Sword Art Online Bahasa Indonesia:Jilid 9 Prolog I

From Baka-Tsuki
Revision as of 11:01, 1 July 2013 by Zephyra (talk | contribs)
Jump to navigation Jump to search

Status: Incomplete

Prolog 1

Bulan Juli Kalender Dunia Manusia Tahun 372

Bagian 1

Mengambil kapak.

Mengayun keatas.

Menebas kebawah.

Mungkin hanya itu yang dilakukan, tapi jika pikiran kita tidak fokus meskipun sebentar, kulit kayu keras itu akan memberikan umpan balik tanpa henti. Cara mengambil nafas, pemilihan waktu yang tepat, kecepatan, pemindahan berat tubuh, semua itu harus dikontrol dengan tepat sejak awal, mengalirkan kekuatan dari mata kapak ke pohon, membuat suara yang enak didengar jernih, dan terpantul dengan keras.

Sementara dia mungkin paham teori tersebut dengan baik, mengerjakannya tidaklah semudah teorinya. Eugeo diberi tugas ini ketika dia beranjak 10 tahun pada musim semi, dan ini sudah musim panas kedua sejak saat itu, dan dia hanya bisa berhasil kurang lebih sepuluh kali setiap hari. Dia sudah diberi tahu oleh pendahulunya, kakek Garitta yang selalu mengenai sasaran, dan bahkan dia sama sekali tidak terlihat lelah setelah mengayunkan kapak tersebut, tapi setelah lima puluh kali, tangan Eugeo mati rasa, pundaknya terasa sakit, dan dia tidak kuat lagi mengangkat kedua tangannya.

"Empat puluh.... tiga! Empat puluh.... empat!"

Dia menghitung dengan suaranya yang paling keras untuk memacu dirinya sementara memukulkan kapak itu ke kulit kayu dari pohon besar, dan keringat yang keluar membuat pandangnnya kabur, tangannya menjadi licin, dan akurasinya berkurang sedikit demi sedikit. Putus asa, dia memegang kapak itu erat-erat dan mengayunkannya dengan tenaga dari seluruh tubuhnya.

"Empat puluh.... sembilan! Li... ma... puluh!"

Ayunan terakhirnya sangat berbeda dari ayunan lainnya lainnya, mengenai kulit kayu dari jauh dan membuat bunyi yang memekakkan telinga. Karena tebasan tadi membuat secercah bunga api dan hampir mengenai matanya, Eugeo meletakkan kapak itu, mundur beberapa langkah, lalu duduk di atas lapisan lumut tebal.

Sementara dia terus bernafas dengan berat, dia mendengar suara bercampur dengan tertawaan dari sebelah kanannya.

"Bunyinya keluar tiga kali dari lima puluh percobaan. Jadi seluruhnya, erm.. empat puluh satu. Kelihatannya kau yang harus mentraktir Siral Water, Eugeo."

Anak muda yang sedang berbaring tidak jauh darinya berumur hampir sama dengannya. Eugeo tidak segea menjawab, tapi malah meraba kantung air didekatnya dan mengambilnya. Dia meminum air yang sudah sedikit panas dengan cepat, dan setelah mulai tenang, dia menutupnya, lalu mulai bicara.

"Hmm, kamu baru bisa empat puluh tiga, bukan? Aku akan menyusulmu nanti. Ini, sekarang giliranmu..., Kirito."

"Ya, ya."

Kirito adalah teman kecil Eugeo dan salah satu sahabatnya, juga partnernya dalam «Sacred Task» ini. Kirito menyeka keringat di rambutnya, meregangkan kakinya kedepan dan mengangkat tubuhnya. Daripada segera mengambil kapak itu, Kirito meletakkan tangannya di pinggang sementara dia menengok ke atas. Tertarik dengan apa yang dilakukannya, Eugeo juga melihat ke atas.

Langit musim panas di bulan Juli masih sangat biru, dan yang berada di tengah-tengahnya adalah dewa matahari Solus, yang memancarkan cahaya yang menyilaukan dari langit. Tapi, cahaya tadi terhalang dahan pohon besar yang menjulur ke segala arah, membuat sebagian besar cahaya tadi tidak bisa sampai ke tempat dimana Eugeo dan Kirito berada.

Diwaktu yang sama dedaunan dari pohon besar ini menyerap sebagian besar cahaya matahari yang dewa Solus pancarkan, akarnya juga menyerap berkah dari dewa bumi Terraria terus-menerus, membuatnya bisa menyembuhkan bekas dari kerja keras Eugeo dan Kirito yang menebangnya terus menerus. Tidak peduli seberapa banyak mereka menebangnya setiap hari. Setelah malam harri, saat mereka datang keesokan paginya, pohon ini sudah menyembukan setengah bagian bekas tebasan kemarin.

Eugeo mendesah pelan saat dia melihat kembali bagian atas pohon itu.

Pohon besar itu ———— «Gigas Cedar», Nama suci yang diberikan oleh penduduk desa adalah monster dengan diameter empat mel, dan tinggi tujuh puluh mel. Menara lonceng di Gereja, yang merupakan bangunan tertinggi di desa, tingginya hanya seperempat tinggi pohon tersebut. Untuk Eugeo dan Kirito yang tingginya baru satu setengah mel tahun ini, raksasa kuno ini adalah lawan yang tepat.

Bukannya mustahil merobohkannya dengan kekuatan manusia? ———— Eugeo hanya bisa berpikir seperti itu setelah melihat bekas potongan di batang kayu. Bekas potongannya sudah mencapai satu mel, tapi pokok kayu yang tiga kali lebh tebal masih baik-baik saja.

Di musim semi tahun lalu, saat dia dan Kirito dibawa ke kediaman kepala desa, saat mereka sudah cukup umur untuk melaksanakan tugas «Memotong Pohon Raksasa», dia mendengar sebuah cerita yang membuatnya bingung.

Gigas Cedar sudah tumbuh sebelum desa Rulid, desa dimana mereka tinggal ditemukan, sebuah tugas untuk menebang pohon tersebut diturunkan dari generasi ke generasi sejak ditemukannya desa. Dihitung dari generasi pertama ke generasi pendahulunya, kakek Garitta yang merupakan generasi keenam, Eugeo dan Kirito adalah generasi ketujuh, dan lebih dari tiga ratus tahun sudah terlewati.

————————Tiga ratus tahun!

Ini adalah masa yang tidak bisa dibayangkan oleh Eugeo yang baru berumur sepuluh tahun. Tentu saja, hal ini tdak berubah meskipun dia berumur sebelas tahun sekarang. Apa yang mungkin bisa dia mengerti adalah, dari masa orang tuanya, masa sebelum itu, dan bahkan jauh sebelumnya, jumlah ayunan kapak dari semua orang yang melakukan tugas ini bisa dibilang tidak terhingga, dan hasilnya cuma luka bekas tebang yang kurang dari satu mel dalamnya.

Kenapa mereka harus menebang pohon besar itu? Alasannya diberikan oleh kepala desa dengan nada tinggi.

Pohon Gigas Cedar, dengan batang yang besar dan dya hidup yang sangat banyak, mengambil anugrah dari dewa Matahari dan Bumi disekitarnya dalam jarak yang sangat jauh. Bibit yang ditanam dibawah bayangan pohon besar ini tidak akan bisa tumbuh, semua usaha untuk menanam tanaman disekitarnya sia-sia.

Desa Rulid merupakan bagian dari «Kerajaan Norlangath Utara», satu dari empat kerajaan yang dibagi dan memerintah «Dunia Manusia», dan untu tambahan, juga terletak di daerah terpencil di utara. Dengan kata lain, tempat ini juga bisa dibilang sebagai ujung dunia. Utara, timur, dan barat, kesemuanya dibatasi oleh barisan pegunungan, jadi untuk mengembangkan ladang dan padang rumput, tidak ada cara lain kecuali membuka hutan di selatan. Tapi, hal ini tidak bisa dilakukan karena adanya Gigas Cedar yang tumbuh di gerbang hutan.

Dikatakan bahwa kulit kayunya sama kuatnya dengan besi, dan bahkan api tidak bisa membuat secercah luka bakar, menggalinya juga tidak mungkin karena panjang akarnya sama dengan tinggi pohon. Akhirnya pendiri desa memutuskan untuk menebang pohon tersebut menggunakan «Dragon Bone Axe» yang bisa memotong besi sekalipun, dan tugas untuk melakukannya diwariskan ke generasi selanjutnya sejak saat itu ————

Kepala desa selesai menceritakan kisah tentang Sacred Task ini dengan suara yang parau, membuat Eugeo merasa ngeri, dan bertanya, mengapa tidak meninggalkan pohon Gigas Cedar sendirian dan membuka hutan lebih ke selatan.

Kepala desa menjawab dengan suara yang menakutkan bahwa menebang Gigas Cedar adalah sebuah sumpah, dan sekarang menjadi kebiasaan desa untuk memberikan tugas ini kepada dua orang. Selanjutnya Kirito, yang mencondongkan kepalanya sambil bertanya kenapa pendahulu mereka memilih untuk membangun desa di tempat ini. Kepala desa kehilangan kata-katanya sebelum memukul Kirito dan bahkan Eugeo dengan marah.

Sudah satu tahun dan tiga bulan sejak mereka berdua terus menerus bergantian menebang Gigas Cedar dengan Dragon bone Axe. Tapi, lebih karena lengan mereka yang belum tumbuh sempurna, ayunan kapak mereka belum bisa membuat bekas yang dalam ke batang kayu. Bekas tebangan di batang kayu ini adalah hasil kerja keras selama tiga ratus tahun, jadi lumrah jika kerja keras dua remaja tidak membuat begitu banyak perbedaan, dan mereka tidak merasakan kepuasan apapun dari apa yang mereka hasilkan.

Tidak ———— perasaan mereka, bukan hanya tidak bisa dilihat, depresi mereka yang terbentuk dengan jelas juga terlihat bisa diuji kebenarannya juga.

