.

"Bu- Bukan, Bukan itu masalahnya. —Hei, Kirito-kun, kamu masih memiliki beberapa di dalam penyimpananmu, bisakah kamu memperlihatkan pada mereka?"

"Y- Yea."

Mengangguk karena persetujuan Asuna, Kirito membuka jendela miliknya dengan jarinya, mengubah sepuluh senjata ke dalam bentuk nyata secara bersamaan, lalu menumpuknya pada meja panjang terdekat. Senjata tersebut adalah item yang dijatuhkan monster ketika petualangan terakhir dan terlupakan karena ia tak memiliki waktu untuk menjualnya.

Kirito lalu menutup jendelanya, dengan semua item yang berlebih kecuali beberapa pasang equipment yang telah diambil, anak – anak ini bersorak dan menyerbu di sekitar meja. Mengetahui rasa menyentuh pedang, palu dan semacamnya satu sama lain, mereka merengek karena "Berattt" dan "Keren". Pemandangan ini akan meninggalkan keoverprotektifan orang tua, namun tak peduli bagaimana senjata di pegang di dalam kota, tak mungkin mengakibatkan damage ketika tergores.

"—Aku benar – benar minta maaf..."

Meskipun si wanita meminta maaf karena masalah yang ditimbulkan, sebuah senyum tampak di wajahnya karena melihat anak – anak yang senang, ia lalu berbicara.

"...Ah, karena telah datang sejauh ini. Aku akan membuatkan teh, jadi..."

Dipandu ke dalam ruangan kecil di dalam tempat ibadah, Asuna dan Kirito meneguk teh hangat yang dihidangkan pada keduanya.

"Jadi... kamu bilang bahwa kamu datang untuk mencari seseorang...?"

Si pemain wanita yang duduk berlawanan meja mengajukan pertanyaan tersebut dengan memiringkan sedikit kepalanya.

"Ah, iya. Er... Aku Asuna, dan orang ini adalah Kirito."

"Ahh, maaf, aku bahkan belum memperkenalkan diri. Namaku Sasha."

Ia lalu menunduk karena memperkenalan dirinya.

"Lalu, anak ini bernama Yui."

Sambil membelai rambut Yui yang masih tertidur di pangkuannya Asuna melanjutkan.

"Anak ini tersesat di tengah hutan pada lantai ke dua puluh dua. Dia... tampaknya kehilangan ingatannya, jadi..."

"Astaga..."

Si wanita yang memanggil dirinya Sasha melebarkan mata kehijauannya yang tersembunyi di balik kacamata lebih lebar.

"Ia bahkan tak memiliki apapun selain pakaian yang terequip, jadi tampaknya ia tidak tinggal di lantai bagian atas... Dan juga, mungkin pengasuhnya berada di Starting City... atau mungkin orang yang mengenali anak ini mungkin bisa di temukan, kami berpikir kemungkinan tersebut, lalu kami datang ke sini untuk menemukan mereka. Selain itu, ketika kami mendengar bahwa pemain anak – anak berkumpul di gereja ini..."

"Itulah cerita singkatnya..."

Sasha meraih cangkir teh dengan tangannya, lalu menjatuhkan pandangannya ke meja.

"...Sekarang ini, ada dua puluh orang pemain yang tinggal di gereja ini, anak – anak dari sekolah dasar hingga tingkat smp. Aku kurang lebihnya yakin, semua pemain anak – anak di sekitar kota ini. Pada waktu ketika game dimulai..."

Sasha mulai berbicara dalam suara berbisik, tapi masih bisa didengar.

"Hampir semua anak – anak menjadi panic dan mengalami trauma mental. Tentu saja, ada anak – anak yang terbiasa lalu meninggalkan kota, tapi aku percaya mereka adalah pengecualian."

Hal seperti itu juga pernah Asuna alami, di tahun ketiga smpnya pada waktu itu. Ketika ia mengunci dirinya sendiri di kamar penginapan, ia yakin bahwa pikirannya akan hancur karena merasa terpojok.

"Seperti yang diharapkan; mereka masih dalam usia ketika mereka masih ingin dimanjakan orang tuanya. Lalu tiba – tiba diberitahu seseorang bahwa mereka tidak bisa keluar dari sini, mungkin juga tak akan pernah bisa kembali ke dunia nyata— anak – anak tersebut menjadi down, dan di dalam pikiran mereka... tampaknya ada sesuatu yang hilang."