Kirito, berdiri disamping Eugeo sambil memandang Gigas Cedar tanpa bisa berkata-kata,terlihat memikirkan masalah yang sama, lalu dengan cepat melangkah menuju pohon dan mengulurkan tengan kirinya.

"Oi, Kirito, jangan lakukan itu. Kepala desa bilang untuk tidak terlalu sering melihat «Life» pohon itu, kan?"

Eugeo memanggil dengan cepat, tapi Kirito hanya meliriknya dengan senyuman kecil di ujung mulutnya.

"Terakhir kali kita melihatnya dua bulan yang lalu, ini bukan lagi terlalu sering, cuma kadang-kadang."

"Selalu seperti itu, huh, sepertinya tidak bisa ditolong... Oi, tunggu aku, aku juga ingin melihatnya."

Eugeo yang sudah mulai tenang berdiri dengan gerakan yang sama seperti Kirito langsung berdiri di sampingnya.

"Sudah siap? Akan kubuka sekarang."

Kirito mengatakannya dengan nada rendah, tangan kirinya terjulur kedepan dengan jari telunjuk dan jari tengahnya keluar, sedangkan jarinya yang lain tertutup. Sebuah gambar yang seperti ular yang sedang merayap tergambar di udara sebelumnya. Itu adalah simbol pengabdian paling dasar untuk dewa penciptaan.

Setelah membelah gambar tadi dengan ujung jarinya, Kirito menyentuh kulit kayu dari Gigas Cedar. Daripada menimbulkan bunyi ketukan seperti biasanya, yang keluara malah bunyi yang dihasilkan peralatan perak yang memantul dengan halus. Setelah itu secercah cahaya keluar dari batang pohon dan membentuk jendela kecil.

Semua di alam semesta ini, tidak terkecuali yang bisa bergerak atau tidak, mempunyai wujud yang dikuasai oleh dewa peciptaan Stacia dalam bentuk «Life». Serangga dan bunga hanya punya sedikit «Nyawa», kucing dan kuda lebih banyak, dan manusia memiliki «Nyawa» yang jauh lebih banyak. Pohon dan bebatuan yang tertutup lumut punya «Nyawa» lebih banyak dari manusia. Semuanya pusa satu persamaan, ketika pertama terbentuk jumlah «Life» mereka bertambah, dan setelah mencapai puncaknya, mulai menurun. Ketika habis, hewan atau manusia akan berhenti bernafas, tanaman mulai layu, dan bebatuan akan hancur.

Tempat dimana Life diperlihatkan dengan Sacred dari sisa Life bisa dilihat adalah «Stacia Window». Jendela ini bisa dikeluarkan jika seseorang dengan kemampuan suci yang cukup membelah simbolnya, lalu menyentuh benda yang diinginkan. Jika hampir semua orang bisa memembuka jendela ini pada rumput dan kerikil, untuk hewan lumayan sulit, dan untuk mengeluarkannya pada manusia mustahil jika tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang kemampuan suci terlebih dahulu. ———— Di lain pihak ini menjadi agak mengerikan ketika melihat jendela miliknya sendiri.

Pada umumnya, lebih mudah mengeluarkan jendela dari pohon daripada jendela milik manusia, tapi tingkat kesulitan dari pohon setan Gigas Cedar cukup tinggi seperti yang diperkirakan, Eugeo dan Kirito baru bisa memanggilnya sejak satu setengah tahun yang lalu.

Ada sebuah cerita bahwa suatu masa, di «Central Axiom Church» di Central Centoria, Sesepuh pengguna Sacred Art berhasil membuka Window dari dewa bumi Terraria setelah ritual terus menerus selama tujuh hari tujuh malam. Tapi, setelah sesepuh tadi melihat Nyawa bumi, dia menjadi depresi, kehilangan akal sehatnya, dan akhirnya menghilang.

Setelah mendengar cerita tersebut, Seugeo menjadi agak takut bukan hanya saat membuka jendela miliknya sendiri, tapi juga jendela milik sesuatu yang besar seperti Gigas Cedar, tapi Kirito terlihat tidak memikirkannya. Pada saat itu juga, Kirito menempatkan wajahnya yang dipenuhi ketertarikan di dekat jendela yang bersinar itu. Sementara Eugeo berpikir bahwa terkadang dia tidak bisa mengerti sahabatnya ini, Eugeo juga ikut tertarik, dan melihat ke permukaan itu.

Jendela persegi berwarna ungu pucat ini memiliki tulisan yang merupakan kombinasi dari garis lurus dan garis lengkung. Itu adalah Sacred Letter, jika hanya membaca beberapa kata, Eugeo masih mampu melakukannya, hanya menulis huruf tersebut yang dilarang.

"Baiklah......"

Eugeo menggunakan jarinya untuk mengeceknya satu persatu sambil mengucapkan kata-kata yang tertulis,

"235.542."

"Ah———— .... berapa jumlahnya sebulan kemarin?"

"Kurasa.... 235.590."

".........."

Mendengarjawaban dari Eugeo, Kirito menarik tangannya dengan cara yang aneh, jatuh dengan bertumpu pada lutut, lalu menggaruj-garuk rambut hitamnya dengan jari-jarinya.

"Hanya lima puluh! Kita bekerja keras selama dua bulan dan hanya bisa menghabiskan lima puluh dari 235 ribu! Jika seperti ini terus kita tidak akan bisa menebangnya hingga jatuh selama hidup kita!"

"Tidak, itu bahkan tidak mungkin sejak awal."

Eugeo tidak bisa melakukan apapun kecuali menjawabnya dengan senyuman kecut.

"Enam generasi dari tugas ini sebelumnya sudah bekerja keras selama tiga ratus tahun, dan hasilnya tidak sampai seperempatnya...... untuk membuatnya lebih mudah, hmmm, mungkin baru bisa selesai saat generasi kedelapan belas, atau sembilan ratus tahun lagi."

"K~a~u~~"

Kirito yang yang masih masih membungkuk sambil memegang kepalanya dengan tangannya menatap Eugeo, lalu tiba-tiba memegang kedua kaki Eugeo. Eugeo kehilangan keseimbangan karena serangan tiba-tiba tadi, dan jatuh di lumut tebal di belakangnya.

"Ada apa dengan kelakuanmu yang seperti seorang pelajar! Paling tidak bertingkahlah lebih terbebani dengan tugas ini!"

Meski dia mengatakannya seperti sedang marah, sekilas senyuman kecil tergambar di wajah Kirito ketika dia melompat ke Eugeo dan menjambak rambutnya.

"Uwa——, kau!"

Tangan Eugeo memegang pergelangan tangan Kirito dan menariknya dengan keras. Dia lalu memanfaatkan waktu saat Kirito berusaha melawan, berputar ke samping, sehingga dia berada di atas sekarang.

"Sekarang waktuku membalas!"

Sementara berteriak dan tertawa, Eugeo menjambak rambut Kirito dengan tangannya yang kotor, tapi berbeda dengan rambut Eugeo yang berwarna coklat coklat muda terang, rambut hitam lurus milik Kirito mengelaknya dengan mudah. Eugeo langsung menggelitik perut Kirito.

"Ugya, kau.... h-hahah...."

Saat Kirito kehabisan nafas karena perlawanannya dan gelitikan Eugeo, tiba-tiba terdengar suara yang keras dari belakang mereka.

"Kalian berdua————! Bermain-main lagi!!"

Dalam sekejap, perkelahian antara Kirito dan Eugeo berhenti.

"Uu....."

"Ini buruk...."

Mereka berdua mengangkat bahu mereka lalu menoleh ke belakang.

Di atas batu yang agak jauh dari mereka berdua, dengan kedua tangannya diletakkan di pinggang, sesosok perempuan berdiri. Eugeo berdiri, lalu berkata sambil tersenyum.

"H....Hei, Alice, hari ini kamu datang lumayan cepat."

"Sama sekali tidak, ini tepat biasanya aku datang."

Sosok tadi membuat wajah yang tidak bersahabat, dengan rambut panjang yang dikat di kedua sisi kepalanya memantulkan sinar keemasan dibawah cahaya matahari yang menembus dedaunan. Gadis itu melompat dari batu dengan tangkas, memakai rok biru terang dengan celemek putih, dan keranjang anyaman di tangan kanannya.

Nama gadis ini adalah Alice Schuberg. Anak dari kepala desa, dan umurnya sama dengan Eugeo dan Kirito, sebelas tahun.

Semua anak yang tinggal di Rulid ———— tidak, di daerah utara, sudah menjadi tradisi bahwa mereka akan diberi «Sacred Task» dan menjadi seorang pemula saat mereka berumur sebelas tahun, tapi, Alice satu-satunya pengecualian, dia belajar di gereja daripada bekerja. Dia diberi pelajaran khusus dari Suster Azariya untuk mengembangkan bakatnya dalam kemampuan suci lebih dalam sebagai anak terbaik di desa.

Tapi, desa Rulid tidak cukup kaya untuk membiarkan anak kepala desa yang berumur sebelas tahun hanya belajar seharian, tidak peduli seberapa berbakatnya dia. Semua orang harus bekerja, mereka semua harus terus mengusir serangan panas, hujan yang terus-menerus, penyakit; semua yang bisa menghilangkan Nyawa dari tanaman dan bahan pangan ———— dengan kata lain, «Dewa kegelapan Vector si penipu», dan hanya saat musim dingin tiba semua penduduk desa bisa bernafas lega.

Keluarga Eugeo mempunyai ladang gandum di lahan subur sebelah selatan desa, ayahnya Orick dan keluarganya adalah petani, setelah mengetahui Eugeo, salah satu dari tiga anaknya, tepilih untuk menjalankan tugas menebang ini mulutnya langsung penuh dengan syukur, tapi sebagian pikirannya masih merasa tidak puas. Tentu saja mereka mendapat gaji dari kas desa untuk tugas ini, tapi kenyataan bahwa berkurangnya satu orang untuk membantu menggarap ladang tidak berubah.

Sword Art Online Vol 09 - 021.jpg

Kenyataannya, anak tertua dari masing-masing keluarga akan diberikan Sacred Task yang sama seperti ayah mereka, misalnya keluarga petani, anak perempuan mereka, anak laki-laki mereka, dan anak ketiga mereka juga mengikuti standar ini. Anak dari pemilik toko peralatan akan melanjutkan bekerja di toko, anak dari penjaga desa akan menjadi penjaga juga, dan anak dari kepala desa ikut menjadi kepala desa selanjutnya. Desa Rulid sudah merawat tradisi ini tanpa cacat sama sekali selama ratusan tahun, para orang tua mengatakan bahwa itu adalah perlindungan surgawi dari Stacia, tapi Eugeo hanya bisa mengingat ketidaksesuaian dalam cerita mereka.

Kenapa, jika para orang dewasa ingin memperluas desa, kenapa tidak ada perubahan sedikitpun sekarang? Eugeo masih belum mengerti. Jika mereka ingin mengembangkan ladang, mereka tingal pindah sedikit ke selatan dan meninggalkan pohon besar ini sendirian. Tapi, kepala desa yang merupakan orang terbijak tidak punya keinginan sedikitpun untuk merubah tradisi lama tersebut.

Lagipula, tidak peduli seberapa banyak waktu terlampaui, desa Rulid masih tetap miskin, bahkan jika Alice, anak kepala desa, hanya boleh belajar di siang hari, meski masih wajib baginya untuk memanen hasil panen dan membersihkan rumah di sore hari. Tugas pertamanya setelah belajar adalah untuk membawa bekal makan siang ke Eugeo dan Kirito.

Dengan keranjang rotan di tangan kanannya, Alice melompat dengan tangkas dari batu besar. saat dia hampir memarahi mereka berdua untuk kedua kalinya, Eugeo langsung berdiri dan menggelengkan kepalanya.

"Kami tidak sedang bermalas-malasan, sungguh! Kami sudah menyelesaikan tugas pagi kami."

Berbarengan dengan dalih Eugeo yang cepat, Kirito, dibelakangnya, mengangguk sembari berkata "Ya, ya."

Bola mata Alice melihat kedua anak itu lagi dengan sorotan yang tajam, lalu kemarahannya mulai berkurang.

"Jika kamu punya tenaga untuk berkelahi seteelah selesai bekerja, apa aku harus berkata pada kakek Garitta untuk menambah pekerjaan kalian?"

"A-Apa aja selain itu!"

"Bercanda, bercanda. ————Ayo, cepat makan siang. Siang hari ini cukup panas, jika kita tidak segera memakannya, semuanya akan terbuang."

Alice kemudian meletakkan kerajang rotan itu di tanah, mengambil taplak besar dari dalam, lalu membukanya. Dia mencari tempat yang landai, lalu menggelarnya, membuat Kirito langsung melepas sepatunya dan duduk dengan cepat. Eugeo duduk setelahnya, lalu, di depan dua pekerja yang lapar, makanan disiapkan satu per satu.

Menu hari ini adalah Daging Asin dan Pai isi Kacang Panggang, Roti Hitam Lapis Keju dan irisan Daging Asap, beberapa manisan buah, dan susu segar hasil perah pagi tadi. Meskipun semua makanan selain susu masih bisa dimakan nanti, tapi cahaya matahari di bulan ketujuh masih bisa menghabiskan «Nyawa» dari makanan ini tanpa ampun.

Alice memberi tanda 'tunggu dulu' kepada Kirito dan Eugeo, yang sudah hampir mengambil makanan, seperti dia mengisyaratkannya kepada seekor anjing, lalu dengan cepat memotong simbol di udara dan mengkonfirmasi «Jendela» dari setiap makanan mulai dari toples yang berisi susu.

"Uwa, susunya cuma punya waktu sepuluh menit lagi, dan painya punya waktu kurang dari lima belas menit. Bahkan setelah aku berlari kemari... jadi, kita harus memakannya dengan cepat. Tapi ingat untuk mengunyahnya dengan lembut."

Ketika nyawa dari suatu makanan habis, makanan itu akan berubah menjadi «Makanan Busuk», yang satu gigitannya sudah cukup untuk menimbulkan gejala penyakit mengerikan seperti sakit perut untuk yang tidak mempunyai perut yang kuat. Eugeo dan Kirito yang sudah lapar langsung memakan sepotong besar pai tanpa mengatakan apapun.

Mereka bertiga terus makan tanpa berkata apa-apa.Masuk akal untuk dua pemuda yang kelaparan, tapi Alice berhasil memasukkan semua makanan ke perutnya yang kecil. Semua makanannya habis satu per satu. Yang pertama adalah tiga potong pai, diikuti sembilan potong roti hitam, lalu sebotol susu juga habis, dan, mereka bertiga menghela nafas lega.

"————————Bagaimana rasanya?"

Eugeo yang menjawab pertanyaa Alice dengan nada bicaranya yang serius, sesaat setelah Alice memandang ke arah mereka berdua.

"Pai hari ini lumayan enak. Kemampuan memasakmu sudah meningkat, Alice."

"B-Benarkah? Aku masih merasa ada yang kurang."

Tersipu, Alice mengatakannya sambil menegok ke arah lain, Eugeo berkedip ke Kirito sebelum tersenyum. Kotak makan siang mereka dibuat oleh Alice sejak sebulan yang lalu, tapi meskipun demikian, rasa makanan yang dibuatnya dengan bantuan ibunya, Bibi Sadina, dan tanpa bantuan siapapun, berbeda jauh. Mereka sadar bahwa suatu keahlian tidak bisa didapat tanpa latihan yang panjang, dan ini berlaku untuk apapun ———— tapi, Eugeo dan Kirito juga paham bahwa lebih baik untuk tidak mengatakannya.

"Lagipula————————"

Kirto mengatakannya sambil mengambil marigo kuning dari dalam toples manisan buah.

"Dengan semua usaha untuk membuatnya, aku ingin memakannya lebih lama. Aku heran mengapa kenapa hawa panas bisa membuat makanan rusak....."

"Kenapa? Hmmmm......"

Kali ini, tanpa menyembunyikan senyum kecutnya, Eugeo mengangkat bahunya secara berlebihan.

"Kamu bilang ini aneh? Musim panas membuat nyawa habis leih cepat karena seperti itulah ini bekerja. Entah itu daging, ikan, sayuran dan buah-buahan, semua tu akan membusuk jika kamu meninggalkannya, kan?"

"Aku tahu, aku tanya kenapa, benar? Jika di musim dingin, bahkan jika kamu meninggalkan daging asin mentah diluar berhari-hari, daging itu tidak akan membusuk, kan?"

"Itu.... itu karena musim dingin terlalu dingin."

Kirito melengkungkan mulutnya seakan tidak percaya pada jawaban Eugeo. Bola matanya yang hitam, yang terbilang langka di daerah utara, memancarkan sinar ketidakpatuhan.

"Itu benar, seperti yang Eugeo katakan, hawa dingin membuat makanan lebih tahan lama. Bukan hanya di musim dingin. Jika ada hawa dingin, bahkan di musim panas seperti ini, kita mash bisa menyimpan makanan lebih lama."

Kali ini Eugeo yang terpojok, dia langsung menendang pelan kaki Kirito dengan ibu jari kakinya.

"Jangan mengatakannya seakan-akan itu hal yang mudah. Dingin? Musim panas itu sangat panas, dan itulah kenapa disebut musim panas. Apa kamu pkir menggunakan kemampuan mengendalikan cuaca yang terlarang unuk memanggil salju? Besoknya Tentara Integritas akan terbang kemari untuk membawamu."

"Y-Yah..... Apa tidak ada yang bisa kita lakukan? Aku merasa bahwa ada suatu cara, cara yang mudah....."

Sementara Kirito bergumam dengan wajah kebingungan, Alice yang dari tadi diam mendengarkan sambil menggulung ujung rambut berdiri dan berkata,

"Menarik."

"A-Apa maksudmu, Alice? "

"Bukan, bukan soal menggunakan kemampuan terlarang. Tidak perlu selebar dan seluas desa, tapi cukup kecil untuk diletakkan di dalam kotak makan ini sudah cukup, kan?"

Mendengar apa yang dikatakan Alice seperti tidak terjadi apapun, Eugeo refleks menoleh ke Kirito, yang mengiyakan perkataan Alice. Sekilas tampak senyum di wajah Alice sebelum dia melajutkan perkataannya,

"Ada beberapa benda yang dingin bahkan selain di musim dingin. Seperti air dari dalam sumur yang dalam, atau daun Silve. Jika kita meletakkannya di dalam keranjang, bukankah isi keranjangnya akan menjadi dingin?"

"Ah.... Itu benar."

Eugeo melipat kedua tangannya dan membayangkannya.

Di tengah halaman dari gereja, ada sebuah sumur yang sangat dalam yang dibuat sejak desa Rulid pertama kali dibentuk, air yang ditimba dari dalam sangat dingin sampai mampu membuat tangan mati rasa bahkan di musim panas. Juga, di hutan utara, ada beberapa pohon Silve yang tumbuh, daunnya sangat dingin dan sika diremas, akan mengeluarkan aroma tajam, tapi sangat bemanfaat untuk menyembuhkan luka ringan. Mungkin jika menyimpan setoples air dari sumur gereja, atau mengikat pai dengan beberapa lembar daun Silva bisa menjaga kotak makan dingin saat membawanya ke tempat lain.

Tapi, Kirito, yang juga terdiam sejenak untuk berpikir, menggeleng pelan sambil berkata,

"Cuma seperti itu, kupikir tidak akan berhasil. Air sumur akan menghangat beberapa menit setelah diambil, daun Silve mungkin bisa bertahan lebih lama, tapi aku tidak berpikir itu bisa bertahan dari rumah Alice ke Gigas Cedar."

"Jadi, apa kamu punya cara lain?"

Alice, yang idenya dijatuhkan, bertanya sambil mencibir. Kirito menggeruk rambut hitamnya sambil terdam beberapa saat, lalu bicara dengan nada rendah,

"Es. Dengan es yang sangat banyak, akan menjadi jauh dari cukup untuk menjaga kotak makan ini dingin."