Mulut Sasha menjadi kaku.

"Selama sebulan ketika game dimulai, aku berpikir untuk menyelesaikan game ini dan berencana berlatih di field, tetapi... suatu hari, aku melihat salah satu dari anak – anak tersebut di sudut jalanan, aku tak bisa meninggalkan anak tersebut sendiri begitu saja; jadi aku membawa anak – anak bersamaku dan memulai hidup di penginapan. Selanjutnya, ketika aku berpikir bahwa masih ada anak – anak sepertinya, aku mulai berkeliling kota, dan mencari anak – anak tersebut. Sebelum aku menyadarinya, semuanya telah berakhir seperti ini. Itulah mengapa... meskipun ada orang – orang yang bertarung di lantai atas seperti kalian berdua, aku merasa tak bisa memaafkan diriku sendiri karena tak bisa membantu menyelesaikan game ini."

"Itu... Itu tidak-"

Sambil menggelengkan kepalanya, Asuna berusaha untuk menemukan kata – kata yang tepat, tapi suaranya tersangkut di tenggorokan. Mengambil alih pembicaraan, Kirito berbicara.

"Itu tidak sepenuhnya benar. Kamu berjuang dengan sangat berani... bahkan lebih hebat daripada orang sepertiku."

"Aku sungguh berterima kasih. Namun aku tidak cukup melakukan hal ini tanpa adanya tanggung jawab. Sungguh menyenangkan hidup bersama anak – anak ini."

Sasha tersenyum manis sambil menatap Yui yang sedang tertidur pulas.

"Itulah mengapa... selama dua tahun ini, setiap hari kami berkeliling di semua bangunan yang ada di setiap area, mengecek jika ada anak – anak yang membutuhkan bantuan. Jika ada sejumlah anak – anak yang masih tertinggal, kami akan segera menyadarinya. Maaf untuk mengatakan ini... tetapi tampaknya anak ini, aku tak yakin jika ia pernah tinggal di Starting City."

"Begitu ya..."

Asuna menundukkan kepalanya ke bawah sambil memeluk Yui. Ia menarik diri lalu memandang ke arah Sasha.

"Er, tampaknya ini akan mengganggu privasimu, tetapi bagaimana kamu memperoleh penghasilan untuk keperluan sehari – hari dan semacamnya?"

"Ah, hal itu, selain aku, ada beberapa anak – anak yang lebih dewasa yang melindungi tempat ini...mereka berada pada level yang menjamin keselamatan mereka selama mereka berada di field sekitar kota ini, jadi kami masih bisa menyimpan cadangan makanan. Kami tak bisa hidup dalam kemewahan."

"Oh, sungguh mengagumkan... menilai dari apa yang kudengar sebelumnya di kota ini, sesuatu seperti berburu monster di dalam field bisa dianggap suatu tindakan bunuh diri yang bertentangan dengan akal sehat."

Sasha mengangguk atas perkataan Kirito.

"Pada dasarnya, aku percaya bahwa pikiran seperti itulah yang dipikirkan pemain yang masih tersisa di kota ini. Aku tidak menyangkat hal tersebut; hal itu tak akan membantumu, ketika kamu mengira akan adanya bahaya kematian... Bagaimanapun juga, pikiran tersebut juga manjadi alasan mengapa kita mengumpulkan uang di atas rata – rata pemain di kota ini."

Itu memang benar; untuk mengatur pengeluaran di gereja ini, seratus coll setidaknya di butuhkan setiap hainya. Jumlah ini melebihi pendapatan harian si pemburu buah sebelumnya.

"Itulah mengapa aku terus mengawasi mereka akhir – akhir ini..."

"...Mengawasi siapa?"

Mata lembut Sasha berubah dalam sekejap. Ketika ia membuka mulut untuk melanjutkan perkataannya, pada saat itu...

"Sensei! Sasha-sensei! Ini mengerikan!!"

Pintu pada ruang ini terbanting terbuka, dan beberapa anak membanjiri ruang ini seperti longsor salju.

"Hei, kalian tak sopan pada tamu!"