"Kau....."

Alice menggelengkan kepalanya dengan penuh takjub.

"Sekarang musim panas. Dimana tepatnya kamu bisa mendapatkan es? Bahkan Toko besar di ibukota tidak mempunyainya!"

Dia mengatakannya seperti seorang ibu yang sedang memarahi anaknya.

Eugeo, di lain pihak, bisa merasakan sesuatu yang buruk, segera setelah dia melihat Kirito dengan ekspresi seperti itu sebelumnya. Sahabatnya, saat matanya terlihat lebih bersinar, saat berbicara dengan intonasi yang lain, Eugeo belajar bahwa Kirito sedang memikirkan sesuatu yang tidak baik. Dalam hati, dia mengingat ketika Kirito mengambil madu lebah raja di pegunungan timur, atau ketika dia memecahkan toples susu yang sudah kadaluarsa di ruang bawah tanah gereja, semuanya teringat dan berlalu sekilas.

"J-Jadi, tidak apa-apa, kan? Tidak ada yang salah tentang makan terburu-buru. Juga, jika kita tidak segera memulai pekerjaan sore secepatnya kita akan pulang terlambat."

Eugeo berkata sambil memindahkan piring-piring kosong ke keranjang rotan, berusaha untuk menghentikan pembicaraan ini. Tapi, saat dia melihat mata Kirito yang berbinar-binar, seperti dia mendapat suatu ide, dia sadar bahwa ketakutannya menjadi nyata.

"....... Apapun itu, apa rencana yang kamu punya saat ini?"

Pertanyaannya bercampur dengan kepasrahan, Kirito tersenyum sebelum menjawab,

"Hei....... Duluuuuu, Kakek Eugeo menceritakan kita sebuah kisah, ingat?"

"Hmm......?"

"Cerita yang mana......?"

Selain Eugeo, Alice juga berusaha mengingatnya.

Sebelum Stacia memanggil kakek Eugeo ke sisinya dua tahun lalu, ada banyak cerita yang diceritakan olehnya, sambil duduk di kursi goyang di taman, dia selalu menceritakan berbagai cerite kepada ketiga anak kecil yang duduk dipangkuannya. Cerita yang aneh, cerita yang menarik, cerita yang menakutkan, ada banyak cerita seperti itu, jadi Eugeo tidak tahu cerita mana yang Kirito maksud. Lalu temannya yang berambut hitam berdehem sambil mengacungkan jari telunjuknya sebelum bicara,

"Es di musim panas, tidak ada yang lain kan? 『Bercouli dan si Putih dari Utara』......"

"Oi, hentikan ini, kau bercanda, kan?"

Eugeo menyela tanpa mendengar akhir perkataan Kirito sambil mengayunkan tangan dan kepalanya dengan kasar.

Bercouli, bahkan diantara leluhur yang membentuk desa Rulid, adalah pengguna pedang terkuat, yang bertugas sebagai kepala penjaga desa generasi pertama. Tapi karena itu adalah cerita lama yang berumur ratusan tahun, hanya ada beberapa cerita tentang keberaniannya yang tersisa, yang Kirito sebutkan, dan bahkan diantara beberapa cerita tersebut, yang satu ini adalah yang paling aneh.

Pada suatu hari saat musim panas, Bercouli melihat sebuah batu besar mengapung di sungai di sebelah timur desa. Saat mengambil batu tersebut, yang ternyata adalah bongkahan es, Bercouli, dangan keheranan, berjalan menyusuri hulu sungai. Tidak lama kemudian, dia sampai ke ujung dunia, «Mountain range at the Edge», dan saat dia berjalan mengikuti sungai yang menyempit, dia melihat sebuah mulut gua yang besar.

Bercouli masuk ke dalam gua melawan angin dingin yang bertiup, setelahdia melalui berbagai bahaya, dia sampai ke ruangan yang paling besar. Apa yang dia lihat disana adalah seekor naga putih raksasa, yang diceritakan sebagai penjaga ujung Dunia Manusia. Sosok sang naga, yang melingkarkan tubuhnya diatas berbagai harta karun, membuat Bercouli sadar bahwa sang naga sedang tertidur, tapi dengan keberaniannya, dia terus melangkah sambil berjinjit. Diantara berbagai harta, dia menemukan sebuah pedang panjang yang sangat indah, dan dia sangat ingin mendapatkannya apapun yang terjadi. Dia mencabut pedang tersebut dengan pelan tanpa membangunkan sang naga, dan lari menjauh secepat yang dia bisa ———— itu adalah inti ceritanya. Judul cerita itu adalah 『Bercouli dan Naga Putih Utara』.

bahkan untuk Kirito yang bandel, dia tidak akan berpikir untuk melanggar peraturan desa untuk pergi melewati Northern Pass dan mencari naga, kan? Sambil setengah berdoa, Eugeo bertanya dengan agak ketakutan,

"Maksudmu, kita akan mengawasi sungai Ruhr dan menunggu sebongkah es mengapung turun...... benar?"

Tapi, Kirito menghela nafasnya sebelum berkata,

"Menunggu seperti itu, musim panas akan berakhir sebelum kita mendapatkan apapun. Aku tidak mau mengikuti Bercouli dan mencari naga. Dalam cerita, dikatakan bahwa kerucut esnya ada di jalan masuk gua, kan? Cukup dua atau tiga buah sudah cukup untuk mentes teori kita."

"Kau, sudah kuduga......"

Eugeo terdiam beberapa saat, lalu berbalik, berharap supaya Alice membantunya menyanggah ide Kirito. Lalu dia sadar bahwa mata birunya juga berbinar-binar, dan menyerah.

Eugeo dan Kirito adalah duo berandal nomor satu di desa, mereka membuat orang-orang tua mengeluh dan memarahi mereka berdua setiap hari. Tapi, hanya beberapa yang tahu bahwa banyak kenakalan mereka dibantu dan dihasut dari belakang oleh Alice, murid nomor satu di desa.

Alice meletakkan jari telunjuknya ke bibir, sambil terdiam beberapa saat, tiba-tiba berkedip dan berkata,

"———————— Itu bukan ide yang buruk"

"K-Kau juga, Alice....."

"Memang, hanya anak kecil yang dilarang pergi ke Northern Pass. Coba ingat baik-baik. Tertulis di peraturan, [Tanpa pengawasan orang dewasa, anak kecil tidak boleh bermain ke Northern Pass]."

Eugeo dan Kirito memandang satu sama lain tanpa sadar.

Peraturan desa atau «Aturan Standar Penduduk Rulid» sebagai nama formalnya adalah tulisan lama yang separuh ditulis di atas kertas dan separuh ditulis diatas kulit, yang tebalnya dua cen disimpan di dalam rumah kepala desa. Ini adalah benda pertama yang dihafalkan oleh semua amak kecil yang belajar ke gereja. Dan setelah itu, setelah mendengar orang tua mereka dan para sesepuh terus berkata 'Dalam peraturan', 'Berdasarkan peraturan', peraturan ini tertanam dalam kepala mereka sampai berumur sebelas tahun ———— adalah apa yang mereka pikirkan, tapi, sepertinya Alice berhasil mengingat semua teks, kata demi kata.

.......Tidak mungkin, jangan bilang bahkan hukum dasar kerajaan yang tebalnya dua kali lipat juga..... tidak, bahkan mengingat dengan teliti peraturan desa sudah......

Saat pikiran Eugeo penuh dengan pertanyaan, Alice berdehem sekali, lalu melanjutkan ucapannya dengan nada bicara seorang guru,

"Bukankah ini benar? Kita tidak pergi kesana untuk bermain, itu dilarang oleh peraturan. Tapi mencari balok es bukanlah permainan. Memperpanjang Nyawa dari kotak bekal bukan hanya untuk kita, ini juga membantu orang yang bekerja di ladang dan padang rumput, benar? Jadi ini juga bisa dianggap sebagai bagian dari pekerjaan."

Setelah ceramah Alice selesai, Eugeo bertatap muka dengan Kirito lagi. Meskipun mata hitam pasangannya memiliki sedikit keraguan, tapi itu tiba-tiba meleleh seperti balok es mengapung di sungai saat musim panas————

"Ya, itu benar, sangat benar."

Sambil melipat tangannya, Kirito mengangguk dengan wajah serius.

"Karena ini pekerjaan, bahkan jika kita melewati batas sampai ke ≪Mountain range at the Edge≫, tidak akan melanggar peraturan desa. Pak Balbossa juga mengatakannya, kan? 'Pekerjaan bukan hanya apa yang diperintahkan, jika kamu sedang bebas maka carilah pekerjaan!', seperti itu. Jika mereka marah, kita cukup mengacu pada perkataannya, lalu semuanya akan baik-baik saja."

Keluarga Balbossa adalah keluarga kaya yang mempunyai ladang gandum terbesar di desa. Kepala keluarganya saat ini, Nigel Balbossa masih memiliki tubuh yang sehat meskipun berumur lima puluh tahun; bahkan meskipun keluarganya bisa memanen gandum lebih banyak dari keluarga lainnya, dia masih belum puas, kapanpun dia beremu dengan Eugeo di jalan, dia selalu manyambutnya dengan ejekan 'Masih belum bisa menumbangkan pohon Cedar yang menyebalkan itu?'. Terdengar rumor bahwa dia meminta kepala desa untuk diutamakan dalam pembukaan ladang setelah Gigas Cedar tumbang. Euge hanya bisa merespon, 'Sebelum itu terjadi, Nyawamu sudah habis jauh sebelumnya,' tentu saja dia hanya bicara dalam hati.

Meskipun ide Kirito untuk menggunakan perkataan pak Balbossa sebagai pembelaan untuk melewati Northern Pass sangat menarik, tapi hanya sebagai pengekang dalam pembicaraan ini dalam waktu lama membuat Eugeo hanya bisa berkata 'Tapi'.