"Itu tak penting sekarang!!"

Si rambut merah yang sebelumnya kini berteriak, dengan air mata yang akan tumpah dari matannya.

"Kak Gin dan lainnya telah tertangkap oleh the Army!"

"—Dimana!?"

Bangun dengan cara yang begitu tegas bahwa ia merasa seolah-olah dirinya menjadi orang lain, Sasha menanyai anak ini.

"Di lahan kosong di belakang toko bekas pada distrik timur kelima. The Army telah memblokir lorongnya dengan sepuluh orang atau lebih. Hanya Kotta yang berhasil melarikan diri."

"Mengerti, aku akan pergi kesana sekarang. —Maaf, tapi..."

Berbalik menghadap wajah Asuna dan Kirito, Sasha menundukkan kepalanya.

"Aku tak bisa mengabaikan anak – anak ini. Kita akan melanjutkan percakapan ini nanti..."

"kami juga akan pergi, sensei!!"

Karena anak berambut merah menangis, seluruh anak – anak yang dibelakang juga berteriak karena sepakat. Bergegas menuju samping Kirito, si anak laki – laki yang memiliki ekspresi putus asa berbicara.

"Kak, pinjami kami senjata sebelumnya sebentar saja! Jika kami memiliki senjata itu, orang – orang dari the Army akan melarikan diri!"

"Aku tak terima!"

Sasha menolak dengan tegas.

"Kalian semua akan menunggu di sini!"

Saat itu juga, Kirito yang telah mengamati keadaan secara diam -diam, mengangkat tangan kanannya seolah – olah menenangkan anak – anak. Ia jarang membaca sejauh mana isi pembicaraan sekarang ini, tetapi hanya kali ini, ia menunjukkan suatu harapan yang segera menenagkan semua anak – anak.

"—Sayang sekali—"

Kirito mulai berbicara dalam nada tenang.

"Parameter yang dibutuhkan untuk senjata itu terlalu tinggi, sehingga kau tak akan bisa mengequipkannya. Kami akan membantu kalian. Meskipun terlihat seperti itu, kakak perempuan yang disana sungguh sangat kuat."

Melirik Kirito, Asuna juga mengangguk. Berdiri, Asuna menuju Sasha dan membuka mulutnya.

"Ijinkan kami untuk membantu. Memiliki kekuatan lebih seharusnya lebih baik."

"—Terima kasih, aku akan bergantung padamu."

Sasha mengangguk dalam, menarik kacamatanya lalu berbicara.

"Nah, maafkan aku, tapi kita akan berlari!"


Bergegas keluar dari gereja, Sasha mulai berlari kedepan sambil membawa belatinya di pinggang. Menggendong Yui, Asuna juga mengejar di belakangnya bersama Kirito. Saat Asuna melirik punggungnya sambil berlari, ia menyadari segerombol anak mengikuti mereka di belakang, tetapi tampaknya Sasha tak memiliki niat untuk menyuruh mereka pulang.

Berlari melalui rimbunnya pohon, mereka memasuki distrik timur keenam dan menuju gang – gang belakang. Tampaknya Sasha mengambil jalan pintas yang paling pendek menuju lokasi, karena ia melewati toko – toko NPC, taman milik rumah pribadi dan semacamnya, mereka melihat sekelompok orang yang memblokir jalan kecil de depan. Tampaknya setidaknya ada sepluh orang. Berpakaian seragam hijau keabu-abuan dan equipment baja hitam, tidak salah lagi mereka adalah anggota the «Army».

Sasha yang berlari tanpa keraguan melewati lorong – lorong akhirnya berhenti, ia menarik perhatian para pemain the Army, dan mereka berbalik dengan senyum lebar.

"Oh, si pengasauh ada di sini."

"...Tolong kembalikan anak – anak."

Sasha berbicara dengan suara yakin.

"Jangan rusak reputasi kami seperti itu. Kami akan segera mengembalikan mereka; kami hanya ingin mengarari mereka sopan santun."

"Ya, ya. orang – orang kota memiliki kewajiban untuk membayar pajak."

Si pria itu lalu tertawa wa-ha-ha-ha, dan semakin keras. Sasha makin mendekat.

"Gin! Kain! Semuanya!! Kalian disana!?"