".......Tapi, pergi ke Mountain range at the Edge bukan hanya melanggar peraturan desa tapi juga 'itu', kan? Meskipun kita pergi melewati Northern Pass dan sampai ke dasar pegunungan, kita tetap tidak bisa masuk ke dalam gua......"

Setelah mendengar perkataan tadi, Alice dan Kirito memasang muka serius.

≪Itu≫ yang Eugeo sebutkan adalah hukum abslut yang berlaku untuk semua orang di Dunia Manusia, otoritasnya jauh diatas ≪Norlangarth North Empire Fundamental Law≫, meninggalkan jauh ≪Aturan Standar Penduduk Rulid≫ ———— Namanya adalah ≪Taboo Index≫.

Dibuat oleh ≪Gereja Axiom≫, menara raksasa yang terlihat menjulang sampai ke surga, terletak di ibukota Centoria. Buku tebal yang dilapisi dengan kulit putih bersih digunakan tidak hanya di kerajaan utara dimana Eugeo tinggal, tapi juga di setiap kota dan desa di kerajaan timur, selata, dan barat.

Daftar Larangan, tidak seperti perturan desa dan hukum kerajaan, sama seperti namanya, adalah <Daftar sesuatu yang tdak boleh dilakukan>. Dimulai dengan larangan-larangan dasar seperti <Menentang Gereja> atau <Membunuh>, <Merampok> sampai daftar sampngan sepertibatas binatang buas dan ikan yang bisa ditangkap dalam setahun, atau makanan yang tidak bisa diberikan kepada ternak, jumlahnya melewati seribu daftar. Untuk anak-anak yang bersekolah, selain belajar menulis dan berhitung, pelajaran terpenting adalah untuk menghafalkan semua Daftar Larangan. ———— Lebih tepatnya, tidak mengajarkan Daftar ini di sekolah termasuk melanggar Daftar.

Meskipun Dafar Larangan dan Gereja Axiom memiliki kekuasaan yang sangat besar, tapi ada daerah dimana mereka tidak berkuasa sama sekali. Dibalik <Mountain range at the Edge> yang mengelilingi dunia ini adalah Daratan kegelapan ———— atau <Dark Territory> dalam Sacred Words. karena itu, pergi ke Mountain range at the end saja sudah dilarang oleh daftar sejak awal. Untuk Eugeo, tidak ada gunanya hanya pergi ke dasar pegunungan tanpa masuk ke dalam gua.

Alice pasti mencari jalan untuk menentang Daftar Larangan seperti biasanya, tapi ini sudah menjadi larangan didalamnya. Eugeo memandangi sahabatnya yang lain sambil berpikir seperti itu.

Bulu matanya yang panjang bercahaya terkena sinar matahari siang yang melewati dedaunan seperti benng emas yang sangat baik, Alice terdiam sejenak ———— Tak lama, dia menengokkan wajahnya, lalu bicara dengan mata bersinar seperti biasanya,

"Eugeo. Maksudmu dilarang disini juga salah."

"Eh....... kau bohong."

"Aku tidak bohong. Apa yang tertulis di Daftar adalah: Bab pertama, bagian ketiga, paragraf sebelas, 『Tidak ada yang boleh pergi melewati Mountain range at the End yang membatasi Dunia Manusia』 .....Melewati pegunungan, normalnya dengan cara <mendaki melewatinya>. Melewati gua tidak termasuk didalamnya. Juga, tujuan kita bukan untuk melewati pegunungan, tapi untuk mendapatkan es, benar? tidak ada 『Dilarang mencari es di Montain range at the end』 tertulis di Taboo Index."

Kata-kata yang keluar dari mulut Alice dengan nada yang lembut dan jelas seperti itu, Eugeo tidak mengatakan apapun. Malah, dia merasa bahwa perkataan Alice ada benarnya.

——————Tapi, sampai sekarang kita tidak pernah pergi ke Northern Pass, kita hanya pergi menyusuri sungai Ruhr sampai kolam kembar. Aku tidak tahu apa yang ada dibaliknya, apalagi musim ini ada banyak kumbang di tepi air juga......

Sementara Eugeo masih memikirkan cara untuk keluar, Kirito menampar punggungnya ———— dengan lemah dan tidak cukup untuk mengurangi Nyawanya ———— sebelum berkata,

"Lihat Eugeo, jika Alice, yang belajar paling giat di Desa, atau seperti itu, lalu tidak ada yang pelu diragukan! Baiklah, sudah ditentukan, pada hari libur nanti, kita akan mencari naga pu...... erm, maksudku, mencari gua es!"

"dan lebih baik jika bekalnya dibuat dengan bahan yang bertahan lebih lama."

Melihat wajah cemerlang dari kedua sahabatnya, Eugeo mendesah dalam hati sebelum menjawab "Ya...," dengan pelan.

Bagian 2

Kebetulan, tiga hari terakhir bulan ketujuh cuacanya lumayan baik.

Hanya saat hari libur anak-anak yang berumur diatas sepuluh, yang sudah diberi Sacred Task, diperbolekan bermain sampai waktu makan malam seperti saat mereka kecil. Eugeo dan Kirito biasanya menghabiskan waktu dengan memancing dan berlatih teknik pedang dengan anak laki-laki lainnya, tapi, hari ini mereka meninggalkan rumah bahkan sebelum kabut pagi hilang, dan menunggu Alice dibawah pohon tua di pinggiran desa.

"........ Dia sangat lambat!"

Meskipun dia baru menunggunya bersama Eugeo selama beberapa menit, Kirito sudah mengomel.

"Aku tidak mengerti kenapa perempuan mementingakan berdandan daripada datang tepat waktu. Mungkin dalam dua tahun kedepan dia akan seperti kakakmu yang bajunya kotor di hutan dan menolak untuk memakainya lagi sekarang."

"Itu tidak bisa diubah, perempuan memang seperti itu."

Mengatakannya dengan senyuman masam, Eugeo tiba-tiba membayangkan apa yang akan terjadi dua tahun lagi.

Alice mungkin masih menjadi gadis tanpa Sacred Task, Orang-orang disekitarnya mungkin masih bisa mentolransi keinginannya bersama dengan Eugeo dan Kirito. Tapi karena dia adalah anak dari kepala desa, akan diputuskan sepihak bahwa dia enjadi contoh dasar bagi perempuan lain di desa. Tak lama lagi, dia akan dilarang untuk bermain dengan laki-laki, dan pasti dia harus belajar bukan hanya Kemampuan Suci, tapi juga tentang tata krama.

Lalu..... apa yang akan terjadi setelah itu? Mungkinkah dia harus menikah dengan keluarga lain?, seperti kakak perempuan tertua Eugeo Sulinea, Kalau seperti itu, apa yang akan Kirito pikirkan.....?

"Oi, kamu terlihat linglung. apa kamu tidur cukup semalam?"

Kirito melihat Eugeo dengan muka penuh sangsi, Eugeo mengangguk dengan cepat.

"Y-Ya, aku baik-baik saja. ....Ah, itu dia datang."

Sambil mendengar langkah yang sayup-sayup, dia menunjuk ke arah pusat desa.

Yang muncul dari kabut pagi yang tebal adalah Alice, seperti apa yang Kirito katakan, rambut pirangnya yang disisir rapi diikat dengan pita, yang berayun diatas celemek polosnya. Sambil berusaha menahan senyum dia menatap sahabatnya, lalu menoleh untuk berteriak pada saat bersamaan.

"Lambat sekali!"

"Kalian yang terlalu cepat. Berhenti seperti anak kecil mulai sekarang."

Setelah selesai mengatakannya, Alice mengangkat kranjang anyaman yang di tangan kanannya ke Eugeo dan botol air minum di tangan kirinya ke Kirito.

Mereka berdua mengambil barang itu tanpa perintah sebelum berbalik mengarah ke jalan menuju utara. Alice memetik sepucuk rumput, meluruskannya dan mengarahkannya ke arah gunung batu tinggi, lalu berteriak,

"Kalau begitu...... kelompok pencari es musim pnas, berangkat!"

Kenapa kita selalu berakhir dengan «Putri dan dua pengikut»? Sambil memikikirkannya, Eugeo menatap muka Kirito dan berlari mengejar Alice yang sudah berjalan duluan.

Desa Rulid punya jalan yang berasal dari utara ke selatan, sementara jalan selatan sudah rata karena pijakan manusia dan kendaraan yang lewat setiap saat, sisi utara, yang hampir tidak mempunyai penghuni, banyak terdapat akar pohon dan kerikil yang membuat berjalan menjadi sulit. Tapi, Alice dengan entengnya melompat diantaranya seperti berjalan di jalan biasa, terus meninggalkan mereka berdua sambil bersenandung.

Bagaimana mengatakannya, dia punya keseimbangan yang hebat?, Eugeo memikirkannya. Beberapa tahun lalu Alice kadang-kadang ikut latihan pedang bersama anak-anak nakal desa, dan ranting tipisnya mengenai Eugeo dan Kirito berulang kali. Tongkat itu seperti bisa meotong udara, bahkan jika lawannya adalah roh angin. Jika dia terus berlatih, mungkin saja dia akan menjadi penjaga perempuan pertama di desa.

"Penjaga, huh........."

Eugeo berbisik dengan suara pelan.

Sebelum Sacred Task untuk menebang pohon besar diberikan padanya, bisa jadi juga menjadi angan-angannya, meskipun tidak jelas dan luar biasa. Semua anak di desa ingin terpilih menjadi seorang penjaga, dan mengganti tongkat kayu lama mereka dengan pedang besi baru, dan juga belajar di sekolah pedang asli.

Bukan hanya itu. Setiap musim gugur, semua penjaga di setiap desa di daerah utara bisa ikut dalam turnamen pedang yang dilaksanakan di Zakkaria di bagian selatan. Jika bisa mendapat peringkat yang tinggi, mereka bisa menjadi pengawal ———— diakui sebagai ahli pedang sungguhan dalam nama dan kenyataan, serta boleh meminjam pedang resmi yang ditempa oleh penempa dari ibukota. Tapi, angannya belum berakhir disitu. Jika mereka bisa menunjukkan prestasi mereka sebagai sentinel, mereka bisa diperbolehkan untuk mengikuti tes untuk masuk ke «Akademi Ahli Pedang», yang memiliki sejarah kuno dan terpandang. Setelah melewati tes yang sulit, dan lulus dari akademi setelah dua tahun belajar, mereka bisa ikut dalam turnamen seni pedang yang dihadiri Raja Kerajaan Utara Norlangath. Bercouli dalam cerita dikatakan berhasil memenangkan turnamen ini dengan gemilang.

Yang terakhir, berkumpulnya semua pahlawan di penjuru Dunia Manusia yang digelar oleh Gereja Axiom sendiri, «Turnamen Persatuan Empat Negara». Hanya yang memenangkan pertarungan yang bahkan bisa dilihat dewa dengan jelas, yang terkuat dari semua pendekar pedang, untuk melawan iblis dari Daratan Kegelapan, untuk diangkat menjadi penunggang naga, seorang «Integrity Knight»——————

Sampai titik ini, impian itu sudah melewati batas, tapi boleh jadi, ada saat dimana Eugeo memikirkannya. Mungkin, jika Alice meninggalkan desa bukan sebagai pendekar pedang tapi sebagai Master Art, untuk belajar di Zakkaria atau bahkan di «Master Art Academy» di capital, saat itu, di sampingnya sebagai pengawal, dengan seragam pengawal berwarna hijau dan coklat muda, dengan pedang keperakan di pinggangnya, adalah......

"Impian itu masih belum berakhir."

Tiba-tiba, bisikan datang dri Kirito yang berjalan di belakangnya. Eugeo menoleh dengan penuh kekagetan. Sepertinya, hanya dengan desahan yang keluar dari mulutnya tadi, Kirito bisa mengetahui semuanya. Instingnya masih tajam seperti biasa. Eugeo membuat senyum masam dan membalasnya,

"Tidak, itu sudah berakhir."

Ya, impian itu sudah berakhir. Musim semi tahun lalu, Sacred Task sebagai penjaga diberikan kepada Jink, anak dari kepala penjaga sekarang. Bahkan meskipun kemampuan pedangnya kalah dengan Eugeo dan Kirito, dan tentu Alice. Eugeo terus bicara seperti merasa terhina,

"Setelah Tugas Suci diberikan, bahkan kepala desa tidak bisa merubahnya."

"Dengan satu pengecualian, kan?"

"Pengecualian.........?

"Jika tugas itu telah selesai dilaksanakan."

Kali ini dia membuat senyum kecut pada sifat keras kepala Kirito. Pasangannya ini masih tidak mau melepaskan ambisinya untuk menebang Gigas Cedar pada generasinya.

"Setelah kita bsa menebang pohon itu, tugas kita selesai dengan sempurna. Setelah itu kita bisa memilih tugas kita sendiri, bagaimana?"

"Itu benar, tapi......

"Aku senang aku tidak mendapat Tugas Suci sebagai penggembala atau petani. Tugas itu tidak bisa berahir, tapi tugas kita berbeda. Aku yakin pasti ada cara, dalam tiga, tidak, dua tahun kita akan menebangnya, lalu....."

"Kita akan mengikuti turnamen pedang di Zakkaria."

"Apa? Apa kamu memikirkan hal yang sama, Eugeo?

"Aku tidak bisa membiarkan Kirito terlihat hebat sendirian."

Setelah tukar pendapat barusan, Eugeo merasa bahwa impian itu bukan lagi mimpi di siang bolong. Mereka berfua berjalan sambil tersenyum lebar, membayangkan saat mereka menerima pedang resmi, kembali ke desa, dan membuat mata Jink dkk terbelalak iri; Alice yang berjalan di depan mereka tiba-tiba berbalik.

"Hei kalian berdua, apa yang kalian bisikkan dari tadi?"

"T-Tidak, tidak ada apa-apa. Cuma berpikir apa sekarang waktunya makan siang, benar?"

"Y-Ya."

"Bukankah kita baru mulai berjalan? Juga, lihat, kita bisa melihat sungainya sekarang."

Saat mereka melihat ke arah yang Alice tunjukkan, mereka melihat, air yang beriak di jalan sana. Sumber dari sungai Ruhr ada di Mountain range at the end, yang mengalir di bagian timur desa Rulid, berlanjut ke selatan menuju kota Zakkaria. Di tempat pertemuan jalan dengan sungai, jalannya terbagi menjadi dua. yang kanan melewati sungai Ruhr menuju hutan selatan, yang kiri menyusuri sungai di bagian barat. Artah yang mereka pakai, tentu saja, utara.

Saat Eugeo sampai di persimpangan, dia mencelupka tangannya ke dalam air yang mengalir hingga membuat suara gemericik air. Karena sekarang pertengahan musim panas, air yang membeku saat musi semi mulai menghangat. Akan menyenangkan jika dia mencopot bajuna dan berenang, tapi tidak bisa di depan Alice.

"Ini bukan suhu air yang bisa menghanyutkan bongkaan es."

Eugeo berkata dan berbalik, Kirito mencibir sebelum protes,

"Karena itu kita pergi ke gua besar tempat esnya ada, kan?"

"Itu lebih baik, tapi kita harus kemali sebelum bel sore berbunyi. Kita lihat..... saat Solus berada di tengah-tengah langit, kita harus segera pulang."

"Kita tidak bisa apa-apa. Kalu begitu ayo cepat!"

Di belakang Alice, yang sedang berteduh, mereka berdua mempercepat langkah mereka untuk mengejarnya.

Dahan-dahan pohon yang menjalar di sisi kiri berfungis sebagai kanopi, menghalangi sinar matahari, lalu udara sejuk darri sungai di sisi kanan, membuat mereka nyaman berjalan meskipun Solus sudah ada di tengah-tengah langit. Jalan di samping sungai yang lebarnya satu mel tertutupi rumput pendek musim panas, dan hampir tidak ada kerikil atau lubang yang menyulitkan berjalan.

Eugeo berpikir, kenapa mereka tidak pernah berjalan melewati kolam kembar sebelumnya, padahal sangat mudah untuk sampai kesana.

«Northern Pass» yang dilarang oleh peraturan desa masih jauh dari kolam kembar. Jadi jika mereka pergi kemanapun selain ke Northern Pass, ya ———— bisa dibilang ketidaknyamanan dari peraturan itu yang membuat kaki mereka tidak bisa bergerak saat melihat batasnya di depan mereka.

Meskipun dia dan Kirito selalu mendengarkan keluhan dari orang dewasa tentang tradisi, meskipun mereka berbuat seperti itu, mereka berdua tidak pernah berpikir untuk melanggar peraturan atau Larangan. Perjalanan hari ini menjadi satu yang paling dekat dengan batas larangan.

Eugeo khawatir, dia melihat Kirito dan Alice berjalan tanpa beban di depannya, mereka bahkan bernyanyi lagu gembala dengan riang. Mereka..... apa mereka tidak ketakutan atau khawatir sedikitpun?, sambil memikirkannya, Eugeo mendesah sedih.

"Hei, tunggu."

Dia memenaggil mereka, mereka berdua terus berjalan tapi berbalik berbarengan.

"Ada apa, Eugeo?"

Alice menyondongkan kepalanya sambil bertanya dengan nada mengancam dan penuh maksud.

"Kita sudah jauh dari desa...... Apa tidak ada binatang buas di sekitar sini?"

"Eh——? Aku tidak pernah mendengarnya."

Alice mengataannya sambil melihatnya, Kirito juga mengangkat bahu dengan enteng.

"Hmm........ donetti yang memiliki cakar besar yang panjang seperti yang kakek lihat, dimana dia melihatnya?"

"Ada di sekitar pohon apel hitam di timur, kan? Tapi itu kan cerita lama sepuluh tahun yang lalu."

"Jika benar ada di sekitar sini itu pasti serigala bertelinga empat. Eugeo, kamu takut, ya?"

Menyela tertawaan 'Ahaha' mereka, Eugeo membela diri,

"T-tidak, aku tidak takut........ Kita tidak pernah pergi melewati kolam kembar sebelumnya, benar? Aku cuma ingin kita lebih hati-hati."

Setelah mendengarnya, mata hitam Kirito berkilau dengan liar.

"Ya, itu benar. Apa kamu tahu? Saat desa baru saja dibentuk, terkadang iblis dari Daratan Kegelapan..... seperti «Goblin» atau «Orc» melewati pegunungan untuk mencuri domba atau menculik anak kecil."

"Apa? Apa kamu ingin menakutiku? Aku tahu itu. Akhirnya Tentara Integritas datang dari ibukota dan membinasakan Pemimpin Goblin."

"—————— 『Sejak saat itu, ksatria naga putih bisa terlihat di atas Mountain range at the end.』"

Kirito mendengungkan kalimat terakhir dari dongeng yang diketahui semua anak di desa, sambil mendongak menatap langit. Eugeo dan Alice mengikutinya, sebelum mereka sadar, pandangan mereka terisi dengan pegunungan berbatu putih, dan diatasnya ada langit biru yang mereka cari.

Sesaat, mereka merasa melihat secercah cahaya melintas melewati awan-awan, tapi mereka tidak bisa melihat apapun saat mencoba melihat lebih jelas. Mereka bertiga saling berpandangan satu sama lain sebelum tertawa karena malu.

"——————Itu cuma dongeng, kan? Naga es yang tinggal di dalam gua itu, pasti cuma cerita bohong yang diceritakan olehnya, Bercouli."

"Oioi, jika kamu berbicara seperti itu di desa, kau akan dipukul oleh kepala desa. Bercouli si Ahli Pedeng itu pahlawan desa."

Kata-kata Eugeo membuat semua tersenyum kembali, dan Alice mempercepat langkahnya.

"Kita takkan tahu sampai kita tiba di sana. Lihat, kalau kalian terus seperti itu, kita tidak mungkin tiba di sana sebelum makan siang."