Ketika Sasha memanggil seperti itu, suara ketakutan terdengar membalas.

"Sensei! Sensei... tolong kami!"

"Jangan khawatirkan masalah uang, serahkan saja semuanya!"

"Sensei... kami tak bisa...!"

Kali ini, suara anak si rambut merah terdengar.

"Nha, ha, ha."

Salah satu anggota Army yang memblokir jalan tertawa sangat keras.

"Well, semua ini karena kalian belum membayar pajak... Uangnya tidak akan cukup kalau hanya segini, eh."

"Benar, sangat benar. Kami ingin kalian juga menyerahkan equipment. Semua armor kalian... setiap lembar armor."

Melihat senyum mesum si pria tersebut, Asuna langsung bisa menebak kondisi mereka di dalam jalanan sempit ini. «Pasukan Penagih Pajak» ini tanpa diragukan lagi akan menuntut kelompok anak - anak, termasuk juga perempuan untuk menyerahkan pakaian mereka. Darah dalam diri Asuna mulai mendidih karena kemarahan.

Sasha tampaknya juga telah mengambil kesimpulan yang sama, ia mendekat menuju anggota the Army dengan hawa permusuhan.

"Minggir... jangan menghalangi! Jika tidak..."

"Jika tidak akan apa hah, pengasuh bayi? Kau akan membayar pajak di tempat ini?"

Orang – orang tersebut menyeringai tanpa ada niat untuk menyingkir.

Di dalam kota, atau setidaknya dalam ruang jangkauan kota, program yang dikenal sebagai Kode Anti Kriminal selalu aktif, mencoba untuk membuat kerusakan, begitu juga untuk memindahkan pemain lain di luar kehendak mereka benar – benar tak mungkin. Akan tetapi, para pemain yang memblokir jalan ini juga begtu. Menyegel jalan dengan cara berdiri di sini, dengan maksud memblokir; bahkan beberapa orang mengelilingi target secara langsung untuk melumpuhkan si korban ke dalam «Area»; keberadaan metode tak bermoral ini bisa di perbolehkan.

Seperti itulah, tindakan tersebut hanya efektif dalam kasus dimana seseorang telah bergerak kedalamnya. Asuna menatap Kirito, lalu berbicara.

"Ayo maju, Kirito-kun."

"Yea."

Mengangguk setuju, mereka bersama – sama menendang tanah tempat mereka berpijak.

Mereka berdua melompat ke depan dengan mengggunakan ketangkasan dan kekuatan yang mereka miliki, Sasha dan anggota the Army hanya bisa melihat tercengang ke atas ketika mereka melewati halangan dengan begitu mudah, dan akhirnya mendarat di ruang yang tertutup dari segala sisi.

"Woah!?"

Beberapa orang melompat mundur karena ketakutan.

Di pojok area tersebut, dua anak laki – laki dan satu anak perempuan di usia sepuluh tahunan meringguk kaku bersama – sama. Armor mereka telah dicopot, hanya berpakaian pakaian dalam. Asuna menggigit bibirnya, lalu melangkah menuju anak – anak tersebut, dan berbicara sambil tersenyum.

"Sudah tak apa – apa sekarang. Kalian bisa mendapatkan kembali equipment kalian."

Mereka akhirnya mengangguk dengan mata terbuka, mengambil kembali armor mereka yang berada di dekat kaki dengan panik, dan mulai mengoperasikan jendela mereka.

"Oi... Oi, oi, oi!!"

Pada saat itu, seorang pemain dari the Army akhirnya datang dan berteriak keras.

"Apa urusan kalian!! Jangan berani – berani menghalangi pekerjaan the Army!!"

"Tunggu, tunggu sebentar."

Menghentikan teriakan si pria, pemain dengan armor berat melangkah ke depan. Tampaknya ia adalah pemimpin grup ini.

"Kami belum pernah menjumpai kalian di sekitar sini, tetapi apakah kau tau jika tindakanmu itu menentang pasukan pembebasan? Jika kalian masih bermaksud seperti itu, kami bisa menginterogasimu di markas pusat."

Mata sipit si pemimpin tersebut bersinar penuh kekejian. Mencabut pedang besar dari pinggangnya,ia melangkah sambil berulang kali mengasar mata pedangnya di telapak tangannya dengan tujuan tertentu. Permukaan pedang tersebut berkilau karena cahaya matahari yang hampir terbenam. Sebuah kilauan ciri khas suatu senjata yang tak pernah digunakan ataupun diperbaiki dari kerusakan bahkan satu kalipun.

"Atau kamu ingin melunasi «persahabatan dari luar» ini, persahabatan dari luar? Eh!?"

Pada saat Asuna mendengar kalimat tersebut.

Gemertak gigi Asuna bisa terdengar. Ia berpikir jika masalah ini bisa diselesaikan dengan damai, akan tetapi ketika ai melihat anak – anak yang ketakutan, amarahnya sudah melewati batasnya.

"...Kirito-kun, aku serahkan Yui-chan padamu."

Yui diserahkan pada Kirito, dan sebelum seorangpun tahu apa yang terjadi, ia telah mematerialkan rapier miliknya dengan satu tangan. Menghunus rapier yang diterimanya, ia lalu bergerak cepat menuju si pemimpin.

"A.... Ah...?"

Menghadapi si pria yang masih belum memahami situasi dengan mulutnya yang setengah terbuka, Asuna tiba – tiba memusatkan kekuatannya dalam serangan tusukan satu tangan.

Area sekitar tiba – tiba di selimuti cahaya keunguan. Suara hantamannya seperti sebuah ledakan. Wajah si pria terdorong, dan ia jatuh ke belakang dengan linglung karena matanya masih terbuka.

"Jika kau sebegitu inginnya bertarung, tak perlu jauh – jauh pergi ke field."

Melangkah menuju hadapan si pria, Asuna sekali lagi mengacungkan tangan kanannya. Cahaya tersebut terulang lagi, dan suara yang memekakan telinga bergemuruh lagi. Si pemimpin grup ini terdorong kebelakang seolah – olah ia ditolak.

"Jangan khawatir, HP milikmu tak akan menurun. Well, terima kasih karenanya, aku tak perlu menahan lagi."

Menatap Asuna yang perlahan mendekat dengan bibirnya gemetar, si pemimpin tampaknya menyadari maksud tersirat Asuna.

Dalam jangkauan Kode Anti Kriminal, bahkan jika menyerang kepada pemain lain, serangan tersebut akan dihentikan oleh dinding yang tak terlihat dan tak ada damage yang diberikan. Akan tetapi aturan ini juga memiliki celah tertentu: yaitu si penyerang tak perlu khawatir jika ia berubah warna menjadi pemain orange.

Sword Art Online Vol 02 - 241.jpg

Sebagai contohnya celah tersebut bisa digunakan «Dalam Jangkauan Pertarungan», biasanya digunakan untuk pertarungan palsu untuk latihan. Bagaimanapun juga, karena tingkat status dan skill si penyerang, suara dari hantaman dan terangnya warna yang diciptakan oleh sistem, pada waktu yang sama kode tersebut diaktifkan, dan serangan akan ditingkatkan sesuai status si penyerang; dan ditambah dengan kekuatan sword skill yang digunakan, meskipun sedikit,efek dorongan ke belakang akan tetap dihasilkan. Untuk orang yang belum terbiasa, efek tersebut tidaklah mudah untuk ditahan, meskipun kamu tahu bahwa HP tak akan menurun.

"Eek... h- henti..."

Terdorong ke tahan karena serangan Asuna, ia menjerit.

"Kalian... jangan cuma menonton... lakukan sesuatu...!!"

Akhirnya mendapat kesadaran karena suara si pemimpin, para anggota the Army mengeluarkan senjata mereka satu persatu.

Para pemain yang sebelumnya memblokir jalan, kini merasakan ketidaknormalan pada situasi ini akhirnya berlari dari jalanan utara dan selatan.

Dikelilingi oleh pemain the Army dalam bentuk setengah lingkaran, Asuna menatap mereka dengan mata yang berkobar - kobar, seolah – olah ia telah kembali ke waktu ketika ia menjadi seorang pemain yang bersemangat. Menendang tanah tanpa berkata - kata, ia menerjang pasukan tersebut yang tepat dihadapannya.