——————Seperti yang Alice katakan, Eugeo tidak berpikir mereka bisa tiba di «Mountain Range at the End» selama setengah hari hanya dengan berjalan.

Mountain range at the end, seperti namanya, adalah batas dunia; dengan kata lain, batas negeri manusia yang terdiri dari empat kerajaan yaitu utara, selatan, timur, dan barat; dari desa Rulid yang berada di bagian paling utara di kerajaan utara, anak kecil juga bisa sampai ke pegunungan dengan mudah.

Jadi, Eugeo terkejut, tepat sebelum matahari sampai di tengah-tengah langit, sungai Ruhr, yang semakin menyempit, hilang di depan mulut gua yang berada di dasar jurang.

Hutan yang tersebar di kedua arah tiba-tiba menghilang, di depan matanya ada tebing abu-abu curam memuncak. Jika dia mendongak ke atas, dia bisa melihat langit biru yang melintasi puncak gunung putih bersih di kejauhan, tebing ini pasti, dasar dari Mountain Range at the End.

"Kita sudah sampai......? Ini, Mountain range at the End..... benar? Bukankah terlalu cepat......?"

Kirito, yang juga terlihat tidak percaya, berbisik. Sama seperti Alice, yang berbisik dengan mata birunya yang masih terbuka lebar,

"Lalu...... dimana «Northern Pass»nya? Apa kita melewatinya tanpa sadar?"

Seperti yang dia katakan. Mungkin saja anak-anak di desa ———— atau bahan orang-orang dewasa juga sudah melewati batas tersebut tanpa menyadarinya. Ngomong-Ngomong, setelah tiga puluh menit kita berjalan dari kolam kembar, ada tempat yang agak turun dan nah, apa itu Northern Pass?

Sementara Eugeo masih berpikir, bisikan Alice yang serius terdengar.

"Jika ini Mountain range at the end..... lalu di seberang adalah Tanah Kegelapan, kan? Kalau begitu..... kita sudah berjalan selama empat jam, ke Zakkaria memakan waktu lebih dari itu. Rulid..... memang ada di tepi dunia....."

Eugeo berdiri dengan pusingnya, Kita tinggal di desa sudah sejak lama tapi kita tidak tahu dimana lokasinya di dunia ini? Tidak —————— mungkinkah bahkan orang tua di desa tidak tahu bahwa Mountain Range at the End itu sedekat ini? Selama tiga ratus tahun sejarah, orang yang melewati hutan lebat yang tersebar di utara desa, selain Bercouli, adalah kita....?

Bagaimanapun, itu aneh. Pikir Eugeo. Tapi, dia tidak tahu kenapa itu aneh.

Setiap hari, pada saat yang sama, semua orang dewasa sarapan, pergi beerja di ladang atau padang rumput, menempa atau memintal di tempat kerja mereka seperti kemarin. Apa yang Alice katakan tadi, empat jam tidak cukup untuk pergi ke Zakkaria, tentu saja, mereka tidak pernah pergi ke Zakkaria sebelumnya, Aku dengar dari orang-orang dewasa bahwa butuh waktu dua hari berjalan lewat jalur utama selatan untuk sampai ke sana. Tapi, ada berapa banyak dari mereka yang pergi ke Zakkaria dan kembali....?

Pemikirannya yang membingungkan, tersapu oleh perkataan Alice,

"————Ngomong-ngomong, tidak ada yang harus kita lakukan selain masuk ke dalam gua. Tapi sebelum itu, ayo kita makan siang terlebih dahulu."

Sambil mengatakannya, dia mengambil keranjang rotan dari tangan Eugeo, lalu duduk di semak pendek yang berbataan dengan bebatuan. "Ini yang aku tunggu, perutku sudah keroncongan." Dengan suara Kirito yang seperti itu, Eugeo juga duduk di atas rumput. Bau khas dari pai membuyarkan lamunannya, yang bisa dia ingat cuma perutnya yang keroncongan.

Alice memukul tangan Kirito dan Eugeo yang terjulur lalu memeriksa jendela masing-masing makanan. Setelah dia selesai memeriksa semua makanan dan semuanya masih punya banyak waktu yang tersisa, dia mengeluarkan pai isi kacang dan ikan, pai isi apel dan walnut, dan manisan buah persik. Untuk tambahan, dia menuang air Siral dari kantung air ke gelas kayu, ini juga sudah diperiksa dan tidak akan menguap dalam waktu dekat.

Sesaat setelah dia memperbolehkan mereka, Kirito yang sudah cukup kesal sampai-sampai tidak bicara saat mulai makan pai ikannya, bicara dengan mulut yang penuh makanan sambil mengunyah,

"Gua itu.... jika kita menemukan banyak bongkahan es, kita tidak perlu terburu-buru untuk makan siang besok."

Sambil menelan makanannya, Eugeo menoleh dan menjawab,

"Tapi, jika kita bisa menemukan esnya, bagaimana kita menjaga Nyawanya supaya tidak hilang? Jika esnya meleleh sebelum waktu makan siang besok lalu ini tidak ada gunanya, kan?"

"Mu......."

'aku tidak berpikir sejauh itu,' bahu Kirito jatuh, lalu Alice menjawabnya dengan nada mengacuhkan,

"Jika kita membawanya pulang dengan cepat dan menyimpannya di loteng rumahku, semalam tidak masalah. Kalian berdua, kalian harusnya sudah memikirkannya dari awal."

Sesudah mereka tahu kesalahan mereka, Eugeo dan Kirito mencoba menyembunyikan rasa malu mereka dengan memenuhi mulut mereka dengan makanan. Meskipun mereka punya banyak waktu, Alice makan dengan cepat seperti biasa sebelum akhirnya meminum air Siralnya.

Setelah melipat taplak putih dengan rapi dan memasukkannya ke dalam keranjang rotan, Alice berdiri. Dia berjalan menuju sungai terdekat dengan tiga gelas di tangannya, lalu membasuhnya dengan air sungai.

"Uhyaa."

Dia menghela nafas sambil menyelesaikan pekerjaannya, dan saat dia kembali, Alice merentangkan tangannya, yang sudah dikeringkan dengan celemek, ke arah Eugeo.

"Airnya sangat dingin! Suhunya sama dengan air sumur saat tengah musim dingin."

Apa yang dia lihat adalah tangan kecil yang sudah berwarna kemerahan. Refleks, dia menjulurkan tangannya dan menggenggam tangan Alice, tentu saja untuk menyaurkan rasa hangat dari tangannya ke tangan dingin Alice.

"Sebentar..... hentikan itu."

Rona pipinya sekarang sama dengan tangannya, dan Alice menarik tangannya kembali. Saat itu juga, Eugeo baru sadar dia melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukannya, lalu menggelengkan kepalanya dengan cepat.

"Ah..... bukan, itu.."

"Baik, bukannya kita harus berangkat sekarang, tuan dan nyonya?"

'Apa kamu benar-benar ingin membatuku keluar dari masalah ini?' Eugeo menyeringai sambil mengatakannya dan menendang pelan kaki Kirito, setelah apa yang dilakukannya tadi, dia mengambil kantung air dan memanggulnya, lalu berjalan ke dalam gua tanpa menengok ke belakang.

Sulit dipercaya sumber dari Sungai Ruhr, sungai jernih yang dilewati oleh mereka bertiga sampai sekarang, sekecil ini. Dengan diameter kira-kira satu setengah mel, sungai kecil ini mengalir keluar lewat mulut gua di tebing yang tinggi; di sisi kirinya, ada batu yang berukuran sama menonjol keluar, dia menapakinya dan berjalan ke dalam gua.

Eugeo berpikir, Bercouli menapaki batu ini tiga ratus tahun lalu, sambil berusaha untuk masuk ke dalam gua. Suhunya tiba-tiba turun, dia mencoba menghangatkan dirinya dengan menggosokkan tangannya ke lengan yang tidak tertutupi jubah lengan pendeknya.

Dia berjalan sejauh sepuluh langkah sambil mengiakan dua langkah di belakangnya.

Saat itu juga, Eugeo sadar dia melakukan kesalahan besar, bahunya jatuh dan menoleh ke belakang.

"Oh tidak...... Aku lupa tidak membawa lampu. Kirito, apa kamu membawa satu?"

Meskipun dia hanya berjarak lima mel dari mulut gua, dinding gua sudah cukup gelap sampai dia tidak bisa melihat wajah mereka berdua. Dalam kegelapan di dalam, wajar jika dia berharap pada rekannya tentang sesuatu yang dia lupakan, tapi jawabannya hanya "Bagaimana mungkin aku ingat sesuatu yang juga kamu lupakan?" dengan kepercayaan diri yang aneh.

"D..... Dasar, kalian berdua...."

Sementara Eugeo memikirkan berapa kali dia mendengarnya bicara seperti itu, dia menatap langsung rambut keemasan Alice. Alice mencari-cari sesuatu di sekitarnya sbelum merogoh saku celemeknya dan mengeluarkan benda tipis dan panjang. Itu adalah sepucuk rumput yang dipetiknya saat mereka berangkat.

Dia menggenggam rumput itu di tangan kanannya, dengan tangan kirinya menyanga ujung rumput tersebut, Alice memejamkan mata. Mulut kecilnya mulai bergerak, menggumamkan bait aneh dalam huruf suci yang Eugeo tidak tahu yang mulai terngiang di udara.

Akhirnya tangan kirinya dengan cepat memotong simbol kompleks yang muncul, secercah cahaya yang lemah mulai bersinar dari ujung rumput yang menggelembung. Cahaya tadi kemudian menjadi sangat terang dalam waktu singkat, dan menjauhkan kegelapan dari gua dalam jarak yang cukup jauh.

"Ooo."

"Wow....."

Kirito dan Eugeo tanpa sadar mengeluarkan suara kekaguman bersamaan.