Dalam waktu singkat, jalanan sempit itu terisi oleh raungan – raungan bagaikan petir.

Sekitar tiga menit kemudian.

Setelah Asuna mendapatkan kembali kesadarannya, ia berhenti melangkah ke depan dan menurunkan pedangnya, apa yang terbaring di area tersebut adalah para pemain the Army yang telah kalah. Satu – satunya yang masih tersisa telah meninggalkan pemimpin mereka dan ia telah kabur.

"Whew..."

Mengambil nafas dalam - dalam, Asuna menyarungkan rapier miliknya dan berbalik kebelakang— apa yang ia lihat adalah sosok Sasha dan anak – anak dari gereja yang masih berdiri penuh shok, kehilangan kata – kata.

"Ah..."

Asuna mundur selangkah sambil menahan nafas. Ia yakin nahwa ia telah menakuti anak – anak tersebut ketika sangat marah dan mengancam the Army sebelumnya, lalu ia memalingkan matanya penuh depresi.

Pada saat itu, si anak laki – laki yang seperti biasa berdiri kedepan di hadapan anak lainnya, sambil menyisir rambut merahnya kembali, bersorak sambil matanya berbinar.

"Mengagumkan... itu mengagumkan kak!! Itu pertama kalinya aku melihat hal seperti itu!!"

"Aku bilang juga apa, kakak ini benar – benar kuat kan?"

Kirito melangkah maju dengan senyum lebar. Memegang Yui dengan tangan kirinya, sebuah pedang dibawa di tangan kanannya. Tampaknya ia juga ingin menghadapi babarapa di antara mereka.

"...A- Ahaha."

Asuna tertawa karena hal tersebut, lalu anak – anak tiba – tiba menyoraki dan melompat ke arahnya.

Sasha memegang kedua tangannya erat – erat di dadanya, tersenyum sambil matanya hendak meneteskan air mata.

"Semuanya.... Perasaan semuanya-"

Suara kecil namun bisa didengar jelas. Asuna mengangkat wajahnya karena kaget. Dalam lengan Kirito, Yui yang telah terbangun tanpa seorangpun menyadari, menatap ke atas pada udara hampa dan mengacungkan tangan kanannya.

Asuna melihat ke arah yang ditunjuk, namun tak ada apapun disana.

"Perasaan semuanya..."

"Yui! Ada apa, Yui!!"

Kirito berteriak, lalu Yui berkedip dua hingga tiga kali, melihat dengan ekspresi kosong. Asuna juga berlari penuh kebingungan lalu menggenggam tangan milik Yui.

"Yui-chan... mungkinkah, kamu mengingat sesuatu!?"

"...Aku... Aku..."

Sambil mengerutkan kening, ia menundukkan kepalanya.

"Aku, tidak pernah... disini... aku selalu sendirian dalam kegelapan..."

Sambil mengerutkan kening seolah-olah ia teringat sesuatu, Yui menggigit bibirnya. Dan, pada saat itu...

"Wa... aa... aaah!!"

Memalingkan kepalanya ke belakang, sebuah jeritan bernada tinggi keluar dari tenggorokannya.

"...!?"

Zsh, zsh, suara yang mirip mesin elektronik bergema dalam telinga Asuna untuk pertama kalinya sejak ia berada dalam SAO. Tiba – tiba setelah hal itu, tubuh Yui mulai bergetar di sana – sini seolah – olah akan runtuh.

"Yu... Yui-chan...!"

Asuna menjerit dan membungkus tangannya di sekitar tubuh Yui secara panik.

"Mama... menakutkan... Mama...!!"

Memeluk tubuh lemah Yui dalam lengan Kirito, Asuna memeluknya erat dalam dadanya. Beberapa detik kemudian, fenomena aneh tersebut menenang, dan tenaga menghilang dari tubuh Yui yang kaku.

"Sebenarnya apa yang terjadi barusan..."

Bisikan kosong dari Kirito samar – samar mengalir dalam keheningan.

Bagian 3

Bagian 4

  1. Oboe, suatu alat musik tiup yang berbentuk seperti seruling. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat di http://en.wikipedia.org/wiki/Oboe
  2. Ankh, seperti salib tapi dengan lingkaran di bagian atasnya. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat di http://en.wikipedia.org/wiki/Ankh