Meskipun mereka tahu Alice sudah mempelajari kemampuan suci, mereka hapir tidak pernah bisa melihatnya sendiri. Berdasarkan apa yang Suster Azariya ajarkan, semua ritual yang berdasarkan dewa kehidupan Stacia, dewa matahari Solus atau dewa bumi Terraria ———— kecuali kemampuan gelap yang digunakan oleh pelayan dari dewa kegelapan Vector ———— ada untuk menjaga keutuhan dan keseimbangan dunia, jadi kemampuan ini tidak boleh digunakan seenaknya.

Kemampuan suci yang digunakan Suster dan muridnya hanya saat tanaman obat di desa tidak bisa menyembuhkan penyakit atau luka. Karena Eugeo paham betul tentang ini, dia menoleh ke Alice, yang memegang sepucuk rumput yang bersinar dengan warna aneh, lalu tanpa sadar bertanya,

"Ah, Alice...... mengunakan kemampuan seperti itu, apa tidak apa-apa? Apa kamu tidak akan dihukum karena ini......?"

"Hmph, kalau ini sudah cukup untuk membuatku dihukum, aku sudah tersambar petir sepuluh kali."

".............."

Setelah mengatakannya, Alice memberikan rumput yang bersinar itu kepada Eugeo sambil tersenyum. Dia mengambilnya tanpa berpikir sebelum bergumam 'Hiee', dan menyadarinya,

"A-Aku duluan!?"

"Tentu saja, apa kamu membiarkan seorang gadis berjalan di depan? Eugeo ada di depan, Kirito di belakang. Jangan buang banyak waktu, ayo cepat."

"Y-Ya."

Seakan terdorong oleh keadaan, Eugeo mengacungkan senter kecil itu dan berjalan kedalam gua dengan agak takut.

Susunan batu yang berliku-liku ini terlihat tidak berujung. Dindingnya memantulkan cahaya kebiruan dan terlihat basah. terkadang, dia khawatir dengan bayang-bayang yang terlihat di tempat yang tidak terkena cahaya. Tapi, tidak peduli kemana dia berusaha meihat, dia tidak bisa menemukan sesuatu yang seperti es. Meskipun terkadang ada stalaktit abu-abu yang terlihat mirip dengan kerucut es, dia tahu bahwa itu batu hanya dengan melihatnya saja.

Setelah berjalan selama beberapa menit, Eugeo memanggil Kirito di belakangnya,

"Hei..... kalau tidak salah, kamu bilang ada kerucut es segera setelah kita memasuki gua, kan?"

"Aku berkata seperti itu?"

"Iya!"

Sambil mendekati rekannya yang berusaha menghindari tatap mata, Alice menggunakan tangan kanannya untuk menghentikan Eugeo sambil berbisik,

"Hei, bawa cahayanya lebih dekat sedikit."

"......?"

Eugeo mengacungkan sepucuk rumput tadi mendekati wajah Alice. Dia membulatkan bibirnya sebelum menghembuskan nafas ke arah cahaya.

"Ah......"

"Lihat, kan? Nafas kita berembun, seperti saat musim dingin."

"Wow, benar. Dan aku baru sadar kalau sekarang suhunya semakin dingin......"

Tidak menghiraukan Kirito, Eugeo menyetujui perkataan Alice.

"Meskipun di luar musm panas, di dalam seperti musim dingin. Pasti ada es disini."

"Ya, ayo kita cari lebih lama."

Eugeo membalikkan badanya, dia merasa bahwa gua ini semakin lama semakin melebar sedikit demi sedikit, dia kembali berjalan dengan hati-hati.

Apa yang mereka dengar, selain suara dari sepatu mereka, hanya suara air tanah yang mengalir. Meskipun mereka sudah sampai ke mata airnya, aliran air itu sama sekali tidak berkurang.

".......Kalau kita punya sampan, perjalanan kembali akan lebih mudah."

Eugeo menegur Kirito yang dengan santai mengatakannya dari belakang dengan "Jangan terlalu keras." Saat mereka masuk lebih dalam dari yang mereka rencanakan, tentu saja, yang terpikir olehnya adalah——————

"————Hei, kalau naga putih itu benar-benar keluar, apa yang harus kita lakukan?"

Alice menanyakannya dengan cepat seakan bisa membaca pikiran Eugeo,

"Tentu saja..... apa lagi, kalau bukan la...."

Jawaban dari pertanyaan tadi langsung disanggah oleh suara Kirito yang ceroboh,

"Tidak-apa-apa. Naga putih itu mengejar Bercouli karena dia mencuri pedang harta karun miliknya, benar? Dia mungkin tidak akan menghiraukan kita saat mengambil es. ———— Hmmm, tapi jika mungkin aku ingin mengambil sisiknya....."

"Oi, apa yang kamu pikirkan, Kirito?"

"Mmm, kalau kita bisa kembai dengan bukti kalau kita melihat naga asli, Jink dan teman-temannya pasti iri sampai mati."

"Jangan bercanda! Aku beritahu kamu sekarang, kalau kamu dikejar oleh naga itu, kita akan meninggalkanmu dan lari."

"Oi, suaramu terlalu keras, Eugeo."

"Itu karena Kirito mengatakan sesuatu yang aneh....."

Tiba-tiba kakinya membuat suara yang aneh, dan Eugeo berhenti bicara. Parin, itu suara dari sesuatu yang pecah di bawahnya. Dia mengarahkan cahaya di tangan kanannya mendekati kaki kirinya dengan cepat sebelum bicara dengan cepat.

"Ah, lihat ini."

Alice dan Kirito membungkuk untuk melihatnya, Eugeo lalu memindahkan kakinya untuk mereka. Air yang terkumpul di batu berubah menjadi es yang menyelubungi permukaan batu tersebut. Dia mengambil sekeping es yang tipis dari batu tersebut.

Setelah meletakkannya di telapak tangannya selama beberapa detik, es tersebut meleleh, mereka bertiga saling memandang satu sama lain dan tersenyum.

"Ini es, tidak salah lagi. Pasti ada lebih banyak es di dalam sana."

Eugeo berkata sambil mengamati sekelilingnya, sebagian besar cahaya biru yang terpancar dipantulkan oleh air yang membeku, sama seperti yang ada di batu. cahaya tadi terus masuk kedalam kegelapan gua, masuk kedalam.....

"Ah.... bagaimanapun, ada banyak cahaya di sana."

Seperti yang Alice bilang, Eugeo menggerakkan tangan kanannya, dari ratusan titik cahaya, ada satu yang bersinar dan berkedip dengan lemah. Saat dia lupa tentang naga putih, dia melangkah ke arah tersebut dengan hati-hati.

Berdasarkan waktu yang terlewati, sepertinya mereka sudah masuk beberapa ratus mel. Tiba-tiba, dinding gua di sampingnya menghilang.

Pada saat yang sama, pemandangan yang menakjubkan terpampang di depan mata mereka.

Luas. Sulit membayangkan bahwa mereka ada di gua bawah tanah, karena yang ada adalah lapangan yang sangat luas. Luasnya psati beberapa kali lebih luas dari taman desa yang ada di depan gereja.

Dinding gua, yang mengelilingi hampir semua sisi. tidak lagi terlihat seperti dinding yang ada sebelumnya, tapi tertutup oleh lapisan biru terang transparan. Lalu, setelah melihat permukaan lantai, Eugeo paham, Oh, jadi ini sumber dari sungai Ruhr., itu adalah kolam raksasa ———— tidak, sebuah danau raksasa lebih cocok. Tapi, permukaan airnya sama sekali tidak bergerak. Permukaannya sudah membeku semuanya, dari pinggir sampai ke tengah.

Diantara jejak kabut putih di sekitar danau, beberapa pilar aneh menjulang, tingginya melebihi mereka bertiga. Benda itu berujung runcing, berbentuk pilar segi-enam tegak. Bentuknya mirip dengan bijih mentah yang pernah ditunjukkan kakek Garitta kepada Eugeo. Tapi, benda itu jauh lebih besar, dan jauh lebih indah. Puluhan pilar biru transparan itu menyerap cahaya suci dari sepucuk rumput yang dipegang Eugeo, sebelum akhirnya berpencar ke enam arah, yang juga memantul dan menembusnya, menyinari sebagian besar ruangan. Banyaknya pilar tersebut bertambah semakin ke tengah, dan bertumpuk di tengah danau.

Itu es. Dindingnya, danaunya, pilar segi-enam aneh itu, semuanya terbtuk dari es. Dinding biru itu terus naik ke atas, dan bersimpangan di ketinggian, seperti menara kapel.

Mereka bertiga lupa dengan dingin yang menusuk kulit, berdiri disana selama beberapa menit sambil menghembuskan nafas putih. Tidak lama, Alice berbisik dengan suara bergetar,

"...... Dengan es sebanyak ini, kita bisa mendinginkan makanan di seluruh desa."

"Atau mungkin, ini bisa mengubah cuaca di desa menjadi musim dingin untuk beberapa waktu. —————— Baiklah, ayo kita periksa."

Sesaat setelah Kirito bicara, dia berjalan sampai akhirnya menginjak danau es. Dia berusaha menginjak es tersebut dengan kakinya, tanpa sadar dia sudah berdiri dengan dua kaki di atas es, dan tidak ada suara es yang pecah.

Dia selalu seperti ini. Meskipun Eugeo punya hak untu mengingatkannya, kali ini dia punya keingintahuan yang besar. Tapi kalau ternyata ada naga putih di dalam, Aku ingin melihatnya apapun yang terjadi.

Mengangkat cahaya suci di tangannya, Eugeo dan Alice mengejar Kirito. Dengan hati-hati mereka berusaha berjalan dengan pelan, mereka bergerak dari bayangan satu kerucut es ke yang lain menuju tengah danau.

————Ini hebat, jika kita meihat naga asli, kali ini cerita tentang kita akan terus diceritakan selama beberapa ratus tahun lagi, bukan? Dan jika, hanya jika, kita bisa melakukan apa yang yang tidak dilakukan Bercoulli..... dengan membawa pulang semua tumpukan harta milik naga tersebut dengan kita, apa nanti kepala desa memikirkan lagi Tugas Suci kita.....?

"Mugu."